• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan anak merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena perkembangan anak pada fase awal akan mempengaruhi perkembangan pada fase selanjutnya. Sekitar 7,6 juta anak di seluruh dunia meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dan lebih dari 190 juta anak yang hidup tidak dapat mencapai usia perkembangannya yang potensial (WHO, 2012). Indonesia adalah negara ketiga terbesar dalam jumlah anak yang belum diimunisasi dan kelima terbesar dalam jumlah anak yang menderita hambatan pertumbuhan dan perkembangan (UNICEF, 2012). Jumlah balita yang mencapai 10% dari penduduk Indonesia, menjadikan tumbuh kembang balita harus diperhatikan karena berpengaruh pada banyak aspek kehidupan mereka kedepannya (Depkes RI, 2005)

Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Seorang anak tidak akan bisa berdiri bila pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat, karena itu perkembangan awal merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya (Depkes RI, 2005). Usia di bawah 24 bulan merupakan periode emas dalam kehidupan seorang anak karena pada saat itu terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak secara cepat, yang selanjutnya menjadi dasar untuk perkembangan pengetahuan, fisik, mental, rohani, dan sosial yang berdampak kepada penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas (Kemenkes RI, 2010).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa minimnya perhatian dalam hal kesehatan dan pendidikan akan memberikan dampak negatif perkembangan anak

(2)

2

selama masa perkembangannya dan mempengaruhi kehidupan mereka di masa depan (UNICEF, 2012). Gangguan perkembangan di masa anak-anak berpotensi terjadi pada usia 0-12 tahun. Pada dasarnya, tiap-tiap tahap perkembangan memiliki potensi gangguan perkembangan yang berbeda-beda, tergangtung pada fase perkembangan yang dialami di setiap usia anak. Ganguan perkembangan yang potensial terjadi adalah gangguan bicara, keterlambatan mental, autis, gangguan pemusatan perhatian dan lain-lain (Fadhli, 2010). Di Yogyakarta, klinik RSUP Dr.

Sardjito mencatat 1681 kunjungan konsultasi selama tahun 2011-2013 dan mengelompokkan 4 besar permasalahan perkembangan pada anak, yaitu gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas sebanyak 30,40%, gangguan emosi dan perilaku anak 21,14%, kesulitan dan gangguan belajar 15,90%, serta keterlambatan perkembangan sebanyak 11,03% (Bappeda DIY, 2013).

Agar dapat meningkatkan kualitas perkembangan anak sepenuhnnya, diperlukan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu mulai dari ketika anak masih berada di dalam rahim hingga mencapai usia 6 tahun (UNICEF, 2012).

Salah satu bentuk pelaksanaan pelayanan kesehatan yang memiliki peran dalam meningkatkan dan memantau perkembangan anak adalah Puskesmas (Pusat Kesehatan masyarakat) dengan mengadakan program yang dinamakan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu).

Posyandu memiliki peran penting sebagai salah satu kegiatan untuk memantau perkembangan anak. Pemerintah, melalui posyandu, berusaha memberikan pendidikan mengenai perkembangan anak dengan menyelenggarakan pelatihan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) (Kemenkes RI, 2010). Akan tetapi

(3)

3

pelaksanaan pelatihan DDTK masih banyak terkendala pada kemampuan kader dan ketidakefektifan metode pelatihan (Purwandari, 2008). Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Puskesmas Mantrijeron, didapatkan hasil bahwa pelatihan DDTK yang pernah dilaksanakan di puskesmas tersebut tidak memberikan hasil yang optimal. Hal ini dibuktikan dengan tidak berjalannya kegiatan deteksi dini tumbuh kembang anak di Puskesmas Mantrijeron oleh kader karena tidak adanya follow-up dari puskesmas. Padahal, jika deteksi dini ini tidak dilakukan,

penyimpangan tumbuh kembang yang terjadi pada anak tidak dapat terdeteksi dan ditindaklanjuti (Kemenkes RI, 2012).

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kader posyandu khususnya dalam melakukan penyuluhan kepada ibu-ibu balita menjadi salah satu alasan kurang berhasilnya sistem pelayanan di posyandu (Susanti, 2014). Dari hasil studi pendahuluan, tidak optimalnya pelatihan DDTK yang pernah dilaksanakan membuat kader masih merasa kebingungan dalam menentukan kriteria anak yang mengalami masalah perkembangan. Berdasarkan hal di atas, kader sebagai penyelengara posyandu harus memiliki pengetahuan mengenai perkembangan anak. Pengetahuan kader posyandu ini sangat penting sebagai pedoman utama bagi kader dalam melakukan perannya agar dapat memberi masukan bagi orang tua untuk dapat merawat anak mereka dengan baik (Agustin et al, 2012). Untuk mengatasi kurangnya pengetahuan mengenai deteksi perkembangan anak maka perlu diupayakan pelatihan bagi kader tentang perkembangan anak.

Selain pengetahuan, kader dalam melaksanakan tugasnya juga dipengaruhi oleh efikasi diri (Notoatmodjo, 2005 cit Zahara, 2013). Seperti halnya pada penelitian

(4)

4

Dambisya (2007) yang menjelaskan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh efikasi diri mengenai keyakinan mereka terhadap tugas yang mereka lakukan (Rohmah, 2013). Efikasi diri yang tinggi sangat perlu dimiliki oleh tenaga kesehatan yang salah satu tugasnya adalah memberikan edukasi kepada orang lain.

Pada penelitian Susanti (2014) didapatkan hasil bahwa alasan tidak dilakukannya penyuluhan pada kegiatan posyandu adalah karena kader merasa kurang mampu dalam melakukan kegiatan penyuluhan kepada orang tua balita.

Selain itu, kader posyandu lebih mengharapkan petugas kesehatan saja yang memberikan penyuluhan kepada orang tua. Salah satu manfaat penguatan efikasi diri pada tenaga kesehatan adalah dapat melakukan komunikasi dengan baik.

Sebuah penelitian oleh Hall (2005) menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang tidak memiliki kepercayaan diri dalam berkomunikasi membuat orang tua merasa tidak nyaman (Ammentorp et al, 2009). Seperti halnya pada tenaga kesehatan, kader yang berperan dalam memberikan edukasi kepada orang tua dan merupakan perpanjangan tangan dari tenaga kesehatan di puskesmas juga perlu memiliki efikasi diri yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi akan mampu berpikir cepat dan memiliki rasa percaya diri yang stabil dalam mengelola tugasnya disaat situasi yang menuntut tingkat stres yang tinggi (Rohmah, 2013). Tidak banyaknya penelitian yang membahas mengenai efikasi diri kader membuat peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran efikasi diri pada kader.

(5)

5

Pengetahuan dan efikasi diri kader posyandu bisa didapatkan dari pelatihan tentang perkembangan anak, yaitu Pelatihan CCD (Care for Child Development).

Pelatihan ini merupakan program dari WHO dan UNICEF yang bertujuan untuk meningkatkan pengasuhan perkembangan anak berbasis komunitas dan keluarga dalam rangka meningkatkan kemampuan orangtua dalam merawat bayi. CCD membantu keluarga membangun hubungan yang erat dengan anak-anak mereka dan membantu mengatasi masalah yang sering muncul (UNICEF & WHO, 2012).

Implementasi penggunaan modul CCD di negara-negara Asia Tengah memperlihatkan hasil yang positif di area penerapan program CCD ini (Engle et al, 2011). Dengan dilakukannya pelatihan ini, diharapkan kader posyandu dapat memberikan konseling kepada keluarga dan pengasuh anak mengenai permasalah- permasalah yang dihadapi terkait perkembangan anak. Pelatihan CCD yang pertama kali dilakukan di Kota Yogyakarta juga akan mendukung penghargaan yang diberikan kepada Kota Yogyakarta sebagai KLA (Kota Layak Anak) (Widiyanto, 2012). Salah satu indikator sebuah kota dikatakan KLA menurut Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2009 adalah adanya akses terhadap pelayanan dasar, seperti kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal.

Mengingat peran kader yang sangat strategis melalui kegiatan pemantauan perkembangan anak di posyandu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh pelatihan Care for Child Development terhadap pengetahuan dan efikasi diri kader di Kota Yogyakarta”.

(6)

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian : “Bagaimana pengaruh pelatihan Care for Child Development terhadap efikasi diri dan pengetahuan kader posyandu mengenai perkembangan anak?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pelatihan Care for Child Development terhadap pengetahuan dan efikasi diri kader

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan kader mengenai perkembangan balita sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Care for Child Development.

b. Mengetahui perbedaan tingkat efikasi diri kader sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan Care for Child Development.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat institusi

a. Bagi pendidikan.

Menambah keragaman pengetahuan dan penelitian bagi dunia keperawatan anak dan komunitas dalam hal pelayanan kesehatan dasar khususnya perkembangan anak

b. Bagi puskesmas.

Hasil penelitian bisa dijadikan masukan kepada pihak puskesmas agar lebih memperhatikan pelayanan kesehatan yang berfokus pada perkembangan anak.

(7)

7

2. Manfaat praktis

a. Bagi kader posyandu.

Menambah pengetahuan dan keterampilan tetang perkembangan anak.

b. Bagi orang tua.

Sebagai masukan agar orang tua tanggap terhadap perkembangan anak C. Keaslian Penelitian

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang berhubungan dengan pengaruh pelatihan terhadap pengetahuan kader mengenai perkembangan anak adalah : 1. Kusumawardani (2013) : “Pengaruh Pelatihan deteksi Dini Perkembangan Mental Emosional Anak Terhadap Pengetahuan, Motivasi dan Ketermpilan Kader Posyandu di Wilayah Puskesmas Sewon II, Bantul”. Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimental one group pretest posttest yang dilakukan pada 39 kader posyandu. Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober-November 2012.

Hasil dari penelitian ini adalah adanya peningkatan pengetahuan kader posyandu sebelum dan sesudah pelatihan deteksi dini perkembangan mental emosional anak serta sebagian besar kader posyandu memiliki tingkat motivasi dan keterampilan yang cukup setelah diberikan pelatihan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah variabel yang sama yaitu pengetahuan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah tempat yang berbeda. Tempat penelitian Kusumawardani di Puskesmas Sewon II, Bantul sedangkan penelitian yang akan dilakukan di Puskesmas Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

(8)

8

2. Lestari (2010) : “Pengaruh Pelatihan Deteksi Dini Tumbuh Kembang terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan, Bidan di Kabupaten Banjar”. Rancangan penelitian ini adalah quasi experiment, dengan desain pretest- posttest with control group design. Sampel berjumlah 74 bidan. Instrumen yang

digunakan adalah kuesioner. Pengambilan data dilakukan dari bulan Januari-Maret 2010. Hasil dari penelitian ini adalah pelatihan DDTK yang dilakukan selama tiga hari efektif meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada bidan yang mendapatkan intervensi dalam melakukan deteksi dini tumbuh kembang pada anak.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah variabel yang sama yaitu pengetahuan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah tempat dan metode. Tempat penelitian Lestari dilaksanakan di Kabupaten Banjar sedangkan penelitian yang akan dilakukan dilaksanakan di Puskesmas Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

3. Ammentorp et al (2009) : “Coach training can improve the self-efficacy of neonatal nurses. A pilot study”. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan

cara menginvestigasi efek dari pelatihan selama tiga hari di unit perawatan neonatal rumah sakit Kolding, Denmark dengan jumlah sampel berjumlah 44. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner efikasi diri. Hasil dari penelitian ini adalah pelatihan pembinaa yang dilakukan selama tiga hari efektif meningkatkan efikasi diri dan kinerja perawat neonatal dalam melakukan edukasi kepada orang tua.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah variabel yang sama yaitu efikasi diri. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah tempat dan karakteristik responden. Tempat penelitian ini

(9)

9

dilaksanakan di Denmark sedangkan penelitian yang akan dilakukan dilaksanakan di, Kota Yogyakarta, Indonesia. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah perawat di bangsal neonatal, sedangkan responden yang akan diikutsertakan dalam penelitian adalah kader kesehatan di Puskesmas Mantrijeron.

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

Oleh karena itu, peristiwa turunnya Al Qur’an selalu terkait dengan kehidupan para sahabat baik peristiwa yang bersifat khusus atau untuk pertanyaan yang muncul.Pengetahuan

Jadi keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman atau keberagaman dari mahluk hidup yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan – perbedaan sifat, diantaranya

and you can see from the radar screen – that’s the screen just to the left of Professor Cornish – that the recovery capsule and Mars Probe Seven are now close to convergence..

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū

Sumber data sekunder yang dimaksud berupa buku dan laporan ilmiah primer atau asli yang terdapat di dalam artikel atau jurnal (tercetak dan/atau non-cetak)

[r]