• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Batanghari Hulu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Batanghari Hulu."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Batanghari Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)

ABSTRAK

IGA DARUL DARMEYDI. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Batanghari Hulu. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari merupakan kawasan tangkapan air yang berperan penting menjaga ekosistem. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (2012) menyatakan bahwa degradasi hutan terjadi di kawasan Sub DAS bagian hulu. Pendugaan bahaya erosi dikaji dengan menggunakan metode USLE dengan bantuan software SIG yaitu ArcGis 9.3 dan Erdas Imagine 9.1. Tingkat bahaya erosi di Sub DAS Batanghari Hulu dihitung berdasarkan faktor-faktor erosi USLE yaitu erosivitas hujan, erodibilitas tanah, panjang dan kemiringan lereng, penggunaan lahan dan tindakan konservasi yang dilakukan. Hasil analisis SIG menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi di Sub DAS Batanghari Hulu dibagi menjadi 5 kelas yaitu kelas erosi sangat ringan, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Sub DAS Batanghari Hulu didominasi kelas erosi sangat ringan yang mencapai 434 584.62 ha dengan persentase 34.80% dari luas total kawasan. Kawasan Sub DAS Batanghari Hulu dengan tingkat bahaya erosi sangat berat memiliki luas terkecil yaitu 64 430.04 ha yang menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan memiliki nilai erosi yang masih dapat ditoleransi. Kata kunci:das, erosi, sig, usle

ABSTRACT

IGA DARUL DARMEYDI. Geographical Information System Applications in Determining The Rate of Erosion Hazard in Sub DAS Batanghari Hulu. Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and SITI BADRIYAH RUSHAYATI.

Watershed (DAS) Batanghari is a water catchment area which plays an important role in maintaining of ecosystem. Keputusan Kementerian Pekerjaan Umum (2012) states that forest degradation that occurs in the upstream Sub DAS. Prediction of erosion hazard was assessed using USLE with GIS software (ArcGIS 9.3 and ERDAS Imagine 9.1). The rate of erosion in the Sub DAS Batanghari Hulu calculated based on factors USLE erosion, i.e rain erosivity, soil erodibility, length and slope, land use and conservation actions. GIS analysis results showed that the rate of erosion in Sub DAS Batanghari Hulu is divided into five classes, i.e very light, mild, moderate, severe and very severeclass erosion. The Sub DAS Batanghari Hulu dominated by very mild class erosion, reaches 434 584.62 ha with a percentage of 34.80% of the total area. The Sub DAS Batanghari Hulu with very severe erosion hazard level has the smallest area, 64 430.04 ha, shows that most of the watershed area has a tolerable erosion value.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENENTUAN

TINGKAT BAHAYA EROSI DI SUB DAS BATANGHARI HULU

IGA DARUL DARMEYDI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Mei 2015 ini adalah erosi, dengan judul Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Batanghari Hulu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo MSc dan Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Penulis menyampaikan penghargaan kepada Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Batanghari Jambi, yang telah sangat membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Darul Ilmi, ibu Efrita, serta seluruh keluarga besar, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih Penulis ucapkan kepada teman-teman Camp Rinjani angkatan 46 dan 47 dan anggrek hitam KSHE 46 atas segala doa, bantuan dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PRAKATA vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Alat dan Bahan 3

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kondisi Umum Wilayah Penelitian 8

Faktor Erosi 9

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

(11)

DAFTAR TABEL

1 Nilai faktor CP dari berbagai jenis penggunaan lahan 7

2 Klasifikasi tingkat bahaya erosi (TBE) 7

3 Wilayah administrasi Sub DAS Batanghari Hulu 8

4 Nilai erodibilitas tanah di Sub DAS Batanghari Hulu 10 5 Kelas kemiringan lereng di Sub DAS Batanghari Hulu 11 6 Nilai faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) di Sub DAS

Batanghari Hulu 12

7 Jenis tutupan lahan di kawasan Sub DAS batanghari Hulu 14 8 Luas kawasan tingkat bahaya erosi dari masing-masing kelas 15 9 Jenis penggunaan lahan pada kelas bahaya erosi berat dan

sangat berat 16

10 Luas kelas bahaya erosi berat sampai sangat berat pada tipe jenis

penggunaan lahan dan kelas kemiringan lereng 17

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan pembuatan peta digital 3

2 Tahapan pengelolaan citra 4

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat mempengaruhi kualitas lingkungan yang ada di sekitarnya. Menurut Siregar et al (2004) DAS adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah dimana air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anaknya dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari merupakan kawasan daerah tangkapan air (water catchment area) yang mempunyai peranan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. DAS Batanghari merupakan sungai terpanjang di Sumatera yang meliputi 2 provinsi yaitu Jambi dan Sumatera Barat. DAS Batanghari terbagi atas 5 Sub DAS yaitu Sub DAS Batanghari Hulu, Sub DAS Batang Tebo, Sub DAS Batang Tabir, Sub DAS Batang Merangin-Tembesi dan Sub DAS Batanghari Hilir. Sub DAS Batanghari Hulu terletak di Bungo, Tebo dan Kerinci untuk wilayah administrasi Provinsi Jambi. Sedangkan Sub DAS Batanghari Hulu yang terletak di wilayah Provinsi Sumatera Barat adalah Solok Selatan, Sawahlunto Sijunjung dan Dharmasraya (BPDAS Batanghari 2002).

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (2012), menyatakan bahwa degradasi hutan terjadi di kawasan Sub DAS bagian hulu. Degradasi lahan tersebut dapat dilihat dari fluktuasi debit air pada saat kondisi minimum dan maksimum. Data fluktuasi debit air ini dapat dilihat pada lampiran 1. Frekuensi banjir di DAS batanghari telah meningkat dalam kurun 5 tahun terakhir yang disertai dengan luasnya genangan banjir dan semakin luasnya lahan kritis yang disebabkan oleh perambahan hutan, illegal logging, luasnya lahan monokultur (perkebunan Kelapa Sawit dan Karet), kebakaran hutan, penambangan, serta pendangkalan sungai yang menyebabkan kerusakan catchment area, kekeringan dan banjir, kebakaran hutan dan asap serta dampak lingkungan lainnya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari penurunan nilai penting dan nilai fungsi DAS itu sendiri. DAS Batanghari merupakan kawasan yang rentan terhadap erosi berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (2012) menyatakan bahwa erosi lahan terjadi di wilayah Sungai Batanghari akibat dari berubahnya penutupan lahan dari hutan menjadi daerah bukan hutan seperti daerah pertanian, perkebunan dan perumahan atau daerah terbangun.

Erosi adalah proses terangkutnya atau berpindahnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (Arsyad 2006). Erosi menjadi masalah yang serius dalam pengelolaan DAS karena tidak hanya menghilangkan lapisan tanah yang subur tetapi juga menyebabkan tanah kehilangan kemampuan untuk menahan dan menyerap air. Sehingga ketika terjadi erosi kandungan bahan organik tersebut mudah berpindah atau terangkut oleh limpasan permukaan. Informasi mengenai sebaran dan tingkat bahaya erosi akan menjadi salah satu bahan acuan untuk membantu perencanaan pengelolaan DAS. Metode yang digunakan untuk mengetahui informasi sebaran dan tingkat bahaya erosi adalah metode Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh (PJ).

(14)

2

dan sumberdaya manusia yang bekerja secara bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Penginderaan jauh adalah suatu teknik pengambilan atau pengukuran data/informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, obyek atau benda dengan menggunakan sebuah alat perekam tanpa berhubungan langsung dengan bahan studi. Informassi dari suatu obyek tersebut dapat diperoleh karena obyek atau benda mempunyai kekhasan masing-masing dalam menyerap, memantulkan, meneruskan dan memancarkan energi gelombang magnetik yang datang padanya sehingga energi yang dipantulkan dan dipancarkan yang diterima oleh sensor dapat dicirikan untuk pengenalan obyek, daerah atau fenomena studi (Lillesand dan Kriefer 1990).

Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh diharapkan akan sangat bermanfaat untuk mengetahui dan memetakan penyebaran kelas erosi dan memberikan gambaran mengenai kondisi DAS sehingga dapat membantu dalam menentukan tindakan pengelolaan bagi kegiatan rehabilitasi lahan khususnya di Sub DAS Batanghari Hulu.

Tujuan

Menentukan sebaran dan tingkat bahaya erosi yang ada di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu.

Manfaat

Pendugaan erosi diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi daerah Sub DAS Batanghari Hulu sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tindakan pengelolaan selanjutnya terutama bagi kegiatan rehabilitasi di daerah Sub DAS Batanghari Hulu.

METODE

Lokasi dan Waktu

(15)

3 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah 1 set PC yang dilengkapi oleh software SIG yang terdiri dari software Erdas Imagine versi 9.1 dan ArcGis versi 9. 3, GPS (Global Positioning System), kamera dan alat tulis, sedangkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data curah hujan Sub DAS Batanghari Hulu, peta jenis tanah Sub DAS Batanghari Hulu, citra Satelit Landsat 8-OLI (Operational Land Imager) tahun 2013, citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dengan resolusi 90x90m tahun 2013 Sub DAS Batanghari Hulu serta peta Administrasi daerah DAS Batanghari.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa tipe penutupan lahan, titik koordinat dan dokumentasi foto. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengecekan langsung ke lapangan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) kemudian mengidentifikasi penutupan lahannya. Data sekunder berupa data-data spasial seperti peta jenis tanah, peta administrasi kawasan DAS Batanghari dan informasi spasial lainnya diperoleh dari BPDAS Batanghari. Sementara itu, data curah hujan diperoleh dari intansi terkait yaitu BMKG.

Analisis Data

Pembuatan peta digital

Peta analog yang telah diperoleh diolah ke dalam bentuk digital. Pembuatan peta digital dilakukan dengan cara digitasi pada software ArcGIS 9.3. Setelah dilakukan digitasi pada peta, proses selanjutnya adalah pengolahan citra landsat 8-OLI dengan melakukan koreksi geometrik terhadap peta digital yang telah dibuat dengan menggunakan software Erdas Imagine 9.1. Tahapan-tahapan yang dilakukan terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tahapan pembuatan peta digital Peta Rupa Bumi

Transformasi koordinat Koreksi geometri

Digitasi

(16)

4

Pengolahan citra

Pengolahan citra yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kondisi dari daerah studi, yaitu Sub DAS Batanghari. Analisis citra dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer yang dilengkapi oleh software ArcGis 9.3 dan Erdas Imagine 9.1 dengan metode klasifikasi terbimbing.

Pengolahan citra terdiri dari beberapa tahapan yaitu koreksi rekonstruksi citra, transformasi citra, dan klasifikasi citra. Koreksi citra digital yang dilakukan adalah koreksi geometri. Tahap selanjutnya adalah penajaman citra. Kemudian ditentukan lokasi penelitian dan dilakukan pengolahan citra. Selanjutnya dilakukan pengamatan lapangan untuk membandingkan kondisi di lapangan dan hasil analisis citra. Tahapan pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahapan pengelolaan citra

Perhitungan nilai laju erosi (A) menggunakan USLE

Perhitungan nilai laju erosi (A) dilakukan dengan menggunakan persamaan USLE yaitu sebagai berikut :

A = R K L S C P

Keterangan :

A : jumlah tanah yang tererosi (ton/ha/tahun) R : faktor erosivitas hujan (KJ/ha/tahun) K : faktor erodibilitas tanah (Ton/KJ) L : faktor panjang lereng

S : faktor kecuraman/kemiringan lereng

CP : faktor penutupan lahan dan faktor konservasi tanah

Citra Landsat 8-OLI Peta RBI Digital

Koreksi geometri

Penajaman Citra

Data pengecekan di lapangan Citra yang diperoleh

Klasifikasi citra terbimbing

(17)

5 Peta tingkat bahaya erosi dibuat dengan melakukan overlay terhadap faktor-faktor erosi USLE yakni curah hujan wilayah, jenis tanah, kemiringan dan panjang lereng serta penggunaan lahan dan faktor konservasi tanah.

Perhitungan nilai faktor-faktor erosi USLE a. Pembuatan peta penutupan lahan

Pembuatan peta penutupan lahan dilakukan dengan melakukan interpretasi terhadap data citra satelit Landsat 8-OLI menggunakan software Erdas Imagine 9.1. Tahapan pembuatan peta penutupan lahan sebagai berikut :

 Koreksi Geometric

 Deleniasi Daerah Penelitian (Subset Image)  Klasifikasi Tak terbimbing

 Pengecekan lapangan (Ground Check)  Klasifikasi Terbimbing

 Uji Akurasi

 Peta Penutupan Lahan

b. Penentuan nilai faktor erosivitas hujan (R)

Kemampuan energi hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi dinyatakan dengan erosivitas hujan. Nilai erosivitas hujan diperoleh dengan menggunakan data curah hujan rata-rata tahunan yang berkisar antara tahun 2003 – 2012. Data curah hujan rata-rata tahunan yang diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan di sekitar kawasan Sub DAS Batanghari Hulu dihitung dengan menggunakan metode Mahmud dan Utomo (1989) sebagai berikut :

R = 2.37 + 2.61Y Keterangan :

R : Erosivitas hujan (kJ/ha) Y : Curah hujan tahunan (cm)

Sebaran nilai erosivitas hujan diperoleh dengan menggunakan metode interpolasi spline dari nilai erosivitas hujan setiap stasiun pengamatan curah hujan di sekitar kawasan Sub DAS Batanghari Hulu. c. Penentuan nilai erodibilitas tanah (K)

(18)

6

d. Penentuan nilai panjang dan arah kemiringan lereng (LS)

Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Semakin curam suatu lereng maka laju limpasan permukaan akan semakin cepat, begitu pula sebaliknya. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) terdiri dari dua komponen yaitu panjang lereng dan kemiringan lereng. Nilai faktor LS dapat dihitung secara bersama dengan menggunakan bantuan software ArcGis 9.3 yang diturunkan dari data citra SRTM dengan resolusi 90x90 m. Nilai LS dihitung menggunakan rumus Paningbatan (2001) yaitu :

LS = 0.2 s1.33+0.1

Keterangan :

S = Kemiringan lereng (%)

e. Penentuan nilai faktor penutupan lahan dan pengelolaan tanah (CP)

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya laju erosi suatu lahan adalah faktor vegetasi penutup tanah dan tindakan-tindakan konservasi yang dilakukan. Informasi nilai faktor vegetasi penutup lahan diperoleh dari peta penutupan lahan. Penentuan nilai faktor penutupan lahan (C) akan lebih mudah bila digabungkan dengan faktor pengelolaan tanah (P) karena dalam kenyataannya kedua faktor tersebut berkaitan erat. Nilai faktor C dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan lahan, jenis tanaman, kombinasi dan kerapatan. Nilai faktor P dipengaruhi oleh campur tangan manusia terhadap lahan yang bersangkutan seperti misalnya teras, rorak, pengelolaan tanah dan sebagainya. Penentuan nilai faktor CP dilakukan dengan hati-hati karena adanya variasi keadaan lahan dan variasi teknik konservasi yang dijumpai di lapangan. Beberapa nilai faktor CP dapat ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya. Nilai faktor CP yang tertinggi adalah jenis penggunaan lahan untuk lahan terbuka yaitu 1. Nilai terendah faktor CP adalah jenis penggunaan lahan untuk hutan dengan kondisi tak terganggu dan jenis penggunaan lahan semak yaitu 0.01. Faktor CP mengacu pada nilai faktor CP dari berbagai jenis penggunaan lahan yang disajikan pada Tabel 1.

f. Kelas tingkat bahaya erosi (TBE)

(19)

7

Sumber :Dept. Kehutanan dan Bakosurtanal (1987)

Tabel 1 Nilai faktor CP dari berbagai jenis penggunaan lahan

No Konservasi Pengelolaan Tanaman Nilai CP

1 Hutan :

8 Pertanian dengan teras bangku :

- Mulsa 0.14

- Teras bangku 0.04

- Contour cropping 0.14

Sumber :Asdak (2002)

Tabel 2 Klasifikasi tingkat bahaya erosi (TBE)

Kelas TBE Besar Erosi (A) (ton/ha/tahun) Keterangan

1 A < 15 Sangat Ringan

2 15 ≤ A < 60 Ringan

3 60 ≤ A < 180 Sedang

4 180 ≤ A < 480 Berat

(20)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

DAS Batanghari dibagi menjadi 5 Sub DAS, yaitu Sub DAS Batanghari Hulu, Sub DAS Batanghari Tebo, Sub DAS Batang Merangin-Tembesi, Sub DAS Batanghari Hilir. Sub DAS Batanghari Hulu memiliki luas 1 254 003.01 ha yang meliputi 8 kabupaten yang terletak di wilayah administrasi provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi. Kabupaten-kabupaten yang termasuk dalam wilayah cakupan Sub DAS Batanghari Hulu yang berada di Provinsi Sumatera Barat ialah Kabupaten Solok, Solok Selatan, Sijunjung dan Dharmasraya. Kabupaten yang berada di wilayah administrasi Provinsi Jambi ialah Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Kerinci. Wilayah administrasi yang termasuk dalam wilayah Sub DAS Batanghari Hulu disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 3.

Tabel 3 Wilayah administrasi Sub DAS Batanghari Hulu

Sub DAS Provinsi Kabupaten

Batanghari Hulu

Jambi

Sumatera Barat

Bungo, Tebo, Kerinci Solok, Solok Selatan, Sijunjung, Dharmasraya

Sumber :BPDAS Batanghari (2002)

(21)

9 Faktor Erosi

Erosivitas hujan

Faktor iklim yang paling mempengaruhi erosi adalah hujan (Arsyad 2006). Arsyad (2006) menyatakan bahwa curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi terhadap tanah, aliran permukaan dan tingkat kerusakan erosi yang terjadi. Suripin (2000) secara lebih jelas menjelaskan bahwa jumlah hujan yang banyak tidak selalu menyebabkan erosi yang tinggi jika intensitasnya kecil, sebaliknya hujan besar dalam waktu yang singkat juga belum tentu menyebabkan erosi yang tinggi. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka bisa dipastikan erosi tanah yang akan terjadi pun tinggi.

Curah hujan di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu diperoleh dari data curah hujan di stasiun pengamatan di sekitar kawasan Sub DAS Batanghari Hulu. Curah hujan yang ada di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu berkisar antara 2000 – 4000 mm. Arsyad (2006) menyatakan semakin tinggi curah hujan suatu kawasan akan menyebabkan erosi yang terjadi akan semakin besar, begitu pula sebaliknya semakin kecil curah hujan di suatu kawasan maka akan semakin kecil pula erosi yang terjadi. Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan semakin besarnya faktor erosivitas hujan di kawasan tersebut.Erosivitas hujan merupakan daya rusak hujan yang menyebabkan tanah terkikis dan terbawa arus limpasan hujan (Arsyad 2006). Semakin besar faktor erosivitas hujan akan menyebabkan semakin cepatnya tanah terkikis sehingga erosi akan semakin besar. Nilai erosivitas hujan di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu berkisar antara 658.28 – 970.39 KJ/ha/tahun. Sebaran nilai indeks erosivitas hujan dapat dilihat pada Gambar 4.

(22)

10

Erodibilitas tanah

Erodibilitas tanah adalah kepekaan tanah terhadap erosi. Faktor erodibilitas tanah sangat berkaitan dengan daya tahan tanah terhadap pukulan butiran hujan. Jenis tanah yang berbeda memiliki perbedaan tingkat kepekaan terhadap erosi. Nilai erodibilitas tanah dihitung dari peta jenis tanah yang didapatkan dari BPDAS Batanghari. Sebaran dan jenis tanah yang ada di Sub DAS Batanghari Hulu diolah menggunakan bantuan dari software ArcGis 9.3 sehingga diperoleh sebaran jenis tanah yang ada di Sub DAS Batanghari Hulu seperti Gambar 5.

Jenis tanah yang ada di Sub DAS Batanghari Hulu terbagi menjadi 5 jenis tanah yaitu Inceptisol, Entisol, Oxisol, Ultisol dan Mollisol dengan great group yang berbeda-beda. Adanya perbedaan jenis tanah di Sub DAS Batanghari Hulu menyebabkan perbedaan nilai dari faktor erodibilitasnya (K). Nilai erodibilitas tanah di Sub DAS Batanghari Hulu berkisar antara 0.1 sampai 0.29. Nilai erodibilitas tanah dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai erodibilitas tanah di Sub DAS Batanghari Hulu

Jenis Tanah (USDA) Great Group K (Erodibilitas Tanah) (Ton/KJ)

(23)

11

Panjang dan kemiringan lereng

Data panjang dan kemiringan lereng (LS) diperoleh dari pengolahan data SRTM melalui proses surfacing. SRTM merupakan citra yang mampu menggambarkan ketinggian tempat yang kemudian dibagi menjadi 5 kelas kemiringan lereng yaitu datar (0% - 8%), landai (8% - 15%), bergelombang (15% - 25%), curam (25% - 40%) dan sangat curam (> 40%). Hasil analisis citra SRTM menunjukkan bahwa kawasan Sub DAS Batanghari Hulu didominasi oleh kelas kemiringan lereng yang datar. Luas kelas kemiringan lereng datar mencapai 650 942.57 ha dengan persentase 51.91% (Tabel 5).

Tabel 5 Kelas kemiringan lereng di Sub DAS Batanghari Hulu

Kemiringan Luas (ha) Persentase

(%) Datar (0 % < Kemiringan ≤ 8%) 650 942.57 51.91 Landai (8% < Kemiringan ≤ 15%) 159 443.01 12.71 Bergelombang (15% < Kemiringan ≤ 25%) 150 453.91 12.00 Curam (25% < Kemiringan ≤ 40%) 178 367.87 14.22 Sangat Curam (Kemiringan > 40%) 114 781.94 9.15 Kelas kemiringan lereng datar (0% – 8%) dominan terletak pada daerah adminsitrasi Provinsi Jambi yaitu pada Kabupaten Tebo dan Kabupaten Bungo. Kabupaten Dharmasraya merupakan kabupaten yang terletak pada wilayah administrasi Provinsi Sumatera Barat yang wilayahnya dominan mempunyai kemiringan lereng datar. Kabupaten Kerinci, Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan mempunyai bentang alam yang berbukit-bukit dengan kelas kemiringan lereng yang dominan adalah bergelombang (15% - ≤ 25%) sampai

(24)

12

kelas kemiringan lereng sangat curam (> 40%). Sebaran kelas kemiringan lereng di Sub DAS Batanghari Hulu dapat dilihat pada Gambar 6.

Nilai faktor LS yang ada di daerah Sub DAS Batanghari Hulu didominasi oleh nilai 0.1 - ≤ 7.51 dengan luas kawasan sebesar 816 253.47 ha. Dominannya nilai faktor LS dengan rentang 0.1 - ≤ 7.51 disebabkan oleh kawasan Sub DAS Batanghari Hulu yang dominan datar. Nilai faktor LS dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) di Sub DAS Batanghari Hulu

LS Luas (ha) Persentase %

0 < LS ≤ 7.5 816 253.47 65.09

7.5 < LS ≤ 19.87 235 103.89 18.75

19.87 < LS ≤ 35.95 153 226.51 12.22

35.95 < LS ≤ 69.32 47 033.11 3.75

69.32 < LS ≤ 315.34 2 470.69 0.20

Panjang dan kemiringan lereng (LS) merupakan faktor yang menyebabkan mudah atau tidaknya suatu kawasan mengalami erosi. Semakin besar nilai panjang dan kemiringan lereng suatu kawasan maka akan semakin besar volume tanah yang terangkut oleh aliran permukaan sehingga erosi yang terjadi akan semakin besar begitu pula sebaliknya semakin kecil nilai panjang dan kemiringan lereng maka akan semakin kecil volume tanah yang terangkut sehingga nilai bahaya erosi akan semakin kecil (Arsyad 2006). Sebaran Nilai faktor LS hampir merata diseluruh kawasan Sub DAS batanghari Hulu dimana kawasannya yang dominan datar. Nilai faktor LS tertinggi terletak pada wilayah dengan bentang alam yang

(25)

13 berbukit-bukit dengan kelas kemiringan lereng bergelombang sampai kelas kemiringan lereng sangat curam. Nilai faktor LS tertinggi terletak pada Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Kerinci. Sebaran nilai faktor LS dapat disajikan pada Gambar 7.

Tutupan lahan dan tindakan konservasi tanah

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah faktor vegetasi penutup tanah dan tindakan-tindakan konservasi yang dilakukan. Arsyad (2006) menjelaskan vegetasi memainkan peran yang penting dalam mengurangi volume aliran permukaan dan erosi melalui empat tahap yakni (1) meningkatkan intersepsi air hujan; (2) menghambat kecepatan aliran permukaan dan mengurangi daya rusak hujan; (3) menstabilkan struktur porositas tanah melalui akar, bahan organik dan aktivitas biologi dalam tanah, dan (4) mengurangi kandungan air tanah melalui proses transpirasi.

Hasil analisis citra menunjukkan bahwa terdapat 9 jenis penggunaan lahan yang terdapat di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu yaitu hutan, perkebunan, pertanian lahan kering, lahan terbuka, pemukiman, sawah, semak dan badan air dengan accuracy assesment sebesar 87.12%. Penggunaan lahan hutan merupakan jenis penutupan lahan yang paling dominan di wilayah Sub DAS Batanghari Hulu. Jenis penggunaan lahan di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu dapat dilihat pada Tabel 7.

Penggunaan lahan hutan sekunder dan perkebunan merupakan jenis penggunaan lahan dominan dengan luas mencapai 398 978.64 ha (31.82%) untuk hutan sekunder dan 363 241.44 ha (28.93%) untuk luas penggunaan lahan perkebunan. Jenis penggunaan lahan hutan primer mencapai 135 690.48 ha (10.82%). Luas hutan primer yang masih tinggi disebabkan oleh wilayah

(26)

14

administrasi Sub DAS Batanghari Hulu yang meliputi kawasan pelestarian alam yaitu kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang terletak pada wilayah administrasi Provinsi Sumatera Barat dan Jambi. Sebaran spasial jenis penutupan lahan pada daerah Sub DAS Batanghari Hulu dapat disajikan pada Gambar 8.

Tabel 7 Jenis tutupan lahan di kawasan Sub DAS batanghari Hulu

Tutupan Luas Nilai CP

Ha %

Hutan Sekunder 398 978.64 31.82 0.05

Perkebunan 363 241.44 28.93 0.075

Hutan Primer 135 690.48 10.82 0.001

Pertanian Lahan

Kering 125 016.48 9.97 0.4

Lahan Terbuka 64 069.65 5.11 1

Pemukiman 50 362.11 4.02 0.8

Semak 26 471.52 2.11 0.1

Sawah 21 841.29 1.74 0.02

Badan Air 6 789.69 0.54 0

Awan (no data) 63 351.27 5.05 0

Tingkat bahaya erosi (TBE)

Bahaya erosi merupakan banyaknya masa tanah yang terbawa oleh air (ton/ha), sedangkan tingkat bahaya erosi adalah penggolongan nilai erosi terhadap kelasnya masing-masing. Kelas bahaya erosi yang diberikan menurut Departemen

(27)

15 Kehutanan Republik Indonesia (1987) ada 5 yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) yang terdapat pada Sub DAS Batanghari Hulu dapat dibagi menjadi 5 kelas yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Kelas erosi sangat ringan merupakan kelas erosi yang paling dominan di kawasan penelitian.Tingkat bahaya erosi di Sub DAS Batanghari Hulu dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Luas kawasan tingkat bahaya erosi dari masing-masing kelas

TBE (ton/ha/tahun) Luas

Ha %

0 < TBE ≤ 15 (Sangat Ringan) 434 584.62 34.80

15 < TBE ≤ 60 (Ringan) 367 973.96 29.59

60 < TBE ≤ 180 (Sedang) 249 510.83 19.99

180 < TBE ≤ 480 (Berat) 127 557/23 10.30

TBE > 480 (Sangat Berat) 64 430.04 5.32

Hasil analis peta tingkat bahaya erosi di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu menunjukkan bahwa nilai tertinggi erosi yang terjadi adalah 9 757.56 ton/ha/tahun yang tergolong pada kelas bahaya erosi sangat berat. kelas bahaya erosi sangat berat merupakan kelas bahaya erosi dengan luas terkecil diantara kelas-kelas bahaya erosi yang ada di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu. Luas bahaya erosi sangat berat mencapai 64 430.04 ha (5.32%) dari luas total kawasan Sub DAS Batanghari Hulu. Kelas bahaya erosi sangat ringan merupakan kelas bahaya erosi yang paling dominan di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu. Luas bahaya erosi sangat ringan mencapai 434 584.62 ha (34.80%). Sebaran tingkat bahaya erosi di Sub DAS Batanghari Hulu dapat dilihat pada Gambar 9.

(28)

16

Hasil Analisis SIG menunjukkan tingginya nilai erosi suatu kawasan sangat berkaitan dengan jenis penutupan lahannya yaitu vegetasi yang memiliki kerapatan tajuk yang rendah dibandingkan kerapatan tajuk yang tinggi. Arsyad (2006) menyatakan bahwa vegetasi dapat melindungi tanah dari energi perusak limpasan air hujan sehingga mengurangi daya rusak air hujan terhadap tanah. Jenis penggunaan lahan pada kelas erosi sangat ringan sampai sedang didominasi oleh penggunaan lahan hutan dan perkebunan. Penggunaan lahan untuk perkebunan terletak pada kemiringan lereng yang tergolong datar, sedangkan untuk penggunaan lahan hutan mempunyai kelas kemiringan lereng dari datar sampai sangat curam. Jenis penggunaan lahan pada kelas erosi berat sampai kelas erosi sangat berat didominasi oleh jenis penggunaan lahan hutan sekunder, pertanian lahan kering dan lahan terbuka. Pada kelas erosi berat hutan sekunder merupakan jenis penggunaan lahan dengan luas terbesar yaitu 60 695.27 ha (47.59% ) dari luas total kelas bahaya erosi berat. pertanian lahan kering merupakan penggunaan lahan yang paling dominan pada kelas bahaya erosi sangat berat. luas penggunaan lahan pertanian lahan kering pada kelas erosi sangat berat mencapai 44 874.83 ha (69.65%). Jenis penggunaan lahan pada kelas bahaya erosi berat dan sangat berat dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 9.

(29)

17 kawasan dengan luas terkecil diantara kelas erosi lainnya. Bahaya erosi sangat berat pada daerah Sub DAS Batanghari Hulu disebabkan oleh penggunaan lahan dengan kerapatan vegetasi rendah. Penggunaan lahan pada daerah dengan kelas bahaya erosi sangat berat didominasi oleh penggunaan lahan pertanian lahan kering, lahan terbuka dan hutan sekunder. Pertanian lahan kering merupakan jenis penggunaan lahan dengan luas tingkat bahaya erosi terluas pada kelas bahaya erosi sangat berat yaitu sebesar 44 810.2 ha. Erosi yang terjadi pada jenis penggunaan lahan pertanian lahan kering didominasi oleh pertanian lahan kering yang terletak pada kemiringan lereng 15% - 25% (bergelombang) dan 25% - 40% (curam). Sebaran kelas erosi sangat berat pada daerah Sub DAS Batanghari Hulu sesuai dengan pernyataan Arsyad (2006) yang menyatakan kemiringan lereng mempengaruhi nilai erosi suatu kawasan, semakin curam lereng menyebabkan semakin besar kecepatan aliran permukaan sehingga semakin memperbesar energi daya rusak dari aliran permukaan terhadap tanah. Sebaran kelas bahaya erosi berat dan sangat berat yang terletak pada berbagai kelas keimiringan lereng dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Luas kelas bahaya erosi berat sampai sangat berat pada tipe jenis penggunaan lahan dan kelas kemiringan lereng

TBE

(30)

18

penggunaan lahan pada kelas bahaya erosi sangat ringan didominasi oleh penutupan lahan hutan dan perkebunan. Sedangkan luas terkecil merupakan kelas tingkat bahaya erosi sangat berat, yaitu 64 430.04 ha dengan persentase 5.32% yang sebagian besar terletak di Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan. Nilai bahaya erosi terbesar yang ada di kawasan Sub DAS Batanghari Hulu mencapai 9 757.56 ton ha/tahun. Jenis penggunaan lahan untuk kelas bahaya erosi berat sampai sangat berat didominasi oleh penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering, lahan terbuka dan pemukiman yang ada di wilayah administrasi Sub DAS Batanghari Hulu. Kecilnya luas tingkat bahaya erosi sangat berat menunjukkan bahwa sebagian besar Sub DAS Batanghari Hulu memiliki nilai erosi yang masih dapat ditoleransi.

Saran

Pengelola DAS Batanghari diharapkan dapat memberikan pengertian kepada para petani dan masyarakat di kawasan DAS Batanghari mengenai tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Pengelola diharapkan juga dapat memberikan penyuluhan kepada para petani mengenai praktek-praktek untuk mencegah dan mengurangi erosi yang terjadi di daerah rawan erosi seperti pembuatan teras gulud, teras bangku, rorak, teras ering dan merencanakan dengan baik pembuatan jalan di daerah rawan erosi longsor sehingga aliran permukaan tidak mengalir ke selokan-selokan di tempat yang rawan erosi. Pengelola diharapkan dapat bertindak tegas terhadap tindakan pembalakan hutan yang sering terjadi pada kawasan DAS Batanghari.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.

[BPDAS Batanghari] Balai Pengelolaan DAS Batanghari. 2002. Database dan informasi kegiatan rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial. Jambi (ID): Balai Pengelolaan DAS Batanghari.

Departemen Kehutanan. 1987. DAS Citarum. Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Sub DAS Cikapundung. Kerjasama dengan BAKOSURTANAL Edy J. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane

Menggunakan Model SWAT. [Thesis}. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum. 2012. Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Wilayah Sungai Batanghari. Republik Indonesia.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

(31)

19 Paningbatan Jr. EP. 2001. Hydrology and Soil Erosion Models for Catchment Research and Management. In: Maglinao AR, Leslie LN. (Eds.), Soil Erosion Management Research in Asian.

Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Yogyakarta (ID) : Andi

Siregar MRT, Djajadiningrat A, Hiskia, Syamsi D, Idayanti N, Widyarani. 2004. Road Map Teknologi: Pemantauan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pengolahan Limbah. Jakarta (ID): LIPI Press.

Utomo WH. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia, Suatu Rekaman dan Analisa. Jakarta (ID): Rajawali.

(32)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sungai Duo pada tanggal 16 Mei 1991 dari Ayah Darul Ilmi dan Ibu Efrita. Penulis adalah putra sulung dari empat bersaudara. Lulus dari SD Negeri 38 Koto Agung pada tahun 2003 kemudian melanjutkan pada pendidikan MTsN Palangki Sawahlunto/Sijunjung, penulis masuk SMA Negeri 1 Dharmasraya Kabupaten Dharmasraya dan lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Gambar

Gambar 1 Tahapan pembuatan peta digital
Gambar 2 Tahapan pengelolaan citra
Tabel 1 Nilai faktor CP dari berbagai jenis penggunaan lahan
Tabel 3 Wilayah administrasi Sub DAS Batanghari Hulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. 2) Guru menyampaikan materi pembelajaran. 3) Siswa diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. 4) Siswa diberi

Dengan melihat ada tidaknya label halal pada kemasan atau logo yang tertera pada pamflet adalah cara yang paling mudah dilakukan untuk memilih produk halal. Setiap

Tingginya angka kematian leptospirosis di Kabupaten Bantul menunjukkan bahwa sistem surveilans belum berjalan dengan baik, utamanya pencegahan dan deteksi kasus

Jml.. Mutasi Keluar sejumlah 2 unit berupa Bus Koica mutasi keluar ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Toyota Camry mutasi keluar ke Pengelola BMD.

Bermaksud untuk menguji stabilitas jawaban responden dari suatu waktu ke waku berikutnya dengan cara menghitung koefisien korelasi dan skor jawaban responden yang diukur

Kelompok kasus pada kasus dan kelompok kontrol, hal ini dapat menjelaskan penelitian ini sebagian besar memiliki faktor risiko klasik bahwa kejadian SKA sebagian besar

Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm.79.. yang meniadakan hak pencalonan dimaksud merupakan pembatasan terhadap hak dipilih sebagai hak politik warga negara. Tindakan pembatasan

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA IBU HAMIL, BERSALIN, NIFAS, BAYI BARU LAHIR DANKELUARGA.. BERENCANA (KB SUNTIK 3 BULAN) FISIOLOGIS NY P UMUR 30 TAHUN G2P1A0