• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi, munculah yang namanya internet. Internet berfungsi sesuai dengan kebutuhan penggunanya atau pengakses internet tersebut. Melalui internet siapapun dapat dengan mudah untuk mengakses apapun atau berbagai situs yang ada dalam internet tersebut, salah satunya adalah situs porno yang menyajikan materi-materi pornografi yang bebas sensor. Kemudahan dan fasilitas seperti yang disediakan internet pun menjadikan sajian-sajian seksual di internet sangat variatif. Internet tidak hanya menampilkan materi pornografi dalam bentuk gambar-gambar, tetapi ada juga yang menampilkan gambar bergerak lengkap dengan suaranya, potongan video klip dengan durasi pendek sampai durasi yang panjang (Purwono,1998;Rahmawati dkk, 2002).

Menurut Hurlock (Nugraheni, 2009) sejalan dengan berkembangnya teknologi dan komunikasi maka terjadi perubahan sosial yang serba cepat. Berlangsungnya perubahan sosial tersebut dan kebudayaan yang tidak sama menimbulkan perubahan sikap, antara lain perubahan sikap terhadap perilaku seksual di masyarakat. Perilaku seksual atau hal-hal “berbau” pornografi yang dulu dianggap tabu dan tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, saat ini oleh sebagian besar masyarakat dianggap sudah biasa dan bukan merupakan hal yang tabu lagi. Ditambah lagi dengan

(2)

munculnya smartphone yang semakin memudahkan setiap orang untuk mengakses situs-situs porno kapan saja dan dimana saja tanpa harus diketahui orang lain.

Disebutkan dalam Widyastuti (2011) bahwa ada beberapa data fakta tentang pornografi di internet, yaitu diperkirakan ada 111 juta blog, 157 juta gambar, 568 ribu video, 662 juta situs, dan 26 milyar halaman pornografi di internet, kurang lebih setiap 5 menit sekali muncul satu situs porno baru, kira-kira 25% data yang dicari di mesin pencari (seperti Google) adalah pornografi, 60% kunjungan internet adalah menuju situs porno, kurang lebih 35% data yang diunduh adalah data pornorafi, setiap detiknya ada 28.258 orang yang melihat pornografi di internet, ada 39.000 lebih komunitas “dewasa” di Yahoogroups, kata “sex” adalah kata yang paling banyak dicari di internet.

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2013, mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah menduduki peringkat pertama dalam negara pengakses situs pornografi di dunia maya dan ironisnya diantara para pengakses situs porno tersebut adalah anak-anak di bawah umur. Hasil survey Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun yang sama terhadap 4.500 remaja mengungkap bahwa 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi, 62.7 persen responden pernah berhubungan badan dan 21 persen diantaranya telah melakukan aborsi (http://sp.beritasatu.com). Melihat data tersebut, sungguh memprihatinkan karena faktanya pornografi adalah hal yang sudah tidak tabu lagi, remaja sudah pernah mengakses dan menonton pornografi bahkan remaja-remaja

(3)

    tersebut sudah pernah melakukan aborsi akibat melakukan hubungan seksual diluar nikah yang diduga salah satu penyebabnya adalah akibat dari perilaku menonton pornografi tersebut.

Suatu perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak akan dilakukan ditentukan oleh seberapa besar intensi untuk melakukan perilaku tersebut (Azwar, 1995). Dengan kata lain mengakses atau menonton pornografi ditentukan oleh seberapa besar intensi untuk mengakses atau menonton pornografi tersebut. Semakin besar intensi untuk mengakses atau menonton pornografi tersebut maka semakin besar pula kemungkinan untuk mengakses atau menonton pornografi tersebut.

Menurut Fishbein dan Ajzen (dalam Djuwariyah, 2011) intensi adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Azjen (dalam Manurung, 2010) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi intensi adalah faktor pribadi (sikap, kepribadian, nilai, kondisi emosi, intelegensi), faktor sosial (usia, jenis kelamin, ras dan etnis, pendidikan, pendapatan, religi atau kepercayaan), dan informasi (pengalaman, pengetahuan, media), informasi yang diperoleh mendasari keyakinan individu untuk membentuk perilaku berdasarkan intensi yang dimilikinya. Dengan demikian, remaja yang mendapatkan informasi yang salah mengenai hal seksualitas sehingga membentuk keyakinan bahwa mengakses pornografi adalah bukan hal yang salah akan cenderung menguatkan intensi untuk mengakses pornografi dan menonton pornografi tersebut.

(4)

Kegiatan mengakses dan menonton pornografi yang terus-menerus dilakukan dapat menimbulkan dampak negatif (Fitriasary dan Muslimin, 2009) salah satunya bagi perkembangan kepribadian yaitu seperti malas bekerja, suka berfantasi, menjadi kecanduan, hingga kehilangan orientasi tentang masa depan. Oleh sebab itu, remaja harus mampu mengendalikan dirinya agar mampu mengendalikan perilakunya kearah yang positif dan mencegah dirinya dari perilaku yang negatif seperti mengakses dan menonton pornografi yang akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya.

Gottfredson dan Hirschi (dalam Jeffrey G. Snodgrass et al.,2012) berpendapat bahwa kontrol diri (self-control) merupakan kemampuan untuk melakukan pengendalian diri dalam menghadapi perilaku negatif, individu dengan kontrol diri yang rendah cenderung menyerah pada godaan perilaku negatif karena mengalami kesulitan mengantisipasi kerugian jangka panjang perilaku mereka, sebaliknya individu dengan pengendalian diri yang tinggi bisa menahan godaan perilaku negatif tersebut karena mereka menyadari kerugian yang akan mereka dapatkan kedepannya.

Dengan kata lain, kemampuan mengontrol diri (self-control) dapat membantu remaja ini mengendalikan diri dan mengatur perilakunya. Remaja yang memiliki kontrol diri yang tinggi akan mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya secara positif serta mampu mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga menghindari perilaku yang negatif. Sebaliknya, remaja yang memiliki kontrol diri yang rendah kurang mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya secara positif

(5)

    dan mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga tidak dapat menghindari untuk berperilaku negatif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pornografi saat ini bukanlah hal yang tabu lagi sehingga membuat remaja sudah pernah mengakses dan menonton pornografi, bahkan banyak remaja yang sudah pernah melakukan aborsi akibat dari perilaku mengakses dan menonton pornografi tersebut. Oleh sebab itu remaja harus mampu mengendalikan dirinya (self-control) untuk tidak mengakses dan menonton pornografi karena akan menimbulkan dampak yang negatif bagi dirinya.

Remaja yang memiliki kontrol diri tinggi, mampu mengendalikan perilakunya dari perilaku mengakses dan menonton pornografi sehingga cenderung memiliki intensi mengakses pornografi yang rendah. Sebaliknya remaja yang memiliki kontrol diri rendah, tidak mampu mengendalikan perilakunya dari perilaku mengakses dan menonton pornografi sehingga cenderung memiliki intensi mengakses pornografi yang tinggi.

Penelitian ini merupakan studi tentang kontrol diri (self-control) dan intensi mengakses pornografi yang dilakukan pada mahasiswa reguler Universitas Esa Unggul. Fenomena mengenai kontrol diri (self-control) dan intensi mengakses pronografi pada mahasiswa reguler Universitas Esa Unggul didapat dari berdasarkan wawancara dan observasi yang peneliti lakukan di Universitas Esa Unggul bahwa banyak sekali mahasiswa yang menyimpan baik gambar ataupun video pornografi ditelepon genggamnya, banyak mahasiswa yang menonton film porno bersama saat

(6)

diperpustakaan atau dikantin ataupun saat mereka sedang “nongkrong” bersama sambil minum kopi dan merokok, serta bahkan tidak sedikit mahasiswa yang mengakses situs-situs porno saat berada dikelas ketika dosen sedang mengajar sekalipun. Hasil wawancara awal yang penulis lakukan pada tanggal 20 Oktober hingga 25 Oktober 2014 terhadap beberapa mahasiswa UEU sebagai responden, seluruh responden menyatakan pernah menonton film porno atau mengakses situs porno. Seluruh responden juga mengatakan mereka biasa menonton atau mengakses situs porno tersebut melalui smartphone ataupun laptop masing-masing serta menyimpannya dalam memori handphone mereka masing-masing. Seperti yang diakui oleh salah satu mahasiswa Universitas Esa Unggul berinisial A yang berusia 20 tahun, berikut petikan wawancaranya:

“pernah.. kalo gue sih emang biasa nyimpen di hape sama laptop, sebagian ada yang gue simpen di hape.. video-video, gambar-gambar, yaa paling banyak sih gambar-gambar emang. Gue biasa dapet sih dari temen, banyak yang share link atau gue cari sendiri.. lebih enak sih emang kalo carinya lewat hape soalnya kan sekarang udah gampang banget cari yang begituan apalagi sekarang hapenya kan udah canggih semua cuma modal internet sama wifi doang udah bisa dapet kayak gituan kapan aja lo mau yaa kan.. terus kalo dihape juga kan lebih privat jadi ga ada orang yang tau, kalo laptop juga privat sih tapi kan dia layarnya gede jadi kalo orang ga sengaja liatpun juga bakal ketahuan gue lagi liatin apa.”

Petikan wawancara diatas menunjukkan bahwa A sudah pernah menonton dan mengakses pornografi, A biasa menggunakan smartphonenya untuk mendapatkan materi-materi pornografi karena dianggap lebih mudah untuk didapatkan dan alasan privasi karena bisa mengakses pornografi tersebut tanpa diketahui oleh orang lain.

Selain itu, yang menjadi sasaran A dalam mendapatkan materi pornografi adalah link

(7)

    dari temannya yang saling berbagi untuk mendapatkan materi pornorgrafi tersebut. A juga memiliki pengendalian diri yang cenderung rendah karena A mengakui bahwa ia menyimpan materi pornografi dalam handphonenya yang artinya A tidak mampu mengendalikan dirinya untuk tidak mengakses pornografi lagi tetapi A malah menyimpannya dalam handphone dan laptop miliknya, hal ini juga berarti A memiliki intensi untuk mengakses kembali dan akan mendapatkan kembali materi pornografi dengan mudah karena sudah disimpan dalam handphone dan laptopnya.

Mahasiswa UEU berinsial B, 19 tahun.

“pernah.. pernah.. kalo gue sih yaa bisa dimana aja.. dikelas pernahlah.. iyalah, sama temen-temen juga pernah nonton bareng.. ya itu eeee karena itu awalnya suka diajakin buat nonton bareng, kalo lagi ngumpul kadang kan temen suka ada aja tuh yang suka update begituan atau suka ngajak ‘eh ada film baru nih’ yaa terus kan kita jadi nonton bareng.. hmmm biasa pake laptop, kalo ramean kan enaknya pake latptop kalo hp kekecilan hehe.. yaa kalo nonton sih yaa dimana aja menurut kita enak buat nonton.. hmmm perpus pernah, kantin pernah, kelas juga pernah, dibawah pohon kek yaaa pokoknya dimana ajalah yang penting ngga menarik perhatian orang ajalah.. ”

Petikan wawancara diatas menunjukkan bahwa B menonton pornografi diawali karena ajakan temannya saat sedang berkumpul sehingga situasi yang mendukung B untuk mengakses pornografi tersebut menyebabkan B memiliki intensi yang cukup tinggi untuk menonton pornografi juga bersama dengan teman-temannya, B juga memiliki pengedalian diri yang masih rendah karena B biasa mengakses pornografi dimana saja.

Mahasiswa UEU berinisial R, 20 tahun.

“iya.. gue liat itu pastinya karena ingin tahulah, mulai pertama kali akses kayak gitu itu smp, terus nonton film-film porno, beli majalah-majalah porno, hmm jadi keterusan liat hal-hal yang kayak gitu.. hmmm dari situ gue jadi penasaran terus yaa coba-coba praktek akhirnya jadi sering melakukan itu(seks) sama pacar gue.. iyaa

(8)

gue tau sih itu ngga baik tapi gimana dong karena keseringan melihat yang kayak gitu mungkin.. hmm kalo sekarang sih hmm gue mau akses itu kalo misalnya lagi hujan hahaha ngga tau sih soalnya kalo suasananya lagi dingin itu tiba-tiba aja gue mau nonton yang kayak gitu.. pastilah,hmm kalo gue udah pengen yaa pasti gue cari lah semua hal yang berbau itu.. mau film nya kek, gambar-gambar kek, cerita-cerita sex gitu, video.. iyaa gue akuin gue udah kecanduan, gue mungkin udah kecanduan kalii soalnya kayak yang tadi gue bilang kalo lagi dingin itu gue sebenernya ingin melakukan itu(seks) sama pacar gue, tapi kan ga mungkin hmm ngga mungkin kan setiap gue mau terus pasti dilakuin juga ngga mungkin.. jadi pasti gue lampiasinnya nonton film-film porno terus akses situs-situsnyaa hmm ya yang kayak tadi gue bilang lah.. pokoknya ya gue puas aja setelah nonton dan liat itu semua.. gue sih pernah jadi males kuliah, maunya pacaran terus sama pacar gue, jadinya pernah gue hampir semua mata kuliah ga lulus selama satu semester karena gue ga pernah masuk.. hmm karena gue waktu itu lagi kecanduannya(seks) sama pacar gue hahaha eee awalnya sih karena sering nonton dan liat-liat hal yang kayak gitu sih pastinya hahaha”

Petikan wawancara diatas menunjukkan bahwa R mengakses situs pornografi karena diawali rasa ingin tahu, dari rasa ingin tahunya tersebut R memiliki intensi yang tinggi untuk mengakses pornografi karena R menjadi terbiasa menonton film- film pornografi tersebut sehingga menjadi kecanduan dan akhirnya melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangannya. R juga tidak mampu mengendalikan dirinya dengan baik terlihat dari pernyataan R yang mengatakan karena pelampiasan dorongan seksualnya yang tidak bisa ia lakukan dengan pasangannya kemudian menyebabkan R mengakses situs-situs porno dan menonton film porno sampai kecanduan sehingga membuat R jadi malas kuliah dan hampir seluruh mata kuliah selama satu semester tidak lulus.

Mahasiswa UEU berinisial E, 19 tahun.

“hmmm.. hahaha pernah..pernahlah.. gue pernah nabung ngumpulin duit cuman buat beli majalah dewasa gitu saking gue pengen tahu, pengen liat gitu.. kalo sekarang sih gue tinggal cari aja di internet, gue juga punya film-film porno gitu beberapa ada nih yang di hp gue... pernah sih pernah, gue lagi pengen banget nih nonton soalnya baru dapet film(porno) baru kan dari temen gue gitu, tapi karena gue

(9)

    lagi banyak tugas terus dikejar deadline jadinya gue pilih fokus kerjain tugas dulu lah.. hmm penasaran banget sih sebenernya, kepo jugalah.. tapi hmmm gimana lagi hmm tugas dulu lah jadi gue baru nonton nya seminggu kemudian pas tugas gue udah kelar semua hahaha”

Mahasiswa UEU berinisial S, 20 tahun.

“iya pernah.. eee biasanya sih lewat internet gue tau pornogitu.. mmm kepingin tau aja sih awalnya waktu gue lagi seraching-searching buat tugas gitu eee terus kita buka aja suka muncul gambar-gambar apa iklan-iklan gitukan.. yaa jadinya kepingin taulah, pingin buka(situs).. tapi eee ga setiap gambar atau iklan itu muncul terus pingin dibuka semua eee yaa ngga juga.. hehehe ngga sih, abis pas mau buka terus inget lagi kalo lagi nyari tugas terus ngga penting jugalah buka-buka(situs) begituan..

menurut gue sih ngga ada untungnya juga buat gue, eeee orangkan beda-beda mungkin ada orang yang emang suka gitukan nonton film-film porno gitu, tapi kalo gue sih mikirnya biasa aja eee ga penting aja..”

Petikan wawancara diatas menunjukkan bahwa E dan S sudah pernah mengakses pornografi. E dan S masih mampu mengendalikan dirinya untuk tidak mengakses pornografi karena mampu menentukan hal yang lebih utama dan penting untuk dilakukan dibandingkan dengan mengakses pornografi. E masih mampu mengendalikan dirinya untuk tidak menonton pornografi saat dirinya masih banyak tugas, E masih dapat mempertimbangkan bahwa tugas kuliahnya harus didahulukan walaupun E memiliki intensi yang tinggi untuk mengakses pornografi yang ditunjukkan dengan pernyataan bahwa dirinya sangat penasaran dan ingin menonton pornografi. Serupa dengan E, S tidak jadi membuka situs pornografi tersebut karena menurutnya membuka situs atau menonton pornografi bukanlah hal yang penting dan menguntungkan untuk dirinya. S ingin mengakses pornografi karena adanya stimulus seperti gambar-gambar atau iklan-iklan yang muncul di internet membuat S memiliki intensi untuk membuka situs pornografi tersebut, namun S mampu mengendalikan

(10)

dirinya karena ia sadar bahwa mengerjakan tugasnya lebih utama dan penting sehingga tidak jadi membuka situs pornografi tersebut.

Berdasarkan dari hasil beberapa wawancara diatas dapat dilihat bahwa seluruhnya telah mengakses ataupun menonton pornografi. Dapat diketahui pula bahwa ada mahasiswa yang tidak mampu mengendalikan dirinya untuk tidak mengakses pornografi karena didukung oleh situasi yang memudahkannya untuk mendapatkan materi pornografi yaitu melalui handphonenya yang bisa mengakses pornografi dimana saja dan kapan saja sehingga cenderung memiliki intensi yang tinggi untuk mengakses pornografi. Ada juga mahasiswa yang tidak mampu mengendalikan dirinya, yaitu melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangannya karena sudah kecanduan menonton film pornografi. Namun, ada juga mahasiswa yang mampu mengendalikan dirinya karena mampu mempertimbangkan hal yang lebih utama dan penting bagi dirinya yaitu lebih mendahulukan tugas kuliahnya dibandingkan keingingannanya untuk menonton pornografi sehingga cenderung memiliki intensi yang rendah untuk mengakses pornografi.

Berdasarkan uraian di atas membuat peneliti tertarik ingin mengetahui hubungan kontrol diri (self-control) dengan intensi mengakses pornografi pada mahasiwa reguler Universitas Esa Unggul.

(11)

    11  B. Identifikasi Masalah

Internet memudahkan siapapun untuk memperoleh informasi yang diinginkan oleh penggunanya, termasuk mahasiswa. Dengan internet mahasiswa menjadi lebih mudah memperoleh informasi ataupun pengetahuan tambahan yang menjadi sumber materi pendidikan selain dari buku-buku. Mahasiswa yang aktif dalam menggunakan internet dapat menambah pengetahuannya karena melalui internet mahasiswa dapat memperoleh informasi pengetahuan apapun yang mereka inginkan. Namun internet yang memudahkan untuk mengakses apapun tersebut bisa memiliki efek negatif yaitu tidak adanya batasan ataupun kontrol untuk tidak mengakses hal-hal yang negatif kecuali dirinya sendiri. Semua orang bebas untuk mengakses apapun dalam internet hanya dengan mengetik keyword yang dicari atau diinginkan maka semua informasi tersebut akan muncul dalam waktu singkat.

Kemudahan untuk mengakses internet seringkali disalah gunakan oleh mahasiswa. Disamping untuk mendukung pelajaran dan tugas-tugas, internet juga memberikan peluang mahasiswa untuk mengakses pornografi. Mahasiswa dimudahkan dengan internet untuk mengakses pornografi kapan saja dan dimana saja.

Mahasiswa yang mampu mengontrol dirinya dengan baik akan mampu menahan dorongan-dorongan (stimulus) dalam dirinya untuk tidak mengakses pornografi tersebut sehingga tetap menggunakan internet untuk mencari materi tugas kuliah mereka. Namun mahasiswa yang kurang mampu mengontrol dirinya akan tergoda untuk mengakses pornografi tersebut bahkan sampai ada mahasiswa yang kecanduan

(12)

untuk mengakses pornografi hingga melakukan hubungan seksual pranikah dan jarang masuk kuliah.

Berangkat dari permasalahan tersebut maka peneliti ingin melihat hubungan kontrol diri (self-control) dengan intensi mengakses pornografi pada mahasiswa reguler Universitas Esa Unggul.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui hubungan antara kontrol diri (self-control) dengan intensi mengakses pornografi pada mahasiswa reguler Universitas Esa Unggul.

2. Mengetahui gambaran intensi mengakses pornografi pada mahasiswa reguler Universitas Esa Unggul.

3. Mengetahui gambaran intensi mengakses pornografi dilihat dari pengetahuan dampak mengakses pornografi dan media yang digunakan untuk mengakses pornografi pada mahasiswa reguler Universitas Esa Unggul.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan ilmu bidang psikologi khususnya diharapkan dapat menambah

(13)

    13  informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang berkaitan dengan kontrol diri dan intensi mengakses pornografi pada remaja.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi kepada mahasiswa khususnya mahasiswa Universitas Esa Unggul untuk mampu mengontrol dirinya untuk melakukan perilaku yang lebih positif dibandingkan dengan mengakses pornografi.

E. Kerangka Berpikir

Mahasiswa berada pada rentang usia remaja akhir yaitu rentang usia 18 sampai 22 tahun (Hurlock,2004). Mahasiswa dituntut untuk menjadi mahasiswa yang mempunyai kesadaran untuk menggali informasi, ilmu pengetahuan, berfikir kritis, dan cepat tanggap terhadap permasalahan yang terjadi disekitarnya. Sesuai dengan kemajuan teknologi dan komunikasi, mahasiswa aktif untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan yang dimudahkan oleh internet. Melalui internet mahasiswa dapat memperoleh informasi apapun tentang berbagai ilmu pengetahuan. Selain itu, dengan internet mahasiswa juga semakin dimudahkan untuk mencari materi yang dibutuhkan untuk melengkapi tugas-tugas maupun informasi lainnya selain dari buku-buku karena melalui internet mahasiswa dapat mencari sumber pengetahuan kapan saja dan dimana saja. Namun kenyataan yang terjadi pada mahasiswa, internet sudah berubah fungsi yaitu bukan lagi untuk mengakses hal positif seperti mencari ilmu pengetahuan

(14)

tetapi untuk mengakses situs pornografi. Mahasiswa bisa mengakses internet dengan menggunakan smartphone milik mereka masing-masing bahkan mahasiswa bisa dengan mudah untuk mengakses, mengunduh dan menyimpan gambar-gambar atau video-video pornografi tersebut ditelepon genggam mereka masing-masing.

Mahasiswa yang biasa dan sering mengakses pornografi dikhawatirkan akan menjadi terbiasa untuk mengakses pornografi tersebut hingga sampai pada tahap kecanduan akan pornografi.

Adanya stimulus-stimulus seperti iklan-iklan atau gambar-gambar pornografi yang ada didalam internet tersebut, didukung suasana mahasiswa yang sedang mencari sumber materi tugas-tugas kuliah diwaktu istirahat mereka, lalu dari ajakan teman untuk menonton pornografi bersama memunculkan adanya intensi mahasiswa untuk mengakses pornografi tersebut. Intensi atau niat juga sangat menentukan perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak akan dilakukan. Untuk itu, mahasiswa harus mampu mengendalikan dirinya (self-control) untuk mengontrol dan mengatur perilakunya dengan baik.

Setiap mahasiswa memiliki kontrol diri yang berbeda-beda, ada yang memiliki kontrol diri tinggi dan ada yang memiliki kontrol diri yang rendah. Mahasiswa dapat dikatakan memiliki kontrol diri yang tinggi jika mahasiswa tersebut mampu mengatur perilakunya untuk tidak mengakses pornografi tersebut, mampu mengontrol rangsangan-rangsangan dari luar dirinya seperti iklan-iklan pornografi yang muncul diinternet atau ajakan teman untuk menonton ponografi tersebut ia abaikan, mampu

(15)

    15  mengantisipasi peristiwa yang akan terjadi saat mahasiswa mengakses pornografi seperti kecanduan akan pornografi hingga melakukan hubungan seksual pranikah, mampu menilai atau menafsirkan bahwa mengakses pornografi itu merugikan karena membuang waktu yang harusnya bisa dipakai hal lain yang lebih bermanfaat seperti mencari informasi atau sumber materi tugas-tugas, sehingga mahasiswa tersebut mampu mengambil keputusannya untuk tidak mengakses pornografi. Dengan demikian mahasiswa yang memiliki kontrol diri tinggi, mahasiswa tersebut tidak memiliki minat terhadap pornografi seperti majalah-majalah pornografi, atau tidak mengunduh pornografi tersebut; mampu mengabaikan gambar-gambar atau iklan- iklan pornografi yang muncul dalam internet; dan mampu mengabaikan ajakan teman untuk menonton pornografi bersama saat sedang ‘nongkrong’ bersama-sama sehingga cenderung memiliki intensi yang rendah untuk mengakses pornografi.

Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki kontrol diri rendah adalah mereka yang tidak mampu mengontrol perilakunya untuk mengakses pornografi, tidak mampu mengontrol stimulus sehingga menyerah akan godaan stimulus yang ada yaitu seperti iklan-iklan atau gambar-gambar pornografi yang ada dalam internet, tidak mampu mengantisipasi peristiwa yang akan terjadi jika dirinya mengakses pornografi, tidak mampu menilai bahwa mengakses pornografi tersebut adalah hal yang merugikan dan membuang-buang waktunya, sehingga mahasiswa tersebut tidak mampu mengambil keputusannya untuk mengakses pornografi tersebut atau tidak. Mahasiswa yang kontrol dirinya rendah tersebut, mereka sudah mengetahui sumber-sumber yang bisa

(16)

diandalkan untuk mendapatkan materi pornografi tersebut baik dari teman, tempat- tempat yang menjual film-film dan majalah-majalah pornografi; mereka tergoda dengan iklan-iklan atau gambar-gambar pornografi yang muncul dalam internet tersebut ditambah dengan suasana yang sedang sendiri tanpa ada orang yang mengetahuinya; dan tidak bisa menolak ajakan teman untuk menonton pornografi saat ‘nongkrong’ bersama serta bahkan saat kuliah meskipun sedang berada didalam kelas sehingga cenderung memiliki intensi yang tinggi untuk mengakses pornografi.

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir F. Hipotesis

Dalam penelitian ini peneliti memberikan hipotesis yaitu adanya hubungan negatif dan signifikan antara kontrol diri (self-control) dengan intensi mengakses pornografi pada mahasiwa Universitas Esa Unggul.

Mahasiswa

Kontrol Diri (Self-control) Intensi Mengakses Pornografi Mampu mengontrol perilaku

Mampu mengontrol stimulus Mampu mengantisipasi peristiwa Mampu menilai atau menafsirkan peristiwa

Mampu mengambil keputusan

Perilaku (behavior) Sasaran (target) Situasi (situation) Waktu (time)

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir  F.  Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai tahap awal dari perancangan sistem kendali autoclave ini, maka akan dilakukan identifikasi sistem guna mendapatkan model sistem alat autoclave secara eksperimen

Kualitas audio yang akan dihasilkan sangat dipengaruhi oleh ukuran pesan yang akan disisipkan, semakin panjang pesan yang disisipkan maka kualitas audio akan semakin

Cara yang sederhana dalam mencari diameter dalam pipa adalah dengan menggunakan Rumus Hazzen-Williams yang sudah dituangkan ke diagram- diagram pada Gambar 2.23, 2.24 atau

Maka barangsiapa yang melakukan sebagian dari dosa itu, hendaklah memohon ampunan kepada Allah, karena Allah tidak mengekalkan seseorang dari umat ini di dalam neraka kecuali orang

Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh teori sistem informasi, salah satunya adalah TAM (Technology Acceptance Model) dan beberapa faktor tambahan lainnya yang juga

Strategi internalisasi nilai-nilai moral keagamaan yang diterapkan dalam proses pembelajaran meliputi: keteladanan (modelling), analisis masalah atau kasus,

pada jaringan yang bergerak apabila diberikan tekanan pada sendok cetak, antara lain 1) dilakukan pencetakan pendahuluan dan dicor model. Jaringan yang bergerak

Aksi atau pelaksanaan yang dilakukan Humas BCA dalam mengelola majalah InfoBCA yaitu dengan melakukan informasi mengenai perkembangan perusahaan berupa produk,