JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
*Penulis korespendensi: [email protected]
Pengaruh Aplikasi Biogrouting Pada Tanah Vulkanis Terhadap Kuat Gesernya.
Muhammad Fajar Awaludin1, Emma Yuliani1, Andre Primantyo Hendrawan1
1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA
*Korespondensi Email: [email protected]
Abstract
Indonesia has many active volcanoes, one of which is Mount Kelud. The eruption of Mount Kelud produced a lot of volcanic ash or it can be called pyroclastic material.
This study aims to determine the physical characteristics of the material and also the soil classification, and also to determine changes in shear strength parameters due to the biogrouting process of the material using pseudomonas aeruginosa bacteria. In this study, the biogrouting method was chosen because this method can save costs and is also environmentally friendly because it uses bacteria. From the results of this study the material has a bad gradation with a GS value of 2.706. Samples with bacteria all experienced an increase in the internal shear angle of the samples with Dr 70%.
The 70-10-Ps sample experienced the largest increase in internal shear angle, namely 942.4% when compared to 70-10-tb. Almost all samples with bacteria have decreased cohesion value. The sample with the smallest cohesion value was the 70-10-Ps sample when compared with the 70-10-Tb sample as a control. It can be seen from this study that increasing the shear strength can be proven to be done by the biogrouting method, but many other aspects must also be considered.
Keywords: biogrouting, kelud mountain, pyroclastic material, soil mechanics Abstrak: Indonesia mempunyai banyak gunung berapi yang masih aktif, salah satunya adalah Gunung Kelud. Letusan Gunung Kelud banyak menghasilkan abu vulkanik atau bisa disebut juga material piroklastik. Dalam penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik fisik pada material dan juga klasifikasi tanahnya, dan juga untuk mengetahui perubahan parameter kuat gesernya akibat proses biogrouting pada material dengan menggunakan bakteri pseudomonas aeruginosa. Dalam penelitian ini dipilih metode biogrouting karena metode ini lebih bisa menghemat biaya dan juga ramah lingkungan karena menggunakan bakteri. Dari hasil penelitian ini material tersebut memiliki gradasi buruk dengan nilai GS 2,706. Sampel dengan bakteri semuanya mengalami peningkatan sudut geser dalam pada sampel dengan Dr 70%.
Sampel 70-10-Ps mengalami peningkatan sudut geser dalam terbesar yaitu 942,4%
jika dibandingkan dengan 70-10-tb. Hampir semua sampel dengan bakteri mengalami penurunan nilai kohesi. Sampel dengan nilai kohesi terkecil adalah sampel 70-10-Ps jika dibandingkan dengan sampel 70-10-Tb sebagai kontrol. Dapat diketahui dari
515 penelitian ini bahwa peningkatan kuat geser terbukti dapat dilakukan dengan metode biogrouting tetapi lebih banyak lagi aspek lain yang harus juga dipertimbangkan.
Kata kunci: biogrouting, gunung kelud, material piroklastik, mekanika Tanah
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak gunung berapi [1], Gunung-gunung tersebut banak yang masih aktif dan tidak sedikit juga yang sudah tidak aktif. Gunung berapi yang masih aktif akan mengeluarkan material pasir saat terjadi erupsi. Pasir yang dikeluarkan gunung berapi disebut juga sebagai pasir vulkanik, dimana pasir vulkanik adalah pasir yang sangat baik digunakan sebagai material dari pembangunan atau sebuah konstruksi. Maka dari itu potensi penambangan pasir di daerah gunung berapi sangat tinggi di Indonesia. Salah satu gunung yang banyak menghasilkan material pasir vulkanik dan juga sering terjadi aktifitas penambangan disana adalah Gunung Kelud.
Gunung Kelud merupakan gunung api yang mengalami erupsi pada tanggal 13 Februari 2014 setelah 7 tahun sebelumnya berada dalam kondisi dorman. Kolom letusan yang dihasilkan cukup besar dan meninggalkan endapan material piroklastik pada tubuh gunung api [2]. Permasalahan pada Gunung Kelud adalah seringkali terjadinya longsor. Longsor yang terjadi diakibatkan oleh tiga faktor, yaitu dari ulah manusia, alam, dan kondisi tanah [3]. Faktor dari ulah manusia biasanya manusia melakukan penambangan atau eksploitasi yang berlebihan demi mendapatkan keuntungan sehingga dapat merusak alam, faktor alam bisa terjadi karena hujan sehingga tebing pasir tergerus atau juga bisa disebabkan oleh angin yang sangat kencang, untuk kondisi tanah bisa terjadi karena susunan tanah atau kandungan mineral didalamnya..
Upaya untuk mengurangi resiko terjadinya kelongsoran pada tebing Kali Putih di Gunung Kelud adalah dengan meningkatkan kuat geser dan menurunkan permeabilitas pada tebing pasir. Salah satu topik penelitian yang paling menarik adalah meningkatkan stabilitas tanah dengan menambahkan bakteri penghasil eksopolisakarida ke dalam tanah [4]. Penambahan bakteri ke dalam tanah ini disebut sebagai proses biogrouting. Biogrouting sendiri adalah metode baru untuk perkuatan tanah, yang didasarkan pada pengendapan karbonat yang diinduksi oleh mikroba. Bakteri dan reaktan dibilas melalui tanah, menghasilkan presipitasi kalsium karbonat dan memperkuat tanah [5]. Bakteri yang dicoba dalam penelitian ini adalah bakteri pseudomonas aeruginosa. Bakteri ini diinjeksikan ke dalam tanah, lalu disemprot air secara rutin agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Walaupun aplikasi biogrouting pada skala lapangan masih terbatas, namun karena sifatnya yang ramah lingkungan dan relatif murah maka penggunaan biogrouting dimasa depan dapat menjadi alternatif yang menjanjikan [6]. Untuk mengurangi resiko kelongsoran pada Tebing Kali putih di Gunung Kelud penelitian aplikasi biogrouting pada tanah vulkanis dilakukan.
2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan
A. Wilayah Studi
Gunung Kelud merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif di Indonesia. Terletak di koordinat 7⁰ 56’ LS dan 112⁰ 18,5’ BT dengan ketinggian 1.731 mdpl. Gunung Kelud merupakan batas alam antara Kabupaten Blitar, Kediri dan Malang di Provinsi Jawa Timur. Gunung Kelud tercatat sebagai gunung yang sangat aktif, selama seratus tahun ini sudah tercatat hampir 40 kali letusan yang sudah terjadi dengan jarak yang relatif pendek (8-25 tahun) [7]
516
Gambar 1: Lokasi Gunung Kelud dan Kali Putih B. Bakteri Pseudomonas Aeruginosa
Karakter Pseudomonas aeruginosa
1. Bentuk : Batang
2. Gram : Negatif
3. Aerob/Anaerob : Obligat aerobic
4. Pergerakan : Motil dengan adanya flagella
5. Suhu optimum : 42ºC
6. PH optimum : 5-9
7. Katalase : Positif
Gambar 2: Bakteri Pseudomonas Aeruginosa
517 2.2 Metode
2.2.1 Pengujian Distribusi Butiran (Sieve Test)
Gambar 3: Kurva distribusi ukuran butiran tanah di lokasi sampel titik A
Untuk hasil analisis distribusi butiran sampel tanah di lokasi kelongsoran tebing sungai dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Format Penyajian Data Menggunakan Tabel
Titik lokasi D10 D30 D60 Cu Cc Klasifikasi
Gradasi A 0,1 0,21 0,425 4,25 1,037 Gradasi buruk Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan berdasarkan nilai Cu dan CC yaitu untuk klasifikasi tanah bergradasi (buruk).
2.2.2 Pengujian Berat Jenis Tanah (Specific Gravity)
Tabel 2: Perhitungan rata-rata berat jenis tanah
Labu Ukur Satuan A
Berat Jenis Tanah (Gs) gram/cm3 2,727 2,721 2,724 2,709 2,647
Rata-Rata Berat Jenis gram/cm3 2,706
Dengan rata-rata berat jenis tanah (Gs) sebesar 2,706 maka hasil ini sedikit lebih tinggi dari penelitian yang diteliti sebelumnya oleh [8], [3] dan [9].
518
2.2.3 Pengujian Relative Density (Dr) dan Void Ratio(e)
Tabel 3: Hasil Perhitungan γd dan e Sampel Tanah Dilokasi Kelongsoran Tebing Sungai Kali Putih
Sampel Ws loose
Ws
dense Volume 𝜸dmin 𝜸dmax
Gs emin emax
e (Dr
= 50%)
e (Dr
= 70%) Gram Gram cm3 gr/cm3 gr/cm3
A 688 833 512,9 1,341 1,622 2,727 0,681 1,033 0,857 0,787
2.2.4 Kapasitas Absorpsi
Kapasitas absorpsi (Absorption Capacity, AC); yaitu prosentase jumlah maksimum air dapat terserap atau terabsorpsi pada partikel tanah, dapat dihitung sebagai:
𝑆𝑀 = 𝑊𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡− 𝑊𝑆𝑆𝐷
𝑊𝑆𝑆𝐷 × 100 Pers. 1
Kelembaban permukaan (Surface Moisture, SM); yaitu prosentase jumlah air pada permukaan partikel dan dapat dihitung sebagai:
𝐴𝐶 = 𝑊𝑆𝑆𝐷− 𝑊𝑜𝑑𝑟𝑦
𝑊𝑜𝑑𝑟𝑦 × 100 Pers. 2
Kadar air (Moisture Content, MC) dari partikel tanah, yang secara umum dapat dihitung dengan rumus:
𝑀𝐶 = 𝑊𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡 − 𝑊𝑜𝑑𝑟𝑦 𝑊𝑜𝑑𝑟𝑦
× 100 Pers. 3 Dimana:
Wmoist = berat basah (wet/moist) massa/partikel tanah; Wo.dry = berat kering oven partikel tanah;
WSSD = berat partikel tanah pada kondisi SSD (saturated surface dry)
Pada penelitian ini, untuk menghitung besarnya kapasitas absorpsi sesuai dengan tahapan yang telah diuraikan .
Wcawan = 138 gr
WSSD = berat partikel tanah pada kondisi SSD = 380 gr Wo.dry + Wcawan = 498 gr
Wo.dry = berat kering oven partikel tanah = 360 gr
Maka dapat dihitung kapasitas absorpsi (absorption capacity AC) dengan pers 4 𝐴𝐶 = 𝑊𝑆𝑆𝐷− 𝑊𝑜𝑑𝑟𝑦
𝑊𝑜𝑑𝑟𝑦 × 100 Pers. 4
𝐴𝐶 = 380 − 360
360 × 100 = 5,56% Pers. 5
519 2.2.5 Pembuatan Media Pertumbuhan Sampai Inokulasi Bakteri
2.2.5.1 Tahapan Persiapan Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri 1. Persiapan alat dan bahan seperti
a. Alat pemanas atau kompor b. Labu ukur 10 buah
c. Aluminium foil d. Label nama
e. Induk bakteri Pseodomonas aeruginosa (2 ml) f. MRS broth 50 gram
g. Air mineral murni 1 liter h. Sukrosa 50 gram
2. Campurkan MRS broth dengan air mineral sambal dipanaskan dan diaduk hingga mendidih.
3. Hasil dari campuran dibagi kedalam 10 buah labu ukur yang masing masing berisi 100 ml.
4. Tunggu hingga air campuran dingin.
5. Setelah benar benar dingin masukkan induk bakteri dengan takaran 2 ml tiap tabung ukur menggunakan micropippet.
6. Beri nama tiap labu ukur sesuai jenis bakteri yang dimasukkan.
7. Tutup tabung dengan tutup tabung, lalu lapisi dengan aluminium foil dengan rapat.
8. Tempatkan labu di tempat yang tidak terlalu banyak terkena sinar matahari dan pada suhu ruangan.
Tunggu hingga 3 hari.
Gambar 4: MRS yang dicampur dengan air
Gambar 5: Proses penamaan dan penutupan labu ukur sesuai jenis bakteri Sumber
520
Gambar 6: Perubahan warna cairan pada hari ke-3
2.2.5.2 Inokulasi Bakteri
Proses inokulasi bakteri dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Sampel pasir vulkanik harus sudah melalui proses pengayakan dengan ayakan untuk menentukan distribusi ukuran butiran (fine dan coarse).
2. Sampel tersebut kemudian dioven kurang lebih 1 hari
3. Lalu diamkan sampel yang telah dioven beberapa waktu hingga suhunya menurun. Kemudian bagi menjadi 12 bagian yang akan diinokulasi bakteri berdasarkan ukuran butiran dan kepadatannya.
4. Inokulasi bakteri ke dalam sampel pasir sungai sejumlah 30 ml pada 8 sampel lalu tutup dengan rapat dan biarkan dalam suhu ruangan selama 7-14 hari.
5. Jaga kelembapannya dengan membasahi sampel menggunakan air sukrosa setiap 2 hari sekali.
Gambar 7: Proses inokulasi bakteri kedalam sampel menggunakan micropippet 2.2.6 Uji SEM Dengan Bakteri
Gambar 8: Hasil uji SEM setelah Biogrouting
521 Dari hasil SEM di atas terlihat bahwa semua sampel material piroklastik halus setelah aplikasi biogrouting mengalami proses aglomerasi (agglomeration) atau penggumpalan menjadi padatan yang lebih besar. Dari segi geoteknik, pembentukan struktur tanah yang lebih padat pada material berbutir (granular) yang sangat halus sangat menguntungkan karena dapat menambah kestabilan dan kuat gesernya.
Penelitian ini menggunakan aplikasi Biogrouting dengan bantuan mikroorganisme. Biogrouting adalah proses meninjeksi bakteri ke dalam tanah yang bertujuan untuk meningkatkan kuat geser tanah.
Biogrouting dibagi menjadi 2 (dua) yaitu biocementationdan bioclogging. Biocementation bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan yang dimiliki suatu tanah dan batuan sedangkan bioclogging bertujuan untuk menyumbat ruang pori tanah[10].
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Pengaruh Kadar Air dan Gradasi Terhadap Sudut Geser Dalam Tanah Vulkanik Akibat Biogrouting
Gambar 9: Grafik Pengaruh Kadar Air dan Gradasi Terhadap Sudut Geser Dalam Tanah Vulkanik Akibat Biogrouting
Dapat dilihat pada gambar 9 bahwa pada proses biogrouting yang telah dilakukan terhadap material pasir vulkanik yang diambil dari longsoran tebing Kali putih mengalami peningkatan sudut geser dalam pada Dr 70% jika dilakukan perbandingan gradasi dengan Dr 50%. Pada kondisi kering tanpa bakteri mengalami penurunan sebesar 81,7%, pada kondisi kadar air 5% dengan bakteri mengalami peningkatan 60,9%, dan pada kondisi kadar air 10% dengan bakteri mengalami peningkatan sebesar 29,2%.
Jika dilakukan perbandingan tentang pengaruh kadar airnya dapat dilihat jika sampel kering tanpa bakteri dengan sampel kadar air 5% dengan bakteri mengalami penurunan sebesar 28,7% pada Dr 50%, dan mengalami peningkatan pada Dr 70% sebesar 84%. Lalu perbandingan pada sampel kering tanpa bakteri dengan sampel kadar air 10% mengalami kenaikan sudut gesernya sebesar 48,1% pada Dr 50%, dan mengalami kenaikan sebesar 4,2% pada Dr 70%. Dan perbandingan sampel antara kadar air 5%
dan 10% mengalami kenaikan sebesar 107,8% pada Dr 50% dan mengalami kenaikan juga sebesar 66,8% pada sampel dengan Dr 70%. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat jika sampel yang menggunakan bakteri dengan variasi Dr70% mempunyai nilai sudut geser dalam yang paling tinggi dari semua sampel. Jika dilihat dari hal diatas maka dapat dibuktikan bahwa inokulasi bakteri pada material dapat mempengaruhi besaran nilai sudut geser.
522
3.2 Pengaruh Kadar Air dan Gradasi Terhadap Harga Kohesi Tanah Vulkanik Akibat Biogrouting
Gambar 10: Grafik pengaruh kadar air dan gradasi terhadap harga kohesi tanah vulkanik akibat biogrouting
Dapat dilihat bahwa proses biogrouting yang telah dilakukan terhadap material vulkanik yang diambil dari longsoran tebing Kali Putih mengalami peningkatan sudut geser dalam untuk jenis gradasi Jika dilihat pada gambar 4 bahwa terjadi perubahan nilai kohesi pada sampel pasir vulkanik yang diambil dari longsoran tebing Kali Putih setelah dilakukan proses biogrouting terhadap sampel tersebut.
Pada sampel kering tanpa bakteri terjadi peningkatan nilai kohesi sebesar 442,9% antara Dr 50% dan Dr 70%, pada sampel dengan kadar air 5% dengan bakteri terjadi kenaikan nilai kohesi sebesar 190,7%
antara Dr 50% dan 70%, dan pada sampel dengan kadar air 10% dengan bakteri terdapat penurunan sebesar 75% antara Dr 50% dan 70%.
Apabila dilakukan perbandingan tentang pengaruh kadar air pada aplikasi biogrouting terhadap nilai kohesinya maka bisa dilihat pada perbandingan antara sampel kering tanpa bakteri dengan sampel yang dimodelkan kadar airnya sebesar 5% terdapat peningkatan nilai kohesi sebesar 53,6% pada sampel dengan Dr 50%,dan terjadi penurunan sebesar 17,8% pada sampel dengan Dr 70%. Lalu perbandingan antara sampel kering tanpa bakteri dengan sampel kadar air 10% dengan bakteri mengalami penurunan sebesar 42,9% pada Dr 50% dan pada sampel dengan Dr 70% mengalami penurunan sebesar 97,4%.
Dan perbandingan pada sampel kadar air 5% dengan kadar air 10% mengalami penurunan sebesar 62,8% pada Dr 50% dan mengalami penurunan sebesar 97,4 % pada sampel dengan Dr 70%. Dapat dilihat jika sampel yang mempunyai kohesi tertinggi adalah sampel kering dengan bakteri dengan variasi Dr 70%. Jika dilihat dari hal diatas maka dapat dibuktikan bahwa inokulasi bakteri pada material dapat mempengaruhi besaran nilai kohesi.
523 4. Kesimpulan
Sampel tanah dengan bakteri semuanya mengalami pengingkatan sudut geser dalam pada sampel dengan variasi Dr 70%, tetapi pada Dr 50% tidak semua mengalami peningkatan sudut geser dalam.
Sampel 70-10-Ps mengalami peningkatan sudut geser dalam terbesar yaitu sebesar 942,4% jika dibandingkan dengan sampel 70-10-tb sebagai kontrol.
Dapat disimpulkan jika bakteri pseudomonas aeruginosa berpengaruh cukup baik terhadap perubahan karakteristik kuat geser karena terbukti dapat meningkatkan parameter kuat geser yaitu peningkatan sudur geser dalamnya. Untuk dapat diaplikasikan di lapangan banyak faktor lain yang harus diteliti lagi.
Daftar Pustaka
[1] Yuarsa, T. A. (2019). Pengaruh Debu Vulkanik Pada Erupsi Gunung Berapi Diy Terhadap Kesehatan Paru. Jurnalis: Jurnal Lingkungan dan Sipil, 2(1), 51-64.
[2] Rijal, S. S. (2020). Identifikasi Material Piroklastik Pasca Erupsi Gunung Kelud Menggunakan Citra Hyperspektral. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, 17.
[3] IG. Sudewo., Evaluasi Karakteristik Kuat Geser Material Tebing Sungai Di Lokasi
[4] E. Yuliani., Effectivity of Decreasing Permeability and Increasing Shear Strength of Sandy Soil using Exopolysaccharide Biopolimer. Geomate, vol. 17, no. 64, pp. 224-229, 2019
[5] Van Wijngaarden, W. K., Vermolen, F. J., Van Meurs, G. A. M., & Vuik, C. (2011). Modelling biogrout: a new ground improvement method based on microbial-induced carbonate precipitation. Transport in porous media, 87(2), 397-420.
[6] Ivanov dan Chu. J., Applications of Microorganism to Geotechinal Enggineering for Bioclogging and Biocementation of Soil in situ. Singapura: Nanyang Technological University, 2008.
[7] Sulaksana, N.,Sukiyah, E., Sudradjat, A., dan S. Yafri, I., The Crater Configuration of Kelud Volcano. International Journal, vol. 3, no. 3, p. 419-422, 2014.
[8] Latif, D. O., Rifa’i, A., & Suryolelono, K. B. (2016). Chemical characteristics of volcanic ash in Indonesia for soil stabilization: Morphology and mineral content. International Journal of Geomate
[9] Aristantha, Fatan. 2017. Identifikasi Karakteristik Fisik dan Mineralogi Material Piroklastik Hasil Erupsi Gunung Kelud di Sungai Kali Sambong Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang sebagai Alternatif Material Timbunan. Malang: Universitas Brawijaya.
Malang: Universitas Brawijaya.
[10] Volodymyr, Ivanov, and Jian Chu., I., Applications of microorganisms to geotechnical engineering for bioclogging and biocementation of soil in situ. Rev. Environ. Sci. Biotechnol, 2008.