SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
MUSTIKA SARI MAULIDAH 0742010080
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS
SURABAYA
iv
rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
Faktor Faktor yang Dipertimbangkan Mahasiswa dalam Memilih Tempat Kos
(studi kasus pada mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur). Penulisan skripsil ini
merupakan salah satu kewajiban bagi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur, khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam
rangka memenuhi tugas akhir akademik untuk memenuhi sebagai persyaratan
memperoleh gelar Sarjana.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Nurhadi,Drs,M.Si selaku
dosen pembimbing utama, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk
dan pengarahan serta dorongan sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak sehingga
dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Hj. Suparwati, Dra, M.Si, sebagai dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Sadjudi, Drs, SE, M.Si, sebagai ketua Progdi Ilmu Administrasi Bisnis
v
4. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
5. Semua keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik materil
maupun spiritual.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga
terjadi kesempurnaan dalam penulisan laporan skripsi ini.
Surabaya, Juni 2011
vi
HALAMAN JUDUL ... I
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAKSI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penellitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Landasan Teori ... 6
2.1.1 Pemasaran ... 6
2.1.1.1 Pengertian Pemasaran ... 6
2.1.1.2 Konsep Pemasaran ... 8
2.1.2 Jasa ... 9
vii
2.1.4 Keputusan Pembelian ... 34
2.1.4.1 Tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan.. 39
2.1.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian 41 2.1.5 Pengertian Fisik ... 42
2.1.6 Harga ... 44
2.1.6.1 Tujuan Penetapan Harga ... 47
2.1.6.2 Aspek – Aspek dalam Mengukur Harga... 49
2.1.7 Fasilitas ... 50
2.1.8 Lokasi ... 53
2.1.8.1 Langkah-langkah Pemilihan Lokasi ... 53
2.1.8.2 Faktor-faktor Pemilihan Lokasi ... 54
2.2 Kerangka Berpikir ... 57
2.3 Hipotesis ... 59
BAB III METODE PENELITIAN ... 60
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 60
3.1.1 Definisi Operasional Variabel ... 60
3.1.2 Pengukuran Variabel ... 63
3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 63
3.2.1 Populasi ... 63
3.2.2 Sampel ... 63
viii
3.3.3 Pengumpulan Data ... 66
3.4 Teknik Analisis Data ... 67
3.4.1 Uji Validitas ... 67
3.4.2 Uji Reliabilitas ... 68
3.4.3 Analisis Diskriminan ... 69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Dan Penyajian Data ... 71
4.1.1 Gambaran Umum UPN “Veteran” Jatim... 71
4.1.1.1 Sejarah Singkat UPN “Veteran” Jatim ... 71
4.1.1.2 Visi, Misi Dan Tujuan UPN “Veteran” Jatim ... 73
4.1.2 Penyajian Data ... 74
4.1.2.1 Analisis Diskriptif Identitas Responden ... 74
4.1.2.2 Analisis Diskriptif Variabel-Variabel Penelitian ... 78
4.1.2.3 Analisis Diskriptif Tabulasi Silang ... 87
4.1.2.3.1 Keputusan Konsumen Berdasarkan Jenis Kelamin .. 87
4.1.2.3.2 Keputusan Konsumen Berdasarkan Pekerjaan Ortu . 88 4.1.2.3.3 Keputusan Konsumen Berdasarkan Pendapatan Ortu 89 4.1.2.4 Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas ... 90
4.1.2.4.1 Uji Validitas ... 90
4.1.2.4.2 Uji Reliabilitas ... 91
ix
5.2 Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA
x
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 74
Tabel 4.2 Deskripsi Fakultas Responden ... 75
Tabel 4.3 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 76
Tabel 4.4 Pendapatan Orang Tua Responden ... 77
Tabel 4.5 Keputusan pemilihan tempat kos responden ... 78
Tabel 4.6 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Bentuk fisik ... 79
Tabel 4.7 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Harga ... 80
Tabel 4.8 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Fasilitas ... 82
Tabel 4.9 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Lokasi ... 84
Tabel 4.10 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Variabel Kenyamanan .... 885
Tabel 4.11 Keputusan Pemilihan Tempat Kos Berdasarkan Jenis Kelamin .. 87
Tabel 4.12 Keputusan Pemilihan Tempat Kos Berdasarkan Pekerjaan Ortu .. 88
Tabel 4.13 Keputusan Pemilihan Tempat Kos Berdasarkan Pendapatan Ortu 89 Tabel 4.14 Hasil Uji Validitas ... 91
Tabel 4.15 Hasil Uji Reliabilitas ... 92
Tabel 4.16 Diskriptif Variabel Penelitian ... 93
Tabel 4.17 Test Of Equality Of Group Means ... 95
Tabel 4.18 Uji Homoginitas Kovarians ... 97
Tabel 4.19 Eigenvalues ... 98
Tabel 4.20 Nilai Canonical Discriminant Function Coefficients ... 99
xii
Gambar 1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkah Laku
Konsumen ... 16
Gambar 2 Hirarki Kebutuhan Maslow ... 29
xiii Lampiran 3 Statistik Diskriptif
Lampiran 4 Tabulasi Silang
Lampiran 5 Uji Validitas
Lampiran 6 Uji Reliabilitas
Oleh:
MUSTIKA SARI MAULIDAH
Kebutuhan tempat kos bagi mahasiswa. Pentingnya usaha kos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keputusan mahsiswa dalam memilih tempat kos berdasarkan bentuk fisi, harga, fasilitas, lokasi dan kenyamanan.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur yang kos di daerak kampus, metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Quota Sampling dimana pemilihan sampel secara tidak acak dapat dilakukan berdasarkan kuota untuk setiap kategori dalam suatu populasi target. Sedangkan pengambilan sampel pada penelitian ini adalah 66 responden laki-laki dan 32 responden perempuan. Analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan (untuk variabel pembeda).
Hasil analisis diskriminan diperoleh persamaan D = -2.004 – 0.832 X1 + 1.677 X2 – 0.585 X3 + 0.620 X4 – 0.285 X5. Berdasarkan uji f dsimpulkan bahwa Pada kesimpulan tidak terdapat perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos berdasarkan pertimbangkan bentuk fisik, harga, fasilitas lokasi, dan kenyamanan. Hal ini dapat dilihat berdasakan nilai Wilks’ Lambda dimana nilai Sig. > 0.05. Hanya variabel harga saja yang mampu membedakan mahasiswa dalam pemilihan tempat kos. Hal ini dapat dilihat dari nilai uji F yang nilai Sig. pada variabel harga kurang dari 0.05.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Surabaya sebagai kota metropolis yang memiliki posisi yang strategis
menjadikan kota Surabaya menjadi tempat berkumpulnya berbagai masyarakat
dari berbagai daerah. Hal ini membuat kota Surabaya menjadi padat penduduk.
Setiap tahunnya jumlah kedatangan masyarakat ke kota Surabaya selalu
meningkat. Kepadatan penduduk secara tidak langsung berpengaruh terhadap
meningkatnya jumlah lahan pemukiman di Surabaya. Jumlah ketersediaan lahan
pemukiman di Surabaya tidak sebanding dengan jumlah permintaan dari
masyarakat. Hal ini membuat harga tanah di Surabaya menjadi tinggi.
Ada banyak alasan yang melatarbelakangi kedatangan masyarakat ke
Surabaya. Beberapa alasan kedatangan masyarakat antara lain untuk keperluan
sekolah, kursus, kuliah, dan bekerja. Alasan kedatangan untuk sekolah, kursus,
kuliah, ataupun bekerja sering kali menuntut masyarakat untuk tinggal menetap
cukup lama di Surabaya. Sebagai pendatang baru yang mencoba beradaptasi
dengan lingkungan tempat tinggal baru, tentunya para pendatang perlu
mengeluarkan biaya-biaya untuk keperluan sehari-hari seperti sandang, pangan,
dan papan. Semua keperluan hidup tersebut tentunya memerlukan biaya yang
tidak sedikit, sehingga tidak mengherankan jika pendatang mensiasati
pelajar atau mahasiswa lebih memilih untuk menyewa kamar kos-kosan yang
harganya lebih murah jika dibandingkan dengan hotel ataupun apartemen.
Mengingat para pelajar atau mahasiswa pendatang ini notabene belum
memperoleh penghasilan tetap sendiri, serta masih mengharapkan biaya hidup
dari orang tua.
In de kos atau bahasa populernya ngekos merupakan salah satu pilihan
tempat tinggal bagi mahasiswa rantau baik dari luar pulau, luar kota, maupun
yang asli Surabaya yang menuntut ilmu di suatu perguruan tinggi di Surabaya.
Sebagai salah satu perguruan tinggi swasta di Jawa Timur, UPN “Veteran”
Jatim, cukup dikenal masyarakat sebagai salah satu perguruan tinggi swasta
terbaik di Surabaya, maka dari sinilah banyak para mahasiswa yang berminat
untuk kuliah di UPN “Veteran” Jatim. Demi efisiensi waktu dan tenaga,
mahasiswa yang berasal dari luar kota Surabaya tentunya dituntut untuk bertempat
tinggal sementara di lingkungan UPN “Veteran” Jatim selam masa kuliah yang
ditempuh.
Banyaknya masyarakat yang berasal dari luar daerah tinggal di lingkungan
UPN “Veteran” Jatim membuat masyarakat sekitar mengambil peluang untuk
menjadikan rumah pribadinya sebagai media investasi yang menjanjikan yaitu
sebagai tempat kos-kosan dimana merupakan suatu kebutuhan kota Surabaya
untuk bertempat tinggal sementara selama menempuh pendidikan di perguruan
semakin lama semakain meningkat, terbukti dari semakin banyaknya jumlah
kos-kosan yang ada di lingkungan UPN “Veteran” Jatim. Terbukti dari data salah satu
RW di Medokan Ayu 1, pada RW 05 pada tahun 2007 jumlah tempat kos-kosan di
lingkungannya ± 26 tempat kos dan pada tahun 2011 jumlahnya meningkat
menjadi ± 50 tempat kos. Tidak hanya pada RW 05 saja yang mengalami
peningkatan pertumbuhan investasi rumah kos, tetapi pada RW yang lain juga
mengalami peningkatan dalan investasi rumah kos.
Mahasiswa yang kos di lingkungan UPN “Veteran” Jatim adalah
mahasiswa yang berasal dari luar daerah Surabaya. Tidak jarang mahasiswa yang
berasal dari dalam Surabaya juga memilih tempat kos untuk tinggal sementara
karena jarak antara rumah dengan kampus terlalu jauh.
Tempat kos yang yang ada di lingkungan UPN “Veteran” Jatim hampir
sebagaian besar menawarkan fasilitas yang sama, tergantung dari masing-masing
mahasiswa dalam menentukan tempat kos mana yang menurut mereka sesuai
dengan kebutuhan mereka. Pada umumnya mahasiswa melihat tempat kos
diantaranya adalah bentuk fisik suatu bangunan tempat kos, harga yang
ditawarkan, fasilitas yang didapatkan, lokasi tempat kos serta kenyaman yang
dirasakan dalam memilih tempat kos. Tidak jarang mahasiswa sering pindah
tempat kos setelah menetap beberapa lama di suatu tempat kos karena tidak sesuai
dengan yang diinginkan mahasiswa. Berangkat dari sinilah, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Dipertimbangkan
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos
berdasarkan pertimbangkan bentuk fisik, harga, fasilitas lokasi, dan
kenyamanan?
2. Diantara variabel pertimbangan bentuk fisik, harga, fasilitas, lokasi, dan
kenyamanan mana yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perbedaan
keputusan mahasiswa dalam memilih tempat kos?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari uraian latar belakang diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui perbedaan keputusan mahasiswa dalam memilih tempat
kos berdasarkan pertimbangkan bentuk fisik, harga, fasilitas lokasi, dan
kenyamanan.
2. Untuk mengetahui variabel pertimbangan bentuk fisik, harga, fasilitas, lokasi,
dan kenyamanan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perbedaan
Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini daiharapkan dapat memberikan bukti secara empiris
mengenai faktor-faktor yang dipertimbangkan mahasiswa dalam memilih
tempat kos.
b. Secara Praktis.
1. Bagi Pemilik kos
Sebagai bahan inforamasi dari pemakai jasa yang dapat dijadikan
salah satu acuan dalam menentukan kebijakan yang diambil pemilik
kos dalam menarik pemakai jasa untuk bertempat tinggal di kos
tersebut.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai tambahan informasi untuk menambah pengetahuan dan
wawasan, khususnya dalam bidang penilaian tempat kos di daerah
UPN “Veteran” Jatim, serta faktor - faktor yang dipertimbangankan
mahasiswa dalam memilih tempat kos di daerah UPN “Veteran”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pemasaran
2.1.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran mengandung arti yang luas karena membahas mengenai masalah
yang terdapat dalam perusahaan dan hubungannya dengan perdagangan barang dan
jasa.
Menurut Kotler (2002:9) yang diterjemahkan Ancellawati: “Pemasaran adalah
suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain”.
Proses pertukaran melibatkan kerja. Penjual harus mencari pembeli,
mengenali kebutuhan mereka, merancang produk yang tepat, mempromosikan produk
tersebut, menyimpan dan mengangkutnya, menetapkan harganya, memberikan
layanan purna jual dan sebagainya. Kegiatan seperti pengembangan produk,
penelitian, komunikasi, distribusi, penetapan harga dan layanan merupakan inti
kegiatan pemasaran.
Lebih lanjut mengenai pengertian manajemen pemasaran didefinisikan oleh
program-program yang bertujuan menimbulkan pertukaran dengan pasar yang dituju
dengan maksud untuk mencapai sasaran perusahaan”.
Apabila kedua definisi di atas dibandingkan maka dapat kita tarik sebuah
kesimpulan bahwa pada dasarnya kegiatan manajemen pemasaran meliputi proses
penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
individu atau kelompok dalam hubungannya dengan produk barang dan jasa untuk
memperoleh apa yang diinginkan.
Pendapat Marius P Angipora (2003:3), menyatakan pemasaran adalah
kegiatan manusia yang di arahkan untuk memuaskan kebutuhan dan kegiatan dan
keinginan manusia melalui proses pertukaran.
Pendapat Marius P Angipora (2004:4), mendefisikan pemasaran kedalam dua
pengertian dasar, yaitu :
a. Dalam arti kemasyarakatan
Pemasaran adalah setiap kegiatan tukar-menukar yang bertujuan untuk
memuaskan keinginan manusia. Dalam konteks ini perlu melihat dalam wawasan
yang lebih luas yaitu:
1. Siapa yang digolongkan pemasar.
2. Apa yang dipasarkan.
a. Dalam arti bisnis.
Adalah sebuah sistem dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan,
membari harga, mempromosikan, dan mendistribusikan jasa serta barang-barang
pemuas keinginan pasar.
2.1.1.2 Konsep Pemasaran
Pendapat oleh Fandy Tjiptono (2005:5), menganjurkan konsep pemasaran
baru yaitu konsep pelanggan. Konsep ini merupakan orientasi manajemen yang
menekankan bahwa perusahaan menjalin relasi dengan pelanggan sasaran individual
yang terseleksi yang menjadi mitra perusahaan dalam merancang, menawarkan,
mendefinisi, dan merealisasikan nilai pelanggan superior. Konsep pelanggan
menyiratkan adanya reorentasi pemasaran, dari yang sebelumnya menempatkan
pemasaran sebagai konsep sentral dalam perilaku perusahaan, menjadi orientasi pada
pelanggan sebagai fokus utama.
Konsep pelanggan dapat dijabarkan kedalam enam karakteristik pokok yaitu
sebagai berikut:
1. Diarahkan pada realisasi nilai-nilai pelanggan indivual dan redevinisi nilai-nilai
tersebut.
2. Mencakup intimasi antar mitra dalam system pemasaran dan konsekuensinya
lebih berfokus pada relasi dibandingkan dangan transaksi.
4. Mendorong kekesuaian antara nilai pelanggan dan kapasitas perusahaan
berdasarkan sistem balikan pasar yang menggukur secara berkesinambungan
perilaku kepuasan dan kebutuhan pelanggan individual yang belum terpenuhi.
5. Mencerminkan gagasan bahwa pemasaran merupakan “a state of mind” yang
tidak hanya dibatasi pada satu bidang fungsional.
6. Menstimulasi organisasi internal untuk terus-menerus dipantau dan diadaptasikan
dengan perubahan kebutuhan dan preferensi pelanggan, serta selalu
menempatkan pelanggan sebagai fokus utama.
Konsep pelanggan terimplikasi pada perubahan relasi antar empat elemen
utama sistem pemasaran yaitu Customers, Competitors, Chanel Mamber dan
Company.
2.1.2 Jasa
Menurut Fandy Tjiptono (2005:16), jasa dapat didefinisikan sebagai setiap
tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak lain yang pada dasarnya
bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuai.
Walaupun demikian, produk jasa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.
Maksudnya ada produk jasa murni seperti (konsultan psikologi, konsultan
hokum, dan konsultan keuangan), ada pula jasa yang membutuhkan produk fisik
sebagai persyaratan utama (misal kapal laut dalam sarana transportasi air, pesawat
Dalam praktek tidaklah mudah membedakan barang dan jasa, karena sering
pembelian barang dibarengi dengan unsur jasa atau pelayanan, ataupun sebaliknya.
Suatu jasa sering diperluas dengan cara memasukakan atau memambahkan produk
fisik pada penawaran jasa tersebut.
2.1.2.1 Karakteristik Jasa
Pendapat Fandi Tjiptono (2005:18), jasa memiliki sejumlah karakteristik unik
yang membedakan dari barang dan berdampak pada cara memasarkannya.
Karakteristik tersebut antara lain:
1. Intagiblility.
Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, jika jasa adalah perbuatan,
tindakan, pengalaman, proses, kinerja atau usaha.
2. Inseparability.
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi, sedangakan jasa
pada umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi
pada waktu dan tempat yang sama.
3. Variability.
Jasa bersifat sangat variable karena merupakan non standardized ou put, Artinya
banyak variasi bentuk kualitas, dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan, dan di
2.1.2.2 Klasifikasi Jasa
Klasifikasi jasa menurut Fandy Tjiptono (2005:23), jasa diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifat tindakanya.
2. Berdasarkan hubungan dengan pelanggan.
3. Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan standar
konstan dalam penyampaian jasa.
4. Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa
5. Berdasarkan metode penyampaian jasa
2.1.2.3 Dimensi Kualitas Jasa
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa
mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas jasa:
1. Reliabilitas, meliputi dua aspek utama, yaitu kosistensi kinerja (performance) dan
sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu
menyampaikan jasanya secara benar sejak awal (right from the first time), memenuhi
janjinya secara akurat dan andal (misalnya, menyampaikan jasa sesuai dengan janji
yang disepakati), menyampaikan data (record) secara tepat, dan mengirimkan tagihan
yang akurat.
2. Responssivitas atau daya tanggap, yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan
contoh diantaranya: ketepatan waktu pelayanan, pengiriman slip transaksi secepatnya,
kecepatan menghubungi kembali pelanggan, dan penyampaian layanan secara cepat.
3. Kompetensi, yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan
agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk
didalamnya adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontak, pengetahuan dan
keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset organisasi.
4. Akses, meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui (approachability) dan
kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu
mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah
dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax, dan seterusnya), dan jam operasi
nyaman.
5. Kesopanan (courtesy), meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para
karyawan kontak (seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank, kasir,
dan lain-lain).
6. Komunikasi, artinya menyampaiakan informasi kepada pelanggan dalam bahasa
yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan. Termasuk didalamnya adalah penjelasan mengenai jasa/layanan yang
ditawarkan, biaya jasa, trade off antara jasa dan biaya, serta proses penanganan
masalah potensial yang mungkin timbul.
7. Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencangkup nama
perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak, dan interaksi
8. Keamanan (security), yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
Termasuk didalamnya adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan
financial (financial security), privasi, dan kerahasiaan (confidentiality).
9. Kemampuan memahami pelanggan, yaitu berupaya memahami pelanggan dan
kebutuhan spesifik mereka, memberikan perhatian individual, dan mengenal
pelanggan regular.
10. Bukti fisik (tangibles), meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan
bahan-bahan komunikasi perusahaan (seperti kartu bisnis, kop surat, dan lain-lain).
Kompetensi, kesopanan, kredibilitas, dan keamanan disatukan menjadi
jaminan (assurance). Sedangkan akses, komunikasi, dan kemampuan memahami
pelanggan diintregasikan menjadi empati (empathy). Dengan demikian, terdapat lima
dimensi utama yang disusun sesuai dengan urutan tingkat kepentingan relatifnya,
yaitu :
1. Reliabilitas (rebility), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan
layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Daya tanggap (responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan
para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka,
serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa
secara cepat.
3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan
aman bagi para pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa para karyawan selalu
bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
4. Empati (empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan
bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada
para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan,
dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
2.1.3 Perilaku konsumen
Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang
dalam persaingannya dan penentuan untuk mendapatkan dan mempergunakan barang
dan jasa.
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari.
Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat
rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana
mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa
mereka membeli. Pemasar dapat mempelajari apa yang dibeli konsumen untuk
mencari jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang mereka beli, dimana dan berapa
banyak, tetapi mempelajari mengenai alasan tingkah laku konsumen bukan hal yang
Pengertian perilaku konsumen seperti diungkapkan oleh Mowen, (2002) yaitu
studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan
perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman serta ide-ide”.
Selanjutnya Swastha dan Handoko, (2000) mengatakan: perilaku konsumen
(consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang
secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan
jasa-jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan
menentukan kegiatan-kegiatan tertentu.
Dari pengertian di atas maka pengertian prilakun konsumen dapat
disimpulkan yaitu perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan dan hubungan
sosial yang dilakukan oleh konsumen perorangan, kelompok maupun organisasi
untuk menilai, memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui
proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan
yang menentukan tindakan-tindakan tersebut.
Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab
dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat,
sikap dan selera yang berbeda. Selain proses terjadinya keputusan pembelian, wacana
lain tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen adalah
penting bagi pemasar.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen adalah faktor
situasional, psikologis, marketing mix, dan sosial budaya. Faktor situasional meliputi
Faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi pembelajaran, sikap dan psikologiapik.
Faktor marketing mix meliputi produk, harga, promosi, dan distribusi, sedangkan
faktor sosial dan budaya meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas, sosial dan
budaya.
Menurut Kotler, (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut
tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk
mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi
pembelian konsumen”
Gambar 2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkah Laku Konsumen
.(Kotler, 2001)
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Faktor kebudayaan
Menurut Kotler, (2001) kebudayaan merupakan penentu keinginan dan
perilaku yang paling mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan
Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah
laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh:
a. Budaya. Budaya adalah kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan
tingkah laku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan
lembaga penting lainnya.
b. Sub budaya. Sub budaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai terpisah
berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang umum
c. Kelas sosial. Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan
teratur dengan para anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan tingkah laku yang
serupa.
Selanjutnya Sumarwan (2004), mengemukakan pendapatnya mengenai
budaya, menurutnya definisi budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang
mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan dan kebiasaan seseorang dan masyarakat.
Budaya bukan hanya yang bersifat abstrak, seperti nilai, pemikiran dan kepercayaan,
budaya bisa berbentuk objek material. Rumah, kendaraan, peralatan elektronik,
pakaian, adalah contoh-contoh produk yang bisa dianggap sebagai budaya suatu
masyrakat. Undang-undang, makanan, minuman, musik, teknologi, dan bahasa adalah
beberapa contoh lain dari budaya suatu masyarakat. Objek material dari budaya
disebut artifak budaya (cultural artifacts) atau manifestasi material dari sebuah
budaya. Budaya akan memberikan petunjuk kepada seseorang tentang perilaku yang
bisa diterima oleh suatu masyarakat, dan budaya juga memberikan rasa memiliki
Dengan pemahaman terhadap kebudayaan memungkinkan pemasar
menginterpretasikan reaksi konsumen ke dalam strategi pemasaran. Konsumen secara
biologis mungkin serupa, tetapi pandangan-pandangannya terhadap dunia, nilai-nilai
yang mereka anut, bagaimana mereka bertindak adalah berbeda sesuai dengan latar
belakang budayanya.
Sumarwan, (2004) menjelaskan bahwa dalam suatu budaya terdapat
unsur-unsur budaya. Unsur-unsur-unsur budaya yang dimaksudkan adalah :
a. Nilai (Value). Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap
penting oleh seseorang atau suatu masyarakat. Nilai bisa berarti sebuah
kepercayaan tentang suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Nilai
biasanya jumlahnya relatif lebih sedikit. Nilai mengarahkan seseorang untuk
berprilaku yang sesuai dengan budayanya. Nilai biasanya berlangsung lama dan
sulit berubah. Nilai tidak terkait dengan suatu objek atau situasi. Nilai diterima
oleh anggota masyarakat. Nilai akan mempengaruhi sikap seseorang, yang
kemudian sikap akan mempengaruhi prilaku seseorang.
b. Norma (Norms). Hampir semua masyarakat memiliki norma. Norma lebih
spesifik dari nilai. Norma akan mengarahkan seseorang tentang prilaku yang
diterima dan yang tidak diterima. Norma adalah aturan masyarakat tentang
sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh. Norma terbagi ke
dalam dua macam. Pertama adalah norma (enacted norms) yang disepakati
berdasarkan aturan pemerintah dan ketatanegaraan, biasanya berbentuk
dalam banyak hal jika norma tersebut dilangar, akan dikenakan sanksi. Norma
kedua disebut cresive norm, yaitu norma yang ada dalam budaya dan bisa
dipahami dan dihayati jika orang tersebut berinteraksi dengan orang-orang dari
budaya yang sama. Ada tiga jenis cresive norm, yaitu sebagai berikut.
1). Kebiasaan. Kebiasaan adalah berbagai bentuk perilaku dan tindakan yang
diterima secara budaya. Kebiasaan tersebut diturunkan dari generasi ke
generasi secara turun menurun. Kebiasaan juga menyangkut berbagai jenis
perayaan yang terus menerus dilakukan secara rutin.
2). Larangan. Larangan adalah bentuk kebiasan yang mengandung aspek moral,
biasanya berbentuk tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang
dalam suatu masyarakat. Pelanggaran terhadap larangan tersebut akan
mengakibatkan sangsi sosial. Larangan yang berlaku di masyarakat
Indonesia bisa bersumber dari budaya atau dari nilai-nilai agama.
3). Konvensi. Konvensi menggambarkan norma dalam kehidupan sehari-hari.
Konvensi menggambarkan anjuran atau kebiasaan bagaimana seseorang
harus bertindak sehari-hari, dan biasanya berkaitan dengan perilaku
konsumen yaitu perilaku rutin yang dilakukan oleh konsumen.
c. Mitos. Mitos adalah unsur penting budaya lainnya. Mitos menggambarkan
sebuah cerita atau kepercayaan yang mengandung nilai dan idealisme bagi suatu
masyarakat. Mitos seringkali sulit dibuktikan kebenarannya.
d. Simbol. Simbol adalah segala sesuatu (benda, nama, warna, konsep) yang
2. Faktor sosial
Sumarwan (2004), mendefinisikan kelas sosial adalah bentuk lain dari
pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok berbeda. Menurut Kotler,
(2001) kelas sosial merupakan Pembagian masyarakat yang relatif homogen dan
permanen yang tersusun secara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai,
minat, dan perilaku yang serupa.
Kelas sosial ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi
diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan
variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang berbeda
memelihara peran tertentu dan tidak dapat mengubah posisi sosial mereka.
Menurut Kotler, (2001) Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial, yaitu:
a. Kelompok. Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk
mencapai sasaran individu atau bersama. Beberapa merupakan kelompok primer
yang mempunyai interaksi reguler tapi informal-seperti keluarga, teman, tetangga
dan rekan sekerja. Beberapa merupakan kelompok sekunder, yang mempunyai
interaksi lebih formal dan kurang reguler. Ini mencakup organisasi seperti
kelompok keagamaan, asosiasi profesional dan serikat pekerja.
b. Keluarga. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat dan telah diteliti secara mendalam, pemasar tertarik dalam
peran dan pengaruh suami, istri dan anak-anak pada pembelian berbagai produk
c. Peran dan status. Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang
menurut orang-orang yang ada disekitarnya. Setiap peran membawa status yang
mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Orang seringkali
memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat.
Menurut Mangkunegara, (2000) dalam hubungan dengan perilaku konsumen
faktor sosial ini dapat dikarakteristikan antara lain:
a. Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang
mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap (toko serba ada,
supermarket), konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli
cenderung untuk dapat menjadi warisan bagi keluarga.
b. Kelas sosial golongan menengah cenderung membeli barang untuk menepatkan
kekayaan, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup
memadai. Mereka berkeinginan membeli kendaraan, rumah mewah, perabot
rumah tangga.
c. Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan mementingkan
kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya mereka membeli barang untuk
kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral atau
penjualan dengan harga promosi.
Sumarwan, (2004) mengemukakan pendapat yang menyebutkan bahwa ada
sembilan variabel yang menentukan status atau kelas sosial seseorang, kesembilan
variable tersebut digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut :
1). Status pekerjaan. Status pekerjaan akan menentukan kelas sosial seseorang.
Status sosial seseorang akan ditentukan oleh keluarga tempat ia tinggal.
Pekerjaan yang dilakukan orang tua, baik ayah atau ibu akan menentukan
kelas sosial. Di daerah pedesaan penghargaan terhadap guru masih sangat
tinggi, maka status pekerjaan sebagai guru dianggap sebagai kelas sosial yang
sangat baik atau kelas atas.
2). Pendapatan. Pendapatan akan menentukan daya beli seseorang, yang
selanjutnya akan mempengaruhi pola konsumsinya. Beberapa profesi seperti
pengusaha besar, para eksekutif perusahaan, dokter, pengacara, dan akuntan
akan memiliki pendapatan yang jauh lebih tinggi dari profesi lainnya.
Semakin tinggi pendapatan seseorang semakin besar peluangnya ia masuk ke
dalam kategori kelas atas.
3). Harta benda. Pendapatan yang tinggi biasanya diikuti oleh pemilikan harta
benda yang banyak.
b. Variable Interaksi
1). Prestis Individu. Kelas sosial akan ditentukan oleh penghargaan yang
diberikan orang lain kepada seseorang. Seseorang dikatakan memiliki prestis
pribadi jika ia dihormati oleh orang lain dan orang-orang sekelilingnya.
Seseorang pada kelas sosial tertentu akan lebih senang untuk berinteraksi dan
berkomunikasi dengan seseorang pada kelas sosial yang sama. Mereka akan
2). Asosiasi. Kelas sosial seseorang dapat diketahui dengan cara mengidentifikasi
dengan siapa ia berkomunikasi dan bergaul dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah yang disebut sebagai variabel asosiasi.
3). Sosialisasi. Sosialisasi adalah sebuah proses yaitu seseorang belajar berbagai
keterampilan, membentuk sikap dan kebiasaan dalam menjalani kehidupan
masyarakat. Bagaimana seseorang melakukan sosialisasi akan menentukan
kelas sosial seseorang.
c. Variable Politik
1). Kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain dan memimpin orang lain. Orang-orang yang terpilih sebagai
pemimpin atau ketua partai politik yang besar adalah orang-orang yang
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain.
Mereka termasuk ke dalam kelas sosial atas.
2). Kesadaran kelas..Kesadaran kelas adalah kesadaran seseorang terhadap kelas sosial tempat ia berada bahwa mereka berada dalam suatu kelompok yang
berbeda dengan yang lain, dan memiliki minat politik dan ideologi yang sama.
Orang dengan orientasi politik dan sosial yang sama akan cenderung
berkumpul dan berkelompok bersama.
3). Mobilitas. Konsep lain untuk memahami kelas sosial adalah mobilitas.
Mobilitas adalah perubahan seseorang dari satu kelas ke kelas sosial yang
menengah atau atas. Konsumen yang berubah status sosial harus mempelajari
bagaimana melakukan pola konsumsi yang baru.
3. Faktor pribadi
Menurut Kotler, (2001) “Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik
psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan
yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan”. Sumarwan, (2004)
mendefinisikan kepribadian yaitu kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan
karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological characteristics)
manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari
masing-masing individu. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi respons
individu terhadap lingkungannya (stimulus) secara konsisten. Perbedaan karakteristik
akan mempengaruhi perilaku indvidu tersebut. Individu dengan karakteristik yang
sama cenderung akan bereaksi yang relatif sama terhadap situasi lingkungan yang
sama.
Lebih lanjut Kotler, (2001) mengatakan bahwa keputusan membeli juga
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:
a. Umur dan tahap daur hidup. Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli
selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi sering
kali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup
keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan
tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana
pemasaran untuk setiap tahap.
Menurut Sumarwan, (2004) memahami usia konsumen adalah penting, karena
konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda.
Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap
merek. Dari sisi pemasaran, semua penduduk berapapun usianya adalah
konsumen. Namun, pemasar perlu mengetahui dengan pasti apakah usia dijadikan
dasar untuk segmentasi pasar produknya. Jika ya, maka pemasar perlu
mengetahui pasar potensial dari produk yang dipasarkannya. Artinya ia perlu
mengetahui komposisi dan distribusi usia penduduk dari suatu wilayah atau
daerah yang dijadikan target pasarnya.
b. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.
Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas
rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat
melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan
tertentu.
Menurut Sumarwan, (2004) pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik
konsumen yang saling berhubungan. Beberapa profesi seperti dokter, pengacara,
akuntan, peneliti memerlukan syarat pendidikan formal agar bisa bekerja sebagai
profesi tersebut. Dan selanjutnya, profesi dan pekerjaan seseorang akan
mempengaruhi pendapatan yang diterimanya. Pendapatan dan pendidikan tersebut
Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang
dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu
masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat
responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam
pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan
selera konsumen juga berbeda. Dari sisi pemasaran, semua konsumen dengan
tingkat pendidikan yang berbeda adalah konsumen potensial bagi semua produk
dan jasa. Pemasar harus memahami kebutuhan konsumen dengan tingkat
pendidikan yang berbeda, dan produk apa yang bisa memenuhi kebutuhan
tersebut. Selanjutnya, pemasar menentukan target konsumen yang akan
dilayaninya.
c. Situasi ekonomi. Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk.
Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan
dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi
menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk
merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya.
d. Gaya hidup. Pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas
(pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode,
keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari sekedar kelas sosial dan kepribadian
seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang
e. Kepribadian dan Konsep Diri. Kepribadian setiap orang jelas mempengaruhi
tingkah laku membelinya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik
yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap
lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat
seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi,
mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan.
Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk
pemilihan produk atau merek tertentu.
Selanjutnya Sumarwan, (2004) berpendapat bahwa karakteristik dari
kepribadian seperti dikemukakan di bawah ini:
a. Kepribadian Menggambarkan Perbedaan Individu. Kepribadian menunjukkan
karakteristik yang terdalam pada diri manusia merupakan gabungan dari banyak
faktor yang unik, karena itu tidak ada dua manusia yang sama persis. Ada
mungkin dua manusia yang memiliki kesamaan dalam satu karakteristik, tetapi
pada karakteristik lainnya mungkin berbeda. Kepribadian yang berbeda bisa
diamati dengan perilakunya yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya.
Karena itu sifat manusia bisa dianggap sebagai suatu kepribadian jika sifat
tersebut telah menyebabkan ia berperilaku yang berbeda dengan perilaku orang
lain. Jika perilaku seseorang telah bisa menggambarkan perbedaan dengan orang
lain, maka ia telah memiliki kepribadian yang berbeda dengan orang tersebut.
b. Kepribadian. Menunjukkan Konsistensi dan Berlangsung Lama. Karakteristik
individu tersebut secara konsisten dalam waktu yang relatif lama. Kepribadian
cenderung bersifat permanen dan sulit berubah. Suatu sifat manusia disebut
sebagai suatu kepribadian jika sifat tersebut telah menyebabkan perilaku orang
tersebut konsisten sepanjang waktu. Sifat penyabar telah menjadi kepribadiannya
karena perilakunya selalu konsisten menunjukkan bahwa ia adalah penyabar.
Karena itu pemasar tidak bisa mengubah kepribadian konsumen agar sesuai
dengan produk yang mereka hasilkan. Namun, pemasar dapat mengidentifikasi
karakteristik apa pada diri konsumen yang mempengaruhinnya dalam membeli
suatu produk. Pemasar dapat membuat komunikasi pemasaran yang menyentuh
karakteristik konsumen yang menjadi target pasar mereka. Kepribadian bersifat
konsisten, namun pola konsumsinya mungkin beragam. Hal ini disebabkan pola
konsumsi bukan hanya dipengaruhi oleh kepribadian, juga faktor lain seperti
sikap, motivasi, sosial budaya, lingkungan, dan daya beli konsumen. Intinya,
kepribadian adalah salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi pola
konsumsi seseorang.
c. Kepribadian Dapat Berubah. Kepribadian bersifat permanen dan konsisten,
namun bukan berarti bisa berubah. Situasi bisa menyebabkan seseorang
mengubah kepribadiannya.
4. Faktor psikologis
Menurut Kotler, (2001) faktor psikologis sebagai bagian dari pengaruh
lingkungan tempat tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan
Pilihan barang yang dibeli seseorang lebih lanjut disampaikan oleh Kotler,
(2001) dipengaruhi oleh faktor psikologi yang meliputi :
a.. Motivasi. Kebutuhan yang cukup untuk mengarahkan seseorang mencari cara
untuk memuaskan kebutuhan. Dalam urutan kepentingan, jenjang
kebutuhannya adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan
sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan pengaktualisasian diri. Mula-mula
seseorang mencoba untuk memuaskan kebutuhan yang paling penting. Kalau
sudah terpuaskan, kebutuhan itu tidak lagi menjadi motivator dan kemudian orang
tersebut akan mencoba memuaskan kebutuhan paling penting berikutnya.
Kebutuhan
Mengaktuali-sasikan diri (pengembangan diri dan realisasi)
Kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan, status
Kebutuhan Sosial (rasa memiliki, cinta)
Kebutuhan akan rasa aman (kepastian, perlindungan)
Kebutuhan Fisiologis (Lapar,haus)
1). Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs). Kebutuhan fisiologis adalah
kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan tubuh manusia untuk
mempertahankan hidup. Kebutuhan tersebut meliputi makanan, air, udara,
rumah, pakaian, dan seks. Seorang ekonom yang bernama Enggel membuat
suatu teori yang terkenal dengan teori Enggel, yang menyatakan bahwa
semakin sejahtera seseorang maka semakin kecil persentase pendapatannya
untuk membeli makanan
2). Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs). Kebutuhan rasa aman adalah
kebutuhan tingkat kedua setelah kebutuhan dasar. Ini merupakan kebutuhan
perlindungan bagi fisik manusia. Manusia membutuhkan perlindungan dari
gangguan kriminalitas, sehingga ia bisa hidup dengan aman dan nyaman
ketika berada di rumah maupun ketika bepergian. Keamanan secara fisik
akan menyebabkan diperolehnya rasa aman secara psikis, karena konsumen
tidak merasa was-was dan khawatir serta terancam jiwanya di mana saja ia
berada.
3). Kebutuhan Sosial (Sosial Needs Atau Belonginess Needs). Setelah kebutuhan
dasar dan rasa aman terpenuhi, manusia membutuhkan rasa cinta dari orang
lain, rasa memiliki dan dimiliki, serta diterima oleh orang-orang
sekelilingnya. Inilah kebutuhan tingkat ketiga dari Maslow, yaitu kebutuhan
sosial. Kebutuhan tersebut berdasarkan kepada perlunya manusia
4). Kebutuhan Ego (Egoistic or Esteem Needs). Kebutuhan ego atau esteem
adalah kebutuhan tingkat keempat, yaitu kebutuhan untuk berprestasi
sehingga mencapai derajat yang lebih tinggi dari yang lainnya. Manusia tidak
hanya puas dengan telah terpenuhinya kebutuhan dasar, rasa aman, dan sosial.
Manusia memiliki ego yang kuat untuk bisa mencapai prestasi kerja dan karier
yang lebih baik untuk dirinya maupun lebih baik dari orang lain. Manusia
berusaha mencapai prestis, reputasi, dan status yang lebih baik. Bahkan
seorang individu ingin dikenali sebagai orang yang berprestasi maupun
sukses.
5). Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self-Actualization). Derajat tertinggi
atau kelima dari kebutuhan yaitu keinginan dari seorang individu untuk
menjadikan dirinya sebagai orang yang terbaik sesuai dengan potensi dan
kemampuan yang dimilikinya. Seorang individu perlu mengekspresikan
dirinya dalam suatu aktivitas untuk membuktikan dirinya bahwa ia mampu
melakukan hal tersebut. Kebutuhan aktualisasi diri juga menggambarkan
keinginan seseorang untuk mengetahui, memahami dan membentuk suatu
sistem nilai, sehingga ia bisa mempengaruhi orang lain. Kebutuhan aktualisasi
diri adalah keinginanuntuk bisa menyampaikan ide, gagasan dan sistem nilai
yang diyakininya kepada orang lain.
b. Persepsi. Menurut Kotler, (2001) “Persepsi adalah proses yang dilalui orang
dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan informasi guna
Orang dapat membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang sama karena
3 macam proses penerimaan indera menurut Kotler, (2001) yaitu:
1). Perhatian selektif. Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian
besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja
cukup keras untuk menarik perhatian konsumen.
2). Distorsi selektif. Menguraikan kecenderungan orang untuk
meng-intepretasikan informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah
mereka yakini.
3). Ingatan selektif. Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal yang mereka
pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau mengingat informasi
yang mendukung sikap dan keyakinan mereka, karena adanya ingatan selektif.
c. Pengetahuan. Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku
individual yang muncul dari pengalaman. Pentingnya praktik dari teori
pengetahuan bagi pemasar adalah mereka dapat membentuk permintaan akan
suatu produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat,
menggunakan petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan memberikan peranan
positif.
Kotler (2000), menyatakan pembelajaran menggambarkan perubahan dalam
tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran
mengatakan bahwa kebanyakan tingkah laku manusia dipelajari. Pembelajaran
berlangsung melalui saling pengaruh dorongan, rangsangan, petunjuk respon dan
d. Keyakinan dan sikap. Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan
keyakinan dan sikap. Keduanya ini, pada waktunya mempengaruhi tingkah laku
membeli. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang
mengenai sesuatu. Keyakinan didasarkan pada pengetahuan yang sebenarnya,
pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi atau mungkin tidak.
Pemasaran tertarik pada keyakinan bahwa orang yang merumuskan mengenai
produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun citra produk dan merek
yang mempengaruhi tingkah laku membeli yang mempengaruhi tingkah laku
membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian,
pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengoreksinya.
Sikap menguraikan evaluasi, perasaan dan kecenderungan dari seseorang
terhadap suatu obyek atau ide yang relatif konsisten. Sikap menempatkan orang
dalam suatu kerangka pemikiran mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu
mengenai mendekati atau menjauhinya.
Menurut Kotler, (2000) “Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki
seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan ini mungkin didasarkan pada
pengetahuan sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan
2.1.4 Keputusan Pembelian
Sumarwan (2004), mendefinisikan keputusan sebagai pengambilan tindakan
dari dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan
pilihan maka ia harus memiliki pilihan alternatif.
Pemasar perlu mengetahui siapa yang terlibat dalam keputusan membeli dan
peran apa yang dimainkan oleh setiap orang untuk banyak produk, cukup mudah
untuk mengenali siapa yang mengambil keputusan. Menurut Enggel dkk, (1994)
beberapa peran dalam keputusan membeli:
a. Pemrakarsa: orang yang pertama menyarankan atau mencetuskan gagasan
membeli produk atau jasa tertentu.
b. Pemberi pengaruh: orang yang pandangan atau sarannya mempengaruhi
keputusan membeli.
c. Pengambil keputusan: orang yang akhirnya membuat keputusan membeli atau
sebagian dari itu, apakah akan membeli, apa yang dibeli, bagaimana membelinya
atau di mana membeli.
d. Pembeli: orang yang benar-benar melakukan pembelian
e. Pengguna: orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
Mengetahui peserta utama proses pembelian dan peran yang mereka mainkan
membantu pemasar untuk menyesuaikan program pemasaran.
Semakin kompleks keputusan yang harus diambil biasanya semakin banyak
laku membeli konsumen berdasarkan pada derajat keterlibatan dan tingkat perbedaan
antara merek, yaitu:
a. Tingkah laku membeli yang komplek. Tingkah laku membeli konsumen dalam
situasi yang bercirikan keterlibatan tinggi konsumen dalam pembelian dan
perbedaan besar yang dirasakan diantara merek.
Pembeli ini akan melewati proses pembelajaran, pertama mengembangkan
keyakinan mengenai produk, kemudian sikap, dan selanjutnya membuat pilihan
membeli yang dipikirkan masak-masak. Pemasar dari produk yang banyak
melibatkan peserta harus memahami tingkah laku pengumpulan informasi dan
evaluasi dari konsumen yang amat terlibat. Mereka perlu membantu pembeli
belajar mengenai atribut kelas produk dan kepentingan relatif masing-masing, dan
mengenai apa yang ditawarkan merk tertentu, mungkin dengan menguraikan
panjang lebar keunggulan mereka lewat media cetak.
b. Tingkah laku membeli yang mengurangi ketidakcocokan. Tingkah laku membeli
konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibatan konsumen yang tinggi tetapi
sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek. Tingkah laku membeli yang
mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen amat terlibat dalam
pembelian barang yang mahal, jarang dibeli dan beresiko tetapi melihat sedikit
perbedaan diantara merek.
c. Tingkah laku membeli yang mencari variasi. Tingkah laku membeli yang
menjadi kebiasaan terjadi di bawah kondisi keterlibatan konsumen yang rendah
Konsumen tampaknya mempunyai keterlibatan yang rendah dengan kebanyakan
produk yang mempunyai harga murah dan sering dibeli. Dalam hal ini, tingkah
laku konsumen tidak diteruskan lewat urutan keyakinan – sikap – tingkah laku
yang biasa. Konsumen tidak mencari informasi secara ekstensif mengenai merek
mana yang akan dibeli. Sebaliknya, mereka secara pasif menerima informasi
ketika menonton televisi atau membaca majalah. Pengulangan iklan menciptakan
pengenalan akan merek bukan keyakinan pada merek. Konsumen tidak
membentuk sikap yang kuat terhadap suatu merek; mereka memilih merek karena
sudah dikenal. Karena keterlibatan mereka dengan produk tidak tinggi, konsumen
mungkin tidak mengevaluasi pilihan bahkan setelah membeli. Jadi, proses
membeli melibatkan keyakinan merek yang terbentuk oleh pembelajaran pasif,
diikuti dengan tingkah laku membeli, yang mungkin diikuti atau tidak dengan
evaluasi.
Karena pembeli tidak memberikan komitmen yang kuat pada suatu merek,
pemasar produk yang kurang terlibat pada beberapa perbedaan merek seringkali
menggunakan harga dan promosi penjualan untuk merangsang konsumen agar
mau mencoba produk.
d. Tingkah laku membeli yang menjadi kebiasaan. Konsumen menjalani tingkah
laku membeli yang mencari variasi dalam situasi yang ditandai oleh keterlibatan
konsumen rendah, tetapi perbedaan merk dianggap berarti.
Dalam kategori produk seperti ini, strategi pemasaran mungkin berbeda untuk
Perusahaan akan mendorong pencarian variasi dengan menawarkan harga rendah,
penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alasan
untuk mencoba sesuatu yang baru.
Menurut Kotler, (2000) tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai
keputusan membeli melewati lima tahap, yaitu:
a. Pengenalan kebutuhan. Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan
yaitu pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan
perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan.
b. Pencarian informasi. Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari
lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat
dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen
kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan
kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan
dengan kebutuhan tersebut.
c. Evaluasi alternative. Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika
konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam
perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi
konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk
sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti
penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik
masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu
atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada
tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap
merek berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang
menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan
keputusan pembelian.
Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung
pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa
keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran
logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau
tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung
pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri;
kadang-kadang mereka bertanya pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau
wiraniaga untuk memberi saran pembelian.
Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana sebenarnya
mereka mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi
apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkah-langkah untuk
mempengaruhi keputusan membeli.
d. Keputusan membeli. Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek
dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli
konsumen yaitu membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat
muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama
yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua yaitu faktor situasi yang tidak
diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan
tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian.
e. Tingkah laku pasca pembelian. Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu
konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada
rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas
dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan
prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan,
konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa puas, bila
melebihi harapan konsumen akan merasa puas.
Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima
dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual melebih-lebihkan
prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya
ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan antara harapan dan prestasi,
semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli harus
membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan
puas.
2.1.4.1 Tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian.
Menurut Kotler, (2000) tahap-tahap yang dilewati pembeli untuk mencapai
a. Pengenalan kebutuhan. Proses membeli dimulai dengan pengenalan kebutuhan
yaitu pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan
perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan.
b. Pencarian informasi. Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari
lebih banyak informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat
dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen
kemungkinan akan membelinya.
c. Evaluasi alternative. Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika
konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam
perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi
konsumen, antara lain:
1. kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut
produk.
2. konsumen akan memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda
menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing.
3. konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek
mengenai dimana posisi setiap merek pada setiap atribut.
4. harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut
yang berbeda.
5. konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa prosedur
evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi,
Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung
pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa
keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran
logis.
d. Keputusan membeli. Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek
dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli
konsumen yaitu membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat
muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama
adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek
yang akan dipilih konsumen. Faktor kedua yaitu faktor situasi yang tidak
diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Akan
tetapi peristiwa-peristiwa yang tak diharapkan bisa menambah niat pembelian.
e. Tingkah laku pasca pembelian. Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu
konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada
rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas
dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan
prestasi yang diterima dari produk.
2.1.4.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Menurut Kotler (2000:2004) faktor-faktor keputusan pembelian adalah
sebagai berikut :
1. Desain fisik yaitu merupakan tampilan produk jasa yang dibeli dan akan
2. Harga, yaitu merupakan penentu kritis yang membedakan produk yang
ditawarkan oleh pengusaha yang satu dengan pengusaha lainnya.
3. Lokasi yaitu tempat berbelanja strategis, tempatnya nyaman, dan
kemudahan mencapai tempat tujuan.
4. Pelayanan, yaitu kemampuan dalam memberikan suatu pelayanan pada
konsumennya. Dimana apabila kualitas layanan yang diterima konsumen
lebih baik maka konsumen cenderung akan mencobanya kembali
5. Keamanan, yaitu keadaan dimana konsumen merasa nyaman dalam
berbelanja.
6. Fasilitas, yaitu berupa penampilan fasilitas fisik seperti : gerdung dan
ruangan front office, tersedia tempat parkir, kebersihan, kerapiha ruangan,
kelengkapan peralatan komunikais dan penampilan karyawan.
2.1.5 Pengertian Fisik
Bukti fisik adalah lingkunagan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana
perusahaan dan konsumennya berinteraksi, serta setiap komponen tangible
memfasilitasi penampilan komunikasi jasa tersebut. Contoh dari bukti fisik adalah
desian fasilitas, keindahan lingkungan, fungsi, peralatan rambu-rambu, pakaian
karyawan dan lain-lain.
Dalam pemasaran jasa orang berfungsi sebagai penyedia jasa yang semua
sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Untuk mencapai kualitas
padam konsumen. Lingkungan fisik atau bukti fisik merupakan lingkungan fisik
tempat jasa diciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen. Terdapat 2 bukti
fisik, yaitu:
1. Bukti penting (essntial evidence) merupakan keputusan yang buat oleh
pemberi jasa mengenai desain dan tata letak dari gedung,uanan, dan lin-lain.
2. Bukti pendukung (peripheralevidence) merpakan nilai tambah yang bila
berdiri sendiri tidak akan berarti apa-apa. Jadi hanya berfungsi sebagai
pelengkap saja sekalipun peranannya sangat penting dalam proses produksi
jasa, misalnya : meja, papan tulis, audio an video pada jasa pendidikan.
Menurut yazid (2006:136), bukti jasa mencakup representatif tangible tentang
jasa seperti periklanan dan bentuk-bentuk komunikasi lain yang mencangkup
lingkungan fisik dimana jasa disajikan dan konsumen karyawan berinteraksi.
Elemen-elemen dari bukti fisik mempengaruhi konsumen melalui atribut-atribut eksterior
(rambu-rambu, tempat parker, halaman, taman) dan atribut-atribut interior (desain,
layout, pencahayaan, musik, peralatan, dan dekorasi).
Menurut Lovelock dan Wright (2005:216), bukti fisik dan atmosfer yang
menyertai mempengaruhi perilaku pembeli dalam tiga hal, antara lain:
1. Sebagai medium yang menimbulkan perhatian untuk membuat panorama jasa
tersebut menonjol dari bangunan pesaing dan untuk menarik pelanggan dari
2. Sebagai medium yang menciptakan pesan, dengan menggunakan
isyarat-isyarat simbolis untuk berkomunikasi dengan pelanggan yang diinginkan
tentang sifat dan kualitas khusus pengalaman jasa tersebut.
3. Sebagai medium yang menciptakan efek dengan menggunakan warna, tekstur,
suara, bau, dan desain ruangan untuk menciptakan atau meningkatkan selera
untuk barang, jasa atau pengalaman tertentu.
2.1.6 Harga
Menurut Rambat Lupiyoadi (2001:86) kegiatan penetapan harga memainkan
peranan penting dalam proses bauran pemasaran, karena penetapan harga terkait
langsung nantinya dengan revenue yang diterima oleh perusahaan. Keputusan
penetapan harga juga sedemikian penting dalam menentukan seberapa jauh sebuah
layanan jasa dinilai konsumen dan juga dalam proses pembangunan citra. Penetapan
harga juga memberikan persepsi tertentu dalam kualitas. Penetapan harga biasanya
dilakukan dengan menambah persentase diatas/besarnya nilai biaya produksi.
Pendekatan ini bagaimanapun juga dapat mengakibatkan kehilangan benefit dalam
strategi pemasaran. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang jasa perlu
menggunakan startegi penetapan harga agar mampu bersaing dalam pasar yang
kompetitif.
Benefit yang dimiliki suatu produk jasa harus dibandingkan dengan berbagai
biaya (pengorbanan) yang ditimbulkan dalam menngkonsumsi layanan jasa tersebut.