PENGALIHAN SAHAM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM MELALUI INTERNET DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: Tri Kurniawan
070200384
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGALIHAN SAHAM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM MELALUI INTERNET DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas
dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH : Tri Kurniawan NIM : 070200384
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
Ketua Departemen
Windha, SH. M.Hum. NIP : 197501122005012002
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
ABSTRAK
Penjualan saham akan menyebabkan terjadinya pengalihan hak atas saham dari penjual kepada pembeli saham. Teknologi internet kini memungkinkan para pedagang saham dapat melakukan jual beli saham, melihat harga saham secara langsung, melihat profil emiten, membuka dan memantau rekening transaksi serta pengecekan portofolio tanpa dia harus meninggalkan layar komputernya. Agar transaksi jual beli saham melalui internet dapat berjalan dengan aman, efektif, dan efisien perlu didukung oleh aturan-aturan hukum yang mampu mengikuti perkembangan teknologi. Oleh karena, itu perlu penelusuran lebih lanjut mengenai aturan hukum bagaimana proses jual beli saham melalui internet, serta penglihannya apakah sudah sesuai atau tidak dengan peraturan hukum di bidang pasar modal.
Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimanakah hak-hak kebendaan atas saham, bagaimanakah aspek hukum pengalihan saham dalam perjanjian jual beli saham melalui internet dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan bagaimanakah kekuatan hukum pembuktian pengalihan saham dalam perjanjian jual beli saham melalui internet dikaitkan dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal
research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis
didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through
judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data
sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt dan junjungan kita, Rasulullah Saw atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya.
Tiada ungkapan yang lebih pantas diungkapkan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Allah Swt, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul:
PENGALIHAN SAHAM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM MELALUI INTERNET DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
Sesungguhnya banyak pihak yang memberikan dorongan dan pencerahan serta dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis merasa sangat berhutang budi terhadap mereka yang telah memberikan kontribusi dan wawasan keilmuan di bidang hukum. Mudah-mudahan menjadi amal jariah bagi mereka nantinya. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih, penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Syafruddin Hasibuan, SH., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. M. Husni, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Windha, SH. M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Prof.Dr.Bismar Nasution.SH.M.Hum selaku dosen Pembimbing I di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Windha, SH. M.Hum. selaku dosen Pembimbing II di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
jariah nantinya. Seluruh Tenaga Administrasi serta staf Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
9. Secara Khusus Penulis juga ingin mengungkapkan penghargaan dan penghormatan serta ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orangtua saya.
10. Buat semua teman- temanku seperjuangan selama menuntut Ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Khususnya sahabat-sahabatku seperjuangan angkatan 2007.
Kiranya tidak lah cukup kata-kata yang penulis sampaikan kepada mereka yang telah mendorong, memberikan nasehat dan bimbingan dalam menghadapi perjuangan hidup ini. Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan mereka. Amiin.
Sebagai manusia makhluk Allah yang Dha’if yang tidak luput dari kesalahan dalam bertindak, tentunya penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu kepada para pembaca penulis mengharapkan agar dapat membaca dan menghayati kata demi kata, kalimat demi kalimat, dan lembar demi lembar dalam skripsi ini dan untuk kemudian memberikan kritik dan saran untuk membenahi apa saja yang dirasa kurang dalam skripsi ini. Bila ada kebenaran dalam skripsi ini, sesungguhnya itu datangnya dari kekuasaan Allah Swt Tuhan Yang Maha Kuasa. Adapun bila terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini, itu datangnya dari penulis sendiri karena penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...
B. Perumusan Masalah ...
C Tujuan dan Manfaat Penulisan...
D. Keaslian Penulisan ...
E. Tinjauan Kepustakaan ...
F. Metode Penulisan ...
G. Sistematika Penulisan ...
BAB II HAK-HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM
A. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham ….………
B. Kepemilikan Saham ...
C. Jenis dan Klasifikasi Saham ...
D. Penjualan dan Pemindahan Saham ...
BAB III ASPEK HUKUM PENGALIHAN SAHAM DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM MELALUI INTERNET DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
A. Prinsip-prinsip Transaksi Elektronik menurut Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik ...
B. Pengalihan Saham menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun
BAB IV KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PENGALIHAN SAHAM DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM MELALUI INTERNET DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
A. Sistem Hukum Pembuktian dalam Kerangka Hukum Perdata
dan Pidana ...
B. Kekuatan Pembuktian Elektronik dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 ...
C. Kekuatan Hukum Pembuktian Pengalihan Saham dalam
Perjanjian Jual Beli Saham Melalui Internet ...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
ABSTRAK
Penjualan saham akan menyebabkan terjadinya pengalihan hak atas saham dari penjual kepada pembeli saham. Teknologi internet kini memungkinkan para pedagang saham dapat melakukan jual beli saham, melihat harga saham secara langsung, melihat profil emiten, membuka dan memantau rekening transaksi serta pengecekan portofolio tanpa dia harus meninggalkan layar komputernya. Agar transaksi jual beli saham melalui internet dapat berjalan dengan aman, efektif, dan efisien perlu didukung oleh aturan-aturan hukum yang mampu mengikuti perkembangan teknologi. Oleh karena, itu perlu penelusuran lebih lanjut mengenai aturan hukum bagaimana proses jual beli saham melalui internet, serta penglihannya apakah sudah sesuai atau tidak dengan peraturan hukum di bidang pasar modal.
Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimanakah hak-hak kebendaan atas saham, bagaimanakah aspek hukum pengalihan saham dalam perjanjian jual beli saham melalui internet dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan bagaimanakah kekuatan hukum pembuktian pengalihan saham dalam perjanjian jual beli saham melalui internet dikaitkan dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal
research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis
didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through
judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data
sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kebijakan dalam sektor ekonomi adalah pengembangan pasar
modal yang sehat, transparan dan efisien. Peningkatan peranan di bidang pasar
modal, merupakan suatu kebijakan dari pemerintah, dengan demikian maka
jelaslah perlu adanya keseimbangan yang saling menunjang dalam segala bidang,
sehingga saling memperkokoh satu sama lain1
Istilah “pasar modal” dipakai sebagai terjemahan dari istilah “capital
market”, yang berarti suatu tempat atau sistem bagaimana caranya dipenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dana untuk kapital suatu perusahaan, merupakan pasar
tempat orang membeli dan menjual surat efek yang dikeluarkan .
2
1
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia tahun 1999-2004.
2
Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 10.
. Jadi sama
seperti di pasar-pasar lainnya, pasar modal merupakan tempat orang-orang
melakukan perdagangan efek.
Bursa efek merupakan tempat untuk melaksanakan kegiatan perdagangan
efek. Dalam Bab I Pasal 1 Angka 4 UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
(selanjutnya dalam tulisan ini disebut UUPM), dijelaskan mengenai definisi bursa
efek sebagai berikut:
Bursa efek didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan yang
teratur, wajar dan efisien. Dengan demikian harga yang terjadi mencerminkan
mekanisme pasar berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran3
Pasar modal perlu ada karena dapat merupakan indikator kemajuan
perekonomian suatu negara, serta menunjang perkembangan ekonomi negara yang
bersangkutan. Pasar modal merupakan sumber dana alternatif bagi pembiayaan
beroperasinya perusahaan-perusahaan yang merupakan tulang ekonomi suatu
negara. Pasar modal muncul sebagai salah satu alternatif solusi pembiayaan
jangka panjang. Disisi lain, dengan adanya pasar modal maka memberikan
banyak kesempatan kepada perusahaan untuk go public, yang berarti pula
memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk memiliki saham
perusahaan tersebut
. Untuk itu,
secara operasional kegiatan pasar modal perlu mendapatkan pengawasan agar
dapat dilaksanakan secara teratur, wajar dan efisian. Pembinaan, pengawasan dan
pengaturan sahari-hari pasar modal dilakukan oleh Bapepam sesuai dengan
ketentuan dalam UUPM.
4
Pasar modal adalah salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara
jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber
pembiayaan saja, tetapi juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan
kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. .
5
3
KSEP-ITB, Modul Pelatihan Dasar Pasar Modal Untuk Anggota Baru, (Bandung: 2002), hal.1.
4
Ibid
5
M. Irsan Nasarudin, et. al., Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 27
Menurut Kamus
mempertemukan penawaran dan permintaan atau merupakan aktivitas yang
memperjualbelikan surat-surat berharga.6
Mengenai jual beli menurut pengertian yang diberikan oleh
undang-undang dalam hal ini KUH Perdata Pasal 1457 adalah suatu perjanjian atau suatu
persetujuan timbal balik antara pihak yang satu selaku penjual yang berjanji untuk
menyerahkan suatu barang kepada pihak lain, yaitu pembeli, dan pembeli
membayar harga yang telah dijanjikan.7 Dengan demikian, jual beli dianggap
telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah para pihak yang
bersangkutan mencapai kata sepakat tentang barang dan harganya, meskipun
barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.8
6
Ibid, hal. 10.
7
I. G. Ray Widjaja, Merancang Suatu Kontrak (Teori dan Praktek), (Bekasi: Megapoin, 2004), hal. 150.
8
Ibid, hal. 150
Menurut Pasal 613 KUHPerdata saham ditempatkan sebagai barang
bergerak dan penyerahannya (levering) dilakukan dengan akta otentik ataupun
dibawah tangan dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada
orang lain. Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) Pasal 56 angka 1 dikatakan bahwa
pengalihan hak atas saham dilakukan dengan akta pengalihan. Berdasarkan
keterangan yang terdapat dalam KUHPerdata bahwa saham dapat dijadikan
sebagai obyek jual beli namun pengalihan hak atas saham menurut UUPT harus
dilakukan dengan akta pengalihan hak, baik akta otentik maupun akta di bawah
Penjualan saham akan menyebabkan terjadinya pengalihan hak atas saham
dari penjual kepada pembeli saham. pengalihan hak atas saaham tersebut harus
dilakukan berdasarkan Akta pengalihan Hak Atas Saham yang dapat dibuat
dihadapan Notaris atau secara bawah tangan (Pasal 56 ayat (1) UU No. 40 Tahun
2007). Para pihak diharuskan untuk menyampaikan akta tersebut atau salinannya
secara tertulis kepada Perseroan (Pasal 56 ayat (2)) dan kemudian Direksi
Perseroan berkewajiban untuk melakukan pencatatan mengenai perubahan
susunan pemegang yang saham yang terjadi akibat pengalihan hak atas saham
tersebut serta memberikan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM
(Pasal 56 ayat (3)).
Pada era teknologi dan informasi ke depan hampir dapat dipastikan bahwa
setiap orang akan senantiasa bersentuhan dengan internet diantaranya untuk
keperluan bisnis mereka, misalnya dengan memperjual belikan sahamnya melalui
internet. Pemamfaatan internet telah memberikan manfaat yang cukup besar bagi
kelancaran dalam melakukan transaksi saham, sebagai contoh individu-individu
yang menjalankan aktivitasnya di internet tidak tidak harus melakukan
aktivitasnya dengan face to face9
9
Budi Agus Riswandi, Hukum Dan Internet Di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2003), hal. 57.
. Dengan kemajuan teknologi online trading,
para pedagang saham dapat lebih efisien dalam melakukan transaksi saham,
kerena tidak hanya terbatas malalui telpon saja. Keterbatasan yang dulu dihadapi
oleh para pedagang saham dengan perusahaan sekuritas kini sudah bukan masalah
lagi. Teknologi internet kini memungkinkan para pedagang saham dapat
emiten, membuka dan memantau rekening transaksi serta pengecekan portofolio
tanpa dia harus meninggalkan layar komputernya.
Kecanggihan teknologi diciptakan manusia dan akan semakin berkembang
seiiring dengan kemajuan jaman. Akan tetapi, kecanggihan tersebut tidak akan
bermanfaat apabila tidak ada kemauan dan kepercayaan dari manusia itu sendiri
untuk menggunakannya10
B. Permasalahan
. Disamping itu juga, agar transaksi jual beli saham
melalui internet dapat berjalan dengan aman, efektif, dan efisien perlu didukung
oleh aturan-aturan hukum yang mampu mengikuti perkembangan teknologi. Oleh
karena, itu perlu penelusuran lebih lanjut mengenai aturan hukum bagaimana
proses jual beli saham melalui internet, serta pengalihannya apakah sudah sesuai
atau tidak dengan peraturan hukum di bidang pasar modal.
1. Bagaimanakah hak-hak kebendaan atas saham?
2. Bagaimanakah aspek hukum pengalihan saham dalam perjanjian jual beli
saham melalui internet dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE?
3. Bagaimanakah kekuatan hukum pembuktian pengalihan saham dalam
perjanjian jual beli saham melalui internet dikaitkan dengan UU No. 11
Tahun 2008 tentang ITE?
10
C. Tujuan dan manfaat penulisan 1. Tujuan
a. Untuk mengetahui hak-hak kebendaan atas saham
b. Untuk aspek hukum pengalihan saham dalam perjanjian jual beli
saham melalui internet dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
c. Untuk mengetahui kekuatan hukum pembuktian pengalihan saham
dalam perjanjian jual beli saham melalui internet dikaitkan dengan UU
No. 11 Tahun 2008 tentang ITE
2. Manfaat a. Teoritis
Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah
dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta
menimbulkan pemahaman tentang pengalihan saham dalam perjanjian
jual beli saham melalui internet dikaitkan dengan UU No. 11 Tahun
2008 tentang ITE.
b. Praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca
terutama para pihak yang ingin melakukan pengalihan atas saham dan
juga sebagai bahan kajian untuk para akademisi dalam menambah
wawasan pengetahuan terutama dalam bidang hukum perusahaan yang
D. Keaslian Penulisan
Penelitian mengenai “Pengalihan Saham dalam Perjanjian Jual Beli Saham
melalui Internet Dikaitkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik” ini belum pernah dilakukan dalam topik dan
permasalahan-permasalahan yang sama. Dengan demikian penelitian ini
merupakan penelitian yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan, yaitu
jujur, rasional, objektif dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya
membangun dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. Penulis
mengangkat tulisan ini karena ingin mengetahui lebih lanjut mengenai bagaimana
Pengalihan Saham dalam Perjanjian Jual Beli Saham melalui Internet Dikaitkan
dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Semua ini merupakan implikasi pengetahuan dalam bentuk tulisan
yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas merumuskan pengertian saham sebagai berikut:
“Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya”.
Selanjutnya penjelasan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
“Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak
kebendaan kepada pemiliknya. Hak tersebut dapat dipertahankan kepada
setiap orang”.
Berkaitan dengan rumusan ketentuan di atas, Pasal 52 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengatur sebagai berikut:
“(1) Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk: a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b. menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. menjalankan hak-hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini”.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
dari konsep yuridis saham adalah sebagai berikut:
1. Bukti atas kepemilikan suatu Perseroan yang biasanya tercipta dengan
memberikan kontribusi kedalam modal Perseroan yang bersangkutan;11
2. memberikan hak kepada pemiliknya untuk (i) menghadiri dan
mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham suatu
Perseroan; (ii) menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil
likuidasi Perseroan; dan (iii) menjalankan hak-hak lain yang dapat
dilakukan oleh pemegang saham Perseroan menurut ketentuan
Undang-Undang;
3. memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya yang dapat dipertahankan
kepada setiap orang. Lebih lanjut lagi, Pasal 49 Undang-Undang Nomor
40 tahun 2007 mengatur sebagai berikut :
“(1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang Rupiah; (2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan;
11
(3) Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”.
Rumusan Pasal di atas semakin mempertegas karakteristik saham yang
harus memiliki nilai nominal yang dicantumkan dalam mata uang Rupiah. Namun
demikian, hal ini secara hukum dapat disimpangi sejauh diatur secara berbeda
dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Nilai nominal bisa
saja tidak sama dengan nilai pasar (harga pasar) dari saham yang bersangkutan,
karenanya seseorang dapat menjual sahamnya dengan harga di atas nilai
nominalnya, dimana hal ini sangat bergantung kepada nilai dari perusahaan itu
sendiri pada saat saham tersebut dijual.12
Perdagangan efek adalah salah satu kegiatan di pasar modal. Pasar modal
berdasarkan Pasal 1 Angka 13 UUPM adalah:
Pemegang saham akan mendapatkan bukti kepemilikan saham yang
dimilikinya (Pasal 51 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007). Sedangkan
mengenai bentuk dari bukti kepemilikan atas saham tersebut, dapat diatur lebih
lanjut dalam anggaran dasar Perseroan (Penjelasan Pasal 51 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007).
Tujuan dari pasar modal adalah mengarah pada usaha pemerataan
pendapatan masyarakat dalam menikmati hasilnya. Dengan itu, pembentukan
pasar modal yang efektif merupakan faktor penting, karena dengan
pengembangan pasar modal yang efisien dapat menunjang perekonomian
nasional.
12
“Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan
efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 5 UUPM efek adalah surat berharga, yaitu
surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti
utang, unit penyetoran kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan
setiap derivatife dari efek.
Pengertian pasar modal secara umum adalah pasar abstrak, di mana yang
diperjual belikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang berjangka
waktu lebih dari satu tahun dalam bentuk surat-surat berharga yang
diperdagangkan di bursa efek. Dana-dana jangka panjang yang yang merupakan
utang biasanya berbentuk obligasi, sedangkan dana jangka panjang yang
merupakan modal sendiri biasanya berbentuk saham13
Dalam Pasal 6 Ayat (1) UUPM menyebutkan bahwa kegiatan bursa efek
pada dasarnya adalah menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana .
Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang menawarkan dan
pihak-pihak yang memerlukan dana dengan memperjualbelikan saham dan
obligasi serta surat berharga lainnya yang jangka waktunya lebih dari satu tahun.
Para pihak yang telah memperjualbelikan sahamnya dapat dilakukan melalui
internet, sehingga para pihak tidak harus bertemu satu sama lainnya, jual beli
saham melaui internet dilakukan secara tidak tertulis artinya para pihak hanya
melakukan perjanjian melalui intenet saja.
13
perdagangan efek bagi para anggotanya. Selain itu, dalam Pasal 7 Ayat (1) dan (2)
pun menyebutkan bahwa perdagangan efek secara teratur, wajar, dan efisien
adalah suatu perdagangan yang diselenggarakan berdasarkan secara konsisten.
Dengan demikian, harga yang terjadi mencerminkan mekanisme pasar
berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran. Disamping iti juga, dengan
tersedianya sistem dan atau sarana yang memungkinkan bursa efek melakukan
pengawasan terhadap para pedagang saham dengan lebih efektif.
Kepemilikan yang ditawarkan oleh perusahaan tidak terlepas dari adanya
hubungan timbal balik antara pemegang saham dengan perusahaan, hubungan
timbal balik tersebut dilandasi dengan adanya suatu perjanjian jual beli. Maka
dalam hal ini suatu penyelesaian transaksi saham dapat tercermin dalam Pasal 55
Ayat (1) UUPM yang menyebutkan bahwa penyelesaian transaksi bursa dapat
dilaksanakan dengan penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik dan
penyelesaian dengan cara lain. Dalam pelaksanaannya kegiatan perdagangan efek
akan diatur lebih lanjut oleh Bursa dan Bapepam yaitu dengan adanya Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-42/PM/1997 Tentang Peraturan Nomor III.A.10
TentangTransaksi Efek dan Keputusan Direksi PT. BEJ Nomor:
Kep-565/BEJ/11-2003 Tentang Peraturan Nomor II-A Tentang Perdagangan Efek.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Teknologi Informasi yang
menyebutkan bahwa perdagangan secara elektronik adalah setiap perdagangan
barang maupun jasa yang dilakukan melalui jaringan komputer atau media
elektronik lainnya. Bedasarkan Pasal 1 Angka 5 yaitu kontrak elektronik adalah
Yang dimaksud dengan jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata adalah:
“jual beli adalah suatu persetujuan atau perjanjian, dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak
yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. Perjanjian
berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan antara satu orang
atau lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata syarat sah perjanjian terdiri atas :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subyektif, apabila syarat ini tidak
terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan syarat 3 dan 4 merupakan
syarat obyektif, apabila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi
hukum. Maka dalam hal ini suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik
seperti dalam Pasal 1338 Ayat 1 KUH Perdata dengan adanya asas kebebasan
berkontrak.
Berdasarkan Pasal 511 KUH Perdata menyebutkan bahwa saham
merupakan benda bergerak yang tak berwujud, dalam suatu pengalihan hak atas
benda yang dijual belikan harus disertai dengan adanya suatu penyerahan.
Dengan kata lain hak atas benda yang diperjual belikan belum beralih dari penjual
Jika dilihat dari sisi peralihan saham, maka saham dapat dibedakan atas
saham atas nama dan saham atas unjuk. Secara hukum, pemilik saham atas nama
adalah yang namanya tertera pada surat saham tersebut. Sebaliknya saham atas
unjuk seperti halnya uang, kepemilikannya ditentukan pada siapa yang memegang
saham tersebut.
Penyerahan adalah cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan
hak milik dari seseorang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang
memperoleh hak milik itu. Cara memperoleh hak milik dengan penyerahan ini
merupakan cara yang paling banyak dilakukan.
Mengenai levering dari benda bergerak yang tidak berwujud berupa
hak-hak puitang dibedakan atas 3 macam:14
a. Levering dari surat piutang aan toonder (atas unjuk atau atas bawa),
menurut Pasal 613 Ayat (3) KUH Perdata dilakukan dengan penyerahan
surat itu.
b. Levering dari surat piutang op naam (atas nama), menurut Pasal 613 Ayat
(1) KUH Perdata dilakukan dengan cara membuat akta otentik atau di
bawah tangan (yang dinamakan cessie).
c. Levering dari piutang aan order (atas perintah), menurut Pasal 613 Ayat
(3) KUH Perdata dilakukan dengan penyerahan surat itu disertai dengan
endosemen.
Pengalihan kepemilikan dalam jual beli saham juga diatur dalam Pasal 49
Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT)
14
yang menyebutkan bahwa pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan
dengan akta pemindahan hak, sedangkan saham atas unjuk dilakukan dengan
penyerahannya secara fisik.
F. Metode Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika seseorang berusaha
untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan
teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang
digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan
menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap
fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas
masalah-masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.15
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, artinya bahwa penelitian ini
termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan
secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pengalihan dalam perseroan terbatas.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang
merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan
logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.16
15
Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004), hal. 1.
16
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.
penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara
kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.
Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap
sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan,
dokumen-dokumen terkait dan beberapa buku tentang pengalihan saham perseroan terbatas.
2. Sumber Data
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan
ditetapkan oleh pihak yang berwenang.17
b. Bahan Hukum Sekunder
Dalam penelitian ini bahan
hukum primer diperoleh melalui Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan peraturan
lain yang terkait.
Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang
berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal
hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan
beberapa sumber dari internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
17
digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik
koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari
media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk
peraturan perundang-undangan.
4. Analisis Data
Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa
dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan
dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif
dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan
topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan
penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain
memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan
Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II HAK-HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM
Bab ini akan membahas hak-hak kebendaan atas saham, yang
saham, jenis dan klasifikasi saham, dan penjualan dan pemindahan
saham.
BAB III ASPEK HUKUM PENGALIHAN SAHAM DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM MELALUI INTERNET
DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Bab ini akan membahas tentang aspek hukum pengalihan
saham dalam perjanjian jual beli saham melalui internet
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang mengulas tentang
prinsip-prinsip transaksi elektronik menurut Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
pengalihan saham menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, dan transaksi saham melalui internet di pasar
modal.
BAB IV KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN PENGALIHAN SAHAM
DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SAHAM MELALUI
INTERNET DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Bab ini akan dibahas tentang kekuatan hukum pembuktian
dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, yang membahas dan
menganalisa sistem hukum pembuktian dalam kerangka hukum
perdata dan pidana, kekuatan pembuktian elektronik dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan kekuatan
hukum pembuktian pengalihan saham dalam perjanjian jual beli
saham melalui internet.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang
BAB II
HAK-HAK KEBENDAAN ATAS SAHAM
A. Pengertian dan Konsep Yuridis Saham
Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah
perusahaan, pengertian ini terlihat dari bunyi Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas yaitu Perseroan Terbatas, yang
selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh Undang-Undang ini serta peraturan perlaksanaanya.
Dari ketentuan tersebut dapat diambil pengertian bahwa saham merupakan
bukti persekutuan modal perusahaan. Hal ini ditegaskan juga oleh M. Irsan
Nasarudin dan Indra Surya dalam bukunya yang mengatakan bahwa saham pada
dasarnya merupakan instrument penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam
sebuah perusahaan.18
Para pemegang saham diberikan bukti kepemilikan atas saham yang
dimilikinya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 UUPT yaitu pemegang saham
diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Dalam penjelasan Ketentuan tersebut sesuai dengan aturan yang terdapat
dalam Pasal 31 ayat (1) UUPT yang menyatakan modal dasar perusahaan terdiri
atas seluruh nominal saham.
18
pasal yang sama diterangkan bahwa pengaturan bentuk bukti pemilikan saham
ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
Pada ketentuan lain dalam UUPT tepatnya dalam Pasal 48 ayat (1)
disebutkan bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi
dengan demikian bukti kepemilikan saham adalah adanya nama yang
tertera/tertulis dalam sertifikat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
Nama yang tercantum dalam sertifikat saham merupakan bukti, bahwa pemilik
sertifikat saham itu adalah sesuai dengan nama yang tercantum.
Selain itu bukti kepemilikan lain, adalah adanya catatan kepemilikan
saham yang dimiliki oleh perusahaan yang mengeluarkan saham yang dibuat oleh
Direksi Perseroan. Dalam catatan tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang
memiliki saham dan hal-hal yang tersangkut dengan saham-saham, misalnya
apakah saham itu dijadikan jaminan utang atau tidak, serta perubahan pemilikan
saham dan klasifikasi sahamnya. Ketentuan ini diatur dalam UUPT Pasal 50 ayat
(1) dan ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi:
Ayat (1): direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama dan alamat pemegang saham;
b. Jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi; c. Jumlah yang disetor atas setiap saham;
d. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
e. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)
berserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
Ayat (3): dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di catat pula setiap perubahan kepemilikan saham.
Setiap saham haruslah memiliki nilai nominal. Ini berlaku mutlak, karena
UUPT melarang suatu perusahaan untuk menerbitkan saham tanpa nilai nominal.
Namun demikian, tidak ada ketentuan berapa nilai nominal untuk masing-masing
saham tersebut. Jadi, untuk satu saham dapat mempunyai nilai nominal misalnya
Rp.1000,- Rp.500,- dan sebagainya. Kecuali untuk perusahaan terbuka dimana
nilai nominal sahamnya sudah ditentukan oleh peraturan di bidang pasar modal
dan harus seragam untuk semua perusahaan.19
1. Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Perseroan hanya
diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan perseroan
tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk.
Batas minimal modal yang ditentukan dalam pendirian perseroan terbatas
adalah Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Namun apabila sebuah perseroan
terbatas hendak melakukan penawaran umum dipasar modal maka persyaratannya
adalah sahamnya harus dimiliki sekurang-kurangnya 300 pemegang saham dan
juga harus memiliki modal setor sekurang-kurangnya Rp. 300.000.000,- (tiga
ratus milyar rupiah). Jadi apabila perseroan tertutup akan menambah modalnya
melalui pasar modal maka harus memenuhi persyaratan tersebut jika tidak maka
perusahaan tersebut tidak dapat melakukan penawaran umum.
Adapun ketentuan yang mengatur pengurangan saham antara lain:
19
2. Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar
dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada
huruf b, telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh
kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang
saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus
dicapai sesuai dengan ketentuan UUPT dan/atau anggaran dasar.
Mengenai nilai nominal saham dalam Pasal 49 UUPT dikatakan:
1. Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah.
2. Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup
kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam
peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.
Dalam perkembangannya saham tanpa nilai nominal ini menjadi instrumen
bursa pasar modal yang sangat likuid di Amerika, khususnya sebagai instrumen
lembaga mutual fund atau investment fund semacam reksa dana di pasar modal.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah
mengintrodusir saham tanpa nilai nominal dalam lembaga reksa dana yang
berbentuk perseroan.20
B. Kepemilikan Saham
20
Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi
pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang
dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham.
Adapun hak-hak yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain:21
1. Hak Pemegang Saham
a. Hak memesan terdahulu
Dalam undang-undang perseroan terbatas bila perseroan terbatas
menerbitkan saham yang baru, terlebih dahulu ditawarkan kepada
pemegang saham lama.22
b. Hak mengajukan gugatan ke pengadilan
Dalam rangka memenuhi kewajiban Pasal
tersebut, maka pihak manajemen perusahaan menawarkan ke pemegang
saham lama. Sedangkan pihak pemegang saham lama akan melakukan
pemesanan saham yang akan diterbitkan.
Bila pemegang saham melihat tindakan yang dilakukan oleh Rapat Umum
Pemegang Saham, Komisaris, Direksi dapat membahayakan kelangsungan
PT, maka pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan
bahwa tindakan yang dilakukan oleh organ PT tersebut dapat merugikan
pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 61 UUPT yang
mengemukakan, setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan
terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena
tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar,
sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, atau Komisaris. Gugatan
21
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006), hal. 61
22
semacam ini dinamakan dengan personal rights yang dimiliki oleh setiap
pemegang saham. Selain itu, terdapat juga bentuk gugatan derivative
action, yaitu suatu gugatan berdasarkan atas hak utama (primary rights)
dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas nama
perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam
perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dna atas nama
perseroan.23
c. Hak saham dibeli dengan harga wajar
Ada kemungkinan perseroan akan membeli kembali saham yang telah
dikeluarkan. Bila terjadi hal semacam ini, dalam UUPT dijelaskan bahwa
para pemegang saham berhak mendapatkan harga yang wajar terhadap
saham yang dipegangnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 ayat (1)
UUPT, yang mengemukakan bahwa setiap pemegang saham berhak
meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar
apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang
merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:
a. Perubahan anggaran dasar
b. Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai
nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan
c. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.
23
Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan
dan gadai sahamatau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh
Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung
atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh
persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali
diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 24
Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihibatas ketentuan
pembelian kembali saham oleh Perseroan, Perseroan wajib mengusahakan
agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.25
d. Hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS
Pada dasarnya penyelenggaraan RUPS dilakukan sekali dalam setahun,
namun dalam hal tertentu, para pemegang saham dapat meminta diadakan
RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 79 UUPT yakni sebagai berikut:
a. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan
didahului pemanggilan RUPS
b. Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang
atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/100 (satu
persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara,
kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang kecil atau
dewan komisaris.
c. Permintaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada
direksi dengan surat tercatat disertai alasannnya.
24
Pasal 37 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
25
d. RUPS diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS
membicarkan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan mata acara lainnya yang dipandang perlu
oleh Direksi.
e. RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan
RUPS sebagaimana pada ayat (6) huruf b dan ayat (2) hanya
membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
Jika RUPS belum diselenggarakan sebagaimana layaknya, maka
pemegang saham berhak meminta kepada ketua pengadilan negeri untuk
menyelenggarakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 80 UUPT
sebagai berikut:
a. Ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk:
1) Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan
pemegang saham apabila direksi atau komisaris tidak
menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah
ditentukan
2) Melakukan sendiri RUPS lainnya, atas permohonan pemegang
saham sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1),
apabila direksi atau komisaris setelah lewat waktu 15 (lima belas)
hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS
3) Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
dapat menetapkan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan
RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan
undang-undang ini atau anggaran dasar.
4) Dalam RUPS yang diselenggarakan ketua pengadilan dapat
memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir
5) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan
instansi pertama dan terakhir
e. Hak menghadiri RUPS
Salah satu hak yang cukup penting bagi pemegang saham adalah
menghadiri RUPS. Dalam Pasal 85 UUPT dijelaskan sebagai berikut:
a. Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun
dengan kuasa tertuis, berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak
suaranya
b. Dalam pemungutan suara, anggota direksi, anggota komisaris, dan
karyawan-karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang untuk
bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)
Saham juga memberikan hak kepada pemiliknya untuk:26
a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS
b. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi
26
c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang ini
d. Hak menerima dividen
e. Hak menerima sisa kekayaan perseroan dalam hal perseroan dilikuidasi
Selain mempunyai hak, pemegang saham juga memiliki kewajian yang
harus dijalankan oleh pemegang saham, kewajiban tersebut yaitu:27
2. Kewajiban pemegang saham
a. Kewajiban dalam pengalihan saham
Mengalihkan saham yang dimiliki oleh pemegang saham merupakan hak
dari pemegang saham yang bersangkutan. Hak ini tidak berarti dapat
dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan perundang-undangan dan
anggaran dasar perseroan. Anggaran dasar perseroan dapat menetapkan
kewajiban bagi pemegang saham yang akan mengalihkan sahamnya
terlebih dahulu harus menawarkan saham yang akan dialihkan tersebut
kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain
untuk kepada karyawan melakukan penawaran kepada pihak lain.
Pemegang saham wajib terlebih dahulu meminta persetujuan dari organ
perseroan apabila anggaran dasar menetapkan bahwa pengalihan hak atas
saham harus mendapatkan eprsetujuan dari organ perseroan.
Ketentuan lain yang harus diperhatikan oleh pemegang saham adalah
kewajiban pengalihan saham atas nama dengan mempergunakan akta
pemindahan hak. Akta dimaksud dapat berupa akta di bawah tangan
ataupun akta otentik
27
b. Kewajiban mengalihkan saham dalam hal pemegang saham kurang dari
dua orang
Pengertian perseroan terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 mengandung pengertian bahwa perseroan terbatas
terbentuk berdasarkan sebuah perjanjian. Dengan demikian, berarti
dibutuhkan lebih dari satu orang dalam pembentukan sebuah perseroan
terbatas. Atau dengan kata lain saat perseroan didirikan harus terdapat
paling sedikit dua orang pemegang saham. Namun adakalanya bisa terjadi
bahwa setelah perseroan disahkan (memperoleh status badan hukum) salah
seorang atau beberapa pemegang saham mengalihkan sahamnya kepada
pemegang saham lain, sehingga bisa terjadi keadaan dimana hanya satu
orang saja pemegang saham perseroan.28
Apabila terjadi keadaan yang demikian, maka pemegang saham tunggal
tersebut dalam jangka waktu bulan tertentu sejak keadaan tersebut, wajib
mengalihkan sahamnya kepada orang lain. Akibat hukum yang diterima
oleh pemegang saham tunggal tersebut apabila terlampau jangka waktu
enam bulan tersebut adalah pemegang saham tunggal tersebut betanggung
jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan.
Tangung jawab yang demikian tidak terbatas hanya pada besaran saham
yang dimiliki dalam perseroan, tapi juga meliputi harta pribadi pemegang
saham yang bersangkutan.29
c. Tanggung jawab terbatas
28
http://boedexx.blogspot.com/2009_08_01_archive.html. Diakses tanggal 7 Desember 2010.
29
Ciri utama perseroan terbatas adalah bahwa PT merupakan subjek hukum
yang berstatus badan hukum. Status yang demikian membawa
konsekuensi berupa terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham
(limited liability). Prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham
dianut dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, yang
berbunyi:
Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab
atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya.
1) Persoalan tanggung jawab terbatas pemegang saham ini, pada awalnya
memunculkan kontroversi. Sebagian ahli hukum dan para praktisi
bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para
pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas jumlah saham
yang telah diambilnya. Sebagian ahli hukum dan para praktisi bisnis
berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para
pemegang saham ini bersifat mutlak absolute. Artinya dalam segala
keadaan pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas jumlah
saham yang telah diambilnya. Pendapat ini diajukan dengan
pertimbangan bahwa jika pertanggungjawaban terbatas tersebut
bersifat absolute, maka perseroan terbatas sebagai badan hukum belum
2) Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata
untuk kepentingan pribadi.
3) Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau
4) Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun secara
tidak langsung melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan
menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dengan
demikian, terlihat bahwa dalam hal-hal tertentu, tidak tertutup
kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas dari pemegang
saham.
Prinsip pembatasan penerapan tanggung jawab terbatas dari pemegang
saham dikenal dengan prinsip piercing corporate veil.30
a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi Prinsip ini dalam bahasa
Indonesia selalu diartikan “menyingkap tabir atau cadar perseroan”. Tabir atau
cadar yang disingkap dimaksud adalah diterobosya pertanggungjawaban terbatas
dari pemegang saham yang telah ditetapkan dalam Pasal 3 ayat (1)
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tersebut.
Dalam keadaan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the
corporate veil dipersyaratkan beberapa hal sebagai berikut:
30
Rudhi Prasetya, Upaya Mencegah Penyalahgunaan Badan Hukum, Serangkaian
Pembahasan Pembaharuan Hukum di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hal.
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk
kepentingan pribadi
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang perseroan.
C. Jenis dan Klasifikasi Saham
Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini diatur
dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yaitu: saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dan tidak
dikenal lagi adanya saham atas unjuk sebagaimana pernah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah dicabut.31
Pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
yang dikeluarkan pada 16 Agustus 2007 dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 106 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756 Tahun 2007 ditentukan ada beberapa klasifikasi saham, sebagaimana
31
diatur dalam Pasal 53 ayat (4) yang berbunyi : klasifikasi saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), antara lain:
1. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
2. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau
anggota Dewan Komisaris;
3. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar
dengan klasifikasi saham lain;
4. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima
dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian
dividen secara kumulatif atau non kumulatif;
5. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih
dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan
Perseroan dalam Likuidasi
Selain dari jenis saham di atas, umumnya saham juga diklasifikasikan
sebagai berikut:32
1. Saham biasa (common stock)
Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi
sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek
penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk
menerima sebagaian pendapatan tetap/ deviden dari perusahaan serta
kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan.
2. Saham preferen
32
Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih
dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan
mendapat dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding
pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga
jajaran manajemen akan berusahan sekuat tenaga untuk membayar
ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser.
Pada umumnya setiap orang yang dapat menjadi pendiri suatu perseroan
terbatas dapat menjadi pemegang sahamn perseroan terbatas. Pendiri adalah
mereka yang hadir di hadapan notaris pada saat akta pendirian perseroan terbatas
ditandatangani. Status hukum para pendiri ini akan berubah menjadi pemegang
saham pada saat perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum,
yaitu pada saat akta pendirian perseroan terbatas tersebut memperoleh pengesahan
dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, berarti pada saat yang
bersamaan juga, yaitu pada saat perseroan terbatas memperoleh status badan
hukum, saham perseroan sebagai bukti pemilikan pemegang saham dalam
perseroan terbatas memperoleh kedudukan dalam hukum.
Kepemilikan saham dalam perseroan terbatas dapat diklasifikan dalam:
1. Kepemilikan melalui perusahaan kelompok
Perusahaan kelompok dikenal dengan berbagai macam istilah, ada yang
menyebut holding company/ parent company/ controlling company atau dikenal
pula dengan istilah concern/ group company.
Perusahaan kelompok adalah perusahaan yang bertujuan untuk memiliki
perusahaan lain tersebut. Yang lain menyebutnya sebagai satuan ekonomi dimana
badan-badan hukum/ perseroan secara organisasi terkait sedemikian rupa sehingga
mereka berada di bawah satu pimpinan.33
33
Munir Fuady, Hukum Perusahaan, Op. cit, hal. 83-84.
Di dalam kedua pengertian tersebut di
atas, pada prinsipnya memiliki poin yang sama dalam aspek ekonomi, dimana
adanya perusahaan sentral yang memimpin anak-anak perusahaan. Perusahaan
sentral tersebut disebut juga dengan induk perusahaan (parent company/
controlling company) yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi
pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan
manajemen anak perusahaan (daughter company) dan juga mengawasi kegiatan
antar anak perusahaan (sister company)
Dalam struktur kepemilikan saham dalam perseroan terbatas,
dimungkinkan pemilikan saham oleh induk perusahaan ke dalam lebih dari satu
anak perusahaan dan selanjutnya, sehingga membentuk suatu kepemilikan
bertingkat yang pada akhirnya bermuara pada suatu perusahaan kelompok dengan
anak perusahaan, cucu perusahaan, dan seterusnya.
Sebagai suatu perusahaan, perusahaan kelompok dapat merupakan
perusahaan dengan berbagai macam bentuk persekutuan perdata, firma,
persekutuan komanditer sampai dengan perseroan terbatas. Bentuk-bentuk
tersebut bukanlah suatu keharusan, namun dalam praktek bisnis sehari-hari
ditemukan bahwa perusahaan kelompok selalu dibentuk dalam suatu perseroan
terbatas. Dengan status hukum perseroan terbatas maka perusahaan kelompok di
Pada perusahaan kelompok, hubungan antara induk dan anak perusahaan
terjadi karena berbagai sebab antara lain, karena penguasaan saham, karena
perjanjian dan dapat juga terjadi karena fakuta unipersonal/ personnya dimana
anggota direksi perusahaan anak adalah juga anggota direksi pada perusahaan
induk, sehingga kebijakan dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan
induk.34
Beberapa ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas seharusnya
diperhatikan baik oleh induk dan anak perusahaan, yaitu:35
a. Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tanggung jawab
direksi, komisaris dan pemegang saham
b. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, akuisisi dan (spin off)
c. Ketentuan mengenai kepemilikan saham
d. Ketentuan mengenai treasury stock
e. Ketentuan mengenai perjanjian penjaminan saham dan jual beli saham.
2. Kepemilikan piramid oleh perseroan
Di samping kepemilikan melalui holding company serikali dalam
kepemilikan saham perseroan terjadi kepemilikan piramid. Kepemilikan pyramid
ini terdiri dari piramid 2 (dua) tingkat dan piramid 3 (tiga) tingkat. Dalam piramid
2 (dua) tingkat, pemegang saham minoritas pengendali memegang saham
pengendali di dalam suatu perusahaan induk (holding company) yang selanjutnya
memegang saham pengendali (controlling stake) di dalam perusahaan yang
34
Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, Program Studi Magister Ilmu Hukum, (Medan: USU, 2006), hal. 32
35
menjalankan operasional (operating company). Di dalam Piramid 3 (tiga) tingkat,
perusahaan induk utama (primary holding company) yang selanjutnya memegang
kendali atas perusahaan induk sekunder (secondtier holding company) yang
selanjutnya memegang kendali atas perusahaan yang menjalankan operasional
(operating company).36
Gunawan Widjaya menyebutkan kepemilikan piramid adalah
pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu
perusahaan, sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendali pada
pemegang saham mayoritas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, kepemilikan
piramid adalah kepemilikan saham minoritas oleh induk perusahaan pada cucu
perusahaan dimana saham mayoritasnya dimiliki oleh anak perusahaan dari induk
perusahaan tersebut.37
3. Kepemilikan oleh anak perusahaan
Dalam kepemilikan piramid atau disebut juga piramid
holding, tidak ada hubungan kepemilikan yang bersilang secara horizontal
(horizontal cross holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan
pengendali secara terpusat. Karenanya hak suara yang digunakan untuk
mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke seluruh anggota gru
bukan terkonsentrasi di tangan satu perusahaan atau pemegang saham.
Undang-undang Perseroan terbatas melarang perseroan untuk
mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau dimiliki oleh perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.38
36
Ibid, hal. 155.
37
Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal. 43
38
Karena pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumuman
modal karena kewajiban penyetoran saham sudah seharusnya dibebankan kepada
pihak lain.
Selain itu, kepemilikan langsung atau penguasaan langsung oleh perseroan
atas saham-saham miliknya sendiri dapat menciptakan kesewenang-wenangan
dalam perseroan terbatas, oleh karena perseroan terbatas tersebut menjadi tidak
dapat lagi dikontrol dan diawasi.39 Di samping itu, menyatunya pemilikan dan
pengurusan perseroan di bawah satu kendali, yaitu direksi sebagai wakil perseroan
sebagai pemilik dan direksi sekaligus sebagai organ yang melaksanakan fungsi
pengurusan dan perwakilan jelas sangat bertentangan dengan prinsip good
corporate governance, sehingga kepemilikan jenis ini pada umumnya dilarang.40
Kepemilikan sendiri secara langsung ini dapat terjadi karena:41
a. Perseroan mengeluarkan sahamnya untuk diambil bagian dan dimiliki
sendiri
b. Perseroan membeli saham dari pemegang saham yang hendak menjual
sahamnya
c. Suatu peristiwa atau perbuatan hukum, misalnya merger antara anak
perusahan dengan cuaca perusahaan.
Berkaitan dengan konteks pembelian saham, terutama pembelian kembali
saham perseroan, Pasal 37 Undang-undang Perseroan Terbatas menegaskan
bahwa hal tersebut masih diperbolehkan dengan ketentuan bahwa:
39
Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Op. cit, hal. 44.
40
Ibid
41
a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan
bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang
ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan
b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh
perseroan berikut gadai saam atau jaminan fidusia atas saham yang
dipegang oleh perseroan sendiri dan/ atau perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan,
tidak melebihi 10% dari jumlah yang ditempatkan dalam perseroan,
kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal, dan
c. Hanya boleh dikuasai perseroan paling lama tiga tahun
Pembelian kembali saham oleh perseroan tersebut di atas dan atau
pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS,
kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal, dengan ketentuan bahwa keputusan RUPS yang memuat persetujuan
tersebut hanya sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan
rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan/ atau anggaran
dasar. RUPS dapat menyerahkan kewenangan persetujuan pembelian kembali
saham oleh perseroan kepada dewan komisaris untuk jangka waktu paling lama
satu tahun, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama,
namun demikian penyerahan kewenangan tersebut hanya ditarik kembali
4. Kepemilikan silang
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tidak ada mengatur mengenai
mengenai larangan kepemilikan silang. Larangan yang terdapat dalam Pasal 29
Undang-undang ini adalah larangan kepada perseroan terbatas untuk
mengeluarkan saham dengan tujuan untuk dimiliki sendiri, dan larangan
kepemilikan saham tersebut juga berlaku bagi anak perusahaan terhadap saham
yang dikeluarkan oleh induk perusahaan. Alasan larangan tersebut berpegang
pada prinsip bahwa pengeluaran saham bertujuan untuk mengumpulkan modal,
karenanya kewajiban penyetoran saham seharusnya dibebankan kepada pihak
lain,42
Kepemilikan saham silang melanggar Undang-Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu pada Pasal 36 ayat (1) yang dan alasan mengapa anak perusahaan dilarang memiliki saham yang
dikeluarkan oleh induk perusahaan adalah karena anak dan induk perusahaan
dianggap merupakan satu kesatuan bisnis yang tidak dapat dipisahkan
kepemilikan di antara mereka, baik oleh induk perusahaan maupun anak
perusahaan.
Menurut undang-undang perseroan terbatas, kepemilikan silang adalah
kepemilikan yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru untuk dimiliki
anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya. Dengan demikian,
berarti dari tiga jenis kepemilikan saham perseroan terbatas oleh anak perusahaan
hanya kepemilikan saham yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru
saja yang dilarang dengan tegas.
42
mengatur mengenai larangan kepemilikan saham silang oleh Perseroan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Sehubungan dengan penjelasan Pasal berkenaan, kepemilikan saham
perseroan oleh anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya yang
timbul sebagai akibat peralihan karena hukum dan atau jual beli, hibah dan wasiat
tidak secara eksplisit dikatakan dilarang, namun dengan konsekuensi hukum
bahwa terjadinya kepemilikan silang tidak boleh dibiarkan permanen.43
a. Dari sisi permodalan, khusus dalam konteks pengeluaran saham baru,
maka jelas tidak ada setoran modal secara riil yang masuk ke dalam
perseroan
Ada beberapa alasan yang merupakan penyebab tidak disukainya bentuk
kepemilikan silang, yaitu:
b. Dari sisi manajemen, kepemilikan silang cenderung menyebabkan
terjadinya percampuran antara pemilikan dan pengurusan perseroan,
sehingga dalam hal ini manajemen menjadi tidak lagi independent satu
terhadap lainnya.
5. Kepemilikan oleh Nominee
Secara harfiah, nominee mempunyai dua arti yang berbeda. Pertama,
nominee merujuk pada suatu usulan, atau nominasi kandidat atau calon untuk
menduduki suatu jabatan tertentu, untuk memperoleh suatu penghargaan tertentu,
atau untuk jenis-jenis pencalonan lainnya. Kedua nominee memberikan pengertian
sebagai seseorang yang mewakili kepentingan pihak lain. Dalam pengertian kedua
43
ini, seorang nominee menjadi pemilik dari suatu benda (termasuk kepentingan
atau hak yang lahir dari suatu perikatan) yang berada dalam pengurusannya,
sedangkan penerima kuasa tidak pernah menjadi pemilik dari benda (termasuk
kepentingan) yang diurus oleh nominee ini.44
Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang hanya
mengenal satu pemegang saham sebagai pemegang saham dalam dominium
ternyata telah mendapatkan terobosannya dalam Undang-undang Pasar Modal,
melalui pranata penitipan kolektif pada lembaga Kustodian, dimana lembaga
kustodian tersebut selanjutnya menjadi pemegang saham terdaftar dalam
perseroan terbatas tersebut. Perjanjian penitipan kolektif yang dibuatkan oleh dan
antara emiten dengan lembaga Kustodian, yang salah satunya adalah Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) yang dalam hal ini diwakili oleh Kustodian
Sentral Efek Indonesia (KSEI) akan mengatur dengan tegas dan jelas hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang terkait di antara kedua belah pihak, termasuk hak-hak
yang diturunkan dari perjanjian penitipan kolektif tersebut, khususnya yang terkait
dengan hak-hak pemilik rekening dalam penitipankolektif pada LPP tersebut dan