• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Penginderaan Jauh

2.7.1 Pengertian Penginderaan Jauh

Pengertian penginderaan jauh telah banyak didefinisikan dan berikut beberapa definisi dari penginderaan jauh yang telah beredar di berbagai pustaka :

1. Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungan dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. (Lo, 1995). 2. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh suatu informasi

tentang suatu obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).

3. Penginderaan jauh dalam artian yang lebih luas yaitu pengukuran atau pemrolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena, dengan menggunakan alat perekam yang secara fisik tidak terjadi kontak langsung atau

bersinggungan dengan obyek atau fenomena yang dikaji (Manual of Remote Sensing, 1983 dalam Howard, 1996).

4. Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu ilmu dan tekhnologi dimana karakteristik suatu obyek dapat dilihat, diukur dan dianalisa tanpa menyentuh obyek tersebut secara langsung (Japan Assosiation on Remote Sensing, 1999 dalam Wulandari, 2002).

2.7.2 Teknologi Penginderaan Jauh

Paine (1993) menjelaskan batasan pengertian yang lebih tepat tentang penginderaan jauh yang meliputi teknik-teknik yang digunakan untuk perekaman dan evaluasi deteksi energi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan sebuah obyek pada suatu jarak yang jauh tanpa sentuhan fisik. Tiga sistem sensor yang digunakan dalam penginderaan jauh untuk dapat menghasilkan suatu citra antara lain kamera, scanner garis dan radar.

Proses utama dalam kegiatan penginderaan jauh meliputi proses pengumpulan data dan analisis (Lillesand dan Kiefer, 1990). Dalam pengumpulan data, alat penginderaan jauh dapat memperoleh data baik dengan cara-cara fotografis maupun elektronis. Sensor-sensor fotografis memanfaatkan reaksi kimia pada lapisan emulsi film untuk mendeteksi, menyimpan dan memperagakan variasi-variasi energi di dalam suatu pemandangan. Sensor-sensor elektronik menimbulkan pulsa-pulsa listrik ini biasanya disimpan pada pita komputer magnetik dimana pulsa listrik tersebut diubah menjadi gambar digital (Paine, 1993).

2.7.3 Penginderaan Jauh Sistem Satelit

Penginderaan jauh satelit merupakan salah satu jenis Optical Remote Sensing yang menggunakan spektrum tampak dan spektrum inframerah dekat sebagai sumber energi dan satelit sebagai wahananya (Lillesand dan Kiefer, 1990).

2.7.4 Satelit Sumberdaya Landsat

Landsat merupakan suatu hasil program sumberdaya bumi yang dikembangkan oleh NASA (the National Aeronautical and Space Administration) Amerika Serikat tahun 1970-an. Landsat diluncurkan pada tanggal 22 Juli 1972 sebagai ERTS-1 yang kemudian diganti namanya menjadi Landsat-1. Sejak itu tiga Landsat generasi berikutnya telah diluncurkan dengan berhasil. Landsat memiliki sudut inklinasi garis edar (orbit) satelit

sekitar 99,1˚, sehingga dapat menghasilkan liputan global antara 81˚ N- 81˚ S dan hampir mendekati kutub (nealy polar). Periode orbit Landsat sekitar 103,3 menit sehingga dalam satu hari dapat mengelilingi bumi 14 kali. Garis edar Landsat seluruhnya sinkron matahari (sun synchronous) sehingga bidang edar satelit berimpit dengan bidang edar bumi mengelilingi matahari. Karakteristik garis edar melintasi ekuator pada arah utara ke selatan terjadi pada sekitar pukul 09.30 pagi setiap hari dan ketinggian satelit bervariasi antara 880-940 Km. Satu siklus liputan penuh dari 251 revolusi atau 18 hari. Siklus liputan dapat diperpendek menjadi 9 hari atau bahkan 6 hari dengan diluncurkannya Landsat II dan III (Lo, 1995).

Sistem pencitraan Landsat I, II dan III adalah kamera RBV (Return Bean Vidicom) dan MSS (Multispectral Scanner). RBV pada Landsat I dan II memiliki sistem tiga kamera tipe elektro-optik. Sistem ini mampu menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi yang terdiri dari 4125 garis penyiaman dan 4500 elemen gambar (pixel/picture element) per garis penyiaman yang setara dengan resolusi 80 x 80 m di lapangan. Pada Landsat III, sistem RBV hanya terdiri dua kamera di dalam sistem optik, yang merekam hanya pada saluran tunggal, yaitu 0,505 – 0,750 μm (pankromatik). Hal ini menyebabkan pengurangan peliputan areal sampai mencapai seperempat areal yang terliput oleh kamera RBV tunggal yang digunakan Landsat I dan II, namun memperbaiki resolusi spasial menjadi 40 x 40 (Lo, 1995).

Pada tanggal 16 Juli 1982 diluncurkan Landsat IV, mengawali generasi baru satelit sumberdaya dengan resolusi tinggi, yang menampilkan suatu perbaikan dibanding generasi model sebelumnya. Pada Landsat IV dipasang suatu generasi sistem sensor baru, yang bertujuan untuk perbaikan resolusi spasial, pemisahan spektral, kecermatan data radiometrik dan ketelitian geometrik maka ditambah sensor Thematic Mapper (TM) pada empat saluran Multispectral Scanner (Solomonson dan Park 1972 dalam Lo, 1995). Thematic Mapper merupakan suatu sensor optik penyiaman yang beroperasi pada saluran tampak dan inframerah bahkan saluran spektral. Satelit ini memakan waktu 16 hari untuk meliput seluruh bumi (kecuali kutub). Aplikasi prinsip dan saluran spektral dari Citra Landsat TM, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Aplikasi prinsip dan saluran Spektral Thematic Mapper

Saluran

(Band) Panjang Gelombang (μm) Potensi Pemanfaatan

1 0,45 – 0,52

Dirancang untuk penetrasi tubuh air, sehingga bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Juga berguna untuk membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer.

2 0,52 – 0,60

Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan.

3 0,63 – 0,69 Saluran absorpsi klorofil yang penting untuk

diskriminasi vegetasi.

4 0,76 – 0,90 Bermanfaat untuk menentukan kandungan

biomassa dan untuk delineasi tubuh air.

5 1,55 – 1,75

Menunjukkan kandungan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah. Juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan.

6 2,08 – 2,35

Saluran inframerah termal yang penggunannya untuk perekaman vegetasi, diskriminasi kelembaban tanah dan pemetaan termal.

7 10,45 – 12,50

Saluran yang diseleksi karena potensinya untuk membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.

Sumber : Lo (1995)

2.7.5 Aplikasi Citra Landsat TM

Citra satelit landsat sebagai satelit sumberdaya bumi telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Contoh penggunaan citra landsat dalam bidang kehutanan dan lingkungan antara lain : identifikasi penyebaran habitat, pemantauan perubahan penggunaan lahan atau tutupan lahan, evaluasi lahan basah sebagai feeding ground burung air, identifikasi penyebaran spasial dan karakteristik ruang terbuka hijau (RTH), serta masih banyak aplikasi-aplikasi yang lainnya.

2.7.6 Analisis Digital Citra Satelit

Sejumlah informasi dapat diperoleh dari data Landsat dalam format salinan keras (photographic), volume data Landsat yang melimpah dan berbentuk digital menjadikan data tersebut lebih cocok dianalisis dengan bantuan komputer. Analisis digital dilakukan terhadap setiap piksel, melalui cara ini informasi yang diperoleh lebih banyak, karena dapat mengidentifikasi derajat keheterogenan obyek (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penganalisaan data Landsat dengan menggunakan komputer dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pemulihan Citra (Image Restoration)

Tujuan dari pemulihan citra ini adalah untuk memperbaiki data citra yang mengalami distorsi ke arah gambaran yang lebih sesuai dengan gambar aslinya. Kegiatannya meliputi pengkoreksian berbagai distorsi radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada citra asli.

2. Penajaman Citra (Image Enchancement)

Proses penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampilan kontras antar obyek pada sebuah citra. Pada berbagai terapan, langkah ini dapat meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasi secara visual dari data citra.

3. Klasifikasi Citra (Image Classification)

Teknik kuantitatif dapat diterapkan untuk interpretasi secara otomatik dan citra digital. Tiap pengamatan piksel (picture element) dievaluasi dan ditetapkan pada suatu kelompok informasi, jadi mengganti arsip data citra dengan suatu matriks jenis kategori.

Menurut Jaya (1996) dalam Hastuti (1998), klasifikasi diartikan sebagai suatu proses pengelompokkan piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brightness value) atau digital number (DN) piksel yang bersangkutan. Berdasarkan tekniknya, klasifikasi dapat dibedakan atas klasifikasi manual dan klasifikasi kuntitatif. Pada klasifikasi manual, pengelompokka piksel ke dalam suatu kelas yang telah ditetapkan dilakukan oleh interpreter secara manual berdasarkan nilai kecerahan (BV), contoh yang diambil disebut sebagai area contoh (trainning area).

Klasifikasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1990), dibagi kedalam dua pendekatan dasar klasifikasi yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Pada klasifikasi terbimbing proses pengklasifikasian dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi.

Pada poses klasifikasi tidak terbimbing dimulai dengan pemeriksaan seluruh piksel dan membagi kedalam kelas-kelas berdasarkan pengelompokkan nilai-nilai citra seperti apa adanya. Hasil dari pengklasifikasian ini disebut kelas-kelas spektral. Kelas-

kelas spektral tersebut kemudian dibandingkan dengan kelas-kelas data referensi untuk menentukan identitas dan nilai informasi kelas spektral tersebut.

2.7.7 Analisis Akurasi

Uji akurasi tidak bisa diabaikan dari pengolahan data digital, seperti halnya dengan interpretasi visual citra satelit atau foto udara. Obyek yang telah terklasifikasi pada citra perlu dilakukan uji di lapangan. Untuk melakukan uji hasil klasifikasi spektral citra satelit telah tersedia beberapa uji secara statistik. Metode-metode tersebut biasanya bersifat kualitatif dan kuantitatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi dari citra satelit itu sendiri (Howard, 1996).

Menurut Jensen (1986) dalam Hastuti (1998) cara yang paling umum digunakan untuk menghitung akurasi adalah dengan menggunakan ERROR MATRIX (EM) atau CONFUSSION MATRIX (CM). Error Matrix merupakan matriks berupa bujur sangkar yang tata letak kolom dan barisnya menyatakan jumlah unit contoh (piksel atau poligon) yang masuk kedalam suatu kategori tertentu dibandingkan dengan jumlah unit kategori sebenarnya yang ada di lapangan. Kesalahan dalam error matrix dapat dievaluasi dengan beberapa cara diantaranya :

1. Kesalahan eksklusi (ommisison errors), yaitu evaluasi terhadap piksel yang tidak dijelaskan pada kelas sebenarnya.

2. Kesalahan inklusi (commision errors), yaitu evaluasi terhadap piksel yang dijelaskan pada kelas yang bukan miliknya.

Hasil analisis akurasi dapat diketahui dari nilai akurasi keseluruhan (Overall Accuracy) dan akurasi Kappa (Overall Kappa Statistics). Perbedannya pada akurasi Kappa perhitungannya mempertimbangkan semua elemen dalam error matrix sehingga lebih reliable. Sedangkan pada Overall Accuracy perhitungannya hanya mempertimbangkan jumlah elemen dalam diagonal matriks saja, sementara yang off diagonal tidak dipertimbangkan.

2.8 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dokumen terkait