• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan bahan humat dan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan bahan humat dan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU

TERBANG UNTUK REKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG

SURYA HERJUNA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2011

(3)

ABSTRACT

SURYA HERJUNA. Reclamation of Ex-Mining Area Using Amelioran Materials of Humic Subtances and Fly Ash. Under direction of SUWARDI, SRI DJUNIWATI, and WIDIATMAKA.

Open pit coal mining activities consist of land clearing, removal and placement of top soil, removal and dumping of overburden, and coal getting. Those activities have some impact on landscape changes and degradation of soil. Therefore, reclamation of ex-mining area is needed to improve post mining land become a stable and productive land. Impact of open pit coal mining generally are decreasing of soil characteristics such as declining of soil pH, soil nutrients, and soil organic matter. Improvement of the soil can be done by application of soil amendments. One of alternatives for soil amendment that available in the field is fly ash. Having high pH and nutrients, fly ash can be used to increase soil pH and source of soil nutrients. However most of K, Na, Ca and Mg in fly ash are still bounded in oxide bonding. Humic subtances may be used for increasing of the release of nutrients in fly ash. Humic subtances have polyelectrolite macromolecules such as carboxyl and OH-fenolic that can stimulate for releasing nutrients in fly ash. The objectives of this research are studying influence of humic subtances and fly ash on plant growth, absorption of the plant, and soil chemical characteristics. This research was conducted on February to July 2009 in nursery and post mining land at Sangatta Region, PT Kaltim Prima Coal, East Kutai Regency, East Kalimantan. The experiment was conducted in two locations i.e. first experiment in nursery area using Completely Randomize Design with 2 factors; humic subtances dosages (0,00; 0,075; and 0,15 ml/polybag) and fly ash dosages (0; 200; dan 400 g/polybag). Albazia falcataria and Shorea parvifolia Dyer are use as indicator plants. Second experiment was conducted in post mining area using Group Randomize Design with 2 factors, humic subtances dosages (0,000; 0,9375; and 1,875 ml/plant) and fly ash dosages (0,0; 2,5; and 5,0 kg/measurement plot). The plants were planted in three slopes i.e. upper slope, middle slope, and foot slope. The growth and production of plants were measured. Plant analysis was also conducted to evaluate the effect of soil amendments on plant absorption. The soil analysis covers pH, organic matter, N, P-Bray I, exchangeable bases of Ca, Mg, K, Na, exchangeable Al and CEC. The results showed that humic subtances increase the CEC and organic matter of soil while fly ash increases the pH, P and exchangeable bases. Humic subtances and fly ash increase the growth of Albazia falcataria relatively quick than that of Shorea parvifolia Dyer. Humic subtances and fly ash increase the absorption of Ca and Mg by plants. There is a positive correlation between increasing soil nutrients and plant growth as well as plant absorption.

(4)

RINGKASAN

SURYA HERJUNA. Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Dibimbing oleh SUWARDI, SRI DJUNIWATI, dan WIDIATMAKA.

Kegiatan pertambangan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam. Kegiatan pertambangan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masa kini dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Kegiatan pertambangan terbuka meliputi proses pembersihan lahan, pengambilan dan penempatan material top soil, pengambilan dan penempatan material overburden, penambangan bahan galian, reklamasi dan penutupan tambang. Kegiatan pertambangan akan memberikan dampak perubahan terhadap bentang alam dan penurunan kesuburan tanah. Selama ini, kegiatan reklamasi menjadi satu-satunya kegiatan untuk dapat mengembalikan lahan agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.

Kegiatan reklamasi yang dilakukan pada pertambangan terbuka antara lain: penutupan lahan bekas tambang (bakcfilling), penataan lahan bekas tambang (landscaping), pembuatan drainase, pemupukan dan penebaran cover crop, serta penanaman dan pemeliharaan tanaman reklamasi. Kegiatan pemupukan digunakan untuk meningkatkan kandungan hara tanah. Permasalahan di pertambangan adalah kurangnya ketersediaan pupuk terutama pupuk organik sehingga diperlukan alternatif pengganti berupa bahan-bahan pembenah tanah (amelioran). Salah satu bahan amelioran yang dapat digunakan adalah abu terbang dan bahan humat. Abu terbang adalah partikel yang sangat kecil dari mineral sisa hasil pembakaran batubara dalam tungku. Bahan amelioran kedua adalah bahan humat yang biasanya mengandung makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap ketersediaan hara dalam tanah, serapan daun tanaman dan pertumbuhan tinggi tanaman.

(5)

ukur dengan luas 1 x 1 m2. Setiap petak ukur digali tanah untuk dicampur dengan amelioran seluas 0,5 x 0,5 m2 dengan kedalaman 50 cm. Analisis tanah meliputi pH, C-organik, N-total, P-Bray I, Ca, Mg, K, Na, KTK, dan Al. Analisis tanaman meliputi serapan hara N, P, K, Ca dan Mg dan pertumbuhan tanaman antara lain: pertumbuhan tinggi, percabangan akar dan bobot kering daun. Pada tanaman sengon diukur bintil akar sedangkan pada tanaman meranti diukur panjang akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi berpengaruh nyata memperbaiki sifat kimia tanah namun kedua amelioran tidak saling interaksi. Bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan KTK tanah dan C-org sedangkan abu terbang berpengaruh meningkatkan nilai pH tanah dan ketersediaan C-Org, P, K, Na, Ca dan Mg. Pada pertumbuhan tanaman, ameliorasi berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah bintil dan jumlah cabang perakaran tanaman pada percobaan I tanaman sengon tapi tidak terdapat interaksi. Bahan humat dan abu terbang dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan jumlah cabang akar tanaman pada percobaan I sedangkan terhadap jumlah bintil akar ada pengaruh interaksi bahan humat dan abu terbang. Pada percobaan I dengan tanaman meranti menunjukkan bahwa amelioasi berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman namun tidak saling interaksi. Pada perkembangan panjang dan jumlah percabangan akar menunjukkan ameliorasi tidak berpengaruh nyata. Pada percobaan II tanaman sengon menunjukkan bahwa ameliorasi tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah percabangan dan bintil akar. Ameliorasi bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan berat kering daun. Pada serapan daun tanaman, ameliorasi berpengaruh nyata dan saling interaksi meningkatkan serapan N, Ca, dan Mg pada percobaan I dengan tanaman sengon sedangkan pada serapan P dan K tidak dipengaruhi secara nyata oleh kedua amelioran. Pada percobaan I dengan tanaman meranti menunjukan bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan serapan N dan K sedangkan serapan Mg dipengaruhi secara nyata oleh kedua bahan ameliorasi namun tidak saling interaksi. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata dan saling interaksi dalam meningkatkan serapan Ca sedangkan pada serapan P tidak ada pengaruh nyata kedua bahan ameliorasi tersebut. Pada percoban II menunjukkan abu terbang berpengaruh nyata meningkatkan serapan N sedangkan bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan serapan P. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata namun tidak saling interaksi dalam meningkatkan serapan K dan Ca. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata dan saling interaksi dalam meningkatkan serapan Mg.

Prospek bahan humat dan abu terbang sangat besar dalam memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas tanah dan tanaman. Oleh karena itu dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan masukan kepada instansi yang berwenang untuk memberikan rekomendasi penggunaan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengkutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU

TERBANG UNTUK REKLAMASI

LAHAN BEKAS TAMBANG

SURYA HERJUNA

Tesis

sebagian salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agroteknologi Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

Judul Tesis : Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Nama : Surya Herjuna

NRP : A152070031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suwardi, M.Agr Ketua

Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc Anggota

Dr. Ir. Widiatmaka, DEA Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Agroteknologi Tanah

Dr. Ir. Suwardi, M. Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

(9)

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Alloh Swt atas segala rahmat-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2009 adalah ameliorasi, dengan judul Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suwardi M.Agr, Ibu Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DEA selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Iskandar sebagai penguji tesis atas masukan-masukannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang telah membantu membiayai kuliah dan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan PT Kaltim Prima Coal beserta staf khususnya Unit Nursery dan Reklamasi yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu, istri dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Program S2 Agroteknologi Tanah, mahasiswa S1 dan laboran-laboran Jurusan Ilmu Tanah yang banyak membantu kelancaran penelitian.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Februari 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 29 September 1977 sebagai anak sulung pasangan Suyono Budihardjo dan Marieyati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, lulus tahun 2001. Kesempatan melanjutkan sekolah diperoleh pada tahun 2007 di Program Studi Agroteknologi Tanah Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf di Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta. Bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah perencanaan wilayah, reklamasi dan penutupan tambang.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara ... 7

2.2 Abu Terbang Sebagai Amelioran ... 14

2.3 Bahan Humat Sebagai Amelioran ... 16

III METODE ... 19

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19

3.2 Bahan dan Alat ... 19

3.3 Metode Penelitian... 21

3.4 Pelaksanaan Percobaan ... 23

3.5 Analisis Data ... 25

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah ... 26

4.2 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 31

4.3 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Serapan Daun Tanaman ... 35

4.4 Prospek Bahan Humat dan Abu Terbang Sebagai Amelioran ... 41

V SIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Simpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik kimia abu terbang di PLTU PT Kaltim Prima Coal ... 20

2 Karakteristik bahan humat ... 20

3 Perlakuan ameliorisasi media polybag di dalam rumah kaca dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) dan meranti

(Shorea parvifolia) ... 21

4 Perlakuan ameliorisasi pada tanah lahan bekas tambang dengan

indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) ... 23 5 Parameter yang diukur dan metode pengukuran ... 25

6 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap parameter

pH tanah ... 26

7 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-org

dalam tanah ... 27

8 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan

P-tersedia tanah ... 28 9 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

kandungan K, Na, Ca dan Mg tanah pada percobaan I ... 29

10 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

kandungan K, Na, Ca dan Mg pada percobaan II ... 29

11 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap nilai

KTK tanah ... 30

12 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran, dan

bobot kering daun pada percobaan I tanaman sengon ... 31

13 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

perkembangan bintil perakaran pada percobaan I tanaman sengon ... 32

14 Korelasi antara pH, ketersediaan hara, dan faktor penghambat Al

terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan perakaran ... 32

15 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

pertumbuhan tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran, panjang akar dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman meranti ... 33

(13)

xiii

18 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

Ca daun tanaman sengon pada percobaan I ... 35

19 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

Mg daun tanaman sengon pada percobaan I ... 36

20 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

N, K dan Mg daun tanaman meranti pada percobaan I ... 36

21 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

Ca daun tanaman meranti pada percobaan I ... 36

22 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

N, P, K dan Ca daun tanaman sengon pada percobaan II ... 37 23 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan

Mg daun tanaman sengon pada percobaan II ... 37

24 Rata-rata peningkatan kation basa-basa, nilai pH dan KTK tanah

masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran ... 38 25 Rata-rata serapan N, P, K, Ca, Mg masing-masing percobaan

yang dipengaruhi amelioran ... 38

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pikir penelitian ... 5 2 Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan

sarana dan prasaran tambang, dan (3) Pembersihan tapak tambang .... 8

3 Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk, (2) Pengupasan batuan penutup dan penimbunan di waste dump atau inpit dump, (3) Penempatan tanah pucuk pada lokasi yang aman, (4) Penggalian batubara, (5) Pengangkutan batubara ke stockpile, (6) dan (7) Pengolahan batubara dan

penimbunan di stockpile ... 11

4 Tahapan pasca operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan reklamasi dan revegetasi, (2) Pelepasan tenaga kerja, dan

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman sengon ... 47 2 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman meranti ... 48

3 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan II indikator tanaman sengon .. 49

4 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap pH

tanah ... 50 5 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

C-org tanah ... 50

6 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

kandungan N tanah ... 50

7 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

N-total tanah ... 51

8 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

P-tersedia dalam tanah ... 51

9 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan K-tersedia, Na-tersedia, dan Ca-tersedia dalam tanah

pada percobaan II ... 51

10 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

kandungan Kdd dalam tanah ... 52

11 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

kandungan Nadd dalam tanah ... 52

12 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

kandungan Cadd dalam tanah ... 52

13 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap

kandungan Mgdd dalam tanah ... 53

14 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap KTK... 53 15 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap Aldd .... 53

16 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon dan meranti pada

percobaan I ... 54

17 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon pada percobaan II ... 54 18 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap beda

tinggi tanaman pada percobaan I dan II ... 54

19 Data perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman sengon

dan meranti ... 55

(16)

21 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan

perakaran pada percobaan I tanaman sengon ... 55

22 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman meranti ... 56

23 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan II ... 56

24 Hasil analisis pengaruh pembeian amelioran terhadap bobot kering daun pada percobaan I dan II ... 56

25 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman sengon pada percobaan I ... 57

26 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman meranti pada percobaan I ... 57 27 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman sengon pada percobaan II .... 57

28 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara N daun tanaman ... 58

29 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara P daun tanaman ... 58

30 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara K daun tanaman ... 58 31 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara Ca daun tanaman ... 59

32 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap

serapan hara Mg daun tanaman ... 59

33 Kontribusi batubara dalam energi pembangkit listrik dan energi

campur 3 tahun terakhir dan prediksi sampai tahun 2020... 59

(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan

untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah

sejak lama, komitmen pertambangan dilakukan dengan tetap memperhatikan

perlindungan lingkungan. Pada perjalanannya, komitmen tersebut masih ada

kekurangan yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Pengaturan tentang

pertambangan sudah banyak diperbaiki dengan keluarnya Undang-Undang Nomor

4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berbagai pengaturan

yang mendorong tumbuhnya investasi tetap selalu memperhitungkan aspek

perlindungan lingkungan. Visi dan Misi Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral berkenaan dengan perlindungan lingkungan harus dilaksanakan dalam

penyusunan kebijakan, pembinaan dan pengawasan. Hal ini sangat penting,

karena keberlanjutan pembangunan hanya bisa dicapai melalui keberlanjutan

sumber-sumber yang menjadi modal dasar pembangunan itu sendiri, dalam hal ini

sumber daya tambang yang bisa menjadi penggerak (prime mover) pembangunan

(Witoro 2007).

Kegiatan pertambangan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan

ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam. Sumber daya alam tak

terbarukan harus dikelola oleh negara agar fungsinya dapat terpelihara sepanjang

masa. Kegiatan pertambangan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya pada

masa kini dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang.

Kegiatan pertambangan terbuka meliputi proses pembersihan lahan,

pengambilan dan penempatan material top soil, pengambilan dan penempatan

material overburden (batuan penutup), penambangan bahan galian, reklamasi dan

penutupan tambang. Kegiatan pertambangan akan memberikan dampak

perubahan terhadap bentang alam dan penurunan kesuburan tanah. Perubahan

bentang alam akan mengakibatkan kehilangan kesempatan pemanfaatan lahan

untuk kegiatan sektor lain. Dampak penurunan kesuburan tanah yang diakibatkan

(18)

bahan organik tanah. Material overburden biasanya mempunyai karakteristik

berupa porositas, kemampuan mengikat air, C organik, N total dan Kapasitas

Tukar Kation (KTK) yang rendah sehingga jika proses backfill (penutupan lahan

bekas tambang dengan material overburden dan top soil) tidak benar, maka akan

berdampak pada penurunan kualitas tanah sebagai media tanam lahan reklamasi.

Dampak penurunan kualitas tanah lainnya dari kegiatan pertambangan adalah

pada lahan bekas tambang banyak ditumpuk material overburden dibanding top

soil. Sifat fisik material overburden mempunyai persentase rock fragmen rendah,

tekstur cenderung berkadar liat rendah (37,81%), bulk density rendah, kemampuan

mengikat air rendah, kandungan hara tanah rendah. Walaupun secara mineralogi

sifat batuan penutup mirip dengan sifat tanah di sekitarnya, tetapi perlakuan

terhadap batuan penutup harus hati-hati terutama terhadap kandungan-kandungan

mineral yang mempunyai potensi air asam tambang seperti mineral Pirit (FeS2),

Kalkosit (Cu2S), dan lain sebagainya. Adanya air asam tambang akan

mengakibatkan ketersediaan hara tanaman berkurang, logam berat menjadi

terlarut, dan penurunan aktivitas mikroba yang semuanya itu akan menyebabkan

keracunan terhadap vegetasi pada tahap reklamasi. Kegiatan reklamasi adalah

kegiatan mengembalikan lahan agar dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya.

Dampak penurunan kualitas lahan oleh kegiatan pertambangan akan

mengakibatkan berkurangnya alternatif penggunaan lahan pada masa pasca

tambang. Kerusakan tanah sebagai media tumbuh tanaman oleh kegiatan

pertambangan akan menyulitkan dalam proses revegetasi tanaman reklamasi,

khususnya jenis-jenis tanaman indegenous seperti meranti, kapur, ulin, dan lain

sebagainya. Tanaman tersebut biasanya mempunyai sifat slow growing plants

yaitu mempunyai kecenderungan pertumbuhan lambat di masa muda.

Pertumbuhan menjadi lambat karena adanya sifat intoleran terhadap matahari. Hal

ini tentunya akan menghambat proses pengembalian lahan bekas tambang menjadi

(19)

3

misalnya dengan bahan organik, kapur, bahan humat, abu terbang, zeolit dan lain

sebagainya.

Salah satu alternatif amelioran yang terdapat pada lokasi tambang (in-situ)

adalah abu terbang atau fly ash. Abu terbang adalah partikel sangat kecil dari

mineral sisa hasil pembakaran batubara dalam tungku. Setiap unit partikel

sangatlah kecil, berbentuk seperti bubuk bedak, dan terbawa ke atas keluar dari

tungku melalui aliran pembuangan tungku setelah batubara dibakar. Karakteristik

abu terbang adalah memiliki nilai pH tinggi (di atas pH 7) dan kandungan hara

yang berasal dari oksida seperti K, Na, Ca dan Mg. Sebagai amelioran, abu

terbang diharapkan dapat meningkatkan hara tanah dan meningkatkan pH tanah.

Produksi abu terbang di Amerika Serikat pada tahun 2005 adalah sebesar 71,1

juta ton dimana 29,1 juta ton digunakan ulang untuk aplikasi tertentu dan 42 juta

ton lainnya yang tidak terpakai dilakukan proses daur ulang. Proses daru ulang

tentunya akan memerlukan lahan untuk penampungan material yang diperkirakan

mencapai ± 678 hektar dengan ketinggian penumpukan abu terbang rata-rata 5

meter. Dengan semakin banyaknya penggunaan batubara untuk pembangkit listrik

akan berdampak semakin luasnya wilayah penyimpanan abu terbang, yang

tentunya akan menambah beban biaya pengamanan. Pemanfaatan abu terbang

selama ini masih sebagai bahan campuran semen, tanggul dan stabilisasi struktur

reklamasi tambang, bahan dasar jalan raya, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini

telah dilakukan penelitian peranan abu terbang dalam memperbaiki kualitas tanah,

diantaranya penelitian Iskandar et al. (2008), yang menyatakan bahwa pemberian

abu terbang pada tanah gambut meningkatkan kandungan P dan kation basa

seperti K, Na, Ca dan Mg.

Alternatif amelioran lain yang dapat digunakan adalah bahan humat. Bahan

humat adalah senyawa berbobot molekul tinggi, berwarna coklat – hitam yang

merupakan hasil reaksi sintesa sekunder. Bahan humat memiliki gugus fungsional

seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat. Gugus-gugus tersebut dapat

membentuk muatan negatif melalui pelepasan ion H+ sehingga dapat menjerap

dan membentuk kompleks dengan kation-kation. Kemampuan bahan humat untuk

menjerap atau mengkelat kation-kation dapat menjadi alternatif kombinasi yang

(20)

Penggunaan bahan humat sebagai amelioran salah satunya dilakukan oleh Atekan

dan Surahman (1997), yang menunjukkan bahwa penambahan bahan organik

sebagai amelioran telah meningkatkan kation-kation dalam tanah.

1.2. Perumusan Masalah

Kegiatan penambangan batubara akan berdampak pada perubahan bentang

alam dan penurunan kualitas tanah yaitu penurunan pH, bahan organik tanah, dan

basa-basa seperti Ca, Mg, Na, dan K, kemungkinan timbulnya air asam tambang,

dan kerusakan kualitas fisik tanah karena bercampurnya material top soil dan

batuan penutup. Perubahan bentang alam dapat dikurangi dengan penimbunan

kembali lahan bekas tambang dengan material overburden dan top soil. Penurunan

kualitas tanah dapat diperbaiki dengan proses pemupukan dan penanaman cover

crop. Proses pemupukan dalam lokasi lahan bekas tambang memiliki beberapa

kendala antara lain sumber dan jumlah pupuk organik yang sulit diperoleh serta

biaya pengadaan yang mahal jika harus didatangkan dari luar daerah bahkan di

luar pulau. Oleh karena itu, penggunaan alternatif amelioran terutama yang

banyak terdapat di lokasi tambang batubara seperti abu terbang dan

dikombinasikan dengan bahan humat yang merupakan ekstrasi batubara jenis

lignit diharapkan dapat memberikan perbaikan sifat-sifat tanah seperti perbaikan

pH tanah, penambahan hara makro dan mikro dalam tanah serta dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman.

1.3. Tujuan Penelitian

Mengkaji pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap

sifat-sifat kimia tanah, pertumbuhan tanaman sengon dan meranti, dan serapan hara

daun tanaman.

1.4. Kerangka Pemikiran

(21)

5

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

1.5. Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini memperkaya penelitian sebelumnya mengenai penggunaan

abu terbang dan bahan humat terutama dalam memperbaiki sifat

(22)

b. Bagi perusahaan tambang dapat menjad referensi alternatif pemanfaatan

abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang.

c. Masukan bagi Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan pemanfaatan

abu terbang yang baik, aman dan ramah lingkungan.

d. Bagi masyarakat pada umumnya dapat menjadi referensi bagi

pemanfaatan abu terbang sebagai amelioran untuk memperbaiki kualitas

(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara

Berdasarkan Amdal PT KPC (2005), kegiatan pertambangan dapat

dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap operasi, dan

tahap pasca operasi penambangan.

2.1.1.Tahapan Persiapan

Jenis kegiatan pada tahapan persiapan meliputi:

1. Pembebasan Lahan

Kegiatan pembebasan lahan meliputi pembebasan terhadap hak-hak milik

pada lahan tersebut dengan sistem ganti untung barang-barang yang menjadi milik

penduduk. Jika areal penambangan merupakan kawasan hutan, maka perusahaan

diwajibakan memohon izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan.

Pembebasan lahan dilakukan supaya tidak terjadi konflik tumpang tindih

kepentingan pada lokasi yang akan dilakukan penambangan.

2. Pembangunan sarana dan prasarana tambang

Pembangunan sarana dan prasarana diperlukan untuk mendukung kegiatan

utama penambangan agar sesuai dengan rencana penambangan. Sarana dan

prasarana yang akan dibangun meliputi jalan tambang dan angkutan batubara,

bengkel, gudang, sarana perkantoran, mes karyawan, pos keamanan, kantin,

mushola, klinik, dan lain sebagainya. Jalan tambang merupakan jalan tanah yang

diperkeras dengan pasir batu (sistem macadam). Pembangunan jalan mengikuti

kemajuan kegiatan pertambangan. Jalan tambang mempunyai lebar 25 meter

dengan kemiringan maksimum 4–8%. Ukuran bengkel disesuaikan dengan jumlah

dan ukuran kendaraan yang dipergunakan. Pembangunan mes, kantor, kantin,

mushola, dan pos keamanan disesuaikan dengan jumlah karyawan yang ada.

Disamping itu, perusahaan juga membangun unit sarana pengelolaan limbah,

penimbunan tanah, penimbunan batubara, unit pengolahan batubara, fasilitas

pemuatan, tempat penyimpanan bahan pengunjang.

3. Pembukaan dan pembersihan lahan

Kegiatan ini dilakukan pada lokasi rencana pertambangan terbuka (open pit

(24)

untuk membersihkan lahan dari tanaman dan material lainnya. Dalam

pembersihan lahan tidak dilakukan pembakaran terhadap batang, ranting, dan

daun tanaman, akan tetapi bagian-bagian tersebut dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat setempat.

(1)

(2) (3)

Gambar 2 Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan sarana dan prasaran tambang, dan (3) Pembersihan tapak tambang

2.1.2.Tahapan Operasi

Jenis kegiatan pada tahap operasi penambangan sistem open pit meliputi

pengupasan dan penempatan top soil, pembongkaran dan penimbunan tanah

penutup, penggalian, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan batubara.

1. Pengupasan tanah pucuk (top soil)

Pekerjaan pengupasan top soil pada sistem penambangan terbuka jauh lebih

luas dibanding pada sistem tambang tertutup. Lapisan top soil merupakan lapisan

tanah yang mempunyai ketebalan kurang lebih 30 cm dan mempunyai sifat relatif

subur. Pengupasan top soil dilakukan pada daerah pit tambang, out pit dump,

stockpile, jalan tambang dan angkutan batubara, bangunan perkantoran dan sarana

prasarana lainnya. Pekerjaan pengupasan top soil dilakukan dengan hati-hati agar

tingkat kesuburannya dapat dipertahankan sampai pada saat akan dikembalikan ke

lahan bekas tambang.

2. Pembongkaran batuan penutup (overburden)

(25)

9

serta kadang-kadang dilengkapi dengan ripper jika ditemukan batuan penutup

yang keras. Pada areal yang memiliki batuan penutup yang lebih keras digunakan

bahan peledak untuk membongkarnya.

3. Penimbunan top soil dan overburden

Lapisan top soil dan overburden yang sudah dikupas kemudian diangkut

secara terpisah ke area penimbunan top soil dan waste dump untuk disimpan

sementara waktu. Top soil dan overburden ini akan dikembalikan ke areal bekas

lubang tambang pada saat reklamasi. Lapisan top soil yang ditimbun sementara

dan dilakukan pemeliharaan untuk mempertahankan zat hara dan organisme di

dalamnya tetap dalam kondisi baik. Jika penyimpanan top soil memerlukan waktu

yang lama, timbunan top soil ditanam tanaman penutup (cover crop). Lapisan

overburden ditimbun pada out pit dump yang terletak tidak jauh dari areal lubang

tambang pada saat pembukaan tambang pertama. Pada pembukaan tambang

selanjutnya dilakukan inpit dump pada lokasi tambang pertama atau biasa disebut

dengan sistem backfilling. Sistem ini untuk mengurangi lubang bekas tambang

pada saat penutupan tambang. Proses penutupan lahan bekas tambang dimulai dari

penimbunan lapisan batuan penutup kemudian dilakukan re-contouring atau

re-shaping yang biasa disebut dengan penataan lahan. Kegiatan berikutnya setelah

penataan lahan adalah melapisi lahan dengan top soil. Pada lapisan batuan yang

mengandung material yang berpotensi menjadi air asam tambang dilakukan

pelapisan dengan metarial non acid forming (NAC) dan tanah liat yang sudah

dipadatkan supaya tidak terkontaminasi dengan oksigen sehingga menyebabkan

terjadinya oksidasi material pembentuk air asam tambang atau potensial acid

forming (PAF). Kegiatan pertambangan dengan sistem backfilling dilakukan

dengan cara membagi-bagi blok penambangan secara berurutan dengan material

penutup sebagai bahan pengisi lubang tambang yang sudah selesai tambang.

Proses ini dilakukan secara simultan sampai pada blok penambangan terakhir.

4. Penggalian Batubara

Penggalian batubara dilakukan dengan mengikuti arah kemajuan dari

pengupasan top soil dan overburden atau mengikuti arah jurus lapisan batubara

(seam). Penggalian batubara dilakukan dengan excavator, dengan ront-end loader

(26)

saluran air dilakukan terlebih dahulu sebelum dibuat saluran-saluran di permukaan

untuk mengurangi volume air yang masuk ke dalam lubang tambang. Air hujan

dan air tanah yang masuk ke dalam lubang tambang akan diatur dengan

pembuatan saluran tiap-tiap tanggul dan dikumpulkan ke titik tambang paling

rendah. Dari titik ini air di pompa keluar dengan menggunakan pompa yang

dioperasikan secara rutin. Air pompa ini ditampung dalam sediment pond dan

diolah (dinetralisir) terlebih dahulu sebelum dialirkan ke badan air penerima.

5. Pengangkutan Batubara

Pengangkutan batubara untuk tambang terbuka dilakukan dengan

menggunakan dump truck dari lokasi tambang ke stockpile. Konstruksi jalan

tambang terbuat dari tanah yang diperkeras dengan pasir batu (jalan macadam).

Lebar jalan tambang sekitar 25 meter termasuk berm dan saluran drainase di

kiri-kanan jalan. Kemiringan maksimum 4–8%. Jalan tambang dipakai untuk

mengangkut batubara dari front penambangan ke mine stockyard. Jalan tambang

dan jalan angkut batubara dilakukan pemeliharaan dengan menggunakan grader

dan compactor. Penambalan jalan yang rusak menggunakan quarry diambil dari

areal sekitar tambang. Untuk menekan tingginya polusi debu di udara pada musim

kemarau sepanjang jalan tambang dan jalan angkut batubara dilakukan

penyiraman air pada badan jalan dan penanaman pohon masing-masing 50 meter

pada sisi kiri-kanan jalan. Penyiraman dilakukan setiap 3 – 4 jam dengan

menggunakan truk air.

6. Pengolahan Batubara

Proses pengolahan batubara terdiri dari peremukan (crushing) dan pencucian

(washing). Proses pencucian batubara dapat dilakukan pada batubara yang bersih

(clean coal) dan batubara yang masih kotor (dirty coal). Pada batubara yang sudah

bersih dilakukan peremukan untuk mendapatkan butiran batubara dengan ukuran

sesuai dengan permintaan pasar. Pencucian batubara dapat menurunkan jumlah

material pengotor (biasanya ash content) dari batubara yang diproduksi.

(27)

11

dengan menggunakan conveyor dapat mengurangi penggunaan jalan dan polusi

debu.

(1) (2) (3)

(4) (5) (6) dan (7)

Gambar 3 Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk, (2) Pengupasan batuan penutup dan penimbunan di waste dump atau inpit dump, (3) Penempatan tanah pucuk pada lokasi yang aman, (4) Penggalian batubara, (5) Pengangkutan batubara ke stockpile, (6) dan (7) Pengolahan batubara dan penimbunan di stockpile

2.1.3.Tahapan Pasca Operasi

Tahapan pasca operasi meliputi reklamasi dan revegetasi, pelepasan tenaga

kerja dan penutupan tambang.

1. Reklamasi dan Revegetasi

Pekerjaan reklamasi adalah pengembalian kondisi lahan dengan menimbun

kembali lubang bekas tambang dengan overburden diikuti dengan penataan,

pembuatan saluran air dan penaburan top soil serta pemupukan. Pada sistem

penambangan terbuka, penataan lahan dilakukan dengan cara meratakan lahan

yang telah selesai ditimbun dengan material overburden dan top soil. Setelah

penataan lahan kemudian dilakukan recontouring untuk mendapatkan muka lahan

yang aman stabil. Dalam kegiatan penataan lahan dan recontouring tersebut

digunakan alat berat bulldozer dan grader. Penataan lahan pada areal bekas

(28)

wilayah yang layak untuk budidaya. Pada areal bekas lubang yang cukup dalam,

penataan lahan diarahkan menjadi kolam penampungan air hujan atau menjadi

kolam budidaya ikan. Kegiatan revegetasi merupakan kegiatan penanaman

kembali areal bekas tambang setelah lahan selesai ditata. Setelah penataan selesai,

lahan terlebih dahulu ditanami tanaman penutup tanah (cover crop) sebelum

ditanami tanaman utama. Jenis tanaman reklamasi yang diutamakan adalah jenis

lokal dan pioner semacam meranti, bangkirai, kapur, sengon, gamal, gmelina,

jabon, dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang

pada tanah media polybag dan lahan bekas tambang menggunakan indikator

tanaman sengon dan meranti. Sengon yang dicoba dalam penelitian ini adalah

jenis Albazia falcataria (sengon laut). Sengon merupakan jenis pohon yang

banyak disukai masyarakat karena cepat tumbuh, pemeliharaan mudah dan

kayunya dapat digunakan untuk beragam manfaat seperti kayu perkakas, kayu

bakar, daunnya untuk pakan ternak serta pembuatan kompos. Menurut Heyne

(1987) sengon merupakan salah satu tumbuhan yang dapat memperbaiki tanah,

semua tanaman yang dibudidayakan di bawahnya tumbuh dengan baik.

Pertumbuhan sengon yang cukup baik walaupun pada kondisi tanah yang secara

umum kurang subur tersebut kemungkinan disebabkan oleh kesesuiannya dengan

kondisi iklim sekitarnya. Sengon dapat tumbuh mulai dari pantai sampai

ketinggian 1.600 m di atas permukaan laut, optimum pada ketinggian 0 – 800 m di

atas permukaan laut, beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah

hujan 200 – 2.700 mm/tahun dengan bulan kering sampai empat bulan serta pada

temperatur 250 C. Sengon dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa

dipupuk tidak tumbuh subur pada tanah yang berdrainase jelek (Hidayat 2002).

Jenis meranti yang dicoba dalam penelitian ini adalah jenis meranti merah

atau Shorea parvifolia Dyer. Jenis meranti merah memiliki wilayah penyebaran

yang luas, terdapat di Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatera dan daerah

(29)

13

dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan yang bervariasi. Jenis ini tumbuh pada

tanah latosol, podsolik merah kuning, sampai ketinggian 1.300 m dari permukaan

laut, juga tumbuh pada dataran yang sering tergenang air pada musim hujan dan

tepi-tepi sungai pada tanah alluvial. Pohon berukuran besar dengan ketinggian

dapat mencapai 50 m, tinggi bebas cabang sampai 30 m dengan diameter sekitar

100 cm, mempunyai banir mencapai 3,5 m. Batang kulit luar berwarna coklat,

beralur dangkal, sedikit mengelupas. Warna penampang kulit hidup merah

kecoklat-coklatan. Kayu gubal berwarna kuning pucat atau kuning muda, terasnya

berwarna kemerah-merahan dan damar berwarna kuning. Daun berbentuk telur,

lonjong (ellips) atau segi empat panjang, pangkal membulat, tulang daun sekunder

lebih kurang 12 pasang, dan panjang tangkai daun lebih kurang 7 mm. Permukaan

atas daun licin atau berbulu bintang, pada waktunya terang warnanya abu-abu atau

merah coklat. Bunga kecil dengan warna kemerah-merahan, pada leher tangkai

dan keping-kepingnya melekat tidak begitu kuat dan jatuh sendiri bila terpisah

dengan bunganya, periode kuncup bunga terjadi pada bulan Januari sampai bulan

Maret. Buah berbentuk buah telur atau panjang, ujungnya lancip,

bermacam-macam ukuran, kebanyakan panjangnya ada 1 cm dilengkapi dengan sayap, tiga

sayap bagian luar panjang 6 cm, lebar 1,5 cm dan dua sayap lainnya lebih pendek.

Tanaman meranti mempunyai sifat pertumbuhan yang bervariasi sesuai umur

tanaman. Pada waktu muda, tanaman meranti cenderung intoleran (respon

pertumbuhan kurang jika terkena sinar matahari) sehingga pertumbuhannya

lambat. Pada waktu tanaman sudah mencapai tingkat tiang dan pohon sekitar

diameter 10-20 cm, tanaman meranti cenderung toleran (respon pertumbuhan

meningkat waktu terkena sinar matahari).

2. Pelepasan Tenaga Kerja

Pelepasan tenaga kerja dilakukan pada akhir kegiatan operasi penambangan

dimana cadangan batubara sudah habis ditambang. Tenaga reklamasi dan

penutupan tambang tetap ada sampai kondisi reklamasi dan penutupan tambang

disetujui oleh Pemerintah.

3. Penutupan Tambang

Penutupan tambang adalah kegiatan akhir dari suatu operasi penambangan.

(30)

lokasi tambang, demobilisasi peralatan, dan pemantauan lingkungan.

Fasilitas-fasilitas umum tetap dipertahankan semacam mess, jalan, klinik, masjid, bengkel,

sumber energi, sumber ar bersih. Sarana ini dialihkan kepada Pemerintah Daerah

untuk dapat dikelola lebih lanjut. Pekerjaan pemantauan lingkungan tetap

dilaksanakan sampai tercapainya kondisi ekologi yang cukup kuat untuk

dilakukan kegiatan bukan pertambangan seperti pertanian, kehutanan,

perkebunan, dan lain sebagainya.

(1)

(2) (3)

Gambar 4 Tahapan Pasca Operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan reklamasi dan revegetasi, (2) Pelepasan tenaga kerja, dan (3) Penutupan tambang

2.2. Abu Terbang Sebagai Amelioran

Fly ash atau abu terbang adalah partikel kecil mineral sisa hasil pembakaran

dari batubara dalam tungku pembakar. Partikel abu terbang sangat kecil seperti

bedak dan terbawa keluar dari tungku melalui lubang exhaust. Abu terbang

termasuk karbon dan oksida logam. Abu terbang dapat juga termasuk sejumlah

pengotor organik yang terbentuk bersama terbentuknya bahan organik. Abu

terbang memiliki pH alkalin (11-12) dengan susunan kimia didominasi oleh SiO2

(31)

15

dari CaO kurang dari 10%. Abu terbang kelas F biasanya dipakai untuk campuran

semen seperti semen jenis portland. Abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran

batubara jenis lignit atau sub bituminous mempunyai ciri kandungan CaO lebih

dari 20%. Kandungan alkali dan sulfat biasanya tinggi pada abu terbang kelas C.

Penelitian McCarthy et al. (1994) menunjukkan bahwa pemberian abu

terbang dalam tanah dapat meningkatkan nilai pH tanah. Iskandar et al. (2003)

melakukan penelitian penggunaan abu terbang dengan dosis 5 dan 10 kg/tanaman

pada jenis akasia yang dapat meningkatkan nilai pH tanah, ketersediaan kation

seperti K, Na, Ca dan Mg serta P-tersedia. Truter et al. (2001) melakukan

penelitian dengan mencampur abu terbang, kotoran limbah, dan kapur dengan

rasio 60%, 30% dan 10% (berat kering) menunjukkan adanya efek positif dalam

meningkatkan pH, Ca, Mg dan P tersedia dalam tanah. Penelitian Iskandar et al.

(2008) menunjukkan terjadi pelepasan unsur hara mikro dari abu terbang

berturut-turut Fe > Cu > Mn > Zn > Cr > Pb > Ni > Cd.

Bayat (2002) dalam penelitiannya mengenai penyerapan logam oleh abu

terbang menyimpulkan bahwa abu terbang mampu menghilangkan logam berat

sama efektifnya dengan karbon aktif pada kondisi tertentu dengan proses adsorpsi

maksimum terjadi pada kondisi pH 7-7,5. Penggunaan abu terbang untuk material

inpit dump (penutupan lahan bekas tambang) pernah dilakukan oleh perusahaan

pertambangan batubara PT Jorong Barutama Greston (PT JBG). Abu terbang yang

digunakan untuk proses inpit dump berasal dari PLTU Asam-asam milik PT JBG.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) memberikan persetujuan terhadap

kegiatan inpit dump dengan menggunakan abu terbang tersebut. KLH juga

meminta kepada PT Jorong Barutama Greston untuk melakukan revisi atas

AMDAL dengan disesuaikan penggunaan material abu terbang sebagai bagian

dari kegiatan reklamasi.

Sampai saat ini, abu terbang masih dianggap sebagai limbah B3 berdasarkan

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 1999 jo Nomor 18 Tahun 1999

tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada pasal 2 PP

Nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk

mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup

(32)

yang dapat tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Pada pasal 3 disebutkan

bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan

limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung

ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pada pasal 7

ayat 2 disebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222

dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity

Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, penelitian toksisitas abu terbang perlu

dilaksanakan secara menyeluruh dengan tujuan melihat lebih jauh pengaruh

pemanfaatan abu batubara tersebut untuk kehidupan makhluk hidup dengan

pendekatan secara biologi. Oleh karena itu, penelitian abu terbang untuk

ameliorasi perlu dilakukan untuk melihat kondisi karakteristik dan toksisitas.

Menurut Stuczynski (1998) dosis yang digunakan dalam penelitian

ameliorasi tanah adalah 0; 20; 40 dan 80 g/kg dan diinkubasi selama 10, 25 dan 60

hari. Menurut Iskandar (2003), dosis pemberian ameliorasi abu terbang di tanah

gambut adalah sebesar 5 – 10 kg/pohon pada kondisi lapang.

2.3. Bahan Humat Sebagai Amelioran

Menurut Aiken et al. (1985) secara kimia, bahan-bahan organik dalam tanah

dapat diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu:

1. Humin; tidak larut dalam larutan asam maupun basa.

2. Asam humat; larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam

(pH < 2),

3. Asam fulvat; larut dalam larutan asam maupun larutan basa.

Bahan humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki

gugus fungsional seperti –COOH, -OH fenolat maupun –OH alkoholat sehingga

bahan humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam

karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi (Alimin

(33)

17

bahan humat (Swift 1989, diacu dalam Alimin et al. 2005). Kedua pengaruh

tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid bahan humat

bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka serta berbentuk linear dengan

meningkatnya pH. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan bahan humat

adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi disosiasi gugus yang bersifat

asam pada bahan humat.

Dalam larutan (pH 3,5 - 9), bahan humat membentuk sistem koloid

polielektrolit linear yang bersifat fleksibel; sedangkan pada pH rendah bahan

humat berbentuk kaku (rigid) dan cenderung teragregasi membentuk suatu

padatan makromolekul melalui ikatan hidrogen. Peningkatan pH akan

menyebabkan ikatan hidrogen semakin lemah sehingga agregat akan terpisah satu

sama lain. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh disosiasi gugus fungsional yang

bersifat asam pada bahan humat seperti -COOH. Umumnya gugus -COOH

terdisosiasi pada pH sekitar 4-5, sedangkan gugus -OH fenolat atau –OH

alkoholat terdisosiasi pada pH sekitar 8-10 (Alimin et al. 2005). Dengan demikian

dapat dinyatakan bahwa kondisi pH yang relatif tinggi (konsentrasi H+ rendah)

akan meningkatkan konsentrasi -COO- yang dapat berfungsi sebagai ligan pada

bahan humat. Walaupun pada pH yang relatif rendah bahan humat cenderung

tidak berinteraksi dengan ion logam, akan tetapi sebagai padatan polielektrolit,

bahan humat memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Bahan humat

dengan ion logam dapat mengalami presipitasi. Tingkat flokulasi yang terjadi

bergantung pada pH, sifat-sifat gugus fungsional pada bahan humat yang dapat

bertindak sebagai ligan dan sifat ion logam (Alimin et al. 2005).

Hasil dari spektroskopi infra merah membenarkan bahwa gugus COOH, atau

yang lebih tepat karboksilat (COO-) memegang peranan penting dalam

pengompleksan ion logam oleh bahan humat. Beberapa bukti menunjukkan bahwa

gugus OH, C=O, dan NH juga terlibat (Vinkler et al. 1976; Boyd et al. 1979;

Piccolo dan Stevenson 1981, diacu dalam Huang, 1997). Gugus-gugus fungsional

ini dapat memindahkan muatannya membentuk senyawa kompleks dengan

logam-logam seperti Fe dan Al.

Penelitian mengenai bahan humat yang dilakukan oleh Nurjaya et al. (2006)

(34)

kandungan logam berat terutama Pb tersedia dalam tanah 1,91 ppm dari 10 ton

bahan organik yang diberikan dalam 1 ha lahan. Menurut Alimin et al. (2005),

pengaruh asam humat terhadap sifat kelarutan logam pada berbagai pH

diharapkan mengikuti kecenderungan antara lain walaupun asam humat pada pH

yang relatif rendah (3 ≤ pH < 4) cenderung tidak berinteraksi dengan logam

melalui pembentukan kompleks, namun sebagai padatan polielektrolit, asam

humat memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi logam. Pada pH yang relatif

tinggi (7 < pH < 10), asam humat cenderung membentuk kompleks dengan logam

yang larut dalam air, tingginya konsentrasi OH- dalam larutan memberi peluang

untuk terbentuknya endapan hidroksida logam yang sukar larut dalam air. Dengan

demikian, pada pH yang tidak terlalu tinggi (tidak terlalu rendah) yaitu 4 ≤ pH <

7, diperkirakan terjadi kompetisi antara sifat asam humat sebagai ligan dengan

sifat asam humat sebagai padatan polielektrolit dalam mengikat logam. Penelitian

Rizqiani et al. (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dapat

meningkatkan jumlah daun, jumlah cabang, fruit set, luas daun umur, indeks luas

daun umur, panjang akar, volume akar, jumlah polong, bobot segar polong per

tanaman dan bobot segar polong per hektar untuk jenis tanaman Buncis.

Penelitian Wachjar dan Kadarisman (2007) tentang penggunaan pupuk

organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik cair dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman Jambu Mete. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis

pemberian pupuk organik cair sebesar 15 ml/liter air memberikan pengaruh

pertumbuhan tanaman yang paling baik dibanding dosis 5 ml; 10 ml; dan 20 ml.

Penelitian Parman (2007) mengenai pemberian pupuk organik cair terhadap

pertumbuhan tanaman kentang menunjukkan bahwa dosis 4 mg/liter memberikan

produksi kentang basah paling besar dibanding dosis lain yaitu 0; 1; 2 dan 3

mg/liter.

Penelitian Atekan dan Surahman (1997) menunjukkan bahwa pemberian

bahan organik asal pangkasan daun gamal (Gliricidia sepium) ke dalam tanah

(35)

III.

METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di areal pembibitan dan areal bekas tambang Blok

Sangata, PT Kaltim Prima Coal, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan

Timur (Gambar 5). Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium

Kesuburan, Fisik Tanah dan Mineralogi Tanah di Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan IPB di Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari

– Juli 2009 selama 6 (enam) bulan.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan humat, abu

terbang, bibit sengon, bibit meranti, plastik, label, dan aquades, media tanah dan

polybag. Abu terbang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PLTU

PT Kaltim Prima Coal. Karakteristik kimia abu terbang yang dihasilkan disajikan

pada Tabel 1.

Lokasi Penelitian di tambang batubara PT Kaltim Prima

Coal, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kaltim

(36)

Tabel 1 Karakteristik kimia abu terbang di PLTU PT Kaltim Prima Coal

Sumber : Hasil analisis abu terbang di laboratorium Kesuburan, Departemen ITSL IPB, 2009 dan data AMDAL PT KPC, 2001

Amelioran lain yang digunakan adalah bahan humat cair yang merupakan

ekstraksi dari batubara jenis lignit menjadi bahan humat yang dilakukan oleh

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Bahan humat yang

diekstrak merupakan jenis K-humat. Karakteristik bahan humat cair disajikan

pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik bahan humat

(37)

21

2. Peralatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang meliputi sarung

tangan, rompi K3, helm safety, dan kaca mata.

3. Peralatan pendukung seperti botol ukur, pipet, water sprayer, bambu, tali

rafia, alat tulis, kamera, buku catatan, timbangan, dan lain sebagainya.

4. Peralatan analisis tanah dan tanaman

3.3. Metode Penelitian

Percobaan dilakukan di dua lokasi. Percobaan I dilakukan di rumah kaca

area pembibitan sedangkan percobaan II dilakukan di areal bekas tambang yang

siap untuk dilakukan revegetasi. Percobaan I dilakukan dengan model Rancangan

Acak Lengkap pola faktorial 2 faktor, yaitu: bahan humat dengan dosis 3 level

(0,00; 0,075; dan 0,15 ml/polybag) dan abu terbang dengan dosis 3 level (0; 200;

dan 400 g/polybag). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali pada

masing-masing jenis tanaman (3 x 3 x 5 = 45 polybag) sehingga untuk 2 jenis

tanaman terdapat 90 satuan percobaan. Perlakuan dan dosis masing-masing

amelioran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Perlakuan ameliorasi media polybag di dalam rumah kaca dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) dan meranti (Shorea parvifolia)

Perlakuan Bahan humat (ml/polybag) Abu terbang (g/polybag)

H0F0 0,000 0

H0F1 0,000 200

H0F2 0,000 400

H1F0 0,075 0

H1F1 0,075 200

H1F2 0,075 400

H2F0 0,150 0

H2F1 0,150 200

H2F2 0,150 400

Kombinasi perlakuan ini diberikan pada tanaman sengon dan meranti.

Pemilihan jenis tanaman dilakukan dengan pertimbangan, yaitu meranti

(38)

waktu muda) dan sengon merupakan jenis tanaman luar dengan pertumbuhan

cepat. Pemilihan kedua jenis tanaman yang berbeda untuk menunjukkan

kemampuan kedua bahan amelioran dalam mempengaruhi pertumbuhan

masing-masing tanaman tersebut.

Dosis pemberian amelioran bahan humat cair pada tanah seluas 1 hektar atau

setara dengan tanah seberat 2.000 ton diperlukan 15 liter bahan humat yang belum

diencerkan (Suwardi 9 September 2009, komunikasi pribadi). Pada percobaan I,

media tanah yang digunakan seberat 10 kg berat kering udara (KA = 24,3%), dan

dosis pemberian bahan humat sebanyak (0,01/2000) x 15 liter = 0,075 ml. Oleh

karena itu, dalam percobaan ini digunakan dosis bahan humat 0,00; 0,075 dan

0,15 ml/10 kg berat kering udara media tanah atau setara dengan 0; 15 dan 30 liter

ha-1. Dosis bahan humat tersebut kemudian diencerkan sebanyak 100 kali dengan

aquades. Dosis pemberian abu terbang didasarkan pada dosis yang pernah

dilakukan oleh Stuczynski (1998), adalah 0, 20, 40 g kg-1. Pada percobaan ini, untuk media tanah seberat 10 kg berat kering udara diberi level perlakuan 0; 200;

dan 400 g/polybag atau setara dengan 0, 40 dan 80 ton ha-1.

Percobaan II dilakukan dengan menggunakan model Rancangan Acak

Kelompok pola faktorial dengan perlakuan yang sama dengan percobaan I tetapi

hanya dengan indikator tanaman sengon. Percobaan dilakukan pada petak ukur

seluas 1 m x 1 m. Pada petak ukur tersebut, tanah dicangkul pada luasan 0,5 m x

0,5 m dengan asumsi kedalaman perakaran adalah 50 cm dan bobot isi tanah 1000

kg m-3 maka berat tanah sama dengan 0,5 x 0,5 x 0,5 x 1000 = 125 kg atau 0,125

ton. Amelioran bahan humat yang diperlukan sebanyak (0,125/2000) x 15 liter =

0,94 ml/petak ukur perlakuan sehingga dosis bahan humat adalah 0,000; 0,94; dan

1,88 ml/petak ukur. Dosis bahan humat tersebut kemudian diencerkan sebanyak

100 kali dengan aquades. Selanjutnya, dosis pemberian abu terbang untuk asumsi

tanah seberat 0,125 ton adalah 0,0; 2,5; dan 5,0 kg/petak ukur. Kelompok atau

blok penanaman didasarkan pada kelerengan tanah di lahan bekas tambang.

(39)

23

Tabel 4 Perlakuan ameliorasi pada tanah lahan bekas tambang dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria)

Perlakuan Bahan humat (ml/petak ukur) Abu terbang (kg/petak ukur)

H0F0 0,00 0,0

H0F1 0,00 2,5

H0F2 0,00 5,0

H1F0 0,94 0,0

H1F1 0,94 2,5

H1F2 0,94 5,0

H2F0 1,88 0,0

H2F1 1,88 2,5

H2F2 1,88 5,0

Penelitian ini tidak menggunakan tambahan pupuk dasar seperti pupuk NPK

atau organik. Jumlah hara yang diserap oleh tanaman diharapkan dapat diambil

dari abu terbang dan bahan humat dimana bahan humat diharapkan dapat

mempercepat proses pelepasan hara yang terkandung dalam abu terbang.

3.4. Pelaksanaan Percobaan

3.4.1.Percobaan I di lokasi rumah kaca

1. Amelioran bahan humat dan abu terbang disiapkan sesuai takaran dalam

Tabel 3, sedangkan untuk bahan humat dilakukan pengenceran sebanyak

100 kali dengan aquades.

2. Tanah ditimbang seberat 10 kg berat kering udara sesuai dengan ukuran

polybag, kemudian dilanjutkan dengan pencampuran tanah dengan

amelioran sesuai dengan dosis perlakuan pada Tabel 3. Tanah dan

amelioran diaduk secara merata sehingga tercampur secara homogen.

Media tanah diambil dari lokasi lahan bekas tambang.

3. Tanah yang telah diberi perlakuan tersebut kemudian diinkubasi selama

30 hari.

4. Selama menunggu inkubasi, jenis tanaman sengon dan meranti dipilih

secara homogen baik umur, tinggi dan kesehatan tanaman.

5. Tanaman sengon dan meranti ditanam pada media polybag setelah masa

(40)

6. Kadar air dan iklim mikro diusahakan tetap stabil sesuai dengan kondisi

lapang, sehingga diperlukan penyiraman setiap pagi dan sore hari.

7. Parameter-parameter vegetatif seperti tinggi tanaman diukur setiap bulan

sekali selama tiga bulan. Pada bulan ketiga pada masa pemanenan diukur

jumlah cabang dan bintil dari perakaran tanaman untuk tanaman sengon

dan panjang akar untuk tanaman meranti. Bobot kering daun diukur

untuk masing-masing perlakuan dan tanaman.

8. Analisis tanah dan tanaman dilakukan setelah tanaman di panen untuk

mengetahui kadar hara N, P, K dan Ca, Mg guna menghitung serapan

hara dan sifat kimia tanah setelah percobaan meliputi pH, C-organik, N,

P-tersedia, K, Na, Ca, dan Mg yang dapat dipertukarkan, serta KTK dan

Aldd.

3.4.2.Percobaan II di lokasi lahan bekas tambang

1. Pembuatan petak ukur perlakuan seluas 1 m x 1 m sebanyak 27 petak

ukur terbagi dalam 3 level kelerengan, yaitu lereng atas, tengah dan

bawah (sebagai ulangan). Setiap petak ukur dibatasi oleh bambu dan pita

penanda.

2. Pada petak ukur seluas 1 m x 1 m tersebut, tanah dicangkul dengan luas

50 x 50 cm dengan kedalaman 50 cm. Lubang dimasukkan tanah yang

dicampur dengan amelioran bahan humat (sudah pengenceran) dan abu

terbang sesuai dosis pada Tabel 4.

3. Tanah bekas tambang yang sudah diberikan perlakuan kemudian

diinkubasi selama 30 hari.

4. Setelah dilakukan inkubasi, tanaman reklamasi jenis sengon ditanam

pada petak ukur masing-masing satu unit.

5. Parameter vegetatif seperti tinggi tanaman diukur setiap bulan selama

tiga bulan. Pada bulan ketiga pada masa pemanenan diukur jumlah

cabang dan bintil dari perakaran tanaman serta bobot kering daun.

(41)

25

3.5. Analisis Data

Analisis tanah dilakukan pada tanah awal sebelum dilakukan perlakuan

ameliorasi dan setelah panen. Analisis tanah awal dan akhir meliputi pH,

C-organik, N-total, P-Bray I, Cadd, Mgdd, Kdd, Nadd, KTK dan Aldd. Metode yang

digunakan untuk setiap parameter kimia tanah dan serapan hara daun disajikan

pada Tabel 5.

Tabel 5 Parameter yang diukur dan metode pengukuran

No Parameter Metode / Alat ukur

Ekstrak NH4OAc 1 N hasil diukur dengan

titrasi NaOH

diukur dengan spectrofotometri serapan atom

Menggunakan meteran, diukur dari pangkal batang sampai ujung batang Dihitung secara nonparametrik dengan tingkat banyak, sedang dan sedikit

Dihitung secara nonparametrik dengan tingkat banyak, sedang dan sedikit

Menggunakan meteran, diukur dari pangkal akar sampai ujung akar utama

Dari hasil pengukuran dilihat pengaruh ameliorasi terhadap sifat-sifat kimia

tanah, serapan hara daun tanaman dan pertumbuhan fisik tanaman baik pengaruh

(42)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Sifat – sifat Kimia Tanah

Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan

abu terbang terhadap kandungan hara tanah meliputi parameter pH, C-Org,

N-Total, P-tersedia, K, Na, Ca, dan Mg yang dapat dipertukarkan, serta KTK dan

Aldd. Secara umum pemberian amelioran bahan humat dan atau abu terbang

berpengaruh nyata meningkatkan kandungan hara tanah namun tidak ada interaksi

antara kedua amelioran (Tabel 6-11).

Nilai pH tanah

Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap pH tanah

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap parameter pH tanah

Amelioran P-I sengon P-I meranti P-II

Bahan Humat

H0 4,62a 4,35 5,39

H1 4,68b 4,36 5,46

H2 4,68b 4,35 5,61

Abu Terbang

F0 4,58a 4,20a 5,41

F1 4,67b 4,35b 5,23

F2 4,72c 4,51c 5,71

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Keterangan :

P-I sengon : Percobaan I di rumah kaca dengan indikator tanaman sengon P-I meranti : Percobaan I di rumah kaca dengan indikator tanaman meranti

P-II : Percobaan II di lahan bekas tambang dengan indikator tanaman sengon

Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat atau abu terbang

berpengaruh nyata meningkatkan nilai pH tanah pada percobaan I tanaman sengon

sedangkan pada percobaan I tanaman meranti hanya abu terbang saja yang

(43)

27

Peningkatan pH tanah tidak terlalu besar dibandingkan kontrol (H0 dan F0),

karena sifat tanah lahan bekas tambang di PT KPC mempunyai kandungan Aldd

yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan buffering capacity yang tinggi.

Pemberian abu terbang dosis maksimal pada tanah tersebut tidak menunjukkan

peningkatan pH tanah yang tinggi.

Kandungan C-Org dan N tanah

Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan

C-organik (C-org) dalam tanah disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-org dalam tanah

Amelioran P-I sengon P-I meranti P-II ---(%)--- Baha Humat

H0 1,05 0,63a 1,20

H1 1,09 1,35b 1,02

H2 1,11 1,28b 1,30

Abu Terbang

F0 0,94a 1,09 1,07

F1 1,10b 0,98 1,09

F2 1,20b 1,18 1,37

Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Hasil analisis menunjukkan peningkatan C-org tanah dalam media polybag

dengan indikator tanaman sengon nyata dipengaruhi oleh abu terbang saja (Tabel

7) sedangkan pada percobaan I tanaman meranti peningkatan C-org tanah nyata

dipengaruhi oleh bahan humat. Pada percobaan percobaan II pemberian amelioran

tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C-org dalam tanah (Tabel 7).

Kenaikan C-org tanah oleh penambahan abu terbang disebabkan adanya sisa

kandungan C dalam abu terbang (1,84%) akibat pembakaran batubara yang tidak

optimal. Kenaikan C-org oleh penambahan bahan humat disebabkan adanya

kandungan org dalam bahan humat (10-13%). Lebih tingginya peningkatan

C-org akibat bahan humat karena kadar C-C-org bahan humat lebih tinggi daripada abu

terbang. Menurut Hwang (1991) komponen mineral utama abu terbang adalah

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2 Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan
Gambar 3 Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk, (2)
Gambar 4 Tahapan Pasca Operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan reklamasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa baik Sertifikat Hak Milik atas tanah yang menjadi obyek perkara milik Terbanding semula Terlawan/Penggugat maupun Sertifikat Hak Guna Bangunan yang

Dengan dicanangkannya program tersebut, maka sebagai konsekuensinya adalah penggunaan uranium pengayaan tinggi yang biasa digunakan sebagai bahan bakar nuklir

Walaupun jumlah sampel yang sedikit digunakan iaitu hanya 30 orang sahaja diambil, namun, persampelan rawak digunakan dalam mewakili pelajar-pelajar UKM yang lain dan

Namun demikian, kondisi tersebut dapat mengindikasikan bahwa manajer yang juga sebagai pemilik dapat memainkan peranan yang dapat selaras dengan pemegang saham lainnya

Peningkatan pembentukan buah yang lebih tinggi pada perlakuan ini hampir mencapai 50% jika dibandingkan dengan kontrol, tetapi peningkatan pembentukan buah sejumlah

Pada penelitian ini, peneliti memilih subjek penonton E-News yang berusia. antara 20-40 tahun yang termasuk dalam segmentasi program E-News itu

a) Penelitian yang dilakukan oleh (Lehman, 1992) menginterpretasikan adanya perilaku stereotype maskulin merupakan faktor kunci keberhasilan dari kantor akuntan

Seluruh warga Kasepuhan Cipta Mulya , baik yang tinggal di dalam maupun di luar Kampung Cipta Mulya, memiliki kewajiban untuk patuh kepada pimpinan mereka, yakni ketua