• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tata Artistik

Menurut LoBrutto (2002), tata artistik adalah seni visual yang digunakan untuk bercerita ke dalam medium film. Tampilan dan gaya dalam film dirancang berdasarkan imajinasi dan cerita dalam naskah. Tata artistik mencakup banyak elemen visual yang terdiri atas desain set, dekorasi, lokasi, dan properti. Tata artistik dirancang oleh production designer yang merupakan kepala bagian dari departemen artistik. Production designer bertanggung jawab untuk menafsirkan naskah dan visi dari sutradara ke dalam ruang dan waktu dalam film serta bertanggung jawab dalam mengatur keseluruhan tampilan sebuah film, termasuk keputusan pemilihan gaya desain, konstruksi, pemilihan lokasi, dan mengatur dekorasi. Dalam proses ini seorang production designer berkolaborasi bersama sutradara, dan sinematografer untuk mewujudkan tampilan dan suasana pada film. Dalam menerjemahkan naskah, production designer menggunakan unsur simbolik, tata warna, gaya arsitektur, dan periode berdasarkan naskah. Production designer juga berkoordinasi dengan desainer kostum dan makeup artist dalam mewujudkan elemen-elemen visual dalam film (hlm.1-2).

Menurut Whitlock (2010) untuk mencapai tugas sebagai production designer, seorang production designer harus membaca keseluruhan naskah dan merumuskannya ke dalam bentuk konsep. Lalu, production designer melakukan pemilihan periode, lokasi, ruang, tekstur, gaya, dan tata warna. Dalam proses ini,

(2)

6 sutradara, desainer kostum, makeup artist, dan sinematografer merumuskan hasil visual sebuah film. Rizzo (2015) menambahkan, production designer menciptakan ruang yang mendefinisikan tokoh yang digunakan untuk menyampaikan cerita dalam film. Membuat dunia dalam film tersebut tampak nyata dan dipercaya penonton sesuai tuntutan cerita. Dalam merealisasikan konsep production designer dibantu oleh beberapa departemen artistik yaitu, props master, set decorator, props buyer, set construction, dan lain-lain. Adapun susunan hierarki departemen artistik yang bisa dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Hierarki Departemen Artistik

(3)

7 2.2. Mise-en-Scene

Menurut Brodwell dan Thompson (2010), mise-en-scene berasal dari Bahasa Perancis yang berarti “memasukan adegan”. Mise-en-scene muncul dari hasil kolaborasi dari seni teater yang melibatkan tata cahaya, tata kostum, tata rias, tata artistik/setting, hingga pertunjukannya sendiri. Dalam film, mise-en-scene dibentuk sebagai tampilan yang nyata atau realis dengan memberikan tampilan yang otentik atau membiarkan aktor berakting sealami mungkin. Namun, berdasarkan sejarah film, mise-en-scene secara sengaja dirancang agar menarik perhatian penonton dalam menikmati sebuah fantasi dan imajinasi dalam film. Walaupun bersifat imajinatif atau fantasi, mise-en-scene harus berkesan natural dan nyata (hlm.17).

Menurut Gibbs (2002), dalam studi film mise-en-scene digunakan sebagai bahan diskusi gaya visual. Mise-en-scene meliputi lighting, kostum, setting, dan aktor. Mise-en-scene juga digambarkan atas segala keputusan-keputusan yang di tata dalam frame, termasuk pergerakan kamera, pemilihan lensa, serta pemilihan warna dan material. Mise-en-scene bukan hanya mewakili hubungan tokoh dengan segala sesuatu yang ditata dalam frame melainkan dapat berhubungan pada pandangan penonton (hlm.5). Salah satu komponen pendukung mise-en-scene adalah setting. Menurut Andrews (2014), setting merupakan penempatan ruang naratif yang dibuat berdasarkan atas konsep dari film itu sendiri. Setting adalah salah satu elemen dari mise-en-scene yang menunjukan tempat kejadian yang terjadi pada film. Dalam cerita/film fiksi setting sangat berpengaruh dan mendominasi (hlm.36).

(4)

8 2.3. Set

Set dibuat berdasarkan setting dalam sebuah naskah. Dalam merancang elemen visual pada penataan artistik, set merupakan salah satu elemen penting dalam penyampaian ruang dan waktu dalam film. Menurut Gibbs (2002), ruang adalah sebuah elemen ekspresif sehingga suasana dalam sebuah ruang dapat menjadi bagian yang penting dalam proses perancangan visual dalam pembuatan film. Sehingga, suasana pada sebuah ruang bukan hanya merancang set yang indah, melainkan menciptakan lingkungan yang dapat bercerita (hlm.12).

Menurut Shorter (2012), ruang adalah sebuah area yang bebas dan mempunyai makna yang spesifik dengan adanya objek serta elemen-elemen lainnya. Sehingga, sebuah ruang tanpa objek atau elemen-elemen lainnya menjadikan ruang tersebut tidak memiliki makna dan ambigu. Oleh sebab itu, suatu ruang ruang dapat memberikan makna dan identitas tertentu karena adanya perancangan suasana dari objek-objek/dekorasi ruang yang memiliki fungsinya masing-masing (hlm.28). LoBrutto menambahkan (2002), Dekorasi ruang harus mencerminkan periode, gaya desain, karakter, dan naskah (hlm.45). Dekorasi set juga dipengaruhi oleh keputusan estetika yang dibuat oleh production designer, sutradara dan sinematografer. Menurut Fischer (2015), untuk merancang sebuah set dibutuhkan dekorasi set yang mendukung visualisasi yang telah dirancang. Dekorasi set memiliki fungsi metafora maupun naratif sebagai kebutuhan cerita itu sendiri (hlm. 18-19).

(5)

9 2.4. Setting dan Penguatan Karakter

Menurut Bordwell dan Thompson (2010), setting adalah media dalam bercerita yang didalamnya terdapat karakter dan cerita dengan tujuan untuk membantu keperluan naratif. Menurut LoBrutto (2002), tokoh dalam film dapat digambarkan dalam konteks ruang dan waktu di mana mereka berada. Ruang dapat mengekspresikan kekuatan, penindasan, ketakutan, kegembiraan, paranoia, atmosfer, dan berbagai emosi berdasarkan hubungan antar tokoh dan lingkungan tokoh pada film (hlm.99).

2.5. Properti

Menurut Rizzo (2015), Setiap elemen visual harus mendukung, melengkapi dan mengembangkan penceritaan. Detil yang sempurna menjadi kunci keutuhan sebuah desain dalam penceritaan. Fischer (2015) menambahkan, properti adalah elemen dari dekorasi set yang berperan sebagai aksi atau penggerak sebuah film. Pemilihan gaya furniture, warna, bahan, pola, bentuk dan tekstur setiap properti yang dipakai adalah elemen yang banyak dipakai dalam menyampaikan cerita dalam film. Detil properti kadang menjadi simbol untuk menyambung rasa tanpa perlu berbicara banyak (hlm.34). Selain itu Strawn (2013) berpendapat, properti adalah alat peraga yang digunakan aktor untuk keperluan arsitektur dalam mendefinisikan tokoh. Sedangkan menurut Hart (2013), properti merupakan alat peraga yang digunakan aktor dalam sebuah adegan. Dalam film, terdapat sebuah daftar properti yang digunakan di setiap scene. Kemudian daftar properti biasanya diberikan kepada props master, set decorator, dan set designer. Terkadang properti menjadi elemen yang problematik antara elemen apa saja yang menjadi tanggung jawab departemen

(6)

10 properti dan departemen set. Sehingga dibutuhkan diskusi antara setiap anggota departemen untuk menentukan pertanggung jawaban seluruh elemen properti yang digunakan dalam produksi (hlm.8). Menurut Hart (2017), properti terbagi atas beberapa bagian, antara lain:

2.5.1. Personal Props

Menurut Hart (2017), personal props adalah properti yang biasanya sangat melekat atau disimpan oleh tokoh dalam film. Personal props biasanya tidak memberikan makna kepada film, tetapi memiliki pengaruh yang kuat untuk menunjukan tokoh tertentu (hlm.3).

2.5.2. Hand Props

Menurut Hart (2017), hand props adalah alat peraga tangan yang dipegang oleh tokoh. Biasanya, hand props juga disebut action props. Hand props bukan hanya properti yang dipegang atau digunakan tokoh. Hand props biasanya sering disebutkan dalam naskah seperti buku, radio dan piring juga termasuk dalam kategori hand props. Pada umumnya, hand props digunakan tokoh dalam menjalankan cerita (hlm. 2). Dalam film hand props dibagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain:

1. Hero Props

Hero Props adalah properti yang umumnya akan direkam secara detil untuk kebutuhan shots close-up. Hero props sering digunakan sebagai properti utama yang digunakan pada film.

(7)

11 2. Background Props

Background props adalah properti yang umumnya digunakan untuk menjadi latar sebuah adegan untuk menjadi kebutuhan pendukung dari hero props.

3. Stunt Props

Stunt props merupakan elemen properti yang biasanya digunakan untuk adegan action yang membutuhkan keamanan khusus.

2.5.3. Set Props

Menurut Hart (2017), set props adalah properti yang digunakan dan diletakan berdasarkan keperluan set. Segala dekorasi yang mendukung set adalah bagian dari set props, seperti karpet, gorden, gambar dinding dan berbagai benda yang terdapat di lantai, dinding, langit-langit juga termasuk dalam set props. Properti buatan yang menyerupai furniture/barang aslinya dapat disebut sebagai set props juga (hlm.3). Hart (2017) menambahkan, biasanya desainer produksi/penata artistik menggunakan set props sebagai metafora untuk menggambarkan tokoh. Pada umumnya, set props diletakan bersama dengan hand props sesuai perancangan set decorator, yang bertugas menciptakan dekorasi pada set. (hlm.4).

2.5.4. Gaya Ruang

Menurut Sari (2010), ruang terbentuk atas tiga elemen yaitu elemen pelingkup, furnitur, dan aksesori. Elemen pelingkup sendiri terdiri atas dinding, lantai, dan langit-langit. Furniture adalah elemen perabot lepas yang mengisi pelingkup ruang tersebut. Aksesori dapat memberikan estetika baik secara dekoratif maupun

(8)

12 fungsional. Ketiga elemen ini dapat menentukan tampilan dan gaya ruang. Gaya dapat disebut sebagai turunan atau ide yang lebih spesifik dari tema. Tema adalah ide yang lebih luas yang mendasari tampilan visual. Misalnya, tema klasik yang lahir dari tema klasik romawi. Saat ini gaya ruang berkembang dalam berbagai variasi. Sari (2010) sendiri membagi gaya ruang atas, waktu (periode), kebudayaan setempat (regional), dan gaya hidup. Menurut LoBrutto (2002), dalam merancang ruang secara visual ada banyak elemen yang mengidentifikasikan periode yang menceritakan kisah tersebut. Elemen-elemen pada ruang dipengaruhi oleh beberapa faktor berdasarkan kehidupan masyarakat, pergerakan seni, perilaku karakter, ekonomi, politik, agama dan adat istiadat sosial (hlm. 17-18).

2.6. Retro

Menurut Bingham, dan Waeving (2005), aliran Retro dipengaruhi oleh pergerakan moderenisme yang muncul pertama kali pada tahun 1920-an. Gaya modernisme berkembang menjadi Postmodernisme pada tahun 1970-an hingga berkembang sampai tahun 1990-an. (hlm. 13). Menurut Havier (2012), Retro sendiri mempunyai arti sebagai budaya, tren , gaya dan mode “tua” yang berasal dari zaman postmodernisme karena pada zaman itu retro sangat berkembang pesat (hlm.6). Menurut Sorrell (2012), gaya Retro sangat melekat pada hidup manusia karena manusia tidak luput dari nostalgia tentang masa lalu. Mengambil inspirasi masa lalu merupakan pendekatan yang baik dalam mendekorasi ruang pada gaya retro (hlm.8). Menurut Guffey (2006), Retro dapat menciptakan keterikatan emosional antara manusia dan lingkungannya. Retro dapat melekat dengan manusia karena

(9)

13 adanya rasa, dan ingatan kita tentang sejarah waktu dan ruang di masa lampau (hlm.14).

Gambar 2.2. Furnitur Gaya Retro

(sumber: Havier, 2012)

Menurut Havier (2012), bentuk furnitur retro yang terlihat dinamis, bentuk utama furnitur retro adalah adanya bentuk lengkung/curvy. Dengan karakter seperti itu membuat furnitur retro terlihat dinamis. Warna yang solid dan less vibrant. Warna merupakan salah satu karakter furnitur retro yang dapat diidentifikasi dengan mudah. Warna solid sering menjadi karakter furnitur retro, diantaranya berupa warna-warna alam ataupun warna pop seperti merah, kuning, hijau, citrus dan biru. Campuran motif adalah salah satu ciri khas furnitur retro, khususnya eksplorasi terhadap material. Seperti pencampuran beberapa material yang digabungkan ke dalam ruangan (hlm. 12)..

(10)

14

Gambar 2.3. Penerapan Warna Solid pada Gaya Retro

(sumber: Havier, 2012)

Menurut Havier (2012), Material kayu solid merupakan salah satu elemen dari gaya retro. Sejak dahulu kayu sudah menjadi bahan utama dalam mendesain ruang maupun furnitur. Gaya furnitur retro sendiri biasanya menggunakan elemen kayu, baik di-bending, di-press, atau sekedar di-finishing natural. Selain itu elemen dekoratif gaya retro bisa dilihat dari profil permukaan furnitur dengan menggunakan motif diamond, persegi empat, kotak atau bulat (hlm 16-17).

(11)

15

Gambar 2.4. Profil Permukaan Furnitur pada Gaya Retro

(sumber: Havier, 2012)

Menurut Clifton-Mogg (2016), Prints dan motif pop art menjadi salah satu karakter dalam desain gaya retro (hlm.21). Havier (2012) menambahkan, gaya yang disebut retro-art merupakan bagian dari pop art yang berkembang di pertengahan abad 20 karena terjadi peningkatan kebutuhan grafis yang lebih eye-catching, simpel dan mudah diproduksi (hlm.7). Pada tahun 1970-an memang dikenal sebagai masanya seniman pop art. Menurut Sari (2010), Gaya pop art dapat diaplikasikan dalam ruang bergaya modern dengan mengekspos material. Cat dinding, lantai dan langit-langit biasa berwarna terang. Hiasan dinding dengan poster besar atau lukisan pop. Pemilihan furnitur bergaya pop art biasanya terlihat aneh dan tidak biasa seperti sofa yang berbentuk bibir, lampu unik atau bahkan aksesori lain yang memilih ciri warna dan bentuk pop art (hlm. 36-37). Menurut Senojati (2018), gaya pop art biasanya menunjukan sesuatu hal yang ironi dan satire yang disampaikan ke dalam bentuk parodi/komedi dan menggunakan warna-warna cerah dan vibrant. Menurut Mollica (2018), golongan warna yang cerah, tegas dan kontras biasanya

(12)

16 disebut warna vibrant atau warna-warna yang berani. Kesan yang dapat ditimbulkan pada warna vibrant adalah kesan yang modern (masa kini), kontemporer, menciptakan kesan dramatis. Warna vibrant juga diyakini mampu memberikan perasaan bebas, membangkitkan semangat sehingga cocok untuk orang-orang yang berjiwa muda dan berani mengekspresikan diri. Warna vibrant sendiri terdiri atas warna-warna primer seperti merah cerah, kuning, biru menyala, biru gelap pekat (hlm. 24). Sari (2010) menambahkan, seni pop art mengusung penggunaan warna-warna yang berani dengan ide-ide yang mencolok dan tidak biasa. Inspirasi lukisan yang meminimalkan detil (seperti di posterisasi), macam-macam komik, dan menggunakan ikon lainnya yang menandakan pesatnya perkembangan budaya pop anak muda yang bergejolak dan penuh ekspresif (hlm.8).

Gambar 2.5. Barang Ikonik di Masa Lalu

(sumber: Havier, 2012)

Menurut Havier (2012), Gaya retro sendiri merupakan gaya yang ikonik di zaman dahulu. Namun, tidak menutup kemungkinan gaya yang dianggap tren di zaman itu bisa dianggap retro pada masa akan datang (hlm.6). Sehingga,

(13)

barang-17 barang, motif, ataupun tren yang ikonik pada masa lalu bisa menjadi sebuah ikon retro di masa kini seperti Gambar 2.6.

2.7. Film dan Arsitektur

Menurut LoBrutto (2002), tata artistik adalah sebuah kolaborasi atas tiga bentuk seni yang berbeda, yaitu seni dekorasi (desain interior/eksterior), teater, dan arsitektur. Seutuhnya kedua bentuk seni di atas sangat mempengaruhi tata artistik dalam film. Namun, arsitektur merupakan bentuk seni yang paling berpengaruh secara signifikan pada desain produksi dalam film. Sejarahnya, pada abad ke-20 film lahir sebagai revolusi artistik yang dipengaruhi oleh arsitektur modern. Gaya arsitektur seutuhnya menggambarkan eksterior dan interior set dalam film serta seluruh elemen visual yang mampu berpengaruh pada karakter (hlm. 93). LoBrutto (2002) menambahkan, pendekatan arsitektur yang diaplikasikan dalam film biasanya terlihat dari konstruksi, pemilihan bahan, tekstur dan tata warna (hlm.12).

2.7.1. Konstruksi

Menurut LoBrutto (2002), konstruksi dibagun atas ide-ide desain set pada film yang ingin dibangun untuk kebutuhan produksi. Gambaran konsep konstruksi sebuah set dirancang berdasarkan ruang/lokasi, skala, ukuran serta desain arsitektur. Tahapan kerja dalam film, production designer membuat sebuah gambaran konsep yang telah disepakati oleh sutradara dan produser. Setelah itu, biasanya gambaran konsep dieksekusi oleh set construction/set builder.

(14)

18 2.7.2. Material

Menurut LoBrutto (2002), material sangat berpengaruh pada penceritaan dalam menunjukan periode, kelas sosial atau gaya desain tertentu. Menurut Gagg (2011), penggunaan material dalam interior dan arsitektur dapat memberikan kesan tentang citra dan identitas ruang, perasaan ketika berada dalam ruang serta menekankan suasana pada ruang.

2.7.3. Tekstur

Menurut Ahern (2013), dalam segi arsitektur dan desain interior permainan tekstur dapat dibentuk melalui permukaan furnitur yang kasar atau halus, permainan cahaya dalam ruang, pemilihan motif/pola pada dinding atau lantai, dan pencampuran kain pada bantal sofa, gorden, atau taplak. Pengaruh tekstur pada ruangan dapat memberikan kesan yang berbeda-beda. Menurut LoBrutto (2002), dalam film penggunaan tekstur sangat dalam penceritaan tekstur dapat memberikan penjelasan tentang waktu, atau mencerminkan lingkungan tokoh. Pada film tekstur dapat dilihat dari permukaan sebuah properti, warna tanah, serta tekstur dalam bahan bangunan, kain atau perabotan.

2.7.4. Tata Warna

Menurut LoBrutto (2002), warna memberikan banyak fungsi dalam tata artistik. Skema warna dalam film dapat mengkomunikasikan waktu dan tempat, mendefinisikan tokoh, membangun emosi, suasana dan psikologis. Warna dapat menjadi simbol intrinsik pada desain dalam suatu set, lokasi atau lingkungan tokoh. Penata artistik biasanya menciptakan skema warna untuk sebuah produksi film. Rentang pilihan skema warna yang dipilih dapat mengekspresikan dan

(15)

19 mendefinisikan cerita pada film (hlm.77). Persepsi pribadi tentang warna seutuhnya bersifat subjektif. Setiap orang memiliki reaksi emosional yang berbeda-beda terhadap warna tertentu. Warna juga dapat diartikan berbeda-beda dalam berbagai masyarakat dan kebudayaan. Menurut Swasty (2010) pada arsitektur interior warna juga memiliki efek-efek psikologis. Warna dapat mempengaruhi pikiran, emosi, tubuh dan keseimbangan (hlm.43). Swasty (2010) menambahkan, warna bangunan arsitektur dan interior dari zaman dulu hingga zaman modern memiliki perbedaan warna sebagai hasil perwujudan kebudayaan zamannya masing-masing (hlm.57).

Gambar 2.6. Perbandingan Warna Vibrant dan Less Vibrant

(16)

20 Salah satu contoh yang telah disebutkan sebelumnya pada penggunaan tata warna gaya Pop Art adalah penggunaan warna vibrant. Menurut Mollica (2018), warna vibrant didominasi warna-warna primer yaitu, merah kuning dan biru. Salah satu hal yang mudah untuk menunjukan warna primer adalah menggunakan color wheel (Gambar 2.4). Mollica (2018) menambahkan, warna selain warna primer (warna sekunder) dapat dicampurkan dengan warna-warna primer. Perbandingan tata warna yang berbeda antara gaya pop art dengan gaya Retro adalah penggunaan warna pada aliran retro jauh lebih solid dan less vibrant sedangkan pada aliran pop art jauh lebih vibrant seperti pada Gambar 2.6.

Gambar

Gambar 2.1. Hierarki Departemen Artistik  (sumber: Rizzo, 2005)
Gambar 2.2. Furnitur Gaya Retro  (sumber: Havier, 2012)
Gambar 2.5. Barang Ikonik di Masa Lalu  (sumber: Havier, 2012)
Gambar 2.6. Perbandingan Warna Vibrant dan Less Vibrant  (sumber: Mollica, 2018)

Referensi

Dokumen terkait

Jenis desain yang diciptakan secara spesifik tampilan visual maupun pesan verbal yang ingin disampaikan, dengan tujuan untuk mengenalkan, mempromosikan, dan

Pemutus daya ini dirancang untuk mengatasi kelemahan pada pemutus daya minyak, yaitu dengan membuat medium pemadam kontak dari bahan yang tidak mudah terbakar

Dalam seni visual, ada dua kategori tekstur yaitu taktil dan visual. Tekstur taktil memiliki kualitas sentuhan yang sebenarnya dan dapat disentuh dan dirasakan secara fisik

Stephen Few (4) menggunakan istilah information dashboard, yang didefinisikan sebagai tampilan visual dari informasi penting, yang diperlukan untuk mencapai satu atau beberapa

Pada istilah lain film pun tidak lagi sebagai media penyimpanan bentuk karya audio visual namun lebih diartikan sebagai suatu genre seni cerita berbasis audio visual

penahan gaya gempa yang terrdiri dari hanya rangka momen pada struktur yang dirancang untuk kategori desain seismek D, E, atau F, simoangan antar lantai tingkat desain

Di sini, gaya rambut yang merupakan butir fashion menjadi medium atau saluran yang dipergunakan seseorang untuk mengkomunikasikan pesan pada orang lain.. Kebanyakan

Desain dilakukan dengan bahasa pemrograman Visual Basic 2008 untuk tampilan Node, Jalur dan Jarak diinput secara manual dan Aplikasi ini berhasil menemukan rute terpendek antar lokasi