PENELITIAN PEMANFAATAN ABU BATUBARA PLTU UNTUK PENIMBUNAN PADA PRA REKLAMASI TAMBANG
BATUBARA
Oleh :
Ali Rahmat Kurniawan Djoni Djunaidi Adenan
Siti Rafiah Untung Nia Rosnia Hadijah
Marsen Alimano Dkk
PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
2010
PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA PROGRAM PENERAPAN TEKNOLOGI PENAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211 Telpon : (022)6030483–5 Faksimili : (022)6003373 e-mail : info@tekmira.esdm.go.id
http://www.tekmira.esdm.go.id
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan
Pada Pra Reklamasi Tambang Batubara i
KATA PENGANTAR
Batubara yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit PLTU di Indonesia saat ini sebesar 20.999.521,15 ton per tahun. Abu hasil pembakaran batubara sebanyak 2.000.000 ton abu batubara per tahun (8 - 10%), dan akan semakin besar pada tahun tahun yang akan datang. Jumlah abu batubara yang sangat besar dan apabila tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan masalah lingkungan yang serius dan memerlukan tempat penampungan khusus yang sangat luas.
Berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999 Jo PP No. 18 Tahun 1999, abu batubara dikategorikan sebagai limbah B3 dari sumber yang spesifik. Namun pada PP tersebut terdapat celah yang memungkinkan untuk merevisi status abu batubara tersebut.
Pasal 8 Ayat 2 peraturan tersebut menyebutkan bahwa Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam Lampiran I, Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini dapat dikeluarkan dari daftar tersebut oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa limbah tersebut bukan limbah B3 berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis, lembaga penelitian terkait dan penghasil limbah.
Terkait hal tersebut, Puslitbang tekMIRA melakukan penelitian pemanfaatan abu batubara PLTU untuk penimbunan pada kegiatan pra reklamasi tambang batubara Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan untuk diskusi dalam usaha mengeluarkan status abu batubara sebagai limbah B3.
Kepada semua pihak yang telah membantu kegiatan ini, baik secara langsung maupun tidak lansung, kami sampaikan terimakasih, Semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat baik di bidang penelitian maupun dalam industri pertambangan batubara pada umumnya.
Bandung, Desember 2010
Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara,
Ir. Hadi Nursarya, M.Sc.
NIP. 19540306 197803 1 001
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan
Pada Pra Reklamasi Tambang Batubara ii
Sari
Penggunaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit PLTU di Indonesia sebesar 20.999.521,15 ton per tahun yang mampu menghasilkan listik dengan kapasitas terpasang sebesar 5.095 MW (15%) dari total 32.244 MW kapasitas tenaga listrik nasional (Statistik Ketenagalistrikan Dan Energi Tahun, 2008). Jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan adanya proyek nasional pembangunan PLTU berbahan bakar batubara 10.000 MW. Proses pembangkitan PLTU berbahan bakar batubara (selanjutnya disebut sebagai PLTU) menghasilkan abu hasil pembakaran batubara sebanyak 8 - 10%. Dengan demikian volume abu batubara (selanjutnya disebut sebagai abu batubara), yang terdiri atas abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash), yang dihasilkan PLTU akan mencapai 2.000.000 ton abu batubara per tahun. Jumlah abu batubara yang sangat besar dan apabila tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan masalah lingkungan yang serius dan memerlukan tempat penampungan yang sangat luas.
Berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999 Jo PP No. 18 Tahun 1999, abu batubara dikategorikan sebagai limbah B3 dari sumber yang spesifik. Namun pada PP tersebut terdapat celah yang memungkinkan untuk merevisi status abu batubara tersebut. Pasal 8 Ayat 2 peraturan tersebut menyebutkan bahwa Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam Lampiran I, Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini dapat dikeluarkan dari daftar tersebut oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa limbah tersebut bukan limbah B3 berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis, lembaga penelitian terkait dan penghasil limbah.
Terkait hal tersebut, Puslitbang tekMIRA melakukan penelitian pemanfaatan abu batubara PLTU untuk penimbunan pada kegiatan reklamasi tambang yang hasilnya :
Pada uji TCLP abu batubara PLTU Bukit Asam bukan merupakan limbah B3 karena konsentrasi logam berat masih dibawah ambang batas baik oleh PP No. 85 Tahun 1999 maupun US EPA.
Pada uji LD 50 96 jam diketahui abu batubara PLTU Bukit Asam masuk dalam kriteria relatif tidak berbahaya (relatively harmless). Setelah melalui uji hayati, abu batubara masuk dalam kriteria toksisitas tidak beracun (non toxic) bagi hewan uji air tawar yaitu ikan mas (Cyprinus carpio Linn.). Hal ini ditunjukkan dengan nilai LC50 96 jam berada >100.000 ppm
Pengujian hayati yang dilakukan dengan menggunakan tanaman caisin dan Centrosema pubescens diketahui abu batubara pada awal masa tanam masih memberikan dampak yang sedikit menghambat pertumbuhan tanaman. Setelah penanaman sampai dengan tahap III abu batubara memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan caisin. Untuk tanaman Centrosema pubescens diduga abu batubara berpengaruh positif terhadap pertumbuhan setelah lebih dari satu kali masa tanam. Pada tanaman trembesi abu batubara telah memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan. Jumlah konsentrasi logam berat pada jaringan tanaman caisin penanaman tahap (I, II dan III) dan Centrosema pubescens masih standar masih berada batas normal. Jumlah volume penambahan abu batubara yang optimum sebagi material penimbun untuk pertumbuhan tanaman sebesar 10 – 12.5 % volume. Pengujian radionuklida terhadap abu batubara PLTU Bukit Asam menunjukkan dosis radiasi abu batubara masih aman (dibawah nilai ambang dosis 1 mSv/tahun)
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian maka di sarankan :
Dari hasil uji hayati di laboratorium perlu dilakukan pengujian skala lapangan dengan penambahan pengamatan pelindian logam berat abu batu bara pada aliran badan air.
Pemanfaatan abu batubara sebagai material penimbun pada lahan bekas tambang akan optimal pada tanaman keras.
Abu batubara yang masih dalam status limbah B3 telah menjadi masalah di PLTU dan berpotensi menghambat supply energi yang berasal dari PLTU. Oleh karenanya stake holder terkait abu batubara diharapkan agar duduk bersama untuk kembali membahas status abu batubara berdasarkan data ilmiah yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan bukan hanya berdasarkan data sekunder saja.
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan
Pada Pra Reklamasi Tambang Batubara iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA ENGANTAR ... i
SARI ... ii
DAFTAR ISI ...
iii
DAFTAR TABEL ...
v
DAFTAR GAMBAR ... vii 1. PENDAHULUAN ... 1-1
1.1. Latar Belakang ... 1-1 1.2. Ruang Lingkup Kegiatan ... 1-2 1.3. Maksud dan Tujuan ... 1-3 1.3.1. Maksud ... 1-3 1.3.2. Tujuan ... 1-3 1.4. Sasaran Kegiatan ... 1-3 1.5. Lokasi Kegiatan Lapangan ... 1-3
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 2-12.1. Deskripsi Abu Batubara ... 2-1 2.1.1. Deskripsi Abu Terbang ... 2-1 2.1.2. Deskripsi Abu Dasar ... 2-4 2.2. Toksisitas Abu Batubara ... 2-5 2.2.1. TCLP ... 2-6 2.2.2. LD50 ... 2-6 2.2.3. LC50 ... 2-7 2.3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Kesuburan Tanah ... 2-7 2.4. Radioaktivitas Abu Batubara ... 2-9 2.5. Aplikasi Mikoriza ... 2-10 2.6. Tinjauan Pemanfaatan Abu Batubara di Berbagai Negara ... 2-11
3. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 3-13.1. Laboratorium Analisis ... 3-1 3.2. Bahan dan Peralatan ... 3-1 3.2.1. Bahan ... 3-1 3.2.2. Peralatan ... 3-1 3.3. Metodologi ... 3-2 3.3.1. Studi Literatur ... 3-2 3.3.2. Tahap Pengujian Laboratorium ... 3-3
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4-14.1. Analisis Kimia Contoh Awal, Campuran Media Tanah Awal dan Akhir ... 4-1 4.1.1. Karakteristik Kimia Abu Batubara ... 4-1 4.1.2. Analisis Kimia Contoh (Abu Batubara, Top Soil, dan
Overburden) Awal ... 4-1
4.2. Media Tanah Campuran Dengan Abu Batubara ... 4-4
4.2.1. Sebelum Tanam ... 4-4
4.2.2. Setelah Panen Tanpa Pemberian Mikoriza ... 4-6
4.2.3. Setelah Panen dengan Pemberian Mikoriza ... 4-8
4.3. Uji Hayati dan Logam Berat Jaringan Tanaman ... 4-11
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan
Pada Pra Reklamasi Tambang Batubara iv
4.3.1. Caisin Masa Tanam Pertama ... 4-11
4.3.2. Caisin Masa Tanam Kedua ... 4-14
4.3.3. Caisin Masa Tanam Ketiga ... 4-17
4.3.4. Kandungan Logam Berat Pada Tanaman Caisin ... 4-20
4.3.5. Legume Cover Crops (LCC) ... 4-26
4.3.6. Kadar Logam Berat Dalam Centrosema pubescens ... 4-27
4.3.7. Trembesi (Samanea saman) ... 4-34
4.4. Uji TCLP, LD50, dan LC50 ... 4-36
4.4.1. Uji TCLP ... 4-36
4.4.2. Uji LD50 – 96 ... 4-37
4.4.3. Uji LC50 ... 4-39
4.5. Uji Radionuklida Abu Batubara ... 4-42
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 5-15.1. Kesimpulan ... 5-1
5.2. Saran ... 5-2
DAFTAR PUSTAKA ...Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan
Pada Pra Reklamasi Tambang Batubara v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Persyaratan kimia dan fisika abu batubara ... 2-2 2.2. Kandungan kimia abu terbang batubara secara umum ... 2-3 2.3. Sifat fisik khas dari abu dasar ... 2-4 2.4. Parameter logam berat dan standar baku mutu ... 2-6 2.5. Kriteria tingkat toksisitas LD50 ... 2-7 2.6. Kriteria tingkat toksisitas LC50 ... 2-7 2.7. Kriteria penilaian hasil analisis tanah ... 2-8 2.8. Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah ... 2-8 2.9. Persyaratan logam berat dalam tanaman ... 2-9 2.10. Konsentrasi radionuklida abu batubara ... 2-10 2.11. Peningkatan hasil tanaman pangan dengan aplikasi abu batubara
di India ... 2-12 2.12. Pemanfaatan abu batubara di berbagai negara ... 2-13 3.1. Metode analisis kandungan kimia abu batubara ... 3-3 3.2. Komposisi media tanaman dalam persen volume ... 3-4 3.3. Material standar RGU-1 ... 3-8 3.4. Material standar RGTh-1 ... 3-10 3.5. Material standar RGK-1 ... 3-12 4.1. Kandungan kimia abu batubara PLTU Bukit Asam ... 4-1 4.2. Hasil analisis tekstur dan sifat kimia tanah awal ... 4-3 4.3. Hasil analisis kimia abu batubara ... 4-4 4.4. Hasil analisis sifat kimia tanah campuran sebelum tanam ... 4-5 4.5. Hasil analisis sifat kimia tanah campuran setelah panen tanpa
caisin tanpa pemberian mikoriza ... 4-7 4.6. Hasil analisis sifat kimia tanah campuran setelah panen dengan
pemberian mikoriza ... 4-9 4.7. Jenis-jenis mikoriza yang digunakan dalam penelitian ... 4-10 4.8. Rancangan acak kelompok lengkap (RAKL/RCBD) berat basah
tanaman caisin dengan 3 kali pengulangan (REP) dan 10 perlakuan (T) tahap 1 ... 4-12 4.9. Pengaruh mandiri perlakuan penambahan abu batubara pada
media tanam terhadap berat basah tanaman caisin (tahap 1) ... 4-13 4.10. Rancangan acak kelompok lengkap (RAKL/RCBD) berat basah
tanaman caisin dengan 3 kali pengulangan (REP) dan 10 perlakuan (T) tahap 2 ... 4-15 4.11. Pengaruh mandiri perlakuan penambahan abu batubara pada
media tanam terhadap berat basah tanaman caisin (tahap 2) ... 4-16 4.12. Rancangan acak kelompok lengkap (RAKL/RCBD) berat basah
tanaman caisin dengan 3 kali pengulangan (REP) dan 10 perlakuan (T) tahap 3 ... 4-18 4.13. Pengaruh mandiri perlakuan penambahan abu batubara pada
media tanam terhadap berat basah tanaman caisin (tahap 3) ... 4-19
4.14. Kandungan logam berat caisin ... 4-25
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan
Pada Pra Reklamasi Tambang Batubara vi
4.15. Rancangan acak kelompok lengkap (RAKL/RCBD) berat basah tanaman LCC dengan 3 kali pengulangan (REP) dan 10 perlakuan (T) ... 4-26 4.16. Pengaruh mandiri perlakuan penambahan abu batubara pada
media tanam terhadap berat basah tanaman LCC ... 4-27 4.17. Kandungan logam berat Centrosema pubescens ... 4-33 4.18. Rancangan acak kelompok lengkap (RAKL/RCBD) tinggi tanaman
trembesi dengan 3 kali pengulangan (REP) dan 10 perlakuan (T) .. 4-34 4.19. Pengaruh mandiri perlakuan penambahan abu batubara pada
media tanam terhadap tinggi tanaman trembesi ... 4-35 4.20. Rancangan acak kelompok lengkap (RAKL/RCBD) diameter
tanaman trembesi dengan 3 kali pengulangan (REP) dan 10 perlakuan (T) ... 4-35 4.21. Pengaruh mandiri perlakuan penambahan abu batubara pada
media tanam terhadap diameter tanaman trembesi ... 4-36
4.22. Analisis TCLP abu batubara ... 4-36
4.23. Jumlah kematian mencit selama pengujian ... 4-37
4.24. Nilai LC50 rata-rata abu batubara terhadap ikan mas ... 4-41
4.25. Kriteria toksisitas ... 4-41
4.26. Analisis spektrometer gamma abu batubara ... 4-42
4.27. Dosis radiasi abu batubara ... 4-42
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan
Pada Pra Reklamasi Tambang Batubara vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1. Peta lokasi PT. Bukit Asam ... 1-4 1.2. Peta lokasi Instalasi Balai Penelitian Tanah Bogor ... 1-4 3.1. Diagram alir metodologi penelitian ... 3-2 4.1. Hubungan tinggi tanaman caisin tahap I dengan penambahan
mikoriza ... 4-11 4.2. Hubungan tinggi tanaman caisin tahap I tanpa mikoriza ... 4-11 4.3. Caisin tahap I ... 4-12 4.4. Hubungan tinggi tanaman caisin tahap II dengan penambahan
mikoriza ... 4-14 4.5. Hubungan tinggi tanaman caisin tahap II tanpa mikoriza ... 4-14 4.6. Caisin tahap II ... 4-15 4.7. Hubungan tinggi tanaman caisin tahap III dengan penambahan
mikoriza ... 4-17 4.8. Hubungan tinggi tanaman caisin tahap III tanpa mikoriza ... 4-17 4.9. Caisin tahap III ... 4-18 4.10. Perbandingan berat basah caisin perlakuan penambahan mikoriza 4-20 4.11. Perbandingan berat basah caisin perlakuan tanpa mikoriza ... 4-20 4.12. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar logam Pb pada tanaman caisin pada tiga kali penanaman ... 4-21 4.13. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar logam Cd pada tanaman caisin pada tiga kali penanaman ... 4-22 4.14. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar logam As pada tanaman caisin pada tiga kali penanaman ... 4-22 4.15. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar logam Cr pada tanaman caisin pada tiga kali penanaman ... 4-23 4.16. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar logam Cu pada tanaman caisin pada tiga kali penanaman ... 4-24 4.17. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar logam Zn pada tanaman caisin pada tiga kali penanaman ... 4-25 4.18. Perbandingan Centrosema pubescens (kontrol, 5%, 10%, 12,5%,
17,5%) ... 4-26 4.19. Perbandingan berat basah Centrosema pubescens ... 4-27 4.20. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar Pb dalam tanaman Centrosema pubescens ... 4-28 4.21. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar Cd dalam tanaman Centrosema pubescens ... 4-29 4.22. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar Ag dalam tanaman Centrosema pubescens ... 4-30 4.23. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar As dalam tanaman Centrosema pubescens ... 4-31 4.24. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar Cr dalam tanaman Centrosema pubescens ... 4-31
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan
Pada Pra Reklamasi Tambang Batubara viii
4.25. Kurva hubungan pemberian abu batubara dan mikoriza terhadap
kadar Se dalam tanaman Centrosema pubescens ... 4-32
4.26. Perkembangan trembesi (Samanea saman) ... 4-34
4.27. Perkembangan berat badan mencit jantan ... 4-38
4.28. Perkembangan berat badan mencit betina ... 4-38
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi TambangBatubara 1 - 1
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kebijakan pemerintah RI dalam diversifikasi pemanfaatan energi dari bahan bakar minyak (BBM) menjadi bahan bakar non BBM telah berjalan lebih dari satu dasawarsa.
Batubara merupakan salah satu sumber bahan bakar yang akan dimanfaatkan secara luas dalam kegiatan penyediaan energi di Indonesia. Pada tahun 2020 diperkirakan akan terjadi peningkatan penggunaan energi batubara secara besar-besaran di bidang pembangkitan listrik dari 50 TWjam menjadi 230 TWjam (4,6 kali lipat). Pasokan batubara pada tahun 2020 akan sebanyak 108,3 juta ton (Buku Putih Bidang Energi 2005-2025, 20xx).
Penggunaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit PLTU di Indonesia sebesar 20.999.521,15 ton per tahun yang mampu menghasilkan listik dengan kapasitas terpasang sebesar 5.095 MW (15%) dari total 32.244 MW kapasitas tenaga listrik nasional (Statistik Ketenagalistrikan Dan Energi Tahun, 2008). Jumlah ini akan terus meningkat seiring dengan adanya proyek nasional pembangunan PLTU berbahan bakar batubara 10.000 MW. Proses pembangkitan PLTU berbahan bakar batubara (selanjutnya disebut sebagai PLTU) menghasilkan abu hasil pembakaran batubara sebanyak 8 - 10%. Dengan demikian volume abu batubara (selanjutnya disebut sebagai abu batubara), yang terdiri atas abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash), yang dihasilkan PLTU akan mencapai 2.000.000 ton abu batubara per tahun.
Jumlah abu batubara yang sangat besar dan apabila tidak dikelola dengan benar dapat menimbulkan masalah lingkungan yang serius dan memerlukan tempat penampungan yang sangat luas.
Berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999 Jo PP No. 18 Tahun 1999, abu batubara dikategorikan sebagai limbah B3 dari sumber yang spesifik. Namun pada PP tersebut terdapat celah yang memungkinkan untuk merevisi status abu batubara tersebut.
Pasal 8 Ayat 2 peraturan tersebut menyebutkan bahwa “Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam Lampiran I, Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini dapat dikeluarkan dari daftar tersebut oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa limbah tersebut bukan limbah B3 berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi TambangBatubara 1 - 2
berkoordinasi dengan instansi teknis, lembaga penelitian terkait dan penghasil limbah”.
Terkait hal tersebut, Puslitbang tekMIRA melakukan penelitian pemanfaatan abu batubara yang meliputi studi literatur, uji toksisitas, uji hayati, dan uji kandungan radioaktif terhadap abu batubara. Studi literatur dilakukan untuk melihat permasalahan terkait pemanfaatan abu batubara, baik dari segi regulasi maupun pengkategoriannya serta isu lingkungan yang ada, di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Uji toksisitas abu batubara meliputi uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure), LC50 (Lethal Concentration 50), dan LD50 (Lethal Dose 50). Uji hayati dilakukan dengan menggunakan abu batubara sebagai media tanam pada 3 jenis tanaman. Uji radioaktif dilakukan untuk melihat konsentrasi radionuklida yang terdapat di abu batubara.
1.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan ini adalah:
Studi literatur
Penjajakan kerjasama dengan pihak PT. Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) dan PLTU Bukit Asam.
Konsultasi dan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Mineral Batubara Panas Bumi, Direktorat Jenderal LPE, P3HKA Kementerian Kehutanan, Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dan Balittanah Kementerian Pertanian, PT PLN Persero, serta instansi terkait lainnya.
Pengambilan data sekunder yang menunjang kegiatan penelitian.
Pengambilan sampel abu batubara dari PLTU.
Pengambilan sampel overburden, top soil, dan bibit tanaman dari PTBA.
Pembuatan media uji campuran abu batubara, overburden, top soil, bahan organik, dan mikoriza dengan beberapa komposisi optimal merujuk pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan.
Analisis kimia terhadap contoh abu batubara, overburden, top soil, campuran media uji diawal dan akhir penanaman.
Penanaman tanaman pada media uji yang terdiri dari tanaman caisin, LCC (Legume Cover Crops) jenis CP (Centrosema pubescens), dan trembesi.
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi TambangBatubara 1 - 3
Perawatan rutin terhadap tanaman uji, pengamatan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun), dan pengamatan visual lain.
Analisis kandungan logam berat dalam tanaman uji.
Pengujian TCLP, LC50, dan LD50 abu batubara.
Pengujian radioaktifitas abu batubara.
Analisa data dan evaluasi.
Pelaporan.
Presentasi hasil kegiatan penelitian.
1.3. Maksud dan Tujuan 1.3.1. Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran cara pemanfaatan abu batubara yang aman dari segi lingkungan.
1.3.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah:
Mendapatkan data ilmiah untuk kepentingan pengkategorian abu batubara sebagaimana pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 Jo PP No 18 Tahun 1999.
Mengetahui komposisi optimum campuran abu batubara, bahan organik, overburden, dan top soil untuk kepentingan pemodelan penimbunan pada kegiatan reklamasi tambang batubara.
1.4. Sasaran Kegiatan
Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah:
Mendapatkan pemodelan pemanfaatan abu batubara sebagai bahan penimbunan dalam kegiatan reklamasi tambang terbuka batubara.
Meningkatkan kemampuan Puslitbang tekMIRA dalam pemanfaatan abu batubara untuk penimbunan pada kegiatan reklamasi pada tambang terbuka batubara.
1.5. Lokasi Kegiatan Lapangan
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi TambangBatubara 1 - 4
Kegiatan lapangan pengambilan sampel abu batubara, overburden, top soil, dan bibit tanaman trembesi dilakukan di PLTU Bukit Asam dan PT. Bukit Asam. Untuk kegiatan lapangan uji hayati dilakukan di Instalasi Laboratorium Balittanah Kementerian Pertanian di Laladon Bogor. Peta masing-masing lokasi ditampilkan pada Gambar 1.1 dan 1.2.
Gambar 1.1
Peta lokasi PT. Bukit Asam
Gambar 1.2
Peta lokasi Instalasi Balai Penelitian Tanah Bogor
Instalasi Balai Penelitian Tanah Sindangbarang Bogor
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 1
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Abu Batubara
Batubara digunakan sebagai bahan bakar di berbagai industri, diantaranya PLTU.
Hasil pembakaran tersebut menghasilkan sisa pembakaran berupa abu batubara. Abu batubara dari proses pembangkit listrik ini dibedakan dalam beberapa macam yaitu abu terbang (fly ash), abu dasar (bottom ash), dan boiler slag. Abu batubara diklasifikasikan dalam beberapa kelompok tergantung pada komposisi elemen makronya. Umumnya pengkalisifikasian tersebut adalah:
1. Abu batubara kelas F dengan kadar Fe tinggi 2. Abu batubara kelas F dengan kadar Fe rendah 3. Abu batubara kelas C dengan kadar CaO tinggi 4. Abu batubara kelas menengah
Abu batubara kelas F mempunyai fasa yang bersifat gelas (glassy) dan kristalin lembam (crystalline inert) seperti kuarsa, mulit, spinel ferrit, dan hematit, sedangkan kelas C dapat menyerupai kelas F sebagai anhidrat, alkali sulfat, dikalsium silikat, trikalsium aluminat, kapur (apabila abu ini terpapar pada kondisi yang lembap), melilit, merwinit, periklas, dan sodalit. Kandungan elemen-elemen makro seperti CaO, SO3, SiO2, Al2O3, Fe2O3, serta kandungan logam berat dalam abu perlu diketahui guna mengetahui klasifikasi suatu abu batubara.
Untuk keperluan pemanfaatan abu batubara sebagai material penimbunan pada kegiatan reklamasi tambang batubara, kandungan logam-logam berat dalam abu tersebut perlu ditentukan guna mengetahui terjadi tidaknya proses pelindian (leaching) logam berat.
2.1.1. Deskripsi Abu Terbang A. Terminologi abu terbang
Menurut ASTM C.618, abu terbang didefinisikan sebagai butiran halus hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batubara. Abu terbang hasil pembakaran merupakan hasil penguraian mineral silikat, sulfat, sulfida, karbonat, dan oksida yang terdapat dalam batubara. Secara umum, abu terbang terbentuk dari pembakaran
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 2
mineral kaolin/monmorilonit, gipsum, pirit, jarosit, ilit, kalsit, siderit, limonit, dan ankerit. Pembakaran batubara di pembangkit listrik berlangsung pada suhu antara 1.100 - 1.500 ºC, atau pada suhu oksidasi dan reduksi. Pada kondisi ini akan terjadi perubahan secara kimia dan fisika, sehingga komposisi abu sisa pembakaran akan jauh berbeda dengan komposisi mineral aslinya. Abu tersebut merupakan campuran partikel dengan komposisi yang sangat kompleks (Prijatama, dkk., 1994).
Sebagian besar komposisi kimia abu terbang tergantung pada tipe batubara yang digunakan. Berdasarkan ASTM C.618-86 terdapat dua jenis abu terbang, yaitu kelas F dan kelas C (disajikan pada Tabel 2.1). Abu terbang kelas F dihasilkan dari pembakaran batubara jenis antrasit dan bituminous sedangkan abu terbang kelas C dihasilkan dari pembakaran batubara jenis lignite dan sub bituminous. Perbedaan antara kedua kelas abu terbang tersebut berdasarkan adanya perbedaan kandungan kalsium, silika, alumina, dan besi dalam abu. Abu terbang kelas C mengandung kapur lebih tinggi jika dibandingkan dengan abu terbang kelas F (Nugraha, dkk., 2007).
Tabel 2.1
Persyaratan kimia dan fisika abu batubara
Persyaratan Kelas F Kelas C
Sifat Kimia
SiO2 + Al2O3 + Fe2O3, min% 70,0 50,0
SO3, Max.% 5,0 5,0
Kadar Air, max.% 3,0 3,0
Hilang pijar (LOI), Max.% 6,0 6,0
Kandungan alkali sebagai Na2O, max% 1,5 1,5
Sifat Fisika
Fineness, max% 34 34
Indeks Kuat Tekan
Dengan portland cement, 7 hari, min% 75 75
Dengan portland cement, 28 hari, min% 75 75
Dengan kapur, 7 hari, min. psi 800 800
Kebutuhan air, max.% control 105 105
Soundness, autoclave expansion atau kontraksi, max.% 0,8 0,8 Persyaratan keseragaman
Berat jenis, max.% variasi dari rata-rata 5,00 5,00
Persentase tertahan pada saringan no. 325, max.% variation dari
rata-rata 5 5
Sumber : ASTM C 618, 1988
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 3
B. Karakteristik fisik abu terbang
Secara umum, karakter fisik abu terbang dapat dilihat dari ukuran, bentuk, serta warna partikel. Ukuran partikel abu terbang bervariasi, tergantung pada jenis batubara serta kinerja boiler. Pada umumnya partikel abu terbang berbentuk bulat (spherical) dengan ukuran berkisar antara 0,5 - 100 µm. Ukuran partikel abu terbang batubara jenis sub bituminous pada umumnya lebih kecil dari abu terbang batubara jenis bituminous (Evangelou, 2008).
Berdasarkan warnanya, semakin muda warna abu terbang batubara menunjukkan hasil pembakaran semakin sempurna. Selain itu, warna yang lebih muda juga mengindikasikan kandungan kalsium oksida yang tinggi namun kandungan karbonnya rendah, sedangkan warna yang lebih tua menunjukkan kandungan organik yang tinggi (Marzuki, 2000). Umumnya abu terbang batubara berwarna abu-abu dan bervariasi sampai hitam. Warna abu terbang ini dipengaruhi oleh waktu pembakaran pada tungku (Supriyono, dkk., 1994).
C. Karakteristik kimia abu terbang
Kandungan abu terbang batubara sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta sedikit magnesium, potassium, sodium, titanium, dan sulfur (Nugraha, dkk., 2007). Menurut Marzuki (2000), kandungan mineral dalam abu terbang batubara dipengaruhi oleh komposisi kimia batubara, proses pembakaran batubara, serta bahan tambahan yang digunakan (termasuk bahan tambahan minyak untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pencegahan korosi). Secara umum kandungan kimia abu terbang batubara ditampilkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Kandungan kimia abu terbang batubara secara umum
Komponen Jenis Batubara
Bituminous Sub Bituminous Lignite
SiO2 (%) 20-60 40-60 15-45
Al2O3 (%) 5-35 20-30 20-25
Fe2O3 (%) 10-40 4-10 4-15
CaO (%) 1-12 5-30 15-40
MgO (%) 0-5 1-6 3-10
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 4
Komponen Jenis Batubara
Bituminous Sub Bituminous Lignite
SO3 (%) 0-4 0-2 0-10
Na2O (%) 0-4 0-2 0-6
K2O (%) 0-3 0-4 0-4
LOI (%) 0-15 0-3 0-5
Sumber : http://www.tfhrc.gov/hnr20/recycle/waste/cfa51.htm
2.1.2. Deskripsi Abu Dasar A. Terminologi abu dasar
Abu dasar atau lebih dikenal dengan bottom ash adalah sisa proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik yang memunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat dari pada fly ash, sehingga bottom ash akan jatuh pada dasar tungku pembakaran (boiler). Bottom ash dikategorikan menjadi dry bottom ash dan wet bottom ash/boiler slag berdasarkan jenis tungkunya. Dry bottom boiler yang menghasilkan dry bottom ash dan slag-tap boiler serta cyclone boiler yang menghasilkan wet bottom ash (boiler slag). Sifat dari bottom ash sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh jenis batubara dan sistem pembakarannya (http://www.cedar.at/mailarchives/waste/cbabs1.htm, 2000).
B. Karakteristik fisik abu dasar
Sifat fisik bottom ash berdasarkan bentuk, warna, tampilan, ukuran, berat jenis spesifik, berat unit kering, dan penyerapan dari basah dan abu dasar kering dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Tabel 2.3
Sifat fisik khas dari abu dasar
Sifat Fisik Abu Dasar Basah Kering
Bentuk Angular/bersiku Berbutir kecil/granular
Warna Hitam Abu-abu gelap
Tampilan Keras, mengkilap Seperti pasir halus, sangat
berpori
Ukuran No.4 (90 – 100%) 1.5 s.d. 3/4 in (100%)
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 5
Sifat Fisik Abu Dasar Basah Kering
(% lolos ayakan) No.10 (40 – 60%) No.4 (50 – 90%) No.40 (<10%) No.10 (10 – 60%) No.200 (<5%) No.40 (0 – 10%)
Berat jenis spesifik 2,3 – 2,9 2,1 – 2,7
Berat unit kering 960 – 1440 kg/m3 720 – 1600 kg/m3
Penyerapan 0,3 – 1,1% 0,8 – 2,0%
Sumber : Coal Bottom Ash or Boiler Slag-Material Description, 2000
C. Karakteristik kimia abu dasar
Komposisi kimia dari bottom ash sebagian besar tersusun dari unsur-unsur Si, Al, Fe, Ca, serta Mg, S, Na, dan unsur kimia lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Moulton (Santoso, dkk., 2003), didapatkan kandungan garam dan pH yang rendah dari bottom ash sehingga dapat menimbulkan korosi pada struktur baja yang bersentuhan dengan campuran yang mengandung bottom ash. Selain itu rendahnya nilai pH yang ditunjukkan oleh tingginya kandungan sulfat yang terlarut menunjukkan adanya kandungan pirit (iron sulfide) yang besar.
2.2. Toksisitas Abu Batubara
Berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999, abu batubara digolongkan sebagai limbah B3 dari sumber yang spesifik sehingga dalam pemanfaatannya diperlukan pengujian.
Rangkaian pengujian kepada limbah terkategorikan sebagai limbah B3 memiliki beberapa tahap. Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah abu batubara dapat menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II PPRI No. 85/1999 tersebut. Penetapan limbah abu batubara sebagai limbah B3 apabila terdapat minimal satu parameter yang memiliki angka sama atau diatas nilai yang ditetapkan dalam lampiran tersebut. Apabila semua parameter berada dibawah nilai yang ditentukan selanjutnya harus dilakukan uji toksikologi. Pengujian toksisitas dilakukan dengan uji LC (Lethal Concentration) dan LD (Lethal Dose). LC dan LD merupakan salah satu cara untuk mengukur potensi racun suatu bahan dalam waktu pendek, biasanya dinyatakan dalam kisaran 0 - 100, namun yang umum dipakai adalah 50. Dengan demikian, LD50 dan LC50 menyatakan
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 6
konsentrasi kimia udara atau air yang dapat menyebabkan kematian 50% dari kelompok hewan uji dalam jangka waktu tertentu (biasanya 48 – 96 jam) (<http:/www.ccohs.ca>).
2.2.1. TCLP
Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dilakukan untuk menentukan mobilitas senyawa organik dan anorganik yang terdapat dalam limbah cair maupun padat. Standar baku mutu konsentrasi kandungan logam berat pengujian TCLP berdasarkan PPRI No. 18 Tahun 1999 jo PPRI No. 85 Tahun 1999 dan US EPA seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Parameter logam berat dan standar baku mutu
Parameter Baku Mutu TCLP [mg/L]
PPRI US EPA
Arsen (As) 5 5
Barium (Ba) 100 100
Boron (B) 500 -
Cadmium (Cd) 1 1
Chromium (Cr) 5 5
Tembaga (Cu) 10 -
Timbal (Pb) 5 5
Mercury (Hg) 0.2 0.2
Selenium (Se) 1 1
Perak (Ag) 5 5
Seng (Zn) 50 -
2.2.2. LD50
LD50 (Lethal Dose 50) adalah uji standar untuk toksisitas akut dalam satuan miligram (mg) per kilogram (kg) berat badan. Nilai LD50 menunjukan dosis yang diperlukan untuk mematikan 50% kelompok hewan uji (misalnya, tikus, atau ikan) (http://www.epa.gov/agriculture/ag101/pestlethal.html).
Menurut Penjelasan Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2001 Pasal 5 Ayat 1 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, disebutkan bahwa suatu zat atau bahan kimia dinyatakan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) jika memunyai nilai LD50 kurang atau sama dengan 15.000 mg/kg berat badan hewan percobaan. Kriteria lengkapnya diperlihatkan pada Tabel 2.5.
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 7
Tabel 2.5
Kriteria tingkat toksisitas LD50
Kriteria Toksisitas Akut LD50 LD50 (mg/kg bb)
Amat sangat beracun (Extremely toxic) 1
Sangat beracun (Highly toxic) 1 – 50
Beracun (Moderately toxic) 51 – 500
Agak beracun (Slightly toxic) 501 – 5.000
Praktis tidak beracun (Practically non toxic) 5.001 – 15.000
Relatif tidak berbahaya (Relatively harmless) >15.000
Sumber : Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2006)
2.2.3. LC50
LC50 (Lethal Concentration 50) adalah uji standar toksisitas mematikan (lethal) dalam satuan miligram (mg) per liter atau ppm. Nilai LC50 menunjukan konsentrasi senyawa yang diperlukan untuk mematikan 50% kelompok hewan uji pada kurun waktu tertentu (http://www.epa.gov/agriculture/ag101/pestlethal.html). Kriteria tingkat toksisitas LC50 berdasarkan Australian Petroleum Energy Assosciation (APEA) 1994 dan Energy Research and Development Corporation (ERDC), 1994 ditunjukkan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6
Kriteria tingkat toksisitas LC50
Kriteria Toksisitas Akut LC50 LC50 (ppm)
Sangat toksik 1
Toksik 1 – 100
Daya racun sedang 100 – 1.000
Daya racun rendah 1.000 – 10.000
Hampir tidak toksik 10.000 – 100.000
Tidak toksik >100.000
Sumber : Australian Petroleum Energy Assosciation (APEA) dan Energy Research and Development Corporation (ERDC), 1994
2.3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Dan Kesuburan Tanah
Kriteria penilaian sifat kimia tanah dan kriteria kesuburan tanah dalam penelitian ini diperlukan untuk melihat tingkat kesuburan contoh awal, campuran media tanam
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 8
awal dan akhir. Kriteria kesuburan tanah didasarkan pada standar yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah tahun 2009 seperti terlihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7
Kriteria penilaian hasil analisis tanah
Parameter Satuan SR R S T ST
C % 10 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 5,00
N % 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 0,75
C/N 5 5-10 11-15 16-25 25
P2O5 HCl 25% mg/100 g 15 15-20 21-40 41-60 60
P2O5 Bray ppm 4 5-7 8-10 11-15 15
P2O5 Olsen ppm 5 5-10 11-15 16-20 20
K2O HCl 25% mg/100 g 10 10-20 21-40 41-60 60
KTK me/100 g 5 5-16 17-24 25-40 40
K me/100 g 0,1 0,1-0,2 0,3-0,5 0,6-1,0 1,0
Na me/100 g 0,1 0,1-0,3 0,4-0,7 0,8-1,0 1,0
Mg me/100 g 0,3 0,4-1,0 1,1-2,0 2,1-8,0 8,0
Ca me/100 g 2 2-5 6-10 11-20 20
Kejenuhan Basa % 20 20-40 41-60 61-80 80
Kejenuhan Al % 5 5-10 11-20 20-40 40
pH H2O Sangat
Masam Masam Agak
Masam Netral Agak
Alkalis Alkalis
4 4,5-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 8,5
Unsur mikro DTPA * Defisiensi Marginal Cukup
Zn (ppm) 0,5 0,5-1,0 1,0
Fe (ppm) 2,5 2,5-4,5 4,5
Mn (ppm) 1,0 - 1,0
Cu (ppm) 0,2 - 0,2
Unsur makro
mikro Morgan Satuan Kategori
Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
Ca ppm 71 107 143 286 572
Mg ppm 2 4 6 23 60
K ppm 8 12 21 36 58
Mn ppm 1 1 3 9 23
Al ppm 1 3 8 21 40
Fe ppm 1 3 5 19 53
P ppm 1 2 3 9 13
NH4 ppm 2 2 3 8 21
NO3 ppm 1 2 4 10 20
SO4 ppm 20 40 100 250 400
Cl ppm 30 50 100 325 600
Sumber : Balai Penelitian Tanah, 2009
Keterangan : * Penilaian hanya didasarkan pada sifat umum secara empiris
Tabel 2.8
Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah
Parameter Satuan Nilai Kesuburan
Rendah Sedang Tinggi
pH (H2O) <5,5 5,6-7,5 >7,6
N total % <0,20 0,21-0,50 >0,51
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 9
Parameter Satuan Nilai Kesuburan
Rendah Sedang Tinggi
C-organik % <2,00 2,10-3,00 >3,10
C/N ratio <10 11-20 >21
P205 ekst. HCl 25% mg/100 g <0,020 0,021-0,040 >0,041 P205 as. sitrat 2% mg/100 g <0,010 0,011-0,015 >0,016 K2O ekst HCl 25% mg/100 g <0,020 0,021-0,040 >0,041 K2O-ekst. HCl as-sitrat 2% mg/100 g <0,010 0,011-0,015 >0,016
NTK ml/100 g <12 13-25 >26
Kejenuhan Basa % <30 30-50 >51
Sumber : Lembaga Penelitian Tanah (dalam Achmad, dkk., 1981)
Tabel 2.9
Persyaratan logam berat dalam tanaman Elemen
Tanaman
Batas normal Batas kritis
mg/kg
Ag 0,1-0,8 1-4
As 0,02-7 1-20
Au <0,0017 <1
Cd 0,1-2,4 4-200
Co 0,02-1 4-40
Cr 0,03-14 2-18
Cu 5-20 5-64
Hg 0,005-0,017 1-8
Mn 20-1000 100-7000
Mo 0,03-5 -
Ni 0,02-5 8-220
Pb 0,2-20 -
Sb 0,0001-0,2 1-2
Se 0,001-2 3-40
Sn 0,2-6,8 63
Ti 0,03-3 -
Zn 1-400 100-900
Sumber : Alloway, B.J., 1995
2.4. Radioaktivitas Abu Batubara
Konsumsi batubara sebagai energi membutuhkan penanganan khusus dalam pembuangannya, baik di tempat penggunaan batubara atau di lokasi lain. Karena secara alami batubara mengandung Uranium dan Thorium. Oleh karena itu abu batubara yang dihasilkannya juga akan mengandung kedua radionuklida tersebut sehingga memunyai potensi memberikan paparan radiasi. Tingkat risiko akan tergantung pada sifat fisik dan radiologis abu batubara dan pemanfaatan selanjutnya dari abu batubara. Radioaktivitas batubara bergantung pada jenis dan lokasi asal penambangannya. Konsentrasi rata-rata 238U sebesar 0, 022 Bq/gr dan 232Th sebesar 0,018 Bq/gr dalam batubara. Ada kecenderungan radionuklida tersebut lebih banyak terkonsentrasi di dalam abu daripada di dalam batubaranya sendiri.
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 10
Tabel 2.10
Konsentrasi radionuklida abu batubara
Radionuklida Konsentrasi, Bq/g (pCi/g)
U-238 0,12 (3,3)
U-234 0,12 (3,3)
Th-230 0,085 (2,3)
Ra-226 0,14 (3,7)
Pb-210 0,25 (6,8)
Po-210 0,26 (7,0)
U-235 0,0037 (0,1)
Pa-231 0,0059 (0,16)
Ac-227 0,0059 (0,16)
Th-232 0,077 (2,1)
Ra-228 0,066 (1,8)
Th-228 0,19 (3,2)
Sumber : International Atomic Energy Agency, Radioactive Waste Management Status and Trends No.2, IAEA, Vienna, 2002
2.5. Aplikasi Mikoriza
Penanganan lahan kritis paska tambang secara baik dan benar serta pemilihan tanaman yang tepat merupakan kunci keberhasilan usaha reklamasi lahan-lahan tersebut. Berbagai usaha untuk memerbaiki kualitas lahan kritis bekas tambang menjadi lingkungan tempat tumbuh tanaman yang cocok telah dilakukan, diantaranya adalah dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah yang dapat berperan sebagai pupuk biologis.
Beberapa jenis mikroorganisme tanah secara tidak langsung dapat membantu meningkatkan kesuburan media tumbuh melalui peningkatan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Mikroorganisme tersebut diantaranya adalah cendawan mikoriza vesikular arbuskular.
Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dengan miselium cendawan tertentu. Nuhamara (1993) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memerlihatkan spektrum yang sangat luas, baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan, maupun penyebaranya. Mikoriza tersebar dari artictundra sampai ke daerah tropis dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan yang ada.
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 11
Berdasarkan struktur tubuh dan cara infeksi terhadap tanaman inang, mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok besar (tipe) yaitu ektomikoriza dan endomikoriza (Rao, 1994). Namun ada juga yang membedakan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga, yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikori.
Penggunaan cendawan mikoriza terhadap tanaman kehutanan yang ditanam pada lahan-lahan marginal, seperti lahan-lahan bekas tambang yang tercemar logam berat banyak memberikan keuntungan. Sebagai contoh, inokulasi cendawan mikoriza pada tanaman Thicospermum burretii, Acacia mangium, dan Paraserianthes falcataria terbukti potensial untuk mereklamasi lahan kritis paska tambang. Jenis-jenis tanaman tersebut pertumbuhannya mampu meningkat 2 - 3 kali lipat dibanding dengan tanaman kontrol. Hal ini hampir setara dengan pupuk urea 130 kg/ha, TSP 180 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha (Setiadi, 1993).
Dari hasil penelitian Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang diketahui bahwa kondisi tanah di Bangko Timur milik PT. Bukit Asam secara umum tidak subur, ditunjukkan dengan pH tanah yang rendah dan bahan organik yang rendah sampai dengan sedang. Kepadatan spora CMA cukup baik dari genus Glomus, Acaulospora dan Scutellosopra. Dari beberapa genus CMA inilah yang akan dipilih untuk dikembangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang tekMIRA di green house.
2.6. Tinjauan Pemanfaatan Abu Batubara Di Berbagai Negara
Setiap tahun jutaan ton abu batubara dihasilkan di seluruh dunia. Banyak lembaga penelitian di seluruh dunia selama beberapa tahun yang sudah melakukan studi tentang karakteristik abu batubara dan kemungkinan pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Dari studi yang ada diketahui bahwa resiko kesehatan dari abu batubara cukup rendah jika digunakan untuk material bangunan.
Penelitian juga mendapati bahwa meskipun trace elements abu batubara dapat terlindi pada badan air dalam waktu lama, namun tidak dapat berpindah jauh dari lokasi penyimpanan abu batubara dan konsentrasi trace element-nya sangat rendah sehingga tidak berbahaya untuk kesehatan manusia.
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 12
Jumlah abu batubara yang sedemikian besar tentu saja menimbulkan permasalahan lingkungan tersendiri bagi negara-negara pemakai batubara. Padahal abu batubara memiliki karakteristik dan kandungan yang bisa dimanfaatkan kembali. Hal ini telah mendorong banyak pakar lingkungan dan peneliti melakukan riset pemanfaatan abu batubara sehingga pada saat ini penelitian dan pelaksanaan pemanfaatan abu batubara di banyak negara telah merambah di berbagai sektor, diantaranya bidang pertanian, sipil, dan pertambangan.
Berbagai sumber informasi diantaranya di Inggris dan Amerika Serikat mengindikasikan bahwa abu batubara secara signifikan tidak menimbulkan resiko terhadap lingkungan ketika digunakan sebagai material pengisi bahan bangunan.
Namun bahan pengisinya harus diikuti dengan desain yang baik untuk mencegah pencemaran badan air. Pemanfaatan abu batubara sebagai material untuk penimbunan harus dilakukan dengan sangat cermat dan banyak lahan bekas tambang terbuka mendapatkan keuntungan karena karaketristik abu batubara yang cocok sebagai material penetral air asam tambang.
Abu batubara memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir sama dengan tanah. Abu batubara dapat secara langsung digunakan sebagai bahan pembenah tanah dengan cara dicampurkan dengan bahan organik, kapur, atau gypsum lalu dibuat dalam bentuk granul atau sebagai pupuk potassium silica. Abu batubara mampu meningkatkan sifat fisika tanah, meningkatkan kelembapan dan aerasi tanah. Abu batubara juga mampu menyediakan unsur mikro dalam kadar rendah untuk pertumbuhan tanaman. Abu batubara telah berhasil digunakan pada lahan pertanian di beberapa negara, seperti Australia, Jerman, India, Jepang, Afrika Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat.
Tabel 2.11
Peningkatan hasil tanaman pangan dengan aplikasi abu batubara di India Tanaman Pangan (Jml/Ha)
Jagung Padi Bunga Matahari
Batang Biji Batang Biji Bibit Berat Kering Kontrol, + pupuk kandang, pupuk
kimia 47.4 73.9 36.7 52.6 16.2 39.9
Kontrol, pupuk kimia 38.0 60.9 37.7 57.0 15.5 36.5
10% abu batubara, + pupuk kandang, pupuk kimia
52.0 92.1 43.4 60.7 17.8 42.7 10% abu batubara, + pupuk kimia 52.0 75.0 38.6 58.3 17.2 41.6 20% abu batubara, + pupuk
kandang, pupuk kimia
59.8 96.0 44.0 66.7 19.9 46.9 20% abu batubara, + pupuk kimia 54.3 86.8 40.9 62.0 18.3 42.0
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 2 - 13
Sumber : IEA Clean Coal Centre, 2005
Dalam pemakaian abu batubara untuk media tanam hanya dibutuhkan sedikit pupuk, gypsum, dan air irigasi. Hal ini akan mengurangi biaya dengan mengesampingkan faktor transportasi. Sebagai contoh, pemanfaatan abu batubara sebesar 100 t/ha pada tanah berpasir di Australia mampu mengurangi kebutuhan air irigasi hingga 75%.
Peningkatan daya ikat tanah terhadap air juga akan mengurangi tingkat pelindian dari beberapa pupuk yang digunakan. Efek yang saling melengkapi telah ditunjukkan antara abu batubara dan bahan organik dengan meningkatkan kualitas tanah dan mendukung untuk pertumbuhan tanaman. Namun demikian, sumber dan kualitas dari abu batubara perlu diketahui untuk menyesuaikan dengan tanah yang akan ditanami.
Hal yang perlu menjadi perhatian pada abu batubara yaitu kandungan arsenik, boron, dan alumunium yang bisa menyebabkan keracunan pada tanaman meskipun secara umum kandungan unsur tersebut masih dibawah ambang batas. Kandungan boron dapat dikurangi dengan cara memperpanjang masa inkubasi atau masa simpannya.
Tabel 2.12
Pemanfaatan abu batubara di berbagai negara
PENERAPAN NEGARA
JALAN RAYA
sebagai material untuk semen,konkret, pembetonan lereng, pengisi struktur, bahan dasar jalan, agregat sintetik, pengontrol salju dan es.
India, Amerika Serikat
REKLAMASI
digunakan pada reklamasi bekas tambang terbuka;
reklamasi pada tambang terbuka yang masih aktif;
remediasi dan kontrol pada penurunan muka tanah.
India, Spanyol, Amerika Serikat
APLIKASI PERTANIAN
sebagai bahan pembenah tanah; pengeras halaman peternakan, alas penyimpanan jerami;
India, Afrika Selatan, Amerika Serikat PABRIK
aggregate; cat, industri semen; material pengisi pada
indutri plastik, karet dan alloy Kanada, Columbia, Itali, Belanda, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Inggris TEKNIK SIPIL
batako, paving blok, penytabil sampah Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Yunani, Finlandia, India, Belanda, Spanyol, Inggris, Amerika Serikat Sumber : Soemaryanto, 2002
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 3 - 1
3. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1. Laboratorium Analisis
Analisis kandungan kimia abu batubara dilakukan di Laboratorium Teknologi Lingkungan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. Analisis TCLP dan LD50 – 96 H dilakukan di Laboratorium Higiene Industri dan Toksikologi ITB, Bandung.
Analisis LC50 dikerjakan di Laboratorium Ilmu Ekologi Lingkungan Unpad, Bandung.
Analisis radionuklida dilakukan di Laboratorium Analisis Radioaktivitas Lingkungan PTNBR BATAN, Bandung. Analisis kolonisasi mikoriza dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan IPB, Bogor. Analisis kimia tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah Kementerian Pertanian, Bogor.
3.2. Bahan Dan Peralatan 3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
Abu batubara yang berasal dari PLTU Bukit Asam, Sumatera Selatan
Overburden dan top soil dari PT. Bukit Asam, Sumatera Selatan
Bahan organik dari pasaran
Bibit caisin
Bibit LCC jenis Centrosema pubescens
Bibit trembesi
Mencit (Mus muculus)
Ikan Mas
3.2.2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
Unit rumah kaca untuk uji hayati
Perlengkapan pertanian
Soil pH meter
Oven
AAS
Spektrometer gamma
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 3 - 2
3.3. Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam penelitian tersaji pada Gambar 3.1.
Studi Literatur
Pengambilan Contoh Overburden, Top Soil
Abu Batubara, dan Tanaman Uji
Uji radionuklida abu batubara Analisis kimia percontoh
awal, campuran media tanah
awal dan akhir
Uji TCLP, LC50, dan LD50
Uji hayati tanaman caisin, LCC, trembesi, dan analisis logam berat
Pembuatan model penimbunan abu batubara pada kegiatan
reklamasi
Penyusunan Laporan
Presentasi
Pencetakan Laporan
Gambar 3.1
Diagram alir metodologi penelitian
3.3.1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk memeroleh data sekunder yang mendukung kegiatan penelitian. Pada studi literatur ini didapatkan data berupa peraturan perundangan mengenai abu batubara di Indonesia, perkembangan penelitian abu batubara, pemanfaatan abu batubara secara umum, pemanfaatan abu batu bara untuk penimbunan pada reklamasi lahan bekas tambang, hasil penelitian tentang komposisi dan kategori abu batubara, dan perbandingan regulasi atau peraturan pada beberapa negara tentang pemanfaatan abu batubara.
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 3 - 3
3.3.2. Tahap Pengujian Laboratorium
Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap pengujian laboratorium yaitu:
A. Analisis Kimia Percontoh Awal, Campuran Media Tanah Awal Dan Akhir
Contoh abu batubara, top soil, dan overburden yang berasal dari PLTU Bukit Asam dan PT. Bukit Asam dianalisis di Laboratorium Pengujian Kimia Mineral dan Laboratorium Pengujian Kimia Lingkungan Puslitbang tekMIRA Bandung dan Laboratorium Tanah Balittanah Bogor. Analisis kimia tanah yang dilakukan adalah pH H2O, pH KCl, C, N, C/N, P2O5, K2O, P2O5, K2O, Ca, Mg, P, K, Na,S, KTK, KB, Al3+, H+, Mg, S, Fe, Al, Mn, Cd, Co, Ni, Cr, As Cu, Zn, dan B. Pengujian abu batubara meliputi analisis kandungan kimia seperti tersaji pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Metode analisis kandungan kimia abu batubara
Komponen Metode
SiO2 (%) SNI 13-3608-1994
Al2O3 (%) SNI 13-3608-1994
siFe2O3 (%) SNI 13-3608-1994
K2O (%) SNI 13-3608-1994
Na2O (%) SNI 13-3608-1994
CaO (%) SNI 13-3608-1994
MgO (%) SNI 13-3608-1994
Ti O2 (%) SNI 13-3608-1994
MnO (%) AAS
P2O5 (%) Spektrofotometri
LOI (%) SNI 13-3608-1994
H2O (%) Gravimetri
S Total Gravimetri
B. Uji Hayati Dan Analisis Logam Berat
Kegiatan uji hayati dilakukan dengan menggunakan 3 jenis tanaman, yaitu:
Caisin (Brassica chinensis); merupakan tanaman sayuran yang mewakili jenis tanaman pangan. Caisin juga merupakan tanaman bioakumulator logam berat yang cukup baik.
LCC (Legume Cover Crops) jenis Centrosema pubescens (CP); merupakan tanaman jenis kacang-kacangan. Pada kegiatan reklamasi tanaman LCC biasanya digunakan sebagai tanaman perintis dan pelindung top soil.
Trembesi (Samanea saman); merupakan tanaman keras yang mulai banyak digunakan pada kegiatan reklamasi karena memiliki adaptasi terhadap lingkungan
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 3 - 4
yang cukup baik, kemampuan menyerap CO2 yang tinggi, dan sebagai tanaman produksi yang memiliki nilai ekonomi.
Tahapan kegiatan uji hayati meliputi:
Preparasi contoh abu batubara, top soil, dan overburden yang meliputi kegiatan pengecilan ukuran (size reduction) percontoh lebih kurang menjadi 2 mm, penimbangan, dan penjemuran selama 3 hari.
Pembibitan tanaman caisin dan LCC (Legume Cover Crops) jenis Centrosema pubescens (CP) selama 14 hari.
Pencampuran contoh abu batubara (coal ash), top soil, bahan organik, dan overburden dengan total 10 perlakuan (tanpa mikoriza dan dengan penambahan mikoriza) dan 3 kali ulangan seperti terlihat pada Tabel 3.2.
Penambahan 1 liter air pada media tanam hingga kapasitas lapang dan diinkubasi selama 2-7 hari.
Pemindahan bibit tanaman caisin dan LCC (Legume Cover Crops) jenis Centrosema pubescens (CP) dan trembesi ke masing-masing media tanaman yang telah ditentukan.
Pemeliharaan. Pada saat pemeliharaan dilakukan pengukuran pertumbuhan tanaman yang meliputi diameter batang, jumlah daun, dan tinggi tanaman.
Pemanenan. Caisin dipanen setelah 4-5 minggu masa tanam dengan 3 kali ulangan penanaman. Centrosema pubescens (CP) dipanen setelah 5 bulan masa tanam.
Trembesi dilakukan pengecekan kandungan logam berat pada jaringan tanaman setelah 1,5 tahun masa tanam.
Pengukuran berat basah dan kering tanaman.
Pengukuran berat kering tanaman.
Pengujian kandungan logam berat pada jaringan tanaman yang meliputi unsur Cu, Zn, Pb, Cr, As dan logam Fe.
Pengolahan data secara statistik menggunakan program IRRISTAT.
Tabel 3.2
Komposisi media tanaman dalam persen volume Overburden
(%) Top Soil
(%) Bahan Organik
(%) Abu Batubara *
(%)
45 30 12,5 0 (kontrol)
45 30 12,5 5
45 30 12,5 10
45 30 12,5 12,5
45 30 12,5 17,5
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 3 - 5
C. Uji TCLP, LD50, Dan LC50
Uji TCLP
Metode analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Sampel yang telah dipersiapkan sesuai dengan US EPA SW-846 metode 1311 untuk pengujian Toxicity Characteristic Leaching Procedures (TCLP). Analisa terhadap parameter logam berat dilakukan dengan AAS.
Uji LD50 - 96 jam
Analisis toksisitas dilakukan mengikuti prosedur standar dari US EPA OPPTS 870.1100 dan metode standar untuk penentuan kualitas air dan air limbah (2005) dan juga prosedur dari referensi lain.
Sesuai dengan PPRI No. 85 Tahun 1999, ambang batas untuk dinyatakan sebagai bahan yang praktis tidak beracun (practically non toxic) antara 5001 – 15000 (mg/kg bb). Namun pengujian LD50 - 96 jam pada penelitian ini dilakukan dengan meningkatkan dosis sampai dengan 50.000 (mg/kg bb) untuk menyakinkan apabila dimungkinkan ada satu unsur yang benar-benar berbahaya pada hewan uji, yakni tikus mencit (Mus musculus).
Tahapan analisis LD50 - 96 jam meliputi tahap-tahap:
- Tahap Aklimatisasi
Aklimatisasi diperlukanan agar mencit dapat beradaptasi dengan lingkungan baru di laboratorium. Waktu yang diperlukan untuk aklimatisasi adalah selama 5 hari. Pada proses ini mencit diberikan makanan buatan. Selama proses aklimatisasi bobot mencit akan ditimbang. Prosentase kematian mencit yang diijinkan sebagai hewan uji selama proses aklimatisasi sebesar <10% (metode standar, 2005). Mencit yang telah berumur 6 minggu dipilih sebagai hewan uji agar lebih akurat karena pada usia ini mencit menjadi sensitif. Setelah aklimatisasi selesai, mencit tidak diberi makan selama 12 jam sebelum tes toksisitas dilakukan dan mencit yang digunakan dipilih secara random baik berat dan ukurannya.
- Tahap Persiapan
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 3 - 6
Dosis pengujian didasarkan pada metode standar untuk penentuan kualitas air dan limbah cair. Ada beberapa tahapan yang disiapkan untuk melakukan dosis tes. Tahap pertama dibuat stock dosis yang dibuat dari pencampuran bagian bahan dengan goom arab. Stock dosis lalu di-stirred sampai dengan homogen dan menggunakan syringe. Dengan menggunakan alat bantu makan khusus makanan diberikan ke mencit secara oral. Pada tiap kandang dosis uji berisi masing-masing 5 mencit jantan dan betina. Dosis yang diberikan adalah 500, 5.000, 15.000, 30.000, dan 50.000 mg/kg bb.
- Tahap Pengujian
Tahap pengujian dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu berdasarkan pada prosedur yang ada. Tahap pengujian dirancang untuk dapat menghasilkan data yang akurat dan sebenarnya yang diperlukan untuk menemukan jumlah ambang batas bahan yang dianggap beracun mengikuti pola grafik pametrik, non parametrik, maupun interpolasi. Untuk benar-benar memeroleh data yang akurat, sedikitnya diperlukan 5 seri konsentrasi dengan 2 kali pengulangan.
Selama pengamatan, parameter suhu, kelembapan, photoperiod, dan berat mencit diukur setiap 0, 24, 48, 72 dan 96 jam.
Uji Toksisitas Akut (LC50)
Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada American Standard Testing Materials (ASTM) E 729 – 88a mengenai ”Guide for conducting acute toxicity with fishes, macroinvertebrates and amphibians”.
- Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kisaran kritis (critical range test atau CRT) yang menjadi dasar dari penentuan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji lanjutan. Uji pendahuluan dilakukan untuk setiap larutan uji dengan konsentrasi yang digunakan adalah 1%, 10%, dan 100% tanpa replikasi dan kontrol disediakan sebagai pembanding. Uji pendahuluan dilakukan dengan memaparkan 5 ekor ikan mas di dalam akuarium berukuran 20 liter dengan komposisi 10 liter media uji dengan konsentrasi yang telah ditentukan (0.1%, 1%, 10%, dan 100%). Pengamatan uji pendahuluan (CRT) dilakukan selama 24 dan 48 jam. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah hewan uji yang mati selama waktu pengujian 48 jam. Total hewan uji yang mati selama 48 jam menjadi dasar dalam penentuan konsentrasi untuk uji lanjutan (Real Test atau RT).
Laporan Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada
Pra Reklamasi Tambang Batubara 3 - 7
- Uji Lanjutan
Setelah uji pendahuluan dilakukan, dan konsentrasi uji telah ditentukan dengan berdasar pada tabel logaritma oleh Rocchini et al. (1982), kemudian dilakukan uji lanjutan. Pada uji lanjutan ini, tes dilakukan dengan 3 kali replikasi untuk setiap konsentrasi yang telah ditentukan pada setiap bahan uji. Bejana uji yang digunakan adalah akuarium berukuran 20 liter dengan komposisi media uji 10 liter. Selama uji ikan tidak diberi makan tetapi aerasi diberikan secara kontinyu untuk memertahankan konsentrasi oksigen terlarut dalam media uji.
Pengamatan jumlah individu yang mati dilakukan setiap 24 jam, selama 4 hari (96 jam). Pada akhir masa pengamatan dihitung jumlah total individu yang mati untuk menentukan nilai LC50 dengan menggunakan perhitungan analisis probit.
- Pengukuran Parameter Fisik Dan Kimia Air
Penentuan parameter fisik dan kimia seperti temperatur, pH, dan oksigen terlarut dilakukan selama pembedahan hewan uji berlangsung.
Uji Radionuklida Abu Batubara
Analisis radionuklida abu batubara dilakukan di PTNBR BATAN dengan menggunakan alat spektrometer gamma. Spektrometer gamma digunakan untuk mengukur konsentrasi radionuklida didasarkan pada sinar gamma yang dipancarkan.
Spektrometer gamma menggunakan detektor kristal germanium kemurnian tinggi (HPGe) berbentuk koaksial tipe CPVDS30-30215 yang diproduksi oleh Tennelec.
Detektor germanium ini memiliki volume kristal 121,6026 cc dengan FWHM 1,87 keV dan efisiensi 30% untuk energi 60Co 1,332 keV relatif terhadap detektor NaI(Tl) 3x3 inchi. Pengukuran yang dilakukan meliputi konsentrasi uranium, radium, thorium dan kalium. Adapun metode pengukuran pada tiap radionuklida tersebut adalah:
- Pengukuran Konsentrasi Uranium Dan Radium
Kalibrasi Energi
Kalibrasi energi pada MCA, dimaksudkan untuk mengubah cacahan sebagai fungsi kanal (channel) menjadi cacahan sebagai fungsi energi. Untuk melakukan kalibrasi energi digunakan sumber standar titik multi energi yang berisi nuklida 241Am (59,5 keV); 137Cs (661,6 keV); dan 60Co (1173 keV dan 1332 keV)(3). Hasil kalibrasi energi selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan nuklida 234Th (92 keV), 214Pb (352 keV) dan 214Bi (609 keV).