• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA. peserta didik. Karena dengan melaksanakan pendidikan maka seseorang akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PUSTAKA. peserta didik. Karena dengan melaksanakan pendidikan maka seseorang akan"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Fullday School

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan peserta didik. Karena dengan melaksanakan pendidikan maka seseorang akan mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan yang akan berguna baginya dimasa yang akan datang dan upaya yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan serta mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya.1 Upaya meningkatkan kualitas pendidikan pada hakekatnya tidak sekedar mengarah pada hasil pendidikan akan tetapi juga pada proses pelaksanaan pendidikan, proses disini termasuk model kurikulum yang diterapkan. Berkenaan dengan penerapan kurikulum, sistem full day school merupakan salah satu bentuk model pendidikan yang sangat mendukung untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam hal ini akan dibahas mengenai pengertian fullday school, sejarah fullday school, unsur dan tujuan fullday school, karakteristik fulldat school, dan kurikulum fullday school sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut:

1. Pengertian Fullday School

Istilah fullday school berasal dari bahasa inggris yang dipetakan menjadi tiga kata, full artinya penuh, day artinya hari, dan school artinya sekolah.2 Jika ketiga kata tersebut digabungkan, maka akan menunjukkan bahwa fullday school merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan

1 Udin Syaefudin Sa‘ud dan Abin Syamsudin Makmun, Perencanaan Pendidikan: Suatu Pendekatan Komprehensif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 6.

2 Jhon Echols, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1996), 259, 165, 504.

(2)

22

seharian penuh dari pagi hingga sore hari yang menerapkan dasar intregrated curriculum dan intregreted activity yang berarti hampir seluruh aktifitas anak berada di sekolah, mulai dari belajar, makan, bermain dan ibadah dikemas dalam dunia pendidikan. Hal itu senada dengan pendapat Yusanto, bahwa SDIT berpola fullday school artinya waktu belajar berlangsung sejak pagi hari hingga sore hari.3

Menurut Nor Hasan dalam jurnal pendidikan Islam, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan fullday school secara istilah yaitu suatu proses pembelajaran yang berlangsung secara aktif, kreatif dan transformatif selama sehari penuh bahkan selama kurang lebih 24 jam. Hal yang dimaksud dengan aktif disini yaitu mengoptimalisasikan nseluruh potensi untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Sedangkan sisi kreatif terletak pada optimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana sekaligus sistem untuk mewujudkan proses pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi siswa. Adapun dari segi transformatif dalam pembelajaran fullday school adalah proses pembelajaran yang diabadikan untuk mengembangkan seluruh potensi kepribadian siswa dengan lebih seimbang. Dan yang dimaksud dengan sistem 24 jam dimaksudkan sebagai ikhtiar bagaimana selama sehari semalam siswa melakukan aktivitas bermakna edukatif.4

Jika dilihat dari makna dan pelaksanaannya, fullday school sebagian waktunya digunakan untuk program pelajaran yang suasananya informal,

3 Ismail Yusanto et al., Menggagas Pendidikan Islami (Bogor:Al-Azhar Press, 2013), 188.

4 Nor Hasan, ―Fullday School : Model Alternatif Pembelajaran Bahasa Asing‖, Tadris, (Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1. No 1 (2006), 110-111.

(3)

23

tidak kaku, menyenangkan bagi siswa dan membutuhkan kreativitas dan inovasi dari guru. Dengan dimulainya jam sekolah dari pagi sampai sore hari, sekolah lebih leluasa mengatur jam pelajaran yang mana disesuaikan dengan bobot pelajaran dan ditambah dengan model pendalamannya.5

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sistem pembelajaran fullday school yaitu program pendidikan yang seluruh kegiatan belajar mengajar berada di sekolah secara aktif, kreatif dan transformatif, dimulai dari pagi hingga sore yaitu pukul 07.00 sampai 16.00.

2. Sejarah Fullday school

Fullday shool awalnya muncul pada tahun 1990-an di Amerika Serikat, sebenarnya pada waktu itu hanya dilaksanakan untuk jenjang taman kanak-kanak saja, namun dengan seiring perkembangan zaman, fullday school meluas sehingga juga diperuntukkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu SD sampai dengan menengah ke atas.6

Ketertarikan para orang tua untuk memasukkan anaknya ke fullday school dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu karena semakin banyaknya kaum ibu yang bekerja di luar rumah dan mereka banyak yang memiliki anak berusia di bawah 6 tahun, meningkatnya jumlah anak-anak usia prasekolah yang ditampung di sekolah milik publik (masyarakat

5 Addin Arsyadana, ―Penerapan Sistem Fullday School sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan‖, dalam http://lib.uinmalang.ac.id/files/thesis/fullchapter/06110206.pdf (10 Oktober, 2015).

6 Anita Fauziyah, ―Implementasi Sistem Pembelajaran Fullday School dalam Menanamkan Perilaku Sosial Siswa di SD Kyai Ibrahim Surabaya‖ (Undergraduate, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016), 21, accessed November 7, 2016, http://digilib.uinsby.ac.id/5132/.

(4)

24

umum), meningkatnya pengaruh televisi dan mobilitas para orang tua, serta kemajuan dan kemodernan yang mulai berkembang disegala aspek kehidupan. Dengan memasukkan anak mereka ke fullday school, mereka berharap dapat memperbaiki nilai akademik anak-anak mereka sebagai persiapan untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya dengan sukses, juga masalah-masalah tersebut di atas dapat teratasi.

Adapun munculnya sistem pembelajaran fullday school di Indonesia diawali dengan menjamurnya istilah sekolah unggulan sekitar tahun 1990-an, yang banyak dipelopori oleh sekolah-sekolah swasta termasuk sekolah-sekolah yang berlabel Islam. Dalam pengertian yang ideal, sekolah unggul adalah sekolah yang lebih mengedepankan pada kualitas proses pembelajaran, bukan pada kualitas input siswanya. Kualitas proses pembelajaran bergantung pada sistem pembelajarannya.

Sekolah unggulan biasanya ditandai dengan biaya yang mahal, fasilitas yang lengkap dan serba mewah, elit, dan lain dari pada yang lain, serta tenaga-tenaga pengajar yang propesional, padahal sebenarnya sekolah-sekolah yang berorientasi elitis-ekslusif ini pada dasarnya belum teruji keprofesionalannya. Indikasinya, terbukti dari adanya temuan penelitian Steenbrink (1986), seorang pastur dari Belanda yang sering menkaji pendidikan Islam di Timur, tentang munculnya Madrasah Ibtidaiyah (MI yang bermutu tinggi di sejumlah kota besar di Indonesia yang mampu bersaing dengan dasar umum yang di kelola oleh para

(5)

25

pengelola di sekolah dasar umum yang dikelola Departemen Pendidikan Nasional.7

Meskipun dalam pembelajaran fullday school memiliki rentang waktu yang lebih panjang yaitu dari pagi sampai sore, sistem ini masih bias diterapkan di Indonesia dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa setiap jenjang pendidikan telah ditentukan alokasi jam pelajarannya. Dalam fullday school ini waktu yang ada tidaklah selalu dipakai untuk menerima materi pelajaran namun sebagaian waktunya dipakai untuk pengayaan.8

Sistem pembelajaran fullday school jika dilihat dari sejarahnya, sistem pembelajaran yang dilakukan seharian penuh sebenarnya bukanlah hal yang baru. Namun, sudah banyak lembaga-lembaga pendidikan yang sudah menerapkan sistem fullday school dengan model yang berbeda dan sangat variatif. Penggunaan nama lembaga yang digunakan juga sangat beragam, seperti: fullday school, boarding school, dan program ma’had.

Dalam tradisi pesantren pun sudah lama menerapkan sistem pembelajaran ini dengan menggunakan sistem asrama atau pondok.9

Namun orang banyak mengira sistem pendidikan sehari penuh atau fullday school merupakan model atau sistem pendidikan baru. Padahal di

7 Iwankuswandi, ―Fullday School dan Pendidikan Terpadu‖, July 9, 2012, accessed November 7, 2016, https://iwankuswandi.wordpress.com/full-day-school-dan-pendidikan-terpadu/.

8 ―Permendiknas No 22 Tahun 2006.pdf,‖ n.d., accessed November 7, 2016, http://sdm.data.kemdikbud.go.id/SNP/dokumen/Permendiknas%20No%2022%20Tahun%202006.

pdf.

9 Karel A. Steembrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah;Pendidikian Islam dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1994), 20.

(6)

26

Indonesia sudah ada model pendidikan seperti ini sejak lama, yaitu di pondok pesantren. Umumnya siswa pondok pesantren akan belajar sehari penuh bahkan sampai larut malam untuk mempelajari Agama Islam selain pengetahuan umum lainnya.10

Di Indonesia sendiri sebenarnya sekolah yang menggunakan sistem seperti ini adalah sekolah-sekolah yang berbasis agama dan sekolah internasional maupun sekolah nasional yang mengharuskan siswanya untuk tinggal diasrama. Menurut salah satu pakar Sismanto Fullday school merupakan model sekolah umum yang memadukan sistem pengajaran Islam secara intersif yaitu memberi waktu tambahan waktu khusus untuk pendalaman keagamaan siswa, dan biasanya jam tambahan ini berlaku setelah siswa pulang sekolah.11

Pada umumnya pembelajaran disebuah lembaga pendidikan masih menerapkan pembelajaran yang hanya mampu memuwujudkan segi kognitifnya saja, sementara dari segi afektif dan psikomotoriknya masih rendah. Sedangkan di pesantren dengan adanya sistem 24 jam proses pembelajaran, maka ketiga segi tersebut akan dengan mudah diterapkan di dalam proses pembelajaran.

Dengan adanya sistem asrama atau pesantren, banyak sejumlah sekolah-sekolah formal melakukan inovasi dari acuan sistem tersebut.

10 Author-Achmad Maulidi, ―Pengertian Fullday School | Kanal Informasi,‖ n.d., accessed November 10, 2016, http://www.kanalinfo.web.id/2016/08/pengertian-full-day-school.html, http://www.kanalinfo.web.id/2016/08/pengertian-full-day-school.html.

11 Muamar Qadar Yusuf, ―Sejarah Sistem ‗Fullday School ‘ dan Alasan Mengapa Harus Di Terapkan | Pakar Pendidikan,‖ Pendapat Pakar, n.d., accessed November 10, 2016, http://www.pendapat-pakar.com/2016/08/sejarah-sistem-full-day-school-dan.html.

(7)

27

Sudah banyak dari sekolah formal yang melakukan inovasi dari acuan sistem tersebut dengan merintis sistem pembelajaran fullday school yang dalam hal tertentu sangat mirip dengan pesantren dengan melakukan banyak modifikasi dari tradisi pesantren.12 Dalam batas tertentu, pesantren kurang menyadari substansi pola kependidikan yang diaplikasikan dikarenakan sudah menjadi sebuah tradisi yang melekat dalam transformasi keilmuannya. Oleh sebab itu, dalam mengaplikasikan sistem fullday school bisa saja tetap memperhatikan format tradisi pesantren namun yang digunakan hanyalah tradisi yang telah tersadarkan akan substansinya.

Untuk menerapkan model fullday school di Indonesia tidak mudah, banyak factor yang mempengaruhi seperti budaya, kebiasaan, ekonomi dan sebagainya termasuk kesiapan sarana prasarana pendidikan.

3. Unsur dan Tujuan Fullday school

Fullday school dapat dipahami sebagai suatu sistem yang diterapkan oleh sekolah kepada anak didik dimana seluruh aktivitas anak berada di sekolah. Tentunya ada kemauan dari orang tua untuk memberikan yang terbaik kepada anaknya. Kemauan orang tua disini yaitu harapan akan pembelajaran yang bermutu, akhlak anak didik yang lebih baik serta prestasi yang didapatkan lebih maksimal. Menurut Basuki

12 Nor Hasan, ―Full Day Schoo: Model Alternatif Pembelajaran Bahasa Asing” (Jurnal-STAIN Pamekasan, 2004), 113.

(8)

28

terdapat beberapa unsur dalam penerapan sistem Fullday school sebagai berikut:13

a. Pengaturan jadwal mata pelajaran untuk ketertiban belajar mengajar b. Strategi pembelajaran yaitu pola umum mewujudkan proses

pembelajaran yang diyakini efektifitasnya untuk mencapai tujuan Pembelajaran.

c. Sarana dan prasarana yang memadai yaitu media pembelajaran yang merupakan alat yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran serta komponen yang terdapat dalam pembelajaran seperti fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran dan bahan pelajaran.

Pendalaman materi yaitu lebih mendalami tentang komponen utama proses pembelajaran yang dapat memberi warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Berdasarkan unsur-unsur dalam penerapan sistem fullday school maka dapat dimaksudkan atau diartikan bahwa unsur yang menunjang dalam penerapan sistem fullday school adalah adanya pengaturan jadwal yang baik, pembelajarannya harus memiliki strategi yang sangat baik dalam melaksanakan suatu pembelajaran, fasilitas yang menunjang serta menggali lebih dalam lagi tentang materi yang akan atau sudah diberikan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Basuki, bahwa sistem

13 Syukur Basuki, Fullday School Harus Proporsional (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 5.

(9)

29

pembelajaran Fullday school selain pengembangan kreatifitas juga terdapat 3 ranah belajar yaitu kognitif, akektif, dan psikomotorik.14

Menurut Benyamin S.Bloom, 3 ranah belajar diatas mempunyai arti sebagai berikut: Ranah Kognitif lebih kepada hasil yang berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual.15 Kategori ranah kognitif mencangkup:

a. Pengetahuan, merupakan suatu tindakan mengingat atau mengenali informasi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Pemahaman, merupakan kemampuan memperoleh makna dari materi pembelajaran.

c. Penerapan, merupakan kemampuan menggunakan materi pembelajaran yang telah dipelajari dalam situsi yang baru dan konkrit.

d. Analisis, merupakan kemampuan memecahkan material ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya.

e. Sintesis mengacu pada kemampuan mengabungkan bagian-bagian dalam membentuk struktur yang baru.

f. Penilaian, kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi pembelajaran untuk tujan tertentu.

14 Ibid.,

15 Catharina Anni, Psikologi Belajar (Semarang: UNNES Press. 2004), 6.

(10)

30

Pada ranah afektif, tujuan pembelajaran lebih berhubungan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuan pembelajaran afektif mencangkup:16

a. Penerimaan, lebih mengacu pada keinginan siswa untuk menghadirkan rangsangan atau fenomena tertentu.

b. Penanggapan, mengacu pada partisipasi aktif yang terjadi pada diri siswa.

c. Penilaian, mengacu pada harga atau nilai yang melekat pada objek, fenomena atau perilaku tertentu pada diri siswa.

d. Pengorganisasian, berkaitan dengan perakitan nilai-nilai yang berbeda.

e. Pembentukan pola hidup, siswa mampu mengembangkan karakteristik gaya hidupnya

Tujuan pembelajaran ini mengacu pada penunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Kategori pembelajaran psikomotorik mencangkup:17

a. Persepsi, berkaitan dengan organ penginderaan untuk memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik.

b. Kesiapan, mengacu pada pengambilan tipe keputusan tertentu.

c. Gerakan terbimbing,

d. berkaitan dengan tahap-tahap awal didalam

16 Ibid.

17 Ibid.

(11)

31

e. keterampilan kompleks.

f. Gerakan terbiasa, berkaitan dengan tindakan untuk bekerja.

g. Gerakan kompleks, berkaitan dengan kemahiran kerja tindakan motorik pola-pola gerakan yang kompleks.

h. Penyesuaian, berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan persyaratan baru.

i. Kreatifitas, mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru dengan situasi tertentu.

Berdasarkan pembagian ranah belajar diatas bertujuan agar seseorang mampu memperoleh makna dari pembelajaran sehingga bisa menjadi manusia yang kreatif dan mampu bersikap kritis dimana mampu membuktikan apa yang sudah didapatkannya serta memiliki keterampilan dalam mengambil suatu keputusan.18

Fullday school sendiri merupakan satu istilah dari proses pembelajaran yang dilaksanakan secara penuh, aktifitas anak lebih banyak dilakukan di sekolah dari pada di rumah. Meskipun begitu, proses pembelajaran yang lebih lama di sekolah tidak hanya berlangsung di dalam kelas, karena konsep awal dibentuknya sistem fullday school ini bukan menambah materi ajar dan jam pelajaran yang sudah ditetapkan oleh Depdiknas seperti yang ada dalam kurikulum tersebut, melainkan tambahan jam sekolah digunakan untuk pengayaan

18 Lisnawaty Soapatty and Totok Suwanda, ―Pengaruh Sistem Sekolah Sehari Penuh (Fullday School ) Terhadap Prestasi Akademik Siswa Smp Jati Agung Sidoarjo,‖ Kajian Moral dan Kewarganegaraan 2, no. 2 (2014): 721–722, accessed October 27, 2016, http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-kewarganegaraa/article/view/7860.

(12)

32

materi ajar yang disampaikan dengan metode pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan untuk menambah wawasan dan memperdalam ilmu pengetahuan, menyelesaikan tugas dengan bimbingan guru, pembinaan mental, jiwa dan moral anak.

Dengan kata lain konsep dasar dari fullday school ini adalah integrated curriculum dan integrated activity. Penerapan fullday school merupakan alternatif dari revolusi pendidikan terhadap masalalah- masalah yang ada dan terjadi pada siswa. Sebagai solusi alternatif pelaksanaan full day school ditunjang dengan berbagai alasan yang patut dipertimbangkan dalam pendidikan siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Clark yaitu:

―The growing number of all-day programs is the result of a number of factors, including the greater numbers of single-parent and dualincome families in the workforce who need all-day programming for their young children, as well as the belief by some that all-day programs better prepare children for school”.19 (Dalam pertumbuhannya program sehari penuh diakibatkan oleh beberapa factor, di dalamnya banyak orang tua tunggal dan orang tua yang keduanya bekerja yang membutuhkan program sehari penuh untuk anak mereka, di samping ada sebagian yang percaya bahwa program

19 Clark, P. ‖Recent Research on All-Day Kindergarten‖. ERIC Digest. Vol.01 No. 3 (2004): 1.

(13)

33

sehari penuh merupakan program sekolah yang dapat mempersiapkan anak-anak lebih baik).20

Sehudin kembali mengatakan bahwa garis-garis besar program fullday school adalah sebagai berikut:21

a. Membentuk sikap yang Islami

Adapun hal-hal yang terdapat dlam membentuk sikap yang Islami sebagai berikut:22

1) Pembentukan sikap yang Islami

2) Pengetahuan dasar tentang Iman, Islam dan Ihsan.

3) Pengetahuan dasar tentang akhlak terpuji dan tercela.

4) Kecintaan kepada Allah dan Rosul-Nya

5) Kebanggaan kepada Islam dan semangat memperjuangkan b. Pembiasaan berbudaya Islam

Adapun hal-hal yang terdapat dalam Pembiasaan berbudaya Islami sebagai berikut:23

1) Gemar beribadah 2) Gemar belajar 3) Disiplin 4) Kreatif

20 Ida Nurhayati, ―Penerapan Sistem Pembelajaran ‗Fun & Fullday School ‘ untuk Meningkatkan Religiusitas Peserta Didik di SDIT Al Islam Kudus,‖ Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran 2, no. 2 (2014): 238, accessed October 27, 2016, http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/tp/article/view/3680.

21 Sehudin. ―Pengaruh Pelaksanaan Pembelajaran Fullday School terhadap Akhlak Peserta didik‖ (Tesis--IAIN Sunan Ampel, Surabaya. 2005), 17. (Unpublised).

22 Ibid.

23 Ibid.

(14)

34

5) Mandiri

6) Hidup bersih dan sehat 7) Adab-adab Islam.

8) Penguasaan Pengetahuan dan Ketrampilan

c. Pengetahuan materi-materi pokok program pendidikan

Adapun hal-hal yang terdapat dalam pengetahuan materi-materi pokok program pendidikan sebagai berikut:24

1) Mengetahui dan terampil dalam beribadah sehari-hari.

2) Mengetahui dan terampil baca dan tulis Al qur'an.

3) Memahami secara sederhana isi kandungan amaliyah sehari- hari.

Pada intinya dapat disimpulkan bahwa tujuan sistem pembelajaran fullday school ini yaitu membentuk akhlak dan akidah dalam menanamkan nilai-nilai positif serta memberikan dasar yang kuat dalam belajar di segala aspek.

Dengan adanya fullday school dapat membuat siswa sibuk belajar di sekolah dengan berbagai fasilitas menarik yang ditawarkan, sehingga tidak terpengaruh dengan lingkungan di luar sekolah dan rumah yang membawa dampak/pengaruh negative terhadap siswa. Dengan diadakannya sistem fullday school dapat memanfaaatkan waktu dengan sebaiknya, maka dapat memacu terbentuknya karakter dalam menanamkan nilai-nilai yang positif bagi siswa, tujuan lain dari diadakannya fullday school adalah untuk

24 Ibid.

(15)

35

mengembalikan manusia pada fitrahnya sebagai khalifah fil ard dan sebagai hamba Allah, serta memberikan dasar yang kuat dalam belajar di segala aspek.

4. Karakteristik Fullday School

Sesuai dengan semangat otonomi pendidikan diberikan kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan semangat yang ada di daerah. Dengan kebijakan semacam ini masyarakat diberikan kesempatan yang luas untuk mengembangkan intensiatifnya dalam pengelolaan lembaga pendidikan di daerah sesuai dengan latar budayanya. Pemerintah pusat cukup memberikan kurikulum standar nasional, sedangkan pengembangannya diserahkan kepada daerah, terutama dalam menentukan muatan lokal.25

Otonomi pendidikan disambut baik oleh lembaga pendidikan swasta dengan membenahi keadaan yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, di samping iu juga adanya kebutuhan masyarakat yang disebutkan dengan tugas pekerjaan keseharian dan menginginkan pendidikan yang berkualitas, keadaan semacam ini direspon dengan menyelenggarakan model pembelajaran fullday school, dalam arti kegiatan pembelajaran diperpanjang sampai soree hari. Maka sebagai konsekuensi perlu adanya pengelolaan yang baik, khususnya dalam

25 Chusnul Chotimah, ―Peranan FullDay School dalam Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al Uswah Tuban‖ (undergraduate, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), 16, accessed November 10, 2016, http://digilib.uinsby.ac.id/9415/.

(16)

36

pembelajaran yang berhubungan dengan waktu belajar yang efektif, pengajaran terstruktur dan kesempatan untuk belajar.26

Karakteristik yang paling mendasar dalam model pembelajaran fullday school yaitu proses Integrated curriculum dan integrated activity yang merupakan bentuk pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk siswa yang berintelektual tinggi yang dapat memadukan aspek keterampilan dan pengetahuan dengan sikap yang baik dan Islami.

Sekolah yang menerapkan pembelajaran fullday school, dalam melaksanakan pembelajarannya bervariasi, baik ditinjau dari segi waktu yang dijadwalkan maupun kurikulum lembaga atau lokal yang digunakan, pada prinsipnya tetap mengacu pada penanaman nilai-nilai agama dan akhlak yang mulia sebagai bekal kehidupan mendatang di samping tetap pada tujuan lembaga berupa pendidikan yang berkualitas.27

Dengan demikian Sekolah dasar fullday school, disyaratkan memenuhi kriteria sekolah efektif dan mampu mengelola dan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki untuk mencapai keberhasilan tujuan lembaga berupa lulusan yang berkualitas secara efektif dan efisien.

5. Kurikulum Fullday School

Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai. Isi materi dan pengalaman

26 Sehudin, ―Pengaruh Pelaksanaan Pembelajaran Fullday School Terhadap Akhlak Siswa‖

(Surabaya: Perpustakaan IAIN Sunan Ampel, 2005), 18.

27 Moch Romli, ―Manajemen Pembelajaran di Sekolah Dasar Fullday School ‖ (Disertasi UM Malang, 2004), 18.

(17)

37

belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.28

Fullday school sebenarnya memiliki kurikulum inti yang sama dengan sekolah umumnya, namun mempunyai kurikulum local. Dengan demikian kondisi siswa diharapkan lebih matang baik itu dari segi materi akademik maupun non akademik. Fullday school pada dasarnya menggunakan system integrated curriculum dan integrated activity yang merupakan bentuk pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk seorang anak (siswa) berintelektual tinggi yang dapat memadukan aspek ketrampilan dan pengetahuan dengan sikap yang baik dan Islami. Yang mana pembelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau topik tertentu, misalnya masalah di mana semua mata pelajaran dirancang dengan mengacu pada topik tertentu yang dapat memacu pembentukan karakter siswa.29

Kurikulum fullday school didesain untuk menjangkau masing- masing dari perkembangan siswa, konsep pengembangannya dengan mengembangkan kreatifitas siswa, yang didasarkan atas aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.30

Dalam perkembangannya, manajemen fullday school mensyaratkan

28 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), 9-10.

29 Trianto, Model Pembelajaran Terpada dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), 38.

30 Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan (Jakarta : Ar-Ruzz Media, 2009), 230

(18)

38

adanya profesionalisme dari seorang pendidik. Pendiidk dituntut untuk peka terhadap perkembangan zaman, selalu terbuka terhadap kemajuan pendidikan serta mengembangkan kurikulum yang modern. Hal itu bertujuan agar konsep kurikulum yang direncanakan bisa tercapai.31

Selain itu dalam pelaksanaan sistem fullday school harus memperhatikan juga jenjang dan jenis pendidikan selain kesiapan fasilitas, kesiapan seluruh komponen di sekolah, kesiapan program-program pendiidkan. Seperti yang sudah diketahui bahwa di Indonesia jenjang formal dibagi menjadi:32

1) TK di peruntukan bagi anak usia 4-6 tahun 2) SD/MI di peruntukan bagi anak usia 7-12 tahun 3) SMP/MTsN di peruntukan bagi anak usia 13-15 tahun 4) SMA/MAN di peruntukan bagi anak usia 15-18 tahun

Mengenai perbedaan jenjang dan jenis pendidikan di atas, maka sudah seharusnya sistem pembekajaran fullday school harus memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut. Anak-anak usia SD-SMP tentu porsi beemainnya lebih dari pada belajar. Maka sangat cocok bagi mereka jika konsep belajarnya adalah sambil bermain, jangan sampai sistem pembelajaran fullday school merampas waktu bermain mereka.

Waktu yang digunakan untuk belajar memiliki karakter yang baik serta

31 Ibid., 224.

32 Chusnul Chotimah, ―Peranan Full Day School dalam Pengembangan Pembenlajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al Uswah Tuban‖ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 27.

(19)

39

dapat berinteraksi dengan teman sebayanya, orang tua, sanak saudara dan lingkungan sekitar.

Dalam pelaksanaan fullday school sebagian waktunya harus digunakan untuk program-program pembelajaran yang suasananya informal, tidak kaku, menyenangkan bagi siswa, yang tentunya ini memerlukan kreatifitas dan inovasi dari seorang guru.33 Permainan yang di berikan dalam sistem fullday school masih mengandung arti pendidikan, yang artinya bermain sambil belajar. Sebisa mungkin diciptakan suasana yang kreatif dalam pembelajarannya, sehingga siswa tidak akan merasa terbebani, bosan dan menjenuhkan meski seharian berada di dalam sekolah.

Salah satu kesuksesan pendidikan terletak pada kurikulum, kurikulum yang diterapkan harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan tuntutan orang tua, selain itu sekolah harus memiliki ciri khas yang menonjol agar masyarakat tertarik dan yang paling utama adalah sekolah mampu menampilkan dan memastikan bahwa sekolah tersebut benar- benar mempunyai keunggulan dalam berbagai hal, agar banyak diminati oleh masyarakat.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, sistem fullday school memiliki pro dan kontra. Ada masyarakat yang setuju dengan adanya sistem pembelajaran fullday school ini karena anak-anak tetap dalam pengawasan guru karena orang tua yang bekerja seharian yang tidak

33 Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan., 24.

(20)

40

bisa sepenuhnya mengawasi anak-anak mereka dan proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien dengan waktu yang lama di sekolah. Namun tidak menyangkut kemungkinan, masyarakat juga ada yang menilak dengan adanya sistem fullday school ini karena dikhawatirkan akan membuat anak jenuh dalam belajar, dan akan berkurangnya interaksi social anak terhadap orang tua dan masyarakat sekitar.

Hal itu tergantung pada perencanaan awal sistem pembelajaran fullday school dibentuk, jika dari awal di rencanakan dan didesain sedemikian rupa, agar proses pembelajaran tidak membosankan dan adanya upaya dari pihak sekolah dalam membentuk karakter siswa khususnya. Maka, proses pembelajarannya akan berjalan dengan baik dan lancar dan akan banyak diminati oleh masyarakat.

B. Karakter Disiplin Salat

1. Pengertian Karakter Disiplin Salat

Karakater adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.

Sebagaimana menurut Zubaedi menyatakan bahwa ―Karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, dan watak.34 Istilah karakter memiliki dua pengertian yaitu: Pertama, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan “personality”.

34Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter (Jakarta: Kencana, 2011), 6.

(21)

41

Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral‖.35

―Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara‖.36

―Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai- nilai karakter pada siswa, mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekat, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil‖.37

Pelaksanaan pendidikan karakter merupakan hal yang penting dilakukan sedini mungkin dan yang berperan dalam pelaksanaan pendidikan karakter bukanlah hanya tanggung jawab sebagaian orang atau lembaga tertentu saja. Namun, semua komponen bertanggung jawab baik dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.38 Ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus bekerjasama untuk mendukung

35Abdul Majid dan Andayani Dian, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 2.

36Rusdianto, (ed.), Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah (Yogyakarta:

DIVA Press, 2012), 38.

37Aunillah, Nurla Isna. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah (Jogjakarta:

Laksana, 2013), 19.

38 Wuri Wuryandani et al., ―Pendidikan Karakter Disiplin di Sekolah Dasar,‖ Jurnal Cakrawala Pendidikan 2, no. 2 (August 17, 2014): 288, accessed December 4, 2016, http://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/2168.

(22)

42

konsistensi dan kontinuitas pendidikan karakter, sehingga dapat tercapai tujuan yang telah ditetapkan.

Oleh karena itu, pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah perlu mendapatkan dukungan orang tua masyarakat. Hal ini, karena ketiga komponen tersebut secara komplementer saling memberikan pendidikan karakter pada siswa.39

Melalui pendiidkan karakter tersebut akan tertanam nilai-nilai karakter yang baik di dalam individu. Nilai-nilai karakter yang baik akan menuntun seseorang dalam berprilaku sehari-hari. Pendapat tersbeut senada dengan yang disampaikan Wibowo bahwa pendidikan karakter merupkan proses pendidikan yang menanmkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada anak didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur, dan menerapkan serta mempraktekkan dalam kehidupannya, baik dilingkungan keluarga, masyarakat, mauoun negara.40

Pendidikan karakter tidak dapat dilakukan di dalam suatu ruang hampa (vacum tube) yang bebas nilai, karena karakter sangat erat (bounded) dengan kehidupan.41 Dari penjelasan tersebut, maka pendidikan karakter di sekolah tidak akan berhasil jika pembelajarannya hanya berupa hafalan secara verbalistik saja. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan karakter di

39 Darmiyati Zuchdi, et all., Panduan Implementasi Pendiidkan Karakter Terintregasi dalam Pebelajaran dan Pengembangan Kultur Sekolah (Yogyakarta: CV Multi Presindo, 2013), 28.

40 A. Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2012), 36.

41 A. Suryadi, Outloo 2025 Pembangunan Pendidikan Indonesia: Menuju Kualitas ynag Berdaya Saing Secara Glonba (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012), 96.

(23)

43

sekolah hendaknya dapat dilakukan dengan mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran. 42

Mengenai pendidikan karakter, rupanya pendidikan karakter mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk segera diimplementasikan di sekolah-sekolah sebagai program utama.43 Kemendiknas dalam hal ini, menyebutkan terdapat 18 nilai karakter yang dikembangkan yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan nasional yang dikembangkan dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah.44 Misalnya seperti karakter religius, jujur, tanggung jawab, disiplin, demokratis, peduli, kerja keras, kreatif, mandiri dan karakter lainnya.

Dalam penerapan pendidikan karakter tersebut memerlukan pemahaman yang jelas tentang konsep pembentukan karakter (character building) dan pendidikan karakter (character education) itu sendiri. Karena tanpa pijakan konsep yang jelas dan pemahaman yang komprehensif, visi ini hanya menjadi retorika belaka.

Oleh sebab itu, mengapa pendidikan karakter di laksanakan di sekolah karena ada kurang lebih 18 nilai karakter yang telah di jelaskan di atas yang harus dikembangkan di sekolah. Hal ini dikarenakan kita tidak yakin dengan sistem yang dilaksanakan di rumah akan berjalan dengan baik. Begitupun di lingkungan masyarakat, dengan melihat banyaknya jumlah varian di masyarakat. Akan tetapi di sekolah bisa, ada potensi untuk melakukan

42 Wuryandani et al., ―Pendidikan Karakter Disiplin di Sekolah Dasar,‖ 289.

43 Abdul Majid dan Andayani Dian, Pendidikan Karakter Perspektif Islam., 4.

44 Kementerian Pendidikan Nasional, ―Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter‖, dalam http://repository.unand.ac.id/22742/1/4_Panduan_Pelaks_Pendidikan_Karakter.pdf (26 November 2016), 8.

(24)

44

penertiban dalam rangka memberlakukan kedisiplinan di sekolah. Dari sejumlah nilai karakter yang telah di sebutkan di atas, salah satu karakter yang penting dikembangkan di sekolah adalah karakter disiplin.

Ajat Sudrajat dan Ari Wibowo menjelaskan bahwa untuk membangun karakter siswa, sekolah perlu menerapkan tiga program yaitu: (1) kultur sekolah bermutu yang mencakup mutu input, mutu akademik, dan mutu nonakademik; (2) kultur sekolah Islam dengan fokus penanaman karakter religius, keterbukaan, kepeduliaan, kebersamaan, dan kerjasama; (3) kultur disiplin dengan fokus penanaman karakter antara lain religius.45

Pendidikan karakter disiplin merupakan hal penting untuk diperhatikan dalam rangka membina karakter seseorang. Berawal dari menanamkan nilai karakter disiplin, maka akan mendorong tumbuhnya nilai-nilai karakter baik lainnya. Seperti tanggung jawab, kejujuran, kerjasama, dan sebagainya.46

Mengenai pengertian disiplin, pada dasarnya disiplin adalah kontrol diri dalam mematuhi aturan baik yang dibuat oleh diri sendiri maupun di luar diri baik keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, bernegara maupun beragama.47 Sebagaimana dijelaskan Muhammad Zaini bahwa disiplin diri merupakan kepatuhan seseorang terhadap suatu tugas atau peraturan yang dihadapkan pada dirinya, walaupun terkadang manusia selalu dihinggapi hasrat-hasrat mendasar pada dirinya seperti rasa malas, jenuh dan bosan

45 Ajat Sudrajat & Ari Wibowo,, ―Pembentukan Karakter Terpuji di Sekolah Dasar Muhammadiyah Condongcatur‖ , Jurnal Pendidikan Karakter, 1 (2), 174-185.

46 Wuryandani et al., ―Pendidikan Karakter Disiplin di Sekolah Dasar,‖ 288.

47 Daryanto & Suryatri Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah (Yogyakarta:

Gava Media, 2013), 49.

(25)

45

sehingga disiplin diri biasanya disamakan artinya dengan ―kontrol diri (self- control)‖. 48

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ―disiplin‖ berarti ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib).49 Kata disiplin dalam bahasa Inggris yaitu discipline, berasal dari akar kata bahasa Latin yaitu disciple yang mempunyai makna yang sama yaitu mengajari atau mengikuti pemimpin yang dihormati.50 Disiplin yaitu ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan tata tertib dan sebagainya. Disiplin timbul dari dalam jiwa karena adanya dorongan untuk menaati tata tertib tersebut. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kedisiplinan adalah tata tertib, yaitu ketaatan Kepatuhan kepada peraturan tata tertib dan sebagainya. Berdisiplin berarti menaati (mematuhi) tata tertib.51

Secara Istilah disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban, karena nilai-nilai itu sudah membantu dalam diri individu tersebut, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi dirasakan sebagai beban, sebaliknya akan menjadi beban bila tidak berbuat sesuatu yang telah ditetapkan.52

48 Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi (Yogyakarta: Teras, 2009),114.

49 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 268.

50 Jane Elizabeth Allen dan Marilyn Cheryl, Disiplin Positif, terj. Imam Machfud (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2005), 24.

51 Syaiful Bahri Djamarah, Rahasia Sukses Belajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), 17.

52 Soegeng Priyodarminto, Disiplin Kiat Menuju Sukses (Jakarta: Pradnya Paramita, 1994), 69.

(26)

46

Kemudian, Suparman menyatakan bahwa disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum, undang-undang peraturan, ketentuan, dan norma-norma yang berlaku dengan disertai kesadaran dan keikhlasan hati.53

Menurut F. W Foerster dalam bukunya Doni Koesoema yang berjudul Pendidikan Karakter, disiplin merupakan keseluruhan ukuran bagi tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang diperlukan. Sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak terganggu. Adanya kedisiplinan, dapat menjadi semacam tindakan preventif dan menyingkirkan hal-hal yang membahayakan hidup kaum muda.54

Sedangkan menurut W.J.S. Purwadarminta, disiplin memiliki dua arti, yaitu latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib.55 Jadi disiplin dapat diartikan sebagai sikap dan patuh terhadap aturan dan tata tertib yang sudah ditentukan.

Selanjutnya, Ali Imron menyebutkan bahwa disiplin merupakan suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam keadaan tertib, teratur dan semestinya, serta tidak ada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung atau tidak langsung.56

Sedangkan Christiana Hari Soetjiningsih mengungkapkan, disiplin adalah suatu pembatasan yang dikenakan pada anak, dapat berupa larangan,

53 Suparman S., Gaya Mengajar yang Menyenangkan Siswa (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2012), 128.

54 Doni Koesoema, A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Jakarta:

Grasindo, 2010), 233-236.

55 W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 254.

56 Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 173.

(27)

47

pantangan, dan ketentuan-ketentuan yang berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat kecil dan masyarakat dunia.57

Kemudian menurut Emile Durkheim, disiplin adalah perilaku yang selalu terulang dalam kondisi-kondisi tertentu, dan disiplin tidak mungkin timbul tanpa adanya otoritas, yaitu otoritas yang mengaturnya.58

Selain itu, Kemendiknas juga menyebutkan bahwa disiplin sebagai tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.59 Begitu pula Maman rachman menjelaskan bahwa disiplin berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap aturan.60

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kedisiplinan tersebut, dapat diambil suatu pengertian bahwa disiplin merupakan perilaku taat dan patuh terhadap tata aturan yang berlaku, teratur terhadap undang-undang dan hukum, tidak ada pelanggaran dan apabila melanggarnya akan dikenakan sanksi, disertai dengan keikhlasan hati dalam menjalankan aturan tersebut yang didasarkan atas kesadaran diri terhadap tanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan.

Berbicara mengenai disiplin, Kemendiknas menyebutkan bahwa ada beberapa indikator dari karakter disiplin seperti: (a) membiasakan hadir tepat waktu; (b) membiasakan mematuhi aturan; dan (c) menggunakan

57 Chistiana hari Soetjiningsih, Seri Psikologi Perkembangan Anak Sejak Pertumbuhan sampai dengan Kanak-kanak Akhir (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), 239.

58 Emile Durkheim, Pendidikan Moral (Jakarta: Erlangga, 1990), 23.

59 Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Jakarta: Kementerian Pendidikan nasional, 2010), 9.

60 Tu‘u tulus, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa (Jakarta: Grasindo, 2004), 35.

(28)

48

pakaian sesuai dengan ketentuan.61 Hal ini senada dengan yang diungkankan oleh Jamal Ma‘mur bahwa dimensi dari disiplin adalah (a) disiplin waktu; (b) disiplin menegakkan aturan; (c) disiplin sikap; dan (d) disiplin menjalankan ibadah.62

Di dalam Islam juga sangat menganjurkan pemeluknya untuk menerapkan disiplin dalam berbagai aspek baik dalam beribadah, belajar dan kehidupan lainnya. Perintah untuk berlaku disiplin secara implisit termaktub dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur‘an surat an-Nisa‘ ayat 59 sebagai berikut:

آََُّٚأَٰٓ َٚ

ٱ ٍَِٚزَّن ْإُؼِٛطَأ ْا ََُُٰٕٓياَء ََّللّ ٱ

ْإُؼِٛطَأ َٔ

َلُٕع َّشن ٱ ِٙن ُْٔأ َٔ

ِش أيَ ألۡ ٱ ٌِاَف ۡۖأىُكُِي

َٗنِئ ُُِّٔد ُشَف ٖء أَٙش ِٙف أىُر أػ َض ََُذ َِّللّ ٱ

َٔٱ ِلُٕع َّشن ِت ٌَُُِٕي أإُذ أىُرُُك ٌِئ

َِّللّ ٱ َٔٱ ِو إَٔٛأن ِش ِخَٰٓ ألۡ ٱ

ِن َر الًِٚٔأأَذ ٍَُغ أحَأ َٔ ٞشأَٛخ َك

٘٥

Artinya: ―Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya‖.63

Dengan disiplin yang kuat, maka itulah orang yang pada dirinya akan tumbuh sifat iman yang kuat pula. Dan orang yang beriman adalah orang yang pada dirinya atau tumbuh sifat yang teguh dalam berprinsip, tekun dalam usaha dan pantang menyerah dalam kebenaran. Disiplin adalah kunci kebahagiaan, dengan disiplin ketenangan hidup akan tercapai.64

61 Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa., 26.

62 Jamal Ma‘mur Asmani, buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah (Yogyakarta: Diva Press, 2011), 94.

63 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2004), 87.

64 Agoes Soejanto, Bimbingan ke Arah Belajar yang Sukses (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995),74.

(29)

49

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa indikator dari nilai disiplin pada dasarnya ialah disiplin waktu termasuk pada disiplin waktu menjalalankan ibadah salat, disiplin menegakkan peraturan, serta disiplin perilaku. Maka, untuk membentuk semua nilai disiplin tersebut memerlukan pembiasaan dalam proses pelaksanaannya. Misalnya ketika seseorang ingin disiplin waktu ia harus membiasakan diri tepat waktu dalam aktivitasnya.

Selanjutnya mengenai disiplin menjalankan ibadah, Salat merupakan ibadah yang mendidik berbagai hal mulai dari kedisiplinan hingga komitmen terhadap ucapan dan perbuatan.65

Salat menurut bahasa adalah doa.66 Kata ―salat‖ pada dasarnya berakar dari kata S{ala>tan Yang berasal dari kata kerja S{alla-Yus{alli{-S{ala>tan kata ―salat‖ menurut pengertian bahasa mengandung dua pengertian, yaitu

―berdo‘a‖ dan ―bershalawat‖. Ini berarti bahwa ungkapan ―saya salat‖ dapat berarti ―saya berdoa‖ atau ―saya bershalawat‖. ―berdoa‖ yang dimaksud dalam pengertian ialah berdoa atau memohon hal-hal yang baik, kebaikan, kebajikan, nikmat, dan rezeki, sedangkan ―bershalawat‖ berarti ―meminta keselamatan, kedamaian, keamanan, dan pelimpahan rahmat Allah Swt.67

65 ―Shalat sebagai Metode Pembentukan Karakter,‖ Alghazali09class’s Blog, January 19, 2010, accessed January 26, 2017, https://alghazali09class.wordpress.com/2010/01/19/shalat-sebagai- metode-pembentukan-karakter/.

66 Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqh: Metode Istinbath dan Istidal (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 175.

67 Ahmad Thib Raya, dan Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk Beluk Ibadah dalam Islam (Jakarta: Prenada Media, 2003), 173-174.

(30)

50

Menurut pendapat lain, asal kata salat bermakna pengagungan (ta’z}i>m). Bisa juga bermakna ibadah yang dikhususkan. Karena didalamnya terdapat pengagungan terhadap Allah Swt.68

Itulah beberapa pendapat yang lebih dikenal tentang pengertian ―salat‖

menurut bahasa.

Adapun definisi salat menurut istilah, menurut Ghalib Ahmad Masri

“it signifies words and acts in a specific mode started with Takbir (Allahu Akbar, meaning “Allah is Greatest”) and concluded with salutation (“As- Salamu‟alaikum Warahmatullah”.69

Selanjutnya menurut Hasbiyallah salat adalah ibadah yang terdiiri dari perbuatan dan ucapan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Salat merupakan ibadah pertama yang diwajibkan oleh Allah SWT, yang perintahnya disampaikan Allah secara langsung tanpa perantara, yaitu melalui dialog dengan Rasul-Nya pada malam mi’raj.70 Dalam hadits yang diterima dari Anas ra disebutkan:

:َلاَق ضس ٍكِناَي ٍَْت ِظَََا ٍَْػ َ٘ ِشْعُا َحَهَْٛن ُخا ََٕهَّصنا ص ِّٙثَُّنا َٗهَػ ْدَض ِشُف

ُلَّذَثُٚ َلا ََُِّّا ُذًََّحُي اَٚ :َِ٘د َُْٕ َّىُث .ااغًَْخ ْدَهِؼُج َّٗرَح ْدَصِقَُ َّىُث ،ٍَِْٛغًَْخ ِِّت َٔ ََّ٘ذَن ُل َْٕقنْا ٔ ٖزيشرنا ٔ ٗئاغُنا ٔ ذًحا . ٍَِْٛغًَْخ ِظًَْخنْا ِِِزِٓت َكَن ٌَِّا

مَٛ ٗف ،ّححص ساطٔلاا .

334:1

Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu pada Nabi SAW pada malam Isra‘, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, ―Ya Muhammad, sesungguhnya tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi- Ku. Dan sesungguhnya lima kali itu sama dengan lima puluh kali‖.

68 Fadlolan Musyyafa Mu‘thi, As-Salatu fil Hawak (Mesir: Syirkatu Matba‘atis Salam, 2010), 15.

69 Ghalib Ahmad Masri, A Muslim Companion To Prayer (Lebanon: Al-Huda Bookshop, 1994), hlm. 10

70 Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqh: Metode Istinbath dan Istidal.,175.

(31)

51

(HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1).71

Umat Islam telah sepakat bahwa salat itu wajib atas setiap muslim yang baligh, berakal, dan suci, yakni tidak sedang haid dan nifas, tidak gila dan tidak pingsan. Salat merupakan ibadah badaniyah yang mahdhah, yang sama sekali tidak dapat diwakilkan kepada orang lain, sehingga seseorang yang salat untuk orang lain tidak sah.

Begitu pula umat Islam telah sepakat bahwa orang yang mengingkari kewajiban salat adalah orang kafir yang murtad, karena kefarduan shalat telah ditetapkan berdasarkan dalil yang pasti dalam Al-Quran, As-Sunah, dan Ijma‘. Barang siapa meninggalkan salat karena malas dan merendahkannya, maka ia fasik dan durhaka. Meninggalkan salat juga mengakibatkan yang bersangkutan dijatuhi hukuman, baik di duniia maupun akhirat.72 Karena salat mengajarkan manusia untuk konsisten terhadap waktu, karena salat adalah ibadah yang telah ditetapkan waktunya, sehingga pelaksanaannya harus tepat waktu. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

ٌَِّئ َج َٕهَّصن ٱ َٗهَػ أدََاَك

ٍَُِٛ ِي أإًُ أن ٱ اٗذُٕق إَّٔي ا ٗث َرِك

ٖٔٓ

Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa: 103)73

Dari penjelasan ayat di atas, dapat diketahui bahwa merencanakan waktu (time management) dalam setiap aktivitas perlu dilakukan, sehingga bisa dihitung berapa banyak waktu yang digunakan untuk hal yang berguna, atau apakah semua waktu digunakan kepada hal yang tidak berguna.

71 Ibid., 176.

72 Ibid.

73 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya.,95.

(32)

52

Oleh Karena itu, salat adalah suatu kewajiban bagi orang mukmin dan mereka wajib memelihara waktunya yang sudah ditetapkan. Paling kurang lima kali dalam sehari semalam umat Islam melakukan salat agar dia selalu ingat keoada Allah, sehingga meniadakan kemungkinan terjerumus ke dalam kejahatan dan kesehatan.74

Berkaitan dengan disiplin salat, pengertiannya diadaptasikan sebagai ibadah yang berupa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, dikerjakan sesuai dengan syarat-syarat tertentu, teratur, dan dalam ketentuan jadwal salat, atau aturannya. Seorang muslim yang salat dianjurkan agar khusyu‘, merendahkan hati, memerhatikan sepenuhnya dengan serius, dan penuh rasa takut, cemas, dan penuh pengharapan karena berhadapan dengan Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Besar.

Disiplin salat adalah salah satu ciri-ciri orang yang bertaqwa. Disiplin shalat lima waktu yaitu mengerjakan shalat wajib tepat pada waktunya.

Allah mencintai hamba-Nya yang mengerjakan salat tepat pada waktunya serta menghapuskan dosa-dosanya.75

Disiplin salat yang sesuai dengan syariat yaitu bukan salat diawal waktunya, melainkan tepat pada waktunya. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Jabir disebutkan, ―Kadang beliau Rasulullah Saw melakukan shalat isya diawal waktu dan kadang melakukannya diakhir waktu. Jika beliau melihat para sahabat telah berkumpul (untuk shalat), beliau segera

74 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mshbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Juz 5 (Jakarta:

Lentera Hati, 2007), 255.

75 Akhmad Khairi al Umari, Buat Apa Kita Shalat? (Jakarta: Almahira, 2014), 16.

(33)

53

melakukannya. Namun, jika beliau melihat mereka terlambat, beliau mengakhirkannya. Mengenai shalat subuh. Biasanya Nabi menunaikannnya pada saat masih gelap (diawal waktu).‖76

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas peneliti mengambil kesimpulan bahwa kedisiplinan shalat yang dimaksud yaitu bagaimana proses dan upaya pembentukan kedisiplinan salat terhadap siswa sehingga siswa dapat mengamalkan dan melaksanakan pengamalan ibadah salat dalam kehidupan sehari-hari dilakukan pada awal waktu dengan rasa sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Pembentukan kedisiplian salat ini dibentuk karena dalam pendidikan salat, kemampuan dasar manusia tidak dapat berkembang dengan baik tanpa arahaan dan bimbingan dari orang lain. Maka pembentukan kedisiplinan salat perlu di tanamkan pada siswa semenjak mereka masih kecil agar menjadi kebiasaan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Berdisiplin salat berarti seorang mushalli menjaga waktu-waktu salat dengan baik, tidak lalai, dan berdisiplin diri.

Oleh karena itu, peneliti dapat mengambil kesimpulan, bahwa kemampuan seseorang untuk mengontrol dirinya terkait pelaksanaan salat yang meliputi waktu pelaksaan serta ketertiban dalam gerakan salat, dan dapat dilaksanakan secara kontinue dan terus menerus.

76 A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram (Bandung: Diponegoro, 1996), 114.

(34)

54

2. Karakter Disiplin Salat Rasulullah Saw

Disiplin adalah sikap mental dan perilaku mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku. Inilah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Hal ini dikarenakan salah satu ciri orang yang beriman adalah berdisiplin yang ditandai dengan tidak menyia-nyiakan waktu.77 Sebab, orang-orang yang menyia-nyiakan waktu adalah orang-orang yang merugi di dunia dan di akhirat. Sebagaimana firman Allah SWT:

َٔٱ ِش أصَؼأن

ٔ ٌَِّئ ٍَ َغَِ ألۡ ٱ

ِٙفَن ٍش أغُخ َّلاِئ ٕ

ٱ ٍَِٚزَّن ْإُه ًَِػ َٔ ْإَُُياَء ِد َحِه َّصن ٱ

ِت ْا إَٔصا ََٕذ َٔ

ِّقَحأن ٱ ِت ْا إَٔصا ََٕذ َٔ

ِشأثَّصن ٱ

ٖ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.

Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. al-‗Ashr: 1-3)78

Menyia-nyiakan waktu, berarti tidak berdisiplin dalam segala hal.

Orang muslim yang menyia-nyiakan waktu, sudah pasti tidak menaati peraturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Mereka akan mengabaikan perintah salat, meninggalkan puasa, tidak membayar zakat, dan lain sebainya.79 Di samping itu, orang yang tidak disiplin pasti akan mengabaikan tanggungjawab dan amanah yang diberikan kepadanya. Sehingga orang- orang yang tidak disiiplin pasti akan merugi, baik di dunia maupun diakhirat. Dengan demikian, manusia secara keseluruhan dalam kerugian bila tidak menggunakan waktu dengan baik kecuali mereka beriman, melaksanakan ibadah dan mengerjakan amal saleh serta nasihat-menasihati

77 Ust Hamdi El-Natary, Shalat Tahajud Cara Rasulullah SAW: Sesuai AlQur’an & Hadits (Jakarta: Wahyu Qolbu, 2015), 98.

78 AlQur‘an

79 El-Natary, Shalat Tahajud Cara Rasulullah SAW, 99.

(35)

55

supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya tetap berlaku sabar.80 Maka sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk memiliki sikap disiplin, baik dalam beribadah maupun dalam urusan dunianya.

Mengenai pembentukan karakter disiplin salat, untuk menumbuhkan dan mendidik sikap disiplin salat sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw bahwa tahapan-tahapan pengembangan dan pembentukan karakter dimulai sedini mungkin. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya:

ّنئ لا( حًهك لٔأ ىكَاٛثص ٗهػ إحرفئ : اػٕفشي طاثػ ٍتا ٍػ حيشكػ ٍػ )الله لائ .

Dari Ikrimah, dari Ibn Abbas yang merupakan hadits marfu‘.

Ajarkanlah anakmu kalimat lailaha illa allah. (H.R. Ibnu Abbas).81

)ّجاي ٍتا ِأس( ْىَُٓت َدَ أ ا ُُِْٕغْحَا َٔ ْىُك َد َلا َْٔأ ا ُْٕت ِّدَأ

Didiklah anak-anak kamu dengan pendidikan yang baik. (H.R. Ibnu Majah)82

ٍَْػ ا ْٔ ُشُي .ص ِالله ُل ُْٕع َس َلاَق :َلاَق ِِّذَج ٍَْػ ِِّْٛتَا ٍَْػ ٍةَْٛؼُش ٍِْت ٔ ِشًَْػ ْىََُُْٓٛت ا ُْٕق ّشَف َٔ ٍَُِِْٛع ِشْشَؼِن آََْٛهَػ ْىُْ ُْٕت ِشْضا َٔ ٍَُِِْٛع ِغْثَغِن ِجَلًَّصناِت ىُكََاَْٛث ِص

ساطٔلاا مَٛ ٗف ،دٔاد ٕتا ٔ ذًحا .ِغ ِجاَضًَنْا ِٗف

ٔ :

ٖٗ8

Dari ‗Amr bin Syu‘aib, dari ayahnya, dari datuknya, ia berkata:

Rasulullah SAW bersabda, ―Suruhlah anak-anak kecilmu melakukan shalat pada (usia) tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila lalai) atasnya pada (usia) sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka pada tempat- tempat tidur‖. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 1).83

80 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Widya Cahaya,2011), 766-767.

81 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan karakter Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 22.

82 Ibid.

83 Ibid.

(36)

56

ُّػ طاحىٔ ًٗغىٔ غتاغنا وٕى ُّػ قؼى ولًغنا : ىؼهص ٗثُن مق : ظَا مق زلًث غهت اراف ّش اشف لضػ ٍىُع غغذ غهت اراف بدا ٍىُع دع غهتاراف ٖرلاا

ُعششػ دع غهت اراف جلًصنا ٗهػ بشض حُع جششػ زخا ىث ِٕتا ّجٔص ح

كتازػؤ اىَداا ٗف كرُرف ٍي للهاترٕػا كرحكَأ كرًهػٔ كرت دا :لاقٔ ِذىت جشخلاا ٗف

*

Anas berkata bahwa Rasulullah bersabda: Anak itu pada hari ke tujuh dari kelahirannya disembelihkan akikahnya, serta diberi nama dan disingkirkan dari segala kotoran-kotoran. Jika ia telah berumur 6 tahun ia dididik beradab susila, jika ia telah berumur 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya dan jika telah berumur 13 tahun dipukul agar mau salat (diharuskan). Jika ia telah berumur 16 tahun boleh dikawinkan, setelah itu ayaah berjabatan tangan dengannnya dan mengatakan: saya telah mendiidk, mengajar dan mengawinkan kamu, dan saya mohon perlindungan kepada Allah dari fitnah-fitnahan di dunia dan siksaan di akhirat. (H.R. Ibnu Hibban).84

Dari beberapa hadis di atas dapat dinyatakan bahwa pendidikan karakter dapat diklasifikasikan dalam tahap-tahap sebagai berikut: 85

a. Tauhid (dimulai sejak usia 0-2 tahun) b. Adab (5-6 tahun)

c. Tanggung jawab diri dan disiplin (7-8 tahun) d. Peduli (9-10 tahun)

e. Kemandirian (11-12 tahun) f. Bermasyarakat (13 tahun lebih)

Berdasarkan klasifikasi tersebut maka pendidikan karakter anak harus disesuaikan dengan dunia anak. Dengan kata lain, pendidikan karakter anak harus disesuaikan dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Jika dikaitkan dengan disiplin salat, Rasulullah SAW mengajarkan

84 Ibid.

85 Ibid., 23.

Referensi

Dokumen terkait

1) Biaya pendidikan untuk level yang ditempuh sebesar Rp1.650.000 (satu juta enam ratus lima puluh ribu rupiah) sesuai ketentuan Pimpinan Pusat.. OIAA di Kairo. Biaya itu

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan upacara adat kenduri sko yang memiliki arti penting bagi orang Melayu Tua di Desa Keluru Kabupaten Kerinci,

Potensi dan permasalahan yang dapat diidentifikasi di tingkat dusun dan desa meliputi bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, koperasi, sarana dan

yang terintegrasi untuk menekan potensi bahaya kecelakaan kerja dan kesehatan di institusi pendidikan, sehingga universitas dapat mengembangkan penelitian yang

keuntungan usaha budidaya udang vanname secara finansial ditinjau dari sistem tambak yang digunakan, serta untuk mengetahui sensitivitas usaha budidaya udang

Dalam Temu Alumni yang dihelat di Hotel Padjajaran tersebut, beberapa kontingen UNAIR juga berkesempatan untuk mempresentasikan karyanya di hadapan para alumni.. Nasih menjelaskan

Gambar 1. Kegiatan Koordinasi Tempat, Agenda Kegiatan di Desa Sukajadi.. pendampingan kepada masyarakat desa sumber harum dan desa margarahayu Adapun alur pelaksanaan program

Dihasilkan Media Pembelajaran interaktif pada mata pelajaran Komposisi Foto Digital Menggunakan Software Autoplay Media Studio untuk SMK N 2 Pariaman yang