• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODE PENELITIAN

3.3 Tahapan Penelitian

A. Data Primer

Data primer yang diperoleh langsung di lapangan yaitu :

1. Tipe aktifitas, meliputi makan, minum, sosial, mengasin dan beristirahat.

2. Titik keberadaan banteng saat melakukan aktifitas. Data ini diperoleh dengan mengambil titik pada GPS.

3. Karakteristik habitat, meliputi kondisi fisik, tipe habitat, tipe vegetasi dan jenis pakan.

B. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan terdiri atas data spasial dan data atribut. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan terdiri dari data citra satelit Landsat TM, Peta Topografi, Peta Tata Batas Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Peta Jaringan Sungai, dan Peta Kontur. Sedangkan data atribut merupakan data yang berbentuk tulisan maupun angka-angka. Data tersebut adalah data fluktuasi jumlah populasi banteng di Taman Nasional Ujung Kulon, letakan posisi geografis, tipe-tipe habitat, dan beberapa data penunjang lainnya.

3.3.2. Metode Pengumpulan Data A. Data Primer

A.1. Inventarisasi Populasi dan Aktifitas Banteng 1. Padang Penggembalaan

Metode yang digunakan dalam inventarisasi populasi banteng di padang penggembalaan atau rumpang adalah metode terkonsentrasi (concentration count). Pengamatan banteng di padang penggembalaan dilakukan dengan cara :

a. Mengamati seluruh wilayah padang penggembalaan dari atas menara pengamat. b. Mencatat jumlah kelompok atau individu banteng yang ada di dalam padang

penggembalaan dan banteng yang masuk ke dalam padang penggembalaan.

c. Pengamatan dilakukan sepanjang hari dari pukul 06.00 – 21.00 WIB dengan penghitungan individu banteng setiap dua jam sekali dan mengamati karakteristik individu/kelompok banteng tersebut. Hasil penghitungan dikumulatifkan sehingga diperoleh data populasi banteng yang berada di padang penggembalaan setiap hari pengamatan.

d. Kelompok banteng yang dicatat diklasifikasikan berdasarkan kelas umur dewasa (jantan dan betina) dan anakan.

2. Hutan

Inventarisasi populasi banteng di dalam hutan dilakukan melalui pendekatan penemuan jejak terpadat di sepanjang jalur analisis vegetasi (pengamatan tidak langsung) sebanyak lima kali ulangan atau hari pengamatan.

A.2. Penentuan Koordinat Geografis Banteng

Metode yang digunakan dalam menentukan posisi 2 D (latitude dan langitude) adalah absolut positioning yaitu hanya menggunakan alat GPS receiver pada saat banteng melakukan aktifitasnya pada titik-titik tertentu baik di padang penggembalaan, dalam hutan dan tepi pantai yang merupakan bagian dari komponen habitatnya.

A.3. Inventarisasi Tumbuhan 1. Padang Penggembalaan

Inventarisasi di padang penggembalaan dilakukan untuk mengetahui nilai komposisi, biomassa dan produktivitas rumput dan bukan rumput. Petak contoh diletakkan tersebar secara sistematik dengan petak awal ditentukan secara acak dan jarak antar petak contoh sekitar 50 meter. Petak contoh dibuat dengan menggunakan bambu berukuran 1 m x 1 m. Jumlah petak contoh ditentukan sebanyak 10 buah dan pada setiap petak contoh dicatat nama jenis, jumlah individu setiap jenis dan berat basahnya.

Menurut Alikodra (1983), pengukuran biomassa setiap jenis rumput dapat dilakukan dengan cara memotong rumput pada setiap petak contoh sampai batas permukaan tanah lalu ditimbang berat basahnya. Pengukuran produktivitas dilakukan setelah bekas potongan tersebut berumur 30 hari. Rumput yang tumbuh dicatat nama jenisnya, jumlah individu setiap jenis kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.

2. Hutan

Untuk mengetahui komposisi jenis pakan dengan potensi tingkat pohon, tiang, semai dan pancang maupun tumbuhan bawah untuk masing-masing tipe habitat dilakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi vegetasi yang menjadi habitat satwaliar yang akan diteliti. Kegiatan ini bermanfaat untuk mengetahui angka nilai penting yang dapat digunakan sebagai parameter tumbuhan untuk mengetahui dominasi suatu jenis tumbuhan yang menempati suatu daerah. Selain itu dapat mengetahui jenis tumbuhan yang dimakan oleh banteng.

Kegiatan inventarisasi vegetasi dilakukan pada jalur yang sama dengan jalur pengamatan banteng di dalam hutan. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak yaitu dengan membuat petak-petak contoh di sepanjang jalur pengamatan pada setiap tipe vegetasi, yaitu di hutan pantai dan hutan dataran rendah. Ukuran petak adalah 20m x 20m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Dalam petak dibuat sub plot berukuran 2m x 2m untuk tingkat pertumbuhan semai, 5m x 5m untuk tingkat pertumbuhan pancang dan 10m x 10m untuk tingkat pertumbuhan tiang (Gambar 3). Data yang dikumpulkan untuk tingkat pohon dan tiang adalah jenis dan jumlah individu tiap jenis pada diameter

5 m 5 m 2 m Aa

setinggi dada. Untuk tingkat semai dan pancang data yang dikumpulkan hanya jenis dan jumlah individu.

Pengamatan vegetasi dilakukan pada empat jalur yang terdiri dari masing-masing tipe vegetasi satu jalur dengan panjang jalur 100 meter dan lebar 20 meter. Pengukuran ini dilakukan untuk memperoleh Indeks Nilai Penting (INP) pada tipe vegetasi dan pakan banteng.

100 m

10 m

10 m

Gambar 3. Bentuk Plot Contoh Analisis Vegetasi dan Pakan Banteng.

B. Data Sekunder

Data spasial dan data atribut penunjang penelitian berasal dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Biotrop Training and Information Centre, Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon dan berbagai hasil yang dikumpulkan dari studi literatur.

3.3.3 Pengolahan Data

Pembangunan model spasial kesesuaian habitat banteng di padang penggembalaan Cidaon dilakukan dengan pengumpulan data yang terdiri dari penelusuran literatur, data peta digital dan survey lapangan untuk menganalisis faktor- faktor habitat banteng. Literatur digunakan sebagai dasar atau kriteria dalam menilai kebutuhan hidup (life requisitas) terhadap habitat banteng yang selanjutnya dalam SIG disebut dengan layer (peta tematik).

Data masukan (input data) diperoleh dari analisis peta dan survey lapang. Dari analisis peta diperoleh 5 layer yang digunakan dalam pemodelan yaitu peta penutupan

lahan, analisis lahan terhadap nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), jarak dengan sungai (buffer), kelas ketinggian dan kemiringan lereng. Dari survey lapang diperoleh data jumlah pakan, data jumlah jenis pakan, data tempat berteduh, data jarak dengan jalan, serta diperoleh titik sebaran banteng di sekitar padang penggembalaan Cidaon. Berdasarkan survey lapang kemudian diidentifikasi (Summarize Zones) komponennya terhadap tiap layer, kemudian titik tersebut dianalisis dengan menggunakan Composite Mapping Analysis (CMA) untuk mendapatkan bobot masing- masing layer. Selanjutnya semua layer ditumpang tindih (overlay) sesuai dengan bobot masing-masing sehingga diperoleh peta kesesuaian habitat banteng. Hasil model yaitu peta kesesuaian habitat kemudian divalidasi kembali terhadap areal referensi yang menjadi lokasi penelitian. Secara umum tahapan metode penelitian dapat dilihat pada bagan alir tahapan penelitian yang disajikan pada Gambar 5.

Peta penutupan lahan diperoleh berdasarkan hasil pengolahan citra dengan menggunakan teknik supervised classification, yaitu dimana proses pengklasifikasian dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi. Proses pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 4.

Analisis lahan terhadap nilai NDVI dilakukan untuk mengetahui besar dan luasan NDVI pada masing-masing titik plot vegetasi. Nilai NDVI dapat digunakan sebagai acuan di dalam penentuan jenis tanaman yang sesuai pada suatu lahan. Nilai dan kondisi NDVI pada suatu kawasan akan berbeda sesuai dengan kondisi iklimnya. Model NDVI yang digunakan untuk mengetahui setiap nilai dan luasan area NDVI pada lokasi penelitian disajikan pada lampiran 1.

Gambar 4. Diagram alir pengolahan citra. Citra Landsat 2003

Citra terkoreksi

Citra lokasi penelitian

Citra hasil klasifikasi

Peta batas TNUK

Pemotongan Citra

Supervised Classification

Peta Penutupan Lahan Koreksi Geometris

Gambar 5. Tahapan metode penelitian.

Peta ketinggian dan peta kemiringan lereng dibuat dari data kontur (vektor) yang dianalisis dengan menggunakan Erdas Imagine 9.1. Proses pembuatannya disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses Pembuatan peta ketinggian dan kemiringan lereng. Data vektor kontur

Surface (Erdas Imagine 9.1)

Digital Elevation Model

Peta ketinggian Slope

Peta kemiringan lereng Layer

(peta tematik)

peta kelas ketinggian peta kemiringan lereng peta jaringan sungai Jml jenis pakan Jml pakan Peta ndvi

Jarak dengan jalan

Model Peta Kesesuaian Habitat

VALIDASI Peta Kesesuaian Habitat

DATA

CMA

Peta jarak sungai (buffer) dibuat dari data jaringan sungai (vektor) yang dianalisis dengan menggunakan ArcView 3.3. Proses pembuataanya disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses pembuatan peta jarak sungai (buffer).

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan kemudian dianalisis dengan cara sebagai berikut :

3.4.1. Analisis Tumbuhan Pada Petak Contoh (Padang Penggembalaan dan Hutan) Dari hasil pengukuran vegetasi dan jenis pakan banteng dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

a) Kerapatan Jenis

K = Jumlah individu KR = kerapatan suatu jenis x 100 % Luas contoh kerapatan semua jenis

b) Frekuensi Jenis

F = ∑ plot ditemukannya suatu jenis ∑ seluruh plot

FR = frekuensi suatu jenis x 100% frekuensi semua jenis

c) Dominasi Jenis D = luas bidang dasar luas plot contoh

DR = dominasi suatu jenis x 100% dominasi semua jenis

Peta Sungai

Find distance (ArcView 3.3)

Peta jarak ke sungai (buffer)

d) Indeks Nilai Penting untuk tingkat pohon dan tiang INP = KR + FR+ DR

e) Indeks Nilai Penting untuk tingkat pancang, semai, tumbuhan bawah dan di padang penggembalaan

INP = KR + FR Keterangan :

K = Kerapatan D = Dominasi

KR = Kerapatan Relatif DR = Dominasi Relatif

F = Frekuensi INP = Indeks Nilai Penting

FR = Frekuensi Relatif 3.4.2. Analisis Nilai Biomassa

Untuk mengetahui nilai bomassa di padang penggembalaan (rumput maupun bukan rumput) dilakukan penghitungan melalui pendekatan rumus sebagai berikut :

Biomassa = Biomassa basah akhir – Biomassa basah awal Keterangan :

Akhir : setelah plot dilakukan pemagaran dan dipotong selama 30 hari Awal : awal dilakukan pemotongan sebelum plot diberi pagar.

3.4.3. Analisis Potensi Pakan Aktual

Untuk mengetahui nilai potensi pakan aktual dilakukan penghitungan dengan pendekatan rumus sebagai berikut :

Ppa = a x PU x p Keterangan :

Ppa : Potensi pakan aktual

a : Panjang bagian tumbuhan yang benar-benar dimakan (1/3) PU : 0.65 (guna nyata untuk daerah yang datar sampai bergelombang) p : Potensi pakan potensial

3.4.4. Analisis Nilai Produktivitas

Menurut Widyatna (1982), nilai produktivitas suatu padang penggembalaan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Ppr = a x PU x p x t Keterangan :

Ppr : Produktivitas padang rumput/jenis rumput yang dimakan banteng (kg/ha) a : Panjang bagian tumbuhan yang benar-benar dimakan (1/3)

PU : 0.65 (guna nyata untuk daerah yang datar sampai bergelombang) p : Produksi hijauan rata-rata per hari (kg/ha/hari)

t : Waktu pertumbuhan rumput yang digunakan banteng untuk mencapai kondisi semula (5 hari).

3.4.5 Analisis Perilaku

Data dan informasi yang telah diperoleh di lapangan kemudian dikumpulkan berdasarkan jenis aktifitas dan distribusinya menurut tipe habitat setiap hari, selanjutnya informasi perilaku banteng dianalisis secara deskriptif yaitu menggambarkan seluruh jenis aktifitas banteng yang dijumpai menurut tipe habitat yang digunakan.

3.4.6 Analisis Spasial

Dengan menggunakan SIG, titik sebaran banteng dianalisis faktor-faktor spasialnya yang meliputi jumlah pakan, jumlah jenis pakan, jenis cover, jarak dengan sumber air, ketinggian, kelerengan dan jarak dengan jalan untuk mendapatkan bobot. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan metode tumpang tindih (overlay), pengkelasan (class), pembobotan (weighting) serta pengharkatan (scoring).

Pemberian skor akan dilakukan pada 5 output peta yaitu peta penutupan lahan, peta NDVI, ketinggian, kelerengan dan peta jarak dengan sungai yaitu dengan menggunakan metode Composite Mapping Analysis (CMA) dengan menghubungkan faktor penutupan lahan, analisis nilai NDVI, ketinggian, kelerengan dan jarak dari sungai pada setiap kelas klasifikasinya terhadap suatu kelompok banteng.

Parameter penyusun kesesuaian habitat yang telah dimanipulasi dengan pemberian skor pada setiap kelas klasifikasinya (skala mikro) selanjutnya akan diproses lagi dengan melakukan pemberian bobot skor pada satu kesatuan tunggalnya (skala makro). Pemberian bobot skor pada skala makro yang digunakan adalah akumulasi 1 atau 100%. Nilai 1 atau 100% merupakan asumsi bahwa 7 parameter yang coba disusun sebagai model kesesuaian habitat banteng dianggap sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Kegiatan pemberian skor atau bobot pada skala mikro dan skala makro yang telah dilakukan menghasilkan kumpulan total skor. Kumpulan total skor tersebut diolah kembali dengan membuat klasifikasi kesesuaian habitat banteng. Kumpulan total skor yang telah diklasifikasikan menjadi kelas-kelas kesesuaian habitat menghasilkan kumpulan peta kesesuaian habitat, namun dari kumpulan peta kesesuaian habitat yang telah dibuat hanya dipilih satu peta kesesuaian habitat dengan nilai akurasi tertinggi. Dimana untuk melakukan pemilihan peta dengan akurasi tertinggi yaitu dengan membandingkan jumlah individu banteng hasil observasi lapangan sesuai terhadap model

yang dibuat dengan total jumlah individu banteng yang ditemukan pada saat observasi lapangan.

Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Penentuan Bobot dengan Composite Mapping Analysis

Composite Value : V = E ∑ wi . xi + H ∑ vi . yi E + H = 1

Keterangan :

E = bobot pada faktor yang dipengaruhi lingkungan H = bobot pada faktor yang dipengaruhi manusia xi = skor pada masing-masing sub faktor lingkungan yi = skor pada masing-masing sub faktor manusia wi = bobot relatif masing-masing sub faktor lingkungan vi = bobot relatif masing-masing sub faktor lmanusia 2. Nilai skor pada masing-masing sub faktor

xi dan yi = [(oi/ei) / ∑ (oi/ei)] x 100% dimana ei = T x ’(Fi/100)

Keterangan :

oi = jumlah observasi banteng pada sub faktor ke i. ei = jumlah banteng yang diharapkan pada sub faktor ke-i T = total banteng

Fi = proporsi (presentase) area dari masing-masing sub faktor ke-i. 3. Bobot relatif masing-masing sub faktor

wi = (Mi / ∑ Mi)

Mi = rata-rata % banteng pada masing-masing faktor lingkungan vi = (Ni / ∑ Ni)

Ni = rata-rata % banteng pada masing-masing faktor pengaruh manusia. 4. Bobot relatif (faktor lingkungan dan manusia)

E = [(o/e faktor lingkungan)]

[(o/e faktor ling) + (o/e faktor manusia)] H = [(o/e faktor manusia)]

[(o/e faktor ling) + (o/e faktor manusia)] 5. Nilai selang skor klasifikasi

Selang = maks-min jumlah kelas

6. Nilai validasi klasifikasi kesesuaian habitat banteng Validasi = n / N x 100%

Keterangan :

n = jumlah banteng pada satu klasifikasi kesesuaian N = jumlah total banteng

Dokumen terkait