• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Rendemen

Hasil pengamatan terhadap rendemen dan perhitungan statistik, dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 3. Semakin lama waktu pengasapan, rendemen minyak biji picung yang tanpa dirajang maupun dirajang cenderung meningkat. Rendemen minyak tertinggi diperoleh dari biji tanpa perajangan dengan waktu pengasapan selama 30 jam, yaitu sebesar 51,81%. Rendemen minyak terendah diperoleh dari biji tanpa perajangan dengan waktu pengasapan selama 12 jam, yaitu sebesar 46,34%.

54 52 - S 50 -

I 46 - 44 -

-Tanpa perajangan - Perajangan

H i T 1 r r

12 18 24 Pengasapan (jam)

1 '

30

Gambar 4. Grafik rendemen Tabel 3. Rerata Rendemen Minyak

Pengasapan (B) Perlakuan (A)

Rerata dalam jam Tanpa Perajangan (%) Perajangan (%)

Rerata

12 46,340'* 50,027" 48,183"

18 50,130" 49,993" 50,062"

24 49,413" 50,873" 50,143"

30 51,810" 49,880" 50,845"

Rerata 49,423" 50,193"

KK = 3,99

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan perajangan dan lamanya pengasapan berpengaruh tidak nyata terhadap rendemen minyak yang dihasilkan. Hal ini diduga karena pengasapan selama 12 jam sampai 30 jam telah mencapai ambang batas untuk mendapatkan rendemen minyak yang diinginkan. Menurut Rush (1977), senxakin banyaknya panas yang diterima oleh bahan untuk menguapkan sel-sel minyak dari bahan, semakin banyak uap yang berhubungan dengan sel-sel minyak di dalam jaringan bahan, sehingga minyak yang terektraksi semakin banyak. Selain itu,

(2)

perlakxian pengasapan setelah 12 jam baik pada biji tanpa perajangan maupun dengan perajangan rendemen minyak yang dihasilkan sudah niemperoleh hasil yang maksimal.

4,2. Kadar Air Bahan

Hasil pengamatan terhadap kadar air bahan menunjukkan, semakin lama pengasapan kadar air semakin kecil, baik pada tanpa perajangan maupun perajangan.

Kadar air bahan untuk tanpa perajangan lebih besar bila dibandingkan dengan perajangan. Tanpa perajangan terletak antara 2,511% sampai 5,004%, dan perajangan 0,843% sampai 3,090% (Gambar 5). Hal ini diduga adanya perajangan sebelum pengasapan, yang mengakibatkan luas permukaan menjadi besar sehingga proses penguapan air dari bahan lebih cepat.

6 -I

12 18 24 30 Pengasapan Qam)

Gambar 5. Grafik kadar air bahan

Setelah dianalisis secara statistik serta dilanjutkan dengan uji Beda Nyata "

Terkecil (BNT) pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan perlakuan perajangan, lamanya pengasapan dan interaksinya memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air bahan. Kadar air terkecil diperoleh pada 30 jam pengasapan dengan perajangan (0,843%). Kadar air terbesar pada 12 jam pengasapan tanpa perajangan (5,004).

Pada 30 jam pengasapan dengan perajangan berpengaruh nyata terhadap kadar air bahan pada semua pengasapan. 24 jam pengasapan dengan perajangan berpengaruh tidak nyata terhadap 30 jam pengasapan tanpa perajangan dan berpengaruh nyata terhadap pengasapan lainnya. 18 jam pengasapan dengan perajangan berpengaruh tidak nyata terhadap 12 jam pengasapan dengan perajangan, 30 jam dan 24 jam pengasapan tanpa perajangan, sedangkan dengan pengasapan lainnya berpengaruh nyata. Untuk 18 jam pengasapan tanpa perajangan berpengaruh

(3)

nyata terhadap semua pengasapan, begitu juga dengan 12 jam pengasapan tanpa perajangan.

Tebel 4. Kadar Air Bahan

Pengasapan (B) Perlakuan (A)

Rerata dalam jam Tanpa Perajangan (%) Perajangan (%)

Rerata

12 5,004' 3,090'='* 4,047"

18 3,624'' 2,801'='' 3,212*=

24 2,925''' 1,789'' 2,357"

30 2,511*"= 0,843" 1,677"

Rerata 3,519" 2,130"

K K = 6,23%

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.

Berpengaruh nyatanya kadar air bahan tersebut diakibatkan karena terjadinya perbedaan tekanan uap antara air pada bahan dengan uap air di udara. Tekanan uap air pada umumnya lebih besar dari udara sehingga teijadi perpindahan massa air dari bahan ke udara. Selain itu dengan semakin besarnya energi panas yang dibawa udara akibat dari makin tingginya suhu dan lamahya waktu pengeringan maka jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan biji picung semakin banyak. Hal ini diperkuat oleh Taib et al (1988) dalam Histifarrna dkk (2004), menyatakan bahwa kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaannya akan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan dan makin lamanya proses pengeringan, sehingga kadar air yang dihasilkan semakin rendah.

4.3. Kadar Air Minyak

Hasil pengamatan kadar air minyak dan perhitungan statistik, dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 5. Gambar 6 memperlihatkan bahwa semakin lama waktu pengasapan baik pada biji picung yang tanpa dirajang maupun yang dirajang, kadar air minyak yang dihasilkan semakin menurun. Kadar air minyak terendah diperoleh dari biji picung yang dirajang setelah diasapi selama 30 jam (0,099%).. Kadar air minyak tertinggi diperoleh dari biji picung tanpa dirajang setelah diasapi selama 12 jam (0,518%). Bila dibandingkan dengan standar mutu minyak goreng (SNI-3741-

1995), kadar air minyak dari biji yang dirajang dengan pengasapan 12 sampai 30 jam

(4)

sudah memenuhi standar (maksimum 0,300%). Akan tetapi, kadar air minyak dari biji tanpa dirajang baru memenuhi standar setelah diasapi selama 30 jam (0,259%).

Hasil analisis sidik ragam dan uji BNT kadar air (Tabel 5) menunjukkan bahwa, perlakuan perajangan dan lama pengasapan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air minyak. Berpengaruh nyatanya disebabkan karena perajangan dapat memperbesar luas permukaan, sehingga pengeringan uap air akan lebih cepat terjadi pada biji yang dirajang. Selain itu, lamanya pengasapan juga mempengaruhi kadar air minyak, semakin lama pengasapan kadar air minyak semakin kecil. Sejalan dengan pendapat Winarno (1983) dan Motondang (1991), semakin tinggi temperatur dan lama pengeringan maka semakin cepat terjadi penguapan, sehingga kandungan air di dalam bahan semakin rendah.

0,6-,

•5 0,4 -

? 0,2 - 0 -

•-0AI&

,416

8;359

^ -a 0,099

1 — I 1 1

12 jam 18 jam 24 jam 30 jam Pengasapan

4—Tanpa perajangan perajangan - A - S N I

Gambar 6. Grafik kadar air minyak Tabel 5. Rerata Kadar Air Minyak

Pengasapan (B) Perlakuan (A)

dalam jam Tanpa Perajangan (%) Perajangan (%)

Rerata

12 0,518' 0,322"* 0,420'*

18 0,471' 0,230"" 0,350'

24 0,416' 0,173" 0,295"

30 0,259"" 0,099" 0,179"

Rerata 0,416' 0,206"

K K = 10,16%

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.

Kadar air pada minyak erat kahannya dengan proses kerusakan. Jika kadar air yang terdapat di dalam minyak besar maka minyak akan mudah mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas. Selain itu juga memicu pertumbuhan jamur dan bakteri di dalam minyak yang dapat mempercepat proses hidrolisis dengan adanya enzim-enzim yang dikandungnya, sehingga bilangan asam dan peroksidanya akan meningkat yang mengakibatkan minyak tengik.

(5)

4.4. Bilangan Asam

Bilangan asam yang dihasilkan dari minyak biji picung pada setiap perlakuan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI-3741-1995 maksimum 3 mg/g).

Berdasarkan Gambar 7, semakin lama pengasapan bilangan asam cenderung tetap.

Minyak biji picung yang dirajang memiliki kadar asam yang lebih tinggi dari pada minyak biji tanpa dirajang. Bilangan asam tertinggi diperoleh dari minyak biji picung yang dirajang dengan lama pengasapan 18 jam, yaitu sebesar 3,027%. Bilangan asam terendah diperoleh dari minyak biji picung tanpa perajangan dengan lama pengasapan 18 jam, yaitu sebesar 1,426%. Hal ini diduga karena bahan yang dirajang lebih mudah teroksidasi dari pada tanpa dirajang akibat dari kombinasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba.

1 *i

I '

| F i ^ B 5 r - » ^ ^ = * 4 w 9 ^ 5.602

• - • W 6 a t _ . ^ 2 B - ^ ^ ^ ^ ^ 1,433 —•—Tanpa perajangan

—Wh~ Perajangan - A r - S N I 12 18 24 30

Pengasapan (jam)

Gambar 7. Grafik bilangan asam

Setelah dianalisis secara statistik, hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan perajangan memberikan pengaruh nyata terhadap bilangan asam minyak picung. Hal ini disebabkan karena perlakuan perajangan akan mempercepat terbentuknya asam lemak bebas pada minyak. Perajangan akan meningkatkan luas permukaan, sehingga memudahkan bahan terkontaminasi oleh mikroorganisme, kontak dengan udara luar dan mempercepat proses reaksi enzim di dalam bahan.

Disamping itu adanya proses perendaman sebelum penggasapan akan mempercepat reaksi hidrolisis minyak pada bahan.

Tabel 6. Rerata Bilangan Asam

Pengasapan (B) Perlakuan (A)

Rerata dalam jam Tanpa Perajangan (mg/g) Perajangan (mg/g)

12 1,606" 2,634" 2,120"

18 1,426" 3,027" 2,227"

24 1,857" 2,749" 2,303"

30 1,433" 2,602" 2,018"

Rerata 1,581" 2,753"

K K = 12,38

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh humf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.

(6)

Ketaren (1986) menyatakan, asam lemak terbentuk karena proses hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Hidrolisis lemak terjadi pada asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak ini lebih mudah menguap dan berbau tidak enak. Akibatnya minyak yang dihasilkan berbau tengik, rasanya tidak enak dan mengakibatkan warna gelap pada minyak serta menimbulkan karat jika minyak tersebut dipanaskan dalam wajan besi.

4.5. Biianga Iodin

Hasil pengamatan bilangan iodin dan perhitungan statistik, dapat dilihat pada Gambar 8 dan Tabel 7. Bilangan iodin menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan takjenuh pada sampel minyak. Dari Gambar 8 diketahui bahwa, bilangan iodin dari semua perlakuan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI-3741-1995

±10). Pada perlakuan tanpa perajangan lebih tinggi dari perajangan, hal ini diduga perajangan dapat mempercepat reaksi oksidasi yang mengakibatkan ikatan rangkap menjadi terputus pada saat proses perajangan. Hasil analisis sidik ragam dan Uji BNT juga menunjukkan bahwa lamanya pengasapan pada berbagai perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap bilangan iodin minyak yang dihasilkan, walaupun angka bilangan iodin pada masing-masing perlakuan menunjukkaan perbedaan.

c 10,5 1

c 10 • re Ol

c 9,5- re

m 9

12 18 24 Pengasapan (Jam)

30

-Tanpa perjangan Perajangan

Gambar 8. Grafik bilangan iodin Tabel 7. Rerata Bilangan Iodin

Pengasapan (B) dalam jam

Perlakuan (A)

Tanpa Perajangan (mg/g) Perajangan (mg/g) Rerata

12 10,322" 9,872" 10,052"

18 10,273" 9,773" 10,023"

24 10,217* 9,883" 10,050"

30 10,179" 9,932" 10,055"

Rerata 10,247" 9,843"

KK = 7,57%

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sania berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.

(7)

Semakin tingginya bilangan iodin, mutu minyak semakin baik (Ketaren, 1986). Keuntungan yang diperoleh dari bilangan iodin yang tinggi (banyak ikatan rangkap) adalah minyak yang tidak mudah membeku pada suhu kamar (Widayat dkk.

2005).

4.6. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak atau lemak. Hasil pengamatan diketahui bahwa, bilangan peroksida dari perlakuan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI-3741-1995 maksimum 2 mg/g). Dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 8.

, 2 . 5

I 2

I 1.5-

a ^ •

S 0.5 •

» 0

Jk-2 ik-2 Ar2 • 2

^ M § % = ^ f t ? M 4 - ^ 0 T a e 4 ~ - a o.2»8 12 18 24 30

Pengasapan (jam)

•—•— Tanpa perajangan

—B— Perajangan

ra 0.35 -1

1 0.3 •

•g 0,25-

l 0,2- c 0,15 -

I

0 . 1 -

JH 0.05 - m 0 -

hO.246-^0,2

mi

12 18 24 Pengasapan (jam)

30

•—Tanpa perajangan Perajangan

Gambar 9. Grafik bilangan peroksida

Dari Gambar 9 diketahui bahwa, bilangan peroksida minyak hasil perlakuan tanpa perajangan lebih tinggi dari pada perlakuan perajangan. Lamanya pengasapan tidak mempengaruhi bilangan peroksida minyak yang dihasilkan (masih dalam SNI).

Hal ini diduga antioksidan yang terdapat dalam biji picung seperti tokotrienol mampu menghambat proses ketengikan pada saat perajangan. Sehingga minyak yang dihasilkan tidak tengik (bilangan peroksidanya kecil), berbeda dengan minyak lainnya. Menurut Puspitasari dkk. (1994) senyawa antioksidan dalam biji picung yang bersifat non polar adalah tokotrienol (oc, y, 5-tokotrienol), dan senyawa dominannya

(8)

adalah y-tokotrienol yang dapat menghambat proses ketengikan baik pada bahan dan minyak yang dihasilkan.

Setelah dianalisis secara statistik serta dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rerata Bilangan Peroksida

Pengasapan (B) Perlakuan (A)

Rerata dalam jam Tanpa Perajangan (mg/g) Perajangan (mg/g)

12 0,316" 0,191" _ 0,253"

18 0,294" 0,246" 0,270"

24 0,294" 0,260" 0,277"

30 0,275" 0,258" 0,266"

Rerata 0,294" 0,239"

KK = 12,38%

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa, bilangan peroksida berpengaruh tidak nyata terhadap berbagai perlakuan. Lamanya pengasapan pada masing-masing perlakuan, bilangan peroksida pada minyak picung cenderung tetap. Berpengaruh tidak nyatanya diduga karena minyak yang dihasilkan tidak mengalami proses hidrolisis dan oksidasi.

Dalam reaksi hidrohsis, minyak akan dirubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak terjadi karena adanya sejumlah air yang terdapat dalam minyak. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikkan hidrolisis yang menghasilkan flavor dan bau pada minyak.

4.7. Bobot Jenis

Bobot jenis dari minyak atau lemak biasanya digunakan untuk menentukan kadar kotoran yang terdapat dalam minyak atau lemak. Semakin tinggi nilai bobot jenis minyak atau lemak kadar kotoran semakin tinggi. Hasil pengamatan bobot jenis minyak dan perhitungan statistik dapat dilihat pada Gambar 10 dan Tabel 9.

(9)

0,92-

„ 0,915-

5 0,91-

^ 0,908 -

1

0,9-

" 0,895 • 0,89-

BHiOK I. | g | 8 U 1 0,814

it«ii jt«!» )k-Oi< ACS

12 18 24

Pengasapan Qam)

30

-•—Tanpa perajansan - 8 — Perajangan

—ir-Sti

Gambar 10. Grafik bobot jenis Tabel 9. Rerata Bobot Jenis

Perlakuan (A) Pengasapan (B)

dalam jam Tanpa Perajangan (g/L) Perajangan (g/L) 12

18 24 30

0,914"

0,915"

0,915"

0,914"

0,914"

0,914"

0,914"

0,914"

Rerata 0,914"

0,914"

0,914"

0,914"

Rerata 0,914" 0,914"

K K = 0%

Angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.

Berdasarkan Gambar 10, terlihat bahwa semakin lama pengasapan, bobot jenis minyak dari biji picung yang dirajang maupun yang tidak dirajang tidak mengalami perubahan, yaitu sebesar 0,914 g/L. Bila dibandingkan dengan standar mutu minyak goreng (0,900 g/L), bobot jenis minyak biji picung yang dihasilkan belum memenuhi standar. Hal ini diduga karena minyak biji picung yang dihasilkan belum dilakukan pemurnian sehingga kadar kotoran ataupun air yang terkandung di dalam minyak masih ada. Hasil perhitungan statistik (Tabel 9) juga menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot jenis minyak.

4.8. Kriteria Warna Minyak

Hasil penilaian organoleptik terhadap warna minyak biji picung, dianalisis secara statistik yaitu uji Friedman dan uji lanjut dengan taraf 5% (Tabel 10). Dari Tabel 10 menunjukkan bahwa dari tiap perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap warna minyak yang dihasilkan, kecuali pada pengasapan 24 jam tanpa perajangan dengan pengasapan 36 jam tanpa perajangan, tidalc memberikan pengaruh

(10)

nyata. Begitu juga pengasapan 24 jam perajangan dengan pengasapan 36 jam perajangan.

Gambar 11. Foto minyak Tebel 10. Total Rangking Warna minyak

Pengasapan Rerata

12 jam Tanpa Perajangan 159,5"

18 jam Tanpa Perajangan 187"

24 jam Tanpa Perajangan 136'

36 jam Tanpa Perajangan 131'

12 jam Perajangan 120,5''

18 jam Perajangan 89,5'

24 jam Perajangan 39*"

36 jam Perajangan 37,5*"

Angka-angka yang dimaksud oleh garis yang sama pada kolom yang sama setelah diuji lanjut Friedman berbeda tidak nyata pada taraf 5%

Pengasapan 18 jam tanpa perajangan memberikan warna agak kekuningan (Gambar 11) sehingga panelis lebih menyukai warna tersebut bila dibandingkan dengan pengasapan 12 jam tanpa perajangan (kuning), 24 jam tanpa perajangan dan 36 jam tanpa perajangan (kuning kecoklatan), 12 jam perajangan (agak kecolatan), 18 jam perajangan (coklat), 24 jam dan 36 jam perajangan (Kehitaman). Menurut

Winarno (1988), bahwa uji rupa lebih banyak melibatkan indera penglihatan dan merupakan salah satu indikator juga untuk menentukan apakah suatu bahan pangan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen, karena makanan yang berkualitas (rasanya enak, bergizi, dan bertekstur baik) belum tentu akan disukai oleh konsumen

(11)

bilamana bahan pangan tersebut memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau menyimpang dari warna aslinya.

Berpengaruh nyata dari perlakuan diatas karena adanya faktor perajangan dan lama pengasapan. Perajangan merupakan proses mempercepat penguapan sehingga air yang terdapat didalam bahan menguap yang mengakibatkan bahan menjadi gelap (kehitaraan), selain itu pigmen yang terkandung di dalam minyak akan rusak seiring turunnya kadar air minyak. Menarut Winarno (1988), penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan, karena dapat merusak warna.

Gambar

Gambar 4. Grafik rendemen  Tabel 3. Rerata Rendemen Minyak
Gambar 6. Grafik kadar air minyak  Tabel 5. Rerata Kadar Air Minyak
Gambar 7. Grafik bilangan asam
Gambar 8. Grafik bilangan iodin  Tabel 7. Rerata Bilangan Iodin
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pokok masalah adalah apakah yang menjadi faktor penyebab perceraian suami istri di desa Nalumsari? Bagaimana perilaku anak akibat perceraian di desa Nalumsari Jepara? Jenis

bahwa dengan ditetapkannyan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1996 tentang Kedudukan Keuangan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka

bagaimana seseorang guru menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan dan tidak membosankan atau monoton. Untuk itu diperlukannya model pembelajaran aktif yang

Sesuai dengan pendapat Lina (2016) yang berpendapat bahwa anak cerdas adalah anak yang memiliki kecerdasan dalam visual, karena anak memiliki kepekaan terhadap

Melalui pengelolaan modal kerja secara tepat maka dengan sendirinya dapat digunakan oleh perusahaan sebagai usaha untuk pembiayaan atas aktivitas operasional yang

Pemilihan ukuran data sebesar 450 byte sebagai rekomendasi untuk sistem komunikasi terintegrasi angkutan massal cepat Surabaya dikarenakan ukuran data 450 byte memiliki

Obesitas sentral didefinisikan sebagai penumpukan lemak dalam tubuh bagian perut yang diakibatkan oleh jumlah lemak berlebih pada jaringan lemak subkutan dan lemak