• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORGIVENESS PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA BERCERAI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FORGIVENESS PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA BERCERAI."

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

FORGIVENESS PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA BERCERAI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Mar’atusholihah B57212094

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

C. PERCERAIAN ORANG TUA ...29

D. PRESPEKTIF TEORITIK ...32

E. PROSEDUR ANALISISDAN INTERPRETASI DATA ...42

F. KEABSAHAN DATA ...43

(7)

(8)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses forgiveness pada remaja yang orang tuanya bercerai dan faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan strategi fenomenologi dan metode wawancara. Hal itu didasarkan pada tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan triangulasi sebagai validasi data. Subjek penelitian adalah remaja yang orang tuanya bercerai. subjek berjumlah lima orang dengan permasalahan yang sama yakni perceraian orang tua namun dengan keadaan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ke lima subjek tiga diantaranya melakukan forgiveness dengan empat tahapan yakni merasa disakiti, merasa dibenci, penyembuhan dan dami atau rujuk kembali. Dua yang lainnya tidak mengalami rasa benci. Faktor yang mempengaruhi forgiveness dari kelima subjek tersebut diantaranya adalah hubungan interpersonal, kesadaran pribadi, kepribadian dan nasehat serta pendidikan.

(9)

ABSTRACT

This study attempts to understand the process forgiveness in adolescents the parents were

divorced and the factors that affect this. The research is the qualitative study, using the

strategies phenomenology and methods interview. It is based on the objective research. This

research using triangulation as of data validation. The subject of study are teenagers the

parents were divorced. Subject were five and with similar problems to the namely divorce

parents but with a different state. The research results show that of the five subject three of

them do forgiveness with four stage it was a harmed, feel hated, healing and dami or refer

back. Two nothing else has experiencing intense hate. Factor that influences forgiveness from

the five of the subject of them are relations interpersonal, personal awareness, personality

and advice as well as education.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka perceraian pasangan di Indonesia terus meningkat drastis. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi 285.184 perceraian di seluruh Indonesia. Data pengadilan Tinggi Agama (PTA) Surabya menyebutkan, saat ini jumlah kasus perceraian yang sudah diputus per Nopember 2011 mencapai 66.799 kasus. Ada pun jumah pengajuan cerai antara Januari-November mencapai 68.989 kasus dengan perincian cerai talak sebanyak 23.920 kasus dan cerai gugat sejumlah 45.069 perkara (majalah Lensa Utama 2012). Permaslahan mengenai perceraian diperkuat dengan data statistik Indonesia tahun 2009 menunjukkan bahwa Propinsi Jawa timur Menempati uurtan tertinggi nasional untuk kasus talak dan cerai dengan jumlah kasus 65.334. Di kota Surabaya sendiri, angka perceraian selalu meningkat setiap tahunnya (dalam Primasti dan Wrastari, 2013).

(11)

2

sebagai suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami istri dan kesepakatan diantara mereka untuk tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai suami istri (Dariyo dalam Dewi, 2014). Dalam kamus besar bahasa Indonesia cerai adalah putusnya hubungan sebagai suami istri.

Dalam DSMIV-TM tertulis bahwa perceraian dapat menjadi fokus klinis yang perlu ditangani, yaitu sebagai masalah yang berkaiatan dengan tahap perkembangan atau masalah yang berkaitan dengan lingkungan kehidupan seseorang. Perceraian juga berpengaruh terhadap anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut, khususnya remaja. Bagi remaja sendiri, selaku anak, mereka memberikan penilaian bahwa perceraian orang tua merupakan peristiwa hidup kedua yang menimbulkan stres terbesar (Dewi, 2006).

(12)

3

Hurlock (2002) menyatakan bahwa setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama sepanjang masa kanak-kanak, masalah kanak-kanak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. kedua karna para remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. Masa remaja adalah masa dimana seorang sedang mengalami saat krisis, sebab ia mau menginjak ke masa dewasa. Dalam masa tersebut, remajadalam keadaan labil dan emosionla.Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa yang membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengan dirinya terutama orang tua (Nisfianoor dan Yulianti, 2005).

(13)

4

perceraian orang tuanya sehingga akan mengganggu apa yang seharusnya dia perhatikan sesuai dengan usianya (Lestari, 2014).

Pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap fenomena yang ada, serta berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti dengan remaja dari orang tua yang bercerai di Surabaya menunjukkan bahwa terdapat lima remaja dengan inisial ZN, FZ, HS, QN, dan AS. Mereka adalah remaja yang orang tuanya bercerai. ZN, merupakan remaja laki-laki yang saat ini berusia 23 tahun. ZN tinggal di kota Surabaya. Sejak usia 6 tahun ZN ditinggal oleh ayahnya. Sejak saat itu ZN mengetahui bahwa kedua orang tuanya bercerai. Setelah perceraian tersebut ZN tinggal bersama ibunya. ZN mengaku sangat kaget. Ia menangis dan kecewa terhadap ibunya. ZN juga marah terhadap ayahnya. ZN mengetahui bahwa ayahnya telah menikah lagi dengan wanita lain. ZN semakin benci terhadap ayahnya. Ketika dia sekolah di SMP ZN menganggap ayahnya telah meninggal dunia, ia mengaku sebagai anak yatim. Bahkan ZN juga pernah mendatangi rumah ayahnya dan memarahinya. ZN juga melontarkan kata-kata kotor kepada ayahnya. Namun saat ini ZN telah memaafkan ayah dan ibunya. Hal itu terbukti dengan adanya komunikasi yang baik dengan ayah dan ibunya.

(14)

5

mengetahui kabar perceraian orang tuanya dia sangat kaget. Yang ia ketahui penyebab perceraian kedua orang tuanya adalah karena ibunya selingkuh dengan laki-laki lain ketika di luar negeri. FZ mengaku sangat sedih dan hal tersebut menyakiti hatinya. Dia mengancam ibunya lewat sms bahwa ia akan bunuh diri. FZ mengutarakan pada ibunya bahwa hidupnya sudah tidak lagi berharga karena kedua semangatnya sudah tidak lagi bersama. Namun seiring berjalannya waktu FZ memaafkan dan menerima perceraian tersebut. Ia juga sudah tidak bersedih ketika teringat hal itu.

HS, merupakan remaja laki-laki yang berusia 22 tahun. HS tinggal di Surabaya. Ia ditinggal cerai oleh kedua orang tuanya saat ia lulus SD. Setelah percerian tersebut HS tinggal bersama ibunya. Sebelumnya HS mengetahui tentang pertengkaran kedua orang tuanya. Menurut HS penyebab perceraian orang tuanya adalah karena materi atau kurangnya nafkah. Saat mengetahui orang tuanya bercerai HS mengaku sedih hingga ia menangis. Setelah orang tuanya bercerai dia tianggal bersama ibunya. Dia mengaku marah terhadap ayahnya karena setelah perceraian tersebut hidupnya semakin berat. Ia harus bekerja keras denga ibu dan adik-adiknya. Namun seiring berjalannya waktu HS menerima perceraian orang tuanya dan sering berkomunikasi dengan ayahnya.

(15)

6

Saat itu ayahnya sudah meninggalkan dia. Setelah itu QN tinggal bersama ibunya. Menurut QN penyebab perceraian orang tuanya adalah karena adanya orang ke tiga yakni laki-laki lain yang disukai oleh ibunya. Namun saat ini QN sudah memaafkan dan menerima perceraian tersebut. Ia sering bertemu dengan kedua orang tuanya. Komunikasinya dengan kedua orang tua sangat baik.

AS, merupakan remaja laki-laki yang berusia 22 tahun. AS tinggal di kota Surabaya. Ia ditinggal orang tuanya bercerai sejak ia berada di SD. Setelah perceraian tersebut AS tinggal bersama mamanya. Ketika mengetahui hal tersebut dia sangat sedih. AS beranggapan bahwa perceraian itu telah menghancurkan kehidupannya. Menurutnya ibunya adalah orang yang kasar namun sayang sama dia, dan ayahnya adalah orang yang baik. Namun saat ini ia sudah memaafkan keduanya dan menerima perceraian tersebut. Ia sering main ke rumah ayahnya yang berada di luar kota.

(16)

7

Cara yang mereka pakai dalam mengungkapkan perasaan mereka tentang perceraian yang dilakukan oleh orang tua berbeda-beda. Diantaranya adalah dengan memarahi ayah sebagai orang yang telah meninggalkannya, ia merasa dihianati oleh orang tuanya. Remaja tersebut juga meontarkan kata-kata kotor terhdap ayahnya. Dia juga mengatakan pada orang lain bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Dia mengaku sebagai anak yatim kepada guru-guru disekolahnya. Cara lain yang dilakukan oleh remaja dalam mengekspresikan sakit hatinya adalah dengan cara mengancam ibunya untuk bunuh diri, sebagai ancaman dan gertakan pada ibunya yang tinggal jauh darinya. Ia merasa bahwa hidup yang ia jalani sudah tidak berharga karena orang yang ia sayangi tidak lagi menyatu seperti awal ia masih kecil.

Selain itu sebagian remaja mengekspresikan rasa sakit hatinya dengan cara menangis. Sebagian menangis di depan kedua orang tuanya dan ada pula yang menangis sendiri di dalam kamar. Sebagian besar dari mereka tidak menanyakan penyebab dari perceraian orang tuanya. Alasan yang dikemukakan adalah karena mereka terlanjur kecewa, dan mereka menjaga perasaan salah satu orang tua yang dekat dengan mereka. Penjelasan hasil wawancara awal peneliti diatas juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak lain.

(17)

8

tua mereka. Wallerstein dan Kelly dalam penelitiannya menemukan bahwa remaja perempuan lebih bisa menyesuaikan diri terhadap perceraian orang tua dari pada remaja laki-laki. Menurut Caskey Remaja perempuan setidaknya membutuhkan waktu satu sampai dua tahun untuk menyesuaikan diri terhadap akibat perceraian, sedangkan remaja laki-laki setidaknya membutuhkan waktu tiga sampai lima tahun (dalam Arfandiyah dan Hamidah, 2013).

Pretty dkk (2015) mengungkapkan bahwa remaja berusia 11-14 tahun yang menjadi korban perceraian orang tua menampilkan emosi marah terhadap perceraian orang tuanya. Kemarahan yang dialami remaja tersebut muncul dalam berbagai macam bentuk, seperti berteriak, berkata-kata kasar dan lain-lain. Fluktuasi emosi pada masa remaja awal terkait dengan perubahan hormon selama periode ini, sehingga remaja memiliki emosi yang cenderung ekstrim dibandingkan dengan orang dewasa. Salah satu faktornya adalah konflik pada orang tua yang mengakibatkan perceraian. Hal tersebut turut memberi pengaruh kuat terhadap emosi remaja dalam menanggapi perceraian orang tuanya. Oleh karena itu pada kelompok anak di usia ini, mereka cenderung menampilkan kemarahan sebagai emosi yang paling kuat.

(18)

9

orang tuanya. Selain itu remja juga mengalami kenakalan remaja karena perceraian orang tuanya. Kenakalan yang dilakukan diantaranya adalah menjadi pemarah, suka berkelahi dengan siapapun, melawan terhadap orang tua, mencoba hal-hal yang bersifat kriminan seperti mencopet, mencoba-coba obat-obatan terlarang yaitu sabu-sabu, pil estasy dan ganja. Mabuk dan lain sebagainya.

Wailerstein (dalam Dewi, 2006) menemukan adanya memory yang sangat menakjubkan pada anak usia sekolah dan remaja tentang perceraian dan kejadian-kejadian yang menyertainya. Kebanyakan dari mereka bercerita dengan sedih tentang keluarga saat belum pecah dan mengekspresikan penyesalan yang mendalam tentang perceraian yang terjaddi. Periode perceraian juga begitu traumatis sehingga meningglakan dampak negatif seumur hidup, bahkan terutama 5-15 tahun pertama setelah perceraian terjadi.

(19)

10

terluka atau marah, tetapi memandang orang yang melakukan kesalahan dengan penuh penerimaan sehingga si pemberi ampun dapat disembuhkan.

Smedes (1991) mengungkapkan bahwa kesediaan untuk memaafkan merupakan karya Allah agar dapat hidup selaras di dunia yang penuh dengan manusia yang berkehendak baik, tetapi sekaligus juga saling memperlakukan secara tidak adil, saling menyakiti sejadi-jadinya. Tuhanlah yang pertama-tama mengampuni kita dan kita diajak olehNya untuk saling mengampuni. Sesuai penjelasan diatas pemaafan juga dilakukan oleh lima remaja di Surabaya yang orang tuanya bercerai. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa remaja-remaja tersebut sudah menerima perceraian yang dilakukan oleh orang tuanya. Mereka memaafkan tindakan orang tuanya yang telah membuat mereka sakit hati. Sehingga hubungan mereka dengan orang tua semakin membaik dan perasaan sakit hati yang mereka alami juga berkurang bahkan hilang. Hal tersebut didukung oleh berbagai penelitian yang dilakukan oleh pihak-pihak lain.

(20)

11

perasaan dan kondisi damai itu sendiri. Dengan menggunakan faktor analisis, mendapatkan tiga aspek kesiapan memaafkan, yaitu pemaafan versus balas dendam, situasi pribadi dan sosial, dan halangan terhadap pemaafan. Dengan pemaafan yang dilakukan berarti anak mampu menggunakan sensitivitas pribadi dan sosialnya untuk mengatasi halangan untuk melakukan pemaafan dan menolak balas dendam sebagai pemecahan masalah.

Putri 2012 mengungkapkan bahwa remaja pada usia 17-22 tahun mampu memberikan maaf tanpa dendam di hati. Perilaku memaafkan dapat mendatangkan kepuasan hati, merasa lega dan tenang bisa memaafkan orang lain. Remaja tersebut memberikan maaf bukan karena takut akan kehilangan atau dikucilkan,tetapi memeberikan maaf agar orang tersebut tidak mengulangi kesalahannya. Penelitian yang dilakukan oleh Radhitiya dan Ilham pada tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 121 remaja berusia 17-21 tahun yang tergolong dalam kecenderungan memaafkan sedang sebanyak 39,67% , tergolong rendah sebesar 26,45%, dan remaja yang mempunyai kecenderungan memaafkan sangat rendah sekitar 4,96%. Sedangkan remaja yang tergolong dalam frekuensi memaafkan sangat tinggi adalah 23,14%.

(21)

12

signifikan. Burney (dalam Paramitasari dan Alfian 2012) berpendapat bahwa ekspresi emosional yang sehat atau kontrol kemarahan menunjukkan strategi menajemen kemarahan yang baik dan belajar untuk mencari solusi positif untuk menghadapi suatu masalah. McCullough dan Worthington menyatakan bahwa masyarakat modern, dengan meningkatnya jumlah stres, kekerasan, kemarahan, dan perselisihan, memaafkan bisa membuktikan dapat mencegah masalah dan meningkatkan kesejahteraan.

Berdasarkan pada pengamatan terhadap fenomena yang ada, hasil penelitian awal dan beberpa refrensi penelitian yang telah diuraikan di atas memberikan gagasan dalam penelitian ini untuk mengetahui proses dan faktor sebenarnya forgiveness yang dilakukan oleh remaja yang orang tuanya bercerai. oleh sebab itu peneliti mengangkat judul Forgiveness pada remaja yang orang tuanya bercerai sebagai peyelesaian tugas akhir dalam perkuliahan S1 Psikologi Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya.

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah

1. Proses Forgiveness pada remaja yang orang tuanya bercerai

(22)

13

C. Tujuan

1. Untuk mendeskripsikan proses forgiveness pada remaja yang orang tuanya bercerai.

2. Untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness pada remaja tersebut

D. Manfaat

1. Secara teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis dalam menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang psikologi klinis

2. Secara praktis

Dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness pada remaja yang orang tuanya bercerai

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang forgiveness pada remaja yang orang tuanya bercerai. Kaitanya dengan hal itu, kajian tentang forgiveness pada remaja yang orang tuanya bercerai sebelumnya belum pernah diteliti oleh mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Kesehatan UIN Sunan Ampel Surabaya. Oleh karena itu peneliti mencoba menelusuri penelitian-penelitian lain.

(23)

14

yang diambil dalam penelitian ini adalah empat orang dengan karakteristik yakni remaja berusia 11-24 tahun yang orang tuanya bercerai dan tinggal dengan salah satu orang tuanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek remaja yang mengalami perceraian orang tuanya dapat melihat makna dan sisi positif dari perceraian orang tuanya. Lama waktu perceraian tidak berkaiatan dengan kemampuan seseorang dalam memaafkan. Subjek mengalami dampak perceraian yang beragam. Pada intinya subjek mengalami saat-saat berkesan dengan keluarga, merasa dirinya hancur, kesulitan keuangan dan berharap terciptanya keutuhan keluarga kembali bagi pasangan orang tua yang masih hidup.

Penelitian lain tentang perilaku memaafkan dikalangan remaja broken home dilakukan oleh Putri (2012). Peneltian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek penelitiannya adalah remaja yang berusia 17-22 tahun dengan keluarga broken home. Hasil penelitian menunjukkan aspek-aspek psikologis yang terjadi pada subjek adalah secara kognitif subjek memberikan maaf tanpa ada rasa dendam di hati, secara afektif memaafkan dengan rasa kasihan tapi tidak dengan terpaksa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku memaafkan pada remaja broken home adalah subjek memberkan maaf pada seseorang karena ingin membangun hubungan sosial yang baik setelah adanya konflik.

(24)

15

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian remaja

Istilah adolesce atau ramaja berasal dari kata latin (adolesce) (kata bedanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau

“tumbuh menjadi dewasa. “Bangsa primitif demikian pula orang-orang zaman purbakala memandang masapuber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 2002). Remaja adalah periode antara pubertas dan kedewasaan, untuk anak gadis lebih cepat matang dari pada laki-laki (Chaplin, 1968).

Menurut Santrock masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal, individu yang berada pada masa remaja ini adalah individu dengan rentang usia 12 sampai dengan 21 tahun dengan tiga pembagian fase yaitu remaja awal (12-15tahun), remja tengah (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun) (dalam Ilahi F. 2015).

(26)

17

biologik, psikologik,dansosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (dalam Sarwono, 2003)

Selanjutnya WHO menyatakan walaupun definis di atas terutama didasarkan pada usia kesuburan wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Dalam pada itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda dalam rangka keputusan mereka untuk menetapkan tahun 1985 sebagai tahun pemuda internasional (dalam Sarwono, 2003).

(27)

18

a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak

b. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap sebagai akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan merekasebagai anak-anak c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg).

d. Batas 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa, belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan perkataan lain orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan remaja. Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama darikalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyarkan berbagai hal untuk mencapai kedewasaan.

(28)

19

dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga. Karena itu definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah

2. Karakteristik remaja

Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Diantaranya adalah masa remaja sebagai periode yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai periode perubahan, masa remaja sebagai usia bermasalah, masa remaja sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, masa remaja sebagai ambang masa dewasa (Hurlock, 2002).

Khususnya pada diri remaja proses perubahan itu merupakan hal yang harus terjadi oleh karena dalam proses pematangan kepribadiaannya remaja sedikit demi sedikit memunculkan ke permukaan sifat-sifatnya yang sesungguhnya yang harus berbenturan dengan rangsang-rangsang dari luar (Sarwono, 2003). Masa remaja merupakan masa perkembangan kematangan fisik, kemudian diikuti masa kematangan emosi dan diakhiri oleh perkembangan intelek (Panuju dan Umami, 1999).

(29)

20

memberi label masa remaja sebagai masa strom and stres, untuk menggambarkan masa yang penuh gejolak dan tekanan. Istilah strom and stress bermula dari psikolog permulaan Amerika, Stanley Hall, yang menganggap bahwa strom and stress merupakan fenomena universal pada masa remaja dan bersifat normatif (Lestari S. 2012). Masa remaja sering kali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas Ego. Ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa (Ali dan Asrori, 2006).

B. Foregiveness

1. Definisi foregiveness

(30)

21

mamaafkan ini akan tampil dalam pikiran, perasaan atau tingkah laku orang yang telah disakiti (dalam Sari, 2012).

The Oxford English Dictionary mendifinisikan pengampunan adalah penolakan atau penghentian kebencian, kemarahan, ketidaksetujuan, atau kesalahan. Ini berarti berhenti untuk menuntut hukuman atau ganti rugi menyangkut pembangunan kembali sebuah hubungan antar pribadi yang telah terganggu melalui beberapa jenis pelanggaran. Hal ini juga dapat dilihat sebagai fenomena motivasi yang memiliki afektif, kognitif, dan komponen perilaku. Secara khusus, bagaimanapun memaafkan dapat dilihat sebagai suatu proses interaktif yang mencakup orang yang mengampuni, orang yang diampuni dan hubungan antara keduanya. Memaafkan berarti bertindak secara konstruktif dalam menanggapi untuk tindakan yang menyakitkan dari seseorang yang memiliki hubungan dengan kita dan (dalam Manfrad, 2013).

(31)

22

Pengampunan adalah proses atau hasil dari suatu proses yang melibatkan perubahan emsoi dan sikap mengenai pelaku. Sebagian ulama melihat ini proses yang disengaja dan sukarela, didorong oleh keputusan yang disengaja untuk memaafkan (Bullock, 2006). Pengampuan sebagai penguasaan terhadap pikiran-pikira, perasaan-perasaan dan tingkah laku yang negatif, tanpa mengabaikan yang terluka atau marah, tetapi memandang orang yang melakukan kesalahan dengan penuh penerimaan sehingga si pemberi ampun dapat disembuhkan. Untuk pria forgiveness itu ditemukan terkait positif dengan penggunaan penilaian tantangan, dan negatif terkait dengan penggunaan penilaian kerugian dan emosi yang berfokus mengatasi. Bagi wanita, forgiveness ditemukan positif terkait dengan fokus koping emosi dan penerimaan, dan negatif terkait dengan penghindaran (Maltby J. 2007).

(32)

23

melakukannya dan menerima kerugian yang disebabkan oleh tindakan atau perkataan yang menyakitkan. Menurut Smedes (1991) dalam proses pemaafaan idealnya sikap dan perasaan negatif memang harus digantikan dengan sikap dan perasaan positif, namun pada kenyataannya hal ini tidak mudah dilakukan, apalagi secara cepat. Selalu adapersoalan psikologis diantara dua pihak yang pernah mengalami kerekatan hubungan akibat suatu kesalahan.oleh karena itu, pemaafan secara dewasa bukan berarti menghapus seluruh perasan negatif tetapi menjadi sebuah keseimbangan perasaan.

Pemaafan merupakan salah satu dari berbagai kajian dalam psikologi positif, yaitu pendekatan ilmiah dan terapan untuk mengungkap berbagai kekuatan seseorang danmendorong fungsi positif mereka. Memaafkan bahkan dianggap sebagai salah satu penanggulangan masalah yang berfokus pada emosi yang dapat mengurangi risiko kesehatan dan meningkatkan resiliensi sehat (Rahmandani, 2015).

(33)

24

Remaja dapat merubah perasaan negatif dari perilaku orang tuanya menjadi perasaan dan perilaku positif serta menerima perceraian tersebut.

2. Tahapan dalam kesediaan memaafkan

Menurut Smedes (1991) ada empat tahapan dalam kesediaan memaafkan diantaranya adalah:

a. Merasa disakiti

Semakin panjang usia seseorang, semakin banyak ia mengalami disakiti oleh orang yang dianggapnya teman. Rasa sakit yang menimbulkan krisis kesediaan memberikan maaf biasanya memiliki tiga karakteristik, yaitu menyangkut pribai manusia, perlakuan tidak adil dan sangat menikam perasaan. Bila kita merasakan sakit yang demikian, berarti ada luka di hati yang penyembuhannya hanya mungkin tercapai dengan memaafkan orang yang telah melukai hati kita.

(34)

25

b. Merasa benci

Kebencian merupakan harimau yang mengendap-endap dalam hati kita. Kebencian merupakan tanggapan spontan terhadap rasa terluka yang menyakitkan. Kebencian merupakan balasan instingtif terhadap orang yang telah menyakiti kita dengan semaunya sendiri.

Mungkin kita merasakan sesuatu yang tidak lebih dari pada kebencian yang pasif, yaitu dorongan yang mengikis habis keinginan kita untuk mengharapkan yang baik-baik bagi orang lain. Bila kita memebenci secara pasif, kita kehilangan dorongan cinta untuk mengharapkan keberhasilan orang yang kita benci. Tetapi bila kita membenci secara agresif, kita terdorong untuk melanda orang tersebut dengan angin puting beliung berisi kebencian.

Baik kebencian pasif maupun kebencian agresif sama-sama memisahkan kita dari orang-orang yang sebenarnya terikat dengan kita. Kebencian kita pasif maupun agresif membuang orang-orang yang kita cintai menjauh dari diri kita. Kadangkala kebencian memecah-mecahjiwa kita, sebagian diri kita membenci sedangkan sebagian yang lain mencintai.

c. Penyembuhan

(35)

26

dalam cara kita memandang orang yang telah menyakiti kita. Kemampuan memaafkan merupakan pengungkapan cinta melawan kebencian yang bermula dengan kebencian pasif yang ditandai dengan hilangnya keinginan untuk mengaharpkanyang baik-baik bagi orang yang kita benci.

d. Damai, rujuk kembali

Bila orang tersebut menerima uluran tangan kita da berani menerobos tembok pemisah yang dibangun oleh kesalahan mereka dan atau rasa benci kita, mereka harus membayar harga tertentu untuk menjalani persahabatan dan kebersamaan kembali.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Forgiveness

Menurut Smedes (1991) semakin parah rasa sakit yang dialami, semakin lama waktu yang diperlukan untuk memaafkan. Kekeliruan kecil dapat segera dilupkan, tetapi bila kita disakiti, dipotong atau dihancurkan sampai ke inti diri kita. Lebih baiklah menggunakan waktu yang agak lama. McCollough dkk. (dalam Sari, 2012), menyebutkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memaafkan, yaitu:

a. Sosial Kognitif

(36)

27

Transgression, yaitu kecenderungan korban untuk terus menerus mengingat kejadian yang dapat menimbulkan kemarahan, sehingga mengahalangi dirinya untuk terciptanya perilaku memaafkan. b. Krakteristik serangan

Seseorang akan lebih sulit memaafkan kejadian-kejadian yang dianggap ppenting dan bermakan dalam hidupnya. Misalnya, seseorang akan sulit memaafkan perselingkuhan yang dilakukan suaminya dibandingkan memaafkan perilaku orang lain yang menyelip antrian. Girard dkk. menyebutkan bahwa semakin penting dan semakin bermakna suatu kejadian, maka akan semakin sulit untuk seseorang memaafkan.

c. Kualitas hubungan Interpersonal

(37)

28

berempati terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pasangannya. Kedua, kemampuan pasangan untuk mamkani bahwa peristiwa menyakitkan terjadi untuk kebaikan dirinya. Ketiga, pasangan yang melakukan kesalahn akan meminta maaf dengan memperlihatkan rasa penyesalan yang mendalam, sehingga pasangannya akan berusaha untuk memaafkan.

d. Faktor kepribadian

Empati merupakan salah satu faktor yang memfasilitasi terjadinya perilaku memaafkan pada orang yang telah disakiti.

4. Forgiveness pada remaja

Foregiveness pada remaja yakni individu berusia antara 11-24 tahun yang melakukan penguasaan terhadap pikiran, perasaan dan tingkah laku yang negatif tanpa mengabaikan yang terluka atau marah terhadap orang yang menyakiti dan menerimanya. Individu tersebut berkeinginan untuk menghilangkan kemarahan terhadap orang lain yang telah menyakitinya.

(38)

29

mendatangkan kepuasan hati, merasa lega dan tenang bisa memaafkan orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Radhitiya dan Ilham pada tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 121 remaja berusia 17-21 tahun yang tergolong dalam kecenderungan memaafkan sedang sebanyak 39,67% tergolong rendah sebesar 26,45%, dan remaja yang mempunyai kecenderungan memaafkan sangat rendah sekitar 4,96%. Sedangkan remaja yang tergolong dalam frekuensi memaafkan sangat tinggi adalah 23,14%.

C. Perceraian orang tua

1. Definisi perceraian

Dalam kamus besar bahasa Indonesia cerai adalah putusnya hubungan sebagai suami istri. Perceraian dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami istri dan kesepakatan diantara mereka untuk tidak menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai suami istri. Perceraian merupakan suatu keputusan akhir dari pernikahan yang menghantui setiap pasangan yang dilanda problematika rumah tangga. Holmes & Rahe mengatakan bahwa sering kali, perceraian diartikan sebagai kegagalan yang dialami suatu keluarga (dalam Dewi, 2014).

(39)

30

mereka, sehingga kedua belah pihak ini merasa perlu untuk melakukan perceraian untuk mengakhiri hal-hal yang tidak menyenangkan di antara mereka yang sudah dan mungkin akan terjadi kembali.

Perceraian merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebgai suami-istri. Mereka tidak lagi tinggal dan hidup serumah bersama, mereka juga tidak ada ikatan yang resmi (Dariyo, 2004)

2. Dampak perceraian terhadap perkembangan anak

(40)

31

perbedaan gender, reaksi perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki saat merespon kejadian yang menimbulkan stres, baik secara biologis, konsep diri, dan coping style (dalam Dewanti dan Suprapti, 2014).

Menurut Dagun (dalam Harsanti dan Verasari, 2013) mengatakan bahwa suatu peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidakstabilan emosi, mengalami rasa cemas, tertekan,dan sering marah-marah. Ia juga mengatakan bahwa tingkahlaku anti sosial turut dikaitkan dengan tingkahlaku dan struktur keluarga itu sendiri.

Menurut Cole (dalam Wangge dan hartini 2013), dampak perceraian bagi anak adalah

a. Merasa diabaikan oleh orang tua yang meninggalkannya

b. Mengalami kesulitan dalam menerima kenyataan pada perubahan akibat perceraian

c. Menarik diri dari teman-teman lama dan dari kegiatan faforitnya

d. Kehilangan minat belajar

e. Melakukan tindakan yang tidak bisa dilakukan atau perbuatan yang tidak dapat diterima seperti mencuri, membolos, selain itu mulai menggunakan bahasa yang kasar, menjadi agresif atau memberontak

(41)

32

g. Mulai mengkhawatirkan persoalan orang dewasa, seperti keamanan financia keluarga

h. Merasa wajib menanggung lebih banyak tanggung jawab orang dewasa dalam keluarga

D. Kerangka Teoritik

Dalam DSMIV-TM tertulis bahwa perceraian dapat menjadi fokus klinis yang perlu ditangani, yaitu sebagai masalah yang berkaiatan dengan tahap perkembangan atau masalah yang berkaitan dengan lingkungan kehidupan seseorang. Menurut Taylor (dalam Sari, 2012) Perceraian juga berpengaruh terhadap anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut, khususnya remaja. Bagi remaja sendiri, selaku anak, mereka memberikan penilaian bahwa perceraian orang tua merupakan peristiwa hidup kedua yang menimbulkan stres terbesar.

Arfandiyah (2013) mengatakan bahwa dari 34 remaja yang berusia 15-18 tahun secara psikologis mengalami masalah emosi diantaranya yakni kesepian akibat perceraian yang dilakukan oleh orang tua mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pretty dkk pada tahun 2015 mengungkapkan bahwa remaja berusia 11-14 tahun yang menjadi korban perceraian orang tua menampilkan emosi marah terhadap perceraian orang tuanya. Kemarahan yang dialami remaja tersebut muncul dalam berbagai macam bentuk, seperti berteriak, berkata-kata kasar dan lain-lain.

(42)

33

perceraian oran tua. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut adalah dengan cara pemaafan. Brandsma (dalam Siregar, 2012) mendefinisikan pengampuan sebagai penguasaan terhadap pikiran-pikira, perasaan-perasaan dan tingkah laku yang negatif, tanpa mengabaikan yang terluka atau marah, tetapi memandang orang yang melakukan kesalahan dengan penuh penerimaan sehingga si pemberi ampun dapat disembuhkan.

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Untuk mendalami fokus masalah dan mencapai tujuan penelitian maka digunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif pada ahkikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dengan digunakannya metode kualitatif, maka data yang didapat lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakana sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Penggunaan metode kualitatif ini, bukan karena metode ini baru, tetapi memang permaslahan lebih tepat dicarikan jawabannya dengan metode kualiatatif.

Pemilihan metode penelitian kualitatif, didasarkan pada tujuan penelitian yakni mendeskripsikan proses forgivenes dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan metode kuantitatif, hanya bisa diteliti beberapa variabel saja, sehingga selururh permasalahan yang telah dirumuskan tidak akan terjawab dengan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif tidak dapat ditemukan data yang bersifat deskripsi yang luas dan mendalam tentang forgiveness pada remaja yang orang tunya bercerai.

(44)

35

diperoleh data yang lebih tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi.

Strategi yang digunakan di dalamnya adalah fenomenologi. Peneliti mengambil strategi tersebut dikarenakan terdapat banyaknya kasus perceraian yang terjadi di wilayah surabaya. Serta fenomena yang terjadi pada ke lima subjek merupakan forgiveness yang dilakukan oleh remaja pada orang tuanya yang bercerai.

Kata fenomenologi berasal dari kata yunani “phenomenon” yang

berarti menunjukkan diri. Istilah ini digunakan dalam diskusi filsafat sejak tahun 1765 khususnya oleh Imanuen Kant. Pada awalnya studi tentang fenomenologi berkaitan dengan struktur kesadaran sebagaimana dialami. Karena itu fenomenologi terkait erat dengan pengetahuan tentang sesuatu sejauh manmpakkan diri dalam pengalaman. Fenomeonologi diartikan juga pengalamnkita tentang sesuatu.

(45)

36

pengalaman itu apa adanya tanpa ada intervensi pandangan, perspektif dari luar. Pandangan dari luar harus ditaruh dalan tanda kurung.

Fenomenologi, yang diterapkan sebagai metode penelitia, bertujuan untuk mencari hakikat atau esensi dari pengalaman. Sasarannya adalah untuk memahami pengalaman sebagaimana disadari. Penelitian yang menggunakan metode fenomenologiharus mendekati objek penelitiannya dengan pikiran polos tanpaasumsi, praduga, prasangka ataupun konsep. Pandangan, gagasan, asumsi, konsep yang dimiliki oleh peneliti tentang gejala penelitian harus dikurung sementara dan membiarkanpartisipan mengngkapkan pengalamannya, sehingga nantinya akan diperoleh hakikat terdalam dari pengalaman tersebut (Muhadjir, 1996).

B. Lokasi Penelitian

(46)

37

1. ZN, saat ini tinggal di Keputih Surabaya. 2. HS, saat ini tinggal di Wonocolo Surabaya 3. AS, saat ini tinggal di Petukangan Surabaya 4. FZ, saat ini tinggal di Tambak sari Surabaya 5. QN, saat ini tinggal di Wonocolo Surabaya

Wawancara awal dilakukan peneliti di kampus UINSA Surabaya. Penentuan lokasi tersebut didasarkan pada aksestransportasi dan lokasi yang strategis. Mengingat bahwa sebagian besar subjek adalah mahasiswa di Universitas tersebut. Selain itu peneliti menentukan tempat penelitian di Surabaya didasarkan pada fenomena perceraian yang terjadi di Surabaya, serta dari hasil survey dan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa remaja di Surabaya yang orang tuanya bercerai menunjukkan bahwa remaja tersebut merasa sakit hati dan mengekspresikannya dengan berbagai cara. Namun seiring berjalannya waktu mereka telah memaafkan kedua orang tuanya dan menerima perceraian tersebut.

C. Subjek Penelitian

(47)

38

berinisial ZN, HS, AS, FZ, dan QN Untuk lebih jelasnya dapat diketahui deskripsi masing-masing subjek sebagai berikut:

ZN, merupakan remaja laki-laki yang saat ini berusia 23 tahun. ZN tinggal di kota Surabaya tepatnya di Keputihan. Sejak usia 6 tahun ZN ditinggal oleh ayahnya. Sejak saat itu ZN mengetahui bahwa kedua orang tuanya bercerai. Setelah perceraian tersebut ZN tinggal bersama ibunya. ZN mengaku sangat kaget. Ia menangis dan kecewa terhadap ibunya. ZN juga marah terhadap ayahnya. ZN mengetahui bahwa ayahnya telah menikah lagi dengan wanita lain. setelah bercerai dengan ibunya, ayahnya ZN menikah lagi sebanyak dua kali. ZN semakin benci terhadap ayahnya. Ketika dia sekolah di SMP ZN menganggap ayahnya telah meninggal dunia, ia mengaku sebagai anak yatim. Bahkan ZN juga pernah mendatangi rumah ayahnya dan memarahinya. ZN juga melontarkan kata-kata kotor kepada ayahnya. Namun saat ini ZN telah memaafkan ayah dan ibunya. Hal itu terbukti dengan adanya komunikasi yang baik dengan ayah dan ibunya.

(48)

39

Dia marah dan kecewa, setelah orang tuanya bercerai dia tianggal bersama ibunya. Dia mengaku marah terhadap ayahnya karena setelah perceraian tersebut hidupnya semakin berat. Ia merasa mangkel dengan abahnya, karena sudah meninggalkannya dengan ibu dan adikya. Ia harus bekerja keras denga ibu dan adik-adiknya. Namun seiring berjalannya waktu HS menerima perceraian orang tuanya dan sudah memaafkan ayahnya. Ia menganggap bahwa semua itu sudah menjadi takdirnya dan pasti ada hikmahnya.

(49)

40

dua. Namun saat ini AS sudah memaafkan keduanya dan menerima perceraian tersebut. Ia sering main ke rumah ayahnya yang berada di luar kota. Ia juga sayang pada ibunya.

FZ, merupakan remaja perempuan yang saat ini berusia 20 tahun. FZ tinggal di kota Surabaya. FZ ditinggal orang tuanya cerai sejak 1 tahun yang lalu. Namun sebelumnya FZ sudah ditinggal ibunya menjadi TKI sejak SMP. Stelah perceraian tersebut FZ tinggal bersama ayahnya. Saat ia mengetahui kabar perceraian orang tuanya dia sangat kaget. Yang ia ketahui penyebab perceraian kedua orang tuanya adalah karena ibunya selingkuh dengan laki-laki lain ketika di luar negeri. FZ mengaku sangat sedih dan hal tersebut menyakiti hatinya. Dia mengancam ibunya lewat sms bahwa ia akan bunuh diri. FZ mengutarakan pada ibunya bahwa hidupnya sudah tidak lagi berharga karena kedua semangatnya sudah tidak lagi bersama. FZ merupakan individu yang pendiam, dia tidak pernah menceritakan apa yang ia rasakanpada orang lain. di juga tidak pernah menangis di depan orang lain. baginya menceritakan kehidupan keluarganya sama halnya dengan membuka aib keluarganya sendiri. Namun seiring berjalannya waktu FZ memaafkan dan menerima perceraian tersebut. Ia juga sudah tidak bersedih ketika teringat hal itu.

(50)

41

ibunya. Menurut QN penyebab perceraian orang tuanya adalah karena adanya orang ke tiga yakni laki-laki lain yang disukai oleh ibunya. Menurut QN tidak ada yang bisa dibenarkan dari kedua orang tuanya, keduanya salah, keduanya sama saja. Namun saat ini QN sudah memaafkan kedua orang tuanya dan menerima perceraian tersebut. Ia sering bertemu dengan kedua orang tuanya. QN juga sering curhat pada keduanya.

Selain itu peneliti juga menentukan beberpa informan yang dekat dan memahami tentang kehidupan subjek dan keluarganya, diantaranya yakni teman dekat subjek. Hal lain yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah dokumen yang berupa rekaman.

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Untuk mendapatkan data tentang forgiveness

pada remaja yang orang tuanya bererai tersebut maka peneliti menggukan teknik wawancara, wawancara dilakukan dengan wawancara tak tersruktur. Dalam metode wawancara kali ini peneliti melakukan wawncara dengan remaja tersebut. Peneliti menggunakan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan forgiveness pada diri subjek yang kaitannya dengan perceraian orang tua subjek.

(51)

42

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

Ada beberapa kelebihan dari wawancara, diantaranya adalah merupakan hal biasa dalam interaksi sosial sehingga memungkinkan untuk mengumpulkan sampel tentang perilaku verbal atau non verbal individu secara bersamaan. Tidak membutuhkan peralatan atau perlengkapan khusus dan dapat dilakukan dimanapun. Mempunyai tingkat flksibilitas yang tinggi, klinisi bebas untuk menyelidiki terhadap topik pembicaraan (Fitriyah dan Jauhar, 2014). Wawancara berarti mengadakan tatap muka atau berbicara dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Menurut Muhajir terdapat dua jenis wawancara yakni Interview stress digunakan untuk mengetahui sejuah mana seseorang dapat bertahan terhadap hal-hal yang mengganggu emosinya juga seberapa lama seseorang dapat mengembalikan keseimbangan emosinya. Exhaustive Interview adalah wawancara yang sangat lama dan diselenggarakan non stop. Tujuannya adalah membuat Interviewer lelahdan bicara terus terang (dalam Sobur, 2003).

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data

(52)

43

F. Keabsahan Data

Creswell (2010) menjelaskan bahwa validitas kualitatif merupakan pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu, sementara reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain. Gibss sebagaimana yang dikutip oleh Creswell (2010) memerinci sejumlah prosedur reliabilitas yakni Mengecek hasil transkrip untuk memastikan tidak adanya kesalahan yang dibuat selama proses transkipi. Memastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai kode-kode selama proses koding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus membandingkan data dengan kode-kode atau dengan menulis catatan tentang kode-kode dan definisi-definisinya. Untuk penelitian yang berbentuk tim, mendiskusikan kode-kode bersama patner satu tim dalam pertmuan rutin atau sharing analisis. Melakukan cross-check dan membandingkan kode-kode yang dibuat oleh peneliti lain dengan kode-kode yang telah dibuat sendiri.

Sisi lain yang perlu diperhatikan pula dalam penelitian kualitatif sebagaimana uraian di atas adalah validitas data. Validitas dalam penelitian kualitatif didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum (Creswell & Miller, dalam Creswell, 2010). Istilah validitas dalam penelitian kualiatatif dapat disebut pula dengan trusworthiness,

(53)

44

Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan strategi mentriangulasi (triangulate). Yakni dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-tema secara koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah validitas penelitian. Alasan menggunakan strategi triangulasi karena pertama, strategi ini mudah terjangkau untuk digunakan peneliti. Kedua, secara praktis, metode ini lebih mudah dipraktekkan untuk memvalidasi data ini.

(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi subjek

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan subjek remaja yang orang tuanya bercerai. Subjek berjumlah lima orang dengan permasalahan yang sama yakni perceraian orang tua namun dengan keadaan yang berbeda. Setiap subjek memiliki 1 significant other untuk membantu memperoleh data yang diiginkan oleh peneliti. Penelititan dengan metode kualitatif ini dilaksanakan di beberapa tempat dengan lima subjek utama (key informan yang berbeda). Kelima subjek tersebut saat ini sedang tinggal di Surabaya.

(55)

46

Dibawah ini akan dipaparkan profil serta gambaran kasus dari kelima subyek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Subjek pertama

Nama : ZN

Jenis klamin : Laki-laki

Usia : 23 tahun

Status dalam keluarga : Anak terakhir dari dua bersaudara

Pekerjaan : Mahasiswa, Ustadz

Lama perceraian orang tua : ± 17 tahun

ZN, merupakan remaja laki-laki yang saat ini berusia 23 tahun. ZN tinggal di kota Surabaya tepatnya di Keputihan. Sejak usia 6 tahun ZN ditinggal oleh ayahnya. Saat itu ZN sekolah SD kelas 1. Awalnya ZN tidak mengerti apa-apa tentang permasalahan kedua orang tuanya, yang ZN ketahui saat pagi hari ayah dan ibunya saling diam. Sejak saat itu ayah ZN sudah tidak dirumahnya lagi. Sejak saat itulah ZN mengetahui bahwa kedua orang tuanya bercerai. Saat itu ZN merasa bingung dan kaget.ia bingung karena ayahnya jarang pulang ke rumah. Meski terkadang pulang saat malam hari, malam itu ZN menangis tepat pada pukul12 malam. Ia mencoba bertanya pada ayahnya mengapa ayahnya jarang pulang. Namun ZN hanya mendapat senyum dari ayahnya tanpa ada jawaban. Pada saat itu orang tua ZN sudah bercerai.

(56)

47

ibunya tentang masa lalu dan membuat ibunya sedih. ZN merasa kecewa, kaget dan dia hanya bisa nangis. ZN sempat kecewa pada ibunya karena ibunya tidak cerita padanya sejak ia kecil, namun sekarang ZN malah salut terhadap ibunya. Karena ibunya melakukan semua itu hanya untuk menjaga perasaan anak-anaknya, termasuk ZN. Namun hingga saat ini ibunya tidak pernah menceritakan tentang penyebab perceraian tersebut. padahal ZN adalah anak yang paling dekat dengan ibunya dibanding dengan saudaranya yang lain. ZN sering curhat pada ibunya tentang segala hal, diantaranya adalah masalah pribadi, percintaan dan lain-lain.

Sewaktu ZN berada di MI, kebetulan ada guru-guru MI yang mencarianak yatim. Ketika itu ZN mengangkat tangannya. Ia mengaku bahwa ia adalah anak yatim. Padahal ayahnya masih hidup. Hal itu ia lakukan karena ia membenci ayahnya. Sejak kelas 1 MI sampai kelas X SMA ia terus saja benci terhadap ayahnya. ZN tidak pernah ditelfon oleh ayahnya. Hal itu semakin menambah kebencian ZN terhadap ayahnya.

(57)

48

bilang bahwa ZN tidak boleh terlalu memikirkan hal tersebut, ia harus menjaga kesehatannya.

Saat SMP ZN sudah mulai tidak membenci ayahnya. Ia dikasih nasehat oleh ibunya bahwa apapun yang terjadi ayah tak bisa tergantikan, ayah tetaplah seorang ayah. ZN juga mengetahui bahwa sebenarnya ibunya juga membenci ayah ZN, hal itu nampak saat ibunya tidak mau bertemu dengan ayahnya,ada perasaan males. Namun terkadang ibunya menutupi hal itu. Karena ibunya tidak mau anak-anaknya membenci ayahnya. Saat SMP hingga SMA hubungan ZN dan ayahnya mulai membaik, komunikasi yangterjalin diantara mereka juga berangsur-angsur lancar.

Saat SMA kelas 2, ZN merasa benci lagi terhadap ayahnya. Karena saat itu komunikasi dengan ayahnya tidak membaik lagi. Ayahnya tidak membalas sms ZN, dan saat itu ZN sempat bertengkar dengan ayahnya. ZN marah pada ayahnya. Ia mendatangi rumah ayahnya yang saat itu tinggal bersama istri ketiganya. Disana ZN mencaci maki ayahnya, ia banyak berkata jelek pada ayahnya. Ia juga berkata bahwa ayahnya tidak becus. Setelah ia cekcok dengan ayahnya, ZN langsung menggebrak pintu dan pergi dari rumah itu.

(58)

49

kuliyahnya. Sebelum wisuda dilaksankan ada yang memberi tahu ayahnya bahwa ZN akan diwisuda. Awalnya ZN tidak mengEtahui kalau ayahnya datang diacara wisudanya. Ia hanya tahu yang datang adalah ibu dan saudaranya. Saat itu ZN menangis di atas panggung karena ayahnya tidakdatang. Namun ketika acara wisudah sudah selesai dan ZN sudah turundari panggung, tiba-tiba ada yang memanggil namanya, ZN menoleh dan ia kaget melihat ayahnya yang memanggilnya. ZN sangat senang karena ayahnya datang ke acara wisudanya. Saat itu ZN langsung minta maaf pada ayahnya dan mereka berdua saling berpelukan.

Setelah ZN wisudah tahfidz, komunikasi dengan ayahnya putus lagi selama satu setengah tahun. ZN tidak tau kenapa hal itu bisa terjadi. Karena ayahnya tidak dapat dihubungi. Setelah wisuda, ZN melanjutkan kuliyah. Saat kuliyah ZN mengikuti salah satu UKM kampus yang behubungan dengan tahfidz al-Qur’an. Saat awal kuliyah, ZN mengikuti wisuda tahfidz yang diselenggarakan oleh UKM tersebut. Saat itu orang tua ZN diundang untuk datang di acara wisuda. ZN senang karena ayahnya datang ke acara wisudanya yang ke dua.

(59)

50

percintaan dan lain-lain. Sekarang ZN sudah sayang dan dekat dengan ibu serta ayahnya.

Menurut ZN, ayahnya lebih bertanggung jawab dibandingkan dahulu. Karena dahulu ayahnya lebih mengedepankan nafsunya. Hingga menikah sampai tiga kali. Nikahnya juga hanya nikah sirih, namun nikah yang terakhir denagn istrinya yang ketiga adalah nikah sah secara hukum. ZN juga dinafkahi oleh ayahnya, namun terbatas. Menurut ZN ayahnya lebih sayang pada istrinya yang terakhir, akan tetapi ZN sudah tidak menuntut apapun. Ia sadar bahwa ia sudah besar dan tidak pantas meminta pada ayahnya.

ZN berfikir bagaimanapun itu adalah orang tuanya, ia bisa kuliyah samapai saat ini karena bantuan ayahnya juga. Dan jika ia terus-terusan sakit hati itu juga tidak baik. Ia mikir, meskipun sebenarnya ayahnya yang salah. Namun ia yang akan mengawali minta maaf pad ayahnya. ZN dapat berfikir seperti itu karena nasehat dari ibunya saat ia masih SMP. Nasehat itu selalu teringat, namun saat SMP ia masih benci pada ayahnya.

(60)

51

memaafkan ayahnya. Meskipun sampai saat ini ia tetap merasa bahwa ayahnya yang salah. Tapi ia tetap bertekad untuk memaafkan ayahnya dan meredam rasa benci tersebut.

Significant other dari subjek ke satu ini adalah tunangan subjek, yang sudah mengetahui latar belakang dan cerita subjek slama ini.

2. Subjek kedua

Nama : HS

Jenis klamin : Laki-laki

Usia : 22 tahun

Status dalam keluarga : Anak pertama dari 3 bersaudara

Pekerjaan : Mahasiswa

Lama perceraian orang tua : ± 9 tahun

HS, merupakan remaja laki-laki yang berusia 22 tahun. HS tinggal di Surabaya sejak ia kuliyah. Ia ditinggal cerai oleh kedua orang tuanya saat ia lulus SD menjelang kelas 1 SMP. Saat kelas 6 itu HS pernah melihat pertengakarang kedua orang tuanya, namun ia tidak mengetahui penyebab pertengkaran itu apa. Ia hanya taudari tetanganya bahwa penyebabnya adalah karena materi. Menurut HS mungkin seornag wanita tidak dinafkahi oleh suaminya itu marah. Jadi itu yang menimbulkan konflik.

(61)

52

HS juga pernah sedih saat ia dipanggil oleh guru BK di sekolahnya. Waktu itu HS sedang bertengkar dengan temannya. Guru BK tersebut bilang pada HS bahwa HS adalah anak yang tidak punya bapak, kenap dia kok berantem terus. Kata-kata yang keluar dari guru BK tersebut membuatnya sedih dan selalu terngiang di fikiran HS. Namun lambat laun kata-kata itu sudah tidak terdengar lagi.

Ketika sidang perceraian. HS tidak diajak oleh orang tuanya. saat itu HS masih kecil, ia belum faham tentang penagdilan agama dan perceraian. HS hanya menangis saat ia mengetahui pertengkaran kedua orang tuanya. Saat tu ayahnya melemparkan helm pada ibunya, namun tidak sampai mengenai ibunya namun terkena tembok. Disitulah HS menangis dan ia merasa sedih melihat semua yang terjadi

(62)

53

menyekolahkan ketiga anaknya itu. Sedangkan seorang abah bagi HS hanyalah sebuah nama. Tidak ada kata yang bisa diucapkan tentang abahnya. Abahnya hanyalah selintas saja. .

Setelah perceraian itu terjadi dan abahnya meninggalkan dia. HS merasa bahwa kehidupannya semakin berat. Ia harus merawat adik-adiknya dan menjadi kepala keluarga. Ia harus bekerja keras menghidupi keluarganya, karena ia harus membantu ibunya. HS harus merawat kebun dan berternak. Jika ada kerusakan-kerusakan di rumahnya, HS juga yang harus memperbaikinya. Karena dialah satu-satunya laki-laki yang berda di rumahnya. Sebagai anak laki-laki HS merasa mangkel sama abahnya. Menurut temannya, HS juga merasa tertekan karna dia harus bertanggung jawab sama adik-adiknya juga.

(63)

54

HS tidak begitu akrab dengan abahnya, ia pernah bertanya pada abahnya. Kenapa abahnya tidak pernah ngajarin anaknya. Abahnya bilang bahwa seorang pak yai itu tidak boleh ngajarin anaknya sendiri, anaknya harus diajarin orang lain. Padahal saat itu HS ingin sekali diajarin oleh abahnya yang merupakan seorang yai. Namun tidak ada timbal balik dari abahnya, saat itu HS merasa kecewa. Menurutnya kehidupan yang ia jalani sehari-hari cukup berat, karena ia harus menggantikan seorang ayah dan menghidupi keluarganya.

(64)

55

Sejak kelas 1 SMA HS sudah memikirkan bagaimana biaya sekolahnya dan bagaimana dia tidak merepotkan orang tua. Ia berfikir bahwa apa yang ia alami adalah jalan Allah, itu semua bisa menjadikan dirinya mandiir, ia juga bisa menumbuhkan rasa tanggung jawab dan selalu tersenyum menghadapi semua itu. Menurut HS semua itu sudah menjadi rizkinya dia. Sebelumnya ia tidak mengerti apa itu materi, HS juga jengkel pada abahnya. Karena telah meninggalkan dia dengan ibu dan adiknya.

HS sangat bahagia, HS mengutarakan bahwa ia hanya ingin hidup dengan ibunya saja. Namun HS sudah memaafkan abahnya yang telah meninggalkan dia. Meskipun demikan HS masih condong ke ibu, menurut HS jika ia disuruh memilih, maka dia lebih memilih ibu dan adik-adiknya, baru ia memilih abahnya. Setelah itu baru istri dan anak-anaknya. HS berharap Allah memberikan kebahagiaan dan kesehatan pada ibunya.

(65)

56

daerah. Ia juga mendirikan kelompok belajar di daerah sekolahnya. Ia mendirikan kelompok tersebut bersama dengan sahabatnya.

Significat other dari subjek ke dua ini adalah teman subjek yang sudah lama berteman dengan subjek dan mengerti tentang kehidupan pribadi subjek.

3. Subjek ke tiga

Nama : AS

Jenis klamin : Laki-laki

Usia : 22 tahun

Status dalam keluarga : Anak tunggal

Pekerjaan : Tour guid

Lama perceraian orang tua : ± 12 tahun

AS, merupakan remaja laki-laki yang berusia 22 tahun. AS tinggal di kota Surabaya. Sejak bayi AS diasuh oleh paman dan bibinya, hingga pamannya meninggal dunia ia baru menetap tinggal bersama orang tuanya. Orang tuanya bercerai sejak ia berada di SD kelas 3. Pada waktu itu AS masih kecil, jadi ia tidak faham apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. AS sempat melihat pertengkarang kedua orang tuanya. Saat itu AS melihat ada kursi yang dilemparkan. Dan setelah itu orang tuanya sudah berpisah dan AS tinggal bersama mamanya. Setelah bercerai, abahnya AS tinggal di luar kota bersama istrinya yang pertama.

(66)

57

kelas 3 SMP. Ia merasa sedih karena ayahnya tidak datang diacara wisudahnya. Ia berfikir kenapa ayahnya tidak datang saat ia wisudah padahal ayahnya belum meninggal. Semua keluarga teman-temannya ikut kumpul, termasuk orang tua. Cuma AS yang orang tuanya tidak lengkap. Waktu itu hanya mamanya yang datang ke wisudahnya. Dari situlah AS berfikir bahwa ayahnya tidak sayang dengan dia.

(67)

58

Sejak kecil, AS jarang komunikasi dengan orang tuanya. ia tidak tau sebenarnya orang tuanya yang asli itu yang mana. Saat usia anak-anak AS bahkan takut memanggil mama dan abah. Yang ia tau, abah adalah paman yang mengasuhnya sejak kecil, dan mamanya adalah bibinya yang merawat dia. Dulu saat anak-anak AS tidak memikirkan tentang perceraian orang tuanya, tapi saat ia remaja AS mulai berfikir bahwa hal tersebut telah menghancurkan kehidupannya. Ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Sejak saat itu juga AS semakin tidak betah tinggal di rumah. AS sering main keluar rumah, ia memilih main di luar dengan teman-temannya, ia berfikir bahwa kehidupan keluarganya telah hancur.

Ia jarang berkomunikasi dengan abahnya. Hanya sebulan sekali ketika ia ingin main ke rumah abahnya yang diluar kota. Baru ia telfon abahnya. Saat itu AS kelas 1 SMP, dan setelah pamannya meninggal, ia tidak ada pilihan lain, karena ia tidak mau tinggal bersama abah atau mamanya. Jadi ia memutuskan untuk melanjutkan skolahnya di pondok pesantren. AS mondok hingga lulus SMP. Ia merasa tidak srek tinggal dengan mamanya. Saat di pondok, AS lebih sering dijengung bibinya dari pada dijenguk orang tuanya. mamanya juga menjenguknya sebulan sekali, abahnya juga pernah menjenguknya.

(68)

59

Karena selama ini pamannyalah yang menyayanginya. Saat ia ingat kematian pamannya, AS merasa sedih dan menangis. Sebelum meninggal, pamannya AS berpesan padanya bahwa ia harus jadi anak yang terbaik. Mamanya AS pindah rumah pada saat AS lulus SMA, karena AS yang meminta. Waktu itu AS meminta pindah rumah ke temapat yang dekatb dengan rumah pamannya. Meskipun paman dan bibinya sudah meninggal, waktu itu AS merasa kangen dengan mereka. Paman dan bibinya mempunyai anak-anak yang sekarang sudah dewasa dan berkeluarga. AS sangat akrab dengan mereka, AS sudah menganggap mereka sebagai saudaranya. Dia sering bercanda sama saudara-saudaranya tersebut. Namun AS tidak pernah curhat tentang masalah pribadinya. Ia hanya curhat tentang masalah pribadinya kepada sahabatnya.

(69)

60

Setelah lulus SMA, AS sempat bekerja serabutan selama satu tahun. AS jarang makan dirumah. Dan tidak pernah makan bersama mamanya. AS juga jarang bicara dengan mamanya di rumah. Meskipun mamanya telah menyuruh AS makan dirumah tapi AS tidak menghiraukan hal itu. Menurut AS mamanya menyuruh dia untuk makan dirumah itu agar uang AS tidak habis. AS lebih senang di luar rumah bersama teman-temannya dibandingkan dengan di rumah bersama ibunya.

(70)

61

terkadang menjenguk dia. Itupun AS tidak mau menemui mamanya jika mamanya tidak datang bersama sahabatnya. Setelah keluar dari penjara, AS semakin nakal.

Namun setelah ibunya sakit-sakitan, AS dinasehati sahabatnya agar ia berubah dan bisa membahagiakan mamanya. AS juga meminta nasehat dari orang-orang yang lebih tua darinya. Sejak AS dapat masukan dari teman-teman, sahabat, dan orang yang lebih tua, yang lebih berpengalaman dan sudah merasakan kerasnya hidup, beberapa diantaranya adalah paman, saudara, dan teman. Sejak saat saat itu AS semakin berfikir bahwa inilah yang terbaik. Meskipun masih ada rasa kecewa, tapi AS harus tetap menjalani semuanya. Sejak itu AS merasa lebih plong lagi, dan lebih bisa menerima samuanya.

(71)

62

kembali nakal lagi. Hingga saat ini AS sudah merasa bahwa mamanya adalah orang yang sayang sama dia, melebihi nabi Muhammad.

Dibanding dengan mamanya, AS lebih sakit hati pada abahnya, karena menurutnya abahnya adalah orang yang tidak tanggung jawab. Abahnya telah lari dari tanggung jawabnya. Sampai saat ini AS menganggap bahwa abahnya bukan orang yang gentelman. Sampai sekarang dia tidak bangga punya abah seperti abahnya, karena AS mengerti kehidupan bukan karena abahnya, tapi ia mencari-cari sendiri. Seharusnya abah yang mengajari anaknya tetapi ini tidak, AS yang mencari sendiri.

Significat other dari subjek ke dua ini adalah sahabat subjek yang sejak kecil berteman dengan subjek dan mengerti tentang kehidupan pribadi subjek.

4. Subjek keempat

Nama : FZ

Jenis klamin : Perempuan

Usia : 21 tahun

Status dalam keluarga : Anak kedua dari 4 bersaudara

Pekerjaan : Mahasiswa, ustadzah

Lama perceraian orang tua : ±1 tahun

(72)

63

sekarang. Saat FZ sekolah menengah atas, ia tinggal bersama bibinya hingga FZ kuliyah semester tiga. Setelah itu FZ pindah tinggal bersama ayahnya. FZ adalah anak ke dua dari empat bersaudara. FZ mempunyai kakak laki-laki dan dua adik. Setelah orang tuanya bercerai, FZ tinggal bersama adiknya. Ayahnya menikah lagi dengan wanita lain, namun terkadang ayahnya juga mengunjungi FZ karena rumah istrinya yang sekarang bersebelahan dengan rumah FZ.

Menurut FZ penyebab perceraian orang tuanya adalah karena perselingkuhan yang dilakukan ibunya. Saat ibunya menjadi TKI sudah ada kerenggangan diantara ibu dan ayahnya. Setelah lima tahun berlalu ada kabar bahwa ibunya tidak betah di luar negeri dikarenkan majikannya yang jahat. Ibunya memncoba melarikan diri, dan pada waktu itu ada seorang lelaki yang membantunya. Berawal dari situlah terjadinya perselingkuhann ibunya. Menurut FZ hal itu belum jelas, ia hanya mengetahui dari ayahnya yang mengerti hal itu dari catatan buku harian ibunya.

(73)

64

nengeri. FZ mengirim sms bahwa percuma dia hidup jika orang yang membuatnya semangat dalam hidup sudah tidak bersama lagi. Dia juga mengancam ibunya bahwa dia kana bunuh diri. Namun itu semua dilakukan FZ hanya untuk menakuti ibunya agar tidak bercerai, meskipun begitu orang tuanya tetap saja bercerai.

Setelah mengetahui perceraian orang tuanya, FZ merasa sedih. Namun FZ adalah remaja yang pendiam, FZ tidak pernah menagis di depan orang lain, ataupun menceritakan apa yang dia alami pada orang lain. ia tidak pernah membentak atau marah-marah. Ia juga tidak ingin mengungkit-ungkit masalahperceraian orang tuanya. FZ merasa ngengsi jika dia tanya-tanya tentang hal itu. Namun dalam perasaannya yang terdalam FZ tidak berharap orang tuanyan bercerai. Meskipun FZ marah, namun dia tidak pernah membanting-banting barang atau apapun. Dia hanya diam, FZ lebih suka memendam apa yang ia rasakan, meskipun dalam hatinya FZ marah dengan perceraian tersebut. Menurut FZ, jika dia menceritakan perceraian tersebut pada orang lain, maka dia sama halnya dengan menceritakan aibnya sendiri pada orang lain. Menurut orang terdekat dari FZ, FZ dalah remaja yang ceria, dia sebenarnya sedih, namun FZ berusaha menutupi kesedihannya di depan orang lain.

Gambar

Tabel 1 Ringkasan pembahasan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh subtitusi minyak sawit oleh minyak ikan lemuru dan suplementasi vitamin E dalam ransum ayam broiler terhadap

Hasil penelitian menunjukkan pendapatan bersih yang diperoleh usaha pembuatan keripik keladi Di Desa Makuang, Kecamatan Messawa, Kabupaten Mamasa dalam melakukan usahanya sebesar Rp

Selain sebagai indikator pelayanan yang menunjukkan seberapa cepat dan tanggap petugas kesehatan dalam menangani masalah dan memberikan pertolongan medis kepada

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model institusi pengelolaan DAS pada SWP DAS Arau yang terpadu dan mandiri melalui pengembangan insentif dari dana PES dan

Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa sinamil benzoat melalui reaksi esterifikasi antara asam asetat dengan sinamil alkohol hasil reduksi

Symptom Reflected in Aronofsky’s Black Swan Movie (2010): A. Psychoanalytic Approach” is

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan desain eksperimen kasus 

Kalau masalah sama keluarga kadang pasangan kita tu sering dukung kayak ngasi tau gitu loh mbak biar aku itu nggak terpuruk, biar aku tu juga nggak sedih, terus juga bisa