• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN TEORI PECKING ORDER PADA STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN NON KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN TEORI PECKING ORDER PADA STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN NON KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN TEORI PECKING ORDER PADA STRUKTUR MODAL PERUSAHAAN NON KEUANGAN YANG

TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2007 – 2012

Echi Artanti

Bernardus Yuliarto Nugroho

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMNISTRASI NIAGA

Abstrak

Skripsi ini membahas mengenai pengujian pecking order pada struktur modal perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2007 – 2012 dan pengujian pecking order pada perusahaan dengan pengelompokkan perusahaan berdasarkan size. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Generalized Least Square dan data panel. Pengujian pecking order dilakukan untuk melihat keputusan pendanaan yang dilakukan perusahaan ketika mengalami financing deficit. Selain itu, penelitian ini mengelompokkan perusahaan berdasarkan ukuran perusahaan untuk melihat pengaruh ukuran perusahaan terhadap pecking order.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keputusan pendanaan perusahaan ketika mengalami financing deficit dari perusahaan yang diteliti ternyata mengikuti teori pecking order, penerbitan hutang digunakan saat financing deficit dan dapat disimpulkan juga bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi pecking order.

Kata kunci : financing deficit; ukuran perusahaan; pecking order; struktur modal Abstract

This undergraduate thesis discusses about testing the pecking order on capital structure of non-financial firms listed at Indonesia Stock Exchange from 2007 - 2012 and testing the pecking order of non-financial firms grouping based on size.

This research using Generalized Least Square method and panel data. This research testing the pecking order to see the funding decisions made by the company when firms face financing deficit. Beside that, this research classifiying firms by size to see the effect of size on the pecking order. The results of this research showed that firms funding decisions when subjected to financing deficit turned out to follow the pecking order theory, net debt issued is used when firms face financing deficit and it can be concluded that size of the firm also affects the pecking order.

Keywords : financing deficit; firm size; pecking order; capital structure

(2)

Latar Belakang

Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara hutang dan modal sendiri. Hutang ini dibagi dalam hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek. Modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan (retained earning) dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan (Erita, 2007). Untuk menciptakan struktur modal yang optimal, manajer keuangan harus dapat mengambil keputusan sumber pendanaan perusahaan. Keputusan ini melibatkan adanya risiko dan pengembalian. Perusahaan harus mempertimbangkan dengan tepat memilih keputusan sumber pendanaan yang tepat untuk menciptakan struktur modal yang optimal.

Keputusan pendanaan berkaitan dengan teori tentang struktur modal. Ada dua teori struktur modal yang penting, yaitu trade-off theory dan pecking order theory. Selain trade-off theory dan pecking order theory terdapat juga signaling theory yang sering digunakan dalam penelitian untuk menjelaskan keputusan pendanaan struktur modal.

Dalam trade-off theory seperti yang diungkapkan oleh Myers (2001), perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan- perusahaan dengan tingkat probabilitas tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak.

Pecking order theory menurut Myers (1984), perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.

Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Jika pendanaan internal tidak cukup, maka perusahaan akan mencari sumber pendanaan dari eksternal perusahaan. Pendanaan eksternal yang dipilih pertama kali mulai dari sekuritas

(3)

yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, kemudian ke hutang yang lebih berisiko, selanjutnya hybrid securities seperti convertible bonds. Jika kas yang diperoleh dari penerbitan hutang masih belum mencukupi kebutuhan investasi, maka perusahaan akan menerbitkan saham baru (Smart, Meginson, dan Gitman, 2004). Teori tersebut muncul dari adanya informasi asimetris antara external shareholders dengan orang dalam perusahaan yang memiliki informasi lebih tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya dan ketidaksempurnaan pasar yang mempengaruhi sisi penawaran dari pendanaan, seperti ketersediaan dan biaya yang berbeda atas berbagai sumber pendanaan (Stiglitz dan Weiss, 1981).

Myers (1984) mengungkapkan pecking order theory cocok dengan sejumlah fakta dimana sebagian besar pembiayaan eksternal menggunakan hutang daripada menerbitkan ekuitas. Shyam-Sunders dan Myers (1999) memfokuskan pada uji regresi pecking order yang berkaitan dengan pembiayaan defisit yang dilihat dari data dividen, investasi, perubahan modal kerja dan arus kas internal.

Berdasarkan pecking order theory, setiap komponen pembiayaan defisit harus memiliki prediksi dampak nilai uang pada hutang perusahaan.

Selain penelitian yang dilakukan oleh Shyam-Sunders dan Myers, Chirinko dan Singha yang mencoba membuktikan pecking order theory adalah teori yang tepat untuk menjelaskan keputusan pendanaan dalam struktur modal perusahaan, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Frank dan Goyal (2003). Di dalam penelitian Frank dan Goyal (2003) menyimpulkan bahwa pecking order lebih baik dalam menjelaskan financing behavior perusahaan besar, daripada perusahaan kecil. Namun Fama dan French (2005) menyimpulkan sebaliknya.

Penelitian yang dilakukan peneliti merupakan replikasi dari penelitian Frank dan Goyal (2003). Frank dan Goyal menguji pecking order theory pada leverage perusahaan Amerika yang diperdagangkan di publik tahun 1971 – 1998.

Penelitian Frank dan Goyal, menggunakan model teori pecking order yang telah dimodifikasi dari Shyam-Sunder dan Myers (1999). Frank dan Goyal menemukan hasil penelitiannya bertentangan dengan teori pecking order, yaitu pembiayaan internal tidak cukup untuk menutupi pengeluaran rata-rata investasi. Pembiayaan eksternal yang lebih sering digunakan dimana pembiayaan hutang tidak

(4)

mendominasi pembiayaan ekuitas dalam jumlahnya. Penerbitan ekuitas lebih menunjukkan financing deficit daripada hutang bersih.

Selain menggunakan model financing deficit yang dimodifikasi dari Shyam-Sunder dan Myers (1999) untuk meneliti penerapan teori pecking order pada perusahaan publik di Amerika, Frank dan Goyal menguji model conventional leverage regression dari Rajan dan Zingales (1995). Frank dan Goyal memasukkan variabel financing deficit di dalam model conventional leverage regression untuk melihat pengaruh financing deficit terhadap model conventional leverage regression.

Dengan mengacu dari jurnal Frank dan Goyal, maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai pengujian pecking order pada struktur modal di perusahaan-perusahaan non keuangan di Indonesia, dengan sampel perusahaan dibagi berdasarkan size perusahaan. Peneliti memfokuskan penelitian pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI dengan menggunakan model penelitian dan kriteria sampel yang digunakan oleh jurnal acuan yaitu jurnal dari Frank dan Goyal.

Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat hubungan financing deficit terhadap penerbitan hutang pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2007 – 2012 dengan menggunakan model pecking order?

2. Apakah terdapat hubungan financing deficit terhadap penerbitan hutang dengan pengelompokkan perusahaan berdasarkan ukuran perusahaan pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2007 – 2012 dengan menggunakan model pecking order?

3. Apakah langkah agregat dalam model financing deficit valid secara empiris jika diuraikan (disagregat)?

(5)

4. Apakah terdapat pengaruh financing deficit sebagai variabel tambahan dengan menggunakan conventional leverage regressions?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini :

1. Menganalisis hubungan financing deficit terhadap penerbitan hutang dengan menggunakan model pecking order.

2. Menganalisis hubungan financing deficit terhadap penerbitan hutang dengan pengelompokkan perusahaan berdasarkan ukuran perusahaan dengan menggunakan model pecking order.

3. Menganalisis langkah agregat dalam model financing deficit jika diuraikan (disagregat).

4. Menganalisis pengaruh financing deficit dengan menggunakan model conventional leverage regressions.

Tinjauan Teoritis

Teori Trade-off

Menurut trade-off theory yang diungkapkan oleh Myers (2001), Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shield) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan (financial distress). Biaya kesulitan keuangan (financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) dan biaya keagenan (agency cost) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.

Trade-off theory memprediksi bahwa dalam mencari hubungan antara capital structure dengan nilai perusahaan terdapat suatu tingkat leverage (debt ratio) yang optimal. Tingkat leverage yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shield) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (cost of financial distress). Oleh karena itu perusahaan akan selalu berusaha menyesuaikan tingkat leverage ke arah yang optimal.

(6)

Teori Pecking Order

Pecking order theory menyarankan bahwa keputusan financing mengikuti suatu hirarki dimana sumber pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing) lebih didahulukan daripada menggunakan pendanaan dari luar perusahaan (external financing). Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi.

Myers dan Maljuf (1984) membuat dua asumsi mengenai perilaku manajer perusahaan yaitu :

1. Manajer memiliki informasi yang lebih akurat mengenai kesempatan investasi perusahaan ketimbang investor.

2. Manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan dari pemegang saham yang lama.

Dua asumsi mengenai perilaku manajer menurut Myers penting untuk menjelaskan keputusan manajer dalam struktur modal. Misalkan, manajer ingin membuat investasi baru. Investasi ini membutuhkan pendanaan yang cukup, yaitu dengan menerbitkan ekuitas baru. Penilaian dari ekuitas perusahaan dapat berbeda antara investor dan manajer. Hal ini dikarenakan manajer memiliki informasi yang lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan investor. Situasi dimana manajer memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan dibandingkan investor menyebabkan timbulnya informasi asimteri (asymmetric information). Informasi asimetri mempengaruhi pilihan antara pembiayaan internal dan eksternal dan diantara menerbitkan hutang dan ekuitas yang mengikuti pecking order, dimana investasi dibiayai pertama dengan pendanaan internal, menginvestasikan kembali pendapatan, kedua dengan menerbitkan hutang yaitu hutang yang paling rendah risikonya kemudian ke hutang yang lebih berisiko, dan ketiga dengan menerbitkan ekuitas. Penerbitan ekuitas adalah pilihan terakhir saat perusahaan kehabisan kapasitas hutang.

Metode Penelitian Model Penelitian

Untuk menguji keberadaan teori pecking order dalam struktur modal pada perusahaan non-keuangan yang tercatat di BEI periode 2007 – 2012, digunakan

(7)

model Frank and Goyal (2003). Frank dan Goyal menguji bagaimana cara sebuah perusahaan mendanai perusahaannya. Dalam permodelannya menggunakan analisis regresi, dimana variabel-variabel independennya (ekuitas, hutang, dan kewajiban lainnya).

Model 1 adalah model financing deficit dari Shyam-Sunder dan Myers (1999):

ΔDit = a + bPODEFit + eit (3.3) Dimana,

ΔDit = perubahan net debt tahun t bPO = koefisien pecking order DEFit = deficit financing tahun t eit = well-behaved error term

Untuk mengetes teori pecking order, perlu untuk agregat data akuntansi. Terdapat kemungkinan bahwa ada informasi dalam DEFit yang dapat membantu ΔDit, tetapi tidak dengan cara yang dihipotesiskan oleh teori pecking order. Cara yang mudah untuk mengecek apakah langkah agregat yang dilakukan sudah tepat adalah dengan menggunakan persamaan disagregat dan kemudian mengecek apakah data memenuhi langkah agregat.

Model 2 adalah model financing deficit agregat dari Frank dan Goyal (2003):

ΔDit = a + bDIVDIVt + bIIt + bWΔWt – bCCt + e it (3.4) Dimana,

ΔDit = perubahan net debt tahun t

Divt = jumlah dividen kas yang dibayarkan tahun t It = Investasi tahun t

ΔWt = perubahan dalam modal kerja tahun t Ct = arus kas internal setelah bunga dan pajak

Selain model 1 dan model 2 yang digunakan dalam penelitian Frank dan Goyal, conventional leverage regression juga digunakan dalam penelitian mereka.

Conventional leverage regression dimaksudkan untuk menjelaskan level of leverage, sementara pecking order regression dimaksudkan untuk menjelaskan perubahan leverage daripada level of leverage. Frank dan Goyal memasukkan faktor tambahan DEFit dalam conventional leverage regression. Sehingga, versi conventional leverage regression oleh Frank dan Goyal adalah sebagai berikut :

(8)

Model 3 adalah model conventional leverage regression dari Harris dan Raviv (1995) :

ΔDit = α + βTΔTi + βMTBΔMTBi + βLSΔLSi + βPΔPi + ei (3.5) Dimana,

ΔDi = rasio total hutang terhadap kapitalisasi pasar ΔTi = rasio aset tetap terhadap total aset

ΔMTBi = rasio nilai pasar aset terhadap nilai buku aset ΔLSi = logaritma dari total penjualan

ΔPi = rasio pendapatan operasional terhadap nilai buku asset

DEFit = deficit financing tahun t Variabel Penelitian

Ada dua jenis variabel yang digunakan dalam penelitian dari model Frank dan Goyal (2003), yaitu :

a. Variabel terikat

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah besar penerbitan hutang dari periode sekarang terhadap periode sebelumnya dan perubahan dari market leverage. Permodelan yang dilakukan akan menjelaskan tentang bagaimana perilaku perubahan sumber pendanaan perusahaan terhadap penerbitan hutang dan bagaimana faktor tambahan financing deficit mempengaruhi market leverage dengan menggunakan model conventional leverage regression.

b. Variabel bebas a. Financing Deficit

Variabel bebas dalam model satu adalah financing deficit, yaitu

dimana penjumlahan dari dividen, investasi, perubahan dalam modal kerja, dikurang aliran kas setelah bunga dan pajak. Seluruh variabel dihitung dengan total aset.

b. Financing Deficit Disagregat

Variabel bebas dalam model dua adalah disagregat dari financing deficit yang merupakan penjumlahan dari jumlah dividen yang dibayarkan (DIF), investasi (X), perubahan modal kerja (ΔW) dikurang aliran kas setelah bunga dan pajak (Ct).

(9)

c. Conventional Leverage Regression

Variabel bebas dalam model tiga adalah aset berwujud/tangibility (T), market-to-book-ratio (MTB), log sales (LS), keuntungan/profitability (P), dan pembiayaan defisit/financing deficit (DEF) sebagai faktor tambahan.

Analisis dan Pembahasan

Model Pecking Order Tidak Dikelompokkan

Hasil Statistik Model Pecking Order Tidak Dikelompokkan

Pada model penelitian ini tidak dilakukan uji autokorelasi dikarenakan model ini menggunakan data panel dan pada software Eviews 7 uji autokorelasi ditiadakan. Untuk mengatasi autokorelasi menurut Gujarati (2003) salah satu caranya adalah dengan metode Generalized Least Square (GLS). Pada penelitian ini diterapkan metode Generalized Least Square untuk mengatasi autokorelasi.

Setelah menetapkan metode Generalized Least Square yang dilakukan adalah analisis hasil regresi dan melihat kriteria statistic melalui nilai dari hasil regresi yang terdapat di tabel 4.8 :

Tabel 4.8

Hasil Regresi Fixed Effect Tanpa Pengelompokkan

Variabel Bebas Variabel Terikat ΔDit

Koefisien Statistik-t Probabilitas

DEF 0.050109 1.564827 0.1189

Constant -4.089755 -22.20368 0.0000

R-Square 0.821678

Adjusted R- Square

0.785864

Durbin-Watson Stat

2.205050

(10)

Probab(F- Statistic)

0.000000

Sumber : Olahan penulis, 2014

Tabel 4.8 menunjukkan hasil regresi model pecking order dengan data perusahaan yang tidak dikelompokkan. Hasil regresi pada model menunjukkan bahwa nilai adjusted R-square adalah sebesar 0.785864. Hasil ini menunjukkan bahwa model mampu menjelaskan hubungan financing deficit terhadap perubahan net debt issued sebesar 78.5%, sisanya sebesar 22.5% dijelaskan oleh variabel atau sebab lain diluar model a.Hubungan Financing Deficit (DEF) Terhadap Net Debt Issued (ΔD)

Dari hasil regresi tabel 4.8 terlihat bahwa koefisien DEF 0.050109 yang berarti setiap perubahan satu poin financing deficit meningkatkan perubahan net debt issued sebesar 0.050109. Nilai p-value dari F-statistic bernilai 0.000000 pada output regresi menunjukkan validitas atas model yang diestimasi. Nilai t- statistiknya sebesar 1.56487 dan nilai probabilitasnya sebesar 0.1189 yang menunjukkan bahwa hubungan dinyatakan positif tetapi tidak signifikan.

Hasil dari regresi ini sesuai dengan hipotesis model pecking order yang menyatakan bahwa financing deficit dan net debt issued memiliki hubungan yang positif tetapi tidak signifikan. Perusahaan yang mengalami financing deficit akan mencari sumber pendanaan eksternal dengan menerbitkan hutang namun dengan pengaruh yang kecil dikarenakan koefisien DEF yang dihasilkan hanya sebesar 0.050109. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Shaym-Sunder dan Myers (1999) bawah financing deficit dapat menjelaskan net debt issued.

Model Pecking Order Dikelompokkan Berdasarkan Firm Size

Hasil Statistik Model Pecking Order Dikelompokkan Berdasarkan Firm Size Pecking order theory didasarkan pada perbedaan informasi antara manajemen dan pasar. Ukuran perusahaan termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi pecking order, perusahaan kecil adalah perusahaan yang biasanya mengikuti pecking order, untuk itu di dalam penelitian ini model pecking order dikelompokkan berdasarkan size dan diurutkan ke dalam kuartil berdasarkan total aset. Size di dalam jurnal Frank dan Goyal dibagi ke dalam 4 kategori, small, medium small, medium large, dan large.

(11)

Dalam model penelitian ini diterapkan metode Generalized Least Square untuk menghilangkan autokorelasi.

Berikut adalah hasil regresi model Pecking Order dikelompokkan berdasarkan size :

Tabel 4.10

Hasil Regresi Pengelompokkan Berdasarkan Size Small dan Medium Small

Sumber : Olahan penulis, 2014

Dari tabel 4.10 terlihat untuk perusahaan dengan size small adjusted R-squared sebesar 0.879625. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu financing deficit mampu menjelaskan variabel dependen net debt issued sebesar 87.9% untuk perusahaan dengan size small.

Untuk perusahaan dengan size medium small adjusted R-squared sebesar 0.246803 yang mengalami penurunan dibandingkan hasil regresi pada perusahaan dengan size small. Hasil regresi untuk perusahaan medium small menunjukkan bahwa variabel financing deficit dapat menjelaskan variabel net debt issued sebesar 24,6%.

Tabel 4.11

Hasil Regresi Pengelompokkan Berdasarkan Medium Large dan Large Pengelompokkan Berdasarkan Medium Large dan Large

Medium Large Large

Pengelompokkan Berdasarkan Size Small dan Medium Small

Small Medium Small

Koef. Statistik-t Prob. Koef. Statistik-t Prob.

Constant -4.040766 -10.13881 0.0000 -5.024242 -7.414439 0.0000

DEF -0.058428 -0.924652 0.3589 -0.083315 -0.666071 0.5080

R2 0.899970 0.374104

Adj.R2 0.879625 0.246803

Durbin Watson

1.703457 2.162321

Prob(F-stat) 0.000000 0.002937

(12)

Koef. Statistik-t Prob. Koef. Statistik-t Prob.

Constant -3.259445 -9.725540 0.0000 -4.548133 -19.48471 0.0000 DEF 0.085124 1.403020 0.1659 0.155586 3.821902 0.0003

R2 0.669094 0.833863

Adj.R2 0.601791 0.800072

Durbin-

Watson 2.587853 2.071679

Prob(F- Stat)

0.000000 0.000000

Sumber : Olahan Penulis, 2014

Dari hasil tabel 4.11, perusahaan dengan size medium large adjusted R-squared sebesar 0.601791 yang berarti variabel financing deficit dapat menjelaskan variabel net debt issued sebesar 60.1%, sisanya yaitu sebesar 39.9% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak digunakan dalam model. Hasil dari.

adjusted R-squared untuk perusahaan medium large mengalami peningkatan dibandingkan dengan perusahaan medium small.

Selain perusahaan dengan size small, medium small, medium large dilakukan juga regresi untuk perusahaan large. Hasil adjusted R-squared untuk perusahaan dengan size large sebesar 0.800072, yang berarti variabel financing deficit dapat menjelaskan variabel net debt issued sebesar 80% sisanya sebesar 20% dapat dijelaskan oleh variabel lain atau sebab lain di luar model yang digunakan. Dapat dilihat juga hasil regresi adjusted R-squared perusahaan large lebih besar daripada hasil adjusted R-squared medium large.

Dari tabel 4.10 dan 4.11 ditunjukkan juga bahwa nilai p-value dari F- statistic hasil regresi untuk dengan perusahaan size small, medium small, medium large dan large nilai p-value dari F-statistic hasil regresi kurang dari nilai signifikansi (α) = 0.1% yang menunjukkan validitas model yang diestimasi. Hasil ini sama dengan p-value dari F-statistic hasil regresi untuk perusahaan tanpa pengelompokkan yang kurang dari nilai signifikansi (α) = 0.1%.

a. Hubungan Financing Deficit (DEF) Terhadap Net Debt Issued (ΔD)

Dari hasil regresi tabel 4.10 terlihat bahwa koefisien DEF untuk perusahaan size small sebesar -0.058428 yang berarti setiap peningkatan satu poin financing deficit mengalami perubahan net debt issued sebesar -

(13)

0.058428 dan probabilitas t sebesar 0.3589 menunjukkan hubungan negative tetapi tidak signifikan. Untuk perusahaan size medium small koefisien DEF sebesar -0.083315 yang mengalami penurunan dibandingkan perusahaan size small. Hasil koefisien DEF perusahaan size medium small menunjukkan setiap peningkatan satu poin financing deficit mengalami perubahan net debt issued sebesar -0.083315 dan probabilitas t sebesar 0.3589 menunjukkan hubungan negatif tetapi tidak signifikan.

Selanjutnya dari tabel 4.11, untuk perusahaan size medium large nilai koefisien DEF sebesar 0.085124, yang berarti setiap peningkatan satu poin financing deficit menunjukkan perubahan net debt issued sebesar 0.085124. Nilai probabilitas t sebesar 0.1659 menunjukkan hubungan positif tetapi tidak signifikan. Begitu juga dengan perusahaan size large, nilai koefisien DEF sebesar 0.155586, yang berarti setiap peningkatan satu poin financing deficit mengalami perubahan net debt issued sebesar 0.155586. Koefisien DEF terbesar adalah pada perusahaan size large begitu juga nilai probabilitas perusahaan size large sebesar 0.0003 yang menunjukkan hubungan positif dan signifikan.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis pecking order yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki masalah adverse selection, seperti perusahaan size small dalam keputusan struktur modalnya mengikuti pecking order. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Frank dan Goyal (2003) yang menyatakan bahwa keputusan pendanaan mengikuti size perusahaan yang menunjukkan bahwa size perusahaan adalah salah satu faktor penting dalam pecking order.

Perusahaan size large di Indonesia cenderung mengikuti pecking order yang membiayai financing deficit-nya dengan net debt issued, sedangkan perusahaan size small di Indonesia tidak mengikuti pecking order dalam membiayai financing deficit-nya, dan untuk perusahaan dengan size medium di Indonesia mengarah mengikuti pecking order.

Model Pecking Order Disagregat

Pada model penelitian ini diterapkan metode Generalized Least Square untuk mengatasi autokorelasi. Setelah melakukan uji asumsi klasik, agar BLUE

(14)

terpenuhi, selanjutnya adalah menganalisis hasil regresi. Berikut adalah hasil pengujian pecking order disagregat :

Tabel 4.12

Hasil Regresi Financing Deficit Disagregat Variabel Bebas Variabel Terikat (ΔD)

Koefisien Statistik-t Probabilitas

Constant -3.886273 -7.174890 0.0000

ΔWc 0.006540 0.217379 0.8281

Div 0.024716 0.715126 0.4752

It 0.056542 1.174272 0.2415

Ct -0.022776 -0.414783 0.6787

R-squared 0.803453

Adj R-squared 0.760979

Durbin Watson 2.193743 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber : Olahan penulis, 2014

Dari hasil tabel 4.12 menunjukkan bahwa adjusted R-squared sebesar 0.760979 yang berarti variabel independen di dalam model financing deficit disagregat dapat menjelaskan variabel dependen (ΔD) sebesar 76%, sisanya sebesar 24%

dapat dijelaskan oleh variabel lain dan faktor lain di luar model yang digunakan.

Nilai p-value F-statistik sebesar 0.000000 menunjukkan validitas model yang digunakan.

a. Hubungan Change in Working Capital (ΔWC) Terhadap Net Debt Issued (ΔD)

Dari hasil regresi pada tabel 4.12 menunjukkan koefisien ΔWC sebesar 0.006540 yang berarti setiap peningkatan satu poin change in working capital, maka mengalami perubahan sebesar 0.006540 untuk net debt issued. Nilai t-statistik sebesar 0.217379 dan probabilitasnya sebesar 0.8281 yang menunjukkan hubungan positif dan tidak signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis pecking order bahwa koefisien dalam change in working capital bernilai positif. Setiap peningkatan dalam change in working capital maka terdapat peningkatan juga dalam net debt issued. Hubungan positif ini berkaitan juga dengan waktu, jika perusahaan menerbitkan hutang maka akan menerima cash.

Sampai perusahaan menggunakan cash tersebut, hutang tersebut akan

(15)

disimpan di dalam bank account atau investasi jangka pendek yang termasuk di dalam working capital.

Hasil penelitian juga sesuai dengan hasil penelitian Frank dan Goyal (2003) yang di dalam penelitiannya koefisien untuk change in working capital bernilai positif. Hal ini menunjukkan hubungan positif antara variabel change in working capital dan net debt issued.

b. Hubungan Cash Dividend (DIV) Terhadap Net Debt Issued (ΔD)

Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa koefisien DIV sebesar 0.024716 yang berarti setiap peningkatan satu poin DIV maka terjadi perubahan pada net debt issued sebesar 0.024716. Nilai t-statistik sebesar 0.715126 dan nilai probabilitas sebesar 0.4752 yang menunjukkan hubungan positif dan tidak signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Frank dan Goyal(2003) yang mengatakan bahwa saat melakukan penerbitan hutang, koefisien cash dividend adalah positif yang berarti setiap terjadi peningkatan dalam cash dividend akan terjadi peningkatan dalam penerbitan hutang. Dan hasil ini sesuai juga dengan teori trade-off yang memprediksi bahwa ada hubungan positif antara dividen dan hutang.

c. Hubungan Investment (It) Terhadap Net Debt Issued (ΔD)

Hasil regresi dari tabel 4.12 menunjukkan koefisien It sebesar 0.056542, yang berarti setiap peningkatan satu poin It maka terjadi perubahan pada net debt issued sebesar 0.056542. Nilai t-statistik sebesar 1.174272 dan nilai probabilitas sebesar 0.2415 yang menunjukkan hubungan positif dan tidak signifikan.

Hasil regresi sesuai dengan hipotesis pecking order bahwa koefisien investment pada aset tetap bernilai positif. Berdasarkan teori pecking order, setelah melakukan kontrol untuk internal cash flow, investment pada aset tetap harus sesuai dengan net debt issued, yang artinya setiap peningkatan investment maka terdapat peningkatan net debt issued.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Frank dan Goyal (2003), dimana koefesien It dalam penelitiannya bernilai positif. Selain itu,

(16)

hasil penelitian sesuai dengan tradeoff theory yang juga memprediksi hubungan positif antara investment dan hutang.

a. Hubungan Internal Cash Flow (Ct) Terhadap Net Debt Issued (ΔD) Pada tabel 4.12 koefisien internal cash flow sebesar -0.022776 yang berarti setiap peningkatan satu poin dalam internal cash flow maka terjadi perubahan sebesar -0.022776 pada net debt issued. Nilai t-statistik sebesar -0.414783 dan nilai probabilitas sebesar 0.6787 yang menunjukkan hubungan negatif dan tidak signifikan.

Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian Frank dan Goyal (2003), variabel internal cash flow bernilai negatif karena internal cash flow membuat penurunan pada net debt issued, walaupun pengaruhnya kecil baik pada penelitian oleh peneliti maupun penelitian oleh Frank dan Goyal (2003). Di dalam penelitian Frank dan Goyal (2003) mengatakan bahwa jika internal cash flow mengukur kesempatan pertumbuhan di masa depan, maka tradeoff theory   juga memprediksi hubungan negatif antara internal cash flow dan net debt issued.

Model Conventional Leverage Regression

Pada model conventional leverage di penelitian ini diterapkan metode Generalized Least Square. Model yang akan di regresikan adalah model conventional leverage regression dari Harris dan Raviv (1995), selain model conventional leverage regression yang diteliti, di dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh variabel financing deficit saat ditambahkan sebagai additional explanatory variable ke dalam model conventional leverage regression untuk melihat apakah financing deficit mempengaruhi variabel-variabel di dalam model conventional leverage regression. Berikut adalah hasil regresi model conventional leverage regression:

Tabel 4.13

Hasil Regresi Conventional Leverage Regression Tanpa Variabel Financing Deficit Variabel Bebas Variabel Terikat (ΔD) Tanpa DEF

Koefisien Statistik-t Prob.

Constant -2.072206 -3.956350 0.0001

Tng 0.141591 3.525399 0.0005

(17)

LS -0.051192 -0.989451 0.3235

MTB -0.169397 -3.694891 0.0003

Prof -0.169397 2.007064 0.0460*

R2 0.683852

Adj.R2 0.615060

Durbin-Watson 2.039054

Prob(F-stat) 0.000000

*Tingkat signifikansi 0.05 ** Tingkat signifikansi 0.1 Sumber : Olahan Penulis, 2014

Dari hasil tabel 4.13 untuk model conventional leverage regression tanpa explanatory variabel DEF menunjukkan adjusted R-squared sebesar 0.615060 yang berarti bahwa variabel independen dalam model conventional leverage regression dapat menjelaskan variabel dependen (ΔD) sebesar 61.5%. dan sisanya sebesar 38.5% dijelaskan oleh variabel lain atau faktor lain yang tidak digunakan dalam model. Nilai p-value dari F-statistik sebesar 0.000000 yang menunjukkan validitas model.

Tabel 4.14

Hasil Regresi Model Conventional Leverage Regression Variabel Bebas Variabel Terikat (ΔD) Dengan DEF

Koefisien Statistik-t Prob.

Constant -2.326319 -2.463675 0.0144*

Tng 0.099369 1.541027 0.1245

LS -0.018081 -0.215342 0.8927

MTB -0.018081 -2.982631 0.0031

Prof 0.1392944 1.716854 0.0872**

DEF -0.091197 -1.270163 0.2052

R2 0.048550

Adj.R2 0.030111

Durbin-Watson 1.528130

Prob(F-stat) 0.024196*

(18)

*Tingkat signifikansi 0.05 ** Tingkat signifikansi 0.1 Sumber: Olahan Penulis, 2014

Selain hasil regresi model conventional leverage regression, peneliti memasukkan explanatory variable financing deficit ke dalam model conventional leverage regression untuk melihat pengaruhnya. Hasil regresi di tabel 4.14 menunjukkan adjusted R-squared sebesar 0.030111 yang mengalami penurunan drastis dibandingkan model conventional leverage regression tanpa tambahan explanatory variable financing deficit. Variabel independen termasuk tambahan explanatory variable financing deficit hanya dapat menjelaskan variabel dependen (ΔD) sebesar 3%, sisanya 97% dapat dijelaskan oleh variabel lain dan model lain yang tidak digunakan dalam model. Nilai p-value F-statistik sebesar 0.024196 yang menunjukkan validitas model pada tingkat signifikansi 0.05.

1. Hubungan Financing Deficit Sebagai Additional Explanatory Variable Terhadap Leverage Regression

Dari tabel 4.14 hasil regresi dengan additional explanatory variable menunjukkan nilai koefisien dari masing-masing variabel independen model conventional leverage regression mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan hasil regresi tanpa additional explanatory variable.

Selain mengalami penurunan signifikan untuk variabel independen model conventional leverage regression, variabel financing deficit juga bernilai negatif yaitu sebesar -0.091197, yang berarti setiap peningkatan satu poin financing deficit dalam model conventional leverage regression terjadi perubahan sebesar -0.091197 pada variabel dependen (ΔD).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis dalam penelitian Frank dan Goyal yang mengatakan jika pecking order adalah pengaruh utama dalam model conventional leverage regression, maka seharusnya menghilangkan efek dari variabel conventional leverage. Menambahkan variabel financing deficit ke dalam regresi memiliki efek yang cukup besar pada koefisien dan signifikansi pada variabel conventional leverage.

Kesimpulan

(19)

Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat tentang perilaku pendanaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007 – 2012, maka dapat disimpulkan :

1. Terdapat hubungan positif antara financing deficit dengan net debt issued pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2007 – 2012. Hal ini sesuai dengan teori pecking order yang menyatakan bahwa perusahaan akan menggunakan hutang dalam membiayai financing deficit-nya ketika pendanaan internal tidak mencukupi.

2. Ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif pada perusahaan dengan size small dan medium small. Pada perusahaan dengan size small dan medium small membiayai financing deficit-nya dengan menerbitkan ekuitas. Ukuran perusahaan memiliki hubungan positif pada perusahaan dengan size medium large dan large. Pada perusahaan size medium large dan large membiayai financing deficit-nya dengan menerbitkan penerbitan hutang. Hanya perusahaan dengan size medium large dan large yang mengikuti teori pecking otder dalam keputusan pembiayaan financing deficit.

3. Persamaan financing deficit agregat adalah persamaan yang valid secara empiris. Untuk koefisien change in working capital, cash dividend, investment hubungannya positif dengan net debt issued dan koefisien cash flow after interest and taxes hubungannya negatif dengan net debt issued.

Koefisien dalam variabel financing deficit disagregat menunjukkan hubungan yang sesuai dengan pecking order.

4. Koefisien financing deficit memiliki pengaruh yang signifikan dalam model conventional leverage regression pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2007 – 2012. Pengaruh signifikan ini diartikan bahwa pecking order adalah pendorong utama dalam model conventional leverage regression.

Saran

Dari hasil penelitian ini terdapat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya :

1. Pada penelitian ini digunakan model financing deficit dari Shyam-Sunder dan Myers (1999), namun hasil penelitian menunjukkan tidak signifikan atau

(20)

tidak terdapat pengaruh antara financing deficit dan net debt issued. Untuk penelitian berikutnya disarankan dapat meneliti dengan model financing deficit lainnya yang memiliki signifkansi atau pengaruh terhadap net debt issued di perusahaan di Indonesia.

2. Pada penelitian ini digunakan model conventional leverage regression dengan variabel financing deficit sebagai variabel tambahan. Namun, terdapat beberapa koefisen dari variabel conventional leverage regression yang hasilnya berbeda dengan koefisien dari hasil penelitian di dalam jurnal acuan yang dapat menimbulkan bias dari hasil regresi. Untuk penelitian berikutnya disarankan dapat meneliti dengan variabel – variabel lain di luar variabel dalam model conventional leverage regression untuk mengetahui pengaruh variabel lain terhadap penerbitan hutang

3. Pada penelitian berikutnya disarankan untuk menggunakan lebih banyak sampel perusahaan dan memperpanjang periode penelitian agar hasil penelitian lebih akurat.

Daftar Pustaka Jurnal (Published) :

Frank, M.Z., Goyal.V.K. 2003. Testing The Pecking Order Theory of Capital Structure. Journal of Financial Economics 67, 217 – 248.

Myers, S.C. 1984. The Capital Structure Puzzle. Journal of Finance 39, 575-592.

Myers, S.C. 2001. Capital Structure. Journal of Financial Economics 13, 187-221.

Myers, S.C., Maljuf, N.S. 1984. Corporate Financing and Investment Decisions When Firms Have Information That Investors Do Not Have. Journal of Financial Economics 13, 187-221.

Rajan, R. G., Zingales, L. 1995. What Do We Know About Capital Structure?

Some Evidence from International Data. Journal of Finance 50, 1421- 1460.

Shyam-Sunder, L., Myers, S.C. 1999. Testing Static Tradeoff Against Pecking Order Models of Capital Structure. Journal of Financial Economics 51, 219-244.

Referensi

Dokumen terkait

Dimana pecking order sendiri adalah salah satu teori struktur modal yang merupakan konsep pendanaan berdasarkan sebuah “herarki” pendanaan yaitu perusahaan disarankan untuk

Dari kedua indikator tersebut, yaitu trade off theory yang terdiri dari variabel struktur aktiva, ukuran perusahaan, intensitas modal.. dan likuiditas pecking

Dalam teori Pecking Order Theory terdapat beberapa asumsi yang digunakan (Mayangsari, 2001:40), yaitu: 1) Perusahaan cenderung memilih pendanaan internal terlebih

Selain itu juga Shyam-Sunder dan Myers (1994) mengklaim bahwa pecking order theory lebih unggul penjelasannya dalam perilaku perusahaan dibandingkan teori trade off

pendanaan y~ng dilakukan oleh perusahaan - perusahaan yang go public di Bursa Efek Jakarta periode 1994 dan 1995 dapat dijelaskan melalui Pecking Order Model walaupun

Hasil ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristina Ayu (2011) yang menyimpulkan bahwa financial leverage yang terdiri dari variabel debt to

Hasil ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristina Ayu (2011) yang menyimpulkan bahwa financial leverage yang terdiri dari variabel debt to

Dari data laporan keuangan perusahaan makanan dan minuman di dalam sampel yang digunakan dalam penelitian ini terlihat bahwa pengeluaran arus kas pada Cash Flow from Financing