• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI..."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB IPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 7

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 8

1.5. Tujuan Penelitian ... 9

a. Tujuan Umum ... 9

b. Tujuan Khusus ... 10

1.6. Manfaat Penelitian ... 10

a. Manfaat Teoritis ... 10

b. Manfaat Praktis ... 10

(2)

1.7. Landasan Teoritis ... 11

1.8. Metode Penelitian ... 17

a. Jenis Penelitian ... 17

b. Jenis Pendekatan ... 17

c. Sumber Bahan Hukum ... 18

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 19

e. Teknik Analisis Bahan Hukum ... 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM LAUT INTERNASIONAL, LAUT TIONGKOK SELATAN, DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF 2.1. Sejarah singkat Hukum Laut Internasional ... 21

2.2. Sejarah singkat Sengketa Laut Tiongkok Selatan ... 26

2.3. Perkembangan Rezim Zona Ekonomi Eksklusif ... 34

BAB III DASAR HUKUM KLAIM TIONGKOK ATAS LAUT TIONGKOK SELATAN 3.1. Dasar Hukum yang mendasari Tiongkok melakukan klaim Laut Tiongkok Selatan ... 40

3.1.1. Dasar Historis ... 40

3.1.2. Dasar Bukti Tertulis ... 42

3.2. Tindakan Tiongkok atas klaim Laut Tiongkok Selatan ... 47 BAB IV KEABSAHAN KLAIM TIONGKOK DITINJAU DARI

HUKUM LAUT INTERNASIONAL

4.1. Kedudukan Laut Tiongkok Selatan dalam Hukum

(3)

Laut Internasional ... 53 4.2. Klaim Tiongkok ditinjau dari Hukum Laut Internasional ... 60

4.2.1. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982 mengenai Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) ... 62 4.2.2. Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional tentang

Laut Tiongkok Selatan ... 74 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 81 5.2. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(4)

ABSTRAK

Tulisan ini membahas Yurisdiksi Tiongkok dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan ditinjau dari segi Hukum Laut Internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Dasar Hukum Klaim Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan dan untuk menganalisis Keabsahan Klaim Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan ditinjau dari Hukum Laut Internasional.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang dilakukan melalui Pendekatan Kasus (The Case Approach), Pendekatan Perundang- undangan (The Statute Approach), Pendekatan Fakta (The Fact Approach) dan Pendekatan Sejarah (The Historical Approach).

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Yurisdiksi Tiongkok dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan adalah illegal. Tiongkok telah melanggar hak-hak berdaulat negara lain di sekitar wilayah sengketa baik itu negara yang terlibat ataupun tidak terlibat dalam sengketa. Pelanggaran yang dilakukan Tiongkok adalah berkaitan dengan wilayah teritorial negara lain baik itu yang termasuk dalam Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Laut Lepas.

Kata Kunci : Yurisdiksi, Laut Tiongkok Selatan, Hukum Laut Internasional.

(5)

ABSTRACT

This writing aims to discuss the Jurisdiction of Peoples’ Republic of China (PRC) in the South China Sea based on the International Law of the Sea. This research was aimed to analyze the legal basic for the China’s claim over the South China Sea and to analyse the validity about the claim which was made by China over the South China Sea based on the International Law of the Sea.

This research was conducted through a normative juridical approach which is based on The Case Approach, The Statute Approach, The Fact Approach and The Historical Approach.

According to the results of the research, it can be concluded that the jurisdiction of China in the South China Sea dispute is illegal. China has violated the sovereign rights of other countries around the disputed territory, both the claimant states and not-claimant states. Violations which are done by China is related with the territory of other countries, namely, the territorial sea, contiguous zone, exclusive economic zone, continental shelf and the high seas.

Keywords: Jurisdiction, South China Sea, International Law of the Sea.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Klaim kepemilikan terhadap Laut Tiongkok Selatan1 yang dilakukan oleh Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam dan Tiongkok telah menimbulkan sengketa hukum internasional. Negara-negara yang terlibat dalam sengketa tersebut memiliki persepsi masing-masing mengenai legalitas kepemilikan wilayah atas laut tersebut. Situasi ini amat berdampak kepada stabilitas politik dan keamanan negara-negara yang berada di sekitarnya, khususnya di wilayah Asia Tenggara.

Klaim Tiongkok, Vietnam dan Filipina ternyata didasarkan pada alasan historis yang berbeda-beda. Tiongkok berusaha meyakinkan dunia bahwa perairan tersebut merupakan bagian dari teritori Tiongkok sejak 2000 tahun yang lalu2 karena telah menjadi jalur perdagangan Tiongkok pada zaman Dinasti Han, Dinasti Yuan, Dinasti Ming dan Dinasti Qing. Perhatian Tiongkok terhadap laut tersebut juga diketahui melalui ekspedisi lautan yang dilakukan oleh Laksamana Ceng Ho ke pada masa Dinasti Ming pada abad ke-14 dengan memanfaatkan Kepulauan Paracel (Xi Sha) dan Spratly (Nan Sha) sebagai tempat persinggahan.3 Tiongkok yang mengklaim sebagai pewaris tunggal dari kerajaan Tiongkok Kuno

1 Mengingat Skripsi ini merupakan kajian yuridis, maka berdasarkan Keppres Nomor 12 Tahun 2014, tanggal 14 Maret 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967, tertanggal 28 Juni 1967, yang pada pokoknya mengganti istilah Tjina menjadi Tionghoa/Tiongkok maka digunakan istilah Laut Tiongkok Selatan.

2 BBC News, “Sengketa Kepemilikan Laut Cina Selatan”, Serial Online BBC News 21 Juli 2011, URL: www.bbc.com/indonesia/berita_indo. diakses tanggal 11 April 2016.

3 Syamsumar Dam, 2010, Politik Kelautan, Bumi Aksara, Jakarta, h. 216.

(7)

menyatakan bahwa kedua kepulauan itu telah ditemukan dan dimanfaatkan oleh pendahulu Tiongkok yakni semenjak Kaisar Wu dari Dinasti Han berkuasa di Tiongkok pada abad ke-2.4 Selain itu, pada tahun 1947 Tiongkok memproduksi peta Laut Tiongkok Selatan dengan menggunakan sembilan garis putus-putus (nine-dashed line) dan membentuk huruf U. Kawasan tersebut mencakup sekitar 90% dari 3.5 juta kilometer persegi perairan yang praktis bersinggungan dengan klaim sejumlah negara termasuk Vietnam, Filipina dan beberapa negara lainnya di wilayah Asia Tenggara.5

Hukum laut internasional merupakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hak dan kewenangan suatu negara atas kawasan laut yang berada di bawah yurisdiksi nasionalnya namun tidak melanggar hak-hak berdaulat negara lain terkait teritorial laut di negaranya.6 Kehadiran hukum internasional yang mengatur masalah wilayah laut telah diabaikan oleh Tiongkok karena negara ini bersikukuh dengan peta Laut Tiongkok Selatanyang diproduksinya secara sepihak pada tahun 1947.7

Masyarakat internasional di lain pihak berusaha berargumentasi dengan mendasarkan pada United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Konvensi ini telah dihadiri oleh Tiongkok pada tanggal 10 Desember 1982 yang kemudian disetujui pada tanggal 29 Juli 1994 dan diratifikasi pada tanggal 7 Juni

4 Tang Cheng Yuan, 1991, The Legal Basis of Chia Sovereignty over the Xisha and Nansha Islands in Workshop Report on Managing Potential Conflicts in the South China Sea, Bandung, h. 241-246.

5BBC News, “Presiden Jokowi tepis klaim Cina soal sembilan garis”, Serial Online BBC News 23 Maret 2015, URL: www.bbc.com/indonesia/berita_indo. diakses tanggal 11 April 2016.

6J.G Starke, 2009, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, h. 32.

7BBC News, “Sengketa Kepemilikan Laut Cina Selatan”,loc.cit.

(8)

1996.8 Salah satu bagian terpenting dalam UNCLOS ini adalah pengakuan terhadap hak bagi setiap negara untuk menetapkan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)- nya, yang jaraknya tidak boleh melebihi 200 mil laut diukur dari garis pangkal yang sama yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorialnya.9 Vietnam, Taiwan, Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Amerika Serikat merupakan negara-negara yang terus-menerus memaksa Tiongkok menaati resolusi yang didasarkan pada UNCLOS.10

Secara sepihak, Tiongkok telah mengklaim wilayah maritimnya dengan membuat peta maritim nine-dashed line yang menjorok jauh ke arah selatan.11 Bagi Tiongkok, keseluruhan pulau dan perairan di Laut Tiongkok Selatan adalah milik leluhurnya sehingga merupakan wilayah kedaulatannya. Sembilan garis putus-putus yang merupakan klaim Tiongkok didasarkan kepada catatan sejarah, penemuan situs, dokumen-dokumen kuno, peta-peta dan penggunaan gugus-gugus pulau oleh nelayannya.12Nine-dashed line dalam peta yang dibuat oleh Tiongkok jika dihubungkan membentuk huruf U bersinggungan dengan ZEE negara-negara seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Brunei Darrusalam dan Vietnam.13 Hal ini bertentangan dengan Rezim ZEE yang berisikan pengaturan tentang penetapan

8Erza Killian, Aswin Ariyanto, Valentino Tiandhika, 2014, “Analisa Pelanggaran Cina Terhadap United Nations Convention On the Law of The Sea (UNCLOS) dalam Kasus Sengketa di Kepulauan Spratly (1996-2014)”, Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Malang, h.2.

9 Dikdik Mohamad, op.cit., h. 81.

10Ibid.

11 Surya Wiranto, 2016, Resolusi Konflik Menghadapi Sengketa Laut Tiongkok Selatan dari:

Perspektif Hukum Internasional, Dicetak Leutika Nouvalitera, Yogyakarta, h. 95.

12 Diplomatic Academy of Vietnam, 2011, The South China Sea Toward Region of Peace, Security, and Cooperation, The Gidi Publishers Vietnam, Vietnam. Lihat juga Sri Sultan Hamengkubuwono X, Juli 2012, Kejayaan Sea Power Harus Jadi Kekayaan Bangsa, Mina Bahari, h. 92.

13Surya Wiranto, op.cit., h. 8-12.

(9)

batas hak-hak pengelolaan sumber-sumber kekayaan alam hayati dan nonhayati antara negara-negara yang berbatasan (berhadapan dan berdampingan) atau bertetangga. Tiongkok melanggar isi dari konvensi dan mengabaikan hak-hak berdaulat negara-negara lain dalam menetapkan ZEE-nya.14

Pokok perdebatan dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan adalah mengenai kedaulatan atas kawasan laut serta wilayah di kepulauan Paracel dan Spratly.15 Alasan utama sengketa perebutan wilayah Laut Tiongkok Selatan adalah kepulauan tersebut memiliki cadangan besar sumber daya alam. Tiongkok menerbitkan estimasi tertinggi, menyatakan Paracel dan Spratly mengandung 213 milliar barel minyak bumi.16 Angka ini sepuluh kali lipat lebih banyak dari perkiraan para peneliti The U.S. Energy Information Administration (EIA).

Cadangan terbesar adalah gas alam dengan perkiraan sekitar 900 triliun kaki kubik sama dengan cadangan gas alam yang dimiliki Qatar.17 Selain letak yang strategis, gas alam yang berlimpah dan juga kekayaan ekosistem perairan yang berlimpah menyebabkan wilayah ini diperebutkan sejumlah negara di ASEAN.18

Semakin gencarnya klaim Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan terindikasi dari proyek reklamasi besar-besaran atas kawasan pulau karang di

14Pasal 74 dan 83 United Nations Convention On the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 menegaskan bahwa penentuan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) antar negara yang berhadapan atau berdekatan pantai harus dilakukan dengan persetujuan atas dasar Hukum Internasional, dalam rangka mencapai solusi yang adil. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional.

15 BBC News, “Sengketa Kepemilikan Laut Cina Selatan”, loc.cit.

16Saripedia, “Kajian Internasional: Solusi Penyelesaian Masalah Sengketa Laut Cina Selatan dan Timur”, Serial Online Saripedia Indonesia, URL: https://saripedia.wordpress.com diakses tanggal 25 Agustus 2016.

17BBC News, “Sengketa Kepemilikan Laut Cina Selatan”,loc.cit.

18Saripedia, “Kajian Internasional: Solusi Penyelesaian Masalah Sengketa Laut Cina Selatan dan Timur”,loc.cit.

(10)

wilayah yang masih menjadi sengketa.19 Foto-foto satelit yang dirilis oleh Amerika Serikat menunjukkan pekerjaan reklamasi yang dilakukan Tiongkok di terumbu karang Mischief, sebuah kawasan yang juga diklaim Filipina.20 Laporan maritim dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyatakan bahwa pada bulan Juni 2015 Tiongkok telah mereklamasi pantai 17 kali lebih banyak dalam 20 bulan terakhir jika dibandingkan dengan apa yang terjadi pada 40 tahun sebelumnya.21

Pada bulan Januari tahun 2013, Filipina mengajukan gugatan ke Permanent Court of International Arbitration (selanjutnya disebut PCIA) dengan dalil bahwa klaim Tiongkok atas wilayah perairan tersebut tidak sesuai dengan UNCLOS sehingga klaim terhadap wilayah tersebut seharusnya dinyatakan tidak sah.22 Gugatan yang diajukan Filipina terhadap pengajuan kasus tersebut, PCIA menyatakan memiliki wewenang untuk mendengarkan sengketa antara Filipina dan Tiongkok serta menyatakan bahwa pengadilan memiliki wewenang atas tujuh masalah yang diangkat Filipina atas Tiongkok.23 PCIA menolak alasan Tiongkok bahwa sengketa itu menyangkut kedaulatan atas pulau-pulau di sana sehingga berada di luar Yurisdiksi Pengadilan.

Tiongkok menyatakan tidak mengakui PCIA dan menolak ikut ambil bagian. Gugatan yang diajukan Filipina terhadap Tiongkok ke PCIA

19BBC News, “Pukulan Bagi Cina dalam sengketa dengan Filipina”, Serial Online BBC News 30 Oktober 2015, URL: www.bbc.com/indonesia/berita_indo. diakses tanggal 11 April 2016.

20BBC News, “Filipina minta Cina hentikan reklamasi di Laut Cina Selatan”, Serial Online BBC News 20 April 2015, URL: www.bbc.com/indonesia/berita_indo. diakses tanggal 11 April 2016.

21BBC News, “Mengapa Indonesia menambah kekuatan militer di Natuna?”, Serial Online BBC News 1 Januari 2016, URL: www.bbc.com, diakses tanggal 11 November 2016.

22BBC News, “Pukulan Bagi Cina dalam sengketa dengan Filipina”,loc.cit.

23Ibid.

(11)

menghasilkan Putusan pada tanggal 12 Juli 2016 di Den Haag, Belanda tentang The South China Sea Arbitration (The Republic of the Philippines V. The People’s Republic of China). PCIA memutuskan mengabulkan gugatan Filipina dan menyatakan menerima tujuh dari lima belas tuntutan yang diajukan oleh Filipina.24 Salah satu putusan PCIA menyatakan bahwa tidak ada dasar hukum bagi Tiongkok untuk mengklaim hak berdasarkan sejarah terhadap sumber daya di wilayah perairan yang termasuk di dalam nine-dashed line dan klaim tersebut tidak sesuai dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).25PCIA juga menemukan fakta bahwa tidak ada fitur laut yang di diklaim Tiongkok yang mampu menghasilkan apa yang disebut Zona Ekonomi Ekslusif yang memberikan negara hak maritim untuk sumber daya, seperti ikan, minyak dan gas dalam 200 mil laut dari massa tanah.26 Karena Tiongkok tidak memiliki ZEE, pengadilan menyebutkan beberapa kegiatan di daerah itu yang dilakukan oleh Tiongkok melanggar hak-hak kedaulatan Filipina. Tiongkok melanggar hak-hak tersebut dengan eksplorasi minyak, membangun pulau buatan, dan gagal dalam menghentikan kegiatan nelayan Tiongkok.27 Bahkan PCIA menyatakan Tiongkok bertanggungjawab atas kerusakan terumbu karang dan membunuh penyu yang terancam punah di sekitar lokasi pulau buatannya dan itu berarti Tiongkok melanggar kewajiban untuk melestarikan dan melindungi

24 BBC News, “Apa Pengaruh Putusan Mahkamah Arbitrase soal Laut Cina Selatan?”, Serial Online BBC News 12 Juli 2016, URL: www.bbc.com, diakses tanggal 11 November 2016.

25 Hanna Azarya Samosir, “Pengadilan Arbitrase Tolak Klaim China di Laut China Selatan”, Serial Online CNN News Selasa, 12 Juli 2016 pukul 17:35 WIB, URL:

www.cnnindonesia.com, diakses tanggal 11 November 2016.

26 Christine Novita, “China Tolak Putusan Arbitrase, Giliran Filipina Ambil Sikap”, Serial Online CNN News Selasa, 13 Juli 2016 pukul 04:24 WIB, URL: www.cnnindonesia.com, diakses tanggal 11 November 2016.

27Ibid.

(12)

ekosistem laut.28 Terhadap putusan tersebut, Tiongkok melontarkan pernyataan bahwasannya Mahkamah Arbitrase Internasional tidak memiliki yurisdiksi serta menyatakan bahwa apapun keputusan Mahkamah, Tiongkok mengatakan tidak akan menerima, mengakui atau melaksanakan.29

Berdasarkan uraian di atas, dirasakan perlu untuk dilakukan suatu penelitian mengenai permasalahan tersebut. ke dalam skripsi yang berjudul :

“YURISDIKSI TIONGKOK DALAM SENGKETA LAUT TIONGKOK SELATAN DITINJAU DARI SEGI HUKUM LAUT INTERNASIONAL”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut;

1. Apa yang menjadi dasar hukum bagi klaim yurisdiksi Tiongkok dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan?

2. Bagaimanakah legalitas klaim Tiongkok dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan ditinjau dari segi Hukum Laut Internasional?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam membuat suatu karya ilmiah, perlu dilakukan batasan terhadap materi yang akan diuraikan. Pembatasan tersebut diperlukan agar isi dan uraian tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas.30

28Ibid.

29BBC News, “Apa Pengaruh Putusan Mahkamah Arbitrase soal Laut Cina Selatan?”,loc.cit.

30Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, Cetakan 7, Raja Grafindo Persada, h.111.

(13)

Skripsi ini membatasi pembahasan pada isu terkait Yurisdiksi Tiongkok ditinjau berdasarkan Hukum Laut Internasional. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) akan digunakan sebagai instrumen hukum internasional utama di samping perjanjian-perjanjian internasional lain yang relevan. Perhatian juga diberikan terhadap putusan PCIA dalam kasus, The South China Sea Arbitration (The Republic of the Philippines V. The People’s Republic of China).

Pada bab pertama diuraikan mengenai fakta-fakta yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini serta landasan-landasan teori yang digunakan. Pada bab kedua akan diuraikan mengenai tinjauan umum tentang Laut Tiongkok Selatan.

Pada bab ketiga akan dibahas rumusan masalah pertama yakni, dasar klaim Tiongkok yang mana hal ini menyangkut Yurisdiksi Tiongkok, rezim hukum laut internasional dalam UNCLOS, dan juga Yurisdiksi Tiongkok terkait Putusan PCIA dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan. Kemudian pada bab keempat akan dibahas permasalahan kedua terkait keabsahan klaim Tiongkok dilihat dari kedudukan Laut Tiongkok Selatan dalam Hukum Laut Internasional dan yurisdiksi Tiongkok yang melanggar hak-hak berdaulat negara. Bab terakhir yaitu bab kelima akan memuat suatu kesimpulan dan saran.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul

“Yurisdiksi Tiongkok Dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan Ditinjau Dari SegiHukum Laut Internasional” ini merupakan hasil penelitian, pemikiran, dan

(14)

pemaparan asli penulis. Dalam proses penelitia, penulis mendapatkan sejumlah tulisan yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini dengan beraneka ragam judul dan pembahasan, yaitu:

a. “Konflik Laut Cina Selatan Perspektif: „Sengketa Wilayah Kepulauan Sparatly‟” disusun oleh Alfian Maulana, Program Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta tahun 2014.

b. “Peran ASEAN Regional Forum (ARF) Dalam Menjembatani Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan tahun 2002-2011” disusun oleh Nurul Chintya Irada, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga tahun 2012/2013.

c. “Pengaruh Komponen Geologi Politik Terhadap Konflik di Laut Cina Selatan Antara Cina-Vietnam pada Periode 2009-2011” disusun oleh Nuri Widiastuti Veronika, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Hubungan Internasional Jakarta tahun 2012.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini dapat dilihat dalam tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

a. Tujuan Umum

1. Untuk menyajikan kajian mengenai isu-isu hukum internasional aktual yang berkembang di masyarakat internasional.

(15)

2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pemecahan masalah- masalah hukum yang ditimbulkan terkait klaim teritorial negara-negara dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisis Dasar Hukum Klaim Tiongkok Atas Laut Tiongkok Selatan.

2. Untuk menganalisis Keabsahan Klaim Tiongkok atas Laut Tiongkok Selatan ditinjau dari Hukum Laut Internasional.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfat penulisan dari skripsi ini dapat dibedakan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis, sebagai berikut;

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulisan ini merupakan sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum internasional sehingga dapat mengembangkan analisis mengenai permasalahan hukum laut internasional terkait Sengketa Laut Cina Selatan yang diperdebatkan oleh beberapa negara di Asia.

b. Manfaat Praktis

Bagi Assosiation of South East Asian Nations (ASEAN), penulisan ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan regional Asia Tenggara dalam sengketa Laut Tingkok Selatan

(16)

yang disengketakan oleh beberapa negara ASEAN sehingga nantinya dapat menyatukan pendapat negara-negara anggota terkait sengketa ini.

Bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam mengambil keputusan untuk menjaga perdamaian dunia dan dapat meminimalisir dampak dari sengketa sehingga tidak menimbulkan perpecahan negara-negara di dunia khususnya negara-negara yang terlibat dalam sengketa.

Bagi Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, penulisan ini diharapkan dapat dijadian sumber dalam mengambil kebijakan, sikap dan langkah Pemerintah Indonesia dalam setiap kegiatan yang mencakup aspek regional dan internasional untuk melakukan hubungan internasional dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya untuk menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional.

Bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI), hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam segala usaha untuk menegakkan kedaulatan Indonesia, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya dari ancaman negara lain serta dampak yang ditimbulkan oleh sengketa terhadap kedaulatan Republik Indonesia.

1.7 Landasan Teoritis

Dalam melakukan suatu pembahasan dalam penulisan skripsi ini, terdapat beberapa landasan teoritis yang sangat penting untuk dipaparkan

(17)

sebagai suatu landasan berpikir dalam membahas dan menyelesaikan pokok permasalahan yang diangkat. Ada dua landasan teori yang digunakan dalam penulisan ini, yakni Teori Kedaulatan Negara (Staat Souvereiniteit), Teori Kehendak atau Kesepakatan Bersama (Common Will or Common Consent), Teori Mengikatnya Hukum Internasional dan Teori Yurisdiksi Negara.

a. Teori Kedaulatan Negara (Staat Souvereiniteit)

Karakteristik menonjol dari sebuah negara adalah Kemerdekaan atau Kedaulatan. Hal ini didefinisikan dalam Rancangan Deklarasi tentang Hak dan Kewajiban Negara yang disiapkan oleh Komisi Hukum Internasional pada 1949 sebagai kemampuan negara untuk menyediakan bagi dirinya kesejahteraan dan pembangunan bebas dari dominasi negara lain, sepanjang hal tersebut tidak merusak atau melanggar hak-hak kedaulatan negara lain.31

Teori Kedaulatan Negara mengajarkan bahwa kekuasaan tertinggi terletak pada negara yang merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa.

Kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengandung dua pembatasan yang penting dalam dirinya yaitu: 1) kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu; dan 2) kekuasaan itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain mulai.32 Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu negara, demikian juga hukum dan konstitusi yang juga merupakan kehendak negara, diperlukan negara, dan diabdikan kepada kepentingan negara.

31Judge Huber, 1949, “Kasus Island of Panamas; bahwa kemerdekaan atas bagian tertentu dunia berarti hak untuk melaksakan padanya, dengan mengecualikan negara lain manapun, fungsi sebuah negara” Yearbook of the ILC, h. 286.

32Mochtar Kusumaatmaadja, 1976, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, h.13. (Selanjutnya disebut Mochtar Kusumaatmaadja I)

(18)

Sebagaimana ditentukan oleh Article 1 Montevideo Convention on the Rights and Duties of States yang menyatakan ciri-ciri pokok yang perlu dimiliki untuk mendapat kualifikasi sebagai negara yaitu penduduk, wilayah, pemerintah dan terakhir kemampuan untuk berhubungan dengan negara lain. Suatu negara yang berdaulat memiliki kemajuan atau kekuasaan untuk secara bebas dan eksklusif melakukan berbagaikegiatan kenegaraan asalkan tidak bertentangan dengan negara lain dan Hukum Internasional.33 Wilayah yang termasuk dalam salah satu komponen negara meliputi wilayah daratan termasuk tanah di bawah daratan, wilayah perairan termasuk dasar laut dan tanah di bawah wilayah perairan laut (khusus untuk negara pantai), dan wilayah ruang udara, dengan batas-batasannya sesuai dengan hukum internasional serta diakui oleh masyarakat internasional.34

Berdasarkan teori ini, Tiongkok memiliki kedaulatan sehingga berwenang untuk menetapkan dan menerapkan hukum nasional di negaranya baik itu terhadap warga negaranya maupun terkait wilayah negaranya sepanjang hukum yang berlaku di negaranya tidak bertentangan dengan kedaulatan negara lain dan Hukum Internasional yang berlaku. Dengan demikian berdasarkan teori ini, Tiongkok dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan, tidak boleh melanggar Hukum Internasional yang berlaku atas laut tersebut.

33Jawahir Thontowi, 2006, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Adiatma, Jakarta, h.

69. (selanjutnya disebut Jawahir Thontowi I)

34I Wayan Parthiana, 2005, Hukum Perjanjian Internasional, Mandar Maju, Bandung, h. 266.

(Selanjutnya disebut Wayan Parthiana II).

(19)

b. Teori Kehendak atau Kesepakatan Bersama (Common Will or Common Consent).

Teori kehendak atau kesepakatan bersama merupakan suatu kesepakatan mengikat karena memang merupakan keinginan para pihak yang menginginkan kesepakatan itu mengikat. Para pihak sendirilah yang pada intinya menyatakan kehendaknya untuk mengikatkan diri.35 Dalam teori ini, dasar mengikatnya hukum internasional adalah persetujuan bersama dari negara-negara yang berdaulat untuk mengikatkan diri pada kaidah- kaidah hukum internasional.36 Jika pada suatu waktu ada satu atau beberapa negara tidak lagi bersedia untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional, maka negara itu tidak dapat menarik diri secara sepihak, melainkan harus mendapatkan persetujuan bersama negara-negara lainnya.

Persetujuan ini juga merupakan kehendak bersama negara.

c. Teori Mengikatnya Hukum Internasional

Pada kenyataannya hukum internasional tidak memiliki lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam hubungan ini telah timbul beberapa ajaran yang memberikan landasan pemikiran tentang mengikatnya hukum internasional, di antaranya37:

1. Teori Hukum Alam (Natural Law)

35Huala Adolf, 2007, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Refika Aditama, Bandung, h. 19. (Selanjutnya disebut Huala Adolf II).

36Boleslaw A. Boczek, 2005, International Law: A Dictionary, Scarecrow Press, Inc., United State of America, h. 17.

37Ratna Dewi, “Hakikat dan Dasar Mengikatnya Hukum Internasional”, Serial Online Academia, URL: www.academia .edu, diakses pada tanggal 11 April 2017.

(20)

Hukum internasional mengikat karena hukum internasional itu tidak lain adalah hukum alam yang diterapkan pada kehidupan bangsa-bangsa. Negara terikat dan tunduk pada hukum internasional dalam hubungan antar mereka karena hukum internasional itu merupakan bagian yang lebih tinggi yaitu hukum alam.38

2. Teori Hukum Positif

Terdapat beberapa mazhab yang termasuk dalam Teori Hukum Positif, di antaranya adalah:

1. Teori Kedaulatan Negara;

Teori ini mengatakan bahwa hukum internasional itu merupakan hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu Negara.39

2. Teori Kehendak Bersama Negara;

Menurut Triepel, hukum internasional itu mengikat bagi negara-negara bukan karena kehendak mereka satu persatu melainkan karena adanya suatu kehendak bersama yang lebih tinggi dari kehendak negaranya untuk tunduk pada hukum internasional.40

3. Teori Kehendak Negara;

Kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional pada dasarnya bahwa negara-lah merupakan

38Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung, h.

4.

39T. May Rudy, 2002, Hukum Internasional 1, Refika Aditama, Bandung, h. 41.

40Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., h. 33.

(21)

sumber dari segala sumber hukum dan hukum internasional itu mengikat karena negara-negara itu atas kemauan sendiri mau tunduk terhadap hukum internasional.41

4. Mazhab Wina.

Ajaran Mazhab Wina ini adalah mengembalikan segala sesuatunya ke pada suatu kaidah dasar untuk memperoleh kekuatan mengikatnya.42

3. Mazhab Perancis

Kekuatan mengikatnya hukum internasional pada faktor biologis, sosial, sejarah kehidupan manusia yang dinamakan fakta-fakta kemasyarakatan, dan kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum ini mutlak diperlukan untuk dapat terpenuhinya kebutuhan bangsa dalam hidup bermasyarakat.43

d. Teori Yurisdiksi Negara

Yurisdiksi berkaitan dengan jangkauan hukum negara berupa hubungan negara untuk menerapkan hukum yang berlaku di negaranya terhadap manusia dan suatu peristiwa.44Kata “Yurisdiksi” berasal dari bahasa latin “Yurisdictio”, yang terdiri dari dua suku kata yaitu, “yuris” yang berarti kepunyaan menurut hukum, dan “diction” yang berarti ucapan atau sabda. jika dilihat dari suku katanya maka dapat disimpulkan Yurisdiksi berarti: 1. Kepunyaan seperti yang ditentukan; 2. Hak menurut Hukum; 3.

41Ibid., h. 32.

42T. May Rudy, op.cit., h. 41-42.

43Ibid., h. 42.

44Anonim, 2014, “The Concept of Jurisdiction in International Law”, Jurnal Internasional, URL: unijuris.sites.uu.nl, diakses tanggal 11 April 2012, h. 1.

(22)

Kekuasaan menurut hukum; 4. Kewenangan menurut hukum.45 Yurisdiksi negara dalam hukum internasional berarti hak dari suatu Negara untuk mengatur dan mempengaruhi dengan langkah-langkah dan tindakan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif atas hak-hak individu, hak milik atau harta kekayaannya.46

Setiap negara yang berdaulat memiliki yurisdiksi yang diakui secara universal baik dalam hal kewenangan untuk mengatur tindakan-tindakan dalam teritorialnya sendiri dan tindakan lainnya yang dapat merugikan kepentingan negaranya.47 Yurisdiksi memiliki kepentingan mendasar dalam hubungan internasional dalam hal menjalin kerjasama bilateral atau multilateral dan menyelesaikan sengketa yang terjadi di negaranya.48

Prinsip yurisdiksi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini adalah Prinsip Yurisdiksi Teritorial. Ciri pokok dalam prinsip ini, bahwa Negara yang merdeka dan berdaulat harus memiliki yurisdiksi terhadap semua orang dan benda di dalam batas-batas teritorialnya dan terhadap semua perkara pidana dan perdata yang timbul dalam batas-batas teritorialnya.49 Apabila dilihat dari sengketa yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan di mana Tiongkok menggunakan yurisdiksi negaranya dalam menguasai wilayah laut

45Ibid.

46Anonim, 2012, “Yurisdiksi Negara”, Serial Online tahun 2012, URL:

https://am8ara.wordpress.com/2012/05/01/yurisdiksi-negara/, diakses tanggal 11 April 2017.

47Huala Adolf, 2002, Aspek-aspek Negara Hukum dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 70. (dalam Serial Online, URL: www.landasanteori.com, diakses pada tanggal 11 April 2016).

48Malcolm D. Evans (ed), 2006, International Law: second edition, Oxford University Press, h. 335-336.

49 J.G Starke, 2009, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, h. 270.

(23)

yang berada di luar wilayah teritorialnya, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip ini dapat berlaku terhadap kejahatan yang dilakukan tidak hanya di wilayah Negara yang bersangkutan, tetapi juga di dalam atau di luar laut teritorialnya.50

1.8 Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab setiap permasalahan hukum yang berkembang dalam kehidupan masyarakat nasional maupun internasional.51 Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a. Jenis Penelitian

Jenis penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan dapat juga dikatakan sebagai metode penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.52

b. Jenis Pendekatan

Jenis Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Pendekatan Kasus (The Case Approach) dimana dalam pendekatan ini mengkaji

50Malcolm N. Shaw, 2013, Hukum Internasional, Edisi Keenam, Terjemahan Bahasa Indonesia, Penerbit Nusa Media, Bandung, h. 315.

51Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Cetakan Ke-7, Kencana, Jakarta, h.35.

52Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 22.

(24)

kasus Sengketa Laut TiongkokSelatan oleh beberapa Negara ASEAN dengan Tiongkok. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) yaitu pendekatan dengan menelaah peraturan perundang-undangan, yang dalam hal ini instrumen internasional yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang dianalisis. Pendekatan Fakta (The Fact Approach) dimana pendekatan dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta terkait isu hukum yang terjadi dalam mengkaji penulisan ini. Adapun Pendekatan Sejarah (The Historical Approach) merupakan pendekatan dengan menelusuri latar belakang terkait dengan isu hukum dan perkembangan pengaturan isu hukum yang dihadapi.53

c. Sumber Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yang didapat dari konvensi-konvensi internasional yang bersifat mengikat bagi pihak- pihak yang terkait di antaranya:

1. Piagam PBB (Charter of the United Nations)

2. Piagam ASEAN (Charter of the Association of South East Asian Nations)

3. Konvensi Den Haag tahun 1899 dan 1907 (The Hague Convention 1899 and The Hague Convention 1907)

4. Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea)

53Peter Mahmud Marzuki, op.cit., h. 93.

(25)

Sumber bahan hukum lainnya yaitu sumber bahan hukum sekunder merupakan bahan pustaka yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang diperoleh dari buku-buku atau literatur, karya-karya ilmiah yang dimuat dalam media massa dan pendapat para sarjana yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.54

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pada penulisan skripsi ini, teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan (library research) dengan mencari dan mencatat landasan teoritis dari permasalahan penelitian, adapun bahan hukum yang dikumpulkan adalah terkait bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Bahan hukum yang dikumpulkan dimulai dari instrumen internasional yang terkait dengan isu-isu hukum yang akan dibahas, kemudian buku-buku atau literatur, karya-karya ilmiah, media massa baik itu cetak maupun media elektronik.55 Bahan hukum yang diperoleh kemudian digabungkan lalu dilakukan dengan cara mengutip bagian-bagian penting secara garis besar baik berupa kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah bahan-bahan hukum diperoleh dan dikumpulkan, baik itu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Kemudian data tersebut dianalisis dengan metode deskriptif argumentatif. Dalam

54Ibid., h. 141.

55M. Syamsudin, 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.

101.

(26)

metode ini penulisan dilakukan dengan memberikan gambaran terhadap permasalahan yang akan dibahas dengan berdasarkan atas pemikiran yang logis dan sistematis berdasarkan instrumen internasional yang berlaku yang kemudian diberikan argumentasi hukum yang logis dan menarik kesimpulan sesuai dengan isu hukum yang ada dalam permasalahan yang dibahas.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah , menguraikan penjelasannya mengenai upah yakni “suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

Abstrak.Air susu ibu adalah makanan terbaik bagi bayi baru lahir.Banyak penelitian yang membuktikan bahwa Air Susu Ibu merupakan makanan terbaik dan utama bagi bayi karena di

Berdasarkan tabel dan histogram di atas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat kreativitas guru dalam mengajar dilihat dari sudut pandang guru kelas III di SD

Setelah pelaksanaan Pelatihan Produksi dan Usaha Cookies Berbahan Baku Lokal Sebagai Alteratif Usaha Bagi Mantan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Desa Sindangsari Kecamatan

•  Kebenaran PDRM adalah diperlukan bagi pembeli/pemilik rumah sekiranya merentas daerah atau negeri ke syarikat pemaju/agen atau galeri jualan bagi maksud

dalam kasus di mana pekerjaan tidak mencukupi untuk makanan mereka sendiri, ada bantuan dari anggota lain dari komunitas yang sama, yang mampu bekerja lebih untuk apa

Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengelola sumber- sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk

Dan dari 23 pasien (100%) seluruhnya menyatakan citra pelayanan tidak baik dan tidak mempunyai minat dalam menggunakan jasa pelayanan. Citra pelayanan dipengaruhi