• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Filosofi perawatan ortodonti menurut Riedel bertujuan untuk mencapai hubungan fungsional yang ideal, keseimbangan struktur skeletal dan dental, dan keselarasan estetis jaringan lunak yang dikenal dengan sebagai tiga serangkai yaitu

“Utility”, “Stability” dan “Beauty”.

12

Penampilan wajah seseorang di daerah sepertiga bagian bawah sangat ditentukan oleh posisi bibir sedangkan posisi bibir sangat ditentukan oleh inklinasi gigi anterior.

5

Oleh karena itu wajah bagian bawah juga berperan dalam kehidupan sosial dan kesehatan psikologi seseorang.

13

2.1 Posisi Insisivus Rahang Atas dan Rahang Bawah

Platou dan Zachrison menyatakan bahwa dalam analisis sefalometri, posisi gigi insisivus rahang atas dan bawah banyak digunakan sebagai petunjuk dalam menegakkan diagnosa, menentukan rencana perawatan, dan petunjuk untuk mendapatkan stabilitas hasil perawatan. Menurut Graber dan Vanarsdall, posisi gigi insisivus merupakan salah satu karakteristik maloklusi yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan perawatan dan kemungkinan-kemungkinan perawatan yang dapat dilakukan.

6

Menurut Ricketts dkk., posisi gigi insisivus bawah merupakan kunci dalam menentukan rencana perawatan ortodonti, karena akan mempengaruhi estetika wajah dan stabilitas hasil perawatan. Setiap perubahan posisi gigi insisivus bawah terhadap bidang A-Pog dalam arah antero-posterior sebesar 1 mm, akan berdampak penambahan atau pengurangan 2 mm pada panjang lengkung gigi rahang bawah, sehingga dalam menentukan rencana perawatan posisi gigi insisivus bawah terhadap A-Pog dapat digunakan untuk memperkirakan besar retraksi dan kebutuhan pencabutan.

6

Ackerman dan Proffit mengklasifikasikan insisivus dalam 3 kelas berbeda,

yaitu : (1) Klas I, dimana tepi insisal insisivus sentralis rahang bawah berkontak di

(2)

bawah cingulum tertinggi dari insisivus sentralis rahang atas. (2) Klas II, dimana tepi insisal insisivus sentralis rahang bawah berkontak di belakang cingulum tertinggi insisivus sentralis rahang atas, Klas II kemudian dibagi lagi menjadi 2 divisi, yaitu divisi 1 dimana insisivus sentralis rahang atas mengalami proklinasi dan divisi 2 dimana insisivus sentralis rahang atas mengalami retroklinasi. (3) Klas III, dimana tepi insisal insisivus rahang bawah berada di di depan puncak cingulum insisivus sentralis rahang atas, sehingga gigitan terbalik atau overjet negatif.

14

Gambar 1. Klasifikasi insisivus menurut Ackerman dan Proffit

15

Menurut Ceylan dkk., dalam merencanakan perawatan ortodonti terlebih

dahulu dilakukan perubahan posisi dan inklinasi gigi insisivus bawah, kemudian

ditentukan perubahan gigi insisivus atas yang disesuaikan dengan posisi gigi insisivus

bawah, gigi insisivus atas juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan

rencana perawatan. Creekmore menyatakan bahwa posisi optimal gigi-geligi pada

rahang dan wajah lebih ditentukan oleh posisi gigi insisivus atas daripada posisi gigi

insisivus bawah, dan menurut Russouw dkk., gigi insisivus atas memegang peranan

penting sebagai petunjuk anterior dari gerakan protrusif mandibula.

5,6

(3)

2.2 Sudut Interinsisal

Inklinasi gigi insisivus merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan estetika wajah pasien, terutama dalam melakukan tindakan diagnosa dan evaluasi perawatan ortodonti. Inklinasi gigi insisivus sentralis ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan gigi dalam arah antero-posterior pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri.

5

Gambar 2. Sudut Interinsisal dan Analisis Jaringan Lunak Ricketts

15

Menurut Ricketts dalam pengukuran sudut dan garis-garis sefalometri, nilai normal dari sudut yang dibentuk oleh gigi insisivus sentralis atas terhadap bidang palatal adalah 70 ˚ ± 5˚, nilai normal dari sudut yang dibentuk oleh gigi insisivus sentralis bawah terhadap bidang mandibula adalah 90 ˚ ± 3˚, dan nilai normal dari sudut yang dibentuk oleh insisivus sentralis atas dan bawah (sudut interinsisal) adalah 130˚.

3

Tweed melakukan analisis wajah pada sefalometri menggunakan 3 sudut

dalam segitiga yang terbentuk dari dataran Frankfort dengan sudut bidang mandibula

(FMA), dataran Frankfort dengan sudut insisivus mandibula (FMIA),dan insisivus

dengan sudut bidang mandibula (IMPA). Hubungan dari ketiga sudut sefalometri

(4)

tersebut memberikan informasi diagnosa tentang pola vertikal skeletal pasien, hubungan insisivus mandibula dengan tulang basal, dan jumlah relatif protrusi, atau berkurangnya ukuran wajah. Ukuran rerata untuk FMA, FMIA dan IMPA berturut- turut 25 ˚, 68˚, dan 87˚, karena itu penting untuk memahami nilai -nilai yang sangat bervariasi dari pola skeletal. Jika pola skeletal wajah pasien memiliki dimensi vertikal yang normal, pengukuran dengan cara ini akan memberikan informasi yang akurat mengenai profil wajah yang ideal.

16

Irawati menyatakan bahwa sudut interinsisal berkaitan dengan kontak insisivus yang dihubungkan dengan kedalaman overbite. Inklinasi gigi insisivus atas dan insisivus bawah yang retrusif menyebabkan sudut interinsisal menjadi lebih besar. Besarnya sudut interinsisal akan mempengaruhi kontak antara gigi insisivus atas dan bawah.

1,5

Nurbayati telah melakukan penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara profil jaringan lunak wajah dengan sudut interinsisal pada pasien di RSGMP FKG USU, dimana korelasi hasil penelitian Nurbayati menuju kearah negatif yang berarti semakin besar sudut interinsisal maka semakin kecil jarak bibir atas (Ls) dan bibir bawah (Li) terhadap garis estetis.

10

Penelitian Ardhana mengenai pengukuran inklinasi gigi insisivus sentral pada model studi dan foto sefalometri lateral didapat bahwa pada rahang atas terdapat korelasi positif, lemah, bermakna antara pengukuran linier pada model studi dan pengukuran anguler pada sefalogram lateral yang menggunakan referensi bidang palatal, tetapi tidak bermakna jika menggunakan referensi bidang oklusal, sedangkan pada rahang bawah didapatkan korelasi negatif, lemah, bermakna pada penggunaan bidang oklusal sebagai referensi pengukuran pada sefalogram lateral, tidak bermakna pada penggunaan bidang mandibula sebagai referensi pengukuran.

5

2.3 Radiografi Sefalometri

Studi tentang sefalometri mulai dikembangkan oleh Ketcham dan Ellis, Percy

Brown dan Pacini. Pada tahun 1931 B. Holly Broadbent bersama dengan Hofrath dari

Jerman mempopulerkan penggunaan radiografi sefalometri untuk mendiagnosa

(5)

kelainan dari tulang rahang. B. Holly Broadbent memperkenalkan penggunaan radiografi sefalometri untuk menganalisis pertumbuhan dari wajah, yang kemudian dikembangkan oleh Higley, Margolis, Bolton, William Downs, Steiner, Tweed dan lain-lainnya.

3,17

Menurut analisisnya sefalometri dibagi menjadi dua jenis, antara lain :

1. Sefalogram frontal yaitu gambaran frontal atau antero-posterior dari tengkorak kepala (Gambar 3 A). Salah satu analisis sefalometri yang menggunakan sefalogram frontal adalah Analisis Mesh.

16

2. Sefalogram lateral yaitu gambaran lateral dari tengkorak kepala. Dari sefalogram lateral dapat dilakukan analisis profil jaringan lunak aspek lateral (Gambar 3 B).

10,16,18,28

Beberapa analisis sefalometri yang menggunakan sefalogram lateral antara lain : analisis Downs, analisis Steiner, analisis Ricketts, analisis McNamara dan analisis Tweed.

16

Gambar 3. (A) Sefalogram frontal, (B) Sefalogram lateral

19

Sefalometri mempunyai beberapa kegunaan yakni : 1. Mempelajari pertumbuhan dari kraniofasial.

2. Menegakkan diagnosa atau analisis kelainan kraniofasial.

3. Mempelajari tipe wajah.

4. Merencanakan suatu perawatan ortodonti.

(6)

5. Mengevaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.

6. Menganalisis secara fungsional.

7. Melakukan riset.

17,18

2.4 Analisis Jaringan Lunak Wajah

Jaringan lunak hidung, bibir, dan dagu merupakan faktor penting dalam menentukan estetika wajah, dan relasi antara hidung, bibir, dan dagu tersebut sangat berpengaruh terhadap profil wajah.

11,13,16

Menurut Spradley dkk., profil yang seimbang adalah bila bibir atas, bibir bawah dan dagu terletak pada satu garis vertikal yang melalui subnasal.

20

Analisis jaringan lunak wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan metode pengukuran langsung pada jaringan lunak, fotometri, dan radiografi sefalometri. Analisis profil wajah dengan metode radiografi sefalometri pada umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan titik, garis, dan bidang referensi intrakranial yang sangat bervariasi, seperti garis Sela Tursika-Nasion (S-N) dan bidang Frankfort Horizontal.

16,21

Dari sefalogram lateral dapat dilakukan analisis jaringan lunak. Titik-titik yang digunakan dalam analisis jaringan lunak (Gambar 4) :

4,16,22,26

a. Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital.

b. Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.

c. Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.

d. Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas.

e. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.

f. Superior labial sulcus (SLS) : titik tercekung diantara Sn dan Ls.

g. Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas.

h. Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah.

i. Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.

j. Inferior labial sulcus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog’.

k. Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu.

l. Menton kulit (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.

(7)

Gambar 4. Titik-titik dalam analisis jaringan lunak menurut Jacobson

16

Dengan menggunakan titik-titik diatas, berbagai analisis terhadap jaringan keras dan jaringan lunak wajah dapat dilakukan.

22

Menurut Bergman yang tergolong dalam analisis jaringan lunak secara lateral antara lain 1/3 tengah-bawah wajah, perbandingan tinggi bibir atas dan bibir bawah, penilaian terhadap hidung, sudut nasomental, sudut nasolabial, prognasi maksila dan mandibula, tebal bibir atas dan bibir bawah, celah antara bibir atas dan bibir bawah, tebal dagu, kontur dagu-leher, sudut konveksitas wajah, garis Estetis (Garis-E), garis-S, garis-H, dan sudut-Z Merrifield.

2,16

Penelitian Sijabat mengenai hubungan konveksitas skeletal yang dikelompokkan berdasarkan Klas I Angle, Klas II Angle dan Klas III Angle dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU, menyatakan bahwa ada hubungan antara konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien suku Batak usia remaja yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.

28

Penelitian Rostina mengenai analisis Holdaway menyatakan bahwa jarak Li

ke garis H untuk mahasiswa FKG USU suku Deutro-Melayu memiliki rerata 1,78

mm di depan garis H, sedangkan pada bangsa Kaukasoid rerata idealnya adalah 0 mm

yaitu titik Li tepat menyinggung garis H. Hasil uji statistik dengan p < 0,01 pada

(8)

jarak 0 mm menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna antara mahasiswa FKG USU suku Deutro-Melayu dengan ras Kaukasoid, tetapi pada jarak +2 mm tidak terdapat perbedaan bermakna.

22

2.4.1 Analisis Menurut Holdaway

Analisis ini menggunakan garis referensi yang disebut garis Harmoni (H).

Garis ini ditarik dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke labrale superior (Ls). Holdaway melakukan 11 analisis profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari jarak puncak hidung, jarak bibir bawah ke garis H, tebal bibir atas, strain bibir atas, kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu, besar sudut H dan kecembungan skeletal (Gambar 5).

16,22

Gambar 5. Analisis jaringan lunak wajah menurut Holdaway (H line)

16

Sudut-H adalah sebuah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis-H dengan

garis N’-Pog’. Sudut-H juga digunakan dalam penentuan konveksitas jaringan lunak

adalah cembung, lurus atau cekung. Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang

berkisar 7

o

- 15

o

. Apabila sudut-H lebih besar dari 15

o

maka konveksitas bentuk profil

(9)

menunjukkan cembung sedangkan bila sudut-H lebih kecil dari 7

o

menunjukkan konveksitas bentuk profil yang cekung karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls lebih ke anterior.

4,16,22

2.4.2 Analisis Menurut Steiner

Steiner menggunakan garis-S sebagai garis referensi dalam analisis ini. Garis S adalah garis yang ditarik dari titik tengah bentuk lengkung S yang terletak antara ujung hidung (Pr) dan subnasale (Sn) di bibir atas dengan pogonion kulit (Pog’).

Menurut Steiner, idealnya titik labrale superior dan labrale inferior menyinggung garis S. Jika bibir berada dibelakang garis-S dinyatakan profil wajahnya datar.

Sedangkan jika berada di depan garis-S, profil wajahnya terlalu tebal atau cembung.

16

Dalam keadaan normal, bibir atas dan bibir bawah terletak pada garis referensi tersebut (Gambar 6).

21

Gambar 6. Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner (S line)

24

2.4.3 Analisis Menurut Subtelny

Subtelny membagi analisis konveksitas profil wajah menjadi tiga yaitu

analisis konveksitas skeletal (N-A-Pog) dengan nilai rata-rata 175°, pada umur 12

tahun nilai rata-rata menjadi 177,5°. Konveksitas jaringan lunak (N’-Sn-Pog’) nilai

rata-rata 161°. Konveksitas jaringan lunak penuh (N’-Pr-Pog’) nilai rata-rata 137°

(10)

untuk laki-laki dan 133° untuk perempuan. Menurut Subtelny peningkatan kecembungan profil jaringan lunak wajah seiring dengan pertambahan usia (Gambar 7).

3,25

Gambar 7. Analisis konveksitas wajah menurut Subtelny. (1) Sudut Konveksita wajah skeletal (N-A-Pog). (2) Sudut Konveksitas wajah jaringan lunak (N’-Sn- Pog’). (3) Sudut Konveksitas wajah jaringan lunak penuh (N’- Pr-Pog’)

3

2.4.4 Analisis Menurut Ricketts

Ricketts menggunakan garis-E (Esthetic line) yang merupakan garis yang

ditarik dari pogonion kulit (Pog’) ke ujung hidung (Pr). Menurut Ricketts dalam

keadaan normal, bibir atas atau labrale superior (Ls) terletak 2-4 mm di belakang

garis estetis, dan bibir bawah atau labrale inferior (Li) terletak 1-2 mm di belakang

garis estetis, namun demikian menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi

tergantung pada umur dan jenis kelamin. Titik Ls dan Li dapat berada di depan atau

di belakang garis E maka diberi tanda negatif jika titik-titik ini terletak dibelakang

garis E, sebaliknya tanda positif jika terletak di depan garis-E. Ricketts mengambil

titik-titik di dagu dan hidung karena bagian ini merupakan faktor penting dalam

perkembangan wajah. Garis ini digunakan untuk meneliti dengan cermat keserasian

sepertiga wajah bagian bawah (Gambar 8).

15,16,22

(11)

Gambar 8. Analisis jaringan lunak wajah menurut Ricketts (E line)

24

2.4.5 Analisis Merrifield

Merrifield menggunakan sebuah garis profil wajah dibentuk oleh garis yang ditarik dari tangensial jaringan lunak dagu (Pog’) dan titik paling depan dari bibir atas dan bibir bawah (Gambar 9). Sudut-Z dibentuk oleh perpotongan antara bidang horizontal Frankfort dan garis profil tersebut. Nilai ideal sudut ini berkisar 80 ± 9

o

.

16

Gambar 9. Sudut-Z Merrifield, sebuah garis profil wajah yang dibentuk oleh garis yang ditarik dari tangensial

jaringan lunak dagu (Pog’) dan titik paling depan

dari bibir atas dan bibir bawah

25

(12)

2.5 Suku Batak

Analisis wajah dimulai dengan memeriksa faktor individu yang dapat secara signifikan memberi efek pada perawatan ortodonti nantinya. Ada 5 komponen individu yang mempengaruhi analisis wajah, yaitu umur, jenis kelamin, ras (etnis), bentuk tubuh dan kepribadian.

26

Penduduk Indonesia terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Melayu Tua) dan Deutro-Melayu (Melayu Muda). Kelompok Proto-Melayu datang ke Indonesia pada 2000 S.M. sedangkan Deutro-Melayu pada 1500 S.M. Pada mulanya kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat yang kemudian pindah ke pedalaman karena terdesak oleh kelompok Deutro-Melayu. Yang termasuk Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak dan Toraja sedangkan yang termasuk Deutro-Melayu adalah orang-orang Aceh, Minangkabau, Sumatera Pesisir, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Manado pesisir, Sunda kecil timur dan Malayu.

27,28,30

Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau Sumatera. Sifat dominan dari suku ini adalah kebiasaan hidup dalam Splendid isolation di lembah-lembah sungai dan puncak-puncak pegunungan. Pertambahan penduduk mendesak beberapa kelompok untuk melakukan perpindahan, sebagian membuka pemukiman baru di daerah hutan belukar di arah pantai selatan yang kemudian bernama Rao, sekarang di Sumatera Barat. Beberapa kelompok diantaranya turun ke Timur, menetap dan membuka tanah, sekarang dikenal sebagai Tanjung Morawa, daerah di pinggir kota Medan.

28,30

Suku Batak memiliki beberapa sub suku yang masih memiliki ikatan kuat antara satu dengan lainnya, yaitu sub suku Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, dan Pakpak. Namun, ada juga yang menyebut sebelas, yaitu kelima sub tersebut ditambah dengan Pasisir, Angkola, Padang Lawas, Melayu, Nias, dan Alas Gayo.

26

Suku Batak merupakan bagian dari ras Proto-Melayu yang menempati pulau

Sumatera. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), suku Batak merupakan suku

terbesar yang menempati Sumatera Utara (44,75%). Dengan demikian, pengambilan

sampel dalam penelitian ini ditujukan pada suku Batak.

30,31

Referensi

Dokumen terkait

1) Guru membagi anak menjadi dua kelompok kecil. 2) Masing-masing anak berjalan jinjit melewati simpai, kemudian berjalan diatas tali dan berlari zigzag dengan rintangan

Dengan memahami materi Matematika secara baik, maka mahasiswa akan mampu memahami materi-materi pada mata kuliah keilmuan dan ketrampilan (MKK) dan mata kuliah ketrampilan

Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang

seseorang bertambah, tekanan darah pun akan meningkat. Anda tidak dapat mengharapkan bahwa tekanan darah anda saat muda akan sama ketika anda bertambah tua. Namun anda

* Untuk ART* P01; ART, PO 2 don ART* PO 3 dlpergunakan kenaeon yang nonpunyai model yang cana dengon ukuran voluno yang berbeda, dlnana pada kedua article ter - cebut nonakal

Terkait dengan metode penanaman nilai-nilai agama Islam dalam membangun karakter religius kepada Allah Bapak Djiwo menyatakan bahwa, Kalau bicara masalah metode penanaman

Selama darah mengalir melalui sirkulasi sistemik,tekanan menurun secara progressive sampai dengan kira-kira 0 mmHg,pada waktu mencapai ujung vena cava di atrium kanan

Nilai tukar ditentukan oleh relasi supply-demand, jika permintaan sebuah mata uang meningkat sementara penawarannya tetap/ menurun maka nilai mata uang itu akan naik, dan