• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCRAMBLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SCRAMBLE"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

IPA DI SMA ISLAM BOARDING SCHOOL RAUDHATUL JANNAH PAYAKUMBUH

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Fisika

Oleh :

FANNY MULSANDI NIM : 14 107 011

JURUSAN TADRIS FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Fisika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar 2019.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas XI IPA SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh diperoleh bahwa tidak semua peserta didik aktif dalam pembelajaran. Peserta didik cenderung menerima materi yang disampaikan guru sehingga hasil belajar fisika peserta didik masih banyak yang belum mencapai KKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Scramble terhadap hasil belajar fisika peserta didik kelas XI IPA SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh. Hasil belajar peserta didik dalam penelitian dibatasi pada ranah kognitif dan ranah afektif.

Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi Experimental yang menggunakan rancangan The Posttest Only Control Group Design. Pengambilan sampel menggunakan Total Sampling dimana XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dan XI IPA 2 sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian pada ranah kognitif berupa tes kemampuan akhir (posttest) peserta didik berupa soal pilihan ganda sebanyak 20 soal. Sedangkan data ranah afektif menggunakan lembar observasi dengan bentuk instrumen berupa skala penilaian disertai rubrik penilaian.

Hasil penelitian didapatkan rata-rata nilai akhir peserta didik untuk ranah kognitif pada kelas eksperimen diperoleh 89,25 dengan persentase ketuntasan 85

%, sedangkan nilai rata-rata untuk ranah kognitif pada kelas kontrol diperoleh 84,54 dengan persentase ketuntasan 72,73 %. Nilai rata-rata peserta didik pada ranah afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut yaitu 83,44 dan 77,27. Pada penelitian ini juga dilakukan uji hipotesis dengan uji-t untuk kedua ranah. Pada ranah kognitif diperoleh thitung = 2,106; pada ranah afektif diperoleh thitung= 4,951; sedangkan ttabel= 1.684, pada taraf nyata α = 0.05,berarti thitung>ttabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, maka dapat disimpulkan bahwa “Hasil belajar fisika dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe scramble pada materi gejala pemanasan global di kelas XI IPA SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Penerapan, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble, Hasil belajar.

(6)

ii DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 9

1. Model Pembelajaran ... 9

2. Model Pembelajaran Kooperatif ... 10

3. Model Pembelajaran Scramble ... 12

4. Hasil Belajar ... 16

5. Pembelajaran Konvensional ... 21

6. Materi Gejala Pemanasan Global ... 24

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 25

C. Kerangka Berfikir ... 28

D. Perumusan Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 31

B. Populasi dan Sampel ... 31

C. Variabel dan Data ... 36

D. Prosedur Penelitian ... 36

E. Instrumen Penelitian ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 45

(7)

iii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ... 50

B. Analisis Data... 52

C. Pembahasan ... 56

D. Kendala yang Dihadapi ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

(8)

1

Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (Arifin, 2017: 40)

Dari pernyataan di atas, dapat dipahami pendidikan merupakan salah satu cara dalam mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik secara menyeluruh dan terpadu. Pengembangan potensi secara menyeluruh dan terpadu tentunya akan membentuk kepribadian peserta didik yang diharapkan. Ini menunjukkan pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut, maka perlu dilakukan suasana belajar dan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Pembelajaran adalah proses terjadinya interaksi antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan sumber belajar untuk mencapai tujuan belajar atau kompetensi yang diharapkan. Karakter peserta didik yang beragam menuntut guru agar mampu merancang pembelajaran sedemikian rupa seperti yang dinyatakan Permendikbud No. 22 Tahun 2016:

“Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan

(9)

melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan”.

Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang diharapkan, maka guru harus berupaya mengembangkan kemampuan dan keterampilannya secara berkesinambungan. Salah satunya kemampuan guru dalam memilih model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan mewujudkan pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi, antusias, keaktifan, dan rasa senang peserta didik dalam belajar. Hal ini tentunya akan berdampak pada hasil belajar yang diraih peserta didik, khususnya dalam mata pelajaran fisika.

Fisika adalah salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (Sains).

Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala alam melalui penemuan teori dan konsep. Penemuan teori dan konsep ini didasarkan pada metode ilmiah. Hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan metode ilmiah.

Metode ilmiah ini dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal (Trianto, 2011: 137).

Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 bahwa pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, pelajaran fisika dapat menumbuhkan kemampuan berpikir dalam memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari- hari. Kedua, tujuan khusus mata pelajaran fisika yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dijadikan sebagai salah satu syarat dalam memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Dalam pembelajaran fisika, guru diharapkan dapat berfungsi sebagai pembimbing dan pengarah dalam proses belajar mengajar. Selain itu, guru juga diharapkan mampu menciptakan pembelajaran fisika yang lebih menarik

(10)

dan disenangi sehingga dapat menumbuhkan kemauan peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran fisika. Peserta didik dengan sendirinya aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga mampu berpikir, bertindak dan berbuat sendirinya. Dengan demikian peserta didik tumbuh dan berkembang secara wajar dan guru sebagai salah satu pembimbing dan pengarah dapat bertindak secara bijaksana.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru fisika di SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh, Ibu Awinda M.Si, mengatakan bahwa peserta didik dapat memahami materi fisika pada saat pembelajaran berlangsung. Namun pada pertemuan berikutnya, banyak peserta didik yang lupa dengan materi fisika yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini dikarenakan tidak semua peserta didik aktif dalam proses pembelajaran. Peserta didik cenderung menerima materi yang disampaikan guru. Selain itu, peserta didik masih mengandalkan temannya untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah. Ini menunjukkan peserta didik tertentu saja yang benar-benar menguasai materi fisika.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan peserta didik, diketahui peserta didik masih menganggap pembelajaran fisika merupakan pelajaran yang sulit karena banyak teori, konsep dan rumus yang harus digunakan. Hal ini membuat peserta didik menjadi pesimis dalam mempelajari mata pelajaran fisika. Peserta didik belum bahkan tidak paham dalam menganalisa soal-soal fisika yang diberikan guru mereka. Peserta didik cenderung memikirkan rumus mana yang akan digunakan untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. Ini membuat mereka kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal fisika terkait yang mengakibatkan peserta didik cenderung menyontek tugas dan bahkan pekerjaan rumah temannya.

Berdasarkan permasalahan di atas, terlihat tidak semua peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran. Kurangnya minat dan motivasi belajar peserta didik dalam proses pembelajaran. Ini menunjukkan belum terwujudnya pembelajaran yang diharapkan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk

(11)

mengatasi hal ini. Salah satunya kemampuan guru dalam memilih model pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa senang, motivasi, antusias, dan keaktifan, peserta didik adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja berkelompok secara kolaboratif untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah Scramble.

Model pembelajaran kooperatif tipe Scramble adalah salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dimana peserta didik dibagikan kartu soal dan kartu jawaban yang disusun acak. Peserta didik dituntut bekerja sama serta bertanggungjawab terhadap kelompoknya dengan harapan dapat meningkatkan kebersamaan. Model ini dirasa cocok karena menekankan kerja sama peserta didik dalam mencocokkan kartu soal dengan kartu jawaban yang telah diberikan. Dalam penerapan model ini peserta didik diharapkan mampu bekerja sama mencari jawaban dan cara penyelesaian dari kartu soal yang ada dengan tepat sehingga peserta didik termotivasi dan menemukan sendiri teori dan konsep dari materi yang dipelajari yang tentunya dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik (Said, dkk, 2014: 85).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulin Nuha, Dr.

Dadan Rosana dan Susilowati, S.Si., M.Pd dengan judul: “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Scramble terhadap Motivasi Belajar dan Pemahaman Konsep Tema Tata Surya pada Peserta Didik Kelas VII SMP N 1 Kota Mungkid” didapatkan hasil bahwa model pembelajaran cooperative learning tipe scramble memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi belajar dan pemahaman konsep peserta didik. Besar pengaruh model pembelajaran cooperative learning tipe scramble untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik adalah 40,2% dan pemahaman konsep peserta didik adalah 47,5%.

(12)

Selain itu, berdasarkan penelitian Muhammad Amin Said, Muhammad Arsyad, dan Nurlina dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble dalam Meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik Kelas X SMA Negeri 14 Makassar” didapatkan hasil bahwa model pembelajaran kooperatif tipe scramble dapat meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik kelas X MIA 1 SMA Negeri 14 Makassar. Ini terlihat dari nilai rata-rata hasil belajar fisika peserta didik kelas X MIA 1 SMA 14 Makassar sebelum diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe scramble sebesar 6,94 dan standar deviasi sebesar 1,60 dan setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe scramble sebesar 13,92 dan standar deviasi sebesar 2,37 dengan nilai rata-rata Gain Ternormalisasi 0,54 berada dalam kategori sedang. Dari dua penelitian di atas, terlihat model pembelajaran kooperatif tipe scramble dapat meningkatkan motivasi, pemahaman konsep, dan hasil belajar peserta didik, khususnya dalam mata pelajaran fisika. Adapun materi yang dipilih dalam penelitian kali ini adalah gejala pemanasan global.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe scramble terhadap hasil belajar. Oleh sebab itu, peneliti mengangkat judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble pada Materi Gejala Pemanasan Global terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas XI IPA Di SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diajukan, permasalahan yang menyebabkan rendahnya nilai ulangan harian peserta didik dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Peserta didik hanya memahami materi fisika selama proses pembelajaran.

2. Dalam pembelajaran, peserta didik cenderung tidak aktif dan menerima materi yang disampaikan guru.

(13)

3. Peserta didik masih mengandalkan temannya untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah.

4. Peserta didik masih menganggap pembelajaran fisika merupakan pelajaran yang sulit karena banyak teori, konsep dan rumus yang harus digunakan.

5. Peserta didik belum mampu memahami dan menganalisa soal-soal fisika yang diberikan guru mereka dengan benar.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan yang dikaji terarah, maka peneliti membatasi masalah pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe scramble pada materi gejala pemanasan global terhadap hasil belajar fisika peserta didik kelas XI IPA di SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh. Hasil belajar fisika peserta didik, peneliti batasi pada ranah kognitif dan ranah afektif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah diberikan pada bagian latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar fisika pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Scramble lebih baik dari pada penerapan pembelajaran konvensional pada materi gejala pemanasan global kelas XI IPA di SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan yang diajukan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar fisika pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Scramble lebih baik dari pada penerapan pembelajaran konvensional pada materi gejala pemanasan global kelas XI IPA di SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh.

(14)

F. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian akan bernilai jika dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan fisika.

2. Bagi guru, sebagai masukan mengenai model pembelajaran yang efektif dan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran fisika dan juga kebutuhan peserta didik.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penegasan makna untuk beberapa istilah operasional sebagai landasan kerja yang dilakukan. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini yaitu :

1. Model pembelajaran

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang disusun secara sistematis yang terdiri dari langkah-langkah pembelajaran yang dijadikan pedoman bagi guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tujuan belajar dapat tercapai dengan maksimal.

2. Model pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja berkelompok secara kolaboratif untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe scramble

Model pembelajaran kooperatif tipe scramble adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dengan membagikan kartu soal dan kartu jawaban dalam susunan acak, dimana peserta didik dituntut bekerja sama serta bertanggungjawab terhadap kelompoknya dengan harapan dapat meningkatkan kebersamaan.

(15)

4. Hasil belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan yang dapat diamati dalam diri peserta didik sebagai tolak ukur dalam mengetahui dan memahami suatu pelajaran atau perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup dua ranah, yaitu: pengetahuan dan sikap.

5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah proses pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru di kelas. Pada penelitian ini pembelajaran konvensional yang digunakan adalah model discovery leraning.

(16)

9 1. Model Pembelajaran

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru dalam memilah dan memilih model pembelajaran. Menurut Udin S.

Winataputra dalam Mulyono (2011: 25), mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang disusun secara sistematis yang terdiri dari langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang digunakan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Brady (1945) dalam Aunurrahman (2009: 146), mengemukakan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai pedoman guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang disusun secara sistematis yang terdiri dari langkah-langkah pembelajaran yang dijadikan pedoman bagi guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tujuan belajar dapat tercapai dengan maksimal.

Model pembelajaran terdiri dari langkah-langkah pembelajaran yang akan diterapkan guru bersama peserta didik dalam proses belajar mengajar. Untuk lebih memahami model pembelajaran, Brady (1945) dalam Aunurrahman (2009: 146), mengemukakan 4 premis tentang model pembelajaran, yaitu:

a. Model memberikan pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar.

b. Terdapat perbedaan antara model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lainnya, namun memiliki keterkaitan terlebih dalam proses implementasinya.

(17)

c. Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

d. Diperlukan pengetahuan guru mengenai model pembelajaran dalam mewujudkan pembelajaran yang efisien dan efektif.

Jadi, dapat disimpulkan guru hendaknya mampu memilah dan memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam setiap proses belajar mengajar dengan tepat karena tidak ada model pembelajaran yang mengungguli model pembelajaran lainnya.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Salah satu jenis model pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin dalam Tanirejo, dkk (2011: 55), pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja berkelompok yang berjumlah 4- 6 orang secara kolaboratif sehingga peserta didik termotivasi dalam belajar. Menurut Roger dalam Huda (2011: 29), model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mencakup aktivitas belajar peserta didik secara berkelompok dengan prinsip terjadinya perubahan informasi secara sosial antara anggota kelompok belajar yang didalamnya setiap peserta didik bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan meningkatnya pembelajaran peserta didik lainnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja berkelompok secara kolaboratif untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif meletakkan tanggung jawab individu serta kelompok. Kondisi ini dapat mendorong peserta didik untuk belajar, bekerjasama dan bertanggungjawab. Menurut Slavin dalam Tanirejo, dkk (2011: 57) ada enam tipologi pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

(18)

a. Model pembelajaran kooperatif menggunakan beberapa bentuk tujuan kelompok.

b. Tanggung jawab individu dapat dilihat dari skor kelompok atau spesialisasi tugas. Skor kelompok adalah nilai rata-rata individu dalam setiap kelompoknya. Spesialisasi tugas berupa tanggungjawab khusus peserta didik dari tugas kelompok yang diberikan.

c. Setiap peserta didik memiliki kesempatan sukses yang sama yakni penggunaan skor dimana setiap peserta didik mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam kelompok.

d. Kompetisi kelompok sebagai sarana untuk motivasi peserta didik untuk bekerja sama dengan anggota kelompoknya.

e. Spesialisasi tugas, peserta didik mengerjakan bagian tugas yang diperoleh masing-masing anggota kelompok.

f. Adaptasi terhadap kebutuhan kelompok, dengan menggunakan model ini akan mempercepat kerja kelompok.

Menurut Johnson & Johnson (1991) dalam Jufri (2012: 114), beberapa keunggulan dari model kooperatif antara lain: peserta didik menjadi lebih bertanggungjawab dalam proses belajarnya, peserta didik terlibat aktif dan berusaha lebih kuat untuk berprestasi, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, membentuk hubungan positif dengan teman sekelompok maupun peserta didik lainnya. Berdasarkan keunggulan model kooperatif tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok belajar kooperatif memang berbeda dengan kelompok belajar biasa (nonkooperatif) seperti disajikan dalam Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Kooperatif dan Konvensional Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional

 Ada saling ketergantungan positif

 Tanggungjawab individu

 Anggota kelompok heterogen

 Kepemimpinan kolektif

 Bertanggungjawab terhadap

 Tidak ada saling ketergantungan

 Tidak ada tanggungjawab individu

 Anggota kelompok tidak heterogen

 Kepemimpinan tunggal

(19)

hasil belajar seluruh anggota kelompok

 Penekanan pada tugas dan kerjasama

 Mempelajari keterampilan secara langsung

 Pendidik mengobservasi dan memfasilitasi kelompok

 Ada suatu proses kerja oleh kelompok

 Bertanggungjawab pada hasil belajar individu

 Penekanan hanya pada tugas

 Keterampilan sosial

diasumsikan dan tidak diajarkan

 Pendidik kurang memberikan bantuan pada kelompok

 Tidak ada proses kerja kelompok

Sumber: Jufri, 2012: 115.

Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengerjakan materi yang bersifat kompleks. Model ini juga dapat membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antar manusia, misalnya membuat peserta didik menghargai adanya perbedaan pendapat dan keberagaman saat diskusi kelompok. Selain itu, model pembelajaran kooperatif dapat memotivasi seluruh peserta didik untuk belajar, berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep dari materi yang dipelajari dan keterampilan- keterampilan, meningkatkan interaksi antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya, saling mengambil tanggungjawab, dan belajar saling menghargai satu sama lain (Hamzah dan Nurdin, 2011: 107).

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah scramble.

Menurut Said, dkk (2014: 86), scramble merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dimana peserta didik diberi kartu soal dan kartu jawaban yang disusun secara acak. Peserta didik diharapkan mampu mencari penyelesaian dan jawaban yang tepat dari kartu soal yang diberikan. Sedangkan Hamonangan (2013: 2) berpendapat model pembelajaran kooperatif tipe scramble merupakan sebuah model pembelajaran yang menuntut peserta didik berdiskusi dalam menemukan jawaban yang tepat dengan cermat sehingga peserta didik merasa tertantang untuk memecahkan soal yang diberikan dan merasa belajar bukanlah suatu beban. Menurut Sani (2014: 248), dalam pelaksanaan

(20)

model ini dibutuhkan media pembelajaran berupa kartu yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban. Pertanyaan pada kartu soal yang dibuat disesuaikan dengan materi ajar yang harus dikuasai peserta didik.

Jawaban atas pertanyaan dari kartu soal dibuat pada kartu jawaban dengan cara diacak.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe scramble adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dengan membagikan lembar soal dan lembar jawaban dalam susunan acak, dimana peserta didik dituntut untuk menemukan jawaban yang tepat dengan cermat sehingga peserta didik merasa belajar bukan sebuah beban dan merasa tertantang untuk memecahkan soal yang diberikan. Tahapan-tahapan model pembelajaran kooperatif tipe scramble adalah sebagai berikut (Said, dkk., 2014: 86):

a. Kartu soal dibuat berdasarkan materi ajar. Soal yang dibuat harus sesuai dengan materi yang akan disajikan guru kepada peserta didik.

b. Kartu jawaban dibuat dan disusun secara acak. Guru membuat jawaban yang susunannya dibuat acak sesuai jawaban soal-soal pada kartu soal.

c. Menyajikan materi. Guru menyajikan materi ajar kepada peserta didik.

d. Membagikan kartu soal dan kartu jawaban pada setiap kelompok.

Guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban sebagai pilihan jawaban dari soal-soal pada kartu soal.

e. Peserta didik berkelompok mengerjakan soal pada kartu soal.

Peserta didik berkelompok dan saling membantu mengerjakan soal- soal yang ada pada kartu soal.

f. Peserta didik mencari jawaban yang paling tepat untuk setiap soal- soal pada kartu soal. Peserta didik mencari jawaban yang cocok untuk setiap soal yang dikerjakan dan memasangkannya pada kartu soal.

(21)

Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe scramble seperti disajikan dalam Tabel 2.2:

Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble

Fase-fase Perilaku guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik untuk belajar.

Fase 2

Menyajikan materi ajar

Mempresentasikan materi ajar secara umum

Menyiapkan kartu soal dan jawaban Fase 3

Mengorganisir peserta didik dalam kelompok belajar

Guru mengorganisir peserta didik dalam kelompok belajar secara heterogen, serta membagikan kartu soal dan kartu jawaban pada masing- masing kelompok.

Fase 4

Membimbing pelatihan

Membimbing kelompok belajar selama peserta didik mengerjakan kartu soal.

Fase 5

Mengevaluasi

Menguji pemahaman peserta didik mengenai materi ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran

Fase 6

Memberikan penghargaan

Mengakui dan memberikan penghargaan dari usaha dan prestasi peserta didik baik secara individu maupun kelompok

Sumber: Said, dkk., (2014: 86)

Suyatno (2009: 72) menyebutkan tahapan pembelajaran Scramble adalah sebagai berikut :

a. Guru membagi peserta didik dalam beberapa kelompok belajar.

b. Kartu soal dibuat berdasarkan materi ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

c. Kartu jawaban dibuat sesuai dengan jawaban dari masing-masing kartu soal.

d. Guru membuat pilihan jawaban yang disusun secara acak sesuai dengan jawaban dari soal-soal pada kartu soal.

e. Guru menyajikan materi ajar kepada peserta didik secara umum.

(22)

f. Guru membagikan kartu soal dan membagikan kartu jawaban pada masing-masing kelompok belajar peserta didik.

g. Siswa mengerjakan kartu soal secara berkelompok.

h. Siswa berkelompok dan berdiskusi mengerjakan soal-soal yang ada pada kartu soal.

i. Siswa mencari jawaban yang cocok untuk setiap soal yang mereka kerjakan dan memasangkannya pada kartu soal (Syafermi, dkk., 2014: 4).

Berdasarkan berbagai pendapat mengenai langkah-langkah atau sintaks model pembelajaran kooperatif tipe scramble di atas, peneliti menggunakan sintaks model pembelajaran kooperatif tipe scramble menurut Said, dkk. dalam penelitian ini dengan sintaks-sintaksnya:

menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan materi ajar, mengorganisir peserta didik dalam kelompok belajar, membimbing pelatihan, evaluasi, dan memberikan penghargaan.

Model pembelajaran kooperatif tipe scramble mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain: a) Mendorong peserta didik lebih aktif dan cekatan, b) Membantu peserta didik memahami konsep-konsep yang sulit, dan c) Menanamkan dan mengembangkan keterampilan sosial. Sedangkan kekurangannya antara lain: a) Peserta didik kurang berpikir kritis, b) Peserta didik bisa saja menyontek jawaban temannya (Sudarmi dan Burhanudin, 2017: 75)

Berdasarkan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe scramble di atas, terlihat bahwa penggunaan model ini dapat mendorong semua peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran, khususnya dalam mengerjakan soal terkait materi pelajaran. Untuk mengatasi kekurangan model ini, peserta didik dituntut untuk bekerja sama dan bertanggungjawab terhadap kelompoknya.

(23)

4. Hasil Belajar

Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan berdampak pada tingkat penguasaan atau hasil belajar peserta didik. Hasil belajar merupakan segala perilaku yang ditimbulkan peserta didik sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuhnya. Hasil belajar dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan pencapaian peserta didik dalam mengetahui dan memahami suatu pelajaran (Nurmawati, 2015: 53). Menurut Gagne (1992) dalam Jufri (2012: 58) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan (performance) yang dapat dicermati dalam diri peserta didik yang disebut dengan kapabilitas.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan hasil belajar merupakan kemampuan yang dapat diamati dalam diri peserta didik sebagai tolak ukur dalam mengetahui dan memahami suatu pelajaran.

Menurut Anderson dan Krathwohl (2001), ada tiga jenis domain kemampuan peserta didik sebagai hasil belajar yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Pada penelitian ini, peneliti membatasi penelitian terhadap hasil belajar pada dua ranah, yaitu: ranah kognitif dan ranah afektif.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif fokus pada pengetahuan dan kemampuan mengingat, berfikir, dan proses bernalar. Anderson dan Krathwohl membuat revisi terhadap taksonomi Benjamin Blomm (1956) pada tataran High Order Thinking Skills (HOTS) pada tahun 2001, sehingga menjadi:

1) Mengingat (Remembering), mampu mengingat materi ajar yang baru saja dipelajari.

2) Memahami (Understending), memahami gagasan, teori, hukum, konsep, dan lain-lain dari materi ajar yang baru saja dipelajari.

3) Menerapkan (Applying), mampu menerapkan gagasan, teori, hukum, konsep, dan lain-lain didalam kondisi pembelajaran.

(24)

4) Menganalisis (Analysing), mampu menganalisis informasi yang diperoleh dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi kedalam bagian yang lebih spesifik untuk mengenali perbedaan, persamaan, atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari masalah yang diberikan.

5) Menilai (Evaluating), mampu memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, prosedur kerja dan lain-lain, dari masalah yang diberikan dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan untuk memastikan nilai efektifitas dari solusi dari masalah yang diberikan.

6) Menciptakan (Creating), menempatkan unsur-unsur bersama- sama untuk membentuk suatu keseluruhan yang koheren dan berfungsi, mengorganisasi kembali unsur-unsur menjadi suatu pola baru atau struktur baru melalui merencanakan, melaksanakan,dan menghasilkan suatu karya atau produk (Majid, 2014: 47).

Indikator pencapaian kompetensi pengetahuan dijabarkan dari KD (Kompetensi Dasar). Kompetensi dasar merupakan jabaran dari KI (Kompetensi Inti) di setiap mata pelajaran. Penyusunan instrumen penilaian ditentukan oleh kata kerja operasional yang ada pada KD dan indikator pencapaian kompetensi yang dirumuskan. Kata kerja operasional pada indikator juga dapat digunakan untuk penentuan item tes (pertanyaan/ soal), seperti dicontohkan pada Tabel 2.3:

Tabel 2.3 Kata Kerja Operasional pada Indikator

Tujuan yang diukur Kata kerja yang biasa digunakan Mengingat ( C1)

Mengetahui, misalnya:

istilah, fakta, aturan, urutan.

 Menamai

 Mengurutkan

 Menempatkan

 Menjelaskan

 Mengidentifikasi

 Mengulangi

 Menemukan kembali

 Dll

(25)

Tujuan yang diukur Kata kerja yang biasa digunakan Memahami (C2)

Menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, memahami,

menginterpretasikan

 Menafsirkan

 Mengklasifikasikan

 Meringkas

 Menjelaskan

 Memaparkan

 Membandingkan

 dll Menerapkan (C3)

Memecahkan masalah, membuat bagan/ grafik, menggunakan.

 Melaksanakan

 Menggunakan

 Menjalankan

 Melakukan

 Mempraktikkan

 Memilih

 Menyusun

 Memulai

 Menyelesaikan

 Mendeteksi

 Dll Menganalisis (C4)

Mengenali kesalahan, memberikan, menganalisis.

 Menguraikan

 Membandingkan

 Mengorganisasikan

 Menyusun ulang

 Mengintegrasikan

 Membedakan

 Menyamakan

 Membandingkan

 Mengkerangkakan

 Dll Mengevaluasi (C5)

Menilai berdasarkan norma internal

 Memprediksi

 Mengkritik

 Menyalahkan

 Menguji

 Membenarkan

 Menilai

 Dll Menciptakan (C6)

Menghasilkan, menyusun.

 Merancang

 Merencanakan

 Menemukan

 Membangun

 Memproduksi

 Membarui

 Mengubah

(26)

Tujuan yang diukur Kata kerja yang biasa digunakan

 Menyempurnakan

 Memperkuat

 Memperindah

 Dll

Sumber: Rusman, (2018: 133)

Jadi, dapat disimpulkan ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalis, mengevaluasi, dan menciptakan atau C1-C6.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif fokus pada perasaan, sikap, minat, dan emosi.

Tingkatan ranah afektif terbagi lima, yaitu:

1) Kemauan menerima, adalah keinginan untuk memperhatikan suatu objek, gejala atau rancangan tertentu, seperti keinginan membaca modul pembelajaran, memperhatikan guru menjelaskan materi pembelajaran, dan sebagainya.

2) Kemauan menanggapi, adalah kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif atau reaksi dari kegiatan yang dilakukan, seperti menanyakan materi pembelajaran yang belum dipahami, menyelesaikan soal yang diberikan guru, mengikuti diskusi kelompok, dan sebagainya.

3) Berkeyakinan, adalah kemauan menerima peraturan atau sistem nilai tertentu pada diri individu, seperti menunjukkan perilaku mematuhiaturan praktikum, apresiasi (penghargaan) terhadap prestasi yang diperoleh, sikap ilmiah atau kesungguhan (komitmen) untuk menyelesaikan tantangan yang diberikan.

4) Mengorganisasi, adalah penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri, bertanggungjawab terhadap hal yang telah dilakukan, menyadari pentingnya keselarasan antara

(27)

hak dan tanggungjawab, atau menyadari peranan perencanaan dalam memecahkan suatu permasalahan.

5) Tingkat karakteristik/ pembentukan pola, dimana individu sudah memiliki sistem nilai, salalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipegangnya, dan merupakan tingkatan afektif yang tertinggi, seperti bersikap objektif terhadap segala hal (Hamzah dan Nurdin, 2011: 58-59).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ranah afektif memiliki beberapa tingkatan, yaitu: menerima, menanggapi, berkeyakinan, mengorganisasi, dan tingkat karakteristik/ pembentukan pola. Dalam konteks penilaian sikap, indikator merupakan perilaku yang ditampilkan atau ditonjolkan oleh peserta didik, yang dapat diamati atau diobservasi oleh guru sebagai representasi sikap yang dinilai.

Rumusan indikator domain sikap spiritual dan sosial dapat dilihat pada Tabel 2.4:

Tabel 2.4 Daftar Deskripsi Indikator Sikap

Sikap dan Pengertian Contoh indikator

Sikap sosial  Tidak mengambil/ menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber

 Tidak menyalin tugas orang lain dalam mengerjakan tugas.

 Membuat laporan berdasarkan data atau informasi yang diperoleh.

 Mengakui kekurangan atau kesalahan diri sendiri.

Jujur

adalah perilaku yang dapat dipercaya baik dari perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Disiplin

adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang ada.

 Masuk kelas tepat waktu

 Mengerjakan dan mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

 Mengikuti kaidah berbahasa tulis yang baik dan benar.

 Memperhatikan penyampaian hasil diskusi kelompok belajar.

Tanggungjawab adalah sikap dan perilaku seseorang

 Melaksanakan tugas individu dengan baik

 Tidak menyalahkan atau menuduh

(28)

Sikap dan Pengertian Contoh indikator dalam mempertanggung

jawabkan tindakan yang ia lakukan

teman tanpa bukti yang akurat

 Tidak menyalahkan teman untuk melindungi diri dari kesalahan yang dilakukan

 Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan dengan lapang dada.

Kerjasama adalah kemampuan bekerjasama dengan teman untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tanggung jawab dan saling

menolong secara ikhlas.

 Terlibat aktif dalam diskusi kelompok belajar

 bersedia melakukan tugas sesuai kesepakatan

 berperan aktif dalam kerja kelompok

 Memusatkan perhatian pada tujuan kelompok belajar

Sumber: Majid, 2014: 166-168

Berdasarkan Tabel 2.4, ada empat sikap yang peneliti amati dalam penelitian ini diantaranya: jujur, disiplin, tanggungjawab, dan kerjasama.

5. Pembelajaran Konvensional

Konvensional berasal dari kata konvensional yang segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan. Pembelajaran konvensional yang peneliti maksud adalah pembelajaran yang biasa digunakan guru. Salah satu model pembelajaran yang diterapkan guru fisika di SMA Islam Raudhatul Jannah Payakumbuh adalah model discovery learning. Model ini telah diterapkan di sekolah, namun masih belum terlaksana dengan maksimal. Model discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran dimana peserta didik dituntut untuk menemukan sendiri teori dan konsep dari materi yang dipelajarinya (tidak diberikan begitu saja/ tidak disajikan dalam bentuk finalnya).

Peserta didik diharapkan mengorganisasi sendiri pengalaman belajarnya (Saefuddin, 2015: 56). Adapun langkah-langkah umum model discovery learning adalah sebagai berikut (Mulyasa, 2015:144):

(29)

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Peserta didik dihadapkan pada fenomena atau gejala alam yang mengandung permasalahan, yang belum diketahui solusi untuk menyelesaikan permasalahan dan timbulnya keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, menampilkan video berisi fenomena atau gejala alam, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menciptakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi materi ajar.

b. Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Stimulation yang telah diberikan guru, peserta didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

c. Data Collection (pengumpulan data)

Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

d. Data Processing (pengolahan data)

Data dan informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui membaca, observasi, dan sebagainya, diolah dan ditafsirkan dan membuat hipotesis sementara mengenai penyelesaian masalah yang dipecahkan.

(30)

e. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dengan cermat untuk membuktikan benar atau salahnya dari hipotesis yang telah dirumuskan dihubungkan dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran dari informasi dan data yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dari data yang diperoleh berdasarkan informasi yang ada dan dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, langkah-langkah model discovery learning ada enam langkah, yaitu stimulation, problem statement, data collection, data processing, verification, dan generalization.

Pembelajaran menggunakan discovery learning sebaiknya mengarahkan peserta didik untuk menambahkan pengalaman-pengalaman belajar, dapat mengembangkan proses penemuan, menumbuhkan cara berpikir analitis dan kritis dalam pemerolehan pengetahuan. Maka model ini memiliki kelebihan sebagai berikut: (a) Memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif peserta didik, (b) Pengetahuan yang diperoleh peserta didik sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer, (c) Model ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri, (d) Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri, (e) Membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya

(31)

karena memperoleh kepercayaan dalam bekerja sama (Saefuddin, 2015:

57).

6. Materi Gejala Pemanasan Global (6 JP) a. Kompetensi Inti (KI):

KI-1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI-2 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI-3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI-4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkrit dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

b. Kompetensi Dasar:

3.12 Menganalisis gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan serta lingkungan.

4.12 Mengajukan ide/gagasan penyelesaian masalah gejala pemanasan global dan dampaknya bagi kehidupan serta lingkungan.

(32)

c. Sub materi:

1) Gejala pemanasan global:

a) Efek rumah kaca.

b) Emisi karbon dan perubahan iklim.

c) Dampak pemanasan global, antara lain (seperti mencairnya es di kutub, perubahan iklim).

2) Alternatif solusi:

a) Efisiensi penggunaan energi.

b) Pencarian sumber-sumber energi alternatif.

3) Hasil kesepakatan dunia internasional:

a) Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

b) Protokol Kyoto.

c) Asia-Pacific Partnership on Clean Development and Climate (APPCDC).

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan ini adalah sebagai berikut:

1. Muhammad Amin Said, Muhammad Arsyad, dan Nurlina (Jurnal Pendidikan Fisika/ Vol 3/No.2/ISSN: 2302-8939).

Penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Peserta didik Kelas X SMA Negeri 14 Makassar”. Penelitian ini merupakan penelitian Pra Eksperimen dengan menggunakan desain Pre-test and Post-test Group.

Hasil analisis deskriptif menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar Fisika peserta didik kelas X MIA 1 SMA 14 Makassar sebelum diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Scramble sebesar 6,94 dan standar deviasi sebesar 1,60 dan setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Scramble sebesar

(33)

13,92 dan standar deviasi sebesar 2,37 dengan nilai rata-rata Gain Ternormalisasi 0,54 berada dalam kategori sedang. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Scramble dapat meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik kelas X MIA 1 SMA Negeri 14 Makassar.

Perbedaan dengan penelitian di atas adalah metode dan desain penelitian dimana peneliti menggunakan metode Quasi Experimental dengan desain The Posttest-Only Control Grup.

2. Ulin Nuha, Dr. Dadan Rosana dan Susilowati, S.Si., M.Pd (E- Journal Pendidikan IPA Volume 7 No 1 Tahun 2018)

Penelitian dengan judul: “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Scramble terhadap Motivasi Belajar Dan Pemahaman Konsep Tema Tata Surya Pada Peserta Didik Kelas VII SMP N 1 Kota Mungkid”. Metode yang digunakan yaitu Quasi Eksperimental dengan desain The Nonequivalent Pretest-Posttest Control Group Design. Hasil analisa data diperoleh besar pengaruh model pembelajaran cooperative learning tipe scramble untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik adalah 40,2% dan pemahaman konsep peserta didik adalah 47,5%.

Perbedaan dengan penelitian di atas adalah desain penelitian dimana peneliti menggunakan desain The Posttest-Only Control Grup.

Selain itu, peneliti menerapkan model ini pada mata pelajaran fisika.

3. Rizki Rahma Putri (Skripsi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh, 2017)

Penelitian dengan judul: “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Peserta didik Kelas Viii Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusiadi SMPN 1 Pasie Raja Aceh Selatan”. Penelitian ini menggunakan True Experimental Design dengan bentuk Pretest-Posttes Control Group Design.

(34)

Hasil analisis data observasi minat belajar peserta didik menunjukkan adanya peningkatan aktifitas belajar peserta didik pada setiap pertemuan dari katagori aktif dengan pesertanse 75% sampai dengan katagori sangat aktif dengan persentanse 84,4% dan 87,5%.

Peningkatan hasil belajar peserta didik kelas VIII SMPN 1 Pasie Raja Kabupaten Aceh Selatan pada materi sistem peredaran darah manusia dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe scramble berdasarkan uji t diperoleh nilai thitung > ttable yaitu: 5,609> 2,021.

Sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe scramble dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik.

Perbedaan dengan penelitian di atas adalah metode dan desain penelitian dimana peneliti menggunakan metode Quasi Experimental dengan desain The Posttest-Only Control Grup. Selain itu, peneliti menerapkan model ini pada mata pelajaran fisika.

4. Yarice Pumikri, Erman Har, Wince Hendri (Jurnal Pendidikan Biologi)

Penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble Dalam Pembelajaran Biologi Siswa Kelas VIII SMPN 1 Peranap Indragiri Hulu-Riau”. Model rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Posttest Only Design

Hasil belajar biologi siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble lebih tinggi dibandingkan pembelajaran biasa dengan nilai rata-rata 76,97 untuk kelas eksperimen sedangkan kelas kontrol dengan nilai rata-rata 69,44.

Setelah dilakukan uji t didapatkan thitung = 4,10 dan harga ttabel = 1,67 pada taraf nyata α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan hasil belajar yang lebih baik dengan menggunakan Scramble dalam pembelajaran biologi siswa kelas VIII di SMPN 1 Peranap tahun ajaran 2012/2013.

(35)

Perbedaan dengan penelitian diatas adalah metode penelitian dimana peneliti menggunakan metode Quasi Experimental. Selain itu, peneliti menerapkan pada mata pelajaran fisika.

5. Suci Permata Syafermi, Niniwati, Fazri Zuzano (Jurnal Pendidikan Matematika)

Penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP Kartika 1-7 Padang”. Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen dengan desain Posttest-Only Control Grup.

Hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar matematika siswa pada kelas kontrol dengan nilai rata-rata kelas eksperimen adalah 66,00 dan kelas kontrol adalah 54,93. Setelah dilakukan uji t didapatkan thitung = 2,189 dan harga ttabel = 1,668 pada taraf nyata α = 0,05 sehingga dapat disimpulkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Kartika 1-7 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Scramble lebih baik dari hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.

Perbedaan dengan penelitian diatas adalah metode penelitian dimana peneliti menggunakan metode Quasi Experimental. Selain itu, peneliti menerapkan pada mata pelajaran fisika.

C. Kerangka Berpikir

Peserta didik masih menganggap fisika merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini terlihat dari kurangnya minat dan motivasi belajar peserta didik dalam proses pembelajaran Fisika. Hal ini tentunya mempengaruhi hasil belajar peserta didik.

Agar peserta didik menjadi pelajar seperti yang diharapkan, maka guru harus memiliki kemampuan dalam memilih model pembelajaran.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan menjadikan pembelajaran

(36)

yang dapat meningkatkan antusias, motivasi, keaktifan, dan rasa senang peserta didik dalam belajar. Hal ini tentunya akan berdampak pada hasil belajar peserta didik, khususnya dalam mata pelajaran fisika.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan antusias, motivasi, keaktifan, dan rasa senang peserta didik adalah model pembelajaran kooperatif tipe scramble. Model pembelajaran kooperatif tipe scramble adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dengan membagikan kartu soal dan kartu jawaban dalam susunan acak, dimana peserta didik dituntut bekerja sama serta bertanggungjawab terhadap kelompoknya dengan harapan dapat meningkatkan kebersamaan. Model ini dirasa cocok karena menekankan kerja sama, dan tidak membuat tegang sehingga menimbulkan pembelajaran yang menyenangkan. Dalam penerapan model ini, peserta didik termotivasi untuk belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Adapun variable bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Scramble, sedangkan variable terikatnya adalah hasil belajar fisika peserta didik. Model pembelajaran kooperatif tipe Scramble akan berlangsung di kelas eksperimen. Sedangkan kelas kontrol akan diterapkan model Discovery Learning. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik. Selanjutnya kedua kelas itu dibandingkan untuk mengetahui besarnya pengaruh dalam pembelajaran tersebut.

Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka dapat diuraikan bagan seperti pada Gambar 2.1:

(37)

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berfikir

D. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir permasalahan yang diajukan, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar fisika pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Scramble lebih baik dari pada penerapan pembelajaran konvensional pada materi gejala pemanasan global kelas XI IPA di SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh.

Guru dan Peserta Didik Pembelajaran Fisika

Posttest

Hasil Belajar

Kognitif Afektif Psikomotor Pembelajaran Fisika

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble

Pembelajaran Konvensional Guru dan Peserta Didik

Pembelajaran Fisika

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble

Pembelajaran Konvensional Guru dan Peserta Didik

Pembelajaran Fisika

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble

Pembelajaran Konvensional Guru dan Peserta Didik

Pembelajaran Fisika

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble

Pembelajaran Konvensional Guru dan Peserta Didik

Pembelajaran Fisika

Kognitif Afektif Psikomotor Posttest

Hasil Belajar

Kognitif Afektif Psikomotor

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble

Pembelajaran Konvensional Guru dan Peserta Didik

Pembelajaran Fisika

Posttest

Hasil Belajar

Kognitif Afektif Psikomotor

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble

Model Discovery Learning Guru dan Peserta Didik

Pembelajaran Fisika

Kesimpulan Uji Statistik

(38)

31

Berdasarkan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka jenis penelitian yang dilakukan berupa penelitian eksperimen semu (Quasi Experimental). Tujuan penelitian ini adalah memprediksi keadaan yang dicapai melalui eksperimen sebenarnya tanpa ada pengontrolan dan/atau manipulasi terhadap seluruh variabel yang relevan (Arifin, 2011:74)

Penelitian ini menggunakan rancangan The Posttest-Only Control Group Design. Dalam design ini terdapat dua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelompok pertama diberi perlakuan (X) disebut kelas eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelas kontrol. Pengaruh adanya perlakuan adalah (T1 : T2). Kalau terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, maka perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1 Rancangan penelitian Kelas Perlakuan Posttest Eksperimen X T1

Kontrol - T2

Sumber: Nazir, 2011:233.

Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Scramble sedangkan pada kelas kontrol menerapkan model Discovery Learning.

B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah semua objek/subjek yang diteliti peneliti dengan kualitas dan karakteristik tertentu kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012:117). Dalam penelitian yang dilakukan yang menjadi populasi adalah seluruh peserta didik kelas XI IPA SMA Islam Boarding

(39)

School Raudhatul Jannah Payakumbuh yang terdiri dari 2 kelas yaitu XI IPA 1 dan XI IPA 2 sebanyak 42 orang seperti yang terlihat pada Tabel 3.2:

Tabel 3.2 Jumlah Peserta didik Kelas XI IPA SMA Islam Raudhatul Jannah Payakumbuh Tahun Ajaran 2018/2019

No Kelas Jumlah Peserta Didik

1. XI IPA 1 20

2. XI IPA 2 22

Jumlah 42

Sumber : Guru Fisika kelas XI IPA SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah objek/subjek dari populasi tersebut (Sugiono, 2012:118). Sampel diambil dari populasi di atas dengan teknik Total Sampling, dimana semua populasi dijadikan sampel. Untuk membuktikan populasi benar-benar layak dijadikan sampel, maka dilakukan uji normalitas, uji homogenitas dan uji kesamaan rata-rata dengan langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan nilai ulangan harian peserta didik kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Islam Barding School Raudhatul Jannah Payakumbuh, kemudian hitung rata-rata dan simpangan bakunya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran I.

b. Melakukan uji normalitas terhadap nilai ulangan harian peserta didik kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Islam Barding School Raudhatul Jannah Payakumbuh, dengan menggunakan Uji Lilifors dengan tujuan untuk melihat apakah populasi tersebut berdistribusi normal atau tidak. Langkah-langkah dalam uji normalitas ini adalah (Sudjana, 2005: 466):

1) Menyusun skor hasil belajar peserta didik dalam suatu tabel skor, disusun dari yang terkecil sampai yang terbesar

2) Mencari skor baku dan skor mentah dengan rumus sebagai berikut:

z = ̅

(40)

Ket: = Data tunggal

̅= Koefisien data tunggal s = Standar Deviasi

3) Tiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar dari distribusi normal baku dihitung peluang:

) ( )

(zi P z zi

F  

4) Menghitung jumlah proporsi z1, z2, z3... zn, yang lebih kecil atau sama z1, jika proporsi dinyatakan dengan S(z1).

Dengan menggunakan rumus maka:

n

z yang z

z z banyaknya z

S i ... n i

)

( 1 2

5) Menghitung selisih F(z ) - S(i z ) kemudian tentukan harga i mutlaknya.

6) Ambil harga mutlak yang terbesar dan harga mutlak selisih diberi simbol L , 0

L0 = Maks F(z ) - S(i z ) i

7) Kemudian bandingkan L dengan nilai kritis L yang diperoleh 0 dalam Tabel uji Liliefors dan taraf α yang dipilih.

Kriteria pengujiannya :

(a) Jika L <0 Ltabelberarti data populasi berdistribusi normal.

(b) Jika L >0 Ltabelberarti data populasi berdistribusi tidak normal.

Setelah dilakukan uji normalitas populasi, diperoleh hasil bahwa seluruh populasi berdistribusi normal dengan taraf nyata α = 0,05. Hasil uji normalitas kelas populasi dapat dilihat pada Tabel 3.3:

Tabel 3.3 Hasil Uji Normalitas Kelas XI IPA SMA Islam Boarding School Raudhatul Jannah Payakumbuh

No Kelas L0 LTabel Hasil Keterangan 1 XI IPA 1 0.142 0,198 L0 < LTabel Berdistribusi

normal 2 XI IPA 2 0,138 0,198 L0 < LTabel Berdistribusi

normal

Terlihat pada Tabel 3.3 bahwa kedua kelas berdistribusi normal. Hasil uji normalitas ini dapat dilihat pada Lampiran II.

(41)

c. Melakukan uji homogenitas variansi, bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak. Uji ini dilakukan dengan cara uji dua variansi yang dikenal dengan uji kesamaan dua variansi atau uji f. Dapat dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut (Sudjana, 2005:249)

1) Tulis H1 dan H0 yang diajukan yaitu : H0 : S12

=S22

H1 : S12≠S22

2) Tentukan nilai sebaran F dengan v1 = n1 – 1, dan v2 = n2 -1.

3) Tetapkan taraf nyata α = 0,05

4) Tentukan wilayah kritik jika H1 : S12≠S22

, maka wilayah kritik adalah :

(v1, v2) < f < (v1, v2)

5) Tentukan nilai f bagi pengujian H0 : S12

=S22

, yaitu dengan rumus:

6) Keputusan

H0 diterima jika (v1, v2) < f < (v1, v2) berarti datanya homogen, selain itu ditolak.

Berdasarkan hasil analisis populasi uji homogenitas variansi yang telah dilakukan dengan menggunakan Uji f bahwa H0 diterima karena (v1, v2) < f < (v1, v2) atau 0,47 < 0,89 < 2,09. Jadi semua populasi memiliki variansi yang homogen. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran III.

d. Melakukan analisis variansi untuk melihat kesamaan rata-rata populasi. Analisis ini menggunakan teknik Anava Satu Arah dengan langkah-langkahnya sebagai berikut (Usman dan Akbar, 2006: 152- 153):

1) Hitung jumlah kuadrat rata-rata dengan rumus:

JKR = ( )

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini memiliki dua subfokus, yang pertama adalah peran diplomasi pertahanan dalam menjaga perbatasan wilayah kedaulatan maritim Indonesia –

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah (1) Bagimanakah bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran pada siswa kelas VII B

Banyak ibu yang beranggapan bahwa ASI tidak mencukupi sehingga memutuskan untuk menambahkan atau mengganti dengan susu formula. Sebenarnya hampir semua ibu yang melahirkan akan

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode prospektif agar peneliti dapat mengamati secara langsung kondisi pasien dan terapi obat yang diberikan

Taip pat kitas svarbus uždavinys, susijęs su tuo, kad eLABa naudojimasis yra dau- giau kaip pareiga, o ne naudą mokslininkui teikianti paslauga, turėtų būti eLABa sta-

light fishing. Metode penelitian yaitu survei. Analisis data yang digunakan yaitu: 1) deskriptif kuantitatif untuk menentukan keankeragaman ukuran panjang dan volume

yaitu 0,414 dengan nilai Signifikan (ρ) yaitu 0,000 yang menunjukan bahwa nilai ρ &lt; 0,05. Hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat dan positif antara sikap dengan perilaku

Faktor internal melibatkan human sensory (lebih pada penciuman), pengujian dengan test merokok, analisis kimia, sedangkan faktor eksternal melalui( human vision )