ARBITRASE TAHUN 2005
(Direvisi tahun 2011)
UNDANG-UNDANG
Undang-undang Arbitrase Tahun 2005
ARBITRASE TAHUN 2005
(Direvisi tahun 2011)
UNDANG-UNDANG
Undang-undang Arbitrase Tahun 2005
Bab 3
Susunan Arbiter
12. Jumlah arbiter 19
13. Penunjukan arbiter 19
14. Dasar pengajuan keberatan 22 15. Prosedur mengajukan keberatan 23 16. Kegagalan atau ketidakmungkinan 24
untuk bertindak
17. Penunjukan arbiter pengganti 24
Bab 4
Yurisdiksi Majelis Arbitrase
18. Kompetensi majelis arbitrase untuk 26 memutus menurut yurisdiksinya
19. Kewenangan majelis arbitrase untuk 28 memerintahkan tindakan sementara
Bab 5
Pelaksanaan Proses Arbitrase
20. Layanan sama rata pihak-pihak 29 21. Penentuan kaedah tatacara 29
22. Tempat timbang tara 30
23. Permulaan prosiding timbang tara 31
24. Bahasa 31
25. Pernyataan tuntutan dan pembelaan 32
26. Pendengaran 33
27. Keingkaran suatu pihak 34
28. Pakar yang dilantik oleh tribunal timbang tara 34 29. Bantuan mahkamah dalam mengambil 35 keterangan
SUSUNAN BAGIAN
Bagian I
PENDAHUlUAN
1. Judul singkat dan mulai berlakunya 6
2. Penafsiran 6
3. Keberlakuan terhadap arbitrase dan 10 putusan di Malaysia
4. Pokok permasalahan yang dapat diselesaikan 11 5. Daya mengikat terhadap pemerintah 12
Bagian II
ARBITRASE
Bab 1
Ketentuan Umum
6. Penerimaan komunikasi tertulis 12 7. Pelepasan hak untuk mengajukan keberatan 13 8. Jangkauan intervensi pengadilan 13
Bab 2
Perjanjian Arbitrase
9. Definisi dan bentuk perjanjian arbitrase 14 10. Perjanjian arbitrase dan tuntutan pokok 15
di hadapan pengadilan
11. Perjanjian arbitrase dan tindakan 17 sementara oleh Pengadilan Tinggi
Bab 3
Susunan Arbiter
12. Jumlah arbiter 19
13. Penunjukan arbiter 19
14. Dasar pengajuan keberatan 22 15. Prosedur mengajukan keberatan 23 16. Kegagalan atau ketidakmungkinan 24
untuk bertindak
17. Penunjukan arbiter pengganti 24
Bab 4
Yurisdiksi Majelis Arbitrase
18. Kompetensi majelis arbitrase untuk 26 memutus menurut yurisdiksinya
19. Kewenangan majelis arbitrase untuk 28 memerintahkan tindakan sementara
Bab 5
Pelaksanaan Proses Arbitrase
20. Layanan sama rata pihak-pihak 29 21. Penentuan kaedah tatacara 29
22. Tempat timbang tara 30
23. Permulaan prosiding timbang tara 31
24. Bahasa 31
25. Pernyataan tuntutan dan pembelaan 32
26. Pendengaran 33
27. Keingkaran suatu pihak 34
28. Pakar yang dilantik oleh tribunal timbang tara 34 29. Bantuan mahkamah dalam mengambil 35 keterangan
SUSUNAN BAGIAN
Bagian I
PENDAHUlUAN
1. Judul singkat dan mulai berlakunya 6
2. Penafsiran 6
3. Keberlakuan terhadap arbitrase dan 10 putusan di Malaysia
4. Pokok permasalahan yang dapat diselesaikan 11 5. Daya mengikat terhadap pemerintah 12
Bagian II
ARBITRASE
Bab 1
Ketentuan Umum
6. Penerimaan komunikasi tertulis 12 7. Pelepasan hak untuk mengajukan keberatan 13 8. Jangkauan intervensi pengadilan 13
Bab 2
Perjanjian Arbitrase
9. Definisi dan bentuk perjanjian arbitrase 14 10. Perjanjian arbitrase dan tuntutan pokok 15
di hadapan pengadilan
11. Perjanjian arbitrase dan tindakan 17 sementara oleh Pengadilan Tinggi
Bab 6
Pembuatan Putusan dan Penghentian Proses
30. Hukum yang berlaku bagi substansi sengketa 36 31. Pembuatan keputusan oleh majelis arbiter 37
32. Penyelesaian 37
33. Bentuk dan isi putusan 37
34. Penghentian proses 39
35. Perbaikan dan penafsiran putusan atau 40 putusan tambahan
36. Putusan bersifat final dan mengikat 41
Bab 7
Upaya Hukum Terhadap Putusan
37. Permohonan untuk pembatalan 42
Bab 8
Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
38. Pengakuan dan pelaksanaan 45 39. Dasar menolak pengakuan atau pelaksanaan 46
Bagian III
KETENTUAN TAmBAHAN
BERKAITAN DENGAN ARBITRASE
40. Konsolidasi proses dan persidangan 48 yang bersamaan
41. Penentuan titik awal hukum oleh pengadilan 48 42. Rujukan terhadap pertanyaan mengenai hukum 49
43. Banding 51
44. Biaya dan pengeluaran arbitrase 52 45. Perpanjangan waktu untuk memulai 54
proses arbitrase
46. Perpanjangan waktu untuk membuat putusan 54
Bagian IV
lAIN-lAIN
47. Tanggung gugat dari arbiter 56 48. Kekebalan lembaga arbitrase 56
49. Kepailitan 56
50. Cara permohonan 57
51. Pencabutan dan perlindungan 58
Bab 6
Pembuatan Putusan dan Penghentian Proses
30. Hukum yang berlaku bagi substansi sengketa 36 31. Pembuatan keputusan oleh majelis arbiter 37
32. Penyelesaian 37
33. Bentuk dan isi putusan 37
34. Penghentian proses 39
35. Perbaikan dan penafsiran putusan atau 40 putusan tambahan
36. Putusan bersifat final dan mengikat 41
Bab 7
Upaya Hukum Terhadap Putusan
37. Permohonan untuk pembatalan 42
Bab 8
Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
38. Pengakuan dan pelaksanaan 45 39. Dasar menolak pengakuan atau pelaksanaan 46
Bagian III
KETENTUAN TAmBAHAN
BERKAITAN DENGAN ARBITRASE
40. Konsolidasi proses dan persidangan 48 yang bersamaan
41. Penentuan titik awal hukum oleh pengadilan 48 42. Rujukan terhadap pertanyaan mengenai hukum 49
43. Banding 51
44. Biaya dan pengeluaran arbitrase 52 45. Perpanjangan waktu untuk memulai 54
proses arbitrase
46. Perpanjangan waktu untuk membuat putusan 54
Bagian IV
lAIN-lAIN
47. Tanggung gugat dari arbiter 56 48. Kekebalan lembaga arbitrase 56
49. Kepailitan 56
50. Cara permohonan 57
51. Pencabutan dan perlindungan 58
HUKUm mAlAYSIA
Undang-Undang 646
UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005
(Direvisi tahun 2011)Undang-Undang untuk mereformasi hukum yang berkaitan dengan arbitrase domestik, disediakan untuk arbitrase internasional, pengakuan dan pelaksanaan putusan dan hal-hal terkait.
DITETAPKAN oleh Parlemen Malaysia sebagai berikut:
Bagian I
PENDAHUlUAN
1. Judul singkat dan mulai berlakunya
1) Undang-Undang ini dapat disebut sebagai Undang- Undang Arbitrase tahun 2005.
2) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal yang akan ditetapkan oleh Menteri melalui pemberitahuan di lembar negara.
2. Penafsiran
1) Dalam Undang-Undang ini, kecuali ditentukan lain—
“Putusan” berarti keputusan majelis arbitrase pada substansi sengketa dan termasuk segala putusan akhir, sementara atau sebagian dan segala putusan atas biaya atau bunga namun tidak termasuk perintah sela;
“Pengadilan Tinggi” berarti Pengadilan Tinggi di Tanah Melayu (Malaya) dan Pengadilan Tinggi di Sabah dan Sarawak atau salah satunya, sesuai dengan keadaan yang memerlukan;
“Menteri” berarti menteri yang dibebani dengan tanggung jawab terkait arbitrase;
“Negara” berarti suatu Negara berdaulat dan bukan bagian dari negara bagian Malaysia, kecuali ditentukan lain;
“Ketua Arbiter” berarti arbiter yang ditetapkan dalam perjanjian arbitrase sebagai ketua arbiter atau ketua majelis arbitrase, seorang arbiter tunggal atau arbiter ketiga yang ditunjuk menurut pasal 13 (3);
“Perjanjian arbitrase” berarti perjanjian arbitrase sebagaimana didefinisikan dalam pasal 9;
“Pihak” berarti suatu pihak dalam perjanjian arbitrase atau, dalam hal arbitrase tidak melibatkan semua pihak dalam perjanjian arbitrase, berarti satu pihak pada arbitrase;
“Lokasi arbitrase” berarti tempat arbitrase berpusat sebagaimana diatur sesuai dengan pasal 22;
HUKUm mAlAYSIA
Undang-Undang 646
UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005
(Direvisi tahun 2011)Undang-Undang untuk mereformasi hukum yang berkaitan dengan arbitrase domestik, disediakan untuk arbitrase internasional, pengakuan dan pelaksanaan putusan dan hal-hal terkait.
DITETAPKAN oleh Parlemen Malaysia sebagai berikut:
Bagian I
PENDAHUlUAN
1. Judul singkat dan mulai berlakunya
1) Undang-Undang ini dapat disebut sebagai Undang- Undang Arbitrase tahun 2005.
2) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal yang akan ditetapkan oleh Menteri melalui pemberitahuan di lembar negara.
2. Penafsiran
1) Dalam Undang-Undang ini, kecuali ditentukan lain—
“Putusan” berarti keputusan majelis arbitrase pada substansi sengketa dan termasuk segala putusan akhir, sementara atau sebagian dan segala putusan atas biaya atau bunga namun tidak termasuk perintah sela;
“Pengadilan Tinggi” berarti Pengadilan Tinggi di Tanah Melayu (Malaya) dan Pengadilan Tinggi di Sabah dan Sarawak atau salah satunya, sesuai dengan keadaan yang memerlukan;
“Menteri” berarti menteri yang dibebani dengan tanggung jawab terkait arbitrase;
“Negara” berarti suatu Negara berdaulat dan bukan bagian dari negara bagian Malaysia, kecuali ditentukan lain;
“Ketua Arbiter” berarti arbiter yang ditetapkan dalam perjanjian arbitrase sebagai ketua arbiter atau ketua majelis arbitrase, seorang arbiter tunggal atau arbiter ketiga yang ditunjuk menurut pasal 13 (3);
“Perjanjian arbitrase” berarti perjanjian arbitrase sebagaimana didefinisikan dalam pasal 9;
“Pihak” berarti suatu pihak dalam perjanjian arbitrase atau, dalam hal arbitrase tidak melibatkan semua pihak dalam perjanjian arbitrase, berarti satu pihak pada arbitrase;
“Lokasi arbitrase” berarti tempat arbitrase berpusat sebagaimana diatur sesuai dengan pasal 22;
“Arbitrase internasional” berarti arbitrase yang- a) Salah satu pihak dalam perjanjian arbitrase,
pada saat tercapainya kesepakatan perjanjian tersebut, memiliki tempat usaha di Negara selain Malaysia;
b) Salah satu dari hal berikut ini terletak di Negara manapun selain Malaysia di tempat para pihaknya memiliki tempat usaha:
i) lokasi arbitrase jika ditentukan di dalam, atau sesuai dengan, perjanjian arbitrase;
ii) setiap tempat yang bagian penting dari kewajiban perdagangan atau hubungan lainnya akan dilakukan atau tempat yang pokok permasalahannya berkaitan paling dekat, atau
c) Para pihak secara tegas telah menyetujui bahwa pokok permasalahan perjanjian arbitrase berhubungan dengan lebih dari satu Negara;
“Arbitrase domestik” berarti segala arbitrase yang bukan merupakan arbitrase internasional;
“Majelis arbitrase” berarti arbiter tunggal atau kelompok arbiter.
2) Untuk tujuan Undang-Undang ini—
a) Dalam definisi “arbitrase internasional”—
i) ketika suatu pihak memiliki lebih dari satu tempat usaha, rujukan terhadap tempat usahanya adalah yang memiliki hubungan paling dekat dengan perjanjian arbitrase;
atau
ii) ketika suatu pihak tidak memiliki tempat usaha, rujukan terhadap tempat usahanya adalah tempat tinggal sehari-hari pihak tersebut;
b) ketika ketentuan Undang-Undang ini, kecuali pasal 3, membiarkan para pihak bebas untuk menentukan isu tertentu, kebebasan tersebut akan mencakup hak para pihak untuk memberikan kewenangan kepada suatu pihak ketiga, termasuk lembaga, untuk menentukan isu tersebut;
[Am. Act A1395:s.2]
c) Ketika ketentuan Undang-Undang ini merujuk pada fakta bahwa para pihak telah menyetujui atau bahwa mereka dapat menyetujui atau dengan cara lain merujuk pada perjanjian para pihak, perjanjian tersebut akan mencakup peraturan arbitrase yang diatur dalam perjanjian itu;
d) Ketika ketentuan Undang-Undang ini merujuk pada tuntutan, selain yang tersebut dalam ayat 27(a) dan 34(2)(a), juga akan berlaku bagi tuntutan balik, dan ketika merujuk pada pembelaan, juga akan berlaku pada pembelaan terhadap tuntutan balik tersebut.
“Arbitrase internasional” berarti arbitrase yang- a) Salah satu pihak dalam perjanjian arbitrase,
pada saat tercapainya kesepakatan perjanjian tersebut, memiliki tempat usaha di Negara selain Malaysia;
b) Salah satu dari hal berikut ini terletak di Negara manapun selain Malaysia di tempat para pihaknya memiliki tempat usaha:
i) lokasi arbitrase jika ditentukan di dalam, atau sesuai dengan, perjanjian arbitrase;
ii) setiap tempat yang bagian penting dari kewajiban perdagangan atau hubungan lainnya akan dilakukan atau tempat yang pokok permasalahannya berkaitan paling dekat, atau
c) Para pihak secara tegas telah menyetujui bahwa pokok permasalahan perjanjian arbitrase berhubungan dengan lebih dari satu Negara;
“Arbitrase domestik” berarti segala arbitrase yang bukan merupakan arbitrase internasional;
“Majelis arbitrase” berarti arbiter tunggal atau kelompok arbiter.
2) Untuk tujuan Undang-Undang ini—
a) Dalam definisi “arbitrase internasional”—
i) ketika suatu pihak memiliki lebih dari satu tempat usaha, rujukan terhadap tempat usahanya adalah yang memiliki hubungan paling dekat dengan perjanjian arbitrase;
atau
ii) ketika suatu pihak tidak memiliki tempat usaha, rujukan terhadap tempat usahanya adalah tempat tinggal sehari-hari pihak tersebut;
b) ketika ketentuan Undang-Undang ini, kecuali pasal 3, membiarkan para pihak bebas untuk menentukan isu tertentu, kebebasan tersebut akan mencakup hak para pihak untuk memberikan kewenangan kepada suatu pihak ketiga, termasuk lembaga, untuk menentukan isu tersebut;
[Am. Act A1395:s.2]
c) Ketika ketentuan Undang-Undang ini merujuk pada fakta bahwa para pihak telah menyetujui atau bahwa mereka dapat menyetujui atau dengan cara lain merujuk pada perjanjian para pihak, perjanjian tersebut akan mencakup peraturan arbitrase yang diatur dalam perjanjian itu;
d) Ketika ketentuan Undang-Undang ini merujuk pada tuntutan, selain yang tersebut dalam ayat 27(a) dan 34(2)(a), juga akan berlaku bagi tuntutan balik, dan ketika merujuk pada pembelaan, juga akan berlaku pada pembelaan terhadap tuntutan balik tersebut.
3. Keberlakuan terhadap arbitrase dan putusan di Malaysia
1) Undang-Undang ini berlaku di seluruh Malaysia.
2) Berkenaan dengan arbitrase domestik yang lokasi arbitrasenya adalah Malaysia—
a) Bagian I, II dan IV dari Undang-Undang ini akan berlaku; dan
b) Bagian III dari Undang-Undang ini akan diberlakukan, kecuali para pihak menyetujui sebaliknya secara tertulis.
3) Berkenaan dengan arbitrase internasional yang lokasi arbitrase adalah di Malaysia—
a) Bagian I, II dan IV dari Undang-Undang ini akan berlaku; dan
b) Bagian III dari Undang-Undang ini tidak akan diterapkan, kecuali para pihak menyetujui sebaliknya secara tertulis.
4) Untuk tujuan ayat (2)(b) dan (3)(b), para pihak dalam suatu arbitrase domestik dapat menyetujui untuk mengecualikan pemberlakuan Bagian III dari Undang-Undang ini dan para pihak pada arbitrase internasional dapat menyetujui untuk menerapkan Bagian III dari Undang-Undang ini, secara keseluruhan atau sebagian.
4. Pokok permasalahan yang dapat diselesaikan melalui arbitrase
1) Setiap sengketa yang para pihaknya telah setuju untuk menyerahkannya ke arbitrase menurut perjanjian arbitrase dapat diselesaikan melalui arbitrase kecuali perjanjian arbitrase bertentangan dengan kebijakan publik.
2) Fakta bahwa segala hukum tertulis memberikan yurisdiksi sehubungan dengan segala permasalahan mengenai pengadilan hukum tetapi tidak merujuk kepada penentuan permasalahan tersebut oleh arbitrase tidak akan, dengan sendirinya, menunjukkan bahwa permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase.
5. Daya mengikat terhadap pemerintah
Undang-Undang ini akan berlaku untuk setiap arbitrase yang di dalamnya pemerintah federal atau pemerintah dari setiap negara bagian Malaysia merupakan suatu pihak.
3. Keberlakuan terhadap arbitrase dan putusan di Malaysia
1) Undang-Undang ini berlaku di seluruh Malaysia.
2) Berkenaan dengan arbitrase domestik yang lokasi arbitrasenya adalah Malaysia—
a) Bagian I, II dan IV dari Undang-Undang ini akan berlaku; dan
b) Bagian III dari Undang-Undang ini akan diberlakukan, kecuali para pihak menyetujui sebaliknya secara tertulis.
3) Berkenaan dengan arbitrase internasional yang lokasi arbitrase adalah di Malaysia—
a) Bagian I, II dan IV dari Undang-Undang ini akan berlaku; dan
b) Bagian III dari Undang-Undang ini tidak akan diterapkan, kecuali para pihak menyetujui sebaliknya secara tertulis.
4) Untuk tujuan ayat (2)(b) dan (3)(b), para pihak dalam suatu arbitrase domestik dapat menyetujui untuk mengecualikan pemberlakuan Bagian III dari Undang-Undang ini dan para pihak pada arbitrase internasional dapat menyetujui untuk menerapkan Bagian III dari Undang-Undang ini, secara keseluruhan atau sebagian.
4. Pokok permasalahan yang dapat diselesaikan melalui arbitrase
1) Setiap sengketa yang para pihaknya telah setuju untuk menyerahkannya ke arbitrase menurut perjanjian arbitrase dapat diselesaikan melalui arbitrase kecuali perjanjian arbitrase bertentangan dengan kebijakan publik.
2) Fakta bahwa segala hukum tertulis memberikan yurisdiksi sehubungan dengan segala permasalahan mengenai pengadilan hukum tetapi tidak merujuk kepada penentuan permasalahan tersebut oleh arbitrase tidak akan, dengan sendirinya, menunjukkan bahwa permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase.
5. Daya mengikat terhadap pemerintah
Undang-Undang ini akan berlaku untuk setiap arbitrase yang di dalamnya pemerintah federal atau pemerintah dari setiap negara bagian Malaysia merupakan suatu pihak.
Bagian II
ARBITRASE
Bab 1
Ketentuan umum
6. Penerimaan komunikasi tertulis
1) Kecuali disetujui sebaliknya oleh para pihak—
a) Komunikasi tertulis dianggap telah diterima jika disampaikan ke penerima secara pribadi atau jika disampaikan di tempat usahanya, tempat tinggal sehari-hari atau alamat surat; dan b) Ketika tempat yang dirujuk pada ayat (a)
tidak dapat ditemukan setelah melakukan penyelidikan yang selayaknya, komunikasi tertulis dianggap telah diterima jika dikirimkan ke tempat usaha, tempat tinggal sehari- hari atau alamat surat pos tercatat terakhir yang diketahui dari penerima atau cara lain yang memberikan catatan dari upaya untuk menyampaikannya.
2) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, komunikasi tertulis yang dikirim secara elektronik dianggap telah diterima jika dikirimkan ke alamat surat elektronik penerima.
3) Komunikasi tersebut dianggap telah diterima pada hari ketika disampaikan.
4) Bagian ini tidak akan berlaku untuk komunikasi apapun sehubungan dengan proses pengadilan.
7. Pelepasan hak untuk mengajukan keberatan 1) Suatu pihak yang mengetahui—
a) Setiap ketentuan Undang-Undang ini yang dapat dikurangi oleh para pihak; atau
b) Bahwa suatu persyaratan menurut perjanjian arbitrase belum dipenuhi, namun berlanjut dengan arbitrase tanpa menyatakan keberatannya terhadap ketidakpatuhan tersebut tanpa penundaan yang tidak selayaknya atau, jika batas waktu diberikan untuk menyatakan keberatan tersebut, dalam periode waktu tersebut, akan dianggap telah melepaskan haknya untuk mengajukan keberatan.
8. Jangkauan intervensi pengadilan
Pengadilan tidak akan campur tangan dalam segala permasalahan yang diatur oleh Undang- Undang ini, kecuali yang sudah diatur dalam Undang-Undang ini.
[Subs. Act A1395:s.3]
Kalimat sebelumnya dibaca “Kecuali ditentukan sebaliknya, pengadilan tidak akan campur tangan dalam segala permasalahan yang diatur oleh Undang-Undang ini.”
Bagian II
ARBITRASE
Bab 1
Ketentuan umum
6. Penerimaan komunikasi tertulis
1) Kecuali disetujui sebaliknya oleh para pihak—
a) Komunikasi tertulis dianggap telah diterima jika disampaikan ke penerima secara pribadi atau jika disampaikan di tempat usahanya, tempat tinggal sehari-hari atau alamat surat; dan b) Ketika tempat yang dirujuk pada ayat (a)
tidak dapat ditemukan setelah melakukan penyelidikan yang selayaknya, komunikasi tertulis dianggap telah diterima jika dikirimkan ke tempat usaha, tempat tinggal sehari- hari atau alamat surat pos tercatat terakhir yang diketahui dari penerima atau cara lain yang memberikan catatan dari upaya untuk menyampaikannya.
2) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, komunikasi tertulis yang dikirim secara elektronik dianggap telah diterima jika dikirimkan ke alamat surat elektronik penerima.
3) Komunikasi tersebut dianggap telah diterima pada hari ketika disampaikan.
4) Bagian ini tidak akan berlaku untuk komunikasi apapun sehubungan dengan proses pengadilan.
7. Pelepasan hak untuk mengajukan keberatan 1) Suatu pihak yang mengetahui—
a) Setiap ketentuan Undang-Undang ini yang dapat dikurangi oleh para pihak; atau
b) Bahwa suatu persyaratan menurut perjanjian arbitrase belum dipenuhi, namun berlanjut dengan arbitrase tanpa menyatakan keberatannya terhadap ketidakpatuhan tersebut tanpa penundaan yang tidak selayaknya atau, jika batas waktu diberikan untuk menyatakan keberatan tersebut, dalam periode waktu tersebut, akan dianggap telah melepaskan haknya untuk mengajukan keberatan.
8. Jangkauan intervensi pengadilan
Pengadilan tidak akan campur tangan dalam segala permasalahan yang diatur oleh Undang- Undang ini, kecuali yang sudah diatur dalam Undang-Undang ini.
[Subs. Act A1395:s.3]
Kalimat sebelumnya dibaca “Kecuali ditentukan sebaliknya, pengadilan tidak akan campur tangan dalam segala permasalahan yang diatur oleh Undang-Undang ini.”
Bab 2
Perjanjian arbitrase
9. Definisi dan bentuk perjanjian arbitrase
1) Dalam Undang-Undang ini, “perjanjian arbitrase”
berarti perjanjian oleh para pihak untuk mengajukan ke arbitrase semua atau sengketa tertentu yang telah timbul atau dapat timbul di antara mereka sehubungan dengan hubungan hukum tertentu, baik kontraktual atau tidak.
2) Sebuah perjanjian arbitrase dapat berupa klausul arbitrase dalam suatu perjanjian atau dalam bentuk perjanjian terpisah.
3) Sebuah perjanjian arbitrase harus dalam bentuk tertulis.
4) Sebuah perjanjian arbitrase adalah dalam bentuk tertulis apabila termuat dalam—
a) Sebuah dokumen yang ditandatangani para pihak;
b) Pertukaran surat, teleks, faksimile atau sarana komunikasi lainnya yang memberikan catatan tentang perjanjian; atau
c) Pertukaran tuntutan dan pembelaan yang keberadaan perjanjiannya dipersangkakan oleh satu pihak dan tidak disangkal oleh pihak lainnya.
5) Sebuah rujukan dalam perjanjian terhadap dokumen yang berisi klausul arbitrase akan dianggap perjanjian arbitrase, selama perjanjian tersebut tertulis dan rujukannya sedemikian rupa adalah sehingga membuat klausul tersebut menjadi bagian dari perjanjian tersebut.
10. Perjanjian arbitrase dan tuntutan pokok di hadapan pengadilan
1) Pengadilan yang ke hadapannya suatu proses diajukan sehubungan dengan permasalahan yang merupakan pokok dari perjanjian arbitrase akan, dengan satu pihak membuat permohonan sebelum mengambil langkah-langkah lain dalam proses, menunda proses tersebut dan merujuk para pihak untuk arbitrase kecuali pengadilan menemukan bahwa perjanjian tersebut adalah tidak mengikat, tak bisa dijalankan atau tidak dapat dilakukan.
[Subs. Act A1395:s.4]
2) Pengadilan, dalam memberikan penundaan proses berdasarkan ayat (1), dapat memaksakan kondisi apapun yang dianggap sesuai.
2A) Ketika proses kelautan ditunda sesuai dengan ayat (1), pengadilan yang memberikan penundaan dapat, jika pada proses tersebut properti telah ditahan atau disita atau jaminan lainnya telah diberikan untuk mencegah atau memperoleh kebebasan dari penahanan—
Bab 2
Perjanjian arbitrase
9. Definisi dan bentuk perjanjian arbitrase
1) Dalam Undang-Undang ini, “perjanjian arbitrase”
berarti perjanjian oleh para pihak untuk mengajukan ke arbitrase semua atau sengketa tertentu yang telah timbul atau dapat timbul di antara mereka sehubungan dengan hubungan hukum tertentu, baik kontraktual atau tidak.
2) Sebuah perjanjian arbitrase dapat berupa klausul arbitrase dalam suatu perjanjian atau dalam bentuk perjanjian terpisah.
3) Sebuah perjanjian arbitrase harus dalam bentuk tertulis.
4) Sebuah perjanjian arbitrase adalah dalam bentuk tertulis apabila termuat dalam—
a) Sebuah dokumen yang ditandatangani para pihak;
b) Pertukaran surat, teleks, faksimile atau sarana komunikasi lainnya yang memberikan catatan tentang perjanjian; atau
c) Pertukaran tuntutan dan pembelaan yang keberadaan perjanjiannya dipersangkakan oleh satu pihak dan tidak disangkal oleh pihak lainnya.
5) Sebuah rujukan dalam perjanjian terhadap dokumen yang berisi klausul arbitrase akan dianggap perjanjian arbitrase, selama perjanjian tersebut tertulis dan rujukannya sedemikian rupa adalah sehingga membuat klausul tersebut menjadi bagian dari perjanjian tersebut.
10. Perjanjian arbitrase dan tuntutan pokok di hadapan pengadilan
1) Pengadilan yang ke hadapannya suatu proses diajukan sehubungan dengan permasalahan yang merupakan pokok dari perjanjian arbitrase akan, dengan satu pihak membuat permohonan sebelum mengambil langkah-langkah lain dalam proses, menunda proses tersebut dan merujuk para pihak untuk arbitrase kecuali pengadilan menemukan bahwa perjanjian tersebut adalah tidak mengikat, tak bisa dijalankan atau tidak dapat dilakukan.
[Subs. Act A1395:s.4]
2) Pengadilan, dalam memberikan penundaan proses berdasarkan ayat (1), dapat memaksakan kondisi apapun yang dianggap sesuai.
2A) Ketika proses kelautan ditunda sesuai dengan ayat (1), pengadilan yang memberikan penundaan dapat, jika pada proses tersebut properti telah ditahan atau disita atau jaminan lainnya telah diberikan untuk mencegah atau memperoleh kebebasan dari penahanan—
a) Perintah bahwa properti yang ditahan dapat dikuasai sebagai jaminan untuk pemenuhan segala putusan yang diberikan dalam arbitrase sehubungan dengan sengketa tersebut; atau b) Perintah bahwa penundaan proses tergantung
kepada pemberian jaminan yang setara untuk pemenuhan segala putusan tersebut.
2B) Tunduk pada putusan manapun dari pengadilan dan untuk setiap modifikasi yang diperlukan, hukum dan praktik yang sama akan berlaku terkait dengan properti yang ditahan dalam pelaksanaan perintah menurut ayat (2A) sebagaimana berlaku jika ditahan demi keperluan proses di pengadilan yang membuat perintah.
2C) Untuk tujuan dari bagian ini, proses kelautan merujuk pada proses kelautan menurut Perintah 70 dari Peraturan Pengadilan Tinggi 1980 [P.U (A) 50/1980] dan proses yang dimulai berdasarkan ayat 24(b) dari Undang-Undang Pengadilan Yudikatur 1964 [Undang-Undang 91].
[Ins. Act A1395:s.4 ] 3) Ketika proses sebagaimana dirujuk dalam ayat
(1) telah dilaksanakan, proses arbitrase dapat dimulai atau dilanjutkan, dan putusan dapat dibuat, sementara isu ditunda di hadapan pengadilan.
4) Bagian ini juga akan berlaku dalam hal arbitrase internasional, dalam hal lokasi arbitrasenya bukan di Malaysia.
[Ins. Act A1395:s.4]
11. Perjanjian arbitrase dan tindakan sementara oleh pengadilan tinggi
1) Salah satu pihak dapat, sebelum atau selama proses arbitrase, memohon pada Pengadilan Tinggi untuk segala tindakan sementara dan Pengadilan Tinggi dapat membuat perintah berikut ini untuk:
a) Jaminan bagi biaya;
b) Penemuan dokumen dan pertanyaan tertulis;
c) Pembuktian melalui affidavit;
d) Pengangkatan pengurus;
e) Mengamankan jumlah yang disengketakan, baik dengan cara menahan properti atau sitaan atau jaminan lainnya sesuai dengan yurisdiksi kelautan dari Pengadilan Tinggi;
[Am. Act A1395:s.5]
f) Penjagaan, perwalian sementara atau penjualan segala properti yang merupakan pokok permasalahan sengketa;
g) Memastikan bahwa setiap putusan yang dapat dibuat dalam proses arbitrase tidak dijatuhkan sia-sia akibat pengambilalihan aset-aset oleh salah satu pihak; dan
h) Suatu perintah sementara atau tindakan sementara lainnya.
a) Perintah bahwa properti yang ditahan dapat dikuasai sebagai jaminan untuk pemenuhan segala putusan yang diberikan dalam arbitrase sehubungan dengan sengketa tersebut; atau b) Perintah bahwa penundaan proses tergantung
kepada pemberian jaminan yang setara untuk pemenuhan segala putusan tersebut.
2B) Tunduk pada putusan manapun dari pengadilan dan untuk setiap modifikasi yang diperlukan, hukum dan praktik yang sama akan berlaku terkait dengan properti yang ditahan dalam pelaksanaan perintah menurut ayat (2A) sebagaimana berlaku jika ditahan demi keperluan proses di pengadilan yang membuat perintah.
2C) Untuk tujuan dari bagian ini, proses kelautan merujuk pada proses kelautan menurut Perintah 70 dari Peraturan Pengadilan Tinggi 1980 [P.U (A) 50/1980] dan proses yang dimulai berdasarkan ayat 24(b) dari Undang-Undang Pengadilan Yudikatur 1964 [Undang-Undang 91].
[Ins. Act A1395:s.4 ] 3) Ketika proses sebagaimana dirujuk dalam ayat
(1) telah dilaksanakan, proses arbitrase dapat dimulai atau dilanjutkan, dan putusan dapat dibuat, sementara isu ditunda di hadapan pengadilan.
4) Bagian ini juga akan berlaku dalam hal arbitrase internasional, dalam hal lokasi arbitrasenya bukan di Malaysia.
[Ins. Act A1395:s.4]
11. Perjanjian arbitrase dan tindakan sementara oleh pengadilan tinggi
1) Salah satu pihak dapat, sebelum atau selama proses arbitrase, memohon pada Pengadilan Tinggi untuk segala tindakan sementara dan Pengadilan Tinggi dapat membuat perintah berikut ini untuk:
a) Jaminan bagi biaya;
b) Penemuan dokumen dan pertanyaan tertulis;
c) Pembuktian melalui affidavit;
d) Pengangkatan pengurus;
e) Mengamankan jumlah yang disengketakan, baik dengan cara menahan properti atau sitaan atau jaminan lainnya sesuai dengan yurisdiksi kelautan dari Pengadilan Tinggi;
[Am. Act A1395:s.5]
f) Penjagaan, perwalian sementara atau penjualan segala properti yang merupakan pokok permasalahan sengketa;
g) Memastikan bahwa setiap putusan yang dapat dibuat dalam proses arbitrase tidak dijatuhkan sia-sia akibat pengambilalihan aset-aset oleh salah satu pihak; dan
h) Suatu perintah sementara atau tindakan sementara lainnya.
2) Ketika pihak memohon pada Pengadilan Tinggi untuk segala tindakan sementara dan majelis arbitrase telah memutuskan terhadap setiap permasalahan yang relevan dengan permohonan, Pengadilan Tinggi akan memperlakukan segala penemuan fakta yang dibuat dalam proses keputusan tersebut oleh majelis arbitrase sebagai hal yang menentukan bagi tujuan permohonan.
3) Bagian ini juga berlaku dalam arbitrase internasional, yang lokasi arbitrasenya bukan di Malaysia.
[Ins. Act A1395:s.5]
Bab 3
Susunan Arbiter
12. Jumlah arbiter
1) Para pihak bebas menentukan jumlah arbiter.
2) Dalam hal para pihak gagal menentukan jumlah arbiter, majelis arbitrase akan—
a) Dalam hal arbitrase internasional, terdiri dari tiga arbiter; dan
b) Dalam hal arbitrase arbitrase domestik, terdiri dari arbiter tunggal.
13. Penunjukan arbiter
1) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, tidak ada orang yang akan dihalangi dengan alasan kebangsaan untuk bertindak sebagai arbiter.
2) Para pihak bebas untuk menyetujui prosedur penunjukan arbiter atau ketua Arbiter.
3) Ketika para pihak gagal untuk menyetujui prosedur sebagaimana dirujuk pada ayat (2), dan arbitrase terdiri dari tiga arbiter, masing-masing pihak akan menunjuk seorang arbiter, dan dua arbiter yang ditunjuk akan menunjuk arbiter ketiga sebagai ketua arbiter.
2) Ketika pihak memohon pada Pengadilan Tinggi untuk segala tindakan sementara dan majelis arbitrase telah memutuskan terhadap setiap permasalahan yang relevan dengan permohonan, Pengadilan Tinggi akan memperlakukan segala penemuan fakta yang dibuat dalam proses keputusan tersebut oleh majelis arbitrase sebagai hal yang menentukan bagi tujuan permohonan.
3) Bagian ini juga berlaku dalam arbitrase internasional, yang lokasi arbitrasenya bukan di Malaysia.
[Ins. Act A1395:s.5]
Bab 3
Susunan Arbiter
12. Jumlah arbiter
1) Para pihak bebas menentukan jumlah arbiter.
2) Dalam hal para pihak gagal menentukan jumlah arbiter, majelis arbitrase akan—
a) Dalam hal arbitrase internasional, terdiri dari tiga arbiter; dan
b) Dalam hal arbitrase arbitrase domestik, terdiri dari arbiter tunggal.
13. Penunjukan arbiter
1) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, tidak ada orang yang akan dihalangi dengan alasan kebangsaan untuk bertindak sebagai arbiter.
2) Para pihak bebas untuk menyetujui prosedur penunjukan arbiter atau ketua Arbiter.
3) Ketika para pihak gagal untuk menyetujui prosedur sebagaimana dirujuk pada ayat (2), dan arbitrase terdiri dari tiga arbiter, masing-masing pihak akan menunjuk seorang arbiter, dan dua arbiter yang ditunjuk akan menunjuk arbiter ketiga sebagai ketua arbiter.
4) Ketika ayat (3) berlaku dan—
a) Salah satu pihak gagal untuk menunjuk seorang arbiter dalam waktu tiga puluh hari sejak diterimanya permohonan secara tertulis untuk melakukannya dari pihak lain; atau b) Kedua arbiter gagal untuk menyetujui arbiter
ketiga dalam waktu tiga puluh hari masa penunjukan atau periode yang diperpanjang sebagaimana disetujui kedua pihak, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur untuk penunjukan tersebut.
5) Ketika arbitrase dilaksanakan dengan satu arbiter—
a) Para pihak gagal untuk menyetujui prosedur sebagaimana dirujuk pada ayat (2); dan
b) Para pihak gagal untuk menyetujui arbiter tersebut, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur untuk penunjukan seorang arbiter.
6) Ketika, para pihak telah menyetujui prosedur untuk penunjukan arbiter—
a) Salah satu pihak gagal untuk bertindak sebagaimana disyaratkan dalam prosedur tersebut;
b) Para pihak, atau dua arbiter, tidak dapat mencapai persetujuan menurut prosedur tersebut; atau
c) Pihak ketiga, termasuk lembaga, gagal untuk melakukan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya berdasarkan prosedur tersebut, pihak manapun dapat meminta Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur agar mengambil tindakan yang diperlukan, kecuali persetujuan tentang prosedur penunjukan memberikan cara lain untuk memastikan penunjukan.
7) Ketika Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur tidak dapat bertindak atau gagal bertindak menurut ayat (4), (5) dan (6) dalam waktu tiga puluh hari dari permintaan, pihak manapun dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi untuk penunjukan tersebut.
8) Dalam menunjuk seorang arbiter, Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur atau Pengadilan Tinggi, sesuai dengan keadaan, harus memperhatikan—
a) Segala kualifikasi yang dibutuhkan oleh arbiter melalui persetujuan para pihak;
b) Pertimbangan lain yang mungkin untuk memastikan penunjukan arbiter yang independen dan netral; dan
c) Dalam hal arbitrase internasional, rekomendasi penunjukan arbiter yang berkewarganegaraan lain selain kewarganegaraan para pihak.
9) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap segala keputusan Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur atau Pengadilan Tinggi menurut bagian ini.
4) Ketika ayat (3) berlaku dan—
a) Salah satu pihak gagal untuk menunjuk seorang arbiter dalam waktu tiga puluh hari sejak diterimanya permohonan secara tertulis untuk melakukannya dari pihak lain; atau b) Kedua arbiter gagal untuk menyetujui arbiter
ketiga dalam waktu tiga puluh hari masa penunjukan atau periode yang diperpanjang sebagaimana disetujui kedua pihak, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur untuk penunjukan tersebut.
5) Ketika arbitrase dilaksanakan dengan satu arbiter—
a) Para pihak gagal untuk menyetujui prosedur sebagaimana dirujuk pada ayat (2); dan
b) Para pihak gagal untuk menyetujui arbiter tersebut, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur untuk penunjukan seorang arbiter.
6) Ketika, para pihak telah menyetujui prosedur untuk penunjukan arbiter—
a) Salah satu pihak gagal untuk bertindak sebagaimana disyaratkan dalam prosedur tersebut;
b) Para pihak, atau dua arbiter, tidak dapat mencapai persetujuan menurut prosedur tersebut; atau
c) Pihak ketiga, termasuk lembaga, gagal untuk melakukan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya berdasarkan prosedur tersebut, pihak manapun dapat meminta Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur agar mengambil tindakan yang diperlukan, kecuali persetujuan tentang prosedur penunjukan memberikan cara lain untuk memastikan penunjukan.
7) Ketika Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur tidak dapat bertindak atau gagal bertindak menurut ayat (4), (5) dan (6) dalam waktu tiga puluh hari dari permintaan, pihak manapun dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi untuk penunjukan tersebut.
8) Dalam menunjuk seorang arbiter, Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur atau Pengadilan Tinggi, sesuai dengan keadaan, harus memperhatikan—
a) Segala kualifikasi yang dibutuhkan oleh arbiter melalui persetujuan para pihak;
b) Pertimbangan lain yang mungkin untuk memastikan penunjukan arbiter yang independen dan netral; dan
c) Dalam hal arbitrase internasional, rekomendasi penunjukan arbiter yang berkewarganegaraan lain selain kewarganegaraan para pihak.
9) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap segala keputusan Direktur Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur atau Pengadilan Tinggi menurut bagian ini.
14. Dasar pengajuan keberatan
1) Seseorang yang dihubungi sehubungan dengan kemungkinan penunjukan orang tersebut sebagai arbiter harus mengungkapkan segala keadaan yang mungkin menimbulkan keraguan yang dapat dibenarkan mengenai kenetralan atau independensi orang tersebut.
2) Seorang arbiter harus, tanpa menunda, dari waktu penunjukan dan di seluruh proses arbitrase, mengungkapkan keadaan yang dimaksud dalam ayat (1) kepada para pihak kecuali para pihak telah diberitahu tentang keadaan tersebut oleh arbiter.
3) Seorang arbiter dapat diragukan hanya jika—
a) Keadaan yang menimbulkan keraguan yang dapat dibenarkan untuk kenetralan atau independensi arbiter; atau
b) Arbiter tersebut tidak memiliki kualifikasi yang disetujui oleh para pihak.
4) Salah satu pihak dapat mengajukan keberatan terhadap arbiter yang ditunjuk oleh pihak tersebut, atau yang dalam penunjukannya pihak tersebut turut serta, hanya untuk alasan yang pihak tersebut baru ketahui setelah penunjukan dibuat.
15. Prosedur mengajukan keberatan
1) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, pihak manapun yang bermaksud untuk mengajukan keberatan terhadap arbiter akan, dalam waktu lima belas hari setelah mengetahui pembentukan majelis arbitrase atau segala alasan yang dirujuk dalam ayat 14 (3), mengirim pernyataan tertulis mengenai alasan keberatan kepada majelis arbitrase tersebut.
2) Kecuali arbiter yang terhadapnya diajukan keberatan mengundurkan diri dari jabatannya atau pihak lain menyetujui keberatan tersebut, majelis arbitrase akan membuat keputusan mengenai keberatan tersebut.
3) Ketika keberatan tidak berhasil, pihak yang berkeberatan dapat, dalam waktu tiga puluh hari setelah menerima pemberitahuan putusan penolakan keberatan, memohon kepada Pengadilan Tinggi untuk membuat keputusan mengenai keberatan tersebut.
4) Sementara permohonan tersebut menanti keputusannya, majelis arbitrase, termasuk arbiter yang terhadapnya diajukan keberatan, dapat melanjutkan proses arbitrase dan membuat suatu putusan.
5) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi menurut ayat (3).
14. Dasar pengajuan keberatan
1) Seseorang yang dihubungi sehubungan dengan kemungkinan penunjukan orang tersebut sebagai arbiter harus mengungkapkan segala keadaan yang mungkin menimbulkan keraguan yang dapat dibenarkan mengenai kenetralan atau independensi orang tersebut.
2) Seorang arbiter harus, tanpa menunda, dari waktu penunjukan dan di seluruh proses arbitrase, mengungkapkan keadaan yang dimaksud dalam ayat (1) kepada para pihak kecuali para pihak telah diberitahu tentang keadaan tersebut oleh arbiter.
3) Seorang arbiter dapat diragukan hanya jika—
a) Keadaan yang menimbulkan keraguan yang dapat dibenarkan untuk kenetralan atau independensi arbiter; atau
b) Arbiter tersebut tidak memiliki kualifikasi yang disetujui oleh para pihak.
4) Salah satu pihak dapat mengajukan keberatan terhadap arbiter yang ditunjuk oleh pihak tersebut, atau yang dalam penunjukannya pihak tersebut turut serta, hanya untuk alasan yang pihak tersebut baru ketahui setelah penunjukan dibuat.
15. Prosedur mengajukan keberatan
1) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, pihak manapun yang bermaksud untuk mengajukan keberatan terhadap arbiter akan, dalam waktu lima belas hari setelah mengetahui pembentukan majelis arbitrase atau segala alasan yang dirujuk dalam ayat 14 (3), mengirim pernyataan tertulis mengenai alasan keberatan kepada majelis arbitrase tersebut.
2) Kecuali arbiter yang terhadapnya diajukan keberatan mengundurkan diri dari jabatannya atau pihak lain menyetujui keberatan tersebut, majelis arbitrase akan membuat keputusan mengenai keberatan tersebut.
3) Ketika keberatan tidak berhasil, pihak yang berkeberatan dapat, dalam waktu tiga puluh hari setelah menerima pemberitahuan putusan penolakan keberatan, memohon kepada Pengadilan Tinggi untuk membuat keputusan mengenai keberatan tersebut.
4) Sementara permohonan tersebut menanti keputusannya, majelis arbitrase, termasuk arbiter yang terhadapnya diajukan keberatan, dapat melanjutkan proses arbitrase dan membuat suatu putusan.
5) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi menurut ayat (3).
16. Kegagalan atau ketidakmungkinan untuk bertindak
1) Ketika arbiter menurut hukum atau dalam kenyataannya menjadi tidak dapat melakukan fungsi jabatannya, atau karena alasan lain gagal untuk bertindak tanpa penundaan yang selayaknya, mandat arbiter tersebut berakhir pada saat pengunduran diri dari jabatan atau jika para pihak menyetujui pada saat pemutusannya.
2) Ketika pihak manapun tidak menyetujui pemutusan mandat arbiter tersebut, pihak manapun dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi untuk menetapkan pemutusan tersebut dan tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi.
3) Ketika, menurut pasal ini atau ayat 15 (2), seorang arbiter mengundurkan diri dari jabatannya atau salah satu pihak menyetujui pemutusan mandat dari seorang arbiter, hal itu tidak akan berarti keabsahan dari segala alasan yang dirujuk dalam pasal ini atau ayat 14 (3).
17. Penunjukan arbiter pengganti
1) Arbiter pengganti akan ditunjuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini apabila—
a) Mandat dari seorang arbiter berakhir menurut pasal 15 atau 16;
b) Seorang arbiter mengundurkan diri dari jabatannya karena alasan lain;
c) Mandat arbiter dicabut melalui persetujuan para pihak; atau
d) Dalam hal pemutusan mandat lainnya.
2) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak—
a) Ketika arbiter tunggal atau ketua arbiter diganti, setiap persidangan yang sebelumnya dilaksanakan akan diulang di hadapan arbiter pengganti; atau
b) Ketika seorang arbiter selain arbiter tunggal atau ketua diganti, setiap persidangan yang sebelumnya dilaksanakan dapat diulang menurut kebijaksanaan majelis arbitrase.
3) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, setiap perintah atau keputusan dari majelis arbitrase yang dibuat sebelum penggantian seorang arbiter menurut pasal ini akan sah menjadi tidak sah semata-mata berdasarkan alasan telah terjadi perubahan dalam susunan majelis arbitrase tersebut.
16. Kegagalan atau ketidakmungkinan untuk bertindak
1) Ketika arbiter menurut hukum atau dalam kenyataannya menjadi tidak dapat melakukan fungsi jabatannya, atau karena alasan lain gagal untuk bertindak tanpa penundaan yang selayaknya, mandat arbiter tersebut berakhir pada saat pengunduran diri dari jabatan atau jika para pihak menyetujui pada saat pemutusannya.
2) Ketika pihak manapun tidak menyetujui pemutusan mandat arbiter tersebut, pihak manapun dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi untuk menetapkan pemutusan tersebut dan tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi.
3) Ketika, menurut pasal ini atau ayat 15 (2), seorang arbiter mengundurkan diri dari jabatannya atau salah satu pihak menyetujui pemutusan mandat dari seorang arbiter, hal itu tidak akan berarti keabsahan dari segala alasan yang dirujuk dalam pasal ini atau ayat 14 (3).
17. Penunjukan arbiter pengganti
1) Arbiter pengganti akan ditunjuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini apabila—
a) Mandat dari seorang arbiter berakhir menurut pasal 15 atau 16;
b) Seorang arbiter mengundurkan diri dari jabatannya karena alasan lain;
c) Mandat arbiter dicabut melalui persetujuan para pihak; atau
d) Dalam hal pemutusan mandat lainnya.
2) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak—
a) Ketika arbiter tunggal atau ketua arbiter diganti, setiap persidangan yang sebelumnya dilaksanakan akan diulang di hadapan arbiter pengganti; atau
b) Ketika seorang arbiter selain arbiter tunggal atau ketua diganti, setiap persidangan yang sebelumnya dilaksanakan dapat diulang menurut kebijaksanaan majelis arbitrase.
3) Kecuali disepakati sebaliknya oleh para pihak, setiap perintah atau keputusan dari majelis arbitrase yang dibuat sebelum penggantian seorang arbiter menurut pasal ini akan sah menjadi tidak sah semata-mata berdasarkan alasan telah terjadi perubahan dalam susunan majelis arbitrase tersebut.
Bab 4
Yurisdiksi Majelis Arbitrase
18. Kompetensi majelis arbitrase untuk memutus menurut yurisdiksinya
1) Majelis arbitrase dapat memutus menurut yurisdiksinya sendiri, termasuk setiap bantahan sehubungan dengan keberadaan atau keabsahan perjanjian arbitrase.
2) Untuk tujuan ayat (1) —
a) Suatu klausul arbitrase yang merupakan bagian dari perjanjian akan diperlakukan sebagai perjanjian independen dari ketentuan perjanjian lainnya; dan
b) Keputusan oleh Majelis Arbitrase bahwa perjanjian adalah tidak mengikat secara hukum tidak akan memerlukan ipso jure atas ketidakabsahan klausul arbitrase.
3) Eksepsi bahwa majelis arbitrase tidak memiliki yurisdiksi harus diajukan selambat-lambatnya sebelum pengajuan pernyataan pembelaan.
4) Salah satu pihak tidak dilarang mengajukan pembelaan menurut ayat (3) dengan alasan bahwa pihak tersebut telah menunjuk atau berpartisipasi dalam penunjukan Arbiter.
5) Eksepsi bahwa majelis arbitrase telah melewati cakupan kewenangannya akan diajukan segera setelah permasalahan yang dipersangkakan berada di luar cakupan kewenangannya ini dimunculkan selama proses arbitrase.
6) Terpisah dari ayat (3) dan (5), majelis arbitrase dapat mengakui eksepsi tersebut jika menganggap penundaan dapat dibenarkan.
7) Majelis arbitrase dapat memutus eksepsi yang merujuk pada ayat (3) atau (5), baik sebagai pertanyaan awal atau dalam putusan terkait pokok permasalahan.
8) Ketika peraturan majelis arbitrase pada eksepsi tersebut merupakan pertanyaan awal yang memiliki yurisdiksi, pihak manapun dapat, dalam waktu tiga puluh hari setelah menerima pemberitahuan dari peraturan tersebut banding ke Pengadilan Tinggi untuk memutuskan permasalahan ini.
9) Sementara banding tertunda, majelis arbitrase dapat melanjutkan proses arbitrase dan membuat suatu putusan.
10) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi menurut ayat (3).
Bab 4
Yurisdiksi Majelis Arbitrase
18. Kompetensi majelis arbitrase untuk memutus menurut yurisdiksinya
1) Majelis arbitrase dapat memutus menurut yurisdiksinya sendiri, termasuk setiap bantahan sehubungan dengan keberadaan atau keabsahan perjanjian arbitrase.
2) Untuk tujuan ayat (1) —
a) Suatu klausul arbitrase yang merupakan bagian dari perjanjian akan diperlakukan sebagai perjanjian independen dari ketentuan perjanjian lainnya; dan
b) Keputusan oleh Majelis Arbitrase bahwa perjanjian adalah tidak mengikat secara hukum tidak akan memerlukan ipso jure atas ketidakabsahan klausul arbitrase.
3) Eksepsi bahwa majelis arbitrase tidak memiliki yurisdiksi harus diajukan selambat-lambatnya sebelum pengajuan pernyataan pembelaan.
4) Salah satu pihak tidak dilarang mengajukan pembelaan menurut ayat (3) dengan alasan bahwa pihak tersebut telah menunjuk atau berpartisipasi dalam penunjukan Arbiter.
5) Eksepsi bahwa majelis arbitrase telah melewati cakupan kewenangannya akan diajukan segera setelah permasalahan yang dipersangkakan berada di luar cakupan kewenangannya ini dimunculkan selama proses arbitrase.
6) Terpisah dari ayat (3) dan (5), majelis arbitrase dapat mengakui eksepsi tersebut jika menganggap penundaan dapat dibenarkan.
7) Majelis arbitrase dapat memutus eksepsi yang merujuk pada ayat (3) atau (5), baik sebagai pertanyaan awal atau dalam putusan terkait pokok permasalahan.
8) Ketika peraturan majelis arbitrase pada eksepsi tersebut merupakan pertanyaan awal yang memiliki yurisdiksi, pihak manapun dapat, dalam waktu tiga puluh hari setelah menerima pemberitahuan dari peraturan tersebut banding ke Pengadilan Tinggi untuk memutuskan permasalahan ini.
9) Sementara banding tertunda, majelis arbitrase dapat melanjutkan proses arbitrase dan membuat suatu putusan.
10) Tidak ada banding yang dapat diajukan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi menurut ayat (3).
19. Kewenangan majelis arbitrase untuk memerintahkan tindakan sementara
1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada majelis arbitrase untuk salah satu perintah berikut ini:
a) Jaminan bagi biaya;
b) Penemuan dokumen dan pertanyaan tertulis;
c) Pembuktian melalui affidavit;
d) Penjagaan, perwakilan sementara atau penjualan dari segala properti yang merupakan pokok permasalahan sengketa;
2) Majelis arbitrase dapat meminta pihak manapun untuk menyediakan jaminan sehubungan dengan tindakan tersebut seperti yang diperintahkan dalam ayat (1).
3) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, pasal 38 dan 39 akan berlaku terhadap perintah yang dibuat oleh majelis arbitrase menurut pasal ini seolah- olah rujukan pada bagian tersebut terhadap suatu putusan merupakan rujukan ke perintah tersebut.
Bab 5
Pelaksanaan Proses Arbitrase
20. Perlakuan yang sama terhadap para pihak Para pihak harus diperlakukan dengan setara dan masing-masing pihak akan diberikan kesempatan yang adil dan wajar dalam menyampaikan argumennya.
21. Penentuan peraturan prosedur
1) Tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini, para pihak bebas untuk menyetujui prosedur yang akan diikuti oleh majelis arbitrase dalam melaksanakan proses.
2) Ketika para pihak gagal menyetujui menurut ayat (1), majelis arbitrase dapat, tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini, untuk melakukan arbitrase dengan cara yang dianggap perlu.
3) Kewenangan yang diberikan kepada majelis arbitrase menurut ayat (2) akan meliputi kewenangan untuk—
a) Menentukan diterimanya, relevansi, materialitas dan bobot bukti apapun;
b) Mempergunakan pengetahuan dan keahliannya;
c) Memerintahkan ketentuan dari keterangan lebih lanjut dalam tuntutan atau pembelaan;
d) Memerintahkan pemberian jaminan untuk biaya;
19. Kewenangan majelis arbitrase untuk memerintahkan tindakan sementara
1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, satu pihak dapat mengajukan permohonan kepada majelis arbitrase untuk salah satu perintah berikut ini:
a) Jaminan bagi biaya;
b) Penemuan dokumen dan pertanyaan tertulis;
c) Pembuktian melalui affidavit;
d) Penjagaan, perwakilan sementara atau penjualan dari segala properti yang merupakan pokok permasalahan sengketa;
2) Majelis arbitrase dapat meminta pihak manapun untuk menyediakan jaminan sehubungan dengan tindakan tersebut seperti yang diperintahkan dalam ayat (1).
3) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, pasal 38 dan 39 akan berlaku terhadap perintah yang dibuat oleh majelis arbitrase menurut pasal ini seolah- olah rujukan pada bagian tersebut terhadap suatu putusan merupakan rujukan ke perintah tersebut.
Bab 5
Pelaksanaan Proses Arbitrase
20. Perlakuan yang sama terhadap para pihak Para pihak harus diperlakukan dengan setara dan masing-masing pihak akan diberikan kesempatan yang adil dan wajar dalam menyampaikan argumennya.
21. Penentuan peraturan prosedur
1) Tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini, para pihak bebas untuk menyetujui prosedur yang akan diikuti oleh majelis arbitrase dalam melaksanakan proses.
2) Ketika para pihak gagal menyetujui menurut ayat (1), majelis arbitrase dapat, tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini, untuk melakukan arbitrase dengan cara yang dianggap perlu.
3) Kewenangan yang diberikan kepada majelis arbitrase menurut ayat (2) akan meliputi kewenangan untuk—
a) Menentukan diterimanya, relevansi, materialitas dan bobot bukti apapun;
b) Mempergunakan pengetahuan dan keahliannya;
c) Memerintahkan ketentuan dari keterangan lebih lanjut dalam tuntutan atau pembelaan;
d) Memerintahkan pemberian jaminan untuk biaya;
e) Memperbaiki dan mengubah batas waktu yang di dalamnya berbagai langkah dalam proses arbitrase harus diselesaikan;
f) Memerintahkan penemuan dan pembuatan dokumen atau materi dalam kepemilikan atau kewenangan pihak;
g) Memerintahkan untuk menjawab pertanyaan tertulis;
h) Memerintahkan bahwa segala bukti yang diberikan berada di bawah sumpah atau pengesahan; dan
i) Membuat perintah lain yang dianggap majelis arbitrase tepat.
22. Lokasi arbitrase
1) Para pihak bebas untuk menyetujui lokasi arbitrase.
2) Dalam hal para pihak gagal untuk menyetujui menurut ayat (1), lokasi arbitrase akan ditentukan oleh majelis arbitrase dengan memperhatikan keadaan kasus ini, termasuk kenyamanan para pihak.
3) Terpisah dari ayat (1) dan (2), majelis arbitrase dapat, kecuali disepakati lain oleh para pihak, bertemu di tempat manapun yang dianggap layak untuk konsultasi di antara anggotanya, untuk mendengar saksi, para pakar atau para pihak, atau untuk pemeriksaan barang, properti atau dokumen lainnya.
23. Dimulainya proses arbitrase
Kecuali disepakati lain oleh para pihak, proses arbitrase sehubungan dengan sengketa tertentu akan dimulai pada tanggal ketika permintaan secara tertulis untuk sengketa tersebut dirujuk ke arbitrase diterima oleh termohon.
24. Bahasa
1) Para pihak bebas untuk menyetujui bahasa yang akan digunakan dalam proses arbitrase.
2) Ketika para pihak gagal untuk menyetujui menurut ayat (1), majelis arbitrase akan menentukan bahasa yang digunakan dalam proses arbitrase.
3) Perjanjian atau ketentuan yang dirujuk dalam ayat (1) dan (2) masing-masing akan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian atau ketentuan, berlaku untuk setiap pernyataan tertulis yang dibuat oleh pihak, setiap persidangan dan putusan, keputusan atau komunikasi lainnya oleh majelis arbitrase.
4) Majelis arbitrase dapat memerintahkan bahwa setiap bukti dokumentasi akan disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang disetujui oleh para pihak atau ditentukan oleh majelis arbitrase.
e) Memperbaiki dan mengubah batas waktu yang di dalamnya berbagai langkah dalam proses arbitrase harus diselesaikan;
f) Memerintahkan penemuan dan pembuatan dokumen atau materi dalam kepemilikan atau kewenangan pihak;
g) Memerintahkan untuk menjawab pertanyaan tertulis;
h) Memerintahkan bahwa segala bukti yang diberikan berada di bawah sumpah atau pengesahan; dan
i) Membuat perintah lain yang dianggap majelis arbitrase tepat.
22. Lokasi arbitrase
1) Para pihak bebas untuk menyetujui lokasi arbitrase.
2) Dalam hal para pihak gagal untuk menyetujui menurut ayat (1), lokasi arbitrase akan ditentukan oleh majelis arbitrase dengan memperhatikan keadaan kasus ini, termasuk kenyamanan para pihak.
3) Terpisah dari ayat (1) dan (2), majelis arbitrase dapat, kecuali disepakati lain oleh para pihak, bertemu di tempat manapun yang dianggap layak untuk konsultasi di antara anggotanya, untuk mendengar saksi, para pakar atau para pihak, atau untuk pemeriksaan barang, properti atau dokumen lainnya.
23. Dimulainya proses arbitrase
Kecuali disepakati lain oleh para pihak, proses arbitrase sehubungan dengan sengketa tertentu akan dimulai pada tanggal ketika permintaan secara tertulis untuk sengketa tersebut dirujuk ke arbitrase diterima oleh termohon.
24. Bahasa
1) Para pihak bebas untuk menyetujui bahasa yang akan digunakan dalam proses arbitrase.
2) Ketika para pihak gagal untuk menyetujui menurut ayat (1), majelis arbitrase akan menentukan bahasa yang digunakan dalam proses arbitrase.
3) Perjanjian atau ketentuan yang dirujuk dalam ayat (1) dan (2) masing-masing akan, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian atau ketentuan, berlaku untuk setiap pernyataan tertulis yang dibuat oleh pihak, setiap persidangan dan putusan, keputusan atau komunikasi lainnya oleh majelis arbitrase.
4) Majelis arbitrase dapat memerintahkan bahwa setiap bukti dokumentasi akan disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang disetujui oleh para pihak atau ditentukan oleh majelis arbitrase.
25. Tuntutan dan pembelaan
1) Dalam periode waktu yang disetujui oleh para pihak atau, ketiadaan perjanjian tersebut, sebagaimana ditentukan oleh majelis arbitrase, pemohon akan mencantumkan—
a) Fakta pendukung tuntutannya;
b) Poin yang menjadi isu; dan
c) Ganti rugi atau pemulihan yang diupayakan, dan termohon akan menyatakan pembelaannya sehubungan dengan keterangan yang diatur dalam ayat ini, kecuali para pihak telah menyetujui sebaliknya terhadap unsur yang dibutuhkan dari pernyataan tersebut.
2) Para pihak dapat—
a) Menyerahkan bersama pernyataan mereka, segala dokumen yang relevan menurut para pihak; atau
b) Menambahkan rujukan ke dokumen atau bukti lain yang dapat diajukan para pihak.
3) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, salah satu pihak dapat mengubah atau menambah tuntutan atau pembelaan selama proses arbitrase, kecuali majelis arbitrase menganggapnya tidak tepat untuk memperkenankan amendemen tersebut dengan memperhatikan penundaan akibat pembuatannya.
26. Persidangan
1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, majelis arbitrase akan memutuskan apakah tetap akan melaksanakan persidangan lisan untuk penyajian bukti atau argumen lisan, atau apakah sidang akan dilakukan atas dasar dokumen dan materi lainnya.
2) Kecuali para pihak telah menyetujui bahwa tidak ada persidangan yang akan diselenggarakan, majelis arbitrase terhadap permohonan pihak manapun akan menyelenggarakan persidangan lisan pada tahap proses yang sesuai.
3) Para pihak akan diberikan pemberitahuan sebelumnya yang layak untuk setiap persidangan dan untuk setiap pertemuan majelis arbitrase untuk keperluan pemeriksaan barang, properti, atau dokumen lainnya.
4) Semua pernyataan, dokumen atau informasi lain yang diberikan kepada majelis arbitrase oleh satu pihak harus dikomunikasikan kepada pihak lain.
5) Setiap laporan pakar atau bukti yang dapat dijadikan dasar oleh majelis arbitrase dalam membuat keputusan akan dikomunikasikan kepada para pihak.
25. Tuntutan dan pembelaan
1) Dalam periode waktu yang disetujui oleh para pihak atau, ketiadaan perjanjian tersebut, sebagaimana ditentukan oleh majelis arbitrase, pemohon akan mencantumkan—
a) Fakta pendukung tuntutannya;
b) Poin yang menjadi isu; dan
c) Ganti rugi atau pemulihan yang diupayakan, dan termohon akan menyatakan pembelaannya sehubungan dengan keterangan yang diatur dalam ayat ini, kecuali para pihak telah menyetujui sebaliknya terhadap unsur yang dibutuhkan dari pernyataan tersebut.
2) Para pihak dapat—
a) Menyerahkan bersama pernyataan mereka, segala dokumen yang relevan menurut para pihak; atau
b) Menambahkan rujukan ke dokumen atau bukti lain yang dapat diajukan para pihak.
3) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, salah satu pihak dapat mengubah atau menambah tuntutan atau pembelaan selama proses arbitrase, kecuali majelis arbitrase menganggapnya tidak tepat untuk memperkenankan amendemen tersebut dengan memperhatikan penundaan akibat pembuatannya.
26. Persidangan
1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, majelis arbitrase akan memutuskan apakah tetap akan melaksanakan persidangan lisan untuk penyajian bukti atau argumen lisan, atau apakah sidang akan dilakukan atas dasar dokumen dan materi lainnya.
2) Kecuali para pihak telah menyetujui bahwa tidak ada persidangan yang akan diselenggarakan, majelis arbitrase terhadap permohonan pihak manapun akan menyelenggarakan persidangan lisan pada tahap proses yang sesuai.
3) Para pihak akan diberikan pemberitahuan sebelumnya yang layak untuk setiap persidangan dan untuk setiap pertemuan majelis arbitrase untuk keperluan pemeriksaan barang, properti, atau dokumen lainnya.
4) Semua pernyataan, dokumen atau informasi lain yang diberikan kepada majelis arbitrase oleh satu pihak harus dikomunikasikan kepada pihak lain.
5) Setiap laporan pakar atau bukti yang dapat dijadikan dasar oleh majelis arbitrase dalam membuat keputusan akan dikomunikasikan kepada para pihak.
27. Kesalahan salah satu pihak
1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, jika tanpa menunjukkan alasan yang cukup—
a) Pemohon gagal untuk mengomunikasikan tuntutan sesuai dengan ayat 25 (1), majelis arbitrase akan menghentikan proses;
b) Termohon gagal untuk mengomunikasikan pembelaan sesuai dengan ayat 25 (1), majelis arbitrase akan melanjutkan proses tanpa memperlakukan kegagalan tersebut sebagai pengakuan dari tuduhan pemohon;
c) Pihak manapun gagal untuk hadir di persidangan atau untuk menghasilkan bukti dokumenter, majelis arbitrase dapat melanjutkan proses dan membuat putusan atas bukti-bukti yang ada padanya; atau
d) Pemohon gagal untuk melanjutkan tuntutan, majelis arbitrase dapat membuat putusan menolak tuntutan atau memberikan arahan, dengan atau tanpa syarat, untuk dapat memutuskan tuntutan secara cepat.
28. Pakar yang diangkat oleh majelis arbitrase 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, majelis
arbitrase dapat—
a) Menunjuk satu atau lebih pakar untuk melaporkan tentang isu spesifik yang akan diputus oleh majelis arbitrase; atau
b) Meminta satu pihak untuk memberikan kepada pakar segala informasi yang relevan atau untuk menghasilkan atau untuk menyediakan akses ke semua dokumen yang relevan, barang atau properti lain untuk pemeriksaan oleh pakar.
2) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, jika pihak meminta atau jika majelis arbitrase menganggapnya perlu, pakar akan, setelah penyampaian laporan tertulis atau lisan, berpartisipasi dalam persidangan yang di dalamnya para pihaknya memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada pakar tersebut dan menghadirkan saksi ahli lainnya untuk bersaksi pada pengambilan poin yang menjadi isu.
29. Bantuan pengadilan dalam menggunakan bukti
1) Setiap pihak dengan persetujuan majelis arbitrase dapat mengajukan pada Pengadilan Tinggi untuk bantuan dalam pengambilan bukti.
2) Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan kehadiran saksi untuk memberikan bukti atau, apabila dapat diberlakukan, menghadirkan dokumen di bawah sumpah atau pengesahan di hadapan pejabat Pengadilan Tinggi atau orang lain, termasuk majelis arbitrase.
27. Kesalahan salah satu pihak
1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, jika tanpa menunjukkan alasan yang cukup—
a) Pemohon gagal untuk mengomunikasikan tuntutan sesuai dengan ayat 25 (1), majelis arbitrase akan menghentikan proses;
b) Termohon gagal untuk mengomunikasikan pembelaan sesuai dengan ayat 25 (1), majelis arbitrase akan melanjutkan proses tanpa memperlakukan kegagalan tersebut sebagai pengakuan dari tuduhan pemohon;
c) Pihak manapun gagal untuk hadir di persidangan atau untuk menghasilkan bukti dokumenter, majelis arbitrase dapat melanjutkan proses dan membuat putusan atas bukti-bukti yang ada padanya; atau
d) Pemohon gagal untuk melanjutkan tuntutan, majelis arbitrase dapat membuat putusan menolak tuntutan atau memberikan arahan, dengan atau tanpa syarat, untuk dapat memutuskan tuntutan secara cepat.
28. Pakar yang diangkat oleh majelis arbitrase 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, majelis
arbitrase dapat—
a) Menunjuk satu atau lebih pakar untuk melaporkan tentang isu spesifik yang akan diputus oleh majelis arbitrase; atau
b) Meminta satu pihak untuk memberikan kepada pakar segala informasi yang relevan atau untuk menghasilkan atau untuk menyediakan akses ke semua dokumen yang relevan, barang atau properti lain untuk pemeriksaan oleh pakar.
2) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, jika pihak meminta atau jika majelis arbitrase menganggapnya perlu, pakar akan, setelah penyampaian laporan tertulis atau lisan, berpartisipasi dalam persidangan yang di dalamnya para pihaknya memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada pakar tersebut dan menghadirkan saksi ahli lainnya untuk bersaksi pada pengambilan poin yang menjadi isu.
29. Bantuan pengadilan dalam menggunakan bukti
1) Setiap pihak dengan persetujuan majelis arbitrase dapat mengajukan pada Pengadilan Tinggi untuk bantuan dalam pengambilan bukti.
2) Pengadilan Tinggi dapat memerintahkan kehadiran saksi untuk memberikan bukti atau, apabila dapat diberlakukan, menghadirkan dokumen di bawah sumpah atau pengesahan di hadapan pejabat Pengadilan Tinggi atau orang lain, termasuk majelis arbitrase.
Bab 6
Pembuatan Putusan Dan Penghentian Proses
30. Hukum yang berlaku untuk substansi sengketa
1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, dalam hal arbitrase domestik yang lokasi arbitrasenya di Malaysia, majelis arbitrase akan memutuskan sengketa sesuai dengan hukum substantif Malaysia.
[Am. Act A1395:s.6]
2) Dalam hal arbitrase internasional, majelis arbitrase akan memutuskan sengketa sesuai dengan hukum yang disetujui oleh para pihak sebagaimana yang berlaku pada substansi sengketa.
3) Setiap ketetapan oleh para pihak terhadap hukum dari Negara tertentu akan ditafsirkan, kecuali dinyatakan lain, secara langsung merujuk pada hukum substantif dari Negara tersebut dan tidak pada peraturan hukum yang bertentangan.
4) Dalam hal ketiadaan perjanjian menurut ayat (2), majelis arbitrase akan memberlakukan hukum yang ditentukan oleh peraturan hukum yang bertentangan.
5) Majelis arbitrase akan, dalam semua kasus, memutuskan sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian dan akan memperhitungkan praktik perdagangan yang berlaku pada transaksi.
31. Pengambilan keputusan oleh majelis arbiter 1) Kecuali disepakati lain oleh para pihak, dalam setiap
proses arbitrase dengan lebih dari satu arbiter, setiap keputusan majelis arbitrase akan dibuat dengan suara mayoritas dari semua anggotanya.
2) Apabila diberi wewenang oleh para pihak atau oleh semua anggota majelis arbitrase, pertanyaan atas prosedur dapat diputuskan oleh ketua arbiter.
32. Penyelesaian
1) Jika, selama proses arbitrase, para pihak menyelesaikan sengketa, majelis arbitrase akan menghentikan sidang dan, jika diminta oleh para pihak dan tidak mendapatkan keberatan dari majelis arbitrase, mencatat penyelesaian dalam bentuk putusan dengan ketentuan yang disetujui.
2) Suatu putusan terhadap ketentuan yang disetujui akan dibuat sesuai dengan ketentuan pasal 33 dan akan menyatakan bahwa hal tersebut adalah sebuah putusan.
3) Suatu putusan yang dibuat menurut ayat (1) akan memiliki status dan pengaruh yang sama sebagai putusan pada pokok persoalan tersebut.
33. Bentuk dan isi putusan
1) Suatu putusan akan dibuat secara tertulis dan tunduk pada ayat (2) akan ditandatangani oleh arbiter.