• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang rumit. Perebutan suatu negara terhadap suatu wilayah negara lain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masalah yang rumit. Perebutan suatu negara terhadap suatu wilayah negara lain"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

Perebutan suatu kepulauan oleh beberapa negara memang menjadi

masalah yang rumit. Perebutan suatu negara terhadap suatu wilayah negara lain

sering kali menimbulkan konflik yang berujung pada memburuknya hubungan

antara negara yang sama-sama memiliki klaim atas wilayah yang sama.

Sebagaimana disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga

(2002, 1073), negara adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau

daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang

efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan

tujuan nasionalnya.

. Status Pulau Takeshima di antara Korea Selatan dan Jepang yang

dipersengketakan kedua negara adalah status kepemilikannya. Kedua negara

saling melakukan klaim atas kepemilikan pulau tersebut berdasarkan nilai

geografis dan historis.

(2)

Takeshima merupakan gugusan pulau. Kepulauan ini terdiri dari dua pulau

utama, yaitu Higashijima dan Nishijima1

Takeshima memiliki ekosistem yang unik. Kepulauan ini menghasilkan

sejumlah kecil air tawar, permukaan gunung berapi, menjadi habitat dari 70-80

jenis tanaman, 22 jenis burung, dan 37 jenis serangga. Di sekitar pulau, arus

dingin dan hangat memenuhi arus laut, yang juga merupakan tempat bagi berbagai

macam komunitas dan organisme laut, termasuk anjing laut dan terdapat 100 lebih

jenis ikan

. Kawasan Higashijima seluas 73,297 m²,

dan Nishijima memiliki luas 88,639m sehingga total luas kawasan Takeshima

adalah 187,453 m².

Kepulauan Takeshima ini merupakan suatu kawah yang berasal dari

ledakan vulkanis yang berbentuk karang yang dijadikan sebagai tempat

perlindungan burung laut jenis petrel, burung camar dan terdapat beberapa

tumbuhan endemik. Kepulauan Takeshima juga terkenal akan kekayaan biota laut

dan sumber daya gas alam yang terdapat di sekitarnya.

2

Kondisi geografis dan biologis atas pulau ini sangat mengesankan kedua .

1 Higashijima berarti Pulau Timur dan sering juga disebut Onnajima, dan Nishijima berarti Pulau Barat yang sering juga disebut Otokojima.

2 http://dokdo-takeshima.com/liancourtrocks/dok/190708.htm diakses pada 28 November 2013.

(3)

negara dan dianggap mencerminkan karakteristik biota alam baik Jepang maupun

Korea Selatan. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman biota dan kandungan

alam yang terdapat di Takeshima sehingga memunculkan perdebatan kepemilikan

atas pulau Takeshima yang mencakup batas-batas wilayah secara maritim,

termasuk penggunaan dan pemanfaatan sumber daya laut yang ada di dalamnya.

Semenanjung Korea meliputi wilayah yang berada dalam teritorial Korea Utara

maupun Selatan. Wilayah Korea Selatan memiliki pulau terluar yaitu Ulengdo dan

Takeshima. Pada tahun 1618 warga Jepang sudah memulai perburuan singa laut

dan pemanfaatan kayu serta bambu di wilayah Ulengdo dan Takeshima. Bahkan

pada tahun 1661, pemerintah Jepang telah memberikan izin kepada warganya

untuk melakukan perjalanan ke Takeshima.

Dalam kepemilikan pulau Takeshima, klaim atas kepemilikan pulau

Takeshima atau Dokdo juga ditunjukkan oleh Korea Selatan. Korea Selatan

menganggap ulau tersebut merupakan bagian dari wilayahnya. Korea Selatan

mengklaim bahwa pulau Takeshima berada di bawah kedaulatannya berdasar pada

acuan historis yang dikutip dalam beberapa dokumentasi pemerintah Korea

Selatan, yang menyatakan bahwa Takeshima pada awalnya merupakan suatu

independent island yang dinamakan Ussankuk dan telah bersatu dengan Korea

(4)

Selatan pada masa Dinasti Shilla pada tahun 512 SM. Berdasarkan dokumentasi

tersebut diketahui bahwa Takeshima ditemukan setelah adanya ekspedisi yang

dilakukan oleh Perancis di bawah komando F.G. Jean yang menyatakan bahwa

Takeshima berada di wilayah Semenanjung Korea di bawah teritorial Korea

Selatan.

Untuk itu Korea Selatan mengklaim bahwa pengakuan kedaulatan

Takeshima dilakukan lebih awal dibandingkan dengan pengakuan Jepang atas

Takeshima. Sebagai penegasan atas klaim Korea Selatan terhadap Takeshima,

maka telah dilakukan berbagai aktivitas yang dapat menunjang proses

pengakuannya dengan melaksanakan survei daratan dan dikonsepkan dalam

sebuah hasil pemetaan (topografi) yang dilakukan berdasarkan pada posisi ilmu

bumi secara akurat. Sebagian dari dokumentasi yang telah terkumpul diterbitkan

oleh Jepang seperti yang diterbitkan oleh Dabuchi Tomohiko pada tahun 1905

yang mengutip bahwa Takeshima sebagai bagian dari wilayah Korea dalam

“Kankoku Shinchishi” atau “Geografi Negara Korea Baru”3

Pada tahun 1904, Korea menandatangani sebuah perjanjian dengan Jepang.

Pada perjanjian itu, Korea mutlak dalam kendali Jepang. Segala urusan diplomatik .

3 http://www.forthenextgeneration.com/dokdo/dokdo_01.htm diakses pada 20 November 2013

(5)

dan pemerintahan berada di bawah kekuasaan Jepang dan Korea menjamin untuk

memberikan wilayahnya kepada Jepang jika diperlukan untuk perang Jepang4

Wilayah Takeshima merupakan wilayah yang dipersengketakan oleh .

Sebagai konsekuensi dari perang antara Jepang dan Rusia pada tahun 1905,

Jepang memiliki hak untuk mengambil alih wilayah yang semula menjadi bagian

dari wilayah jajahan Rusia. Hal ini berarti bahwa wilayah semenanjung Korea

termasuk dalam wilayah yang menjadi bagian dari hasil perang tersebut. Hal

tersebut dikarenakan wilayah semenanjung Korea merupakan bagian dari wilayah

jajahan Jepang.

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada tahun 1945, secara otomatis

wilayah jajahan Jepang dikembalikan kepada negara/wilayah yang berkuasa

sebelumnya. Hal ini tertuang dalam perjanjian damai Jepang atau yang lebih

dikenal dengan perjanjian San Fransisco tanggal 8 September 1951, yang di

dalamnya memuat pasal-pasal yang menunjukkan tanggung-jawab Jepang sebagai

negara yang harus menanggung beban biaya yang ditimbulkan selama masa

penjajahan. Dalam perjanjian San Fransisco juga tertuang pasal tentang wilayah

yang harus dikembalikan kepada negara asal.

4 Yang Seung Yoon & Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad hingga Masa Kontemporer. Hal 137

(6)

Korea Selatan karena kepemilikannya. Berdasarkan pada perjanjian San Fransisco,

kepulauan Takeshima tidak termasuk ke dalam wilayah yang harus dikembalikan

oleh Jepang. Pada pasal 2 perjanjian San Fransisco hanya dibicarakan

pengembalian wilayah Pulau Kuril dan Senkaku pada Rusia. Hal ini dapat

diartikan sebagai legalitas Jepang untuk memiliki pulau itu. Dengan dasar hukum

berupa perjanjian San Fransico, Jepang memasukkan wilayah Takeshima ke

dalam kedaulatannya melalui Prefektur Shimane pada tanggal 22 Februari 1905

dalam putusan dewan Prefektur Shimane no 40. Kebijakan Jepang ini diambil

setelah adanya sekelompok nelayan di Prefektur Oki pada tanggal 17 Mei 1905

yang menginginkan legalitas pulau Takeshima dalam wilyah Jepang. Hal ini

dilakukan karena nelayan tersebut mulai melakukan aktivitas perburuan singa laut

di pulau Takeshima5

Dalih lain yang diberikan Jepang untuk menantang klaim Korea Selatan

atas Kepemilikan Takeshima berupa bukti akan perjanjian pendudukan Jepang

atas Korea. Pada saat penandatanganan perjanjian pendudukan Jepang atas Korea,

secara otomatis wilayah Korea merupakan bagian dari wilayah jajahan Jepang.

Namun, ada satu poin yang dianggap Jepang penting untuk mengklaim pulau .

5 http://dokdo-takeshima.com/liancourtrocks/dok/190708.htm. diakses tanggal 27 Januari 2013

(7)

Takeshima tidak termasuk dalam wilayah Korea dan dapat dianggap sebagai

daerah tidak bertuan (Terra Nulius).

Pada tahun 2008, Jepang kembali mempertegas klaimnya dengan cara

memasukkan kepulauan Takeshima ke dalam buku kurikulum pendidikan sekolah

menengah Jepang. Hal ini bertujuan untuk pengenalan kepada anak-anak sekolah

menengah. Selain bertujuan untuk pengenalan anak sekolah menengah,

memasukkan wilayah Takeshima ke dalam buku pelajaran sekolah menengah

Jepang juga memiliki makna bahwa Jepang adalah pemilik legalitas atas

kepulauan Takeshima, bukan Korea Selatan atau negara manapun.

Berdasarkan klaim kedua negara tersebut di atas, maka penulis tertarik

untuk mengkaji, mencermati, dan mempelajari fenomena tersebut sebagai bahan

penelitian dengan mendeskripsikannya melalui judul: “Upaya Diplomatik Jepang

dan Korea Selatan dalam Penyelesaian Sengketa Pulau Takeshima”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dijelaskan di atas, maka penulis

mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :

(8)

1. Bagaimana latar-belakang sejarah konflik atas klaim Kepulauan Takeshima antara Jepang dan Korea Selatan?

2. Bagaimana upaya diplomatik Jepang – Korea Selatan dalam menyelesaikan sengketa Pulau Takeshima?

Karena luasnya permasalahan, maka dipandang perlu untuk membatasi ruang

lingkup penelitian. Pembatasan mengacu pada pasang-surut hubungan diplomatik

Jepang dan Korea Selatan, membahas mengenai latar belakang sejarah konflik

Jepang-Korea Selatan atas klaim Pulau Takeshima serta upaya diplomatik yang

ditempuh kedua negara dalam menyelesaikan sengketa itu. Permasalahan

Takeshima mengalami puncak perdebatan pada masa pemerintahan Perdana

Menteri Taro Aso. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk mengambil periode

pemerintahan Jepang hingga tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari usulan penelitian adalah:

a. Untuk mengetahui latar belakang sejarah konflik atas klaim Pulau Takeshima

antara Jepang dan Korea Selatan.

b. Untuk mengetahui upaya diplomatik Jepang dan Korea Selatan dalam

(9)

menyelesaikan sengketa Pulau Takeshima.

1.4. Landasan Teori

Dalam interaksi sesama manusia, konflik atau sengketa merupakan hal

yang lumrah terjadi. Berbagai metode penyelesaian sengketa internasional telah

berkembang pesat sesuai dengan tuntutan zaman. Namun, hal tersebut belum

juga dapat membuat sengketa yang terjadi antar negara atau bangsa usai bahkan

sengketa yang terjadi semakin banyak.

Tidak dapat disangkal, salah satu persoalan yang dapat memicu

persengketaan antar negara adalah masalah perbatasan. Jepang dan Korea Selatan

juga menghadapi masalah ini, terutama mengenai garis perbatasan di wilayah

perairan laut dengan negara-negara tetangga.

Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat

didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subjek mengenai sebuah fakta,

hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya

ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik

mengenai penafsiran atau kepentingan antara dua bangsa yang berbeda6

6Ion Diaconu, Peaceful Settlement of Disputes Beteen States: History and Prospects, dalam Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, 2004, hlm. 1.

.

(10)

Sengketa juga dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu

subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah

oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau

fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa

yang berbeda7

Kriteria sengketa yang ditetapkan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) adalah:

.

Sengketa internasional disebut dengan perselisihan yang terjadi antara

negara dengan negara, negara dengan individu atau negara dengan badan-badan /

lembaga yang menjadi subjek internasional atau suatu konflik antar negara dalam

memperebutkan suatu wilayah, maupun wilayahnya yang terletak di perbatasan.

1) Didasarkan pada kriteria-kriteria objektif. dengan melihat fakta-fakta yang ada.

Contoh: Kasus penyerbuan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak

2) Tidak didasarkan pada argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran Case). Dalam kasus ini Mahkamah Internasional dalam mengambil

putusan tidak hanya berdasarkan argumentasi dari Amerika Serikat, tetapi juga

Iran.

3) Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau fakta oleh salah satu pihak

tentang adanya sengketa tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa tidak

7Ibid.

(11)

ada sengketa. Contoh: Case Concerning the Nothern Cameroons 1967

(Cameroons vs. United Kingdom). Dalam kasus ini Inggris menyatakan

bahwa tidak ada sengketa antara Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris

mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB. Dari

kasus antara Inggris dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para

pihak yang bersengketa yang memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus

diselesaikan/diputuskan oleh pihak ketiga.

4) Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang bersengketa. Contoh: Case Concerning the Applicability of the

Obligation to Arbitrate under section 21 of the United Nations Headquarters

agreement of 26 June 1947.

Phillip Bobbitt dalam bukunya The Shield of Achilles: War, Peace, and the

Course of History (2003) menyatakan sengketa dapat terjadi karena berbagai

sebab, antara lain:

1) Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian Internasional.

2) Perbedaan penafsiran mengenai isi perjanjian Internasional.

3) Perebutan sumber-sumber ekonomi.

4) Perebutan pengaruh ekonomi.

(12)

5) Adanya intervensi terhadap kedaulatan negara lain.

6) Perluasan pengaruh politik& ideologi terhadap negara lain.

7) Adanya perbedaan kepentingan.

8) Penghinaan terhadap harga diri bangsa.

9) Ketidaksepahaman mengenai garis perbatasan antar negara yang belum terselesaikan melalui mekanisme perundingan.

10) Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara- negara yang ada di kawasan ini, maupun dari luar kawasan.

11) Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara bertetangga.

Sebab-sebab lain yang dapat menimbulkan sengketa internasional yaitu:

1) Segi Politis (Adanya Pakta Pertahanan atau Pakta Perdamaian)

Pasca perang dunia kedua (1945) muncul dua blok kekuatan besar, Barat

(liberal membentuk pakta pertahanan NATO) di bawah pimpinan Amerika dan

Timur (komunis membentuk pakta pertahanan Warsawa) dipimpin Uni Soviet.

Kedua blok tersebut, saling berebut pengaruh di bidang ideologi dan ekonomi

serta saling berlomba memperkuat senjata. Akibatnya sering terjadi sengketa di

berbagai negara yang menjadi korban. Misalnya, krisis Kuba, Korea yang terbagi

(13)

menjadi Korea Utara (komunis) dan Korea Selatan (liberal), Kamboja, Vietnam,

dan sebagainya.

2) Segi Batas Wilayah Laut (Laut Teritorial dan Alam Daratan)

Adanya ketidakjelasan batas laut teritorial antara Indonesia dengan

Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan (di Kalimantan). Sengketa tersebut

diserahkan ke Mahkamah Internasional, hingga akhirnya pada tahun 2003

sengketa tersebut dimenangkan oleh Malaysia. Demikian juga masalah perbatasan

di Kasmir yang hingga kini masih diperdebatkan antara India dan Pakistan.

Masalah kepulauan Spratly dan Paracel di laut Cina Selatan, sampai sekarang

masih diperebutkan oleh negara Filipina, Malaysia, Thailand, RRC, dan Vietnam.

Ada beberapa cara yang biasa digunakan untuk menyelesaikan sengketa

internasional baik secara diplomatik yang damai maupun secara paksa :

1) Penyelesaian Diplomatik secara damai:

Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian

sengketa secara diplomatik adalah negosiasi, enquiry atau penyelidikan, mediasi,

konsiliasi, dan good offices atau jasa-jasa baik8

8 Malcolm N. Shaw, International Law, Fourth Edition, Cambridge University Press, 1997, hlm. 717

. Dalam praktiknya, metode ini

(14)

mengandung 7 prinsip yang memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan

masing-masing. Ketujuh prinsip itu adalah:

a) Prinsip itikad baik (good faith).

b) Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa.

c) Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa.

d) Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa.

e) Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus).

f) Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local remedies)

g) Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.

2) Penyelesaian sengketa internasional secara paksa:

Negara-negara bila tidak mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan

sengketa mereka secara persahabatan, maka cara pemecahan yang mungkin

digunakan adalah cara-cara kekerasan9. Prinsip-prinsip dari cara penyelesaian

melalui kekerasan antara lain:

9Ibid.

(15)

a) Perang :

Tujuan perang adalah menaklukkan negara lawan dan membebankan syarat-

syarat penyelesaian. Perang merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan untuk

menaklukkan negara lawan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian

secara paksa.

b) Retorsi (Retortion):

Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-

tindakan tidak pantas atau tidak patut dari negara lain.

c) Pembalasan (Repraisals):

Pembalasan merupakan metode-metode yang dipakai oleh negara-negara

untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan

melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pembalasan. Perbedaan antara

tindakan pembalasan dan retorsi adalah pembalasan mencakup tindakan yang

pada umumnya boleh dikatakan sebagai perbuatan illegal sedangkan retorsi

meliputi tindakan sifatnya balas dendam yang dapat dibenarkan oleh hukum.

Pembalasan dapat berupa berbagai macam bentuk, misalnya suatu pemboikotan

barang-barang terhadap suatu negara tertentu.

(16)

d) Blokade secara damai (Pacific Blockade):

Pada waktu perang, blokade terhadap pelabuhan suatu negara yang terlibat

perang sangat lazim dilakukan oleh angkatan laut. Blokade secara damai adalah

suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang digolongkan

sebagai pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk memaksa

negara yang pelabuhannya diblokade mentaati permintaan ganti rugi atas kerugian

yang diderita oleh negara yang memblokade.

e) Intervensi (Intervention):

Hukum internasional pada umumnya melarang campur tangan yang berkaitan

dengan urusan-urusan negara lain, yang dalam kaitan khusus ini berarti suatu

tindakan yang lebih dari sekedar campur tangan saja dan lebih kuat dari pada

mediasi atau usulan diplomatik.

Menurut Mahkamah, intervensi dilarang oleh hukum internasional apabila:

(1) campur tangan yang berkaitan dengan masalah-masalah di mana setiap negara

dibolehkan untuk mengambil keputusan secara bebas, dan (2) campur tangan itu

meliputi gangguan terhadap kemerdekaan negara lain dengan cara-cara paksa,

khususnya kekerasan.

(17)

1.5. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskritif

analitis.

a. Metode Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, di

mana penulis melakukan teknik pengumpulan data dengan mencari data-data dari

kepustakaan buku, informasi-informasi berdasarkan literatur atau referensi baik

yang bersumber dari artikel-artikel, majalah, surat kabar, jurnal, buletin-buletin,

internet maupun catatan-catatan penting mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

permasalahan sengketa kepulauan Takeshima.

b. Metode Analisis Data.

Metode analisis yang digunakan adalah Historis Analisis yakni cara

pemecahan suatu masalah dengan cara pengumpulan data dan fakta-fakta khusus

mengenai kejadian masa lampau dalam hubungannya dengan masa kini sebagai

rangkaian yang tidak terputus dan saling berhubungan satu sama lain. Dengan

menggunakan metode ini sebagai acuan, penulis mengumpulkan berbagai macam

data yang didapat dari dokumen-dokumen sejarah melalui surat kabar seperti

TIMES, dan Yomiuri Shimbun, media internet, majalah seperti BBC, dan buku-

(18)

buku sejarah dan politik Luar Negeri seperti International Law, Fourth Edition,

dan Pengantar Ilmu Sejarah. Data-data tersebut kemudian diolah untuk

kemudian dikomparasikan dan dicocokkan dengan kondisi yang tengah terjadi

pada saat ini, agar dapat dijadikan dasar untuk melakukan prediksi di masa yang

akan datang.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam membaca dan memahami isi dari skripsi ini,

sistematika penulisannya dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

BAB I Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, rumusan masalah, metode penulisan, tujuan penulisan,

dan sistematika penulisan

BAB II Bab ini membahas tentang Sejarah Hubungan Diplomatik

Jepang-Korea Selatan dan Latar Belakang timbulnya sengketa

Kepulauan Takeshima.

BAB III Bab ini berisi tentang Upaya Diplomatik Jepang- Korea Selatan

dalam menyelesaikan Sengketa Pulau Takeshima.

BAB IV Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

amp% senter ang kita g%nakan dapat mena&a karena ada energi &istrik ang menga&ir pada &amp%. Energi &istrik terjadi karena adana

Hubungan yang dibangun antara pihak lembaga keuangan dengan IAIN Metro juga menjadi salah satu faktor yang melatar belakangi dalam memilih pelayanan transaksi keuangan,

Masing-masing indikator terdapat pada lembar observasi. Untuk menentukan apakah keaktifan siswa sudah berjalan baik atau belum, peneliti membuat 2 kategori yaitu

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kondisi optimum parameter-parameter yang mempengaruhi proses ekstraksi oleoresin jahe

Sebagai salah satu fakultas kedokteran swasta tertua di Indonesia (berdiri sejak 1965) Fakultas Kedokteran UKM memiliki program studi Pendidikan Dokter yang

Peningkatan tersebut dapat dilihat dari kondisi awal kreativitas anak kelompok B2 berada pada kriteria belum berkembang pada siklus I meningkat menjadi berkembang

Sumber data berasal dari “Laporan Laba Rugi Tahun 2007”, pada contoh di atas, dari hasil operasi perusahaan selama tahun 2007, perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 163,418,

Hal inilah yang mungkin terjadi pada penelitian ini, dimana seluruh subyek dengan asupan rendah namun kadar hemoglobin darah normal, sehingga tidak terdapat hubungan antara