• Tidak ada hasil yang ditemukan

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DISERTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DISERTASI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

HAK MEWARIS ANAK LUAR KAWIN

WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA DALAM PERSPEKTIF WARIS BURGERLIJK WETBOEK

Oleh:

TONIC TANGKAU, S.H., M.H.

NIM : 031227017342

PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2020

(2)

DISERTASI

HAK MEWARIS ANAK LUAR KAWIN WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA

DALAM PERSPEKTIF WARIS BURGERLIJK WETBOEK

Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Studi Ilmu Hukum Program Doktor Program Studi Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Airlangga

TONIC TANGKAU, S.H., M.H.

NIM : 031227017342

PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2020

(3)

iii

(4)
(5)

v

Disertasi ini telah diuji pada Ujian Akhir Tahap I (Tertutup) Pada hari Senin, 20 April 2020

Panitia Penguji:

Ketua : Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum.

Promotor : Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H.

Ko-Promotor : Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H.

Anggota : Prof. Dr. Suhariningsih, S.H., M.S.

Prof. Dr. Hj. Sri Hajati S.H., M.S.

Prof. Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H., M.H.

Dr. Ellyne Dwi Poespasari, S.H., M.H.

Ditetapkan dengan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Unversitas Airlangga Nomor : 276/UN3.1.3/KD/2020

Tanggal : 20 April 2020

(6)

Disertasi ini telah diuji pada Ujian Akhir Tahap II (Terbuka) Pada hari Senin, 24 Agustus 2020

Panitia Penguji:

Ketua : NURUL BARIZAH, S.H., LL.M., Ph.D.

Promotor : Prof. Dr. AGUS YUDHA HERNOKO, S.H., M.H.

Ko-Promotor : Dr. TRISADINI PRASASTINAH USANTI, S.H., M.H.

Anggota : Prof. Dr. SRI HAJATI, S.H., M.S.

Prof. Dr. YOHANES SOGAR SIMAMORA, S.H., M.H.

Prof. Dr. L. BUDI KAGRAMANTO, S.H., M.H., M.M.

Prof. Dr. NUR BASUKI MINARNO, S.H., M.Hum.

Dr. SRI WINARSI, S.H., M.H.

Dr. RADIAN SALMAN, S.H., LL.M.

Dr. ELLYNE DWI POESPASARI, S.H., M.H.

Ditetapkan dengan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Unversitas Airlangga Nomor : 326/UN3.1.3/KD/2020

Tanggal : 11 Agustus 2020

(7)

vii

PROMOTOR DAN KO-PROMOTOR

Promotor : Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H.

Ko-Promotor : Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, oleh karena hanya atas kasih karunia dan kemurahannya, naskah Disertasi ini yang berjudul HAK MEWARIS ANAK LUAR KAWIN WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA DALAM PERSPEKTIF WARIS BURGERLIJK WETBOEK dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini disusun untuk memenuhi dan untuk mencapai gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Dengan penuh kesadaran penulis mengakui bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dari berbagai pihak dalam bentuk saran maupun kritikan yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan disertasi ini. Dalam kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan rasa bangga dan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., guru besar dengan berbagai kesibukan akademik, masih berkenan sebagai Promotor dari penulis dengan meluangkan waktu, memberikan perhatian, nasehat, dukungan dan arahan serta masukan selama penelitian dan penyusunan disertasi ini. Penulis juga ingin menyampaikan rasa bangga dan terima kasih serta penghargaan yang setingi-tingginya kepada Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H., guru yang dalam berbagai kesibukan akademik, masih berkenan sebagai Ko-Promotor dari penulis dengan meluangkan waktu yang begitu banyak untuk memeriksa, meneliti, berdiskusi, mengarahkan dan memberikan petunjuk serta dukungan kepada penulis dalam penelitian dan penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada: Yang terhormat, Prof. Dr. Moh. Nasih, S.E., MT., Ak., CMA., CA. selaku Rektor Universitas Airlangga Surabaya dan Prof. Dr. Fasich, Apt. selaku Mantan Rektor Universitas Airlangga Surabaya yang memperkenankan penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Yang terhormat, Nurul Barizah S.H., LL.M., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan para mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, yang terhormat: Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.Si., Prof. Dr.

Eman., S.H., M.S. (Alm), Prof. Dr. Drs. Abd. Shomad., S.H., M.H. serta seluruh Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga yang telah berkenan menerima penulis sebagai mahasiswa pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Yang terhormat, Prof. Dr. Sri Hajati, S.H., M.S. selaku Ketua Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum, Dr. Lina Hastuti, S.H., M.H. selaku Sekretaris Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum, dan mantan Ketua Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum, Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H., dan mantan Sekretaris Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga Iman Prihandono, S.H., M.H. LL.M., Ph.D. dan Ibu Fifi Junita, S.H., C.N., M.H., LL.M. Ph.D., serta seluruh staf pengelola Program Doktor, Program Studi Ilmu

(9)

ix

Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Ibu Harmi, Ibu Nissa, dan Bapak Yono) yang bersedia melayani kepentingan penulis selama studi.

Yang terhormat, Para Dosen Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga, yang terhormat: Prof. Dr. Eman., S.H., M. S.

(Alm.), Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.Si., Prof. Dr. Y. Sogar Simamora S.H., M.Hum., Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Prof Dr. Drs. Abd.

Shomad., S.H., M.H., Nurul Barizah S.H., LL.M., Ph.D., Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N., Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H., sekaligus selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan arahan, pengetahuan dan pemahaman terhadap Ilmu Hukum.

Yang terhormat, Para penguji dalam Ujian Kualifikasi, Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H., Prof. Dr. Moch Isnaeni, S.H., M.S., Prof. Dr. Y.

Sogar Simamora S.H., M.Hum., Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Prof.

Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H., M.H., Fifi Junita, S.H., C.N., M.H. LL.M., Ph.D., Dr. Soelistyowati, S.H., M.H. Yang terhormat, Para Dosen Mata Kuliah Pengembangan Keilmuan dan Keahlian (MKPKK), Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Dr.

Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H., Dr. Aktieva Tri Tjitrawati, S.H., M.Hum., Dr. M. Hadi Shubhan, S.H., M.H., C.N., atas diskusi dan masukan dalam menambah bekal ilmu pengetahuan hukum bagi penulis.

Yang terhormat, Para penguji dalam Ujian Proposal, Promotor Prof. Dr.

Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Ko. Promotor Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., Prof. Dr. Suhariningsih, S.H., M.S., M.H., Prof. Dr. Hj. Sri Hajati, S.H., M.S., Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum., Prof.

Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H., M.H., Dr. Ghansham Anand, S.H., M.Kn. Yang terhormat, Para Dosen Mata Kuliah Penunjang Disertasi (MKPD), Prof. Dr.

Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H. terima kasih yang tak terhingga atas waktu dan kesempatan untuk berdiskusi serta memberikan masukan dan dorongan bagi penulis.

Yang terhormat, Para penguji dalam Ujian Kelayakan, Promotor Prof.

Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Ko. Promotor Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H., Prof. Dr. Hj. Sri Hajati S.H., M.S., Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Drs. Abd. Shomad, S.H., M.H., Dr. Ellyne Dwi Poespasari, S.H., M.H., Dr. Ghansham Anand, S.H., M.Kn.

Yang terhormat, Para penguji dalam Ujian Tertutup, Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum., Promotor Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Ko. Promotor Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H., Prof. Dr.

Suhariningsih, S.H., M.S., Prof. Dr. Sri Hajati, S.H., M.S., Prof. Dr. Drs. Abd.

Shomad, S.H., M.H., dan Dr. Ellyne Dwi Poespasari, S.H., M.H.

Yang terhormat, Para penguji dalam Ujian Terbuka, Dr. Nurul Barizah, S.H., LL.M., Ph.D., Promotor Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.H., Ko.

(10)

Promotor Dr. Trisadini Prasastinah Usanti, S.H., M.H., Prof. Dr. Sri Hajati, S.H., M.S., Prof. Dr. Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.Hum., Prof. Dr. L.

Budi Kagramanto, S.H., M.H., M.M., Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, S.H., M.Hum., Dr. Sri Winarsi, S.H., M.H., Dr. Radian Salman, S.H., LL.M., Dr.

Ellyne Dwi Poespasari, S.H., M.H.

Untuk semua hal tersebut diatas, penulis ingin menyampaikan dari lubuk hati sanubari, tanpa dukungan yang diberikan adalah merupakan keniscayaan disertasi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

Yang sangat penulis hormati, dan yang sangat penulis cintai serta yang sangat penulis banggakan kedua Orang Tua, (Alm.) Ayahanda Emil Samuel Tangkau dan (Alm.) Ibunda Maria Khu atas doa, motivasi, dan pengorbanan yang luar biasa dalam mendidik penulis. Penghargaan tertinggi secara khusus untuk alm. Ayah penulis, yang sejak +/- 35 tahun lalu senantiasa mendorong, agar penulis berhasil dalam pendidikan dan berpesan, agar penulis kelak dapat menjadi orang yang berdampak dan bermanfaat bagi banyak orang, setidak-tidaknya dalam lingkungan keluarga atau dalam profesi.

Secara khusus kepada Isteri penulis, Juliana Pieter Nerius, B. Bus.

dan kedua anak penulis, dr. Christianto Samuel Pieter Tangkau dan Daniel Julian Tangkau, S.H., M.Kn. yang menjadi semangat hidup dan belajarku.

Terima Kasih atas semua doa, kasih sayang, perhatian yang tulus dan dukungan moril serta kesabaran dalam menanti, menemani, membantu selama ini. Demikian pula kepada Saudara-saudara penulis, Arbin Robert Tangkau, S.E., Sonny Tangkau, S.E., Sherly Tangkau, Jimmy Tangkau, S.E. dan Jeffry Tangkau, S.E. atas bantuan dan dukungan moril yang diberikan kepada penulis selama ini.

Serta tidak lupa ucapan terima kasih untuk semua rekan-rekan Civitas Academica Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum Ilmu Hukum angkatan tahun 2012 dan kolega di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Juga kepada rekan-rekan sejawat sesama Advokat, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), rekan-rekan sejawat Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) dan rekan-rekan sejawat pada Kantor Hukum Tonic Tangkau & Rekan, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Surabaya, 30 April 2020

Penulis

(11)

xi

RINGKASAN

Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling (I.S.) dan Pasal 163 I.S hukum waris yang berlaku di Indonesia hingga saat ini, masih bersifat plural. Ada tiga pengelompokan, yaitu hukum waris perdata barat (BW) yang berlaku bagi golongan Eropa, golongan Tionghoa dan mereka yang menundukkan diri padanya, hukum waris Islam bagi mereka yang beragama Islam, serta hukum waris adat. Dalam pewarisan pada umumnya, anak merupakan ahli waris. Secara normatif, yang dinamakan anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).

Jika menggunakan metode konstruksi hukum argumentum a contrario, maka yang disebut anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah.

Contoh-contoh anak luar kawin atau anak yang lahir di luar perkawinan yang sah adalah anak hasil perkosaan, anak overspel dan sebagainya. Anak hasil perkosaan adalah anak yang dilahirkan atas perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia (lelaki) dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Anak overspel adalah anak yang lahir dari hubungan seksual, antara seorang pria dengan seorang wanita yang salah satu atau kedua duanya masih terikat dalam perkawinan yang sah.

Kedudukan anak luar kawin dalam aspek keperdataan memiliki perbedaan dengan anak sah terkait bagian waris yang diterima oleh anak luar kawin. Bagian anak luar kawin lebih kecil dibandingkan dengan anak sah. Tanpa adanya pengakuan, maka tidak akan ada peluang bagi seorang anak luar kawin untuk mewaris secara ab intestato. Bagi anak luar kawin, terdapat jalan lain agar dapat mewaris, yaitu dengan mewaris secara testamentair. Mengenai perolehan hak waris yang diterima oleh anak luar kawin, pengaturannya dapat dilihat pada Pasal 862-866 BW, yaitu jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima, jika mereka sebagai anak-anak yang sah (Pasal 863 BW). Jika yang meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas (ibu, bapak, nenek, dst.) atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunannya, maka anak-anak yang diakui tersebut mewaris 1/2 dari warisan. Jika hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat 3/4 bagian ( Pasal 863 BW). Bagian anak luar kawin harus diberikan lebih dahulu, kemudian sisanya baru dibagi-bagi antara para waris yang sah (Pasal 864 BW). Jika yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris yang sah, maka anak luar kawin memperoleh seluruh warisan ( Pasal 865 BW). Jika anak luar kawin itu meninggal dahulu, maka ia dapat digantikan oleh anak-anaknya yang sah ( Pasal 866 BW).

Masyarakat etnis Tionghoa memang memiliki perbedaan dasar sosial dan budaya yang terbentuk oleh fakta sejarah dengan adanya pemisahan kelompok totok dan peranakan pada masa kolonial di awal kemerdekaan. Dalam Hukum Waris Adat Tionghoa, pewarisan dapat terjadi selama pewaris hidup atau

(12)

meninggal, sedangkan dalam BW pewarisan hanya terjadi ketika pewaris meninggal. Harta warisan dalam Hukum Waris Adat Tionghoa ialah semua kekayaan yang ditinggalkan pewaris, sedangkan dalam BW harta warisan harus mempunyai nilai uang.

Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya serta agama yang berbeda, ditambah dengan keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial terdahulu, bukanlah pekerjaan mudah. Pembangunan hukum nasional seyogyanya merefleksikan perlindungan hukum berlaku bagi semua warga Negara secara holistik, termasuk anak luar kawin keturunan Tionghoa yang berasal dari overspel yang telah menjadi warga negara Indonesia.

Di negara lain, anak luar kawin juga telah mendapat perlindungan hukum yang sama dengan anak di dalam perkawinan, misal di negara Tiongkok berdasarkan Article 10 Law of Succession of The People’s Republic of China dan Article 25 Marriage Law of The People’s Republic of China. Di Belanda, mengenai perlindungan anak di luar kawin ini dituangkan di dalam NBW 4:35 (dapat dibaca: buku 4 Pasal 35). Di Amerika Serikat, mengenai perlindungan anak di luar kawin dilindungi oleh Equal Protection Clause yang terdapat di Konstitusi AS. Hal ini dapat dilihat di dalam kasus Levy v. Louisiana yang memberikan bagian waris yang sama antara anak luar kawin dengan anak di dalam perkawinan. Di Inggris, perlindungan terhadap anak luar kawin ini dapat dilihat di dalam Family reform act 1969 dan didalam kasus Ubbi & Anori (Minors) v. Ubbi – Landmark Cases berupa gugatan anak luar kawin terhadap wasiat ayahnya yang belum diperbarui dan tidak mencantumkan nama anak luar kawinnya. Persamaan yang muncul di berbagai negara ini ialah bahwa negara- negara tersebut sudah mengakui bahwa anak luar kawin dapat mewaris dari kedua orang tuanya. Isu yang muncul di negara-negara tersebut sekarang ini ialah bagaimana membuktikan adanya hubungan biologis anak luar kawin dengan Ayahnya, dan tidak lagi membahas tentang apakah anak luar kawin dapat mewaris.

Rezim hukum waris yang ada di Indonesia sudah seharusnya dapat melihat perubahan-perubahan pada negara-negara lain, secara khusus dalam kaitannya dengan urusan hak anak luar kawin. Adanya prinsip the best interest of the child di dalam Convention on the Rights of the Child (CRC) yang telah diratifikasi oleh Indonesia berdasarkan Keppres Nomor 36, Tahun 1960. Perlindungan hukum dan kepentingan hak-hak anak dapat dilihat dalam Pasal 3, Pasal 27 ayat (2) dan ayat (4) CRC, serta di dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dalam General Comment Number 17 ICCPR, about article 24 disebutkan dengan jelas terdapat larangan diskriminasi termasuk hak waris bagi anak luar kawin dengan anak yang sah. Dengan adanya diskriminasi, anak luar kawin dengan anak yang sah menurut General Comment Number 17 ICCPR sejatinya melanggar hak-hak anak. Pengertian anak luar kawin dipersamakan haknya dengan anak sah, mempunyai makna bahwasanya secara ratio legis segala hak yang melekat bagi seorang anak sah, melekat dan diperoleh pula bagi anak luar kawin. Harusnya hal ini, menjadi salah satu pertimbangan hakim dalam memutus gugatan yang diajukan

(13)

xiii

Berdasarkan prinsip the best interest of the child, maka diharapkan dalam ius constituendum hukum waris di Indonesia, terkait tentang larangan bagi anak luar kawin yang berasal dari hubungan overspel untuk memperoleh hak keperdataannya seyogyanya direvisi. Semangat dalam Putusan MK No 46/PUU- VII/2010 harusnya dimaknai, bahwa undang-undang sejatinya telah mengakui subjek anak luar kawin secara menyeluruh beserta hak keperdataannya.

Pada kenyataannya, Putusan MK No 46/PUU-VII/2010 yang merubah Pasal 43 UU Perkawinan, termasuk anak luar kawin yang berasal dari overspel yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah dengan ayah biologisnya. Ternyata masih menyisakan anak luar kawin yang tidak dapat mewaris, yaitu anak luar kawin yang berasal dari hubungan overspel. Anak luar kawin overspel, sesuai Pasal 283 BW tidak dimungkinkan mendapatkan pengakuan dari ayahnya, sekalipun ayah biologisnya ingin mengakui, oleh karena Putusan MK No 46/PUU-VII/2010 yang hanya merubah Pasal 43 UU Perkawinan, sejatinya belum menyelesaikan permasalahan anak luar kawin overspel, karena Pasal 283 BW tidak masuk materi yang diuji MK.

Adanya pengaturan yang membatasi pemberian harta warisan bagi anak luar kawin yang berasal dari overspel sebagaimana yang dimaknai dalam Pasal 283 BW, justru merupakan pemasungan terhadap hak asasi anak. Sejatinya dapat dilihat dalam perspektif perlindungan dan kepentingan anak dan sekaligus merupakan bentuk pemberian tanggung jawab terhadap pria yang telah melakukan hubungan overspel secara sadar, seyogyanya sadar akan konsekuensi perbuatnnya.

Jangan sampai undang-undang tidak memberikan tanggung jawab terhadap pria tersebut. Anak tersebut tidak memilih lahir dan dibenihkan dalam zina (option luck), bahwa kelahiran dapat terjadi bukan karena kehendak anak (brute luck), namun oleh karena kehendak Tuhan Yang Maha Esa.Tidak dibenarkan, karena kesalahan yang diperbuat oleh orangtuanya, maka harus ditanggung oleh anak yang tidak berdosa. Hal ini sejalan dengan dengan prinsip the best interest of the child.

Dengan demikian, dan berdasarkan prinsip serta kepentingan yang terbaik bagi anak (The Best Interest of The Child), maka bagi anak luar kawin, secara khusus bagi anak luar kawin yang berasal dari hubungan overspel seyogyanya berhak untuk memperoleh harta warisan dari ayah biologisnya.

Untuk menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bernegara, maka melalui saluran hukum yang berlaku dan yang tersedia, langkah hukum yang ditempuh, terkait Pengujian Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sudah tepat apabila undang-undang diuji materil karena bertentangan dengan Konstitusi. Bahwa, terkait pengujian materi terhadap pasal-pasal dalam BW adalah dimungkinkan. Hal ini terbukti dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU/XIV/2016 yang menyatakan, bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang melakukan pengujian materi terhadap BW. Jika diamati, maka ditemukan ada 40 Pasal dalam BW yang sudah dinyatakan tidak berlaku, karena dihapus/dicabut, yang terdapat dalam Buku I ada sebanyak 16 Pasal, Buku II sebanyak 7 Pasal, Buku III sebanyak 7 Pasal dan Buku IV sebanyak 10 Pasal. Hal ini menunjukan, bahwa banyak Pasal dalam BW yang sudah tidak lagi relevan.

(14)

Perkembangan hukum dan pengakuan terkait dengan anak luar kawin, termasuk anak zina dan anak sumbang sebenarnya telah diberikan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No 46/PUU-VII/2010, namun perlindungan hukum yang diberikan tidak tuntas, oleh karena yang diuji hanya Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan dan tidak termasuk Pasal 283 BW. Dengan adanya uji materil terhadap Pasal 283 BW dan Pasal 869 BW, maka Mahkamah Konstitusi diharapkan akan menjatuhkan putusan bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional). Bunyi Pasal 283 BW inkonstitusional, selain dibaca menjadi sekalian anak yang dibenihkan dalam zinah atapun dalam sumbang dapat diakui sepanjang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah dengan ayahnya, kecuali terhadap yang terakhir ini apa yang ditentukan dalam Pasal 273 BW. Adapun ketentuan di dalam Pasal 869 BW adalah inkonstitusional,, selain dibaca menjadi walaupun bapak dan/atau ibunya sewaktu hidupnya telah memberikan jaminan nafkah seperlunya untuk anak yang dibenihkan dalam zinah atau dalam sumbang, namun tidak menghilangkan hak untuk mewaris dari ibu dan ayah biologisnya.

Menyadari bahwa dalam hukum waris saat sekarang ini adalah tidak dimungkinkan bagi anak luar kawin overspel keturunan Tionghoa untuk memperoleh hak mewaris. Namun demikian dalam ius contituendum hukum waris diharapkan anak luar kawin overspel keturunan Tionghoa dapat memperoleh hak mewaris, atau setidak-tidaknya jaminan masa depan yang meliputi pemberian biaya pemeliharaan, dan/atau pemberian biaya kesehatan, dan/atau pemberian biaya pendidikan dan/atau pemberian jaminan tempat tinggal yang layak. Hal ini sejalan dengan prinsip the best interest of the child.

(15)

xv

SUMMARY

Based on the provisions in Article 131 of the Indische Staatsregeling (IS) and Article 163 IS inheritance law in force in Indonesia until now, is still plural in nature, where there are three groupings, namely the western civil inheritance law (BW) that applies to Europeans, the Chinese-Indonesians groups and those who submit themselves to it, Islamic inheritance law for those who are Muslim, and customary inheritance law. In inheritance in general, children are heirs.

Normatively, what is called a legitimate child is a child born in or as a result of legal marriage as described in Article 42 of Law Number 16 Year 2019 concerning Amendment to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage (Marriage Law). If using the legal construction method of argumentum a contrario, then what is called a child outside marriage is a child born outside legal marriage. Examples of illegitimate children or children born outside of legal marriages are children from rape, out of wedlock children, and so on. Children who are raped are children born from the act of forcing a woman who is not his wife to have intercourse with him (male) with violence or threats of violence. Out of wedlock children are children born of sexual relations, between a man and a woman, where one or both are still bound in a legal marriage.

The position of out-of-wedlock children in civil aspects has a difference with legitimate children related to the portion of inheritance received by out-of- wedlock children, which is smaller than that of legitimate children. Without recognition, there will be no opportunity for an out-of-wedlock child to inherit ab intestato. For children out of wedlock, there are other ways to be able to inherit, namely by inheriting testamentair. Regarding the acquisition of inheritance rights received by out-of-wedlock children, the arrangements can be seen in Articles 862-866 BW, where if the deceased leaves a legitimate offspring or a husband or wife, the out-of-wedlock children inherit 1/3 part of the supposed part they accept, if they are legitimate children (Article 863 BW). If the deceased does not leave offspring or husband or wife, but leaves blood relatives, in an upward line (mother, father, grandmother, etc.) or brothers and sisters or descendants, then the recognized children inherit 1 / 2 of inheritance. If there are only relatives in further degrees, then the recognized children get 3/4 part (Article 863 BW). The portion of the out-of-wedlock child must be given first, then the rest is divided among the legal inheritance (Article 864 BW). If the deceased does not leave a legal heir, the out-of-wedlock receives the entire inheritance (Article 865 BW). If the child outside of marriage dies first, then he can be replaced by his legitimate children (Article 866 BW).

The ethnic of the Chinese-Indonesians community does have a social and cultural basic difference that is formed by historical facts with the separation of totok and peranakan groups in the colonial period at the beginning of independence. In Chinese-Indonesians Customary Inheritance Law, inheritance can occur as long as the heir lives or dies, whereas in BW inheritance only occurs when the heir dies. Inheritance in Chinese-Indonesians Customary Law is all wealth left by the testator, while in BW inheritance must have a monetary value.

(16)

To realize a national law for the Indonesian people which consists of various ethnic groups and different cultures and religions, coupled with the diversity of laws left by the previous colonial government, is not an easy task. The development of national law should reflect legal protection applies to all citizens holistically, including Chinese-Indonesians born out-of-marriage children who originate from out of wedlocks who have become Indonesian citizens. This protection, of course, also includes children outside of Chinese -Indonesians marriages who originate from out of wedlock.

In other countries, out-of-wedlock children also have the same legal protection as children in marriage, for example in China based on Article 10 of the Law of Succession of the People's Republic of China and Article 25 of Marriage Law of the People's Republic of China. In the Netherlands, the protection of children outside of marriage is stated in Article 4:35 NBW. In the US, the protection of children outside of marriage is protected by the Equal Protection Clause in the US Constitution. This can be seen for example in the case of Levy v. Louisiana, which provides the same share of inheritance between children outside marriage and children in marriage. In the United Kingdom, protection against out-of-wedlock children can be seen in Family reform act 1969 and in the case of Ubbi & Anori (Minors) v. Ubbi - Landmark Cases in the form of a lawsuit for an out-of-wed child against his father's will that has not been updated and does not include the name of an unmarried child. The similarities that have arisen in these countries are that these countries have recognized that out-of-wedlock children can inherit from both parents. The issue that arises in these countries now is how to prove the biological and civil relationship between the out-of-wedlock child with his father, not discuss whether the out-of-wedlock child can inherit.

The inheritance legal regime in Indonesia should be able to see changes in other countries, specifically about matters of the rights of out-of-wedlock children to obtain inheritance rights. Out-of-marriage children in question, both out-of- wed children who have been recognized by the father, out-of-wedlock children who come from out of wedlock based on science and technology and/or other evidence according to the law have blood relations with their biological fathers.

The principle of the best interest of the child in the Convention on the Rights of the Child (CRC) which has been ratified by Indonesia with Presidential Decree Number 36 Year 1990. Legal protection and interests of children's rights can also be seen in Article 3, Article 27 paragraph (2) and paragraph (4) CRC, also in the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) in ICCPR General Comment Number 17, about article 24 mentioned there is a prohibition on discrimination including inheritance rights for out-of-marriage children with legitimate children. With discrimination, an outside child marries a legitimate child according to General Comment Number 17 of the ICCPR in violation of children's rights. The understanding of out-of-wedlock children is equal to the right of a legitimate child, meaning that in terms of the ratio legis all rights inherent to a legitimate child are inherent and obtained also for out-of-wedlock children.Based on all of that, should be one of the judges' considerations in deciding a lawsuit filed by an unmarried child to get a share of the inheritance

(17)

xvii

Based on the principle of the best interest of the child in the CRC which has been ratified by Indonesia, then it should be in the ius constituendum of inheritance law in Indonesia, regarding the prohibition to recognize out-of- marriage children originating from out of wedlock relations should be revised.

The spirit in the Constitutional Court Decision No. 46 / PUU-VII / 2010 should be interpreted, that the actual law has recognized the subject of children out of wedlock as a whole and its civil rights.

The Constitutional Court Decision No. 46 / PUU-VII / 2010 which amended Article 43 of the Marriage Law, apparently still leaves out-of-wedlock children who cannot inherit, namely out-of-wedlock children who come from out of wedlock relations. An out-of-wedlock child, according to Article 283 BW, father's admission is not possible, even if his biological father wants to admit it.

The decision of the Constitutional Court No. 46 / PUU-VII / 2010 which only changes Article 43 of the Marriage Law it has not yet resolved the problem of out wedlock marriages, because Article 283 BW does not enter the material tested by the Court.

The existence of regulations that limit the provision of inheritance for out- of-wedlock children originating from out of wedlock as meant in Article 283 BW, is an embrace of children's rights. It can be seen from the perspective of the protection and interests of children and at the same time is a form of giving responsibility to men who have engaged in out of wedlock relations consciously, should be aware of the consequences of their actions. Don’t Let the law give no responsibility to the man. The child does not choose to be born and be seeded in adultery (option luck), that birth can occur not because of the child's will (brute luck), but because the will of God Almighty, Not justified, because of the mistakes made by his parents must be borne by an innocent child. This is in line with the principle of the best interest of the child.

To ensure legal certainty in the life of the state, then through applicable and available legal channels, the legal steps taken, related to the Testing of the Law against the 1945 Constitution are appropriate if the law is tested materially because it is contrary to the Constitution. That, concerning material testing of articles in BW it is possible, where this is proven in the Constitutional Court ruling Number 100 / PUU / XIV / 2016 which states that the Constitutional Court has the authority to conduct material testing of BW. If observed, there are found 40 Articles in BW which have been declared invalid, because they were deleted/revoked, where in Book I there were 16 Articles, Book II 7 Articles, Book III 7 Articles, and Book IV 10 Articles. This shows, that many Articles in BW are no longer relevant.

Legal developments and recognition related to out-of-wedlock children, including adulterous children and discordant children have been given by the Constitutional Court through the Decision of the Constitutional Court No. 46 / PUU-VII / 2010, but the legal protection given is not complete, because only Article 43 paragraph (1) Marriage Law that has been reviewed and did not include Article 283 BW. With the basis and thought that in the current inheritance law in Indonesia, it is not possible to provide inheritance for children who are not married. However, it is expected that in the Ius Contituendum of inheritance law, a judicial review of Article 283 BW and

(18)

Article 869 BW will be carried out, because its application is no longer relevant.

With the material testing of Article 283 BW and Article 869 BW, the Constitutional Court is expected to pass conditionally unconstitutional decisions. The sound of Article 283 BW is conditionally unconstitutional, apart from being read as all children who are hatched in adultery or in contributions can be recognized as long as it can be proven based on science and technology and / or other evidence according to law has blood relations with his father, except for the latter what is specified in Article 273 BW. The provisions in Article 869 of BW are conditionally unconstitutional, apart from being read even though the father and / or mother during his life has provided the necessary maintenance of livelihood as needed for the child being hatched in adultery or in a donation, but does not eliminate the right to inherit from his biological mother and father.

Realizing that in the current inheritance law it is not possible for out-of- wedlock children of Chinese descent to obtain inheritance rights. However, in Ius contituendum, inheritance law is expected to overspel offspring children of Chinese descent to obtain inheritance rights, and / or future guarantees which include maintenance costs, and / or health care costs, and / or provision of education costs and / or provision of place guarantees decent stay. This is in line with the principle of the best interest of the child.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 27 ayat (1) Deklarasi Universal HAM (Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendapatkan perlindungan atas kepentingan- kepentingan moral dan material yang

International Covenant on Civil and Political rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). Pasal 25 ICCPr menentukan bahwa, “ Setiap warga negara juga harus

Dalam International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR 1966) berhubungan dengan hak pilih warga negara dalam pasal 25 yang menyatakan bahwa “Setiap Warga

Untuk itu, disamping landasan konstitusional yaitu Pasal 27 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945, harus ada perangkat hukum lain yang mendukung upaya perlindungan

Pengertian lainnya dari eksekusi dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER – 036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur

Hak tersebut telah dijamin oleh negara Indonesia yang tertulis dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28C ayat (1) bahwa “setiap orang berhak

Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 366)

Peningkatan ekspresi CHOP berpengaruh terhadap peningkatan ekspresi caspase- 3 (B=0,518; p=0,009); selanjutnya peningkatan caspase-3 berhubungan dengan terjadinya