• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MORFOMETRI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENENTUAN SUB DAS PRIORITAS DI DAS BELAWAN SKRIPSI OLEH :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS MORFOMETRI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENENTUAN SUB DAS PRIORITAS DI DAS BELAWAN SKRIPSI OLEH :"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MORFOMETRI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENENTUAN SUB DAS PRIORITAS DI

DAS BELAWAN

SKRIPSI

OLEH :

NABILA PRATIWI HENDRA 160301188

AGROTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS MORFOMETRI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENENTUAN SUB DAS PRIORITAS DI

DAS BELAWAN

SKRIPSI OLEH :

NABILA PRATIWI HENDRA 160301188

AGROTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Nabila Pratiwi Hendra, 2021. Analisis Morfometri Menggunakan Sistem Informasi Geografis Untuk Penentuan Sub DAS Prioritas di DAS Belawan Dibimbing oleh Dr. Ir. Razali, MP dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP.

Perhitungan parameter morfometri merupakan salah satu aspek penting yang dapat digunakan dalam menentukan rencana pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dan penentuan prioritas pengelolaan dalam level sub-sub DAS. Penentuan sub DAS prioritas pada suatu DAS dapat ditentukan menggunakan beberapa parameter morfometri. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan sub DAS prioritas pada DAS Belawan menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Hasil penelitian ini menunjukkan DAS Belawan terbagi atas tiga sub DAS yaitu sub DAS Belawan Hilir, sub DAS Belawan Tengah dan sub DAS Belawan Hulu. Parameter morfometri dihitung menggunakan bantuan perangkat ArcGIS

10.8 adalah rasio bifurkasi, kerapatan drainase, rasio tekstur, frekuensi aliran, panjang aliran dan constant channel maintenance. Berdasarkan hasil perhitungan sub DAS prioritas menggunakan parameter morfometri, didapatkan sub DAS Belawan Hilir sebagai sub DAS prioritas pertama dalam pengelolaan tingkat sub DAS pada DAS Belawan.

Kata kunci : morfometri DAS, sub DAS prioritas, DAS Belawan, sistem informasi geografis.

(6)

ABSTRACT

Nabila Pratiwi Hendra, 2021. Morphometric Analysis Using Geographic Information Systems to Determine Priority Sub Watershed in Belawan Watershed Supervised by Dr. Ir. Razali, MP and Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP.

Calculation of morphometric parameters is one of the important aspects that can be used in determining watershed management plans and determining management priorities at the sub-watershed level. Determination of priority sub- watershed in a watershed can be determined using several morphometric parameters. The purpose of this study was to determine priority sub-watersheds in the Belawan watershed using a geographic information system (GIS). The results of this study indicate that the Belawan watershed is divided into three sub- watersheds, namely the Belawan Hilir sub-watershed, the Belawan Tengah sub- watershed and the Belawan Hulu sub-watershed. The morphometric parameters calculated using the ArcGIS 10.8 tool are bifurcation ratio, drainage density, texture ratio, stream frequency, length of overland flow and constant channel maintenance. Based on the results of the calculation of the priority sub-watershed using morphometric parameters, the Belawan Hilir sub-watershed is the first priority sub-watershed in the management of the Belawan sub-watershed level.

Keywords : watershed morphometric, priority of sub-watersheds, Belawan watershed, geographic information system.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Nabila Pratiwi Hendra, lahir di Medan pada tanggal 30 Januari 1998.

Penulis merupakan anak dari bapak Hendra Idris dan ibu Renita dan adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis lulus dari SDN 013 Pekanbaru pada tahun 2009, dilanjutkan dengan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP IT Al-Izhar Pekanbaru dan lulus pada tahun 2012. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di MAN 2 Model Medan dan lulus pada tahun 2015.

Setelah lulus dari MAN 2 Model Medan pada tahun 2015, penulis sempat menempuh pendidikan di Universitas Riau sebelum akhirnya mencoba kembali dan resmi masuk di Universitas Sumatera Utara pada tahun 2016 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Selama perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten laboratorium Dasar Ilmu Tanah pada tahun 2018 – 2020, asisten laboratorium Kesuburan Tanah pada tahun 2019 – 2020 dan asisten Laboratorium Analisis Tanah dan Tanaman pada tahun 2019. Penulis juga mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK) dan merupakan sekretaris bidang Kemahasiswaan pada periode kepengurusan tahun 2019 – 2020.

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III, Kebun Sei Silau, Kec. Setia Janji, Kab. Asahan pada bulan Juli – Agustus 2019 dan menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) secara daring di Desa Kaban Tua, Kabupaten Munte, Kabupaten Karo pada bulan Juli – Agustus 2020.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Analisis Morfometri Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Menentukan Sub DAS Prioritas di DAS Belawan” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr.

Ir. Razali, MP selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Prof. Dr.

Ir. Abdul Rauf, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2021

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN...1

Latar Belakang...1

Tujuan Penelitian ...3

Kegunaan Penelitian ...3

TINJAUAN PUSTAKA ...4

Daerah Aliran Sungai (DAS) ...4

Analisis Morfometri DAS ...5

Tingkat Percabangan Sungai (Rasio Bifurkasi) ...7

Kerapatan Drainase (Drainage Density) ...8

Frekuensi Aliran (Stream Frequency) ...10

Rasio Tekstur (Texture Ratio) ...11

Panjang Aliran Permukaan (Length of Overland Flow) ...12

Constant Channel Maintenance ...13

Sistem Informasi Geografis (SIG) ...14

Sub DAS Prioritas ...15

METODE PENELITIAN ...18

Waktu dan Tempat Penelitian ...18

Alat dan Bahan Penelitian ...19

Prosedur Penelitian ...19

HASIL DAN PEMBAHASAN ...22

Hasil ... 23

Analisis Morfometri DAS Belawan ...22

Rasio Bifurkasi (Tingkat Percabangan Sungai) ...24

Kerapatan Drainase (Drainage Density) ...26

Frekuensi Aliran (Stream Frequency) ...28

Panjang Aliran (Length of Overland Flow) ...29

Constant Channel Maintenance ...30

(10)

vi

Pembahasan ...34

Analisis Morfometri DAS Belawan ...34

Sub DAS Prioritas ...36

Tutupan Lahan… ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN ...38

Kesimpulan ...38

Saran ...38 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelas Kerapatan Drainase ... 9

Tabel 2.2 Klasifikasi Nilai Constant Channel Maintenance ... 14

Tabel 3.1 Parameter Morfometri ... 21

Tabel 3.2 Parameter Morfometri Sub DAS Prioritas ... 22

Tabel 4.1 Parameter Dasar Morfometri Sub DAS Belawan ... 23

Tabel 4.2 Nilai Rasio Bifurkasi ... 25

Tabel 4.3 Nilai Kerapatan Drainase ... 27

Tabel 4.4 Nilai Frekuensi Aliran ... 28

Tabel 4.5 Nilai Rasio Tekstur ... 29

Tabel 4.6 Nilai Panjang Aliran... 30

Tabel 4.7 Nilai Constant Channel Maintenance ... 31

Tabel 4.8 Sub DAS Prioritas ... 32

Tabel 4.9 Data Tutupan Lahan Sub-Sub DAS Belawan ... 33

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Peta DAS Belawan pada Provinsi Sumatera Utara ... 18

Gambar 3.3 Diagram Alur Pengolahan Data DEM DAS ... 20

Gambar 4.1 Peta Sub DAS Belawan ... 22

Gambar 4.2 Peta Orde Sungai DAS Belawan ... 24

Gambar 4.3 Peta Prioritas Sub DAS Belawan ... 32

Gambar 4.4 Peta Tutupan Lahan DAS Belawan ... 33

(13)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) Belawan merupakan salah satu DAS yang tergabung dalam Wilayah Sungai Belawan-Ular-Padang (WS BUP). Wilayah sungai ini mencakup enam Daerah Aliran Sungai dengan luas total 6.215,66 km2 (Departemen PU BWS Sumatera II, 2008).

Daerah aliran sungai Belawan sendiri terletak pada dua daerah, yaitu Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Sungai utama pada DAS Belawan, sungai Belawan, alirannya melewati sebagian besar daerah di kota Medan. Sungai Belawan juga merupakan satu dari tiga sungai besar di kota Medan dimana sungai Belawan merupakan salah satu saluran utama yang mendukung sistem drainase kota Medan.

Berdasarkan sumber dayanya, DAS Belawan juga berperan penting dalam menopang kehidupan masyarakat kota Medan, terutama dalam hal penyediaan air bersih. Sungai Belawan merupakan sumber air pada salah satu instalasi pengolahan air pada PDAM Tirtanadi yaitu Instalasi Pengolahan Air Sunggal yang mendistribusikan air bersih setiap harinya pada masyarakat kota Medan.

Namun DAS Belawan juga termasuk ke dalam DAS yang mengalami kerusakan hutan secara masif dikarenakan pembangunan dan alih fungsi lahan. Hal ini dibuktikan dengan banjir tahunan yang selalu terjadi di hampir setiap kawasan DAS Belawan. Banjir ini membuktikan bahwa DAS secara keseluruhan tidak lagi mampu untuk menyerap air dan mengurangi debit air hujan sebelum masuk ke

(14)

Belawan cukup tinggi yaitu mencapai 1500 mm/tahun. Pada akhir tahun 2020 bahkan terjadi banjir bandang di daerah kota Medan dan kabupaten Deli Serdang yang disebabkan meluapnya sungai Belawan.

Kerusakan hutan yang tejadi pada DAS Belawan juga terlihat dari erosi yang terjadi di kawasan DAS Belawan. Pada tahun 2017, besar erosi rata-rata tahunan pada DAS Belawan adalah sebesar 67,059 ton/ha/thn atau 2772527,269 ton/thn yang berdasarkan klasifikasi kelas laju erosi sudah tergolong pada kelas erosi sedang dengan kriteria erosi 60 – 180 ton/ha/tahun (Adhirahman dkk., 2017).

Analisis morfometri dalam penggunaannya digunakan untuk menentukan karakteristik suatu DAS secara kuantitatif, karena dalam pengelolaan DAS, pengetahuan mengenai karakteristik DAS sangat penting untuk mengetahui langkah pengelolaan terbaik yang harus dilakukan pada DAS tersebut. Sistem informasi geografis dianggap sebagai metode yang tepat dalam menghitung parameter morfometri suatu DAS karena sistem informasi geografis menghemat waktu dan biaya dalam pelaksanaannya.

Perhitungan parameter morfometri secara manual akan membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang besar dalam prosesnya, yang dapat dihemat apabila menggunakan sistem informasi geografis. Oleh karena itu, banyak penelitian mengenai morfometri DAS maupun sub-sub DAS yang menggunakan sistem informasi geografis saat ini.

DAS Belawan merupakan salah satu DAS yang sangat penting bagi kota Medan dan juga membutuhkan pengelolaan lebih lanjut agar dapat terus berfungsi dalam menopang kehidupan bermasyarakat kota Medan kedepannya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik DAS Belawan

(15)

menggunakan analisis morfometri agar dapat ditentukan sub DAS prioritas sehingga selanjutnya hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengelolaan lebih lanjut pada DAS Belawan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sub DAS prioritas pada DAS Belawan menggunakan analisis morfometri berbasis sistem informasi geografis.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini sebagai :

1. Sumber informasi kepada pihak yang berkepentingan terkait penentuan Sub DAS Prioritas menggunakan analisis morformetri berbasis sistem informasi geografis.

2. Sumber data penelitian untuk menyelesaikan skripsi dan mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS)

Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal-balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Rauf dkk., 2013).

Secara umum, daerah aliran sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit-bukit atau gunung, maupun batas buatan, seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet) (Suripin, 2001).

Daerah aliran sungai merupakan suatu jaringan pengatur tertentu dengan air berserta bahan tersuspensi, terlarut dalam air dan muatan dasar keluar melalui titik tunggal (outlet tunggal). Dalam DAS ada rangkaian proses pengumpulan, penyimpanan, penambatan dan penyaluran air, semunya menjadi watak dan kelakuan regime sungai yang terbagi menjadi daerah hulu dan hilir yang mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Suprayogi dkk., 2013).

Sebagai wilayah, DAS juga dipandang sebagai ekosistem dari daur air, sehingga DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anakanak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Batas di darat merupakan pemisah topografi

(17)

dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Paimin dkk., 2012).

Daerah aliran sungai merupakan daerah yang dibatasi oleh pemisah air topografik yang terkering oleh sungai atau sistem yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga semua aliran sungai yang jatuh di dalam akan keluar dari saluran lepas tunggal dari wilayah itu. Akhir-akhir ini daerah aliran sungai menjadi sorotan karena berbagai sebab, antara lain daerah sungai dipandangnya tidak hanya sebagai unit hidrologi, tetapi dapat diusulkan sebagai unit pembangunan, daerah aliran di Indonesia banyak, sekitar tiga puluh lima, yang mengalami gajala kerusakan parah disebabkan oleh penggunaan hutam tanah dan air yang kurang mendukung pembangunan yang berkesinambungan (Amin dkk., 2018).

Analisis Morfometri DAS

Salah satu kontribusi terbesar Horton dalam ilmu geomorfologi adalah menemukan bahwa setiap jaringan aliran sungai memiliki komposisi yang berbeda, yang disebut komposisi drainase, dimana hubungan antara besaran aliran sungai dapat dihitung menggunakan rumusan matematika. Setiap cabang aliran sungai dalam DAS selalu menunjukkan struktur sama, dimana terdapat cabang aliran paling kecil yang terus terhubung hingga membentuk aliran sungai utama (Ritter, 2008).

Dalam ilmu geomorfologi, morfometri merupakan bentuk kuantifikasi dari morfologi. Nilai dari setiap parameter morfometri dalam sebuah DAS menentukan karakteristik DAS tesebut (Rai et al., 2017).

(18)

Analisis morfometrik DAS dianggap sebagai metode yang tepat dalam memahami hubungan berbagai aspek dalam sebuah DAS. Analisis DAS berdasarkan parameter morfometrik sangat penting untuk perencanaan DAS karena memberikan informasi mengenai karakteristik lereng, topografi, kondisi tanah, karakteristik air limpasan, potensial air permukaan, dan lain-lain (Chandrashekar et al., 2015).

Walaupun memakan lebih banyak waktu, analisis morfometri dibutuhkan karena beberapa alasan berikut, diantaranya; analisis morfometri merupakan satu- satunya cara untuk mengetahui ketepatan bentuk lahan, dapat memberikan gambaran perbandingan satu areal lahan dengan lahan lainnya terutama ketika kita belum pernah melihat secara langsung areal lahan tersebut, memungkinkan kita melihat hubungan antara satu variabel perhitungan dengan variabel lainnya, dan dapat digunakan untuk memprediksi, contohnya ketika kita mengetahui morfometri suatu DAS dan bentuk hidrograf banjirnya, kita dapat memprediksi besar dan waktu puncak banjir tersebut (Hart, 1986).

Morfometri DAS juga digunakan untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. Keadaan yang dimaksud antara lain meliputi luas DAS, keliling DAS, rasio lingkaran (circularity ratio), tingkat percabangan sungai (rasio bifurkasi), rasio panjang sungai (stream length ratio), rasio relief (relief ratio), kerapatan drainase (drainage density), frekuensi jaringan sungai (stream frequency), tekstur drainase (drainage texture), faktor bentuk (form factor) dan rasio elongasi (elongation ratio) (Pamuji dkk., 2020).

(19)

Tingkat Percabangan Sungai (Rasio Bifurkasi)

Tingkat percabangan sungai atau rasio bifurkasi pertama kali diperkenalkan oleh Horton pada tahun 1932. Rasio bifurkasi berkaitan dengan pola percabangan aliran suatu DAS dan didefinisikan dengan perbandingan jumlah segmen suatu orde sungai dengan jumlah segmen orde sungai yang lebih tinggi (Strahler, 1964).

Nilai rasio bifurkasi yang rendah hingga sedang (3 – 5) biasanya terdapat pada daerah-daerah yang pola aliran sungainya terdiri atas bebatuan yang homogen.

Sebaliknya nilai rasio bifurkasi yang tinggi biasanya disebabkan karena pengaruh dari struktur bebatuan yang tidak homogen (Babu et al., 2016).

Rasio bifurkasi dengan nilai yang lebih tinggi biasanya mengindikasikan kontrol struktural yang kuat pada pola drainasenya. Sedangkan rasio bifurkasi dengan nilai yang lebih rendah biasanya mengindikasikan bahwa daerah aliran sungai tersebut tidak dipengaruhi oleh gangguan struktural (Chougale and Sapkale, 2017).

Berdasarkan Horton (1945), rasio bifurkasi bervariasi dengan nilai minimal 2 pada daerah-daerah aliran sungai dengan aliran sungai landai dan minimal 3 – 4 pada daerah-daerah aliran sungai yang memiliki banyak bukit dan pegunungan. Nilai rasio bifurkasi yang tinggi juga menunjukkan bahwa daerah aliran sungai tersebut memiliki potensi mengalami banjir bandang ketika terjadi hujan ekstrim (Brako et al., 2018).

Tingkat percabangan sungai dapat dibagi kedalam tiga kelompok berikut, yaitu :

(20)

a. Tingkat percabangan sungai dengan nilai < 3 artinya alur sungai mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, sedangkan penurunan muka air banjir berjalan lambat.

b. Tingkat percabangan sungai dengan nilai 3 – 5 artinya alur sungai mempunyai kenaikan dan penurunan muka air banjir yang tidak terlalu cepat ataupun terlalu lambat.

c. Tingkat percabangan sungai dengan nilai > 5 artinya alur sungai mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, dan penurunan muka air banjir yang juga cepat (Rahayu dkk., 2009).

Kerapatan Drainase (Drainage Density)

Kerapatan drainase (drainage density) merupakan perbandingan antara total panjang sungai dari semua orde dalam suatu DAS dengan luas DAS tersebut (Aher et al., 2014).

Kerapatan drainase (drainage density) adalah suatu angka atau indeks yang menunjukkan banyaknya anak-anak sungai yang terdapat dalam suatu DAS (Pamuji et al., 2020). Parameter ini merupakan salah satu parameter penting untuk mempelajari mengenai keadaan iklim, relief dan vegetasi suatu daerah aliran sungai (Elsadek et al., 2019).

Kerapatan drainase memiliki hubungan yang kuat dengan berbagai macam faktor lingkungan pada suatu DAS. Menurut Tucker dan Brass (1998) kerapatan drainase memiliki korelasi positif dengan tingkat curah hujan. Secara umum, nilai kerapatan drainase yang semakin besar berhubungan dengan banyaknya jenis bebatuan kedap air pada DAS tersebut. Nilai

(21)

kerapatan drainase juga berbanding terbalik dengan konduktivitas hidrolik tanah pada DAS tersebut (Babu et al., 2016).

Tingkat kerapatan aliran biasanya digunakan sebagai petunjuk tingkat resistensi formasi geologi penyusun DAS bersangkutan. Kerapatan drainase biasanya rendah di daerah-daerah lembab dengan vegetasi rapat pegunungan dan lereng dan sebaliknya besar di daerah dengan vegetasi yang jarang (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Kerapatan drainase biasanya dibagi menjadi empat, yaitu < 0,25 dikategorikan rendah, 0,25 – 10 dikategorikan sedang, 10 – 25 dikategorikan tinggi dan > 25 dikategorikan sangat tinggi dengan keterangan seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.1 Kelas Kerapatan Drainase

No Kerapatan

Drainase

Kelas Kerapatan

Keterangan

1 < 0,25 Rendah Angkutan sedimen yang terbawa oleh aliran sungai lebih kecil dikarenakan alur sungai melewati batuan dengan resistensi yang keras. Kondisi ini akan berbeda jika dibandingkan dengan alur sungai yang melewati batuan yang lebih lunak pada kondisi yang sama.

2 0,25 – 10 Sedang Angkutan sedimen yang terbawa aliran akan lebih besar. Hal ini dikarenakan alur sungai melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak.

3 10 – 25 Tinggi Angkutan sedimen yang terbawa aliran akan lebih besar dikarenakan alur sungai melewati batuan dengan resistensi yang lunak.

4 > 25 Sangat Tinggi Alur sungai melewati batuan yang kedap air. Keadaan ini akan

(22)

Sumber : Soewarno (1991).

Frekuensi Aliran (Stream Frequency)

jika dibandingkan suatu daerah dengan kerapatan sungai (Dd) rendah melewati batuan dengan permeabilitas yang besar.

Frekuensi aliran yang lebih tinggi menunjukkan jalur limpasan yang lebih besar dan permukaan tanah yang lebih curam pada suatu DAS (Vittala et al., 2004).

Menurut Horton (1932), frekuensi sungai dapat diperoleh dengan cara membagi jumlah ruas sungai pada semua orde di suatu DAS dengan luas DAS itu sendiri (Pamuji et al., 2020).

Umumnya jika frekuensi sungai rendah, maka daerah aliran sungai tersebut biasanya merupakan daerah aliran sungai dengan wilayah luas yang memiliki hutan yang lebat sedangkan daerah aliran sungai yang memiliki banyak lahan pertanian biasanya memiliki nilai frekuensi aliran (Pamuji et al., 2020).

Frekuensi aliran memiliki kaitan erat dengan kapasitas infiltrasi, permeabilitas dan relief dari suatu daerah aliran sungai. Umumnya, frekuensi aliran yang tinggi berkaitan permeabilitas dan kapasitas infiltrasi yang rendah. Sedangkan frekuensi aliran yang rendah akan menyebabkan aliran permukaan yang dihasilkan tinggi (Nugraha dan Cahyadi, 2012).

Frekuensi aliran memiliki nilai berbanding lurus dengan kerapatan drainase, dimana semakin tinggi frekuensi aliran maka semakin tinggi pula nilai kerapatan drainase. Frekuensi aliran juga berhubungan dengan curah hujan dan geologi suatu daerah aliran sungai (Chougale and Sapkale, 2017).

(23)

Menurut Horton (1945), frekuensi aliran terbagi atas lima yaitu, 0 – 5 digolongkan sangat rendah, 5 – 10 tergolong rendah, 10 – 15 sedang, 15 – 20 tinggi, dan 20 – 25 tergolong sangat tinggi (Miardini dan Nugraha, 2020).

Rasio Tekstur (Texture Ratio)

Nilai rasio tekstur di dapat dengan cara membagi jumlah sungai orde satu dengan keliling suatu DAS. Parameter ini penting karena berpengaruh terhadap geomorfologi fluvial mengenai ilmu litologi yang mendasari ilmu mengenai kapasitas infiltrasi dan aspek relief suatu DAS (Sidral and Zende, 2016).

Rasio tekstur berhubungan dengan beberapa faktor seperti iklim, curah hujan, vegetasi, jenis batuan dan tanah, kapasitas infiltrasi dan tahap perkembangan suatu daerah aliran sungai. Rasio tekstur yang tinggi mengindikasikan potensi erosi dan aliran permukaan yang tinggi pula. Nilai rasio tekstur yang rendah sebaliknya menunjukkan erosi dan aliran permukaan yang rendah pula (Brako et al., 2018).

Rasio tekstur juga dipengaruhi oleh tanah dan bebatuan yang terdapat pada daerah aliran sungai tersebut. Bebatuan yang lunak atau tidak kokoh yang tidak ditutupi oleh vegetasi biasanya membentuk tekstur yang halus sedangkan bebatuan yang besar dan resisten menghasilkan tekstur yang kasar (Zakaria et al., 2016).

Smith (1950) mengelompokkan rasio tekstur pada lima kelompok tekstur berdasarkan nilainya, yaitu sangat kasar (< 2), kasar (2 – 4), sedang (4 – 6), halus (6 – 8) dan sangat halus (> 8). Nilai rasio tekstur yang semakin tinggi berbanding lurus dengan tingkat erosi yang terjadi pada DAS tersebut (Sidral and Zende, 2016).

(24)

Panjang Aliran Permukaan (Length of Overland Flow)

Panjang aliran permukaan (length of overland flow) adalah panjang aliran air hujan yang jatuh ke permukaan suatu DAS sebelum berkumpul di satu tempat.

Horton menyatakan bahwa nilai panjang aliran permukaan adalah setengah per nilai kerapatan drainase. Panjang aliran permukaan adalah salah satu parameter penting yang mempengaruhi perkembangan kondisi hidrologi dan fisiografi suatu DAS (Waikar et al., 2014).

Nilai panjang aliran permukaan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa waktu air hujan mengalir juga lama, dan nilai panjang aliran permukaan yang kecil menunjukkan waktu mengalir yang cepat dan permukaan DAS yang biasanya lebih curam serta rentan terhadap tingginya erosi (Rekha et al., 2011).

Nilai panjang aliran yang sangat kecil menunjukkan bahwa aliran akan semakin cepat menuju saluran dan potensi banjir bandang akan tinggi. Sebaliknya jika nilai panjang aliran tinggi maka aliran air akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat mengalir dan terkonsentrasi ke sungai, sehingga aliran air akan mengalami hambatan karena adanya kekasaran tekstur permukaan (Kahirun et al., 2018).

Panjang aliran adalah salah satu parameter paling penting dalam analisis morfometri yang mempengaruhi perkembangan hidrologi dan fisiografi daerah aliran sungai. Nilai panjang aliran biasanya berbanding terbalik dengan rata-rata kemiringan permukaan daerah aliran sungai (Waikar, 2014).

Menurut Horton (1945), nilai panjang aliran dapat diklasifikasikan kedalam lima kategori, yaitu < 0,4 dikategorikan sangat rendah, 0,4 – 0,5

(25)

dikategorikan rendah, 0,5 – 0,6 dikategorikan sedang, 0,6 – 0,7 dikategorikan tinggi dan > 0,7 dikategorikan sangat tinggi (Miardini dan Nugraha, 2020).

Constant Channel Maintenance

Parameter ini menunjukkan kebutuhan suatu satuan permukaan DAS untuk dapat menampung satu satuan aliran sungai. Dengan kata lain, constant channel maintenance adalah besaran permukaan suatu area DAS (km2) yang dibutuhkan untuk bisa menopang aliran sungai dengan panjang 1 km. Parameter ini diperkenalkan oleh Schumm pada tahun 1956, dimana disebutkan bahwa nilai besaran constant channel maintenance berbanding terbalik dengan nilai besaran drainage density (Karim, 2020).

Constant channel maintenance dapat diartikan sebagai luasan suatu DAS yang diperlukan untuk konservasi dan keberlanjutan sungai sepanjang satu kilometer. Nilai constant channel maintenance yang rendah menunjukkan bahwa aliran permukaan (runoff) lebih besar daripada permeabilitas tanahnya. Atau bisa juga diartikan ketika air hujan jatuh ke permukaan, air tersebut cenderung menjadi aliran permukaan daripada meresap ke tanah (Nugraha dan Cahyadi, 2012).

Constant channel maintenance juga merupakan sebuah parameter yang menunjukkan fungsi permeabilitas tanah. Semakin tinggi nilai constant channel maintenance maka semakin tinggi pula kondisi permeabilitas tanah (Dikpal et al., 2017).

Nilai constant channel maintenance yang relatif tinggi biasanya terdapat pada daerah aliran sungai dengan tipe dataran aluvial. Parameter-parameter yang mempengaruhi constant channel maintenance selain permeabilitas adalah tipe

(26)

Menurut Schumm (1956), constant channel maintenance dapat dikategorikan pada lima kelas kategori, seperti pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Klasifikasi Nilai Constant Channel Maintenance No. Nilai Constant Channel

Maintenance

Klasifikasi

1. < 0,2 Sangat Tinggi

2. 0,2 – 0,3 Tinggi

3. 0,3 – 0,4 Sedang

4. 0,4 – 0,5 Rendah

5. > 0,5 Sangat Rendah

Sumber : Schumm (1956)

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem informasi geografis adalah sebuah sistem berbasis komputer yang bertujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah, menganalisa, serta menyajikan data yang berkaitan dengan letak dan keberadaannya di bumi (Ekadinata dkk., 2008).

Data spasial dan data atribut adalah dua komponen penting penyusun data geografis. Data spasial digunakan untuk mempresentasikan posisi atau lokasi geografis dari suatu obyek di permukaan bumi. Data spasial bisa diperoleh dari berbagai sumber dan dalam berbagai format. Biasanya, sumber data spasial berasal dari data grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survei lapangan ataupun pengukuran theodolit yang menggunakan GPS (global positioning system).

Sedangkan data atribut, digunakan untuk mendeskripsikan atau menjelaskan suatu proyek. Data atribut biasanya berupa informasi numerik, foto, narasi dan lain sebagainya yang biasanya diperoleh data statistik, pengukuran

(27)

Penginderaan jarak jauh dan SIG memainkan peran penting dalam ilmu analisis morfometrik. SIG saat ini digunakan dalam berbagai parameter morfometri terutama mengenai DAS karena SIG memiliki sistem yang fleksibel dan fitur yang tersedia dapat menyediakan dan menganalisis data spasial (Albaroot et al., 2018).

Sistem informasi geografis juga menawarkan tingkat keakuratan yang cukup tinggi dan juga mudah digunakan dalam penelitian. Sistem informasi geografis biasa menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) untuk melihat arah aliran dan akumulasi aliran sungai yang dibutuhkan untuk menghitung analisis morfometri suatu daerah aliran sungai (Chougale and Sapkale, 2017).

Pada dasarnya istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok : sistem, informasi dan geografis. Jadi sistem informasi geografis adalah kumpulan dari sistem yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak dan data geografi yang dirancang untuk secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi dan data yang bereferensi geografi (Sobatnu et al., 2017).

Sub DAS Prioritas

DAS mempunyai fungsi yang berbeda tergantung karakteristiknya masing- masing untuk faktor penilaian yang berbeda dan sementara zona penentuan batas wilayah prioritas untuk aplikasi konservasi tanah merupakan hal yang krusial sangat penting (Aher et al., 2013).

Perencanaan pengelolaan dalam tingkat Sub DAS akan menghemat waktu

(28)

dilakukan berdasarkan faktor utama perencanaan dan pengembangan DAS seperti fisiografi, jaringan drainase, geomorfologi, tanah, penggunaan dan penutupan lahan serta sumberdaya air (Amani & Safaviyan, 2015).

Konsep penentuan sub DAS prioritas juga membantu untuk melihat karakteristik geomorfologi masing-masing sub DAS. Dimana dengan menggunakan sistem informasi geografis dan data spasial dapat berguna untuk menentukan lokasi ideal yang perlu dilakukan konservasi air ataupun tanah (Ahirwar et al., 2019).

Penentuan sub DAS prioritas sekarang menjadi cukup penting dalam pengelolaan dan konservasi daerah aliran sungai. Penentuan sub DAS prioritas paling umum digunakan saat ini adalah dengan melakukan analisis morfometri pada sub-sub DAS yang diteliti dan kemudian dihitung prioritasnya berdasarkan beberapa parameter morfometrinya (Javed et al., 2009).

Penentuan sub DAS prioritas dilakukan untuk memberikan penilaian pada tiap sub DAS sehingga dari peringkatnya dapat ditentukan sub DAS mana yang harus diprioritaskan untuk dikelola. Berdasarkan penelitian Rekha (2011), sub DAS prioritas dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut :

𝑆𝑢𝑏 𝐷𝐴𝑆 𝑃𝑟𝑖𝑜𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0.3 𝐷𝑑 + 0.25 𝑅𝑏 + 0.2 𝐹𝑠 + 0.15 𝑇 + 0.1 𝐿𝑜𝑓 + 0.05 𝐶 Keterangan :

Dd : Kerapatan Drainase (Drainage Density)

Rb : Tingkat Percabangan Sungai (Bifurcation Ratio) Fs : Frekuensi Aliran (Stream Frequency)

T : Rasio Tekstur (Texture Ratio)

L : Panjang Aliran Permukaan (Length of Overland Flow)

(29)

C : Constant Channel Maintenance

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2021 sampai dengan bulan September 2021. Lokasi penelitian berada di DAS Belawan yang merupakan Daerah Aliran Sungai di Provinsi Sumatera Utara dengan luas 73.811,59 Ha.

Daerah Aliran Sungai Belawan terbentang antara 3° 15' 49,83'' s/d 3° 50' 38,89'' garis Lintang Utara dan meridian 98° 29' 58,56'' s/d 98° 43' 21,76'' Bujur Timur.

Secara administrasi DAS Belawan berada pada 2 (dua) Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Deli Serdang dan kota Medan.

Gambar 3.1. Peta DAS Belawan pada Provinsi Sumatera Utara

(31)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop sebagai media kerja, software ArcGIS 10.8 untuk melakukan delineasi sub-sub DAS serta mendapatkan data-data yang diperlukan untuk melakukan analisis morfometri, dan microsoft excel digunakan untuk mengolah data.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data DEM DAS Belawan yang didapat dari situs USGS secara gratis dan data shapefile batas DAS seluruh Indonesia sebagai dasar pembuatan peta DAS yang didapat dari situs BIG KLHK.

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian adalah : 1. Studi Literatur

Tahapan awal penelitian ini adalah mengumpulkan literatur terkait dengan penelitian ini. Literatur dapat diperolah dari berbagai macam sumber, diantaranya buku, jurnal dan internet.

2. Inventarisasi Data

Inventarisasi data adalah pengumpulan data yang diperlukan untuk penelitian ini. Dalam hal ini data yang dibutuhkan adalah data DEM DAS Belawan dan data shapefile DAS seluruh Indonesia.

3. Pengolahan Data

Selanjutnya data DEM yang sudah didapat diolah menggunakan software ArcGIS untuk menentukan batas-batas sub DAS yang dijelaskan melalui diagram alur dibawah ini :

(32)

Gambar 3.3 Diagram Alur Pengolahan Data DEM DAS a. Analisis Morfometri

SubDAS yang sudah terbentuk menggunakan ArcGIS kemudian digunakan untuk melihat data-data yang diperlukan dalam menghitung analisis morfometri pada attribute tablenya.. Data ini nantinya akan diolah menggunakan microsoft excel untuk menentukan subDAS prioritas. Berikut adalah parameter morfometri yang digunakan untuk menentukan sub DAS prioritas sebagai keperluan konservasi sub DAS.

Tabel 3.1 Parameter Morfometri

Morfometri Rumus

Tingkat Percabangan Sungai (Rb)

Rb = Nu/Nu+1; Nu : jumlah orde sungai; Nu+1 : jumlah orde sungai yang lebih tinggi

Kerapatan Drainase (Dd) Dd = Lu/A; Lu : jumlah panjang semua sungai; A : luas DAS (km2)

Frekuensi Aliran (Fs) Fs = Nu/A; Nu : jumlah segmen orde sungai; A : luas DAS (km2)

Rasio Tekstur (T) T = N1/P; N1 : jumlah sungai orde 1; P : keliling DAS Panjang Aliran Permukaan

(Lof)

LoF = ½ Dd; Dd : drainage density Constant Channel

Maintenance (C)

C = 1/Dd; Dd : drainage density

(33)

b. Analisis Prioritas

Penentuan sub DAS prioritas dilakukan dengan menggunakan beberapa parameter morfometri yaitu kerapatan drainase (Dd), frekuensi aliran (Fs), rasio tekstur (T), rasio bifurkasi (Rb), constant channel maintenance dan panjang aliran (LoF). Setelah didapat semua data yang dibutuhkan, data dikalikan berdasarkan persamaan dibawah yang didapat dari tabel bobot pada tabel 3.2.

𝑆𝑢𝑏 𝐷𝐴𝑆 𝑃𝑟𝑖𝑜𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0.3 𝐷𝑑 + 0.25 𝑅𝑏 + 0.2 𝐹𝑠 + 0.15 𝑇 + 0.1 𝐿𝑜𝑓 + 0.05 𝐶 Keterangan :

Dd : Drainage Density (kerapatan drainase)

Rb : Bifurcation Ratio (indeks percabangan sungai) Fs : Stream Frequency (frekuensi aliran)

T : Texture Ratio (rasio tekstur)

L : Length of Overland Flow (panjang aliran)

C : Constant Channel Maintenance (fungsi permeabilitas tanah) Tabel 3.2 Parameter Morfometri Sub DAS Prioritas

Sumber : Rekha (2011)

Parameter Bobot

Drainage density (Dd) 30

Bifurcation ratio (Rb) 25

Stream frequency (Fs) 20

Texture ratio (T) 15

Length of overland flow (Lof) 10

Constant channel maintenance (C) 5

(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu, penentuan sub DAS, perhitungan parameter morfometri dan penentuan sub DAS prioritas. Penelitian ini menghasilkan tiga Sub DAS Belawan yang juga terdiri lagi atas sub-sub DAS yang lebih kecil. Data dari tiga sub DAS ini yang akan digunakan untuk dihitung analisis morfometrinya dan ditentukan sub DAS prioritasnya.

DAS Belawan terletak pada jalur pengembangan kota Medan dan kabupaten Deli Serdang. Secara topografis, DAS Belawan terbagi atas daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan dengan kelerengan lahan cenderung datar agak landai. DAS Belawan memiliki jenis tanah inseptisol dan entisol.

Berdasarkan pola aliran sungainya, pola aliran sungai DAS Belawan adalah dendritik. Pola aliran sungai dendritik adalah pola aliran yang paling umum ditemui diseluruh dunia. Pola aliran sungai dendritik adalah ketika aliran- aliran sungai mengalir mengikuti kemiringan lereng dan berbentuk seperti dedaunan.

Analisis Morfometri DAS Belawan

Analisis morfometri dasar terdiri atas luas dan keliling sub-sub DAS Belawan seperti pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Parameter Dasar Morfometri Sub DAS Belawan

Sub DAS Luas (km2) Keliling (km)

Belawan Hilir 163,18 464,99

Belawan Tengah 273,28 414,14

Belawan Hulu 301,54 399,25

Total 738,00 1.278,38

(35)

Parameter dasar morfometri yang diperlukan dalam penentuan sub DAS prioritas adalah besaran luas dan keliling sub DAS. Berdasarkan hasil penelitian maka didapat hasil luas dan keliling sub-sub DAS Belawan seperti pada tabel 4.1.

Luas DAS Belawan secara keseluruhan dalam satuan hektar adalah 73.811,59 Ha yang menurut Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhitungan Sosial (2013) tergolong kedalam DAS kecil dengan luasan 10.000 - < 100.000 Ha.

Berdasarkan hasil analisis morfometri, luas sub DAS yang paling luas adalah luas sub DAS Belawan Hulu yaitu sebesar 301,54 km2 yang disusul sub DAS Belawan Tengah dengan luas 273,28 km2 dan sub DAS dengan luas paling kecil adalah sub DAS Belawan Hilir dengan luas 163,18 km2. Luas DAS merupakan salah satu parameter penting dalam analisis morfometri. Menurut Zahri, Rifqi et al.

(2017), semakin luas suatu DAS maka semakin lama pula air limpasan mencapai outlet.

Keliling DAS Belawan menurut hasil analisis morfometri adalah sebesar 1.278,39 km dengan keliling sub DAS terpanjang adalah sub DAS Belawan Hilir dengan keliling 464,99 km, diikuti dengan sub DAS Belawan Tengah dengan keliling 414,14 km dan keliling terkecil yaitu sub DAS Belawan Hulu dengan keliling 399,25 km. Keliling sub DAS diperlukan dalam perhitungan analisis morfometri rasio tekstur.

(36)

Gambar 4.1 Peta Sub DAS Belawan Tingkat Percabangan Sungai (Bifurcation Ratio)

Nilai tingkat percabangan sungai atau rasio bifurkasi didapatkan dengan membagi jumlah orde sungai suatu orde dengan jumlah orde sungai dari orde yang lebih tinggi.

Tabel 4.2 Nilai Rasio Bifurkasi

Sub DAS Orde Nu Nilai Rb

(Nu/Nu+1)

Rata-Rata

Belawan Hilir 1 584 3,92 4,23

2 149 4,66

3 32 5,33

4 6 3,00

5 2

Belawan Tengah 1 1040 4,54 4,06

2 229 4,58

3 50 3,85

4 13 4,33

5 3 3,00

6 1

Belawan Hulu 1 1059 4,60 4,25

2 230 5,35

3 43 4,30

(37)

4 5 6

10 2 1

5,00 2,00

Tingkat percabangan sungai (bifurcation ratio) tertinggi berdasarkan rata- ratanya adalah sub DAS Belawan Hulu dengan nilai rata-rata 4,25 yang diikuti dengan sub DAS Belawan Hilir sebesar 4,23 dan nilai rata-rata terkecil adalah rata- rata sub DAS Belawan Tengah dengan nilai 4,06.

Nilai rasio bifurkasi yang bervariasi dari 3 – 5 menunjukkan daerah aliran sungai terbentuk dari susunan bebatuan yang homogen dan tidak mengalami banyak gangguan struktur. Nilai rata-rata rasio bifurkasi yang berkisar pada jumlah yang sama menunjukkan bahwa daerah aliran sungai Belawan secara keseluruhan tidak memiliki struktur geologi yang berbeda. Nilai rasio bifurkasi biasanya tidak jauh berbeda antara satu daerah ke daerah lain bahkan jika lingkungannya berbeda pada suatu daerah aliran sungai, kecuali jika daerah aliran sungai tersebut didominasi oleh kontrol geologi yang kuat (Waikar, 2014).

Nilai rasio bifurkasi pada daerah aliran sungai Belawan secara keseluruhan menunjukkan nilai yang tidak terlalu tinggi, dimana menunjukkan bahwa daerah aliran sungai tersebut tidak terlalu banyak mengalami gangguan struktur. Zende (2016) menyatakan bahwa tingginya rasio bifurkasi biasanya mengindikasikan daerah yang aktif secara tektonik, sedangkan daerah dengan nilai rasio bifurkasi yang lebih rendah biasanya menunjukkan daerah yang tidak banyak mengalami gangguan struktural.

Rasio bifurkasi yang rendah juga berhubungan dengan kenaikan muka air banjir. Rasio bifurkasi yang rendah biasanya menunjukkan kenaikan muka air banjir yang juga rendah. Rasio bifurkasi yang tinggi berbanding lurus dengan

(38)

kecepatan kenaikan muka air banjir, dimana semakin tinggi rasio bifurkasi menunjukkan kenaikan muka air banjir yang semakin cepat juga (Putra, 2012).

Gambar 4.2 Peta Orde Sungai DAS Belawan Kerapatan Drainase (Drainage Density)

Nilai kerapatan drainase didapatkan dengan membagi antara total panjang sungai dengan luas sub DAS.

Tabel 4.3 Nilai Kerapatan Drainase

Sub DAS Total Panjang Sungai (km) (Lu)

Luas (km2) (A)

Drainage Density (Lu/A)

Belawan Hilir 468,71 163,18 2,87

Belawan Tengah 813,46 273,28 2,98

Belawan Hulu 882,58 301,54 2,93

Rata-Rata 2,93

Nilai kerapatan drainase tertinggi terdapat pada sub DAS Belawan Tengah dengan nilai 2,98, dilanjutkan dengan sub DAS Belawan Hulu dengan nilai 2,93 dan yang paling rendah adalah sub DAS Belawan Hilir dengan nilai 2,87. Secara

(39)

keseluruhan, nilai rata-rata kerapatan drainase pada sub-sub DAS Belawan tidak jauh berbeda dan ketiganya termasuk dalam klasifikasi kerapatan drainase sedang.

Nilai kerapatan drainase pada sub-sub DAS Belawan tergolong rendah yang menunjukkan bahwa DAS Belawan merupakan daerah aliran sungai dengan material yang memiliki permeabilitas tinggi, lahan yang tertutup vegetasi dan relief permukaan yang relatif landai. Nilai kerapatan drainase yang rendah cenderung menunjukkan daerah dengan material yang permeabilitasnya tinggi serta relief yang relatif landai, sedangkan nilai kerapatan drainase yang tinggi menunjukkan sebaliknya (Ahmad, 2009).

Kerapatan drainase juga berhubungan dengan tekstur drainase dimana sub- sub DAS Belawan dengan nilai kerapatan drainase rendah tergolong pada tekstur drainase kasar. Rendahnya nilai kerapatan drainase menunjukkan tekstur drainase yang kasar sedangkan semakin tinggi nilai kerapatan drainase menunjukkan tekstur drainase yang semakin halus.

Nilai kerapatan drainase yang rendah menunjukkan permukaan daerah aliran sungai akan mudah tergenang karena sistem drainase berjalan lambat. Jika nilai kerapatan drainase lebih kecil dari 1 maka daerah aliran sungai akan sering mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan drainase lebih tinggi dari 3 maka daerah aliran sungai cenderung mudah mengalami kekeringan (Dirjen Bina Pengelolaan DAS, 2013).

Kerapatan drainase merupakan salah satu parameter penting yang berfungsi sebagai pengukuran numerik mengenai air limpasan. Berdasarkan kriteria Kementerian Kehutanan (2010), sub-sub DAS Belawan tergolong dalam kelas

(40)

badan air tergolong sedang, juga menunjukkan bahwa alur sungai melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak, sehingga angkutan sedimen yang tersangkut akan lebih besar.

Frekuensi Aliran (Stream Frequency)

Frekuensi aliran dapat dihitung dengan membagi jumlah orde sungai total dengan luas sub DAS.

Tabel 4.4 Nilai Frekuensi Aliran

Sub DAS Orde Total

(Nu)

Luas (km2) (A)

Stream Frequency (Nu/A)

Belawan Hilir 773 163,18 4,74

Belawan Tengah 1336 273,28 4,89

Belawan Hulu 1345 301,54 4,46

Rata-Rata 4,70

Nilai frekuensi aliran tertinggi terdapat pada sub DAS Belawan Tengah dengan nilai 4,89, selanjutnya adalah sub DAS Belawan Hilir dengan nilai 4,74 dan nilai frekuensi aliran terendah adalah sub DAS Belawan Hulu dengan nilai 4,46.

Nilai frekuensi aliran yang rendah mengindikasikan daerah aliran sungai dengan material batuan yang bersifat permeabel dan relief yang relatif landai (Ahirwar et al., 2019).

Frekuensi aliran dan kerapatan drainase berbanding lurus, dimana jika nilai frekuensi aliran semakin tinggi, maka nilai kerapatan drainase juga akan semakin tinggi. Nilai frekuensi aliran yang tinggi biasanya ditandai dengan daerah yang memiliki tanah kedap air, permukaannya curam dan memiliki struktur batuan lepas (Chougale and Sapkale, 2017).

Rasio Tekstur (Texture Ratio)

Nilai rasio tekstur dapat dihitung dengan membagi jumlah sungai orde satu dengan keliling sub DAS.

(41)

Tabel 4.5 Nilai Rasio Tekstur

Sub DAS Jumlah Orde 1 (N1)

Keliling Sub DAS (P)

Texture Ratio (N1/P)

Belawan Hilir 584 464,99 1,26

Belawan Tengah 1040 414,14 2,51

Belawan Hulu 1059 399,25 2,65

Rata-Rata 2,14

Rasio tekstur sub-sub DAS Belawan berdasarkan hasil analisis morfometri adalah, sub DAS Belawan Hulu dengan nilai paling tinggi yaitu 2,65, diikuti dengan sub DAS Belawan Tengah sebesar 2,51 dan sub DAS Belawan Hilir yang terendah yaitu 1,26. Berdasarkan klasifikasi oleh Smith (1950), nilai tekstur rasio ketiga sub DAS Belawan masuk pada kategori kasar (2 – 4).

Nilai rasio tekstur yang tinggi menandakan potensi erosi dan aliran permukaan yang tinggi, sedangkan nilai rasio tekstur yang rendah menandakan sebaliknya. Nilai rasio tekstur sub-sub DAS Belawan termasuk rendah sehingga dapat diartikan bahwa sub-sub DAS Belawan memiliki potensi erosi dan aliran permukaan yang rendah.

Rasio tekstur bergantung pada beberapa faktor alam seperti iklim, curah hujan, vegetasi, tipe tanah dan bebatuan, kapasitas infiltrasi dan perkembangan tanah. Pengklasifikasian rasio tekstur hampir dapat disamakan dengan pengklasifikasian kerapatan drainase (Albaroot et al., 2018).

Panjang Aliran (Length of Overland Flow)

Nilai panjang aliran merupakan setengah dari nilai kerapatan drainase.

Tabel 4.6 Nilai Panjang Aliran

Sub DAS Drainage Density (Dd) Length of Overland Flow (1/2 Dd)

Belawan Hilir 2,87 1,44

Belawan Tengah 2,98 1,49

Belawan Hulu 2,93 1,47

Rata-Rata 1,47

(42)

Nilai panjang aliran tertinggi terdapat pada sub DAS Belawan Tengah sebesar 1,49, dilanjutkan dengan sub DAS Belawan Hulu sebesar 1,47 dan yang paling rendah adalah sub DAS Belawan Hilir 1,44. Nilai panjang aliran menunjukkan jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan daerah aliran sungai.

Rata-rata nilai panjang aliran sub-sub DAS Belawan adalah 1,47 yang termasuk tinggi. Semakin rendah nilai panjang aliran maka panjang permukaan yang dilalui air untuk mencapai sungai juga pendek dan waktu yang ditempuh semakin singkat. Hal ini menyebabkan daerah aliran sungai rentan terhadap tingginya aliran permukaan. Banyaknya aliran permukaan dapat menyebabkan daerah rentan terkena banjir bandang (Farida dan Irnawati, 2020).

Nilai panjang aliran yang tinggi menunjukkan bahwa air memiliki waktu yang lama untuk mencapai sungai dan biasanya terhambat oleh struktur permukaan yang kasar. Hal ini sesuai dengan rata-rata rasio tekstur sub-sub DAS Belawan yang tergolong pada klasifikasi kasar.

Nilai panjang aliran sub-sub DAS Belawan tergolong tinggi yang menunjukkan bahwa jalur arus yang dilewati air lebih panjang dengan kemiringan permukaan relatif landai, sedangkan rendahnya nilai panjang aliran menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan struktural yang kompleks dan memiliki kemiringan permukaan yang lumayan curam (Kahirun et al., 2018).

Constant Channel Maintenance

Nilai constant channel maintenance dapat dihitung dengan menggunakan rumus satu per nilai kerapatan drainase.

(43)

Tabel 4.7 Nilai Constant Channel Maintenance

Sub DAS Drainage Density (Dd) Constant Channel Maintenance (1/Dd)

Belawan Hilir 2,87 0,35

Belawan Tengah 2,98 0,34

Belawan Hulu 2,93 0,34

Rata-Rata 0,34

Nilai constant channel maintenance pada sub-sub DAS Belawan yang paling tinggi ialah pada sub DAS Belawan Hilir dengan nilai 0,35, sedangkan yang terendah terdapat pada dua sub DAS lainnya Belawan Tengah dan Hulu dengan nilai 0,34. Rata-rata constant channel maintance seluruh sub DAS Belawan adalah 0,34 yang tergolong sedang.

Nilai constant channel maintenance menunjukkan berapa luas DAS yang dibutuhkan untuk kepentingan konservasi dan pengelolaan sungai sepanjang satu kilometer. Semakin tinggi nilai constant channel maintenance menunjukkan bahwa suatu daerah aliran sungai memiliki kemampuan tinggi untuk menyerap air sehingga air yang menjadi aliran permukaan tidak banyak.

Nilai constant channel maintenance yang semakin rendah menunjukkan bahwa aliran permukaan (runoff) lebih rendah daripada kemampuan tanah menyerap air, yang menunjukkan bahwa aliran permukaan akan lebih tinggi dibandingkan air yang terserap (Nugraha dan Cahyadi, 2012).

Hasil nilai constant channel maintenance pada sub-sub DAS Belawan menunjukkan hasil sedang yang menunjukkan bahwa kemampuan tanah menyerap air adalah sedang dan aliran permukaan juga sedang.

Analisis Sub DAS Prioritas

Analisis Sub DAS Prioritas ditentukan dengan memasukkan beberapa parameter morfometri sub-sub DAS menggunakan persamaan oleh Rekha (2011),

(44)

𝑆𝑢𝑏 𝐷𝐴𝑆 𝑃𝑟𝑖𝑜𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0.3 𝐷𝑑 + 0.25 𝑅𝑏 + 0.2 𝐹𝑠 + 0.15 𝑇 + 0.1 𝐿𝑜𝑓 + 0.05 𝐶 Tabel 4.8 Sub DAS Prioritas

SubDAS Dd Rb T Fs LoF C Total Prioritas Belawan Hilir 2,87 3,92 1,26 4,74 1,44 0,35 3,14 1 Belawan Tengah 2,98 4,54 2,51 4,89 1,49 0,34 3,55 3 Belawan Hulu 2,93 4,60 2,65 4,46 1,47 0,34 3,48 2

Gambar 4.3 Peta Prioritas Sub DAS Belawan

Hasil analisis menggunakan persamaan Rekha (2011), sub DAS prioritas pertama ialah sub DAS Belawan Hilir. Sub DAS Belawan Hilir juga memiliki nilai rasio bifurkasi, kerapatan drainase, rasio tekstur, frekuensi aliran dan panjang aliran yang paling rendah dibanding kedua sub DAS lainnya.

(45)

Sub DAS Belawan Hilir memiliki bentuk sub DAS cenderung membulat dimana sub DAS dengan bentuk membulat cenderung memiliki aliran permukaan yang tinggi karena panjang aliran yang rendah.

Tutupan Lahan Sub DAS Belawan

Data tutupan lahan sub-sub DAS Belawan diperlukan sebagai data pendukung dalam menentukan sub DAS prioritas untuk konservasi tingkat sub DAS.

Tabel 4.9 Data Tutupan Lahan Sub-Sub DAS Belawan

Belawan Hilir Belawan Tengah Belawan Hulu

(km2) (%) (km2) (%) (km2) (%)

Ladang 11 8,9 44,75 17,1 32,42 11,04

Kebun 43,82 35,5 136,55 52,2 141,95 48,3

Pemukiman 10,01 8,1 34,59 13,2 36,35 12,4

Semak 41,78 33,9 2,34 0,9 6,59 2,2

Sawah 6,71 5,4 42,97 16,4 12,31 4,2

Hutan Kering 0 0 0 0 62,76 21,4

Badan Air 10,02 8,1 0,32 0,1 1,26 0,4

Total 123,34 100,0 261,52 100,0 293,64 100,0

(46)

Berdasarkan hasil luasan tutupan lahan per sub DAS di DAS Belawan didapatkan bahwa pada sub DAS Hilir dan Tengah tidak didapati luasan hutan kering dan hanya didapatkan pada sub DAS Belawan Hulu yaitu seluas 62,76 km2. Sedangkan luasan badan air terluas terdapat pada sub DAS Belawan Hilir dengan total luas 10,02 km2.

Berdasarkan persentase penggunaan lahan non vegetasi (pemukiman) dan vegetasi (ladang, kebun, semak, sawah dan hutan kering) didapatkan hasil bahwa persentase penggunaan lahan vegetasi terbesar terdapat pada sub DAS Belawan Hulu sebesar 87,14% dilanjutkan dengan sub DAS Belawan Tengah sebesar 86,6%

dan persentase terkecil didapati di sub DAS Belawan Hilir sebesar 83,7%.

Berdasarkan hasil diatas juga terlihat bahwa pada sub DAS Belawan Hulu tutupan vegetasinya memiliki luasan yang lebih tinggi dibanding dua sub DAS lainnya, dan tutupan lahan dengan persentasi terendah terdapat pada sub DAS Belawan Hilir.

Pembahasan

Analisis Morfometri DAS Belawan

Parameter morfometri yang diteliti pada penelitian ini adalah rasio bifurkasi (Rb), kerapatan drainase (Dd), frekuensi aliran (Fs), rasio tekstur (T), panjang aliran (LoF) dan constant channel maintenance (C).

Nilai Rb pada DAS Belawan secara keseluruhan adalah 4,18 yang menunjukkan bahwa DAS tersusun atas bebatuan homogen dan alur sungai tersebut memiliki kenaikan muka air banjir yang sedang. Semakin tinggi nilai rasio bifurkasi menunjukkan kenaikan muka air banjir yang cepat namun dengan penurunan yang cepat pula.

(47)

Kerapatan drainase pada DAS Belawan memiliki nilai 2,93 yang termasuk kedalam kategori sedang. Kerapatan drainase menunjukkan kemampuan suatu daerah sungai untuk mengalirkan air. Nilai kerapatan drainase yang semakin tinggi menunjukkan bahwa daerah aliran sungai memiliki drainase yang baik dan air hujan cepat mengalir karena sungainya memiliki kerapatan drainase yang tinggi, sedangkan daerah aliran sungai dengan kerapatan drainase yang rendah cenderung lebih mudah terkena banjir karena air hujan gampang tergenang.

Nilai frekuensi aliran pada DAS Belawan adalah 4,70 yang dikategorikan sebagai sangat rendah. Nilai frekuensi aliran yang rendah menunjukkan daerah aliran sungai yang luas dan tertutup hutan, sedangkan nilai frekuensi aliran yang tinggi biasanya menunjukkan daerah aliran sungai yang banyak lahan pertanian.

Nilai frekuensi aliran yang rendah juga menunjukkan daerah yang relatif landai dan memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi.

Nilai rasio tekstur pada DAS Belawan adalah 2,14 yang termasuk dalam klasifikasi tekstur kasar. Nilai rasio tekstur yang tinggi menunjukkan daerah aliran sungai dengan kemiringan yang tinggi dan kemampuan infiltrasi yang tinggi pula, sedangkan daerah dengan nilai rasio tekstur yang rendah menunjukkan sebaliknya.

DAS Belawan memiliki rasio tekstur yang rendah yang menunjukkan daerah aliran sungainya sebagian besar terdiri atas daerah yang landai dan tersusun atas permukaan dengan kemampuan infiltrasi yang rendah.

Nilai panjang aliran pada DAS Belawan adalah 1,47 yang termasuk dalam kategori tinggi. Nilai panjang aliran yang tinggi menunjukkan bahwa air limpasan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai sungai sehingga air

(48)

menunjukkan bahwa aliran limpasan akan cepat mencapai sungai sehingga rentan terhadap banjir.

Constant channel maintenace pada DAS Belawan adalah sebesar 0,34 yang termasuk dalam kategori sedang. Nilai C yang rendah menunjukkan bahwa aliran permukaan lebih besar daripada permeabilitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa air hujan yang turun ke tanah lebih cenderung menjadi aliran di permukaan daripada diserap oleh tanah.

Sub DAS Prioritas

Berdasarkan perhitungan menggunakan persaaan Rekha (2011), bobot paling rendah terdapat pada sub DAS Belawan Hilir yang menunjukkan bahwa dalam pengelolaan mikro tingkat sub DAS, sub DAS Belawan Hilir dapat dikelola dan diprioritaskan dalam perencanaan konservasinya.

Penentuan karakteristik morfometri sangat diperlukan dalam menentukan sub DAS prioritas terutama dalam melihat potensi air limpasan yang besar atau banjir. Selanjutnya parameter ini dapat digabung dengan parameter hidrologi lainnya seperti, tutupan dan tata lahan, faktor geologi dan sebagainya untuk menentukan pengelolaan sub DAS lebih lanjut (Kahirun et al., 2018).

Tutupan Lahan

Tutupan lahan dapat digunakan sebagai salah satu data pendukung dalam penentuan sub DAS prioritas dengan cara menggabungkan data-data yang ada bersama dengan data analisis morfometri. Data tutupan lahan juga dapat dijadikan acuan mengenai penentuan langkah pengelolaan sub-sub DAS prioritas yang telah ditentukan sebelumnya menggunakan metode analisis morfometri.

(49)

Berdasarkan persentase luasan tutupan vegetasi pada masing-masing sub DAS, didapati bahwa sub DAS Belawan Hilir merupakan sub DAS dengan persentase luasan vegetasi terendah sehingga sub DAS Belawan Hilir berdasarkan tutupan lahannya dapat dikategorikan sebagai sub DAS prioritas pertama diikuti sub DAS Belawan Tengah dan sub DAS Belawan Hulu.

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis morfometri dan analisis tutupan lahan menggunakan sistem informasi geografis, didapatkan sub DAS prioritas pertama untuk dikelola adalah sub DAS Belawan Hilir.

2. Sub DAS Belawan Hilir didapat menjadi sub DAS prioritas pertama dikarenakan nilai parameter morfometri dan persentase luasan vegetasi yang paling rendah dibanding yang lainnya.

3. Parameter morfometri yang digunakan dalam penentuan sub DAS prioritas adalah kerapatan drainase, rasio bifurkasi, frekuensi aliran, rasio tekstur, panjang aliran permukaan dan constant channel maintance.

Saran

Penelitian menggunakan sistem informasi geografis dapat dilakukan untuk penentuan sub DAS prioritas dalam rangka menentukan rencana pengelolaan, berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk melakukan reboisasi pada daerah hilir dan perbaikan tata ruang untuk pembangunan kedepannya.

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Adhirahman, A.R., A.P. M. Tarigan, Hendri I., M. Irsan. 2017. Penggunaan Metode USLE dan MUSLE Terhadap Analisa Erosi dan Sedimentasi di Das Belawan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Aher, P., Adinarayana, J. and Gorantiwar, S.D., 2013. Prioritization Of Watersheds Using Multi-Criteria Evaluation Through Fuzzy Analytical Hierarchy Process. Agricultural Engineering International: CIGR Journal, 15(1), pp.11-18.

Aher, P.D., Adinarayana, J. and Gorantiwar, S.D., 2014. Quantification Of Morphometric Characterization And Prioritization For Management Planning In Semi-Arid Tropics Of India: A Remote Sensing And GIS Approach. Journal of Hydrology, 511, pp.850-860.

Ahirwar, R., Malik, M.S. and Shukla, J.P., 2019. Prioritization of sub-watersheds for soil and water conservation in parts of Narmada River through morphometric analysis using remote sensing and GIS. Journal of the Geological Society of India, 94(5), pp.515-524.

Albaroot, M., Nabil, M.A., Hamdi, S.A., Mohammed, A. and Saleh, A.G., 2018.

Quantification of morphometric analysis using remote sensing and GIS techniques in the Qa’Jahran Basin, Thamar Province, Yemen. Int J New Technol Res (IJNTR), 4(8), pp.12-22.

Amani, M. and Safaviyan, A., 2015. Sub-Basins Prioritization Using Morphometric Analysis-Remote Sensing Technique And GIS-Golestan Iran. International Letters of Natural Sciences, 38.

Amin, M., Ridwan, Iskandar Z., 2018. Diktat Kuliah : Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Universitas Lampung. Lampung.

Babu, K.J., Sreekumar, S. and Aslam, A., 2016. Implication Of Drainage Basin Parameters Of A Tropical River Basin Of South India. Applied Water Science, 6(1), pp.67-75.

Chandrashekar, H., Lokesh, K.V., Sameena, M. and Ranganna, G., 2015. GIS Based Morphometric Analysis Of Two Reservoir Catchments Of Arkavati River, Ramanagaram District, Karnataka. Aquatic Procedia, 4, pp.1345- 1353.

Chougale, S.S. and Sapkale, J.B., 2017. Morphometric analysis of Kadvi River basin, Maharashtra using geospatial techniques. Current World Environment, 12(3), p.635.

(52)

GIS Techniques For Budigere Amanikere Watershed, Dakshina Pinakini Basin, Karnataka, India. Appl Water Sci, (7), 4399– 4414.

Departemen Pekerjaan Umum Balai Wilayah Sungai Sumatera Utara II. 2008.

Laporan Akhir Pekerjaan Inventarisasi & Review Design Sungai Deli Tahun Anggaran 2008. PT. Deka Konsultan.

Ekadinata A., Dewi S., Hadi D., Nugroho D., dan Johana F., 2008. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam.

Buku 1: Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS Open Source. Bogor: World Agroforestry Centre.

Elsadek, W.M., Ibrahim, M.G. and Mahmod, W.E., 2019. Runoff hazard analysis of Wadi Qena Watershed, Egypt based on GIS and remote sensing approach. Alexandria Engineering Journal, 58(1), pp.377-385.

Farida, A. and Irnawati, I., 2020. Kajian Karakteristik Morfometri Daerah Aliran Sungai Klawoguk Kota Sorong Berbasis Sistem Informasi Geografis.

Median: Jurnal Ilmu Ilmu Eksakta, 12(2), pp.74-86.

Hart, M. G., 1986. Geomorphology Pure and Applied. Allen & Unwin Publisher.

Horton, R.E., 1932. Drainage‐Basin Characteristics. Eos, transactions american geophysical union, 13(1), pp.350-361.

Javed, A., Khanday, M.Y. and Ahmed, R., 2009. Prioritization of sub-watersheds based on morphometric and land use analysis using remote sensing and GIS techniques. Journal of the Indian society of Remote Sensing, 37(2), pp.261- 274.

Jayusri. 2012. Analisa Potensi Erosi Pada DAS Belawan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kahirun, K., La Baco, S. and Hasani, U.O., Prioritas Pengelolaan Sub Das Berdasarkan Karakteristik Morfometri Di Das Konaweha. Jurnal Ecogreen, 4(2), pp.85-98.

Karim, Sahidul. 2020. Methods of Morphometric Analysis of Drainage Basin: An Overview. Overview.

Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial. 2013. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial.

adoc.pub_inspektorat-jenderal-kementerian-kehutanan.pdf. Diakses 3 Januari 2021.

Mensah-Brako, B., Agyare, W.A., Mensah, E. and Kotei, R., 2018. Morphometric

(53)

in Ghana. International Journal of Engineering Research and Technology, 7(1).

Miardini, A. and Nugraha, H., 2020. Penentuan Sub Das Prioritas Penanganan Banjir Di Das Bodri, Jawa Tengah. Majalah Ilmiah Globe, 22(2), pp.93 100.

Nugraha, H. and Cahyadi, A., 2015, July. Analisis morfometri menggunakan sistem informasi geografis untuk penentuan sub DAS prioritas (Studi kasus mitigasi bencana banjir bandang di DAS Garang Jawa Tengah). In Seminar Nasional Informatika (SEMNASIF) (Vol. 1, No. 5).

Paimin, Irfan B. P., Purwanto, Dewi R. I., 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor.

Pamuji, K.E., Lestari, O.A. and Mirino, R.R., 2020. Analisis Morfometri Daerah Aliran Sungai (Das) Muari Di Kabupaten Manokwari Selatan. Jurnal Natural, 16(1), pp.38-48.

Putra, Utut Rara. 2012. Morfometri di Jawa Bagian Barat. Skripsi. Universitas Indonesia.

Rahayu, S., Widodo, R.H., Van, N.M., Suryadi, I., Verbist, B. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor, Word Agroforestry Centre – ICRAF Asia Tenggara : ISBN : 979-3198-45-3.

Rauf, A., Hotmauli S., Rahmawaty, Yayat H., Bejo S., 2013. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Suatu Rencana Pengelolaan Terpadu DAS Asahan Toba.

USU Press. Medan.

Rekha, B.V., George, A.V. and Rita, M., 2011. Morphometric Analysis And Micro Watershed Prioritization Of Peruvanthanam Sub-Watershed, The Manimala River Basin, Kerala, South India. Environmental Research, Engineering and Management, 57(3), pp.6-14.

Ritter, Dale F., 1986. Process Geomorphology. Win C. Brown Publisher. Iowa.

Sidral, A. and Zende, A., 2016. Quantitative Evaluation of Morphometric Parameters of Sakli River Using Geospatial Techniques. In National Conference on water resource and flood management with special reference of flood modeling (pp. 14-15).

Sobatnu, F., Irawan, F.A. and Salim, A., 2017. Identifikasi dan Pemetaan Morfometri Daerah Aliran Sungai Martapura Menggunakan Teknologi GIS.

Jurnal Gradasi Teknik Sipil, 1(2), pp.45-52.

Gambar

Gambar 3.1. Peta DAS Belawan pada Provinsi Sumatera Utara
Gambar 3.3 Diagram Alur Pengolahan Data DEM DAS  a.  Analisis Morfometri
Gambar 4.1 Peta Sub DAS Belawan  Tingkat Percabangan Sungai (Bifurcation Ratio)
Gambar 4.2 Peta Orde Sungai DAS Belawan  Kerapatan Drainase (Drainage Density)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sebaran kelas erosi sangat berat pada daerah Sub DAS Batanghari Hulu sesuai dengan pernyataan Arsyad (2006) yang menyatakan kemiringan lereng mempengaruhi nilai erosi

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya erosi yang terjadi pada Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kandis dengan menggunakan metode Sediment Delivery

Secara teoritis, morfometri DAS dianalisis menggunakan data karakteristik morfologi secara kuantitatif yang terdiri dari luas daerah aliran sungai, bentuk

Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain

Modul pelatihan simulasi aliran 1-dimensi dengan bantuan paket program hidrodinamika hec-ras UGM , Juni 2014.. The Study On Belawan Padang Integrated River Basin

Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi Sub DAS Riam Kanan di Kalimantan Selatan menjadi kritis adalah pembukaan lahan di sepanjang aliran sungai akibat

Bahan yang digunakan berupa peta administrasi enam (6) kabupaten yang masuk dalam wilayah Sub DAS Dengkeng, peta batas Daerah Aliran Sungai (DAS), peta kemiringan

A. Sub Das Cisadane Hulu merupakan daerah aliran sungai yang paling hulu dari sungai Cisadane yang mengalir dari Gunung Pangrango ke arah barat laut dan dari