• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH

DESI PUTRI UTAMI BR GINTING NIM : 160501079

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INVESTASI DAN INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA TERHADAP KETIMPANGAN

PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Indeks Pembangunan Manusia baik secara parsial maupun simultan terhadap Ketimpangan Pendapatan antar kab/kota di Provinsi Sumatera Utara.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif kuantitatif yaitu merupakan data yang bersifat angka-angka yang diolah menggunakan metode statistika. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis data panel, gabungan time series dan cross section dari tahun 2014-2018 dan 33 Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Variabel yang digunakan adalah Ketimpangan Pendapatan (Y), Pertumbuhan Ekonomi (X1), Investasi (X2) dan Indeks Pembangunan Manusia (X3). Dalam menganalisis data digunakan model regresi linier berganda dengan menggunakan Eviews.

Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi, investasi dan IPM secara simultan berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan.

Sedangkan secara parsial hanya IPM yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Model regresi data panel yang digunakan adalah Random Effect Model (REM).

Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, IPM dan Ketimpangan Pendapatan.

(6)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF ECONOMIC GROWTH, INVESTMENT AND HUMAN DEVELOPMENT INDEX ON THE INEQUAL INCOME DISTRIBUTION OF THE NORTH SUMATERA PROVINCE

This study aims to determine how much influence the Economic Growth, Investment and Human Development Index, both partially and simultaneously on income inequality between districts / cities in North Sumatra Province.

This type of research is descriptive quantitative, which is data in the form of numbers that are processed using statistical methods. The data used in this study are secondary data with panel data types, combined time series and cross sections from 2014-2018 and 33 Regencies / Cities of North Sumatra Province. The variables used are Inequality Income (Y), Economic Growth (X1), Investment (X2) and Human Development Index (X3). In analyzing the data used multiple linear regression models using Eviews.

The results of this study indicate that economic growth, investment and HDI simultaneously affect income inequality. While partially only HDI has a positive and significant effect on income inequality. The panel data regression model used is the Random Effect Model (REM).

Keywords: Economic Growth, Investment, HDI and Income Inequality.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan Rahmat dan berkat-Nya sehingga peneliti telah mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan IPM Terhadap Ketimpangan Pendapatan Anatar Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara”.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, teristimewa kepada kedua orangtua Ayahanda Paulus Ginting dan Ibunda Kristina Albina Barus yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan selama proses perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini peneliti yang menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, SE., MP., selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan fikiran untuk mengarahkan

(8)

saya dalam penyusunan skripsi ini dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

5. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si dan Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah membantu peneliti melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membagi ilmu pengetahuan yang akan bermanfaat bagi saya.

7. Seluruh Pegawai dan Staf Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membantu saya dalam penyelesaian kelengkapan administrasi.

8. Kepada Bapak dan Ibu Pendeta Gereja Kemenangan Iman Indonesia Cabang Berastagi Bapak Happy Sembiring Dan Ibu Nurwaty Tarigan yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti dalam proses pengerjaan skripsi ini.

9. Kepada Sahabat satu gereja saya yang terdiri dari Mei Adinda Putri, Rani Nainggolan, Agus Murni, Vera Carolina, Serlina Grace, Atika Fadila, Yuliana Teresia, dan Elisa Nita yang telah menjadi teman berbagi dan selalu medoakan peneliti saya.

(9)

10. Kepada Sahabat saya Hartati Sihombing, Surya Vella, Medi Hardianti, Rido Purba, Frengki Tambuan, Niko dan Ahmad Hamdan yang membantu dan memberi saran kepada peneliti.

11. Kepada KTB Boanerges dan Kelompok Kecil yang selalu memberikan dukungan dan doa. Dan semua pihak yang telah membantu yang namanya tidak dapat saya sebut satu persatu.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, sangat baik jika ada kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yesus Kristus berkenan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini memeberi manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, Penulis,

Desi Putri Utami Br Ginting NIM. 160501079

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 15

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1 Landasan Teori ... 17

2.1.1 Teori Ketimpangan Pendapatan ... 17

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 25

2.1.3 Teori Investasi ... 30

2.1.4 Teori Indeks Pembangunan Manusia ... 33

2.2 Penelitian Terdahulu ... 37

2.3 Kerangka Konsetual ... 40

2.4.1 Hubungan Pertumbuhan ekonomi dengan Ketimpangan Pendapatan ... 40

2.4.2 Hubungan Investasi dengan Ketimpangan Pendapatan 41

2.4.3 Hubungan IPM dengan Ketimpangan Pendapatan ... 42

2.4 Hipotesis ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 46

3.3 Jenis Variabel Penelitian ... 46

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.5 Definisi Operational ... 48

3.6 Analisis Data ... 51

3.6.1 Analisis Regresi Linear Berganda ... 51

3.6.2 Model Analisis Data Panel ... 52

3.6.3 Uji Klasik Asumsi ... 54

3.6.4 Uji Hipotesis ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 58

4.2 Deskripsi Variabel dann Data Peneliti ... 60

(11)

4.2.2 Pertumbuhan Ekonomi ... 62

4.2.3 Investasi ... 64

4.2.4 Indeks Pembangunan Manusia ... 65

4.3 Pengujian Analisis ... 67

4.3.1 Estimasi Model ... 67

4.3.2 Uji Asumsi Klasik ... 69

4.3.3 Uji Hipotesis ... 71

4.3.4 Analisis Regresi LinierBerganda ... 74

4.4 Pembahasan ... 76

4.4.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pendapatan ... 76

4.4.2 Pengaruh Investasi Terhadap Ketimpangan Pendapatan ... 77

4.4.3 Pengaruh IPM Terhadap Ketimpangan Pendapatan .... 78

BAB V PENUTUP ... 80

4.1 Kesimpulan ... 80

4.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

nomor 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 2.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10

Judul

PDRB Sumatera Utara ADHB dan ADHK 2010 Tahun 2018 Provinsi Sumatera Utara...

Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto ADHK 2010 Menurut Kab/Kota Tahun 2014-2018...

Pementukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kab/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018...

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kab/Kota Provinsi Sumatera 2014-2018...

Ratio Gini Menurut Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018...

Penelitian Terdahulu...

Ratio Gini Menurut Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018...

Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2010 Menurut Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara 2014-2018...

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMBT) Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018...

Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kab/kota Provinsi Sumatera Utara 2014-2018...

Hasil Uji Cho...

Hasil Uji Hausman...

Hasil Uji Hausman...

Hasil Uji Multikolinieritas...

Hasil Uji Heterokedastisitas...

Hasil Regresi Linier Berganda Data Panel Dengan Metode Rando, Effect...

Halaman 3 4 7 10 13 27 62 63 65 66 67 68 69 70 71 75

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1 Kurva Kuznets ... 18

2.2 Keterkaitan IW dan IPM ... 42

2.3 Kerangka Konseptual Teroritis ... 23

4.1 Uji Normalitas ... 70

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014- 2018 (%)

2. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kabupaten/kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018 (miliar rupiah) 3. Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kab/Kota Provinsi

Sumatera Utara Tahun 2014-2018

4. Ratio Gini Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2015 5. Hasil Olahan Data Menggunakan Eviews

(15)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan seluruh rakyatnya melalui peningkatan pembangunan ekonomi suatu negara (Todaro, 2003:115).

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut.

Arsyad dalam Nita (2016) mengatakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan dalam sistem kelembagaan.

Sukirno (2006) juga menjelaskan bahwa istilah pembangunan ekonomi (economic development) biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Sebagai ahli ekonomi mengartikan istilah ini bahwa pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik

(16)

kepada masalah perkembangan pendapatan nasional rill, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi. Perbedaan penting lainnya adalah dalam pembangunan ekonomi tingkat pendapatan perkapita terus-menerus meningkat, sedangkan pertumbuhan ekonomi belum tentu diikuti oleh kenaikan pendapatan per kapita.

Menurut Ma’mun (2012:7) yang dikutip dari Tambun (2001) menyatakan bahwa dua masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendaptan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada dibawah garis kemiskinan (proverty line).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan apabila seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah pada periode tertentu adalah tingkat pertumbuhan Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) riil.

PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam satu periode (Hadi Sasana, 2001). Semakin tinggi PDRB per kapita suatu daerah maka semakin besar pula

(17)

3

potensi sumber penerimaan daerah tersebut dikarenakan semakin besar pendapatan masyarakat daerah tersebut. Hal ini berarti juga bahwa semakin tinggi PDRB per kapita semakin sejahtera penduduk suatu wilayah. Dengan kata lain, jika pendapatan tinggi dan merata antar daerah maka ketimpangan pendapatan berkurang.

Tabel 1.1

PDRB Sumatera Utara ADHB dan ADHK 2010 tahun 2018 di Provinsi Sumatera Utara (miliar rupiah)

Tahun Harga Berlaku** Harga Konstan**

2014 521 954,95 419 573,31

2015 571 722,01 440 955,85

2016 626 062,91 463 775,46

2017 684 275,44 487 531,23

2018 741 192,69 512 765,63

Sumber : BPS Sumatera Utara, data diolah

Dari tabel di atas terlihat adanya peningkatan PDRB di Provinsi Sumatera Utara menurut Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) setiap tahunnya.

Pembangunan ekonomi di suatu negara dinyatakan berhasil jika terjadinya pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan berkurangnya ketimpangan.

Ketimpangan pembagian pendapatan di negara-negara berkembang sejak tahun tujuh puluh telah menjadi perhatian utama dalam menetapkan kebijaksanaan pembangunan. Perhatian ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya, kebijaksanaan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan semakin meningkatnya ketimpangan pembagian pendapatan dengan penelitiannya di beberapa negara.

Pembangunan daerah Sumatera Utara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran

(18)

pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembanguan daerah. Pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatera Utara menunjukkan kualitas yang semakin membaik dalam tiga tahun terakhir. Namun apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi provinsi lain di Pulau Sumatera maupun di Indonesia, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara masih tergolong rendah seperti yang ada dalam tabel berikut:

Tabel 1.2

Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014-2018 (%)

No Kabupaten/kota 2014 2015 2016 2017 2018 Rata-rata

1 Kab. Nias 5,77 5,52 5,03 5,01 4,5 5,13

2 Kab. Mandailing Natal 6,49 6,21 6,18 6,09 5,79 6,15

3 Kab. Tapanuli Selatan 4,44 4,86 5,12 5,21 5,19 5

4 Kab.Tapanuli Tengah 5,04 5,08 5,12 5,24 5,2 5,13

5 Kab. Tapanuli Utara 5,04 4,89 4,12 4,15 4,35 4,51

6 Kab. Toba Samosir 4,23 4,5 4,76 4,91 4,97 4,67

7 Kab. Labuhan batu 5,22 5,04 5,06 5,00 5,06 5,08

8 Kab. Asahan 5,88 5,57 5,62 5,48 5,61 5,63

9 Kab. Simalungun 5,33 5,24 5,4 5,13 5,18 5,26

10 Kab. Dairi 5,03 5,04 5,07 4,93 5,01 5,02

11 Kab. Karo 5,09 5,01 5,17 5,21 4,55 5,01

12 Kab. Deli Serdang 7,5 5,24 5,32 5,1 5,15 5,66

13 Kab. Langkat 5,12 5,03 4,98 5,05 5,02 5,04

14 Kab. Nias Selatan 4,32 4,43 4,41 4,56 5,02 4,55

15 Kab. Humbang Hasundutan 5,54 4,64 5 5,02 5,04 5,05

16 Kab. Pakpak Bharat 5,94 5,95 5,97 5,94 5,85 5,93

17 Kab. Samosir 5,95 5,77 5,27 5,35 5,58 5,58

18 Kab. Serdang Berdagai 5,12 5,05 5,14 5,16 5,17 4,09

19 Kab. Batu Bara 4,2 4,14 4,44 4,11 4,38 4,25

20 Kab. Padang Lawas Utara 6,08 5,94 5,96 5,54 5,58 5,82

21 Kab. Padang Lawas 5,97 5,74 6,06 5,71 5,99 5,89

22 Kab. Labuhanbatu Selatan 5,31 5,14 5,19 5,09 5,27 5,2 23 Kab. Labuhanbatu Utara 5,39 5,18 5,21 5,11 5,2 5,22

24 Kab. Nias Utara 5,89 5,44 4,59 4,43 4,39 5,02

25 Kab. Nias Barat 5,47 5,25 4,83 4,81 4,42 4,96

26 Kota Sibolga 5,84 5,65 5,15 5,27 5,25 5,43

27 Kota Tanjung Balai 5,78 5,57 5,79 5,51 5,77 5,68

28 Kota Pematangsiantar 6,34 5,24 4,86 4,41 4,8 5,13

29 Kota Tebing Tinggi 5,45 4,9 5,11 5,14 5,17 5,15

30 Kota Medan 6,07 5,74 6,27 5,81 5,92 5,96

31 Kota Binjai 5,83 5,4 5,54 5,39 5,46 5,52

32 Kota Padangsidimpuan 5,23 5,08 5,29 5,32 5,45 5,27

33 Kota Gunungsitoli 6,07 5,79 6,03 6,01 6,03 5,99

34 Sumatera Utara 5,23 5,1 5,18 5,12 5,18 5,16

Sumber : BPS Sumatera Utara

(19)

5

Berdasarkan tabel diatas terlihat adanya perbedaan laju pertumbuhan PDRB diantara Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara dengan periode waktu 2014- 2018 adalah 5,16. Kabupaten Serdang Berdagai memiliki laju pertumbuhan PDRB paling rendah sebesar 4,09 sedangkan laju pertumbuhan tertinggi antar kabupaten/kota di Sumatera Utara adalah Mandailing Natal sebesar 6,15. Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Mandailing Natal tahun 2018, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 2,97persen, diikuti perdagangan besar dan eceran;

reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 0,87 persen: dan juga konstruksisebesar 0,71persen

.

Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi seperti didalam tabel pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya ketimpangan.

Menurut Todaro (Nita, 2016) ketimpangan memiliki dampak yang positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari ketimpangan yaitu dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju dan berkembang untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhannya guna untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan antara lain adalah inefisiensi ekonomi, melemahnya stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil untuk kesejahteraan masyarakat.

Ketimpangan wilayah disebabkan juga karena adanya perbedaan kondisi demografi yang cukup besar antar wilayah. Menurut Syafrizal (1997), kondisi demografis dalam suatu wilayah meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur dari kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan

(20)

dan kesehatan, perbedaan yang dimiliki masyarakat daerah yang bersangkutan. Kondisi demografis berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat dalam suatu daerah. Kondisi demografis yang baik cenderung meningkat produktivitas kerja, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Investasi merupakan salah satu faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan investasi pemerintah diharapkan mampu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Suparmoko (1998) investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk menambah atau mempertahankan persediaan kapital (capital stock), capital stock yang dimaksud tidak hanya berupa modal atau fisik seperti tanah, pabrik-pabrik dan mesin-mesin tetapi juga berupa sumber daya manusia atau modal tenaga kerja. Penanaman modal yang dilaksanakan dengan tepat dan dalam jangka waktu panjang mampu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

Penanaman modal dalam bentuk investasi akan memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu semakin banyak investasi yang digunakan untuk melakukan proses produksi barang dan jasa, maka tenaga kerja dapat diserap lebih banyak sehingga terjadi pemerataan pendapatan perkapita (Sukirnio,2004). Namun investasi yang tidak merata antar wilayah dapat menyebakan ketidakmerataan pendapatan sehingga mengakibatkan ketimpangan. Berikut perkembangan investasi kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara:

(21)

7

Tabel 1.3

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018 (miliar rupiah)

Kabupaten/kota 2014 2015 2016 2017 2018

Kab. Nias 531.155,22 549.083,05 582.339,49 612.725,92 652.823,06

Kab. Mandailing Natal 1.759.277,90 1.838.020,22 1.935.803,07 2.032,821,45 2.124.037,23 Kab. Tapanuli Selatan 2.247.717,61 2.376.888,81 2.498.310,11 2.636.821,38 2.793.552,76 Kab. Tapanuli Tengah 1.050.768,57 1.115.011,15 1.164.369,41 1.239.740,24 1.322.746,96 Kab. Tapanuli Utara 1.327.644,22 1.432.525,09 1.548.932,22 1.676.688,61 1.815.908,60 Kab. Toba Samosir 1.164.358,20 1.247.874,56 1.344.016,11 1.452.126,97 1.557.656,08 Kab. Labuhanbatu 4.414.026,02 4.580.665,55 4.816.452,81 5.100.437,83 5.331.535,82 Kab. Asahan 5.064.376,18 5.352.325,65 5.632.202,60 6.021.578,63 6.486.765,38 Kab. Simalungun 5.020.685,25 5.300.935,75 5.600.086,25 5.946.758,96 6.336.999,67 Kab. Dairi 1.307.322,93 1.336.866,22 1.404.682,67 1.500.943,92 1.598.352,87 Kab. Karo 3.441.708.43 3.546.250,98 3.713.203,34 3.947.975,36 4.198.722,01 Kab. Deli Serdang 17.836.872,46 18.803.291.42 19.851.899,98 20.839.362,85 22.260.502,59 Kab. Langkat 4.990.367,18 5.061.072,40 5.250.808,77 5.559.550,89 5.939.229,01 Kab. Nias Selatan 800.927,90 834.420,42 883.601,40 950.091,44 1.022.323,66 Kab Humbang Hasundutan 796.470,14 799.241,90 833.714,90 877.562,90 926.071,44 Kab. Pakpak Bharat 182.712,57 194.928,30 207.967,91 225.647,43 240.907,58 Kab. Samosir 349.548,93 361.418,78 375.506,71 392.205,59 411.699,40 Kab. Serdang Berdagai 3.688.566,33 3.878.760,98 4.154.252,05 4.317.606,52 4.647.932,92 Kab. Batu Bara 2.802.521,86 2.995.298.84 3.322.516,63 3.778.840,50 4.104.928,69 Kab. Padang Lawas Utara 1.445.617,84 1.536.695,05 1.627.772,27 1.686.851,11 1.734.437,63 Kab. Padang Lawas 1.548.824,62 1.588.942,24 1.660.639,41 1.747.655,67 1.862.510,40 Kab. Labuhanbatu Selatan 3.827.825,75 3.954.162,79 4.114.233,14 4.289.595,93 4.481.696,55 Kab. Labuhanbatu Utara 3.401.853,84 3.552.781,15 3.708.663,51 3.834.998,24 4.084.165,16 Kab. Nias Utara 453.941,66 483.855,56 518.882,91 546.945,40 579.416,03 Kab. Nias barat 251.915,27 270.121,82 283.152,91 295.945,30 309.164,12 Kota Sibolga 534.599,69 548.592,39 570.471,17 592.349,95 617.601,95 Kota Tanjungbalai 1.488.865,03 1.554.787,52 1.648.826,41 1.748.827,42 1.856.982,96 Kota Pematangsiantar 1.794.083,74 1.879.253,48 1.965.940,53 2.055.657,38 2.160.807,31 Kota Tebing Tinggi 809.458.07 844.754,27 882.954,96 929.246,15 1.009.439,95 Kota Medan 45.704.657,23 48.031.552,03 49.836.425,59 52.004.068,00 57.010.622,99 Kota Binjai 1.902.019,73 2.019.865,66 2.156.679,79 2.289.480,15 2.495.872,07 Kota Padangsidimpuan 1.382.457,90 1.392.312,98 1.415.357,84 1.447.906,95 1.486.580,35 Kota Gunungsitoli 775.615,42 818.546,90 866.036,12 971.409,13 971.941,98

Sumber : BPS Sumatera Utara, data diolah

Berdasarkan tabel diatas, perkembangan investasi fisik atau sering disebut PMTB kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara selama periode 2014-2018 terus mengalami peningkatan. Nilai investasi yang digunakan adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).PMTB merupakan pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi. Jenis barang yang dikategorikan ke dalam barang- barang modal adalah barang-barang yang mempunyai umur satu tahun atau lebih,

(22)

dan yang dimaksud pemakaian adalah penggunaan barang-barang modal tersebut sebagai alat yang tetap dalam proses produksi. Barang-barang yang tidak dapat diproduksi kembali seperti tanah, cadangan mineral, tidak termasuk dalam pembentukan modal tetap bruto. Selanjutnya pengeluaran untuk meningkatkan penggunaan tanah seperti pembukaan hutan untuk dijadikan areal perkebunan, daerah pemukiman, bendungan dan lain-lain serta untuk perluasan areal pertambangan, semuanya adalah merupakan pengeluaran untuk pembentukan modal tetap bruto.

Perkembangan PMTB kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tidak merata, beberapa daerah memiliki PMTB yang tinggi sedangkan daerah lain memiliki PMTB yang rendah. Kota Medan memiliki PMTB tertinggi di Sumatera Utara disusul Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Asahan. Sedangkan Kabupaten Pakpak Bharat memliki PMTB paling rendah. Ketidakmerataan investasi di Kabupaten/kota Sumatera Utara menyebabkan ketimpangan pendapatan di Provinsi Sumatera Utara.

Pembangunan ekonomi dapat dikatakan berhasil apabila suatu wilayah/daerah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan taraf hidup masyarakat secara merata atau yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia (IPM), secara khusus mengukur capaian pembangunan manusia menggunakan beberapa komponen, yaitu capaian umur panjang dan sehat yang mewakili bidang kesehatan; angka melek huruf, partisipasi sekolah dan rata-rata lamanya bersekolah mengukur kinerja pembangunan bidang pendidikan; dan kemampuan

(23)

9

daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata- rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan.

Permasalahan yang terjadi adalah IPM pada tiap daerah itu berbeda, hal ini menjadikan IPM salah satu faktor yang berpengaruh pada ketimpangan pendapatan antar daerah/wilayah. Pembangunan yang dilaksanakan tidak akan berarti bila pembangunan tersebut tidak mampu meningkatkan kualitas manusia.

Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat ditunjukkan dengan melihat perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencerminkan capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Tabel 1.4 memperlihatkan Indeks Pembangunan Manusia kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

(24)

Tabel 1.4

Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2018

Provinsi 2014 2015 2016 2017 2018

Kab Nias 57,98 57,98 59,75 60,21 60,82

Kab. Mandailing Natal 63,42 63,99 64,55 65,13 65,83

Kab. Tapanuli Selatan 67,22 67,63 68,04 65,13 65,83

Kab. Tapanuli Tengah 66,16 67,06 67,27 67,96 68,27

Kab. Tapanuli Utara 70,70 71,32 71,96 72,38 72,91

Kab. Toba Samosir 72,79 73,40 73,61 73,87 74,48

Kab. Labuhan Batu 70,06 70,23 70,50 71 71,39

Kab. Asahan 67,51 68,40 68,71 69,10 69,49

Kab. Simalungun 70,89 71,24 71,48 71,83 72,49

Kab. Dairi 67,91 69 69,61 70,36 70,89

Kab Karo 71,84 72,69 73,29 73,53 73,91

Kab. Deli Serdang 71,98 72,79 73,51 73,94 74,92

Kab. Langkat 68 68,53 69,13 69,82 70,27

Kab Nias Selatan 57,78 58,74 59,14 59,85 60,75

Kab Humbang Hasundutan 65,59 66,03 66,56 67,30 67,96

Kab. Pakpak Barat 65,06 65,53 65,81 66,25 66,63

Kab Samosir 67,80 68,43 68,82 69,43 69,99

Kab.Serdang Berdagai 67,78 68,01 68,77 69,16 69,69

Kab Batu Bara 65,50 66,02 66,69 67,20 67,67

Kab. Padang Lawas Utara 66,50 67,35 68,05 68,34 68,77

Kab. Padang Lawas 65,50 65,99 66,23 66,82 67,59

Kab. Labuhan Batu Selatan 68,59 69,67 70,28 70,48 70,98 Kab. Labuhan Batu Utara 69,15 69,69 70,26 70,79 71,08

Kab. Nias Utara 59,18 59,88 60,23 60,57 61,08

Kab Nias Barat 57,54 58,25 59,03 59,56 60,42

Kota Sibolga 57,54 71,64 72 72,28 72,65

Kota Tanjungbalai 71,01 66,74 67,09 67,41 68

Kota Pematangsiantar 66,05 76,34 76,90 77,54 77,88

Kota Tebing Tinggi 75,83 72,81 73,58 73,90 74,50

Kota Medan 72,13 78,87 79,34 79,98 80,65

Kota Binjai 78,26 73,81 74,11 74,65 75,21

Kota Padang Sidimpuan 72,55 72,80 3,42 73,81 74,38

Kota Gunungsitoli 65,91 66,41 66,85 67,68 68,33

Sumatera Utara 68,87 69,51 70 70,57 71,18

Sumber : BPS Indonesia

IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan dalam jangka panjang. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2014-2018 pada tabel 1.4 menunjukkan bahwa pemerataan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau dikenal Human

(25)

11

Development Index (HDI) di Pulau Sumatera mengalami kemajuan.

Kemajuan pembangunan manusia Sumatera Utara pada tahun 2014-2014 juga terlihat dari perubahan status pembangunan manusia di tingkat kabupaten/kota.

Secara umum, ada empat kabupaten/kota yang mengalami peningkatan status pembangunan manusia. Dua kabupaten yang sebelumnya berstatus “rendah” ber ubah menjadi “sedang” yaitu Kabupaten Nias Selatan dan Kabupatn Nias

Barat, satu kabupaten dari status “sedang” menjadi “tinggi” yaitu kabupaten Langkat dan satu kota dari status “tinggi” menjadi “sangat tinggi” adalah Kota Medan.

Kota Medan mendapat indeks tertinggi karena dari sisi usia harapan hidup mencapai 72,64 tahun. Kemudian dari sisi harapan lama sekolah melebihi 12 tahun yakni 14,72 tahun dan rata-rata lama sekolah menyentuh 11,37 tahun.

Terakhir, dari sisi pengeluaran perkapita pertahun mencapai Rp14,84 juta. Angka yang cukup timpang bila dibandingkan dengan Kabupaten Nias Barat. Masyarakat di Kabupaten Nias Barat memiliki usia harapan hidup 68,5 tahun. Lalu, harapan lama sekolah di Kabupaten Nias Barat cukup tinggi dengan 12,66 tahun namun dari sisi rata-rata lama sekolah menjadi yang terendah yakni hanya 6 tahun.

Artinya, meskipun memiliki harapan untuk mengenyam pendidikan hingga tinggat menengah atas, rata-rata masyarakat di pantai barat Sumatra Utara ini hanya mampu menamatkan pendidikan sekolah dasar (SD). Dari sisi pengeluaran per kapita per tahun, masyarakat di Nias Barat hanya membelanjakan uang kurang dari separuh yang dibelanjakan masyarakat di Kota Medan yakni Rp5,82 juta.

(26)

Terdapat tiga indikator yang menjadi komposisi sebagai perbandingan pengukuran IPM yakni, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan dan standar kehidupan dimana ketiga indikator ini saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, untuk meningkatkan IPM pemerintah harus memperhatikan ketiga unsur tersebut disamping itu perlu juga diperhatikan faktor-faktor pendukung lainnya, seperti kesempatan kerja, infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yang cepat belum tentu dapat mencapai keberhasilan dalam pembangunan. Justru pertumbuhan ekonomi yang cepat akan berdampak terhadap ketimpangan dan distribusi pendapatan, karena sejatinya pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan pemerataan. Salah satu ukuran ketimpangan yang sering digunakan adalah Ratio Gini. Semakin tinggi nilai Ratio Gini menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi.

(27)

13

Tabel 1.5

Ratio Gini Antar Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara tahun 2014- 2018

Kab/Kota 2014 2015 2016 2017 2018

Kab Nias 0,2624 0,2491 0,2735 0,2491 0,2645

Kab. Mandailing Natal 0,2791 0,2874 0,27 0,2523 0,2574 Kab. Tapanuli Selatan 0,2264 0,2349 0,2729 0,2528 0,2727 Kab. Tapanuli Tengah 0,3027 0,3588 0,3062 0,3058 0,3174 Kab. Tapanuli Utara 0,3045 0,3558 0,3062 0,3058 0,3174

Kab. Toba Samosir 0,3017 0,328 0,3077 0,2922 0,3279

Kab. Labuhan Batu 0,2962 0,3062 0,3082 0,2792 0,2936

Kab. Asahan 0,2768 0,2742 0,2826 0,2668 0,2912

Kab. Simalungun 0,3557 0,3186 0,296 0,2554 0,2897

Kab. Dairi 0,2745 0,2787 0,3006 0,2403 0,2649

Kab Karo 0,217 0,3368 0,3283 0,2678 0,2682

Kab. Deli Serdang 0,2724 0,3159 0,2823 0,2814 0,2935

Kab. Langkat 0,2787 0,2674 0,2834 0,2489 0,2534

Kab Nias Selatan 0,2354 0,2411 0,2136 0,2694 0,3295

Kab Humbang Hasundutan 0,2226 0,2666 0,275 0,2982 0,2909

Kab. Pakpak Barat 0,2769 0,3031 0,2644 0,2555 0,2393

Kab Samosir 0,3183 0,2875 0,2764 0,287 0,2846

Kab.Serdang Berdagai 0,2599 0,2906 0,2545 0,2754 0,2828

Kab Batu Bara 0,2109 0,283 0,2676 0,2335 0,2494

Kab. Padang Lawas Utara 0,2336 0,2689 0,2525 0,2498 0,2989

Kab. Padang Lawas 0,2534 0,2969 0,3256 0,2482 0,2985

Kab. Labuhan Batu Selatan 0,2274 0,2611 0,2435 0,2197 0,2427 Kab. Labuhan Batu Utara 0,2379 0,3001 0,2549 0,2665 0,2819

Kab. Nias Utara 0,2523 0,2608 0,266 0,2685 0,2374

Kab Nias Barat 0,2199 0,2524 0,2899 0,2469 0,2833

Kota Sibolga 0,3106 0,3541 0,3442 0,3234 0,3032

Kota Tanjungbalai 0,29 0,3647 0,3926 0,2784 0,332

Kota Pematangsiantar 0,2938 0,3579 0,3213 0,3494 0,334 Kota Tebing Tinggi 0,3139 0,3982 0,3577 0,3035 0,3396

Kota Medan 0,332 0,3739 0,3328 0,352 0,3144

Kota Binjai 0,3084 0,2517 0,3155 0,3163 0,3085

Kota Padang Sidimpuan 0,319 0,3166 0,3335 0,3236 0,3593

Kota Gunungsitoli 0,3477 0,3674 0,3569 0,3463 0,3608

Sumatera Utara 0,3106 0,336 0,319 0,315 0,3176

Sumber : BPS, Sumatera Utara

Tabel 1.5 menunjukkan Ratio Gini kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara selama tahun 2014-2018. Ratio Gini Sumatera Utara pada tahun 2014 tercatat sebesar 0,3106. Selama tahun 2014 hingga September 2018, nilai Ratio Gini cukup berfluktuasi dan mencapai angka tertinggi pada tahun 2015 yaitu

(28)

sebesar 0,336. Periode selanjutnya turun hingga mencapai 0,315 pada tahun 2016, kemudian mengalami peningkatan kembali pada tahun 2018 mencapai 0,3176. Ratio Gini kabupaten/ kota di Sumatera Utara juga berbeda-beda hal ini menunjukkan pemerataan pendapatan di setiap daerah kabupaten/kota tidak merata.

Pembangunan dalam lingkup spasial memang tidak selalu merata, ketimpangan pendapatan antar wilayah menjadi salah satu permasalahan yang sangat serius. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai tidak mampu untuk mengatasi masalah yang timbul akibat belum meratanya pembangunan dikarenakan juga terdapat beberapa daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat, tetapi beberapa daerah yang lain mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat. Daerah tersebut tidak mengalami perkembangan dan kemajuan yang sama, ini disebabkan oleh kurangnya sumber daya yang dimiliki.

Kemudian adanya alokasi investasi yang tidak merata dibeberapa daerah, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, Indeks Pembangunan Manusia yang berbeda antar daerah, alhasil akan menyebabkan ketimpangan dan perbedaan pendapatan antar daerah tersebut. Bahkan dibeberapa daerah memiliki pertumbuhan ekonomi, investasi, dan IPM yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain tetapi memiliki ratio gini yang tinggi. Sedangkan daerah yang memliki pertumbuhan ekonomi, investasi dan IPM yang lebih lambat dari daerah lain memiliki ratio gini yang lebih rendah. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mengangkat topik dalam penelitian ini dengan judul

“Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan IPM Terhadap

(29)

15

Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/kota Di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014-2018”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014- 2018 ?

2. Apakah investasi berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014-2018 ?

3. Apakah Indeks Pembagunan Manusia (IPM) berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014-2018 ?

4. Apakah pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, dan IPM secara bersama-sama terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penelitian ini:

1. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan anatar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014-2018.

2. Menganalisis pengaruh investasi terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014-2018.

(30)

3. Menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014-2018.

4. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, investasi, dan IPM secara bersama-sama terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian:

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Kepentingan Teoritis

a. Menambah wawasan pada bidang ekonomi terutama mengenai ketimpangan pendapatan di Provinsi Sumatera Utara.

b. Memberikan kontribusi dalam menambah ilmu pengetahuan dan pendidikan.

c. Menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.

2. Bagi Pemerintah

Bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan yang mengarah pada proses pembangunan daerah.

3. Bagi Peneliti

Sebagai wahana latihan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh pada perkuliahan dan memperluas pengetahuan serta wawasan mengenai ketimpangan pendapata

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Ketimpangan Pendapatan 2.1.1.1 Pengertian dan Konsep

Ketimpangan pada kenyataanya tidak dapat dihilangkan dalam pembangunan suatu daerah. Adanya ketimpangan, akan memberikan dorongan pada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah sekitarnya ( Todaro dan Smith, 2004). Selain itu daerah-daerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya di pandang tidak adil.

Menurut Kuznets ( dalam Kuncoro, 2006) seorang ekonom Klasik menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin pada awalnya cendrung menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Namun bila negara-negara miskin tersebut sudah semakin maju, maka persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun (an inverse U shaped patern). Beberapa ekonom pembangunan tetap berpendapat bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari.

(32)

Lebih lanjut Kuznets menjelaskan disparitas dalam pembagian pendapatan cendrung bertambah besar selama tahap-tahap awal pembangunan, baru kemudian selama tahap-tahap lebih lanjut dari pembangunan berbalik menjadi lebih kecil, atau dengan kata lain bahwa proses pembangunan ekonomi pada tahap awal mengalami kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan pada tahap pembangunan lebih lanjut. Seperti yang digambarkan dalam kurva Kuznets, gamabar 1 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek ada korelasi positif antar pertumbuhan pendapatan per kapita dengan disparitas pendapatan. Namun dalam jangka panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif.

Koefisien Gini

PDRB Perkapita Gambar 1.1 Kurva Kuznets Sumber: Kuncoro, 2006

(33)

19

Kuznets juga mengasumsikan bahwa kelompok pendapatan tinggi memberikan kontribusi modal dan tabungan yang besar sementara modal dari kelompok lainya sangat kecil. Dengan kondisi-kondisi lain yang sama, perbedaan dalam kemampuan menabung akan mempengaruhi konsentrasi peningkatan proporsi pemasukan dalam kelompok pendapatan tinggi. Proses ini akan menimbulkan dampak akumulatif, yang jauh akan meningkatkan kemampuan dalam kelompok pendapatan tinggi, kemudian akan memperbesar kesenjangan pendapatan dalam suatu negara.

Menurut Sjafrizal (dalam fitriyah dan Rachmawati, 2012) menjelaskan bahwa ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografis yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda.

Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan pemerintah daerah.

2.1.1.2 Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan Pendapatan

Menurut (Sjafrizal, 2008), ketimpangan wilayah adalah kondisi suatu daerah yang disebabkan oleh perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah.

(34)

Perbedaan kandungan sumber daya alam pada masing-masing daerah sangat mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Pada akhirnya kegiatan produksi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat pada daerah yang mempunyai kandungan sumber daya alam yang tinggi dibandingkan dengan daerah yang sumber daya alamnya lebih rendah.

Sedangkan kondisi demografis akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah bersangkutan. Hal ini kondisi demografis yang dimaksud yaitu perbedaan tingkat pertumbuhan, struktur kependudukan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kondisi ketenagakerjaan,tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang mampu menarik aktivitas ekonomi dan penduduk dari pada wilayah-wilayah dan kota-kota lainnya.

Terdapat kecendrungan yang jelas terkait konsentrasi sektor perindustrian, perdagangan, pertanian dan beberapa sektor ekonomi lainnya di wilayah-wilayah tertentu. Beberapa wilayah tertentu bersifat dinamis, sementara wilayah-wilayah yang lain akan tumbuh lamban atau bahkan menurun.

Menurut (Kuncoro 2004), terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menganalisis development gap antar wilayah. Indikator tersebut adalah Produk Domestik Bruto (PDRB), Human Development Index (HDI), konsumsi rumah tangga per kapita, kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat kemiskinan dan struktur fiskal. Faktor-faktor penyebab ketimpangan pendapatan antar daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber

(35)

21

daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi demografi antar wilayah dan kurang lancarnya perdagangan antar wilayah.

Menurut Irma Adelma dan Cynthia Morris (dalam Lincoln Arsyad, 1997) ada delapan hal yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang:

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital Insentive), sehingga persentase pendapatan modal dari tenaga kerja tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

5. Redahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang.

(36)

8. Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

2.1.1.3 Alat Ukur Ketimpangan Pendapatan

Untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau mengetahui apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, dapat digunakan beberapa cara:

1. Kurva Lorenz

Kurva lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapaan nasioanal di kalangan lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiaratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia menceerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata (Lincolin Arsyad,1997).

2. Indeks atau Rasio Gini

Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan distribusi. Ukuran ini pertama kali dikembangkan oleh statistik dan ahli sosiologi Italia bernama Corrado Gini dan di publikasikan pada tahun 1912. Koefisien Gini dinyatakan dalam bentuk ratio yang nilainya antara 0 dan 1. Nilai 0 menunjukkan pemerataan yang sempurna dimana semua nilai adalah sama, sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan yang paling tinggi yaitu satu orang menguasai semuanya dan yang

(37)

23

lainnya nihil. Menurut definisinya, koefisien Gini adalah perbandingan luas daerah antara kurva Lorenz dan garis lurus 45 derajat terhadap luas daerah di bawah garis lurus 45 derajat tersebut.

Indeks atau ratio Gini merupakan koefisien yang berkisar antara 0 hingga 1 yang menjelaskan kadar kemerataan (ketimpangan) distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil koefisiennya semakin merata, dan semakin besar angka koefisiennya atau mendekati angka 1 maka makin besar ketimpangan. Ratio Gini dapat dihitung secara matematik dengan rumus:

∑( )( )

0 < G < 1 ∑ ( ) G = ratio Gini

Fi = proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas-i

Xi+1 =proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas-i Yi+1= proporsi kumulatif pendapatan dalam kelas-i

Tingkat pemerataan pendapat akan terjadi jika semua orang mendapatkan distribusi pendapatan yang sama rata atau, dengan kata lain, ratio Gininya adalah sama dengan nol (Gini Ratio = 0). Jadi, ratio Gini adalah ratio tentang distribusi pendapatan dengan angka kisaran 0 sampai dengan 1. Jika G mendekati 0, berarti distribusi pendapatan yang diterima hampir sama dengan banyaknya penduduk.

Berikut arti nilai dari besaran ratio Gini:

a. G < 0,3 artinya ketimpangan rendah

(38)

b. 0,3 ≤ G ≤ 0,5 artinya ketimpangan sedang c. G > 0,5 artinya ketimpangan tinggi 3. Indeks Williamson

Indeks williamson yang diperkenalkan oleh Williamson dalam tulisannya tahun 1965 merupakan metode untuk mengukur ketidakmerataan regional, dengan menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar. Adapun Indeks Williamson diformulasikan sebagai berikut:

IW =

√ ( )

Dimana:

IW = Indeks Williamson

Yi = PDRB per kapita (Kabupaten/kota) Y = PDRB per kapita (Provinsi)

Fi = Jumalah penduduk (Kabupaten/kota) n = Jumlah penduduk (Provinsi)

Untuk mengukur ketimpangan Ekonomi (pendapatan) antar wilayah Indeks Williamson, IW berkisar 0-1

a. Bila IW < 0,3 artinya ketimpangan ekonomi wilayah terendah b. Bila IW 0,3-0,5 artinya ketimpangan ekonomi wilayah sedang c. Bila IW > 0,5 atinya ketimpangan ekonomi di wilayah tertinggi

Namun demikian Indeks Williamson ini mempunyai kelemahan yakni perhitungan ini baru menggambarkan tingkat pendapatan secara global sejauh mana dan berapa besar bagian yang diterima oleh kelompok yang berpendapatan

(39)

25

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Beberapa ahli ekonomi mengutarakan berbagai macam pendapat dan teorinya mengenai pertumbuhan ekonomi. Menurut Sukirno (2004), pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai: perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang di produksikan dalam masyarakat bertambah. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi dalam jangka panjang.

2.1.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta teknologi yang digunakan. Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk bagi pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2010).

Adam Smith seorang ahli ekonomi berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan mempertinggi tingkat spesialisasi dalam perekonomian. Sebagai akibat dari spesialisasi yang terjadi maka tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah tinggi. Mengenai corak dari proses pertumbuhan ekonomi, Smith mengatakan bahwa apabila pembangunan sudah terjadi, maka proses tersebut akan terus menerus berlangsung secara kumulatif. Apabila pasar berkembang, pembagian kerja dan spesialisasi akan

(40)

terjadi, dan belakangan ini akan menimbulkan kenaikan produktivitas. Kenaikan pendapatan nasional yang disebabkan oleh perkembangan tersebut dan perkembangan penduduk dari masa ke masa, yang terjadi bersama-sama dengan kenaikan dalam pendapatan nasional, akan memperluas pasar dan menciptakan tabungan yang lebih banyak.

Pandangan Smith mengenai pola proses pembangunan yang sangat bertentangan dengan pendapat Ricardo dan Malthus, yang mempunyai pandangan yang lebih pesimis mengenai akhir dari proses pembangunan jangka panjang.

Ricardo dan Smith berpendapat bahwa dalam jangka panjang perekonomian akan mencapai stationary state atau suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Pandangan yang berbeda antara Smith dengan Ricardo dan Malthus, mengenai akhir dari proses pembangunan, bersumber dari perbedaan pandangan mereka mengenai peranan penduduk dalam pembangunan ekonomi.

Menurut Smith, yang belum menyadari mengenai hukum hasil lebih yang makin berkurang, perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi karena akan memperluas pasar. Sedangkan menurut Ricardo dan Malthus perkembangan penduduk yang berjalan dengan cepat, yang akan memperbesar jumlah penduduk hingga menjadi dua kali lipat dalam waktu satu generasi, akan menurunkan kembali tingkat pembangunan ke taraf yang rendah. Pada tingkat ini pekerja akan menerima upah yang sangat minimal sekali, yaitu upah untuk cukup hidup (subsistence level) ( Sukirno, 2004).

David Ricardo mengembangkan teori pertumbuhan klasik lebih lanjut.

Tetapi garis besar dari proses pertumbuhan dan kesimpulan-kesimpulan umum

(41)

27

ditarik oleh Ricardo tidak terlalu berbeda dengan teori Smith. Richardo juga menganggap jumlah faktor produksi tanah tidak bisa bertambah, sehingga akhirnya bertindak sebagai faktor pembatas dalam proses pertumbuhan suatu masyarakat (Boediono, 1985).

2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi menurut Harod-Domar

Teori ini dikembangkan oleh Roy F.Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D.Domar (1957) di Amerika Serikat. Teori ini melengkapi teori yang telah dikemukakan terlebih dahulu oleh Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kodisi statis) sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi:

1. Perekonomian bersifat tertutup,

2. Hasrat menabung (MPS=s) adalah konstan,

3. Proses produksi memiliki koefisen yang tetap (constant return scale), serta tingkat pertumbuhan angkatan kerja (n) adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk (Tarigan,2005)

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, Harrod- Domar membuat analisa dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabia terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut.

g = k = n Keterangan :

g = Growth (tingkat pertumbuhan output) k = Capital (tingkat pertumuhan modal)

(42)

n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Agar terdapat keseimbangan maka antara tabuangan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (capital output ratio = ratio modal output). Apabila tabungan dan investasi adalah sama (I=S), maka:

Agar pertumbuhan tersebut mantap, harus memenuhi syarat yaitu g = n

=s/v. Karena s, v, dan n bersifat independen maka dalam perekonomian tertutup sulit tercapai kondisi pertumbuhan yang mantap. Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi, kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang (Tarigan, 2005).

2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi menurut Neo-Klasik

Sejak tahun 1950-an berkembang sekumpulan analisa mengenai pertumbuhan ekonomi yang didasarkan kepada pandangan ahli-ahli ekonomi klasik. Oleh sebeb itu dewasa ini teori tersebut dikenal sebagai teori pertumbuhan Neo-Klasik. Ahli ekonomi yang menjadi perintis dalam mengembangkan teori tersebut adalah Robert Solow yang kemudian diikuti oleh beberapa ahli ekonomi lainnya. Model pertumbuhan ekonomi Neo-Klasik Solow merupakan pilar yang sangat memberikan kontribusi terhadap teori pertumbuhan Neo-klasik sehingga penggagasnya, Robert Solow, dianugrahi hadiah nobel di bidang ekonomi.

Gambar

Gambar 2.2  Keterkaitan Iw dan IPM

Referensi

Dokumen terkait

Dalam bidang pendidikan masih banyak yang bertumpu pada operasional pendidikan di sekolah dan lembaga agama, belum menyebar ke berbagai dimensi, dilihat dari

Sebagai masyarakat yang mendominasi pemerintahan, tidak serta merta Nabi mengunggulkan Islam dalam berbagai aspeknya, namun tetap berprinsip pada 6 asas nilai yang

“Faktor -Faktor yang Berhubungan dengan Kesembuhan Penderita TB Paru (Studi Kasus di Puskesmas Purwodadai I Kabupaten Grobongan)”.. Jurnal

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa mayoritas responden menilai Sangat Setuju (SS) pada pernyataan kualitas layanan universitas sebagai berikut: Ruang kuliah nyaman dan tenang

promosi untuk memperkenalkan perpustakaan, koleksi perpustakaan dan layanan yang disediakan agar dapat dimanfaatkan masyarakat umum Kabupaten Dairi sebagai sumber informasi

metode titrasi argentometri merupakan metode yang klasik untuk analisis kadar. klorida yang dilakukan dengan mempergunakan AgNO 3 dan indikator K 2 CrO 4

Risiko terjadinya keluhan kesehatan pada pengasah batu akik tidak terlepas dari beberapa faktor yaitu faktor perilaku, dimana didalam perilaku meliputi

Rhinolith dan antrolith adalah benda asing yang tidak lazim pada hidung dan antrum, Rhinolith adalah batu yang ditemukan di dalam rongga hidung yang mungkin didapati secara tidak