• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN TINGKAT KEBERSIHAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK-ANAK DI SD SWASTA PERTIWI, MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN TINGKAT KEBERSIHAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK-ANAK DI SD SWASTA PERTIWI, MEDAN"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN TINGKAT KEBERSIHAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK-ANAK DI

SD SWASTA PERTIWI, MEDAN

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD IKHFA YUSRIL BAHARI 160100064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN TINGKAT KEBERSIHAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK-ANAK DI

SD SWASTA PERTIWI, MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

MUHAMMAD IKHFA YUSRIL BAHARI 160100064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Personal Hygiene dan Kebersihan dalam Rumah Tangga Dengan Kejadian Dermatitis Atopik Pada Anak-anak di SD Swasta Pertiwi, Medan

Nama Mahasiswa : Muhammad Ikhfa Yusril Bahari Nomor Induk : 160100064

Program Studi : Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Komisi Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pembimbing

dr. Deryne Anggia Paramita, M.Ked(KK), Sp.KK NIP 198311112009122004

Ketua Penguji Anggota Penguji

dr. Cut Putri Hazlianda, M.Ked(DV), Sp.DV dr. Winra Pratita, M.ked(Ped), Sp.A(K) NIP : 198307012009122003 NIP : 198310082008122002

Medan, Desember 2019 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) NIP: 196605241992031002

(4)

KATA PENGANTAR Assalaamu‟alaikum warahmatullaahi wabarokaatuh

Puji dan syukur kehadirat Allah subhaanahu wa ta‟ala Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis bisa merampungkan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya, yang berjudul “Hubungan Tingkat Personal Hygiene dan Kebersihan Dalam Rumah Tangga Dengan Kejadian Dermatitis Atopik Pada Anak-anak di SD Swasta Pertiwi, Medan”.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran USU

2. Dr. dr. Imam Budi Putra, Sp.KK selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran USU

3. dr. Zaimah Z. Tala, M.S., Sp.GK selaku Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran USU

4. Dr. dr. Dina Keumala Sari, M.Gizi, Sp.GK selaku Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran USU

5. dr. Deryne Anggia Paramita, M.ked(KK), Sp.KK selaku dosen pembimbing banyak meluangkan waktu, tulus dan sabar memberikan saran, dukungan, nasehat bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. dr. Cut Putri Hazlianda, M.ked(DV), Sp.DV selaku Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan serta saran dalam penyelesaikan skripsi ini.

7. dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), Sp.A (K) selaku Anggota Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan serta saran dalam penyelesaikan skripsi ini

8. dr. Melati Silvanni Nasution, M.Ked(PD), Sp.PD yang telah menjadi dosen penasehat akademik

(5)

9. Rasa hormat yang sangat istimewa pada Orang Tua penulis Sukisman S.E dan Chuzaimah serta adik saya Aina Aulia Widiastuti yang tiada hentinya, mendoakan, membantu dan memberikan motivasi baik dari segi moril maupun materil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepala Sekolah SD Swasta Pertiwi Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

11. Responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

12. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan saran, bantuan, dukungan, dan semangat

13. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan.

Medan, Desember 2019 Penulis,

Muhammad Ikhfa Yusril Bahari NIM 160100064

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Singkatan... x

Abstrak ... xi

Abstract ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Peneliti ... 3

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ... 4

1.4.3 Bagi Pelayanan Masyarakat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Dematitis Atopik 2.1.1 Definisi ... 5

2.1.2 Epidemiologi ... 6

2.1.3 Faktor Resiko ... 6

2.1.4 Patogenesis ... 9

2.1.5 Gambaran Klinis ... 11

2.1.6 Fase ... 12

(7)

2.1.7 Kriteria Diagnostik... 14

2.1.8 Diagnosa Banding ... 15

2.1.9 Komplikasi ... 15

2.1.10 Prognosis ... 16

2.2 Personal Hygiene dan Kebersihan Rumah Tangga 2.2.1 Definisi ... 16

2.2.2 Kerangka Teori ... 19

2.2.3 Kerangka Konsep ... 20

2.2.4 Variabel Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Jenis Penelitian ... 21

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi ... 21

3.3.2 Sampel Penelitian... 21

3.4 Kriteria Sampel 3.4.1 Kriteria Inklusi ... 21

3.4.2 Kriteria Ekslusi ... 22

3.5 Estimasi Besar Sampel ... 22

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.7 Metode Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1 Pengolahan Data ... 23

3.7.2 Analisa Data ... 23

3.8 Definisi Operasional... 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 26

4.1 Hasil Penelitian... 26

4.1.1 Deskripsi Penelitian... 26

4.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden... 26

(8)

4.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 26

4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 27

4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Kulit…. 27

4.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Tangan dan Kuku ……… 29

4.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Pakaian. 31 4.1.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Handuk. 32 4.1.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei………. 33

4.1.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Berdasarkan Kebersihan Rumah Tangga ... ..35

4.1.11 Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Dermatitis Atopik ... 37

4.1.12 Distribusi Dermatitis Atopik Menurut Jenis Kelamin ... 37

4.1.13 Tabulasi Silang Personal Hygiene dan tingkat Kebersihan Dalam Rumah Tangga Dengan Kejadian Dermatitis Atopik ... 39

4.2 Pembahasan... ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 44

5.1 Kesimpulan... 44

5.2 Saran... ... 44

DAFTAR PUSTAKA... ... 46 LAMPIRAN

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Alur kemungkinan polusi udara dapat menyebabkan

dermatitis atopik ... 8 2.2 Keinginan untuk menggaruk rasa gatal yang tak henti-

hentinya pada bayi dermatitis atopik ... 11 2.3 Lesi pada bayi ... 12 2.4 Lesi pada anak dan dewasa ... 13

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1 Definisi Operasional... 24 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Jenis Kelamin ... 27 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Usia ... 27 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Kebersihan Kulit ... 28 4.4 Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Kulit ... 28 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Kebersihan Tangan dan Kuku ... 29 4.6 Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Tangan dan Kuku ... 30 4.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Kebersihan Pakaian ... 31 4.8 Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Pakaian ... 31 4.9 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Kebersihan Handuk ... 32 4.10 Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Handuk ... 33 4.11 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei ... 34 4.12 Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei ... 34 4.13 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Kebersihan Rumah Tangga ... 35 4.14 Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Rumah Tangga ... 36

(11)

4.15 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Kejadian Dermatitis Atopik ... 37 4.16 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan Kejadian Dermatitis Atopik Menurut Jenis Kelamin ... 38 4.17 Tabulasi Silang Personal Hygiene dan Tingkat Kebersihan Dalam Rumah Tangga Dengan Kejadian Dermatitis Atopik... 39

(12)

DAFTAR SINGKATAN

DA : Dermatitis Atopik IgE : Immunoglobulin E

Filaggrin : Filament-aggregating Protein URJ : Unit Rawat Jalan

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah TGF -β : Transforming Growth Factor beta

SD : Sekolah Dasar

NMF : Natural Moisturizing Factor

DBPCFC : Doubleblind Placebo-Controlled Food Challenge IL : Interleukin

FLG : Filament-aggregating Protein TSLP : Thymic Stromal Lymphopoietin

Th : T- helper

(13)

ABSTRAK

Latar belakang. Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit radang kulit kronis yang ditandai dengan munculnya rasa gatal secara terus-menerus dan timbul ruam kulit yang memerah. Pada umumnya bayi dan anak-anak yang lebih rentan akan timbulnya dermatitis atopik. Faktor-faktor yang dikaitkan dengan dermatitis atopik ini ada banyak, salah satunya yaitu personal hygiene. Personal hygiene adalah kondisi atau praktik yang digunakan orang menjaga atau meningkatkan kesehatan dengan menjaga diri mereka dan lingkungan mereka bersih. Faktor ini dapat mempengaruhi berbagai cakupan yang lebih luas seperti dalam kehidupan rumah tangga. Tujuan. Untuk mengetahui hubungan personal hygiene dan tingkat kebersihan dalam rumah tangga dengan kejadian dermatitis atopik pada anak-anak di SD Swasta Pertiwi, Medan Metode. Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan secara langsung ke tempat tujuan penelitian dengan menggunakan kuesioner dan kemudian akan diolah dengan menggunakan program SPSS dan data dianalisis dengan uji Chi Square dengan p = 0.05 Hasil. Pada penelitian didapatkan hasil sebanyak 28 orang(39,4%) menderita Dermatitis atopik dari 71 orang dimana lebih banyak perempuan yang mengalami dermatitis atopik disbanding pria dengan masing masing jumlah 19(32,1%) dan 9(67,9%) orang.

Dan diketahui dari hasil penelitian bahwa personal hygiene dan kebersihan dalam rumah tangga secara keseluruhan dikategorikan baik Kesimpulan. Terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dan kebersiha dalam rumah tangga dengan kejadian dermatitis atopik

Kata kunci: Dermatitis atopik, Personal hygiene, Kebersihan dalam rumah tangga

(14)

ABSTRACT

Background. Atopic dermatitis is a chronic inflammatory skin disease characterized by persistent itching and reddening of skin rashes. In general, infants and children are more susceptible to atopic dermatitis. There are many factors associated with atopic dermatitis, one of which is personal hygiene. Personal hygiene is a condition or practice that people use to maintain or improve health by keeping themselves and their environment clean. This factor can affect a wider range of coverage such as in domestic life. Aim. To determine the relationship of personal hygiene and household hygiene with the incidence of atopic dermatitis in children in Pertiwi Private Elementary School, Medan Method. This study uses an observational analytic design with a cross- sectional approach. Data collection was carried out directly to the destination of the study using a questionnaire and then it would be processed using the SPSS program and the data were analyzed by Chi Square test with p = 0.05 Results. The results showed that 28 people (39.4%) had atopic dermatitis from 71 people where more women had atopic dermatitis compared to men with 19 (32.1%) and 9 (67.9%) people respectively. And it is known from the results of research that personal hygiene and cleanliness in the household as a whole are categorized as good Conclusions. There is a significant relationship between personal hygiene and cleanliness in the household with the incidence of atopic dermatitis

Keywords: Atopic dermatitis, Personal hygiene, Household hygiene

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis atopik (DA) atau eksema atopik adalah penyakit radang kulit yang umum, paradigmatik, dengan patofisiologis yang sangat kompleks. Salah satu tanda kardinal DA adalah kulit kering, yang menunjukkan adanya kelainan fungsional terhadap sawar kulit. Ini mengarah pada peningkatan penetrasi lingkungan alergen melalui kulit dengan peningkatan risiko kepekaan yang dimediasi IgE terhadap lingkungan (mis; makanan, serbuk sari, tungau debu rumah) dan alergen pekerjaan (Pawankar, 2013).

Patogenesis DA tidak sepenuhnya dipahami, namun kelainan ini tampaknya merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara disfungsi sawar kulit, kelainan imun, dan agen lingkungan dan infeksi. Kelainan sawar kulit tampaknya terkait dengan mutasi dalam gen filaggrin, yang mengkode protein struktural yang penting untuk pembentukan sawar kulit. Kulit individu dengan DA juga terbukti kekurangan dalam ceramide (molekul lipid) serta peptida antimikroba seperti cathelicidins, yang mewakili garis pertahanan pertama melawan banyak agen infeksius (Watson dan Kapur, 2011).

Manifestasi dermatitis atopik dan tempat predileksi berbeda pada fase bayi (2 bulan – 2 tahun), fase anak-anak (2 – 12 tahun), serta fase dewasa (12 tahun – dewasa) (Habif et al, 2017). Dermatitis atopik (DA) juga salah satu penyakit kulit yang paling sering terjadi, dengan prevalensi hingga 25% pada anak-anak dan 2%- 5% pada remaja. Prevalensi DA di seluruh dunia pada orang dewasa, yang penyakitnya sering parah, diperkirakan 1% -3% (Barroso et al., 2019).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar Tahun 2014, kejadian dermatitis atopik ini termasuk peringkat ke 10

(16)

penyakit paling banyak, dengan jumlah penderita 5868 (2,27%). Pada tahun berikutnya, gangguan dermatitis atopik ini tidak masuk peringkat 10 penyakit terbanyak, tetapi jumlah penderita dermatitis pada tahun ini bertambah (Alini and Reslina, 2018). Data pada Divisi Alergi Imunologi URJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya jumlah kunjungan pasien DA pada tahun 2009-2011 sebanyak 353 pasien (Herwanto dan Hutomo, 2016).

Meskipun dermatitis atopik belum dapat diketahui dengan akurat penyebabnya, namun faktor resiko spesifik salah satunya adalah The hygiene hypothesis. Dermatitis atopik lebih umum di antara anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang lebih kecil dan keluarga dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi, dan telah disarankan bahwa ini mungkin karena paparan yang lebih rendah untuk patogen virus dan bakteri tertentu. Dengan kata lain, penyakit alergi diperkirakan terjadi ketika sistem kekebalan yang berkembang dirampas melalui antigen mikroba tertentu. Secara imunologis, hal ini dapat dijelaskan oleh kurangnya stimulasi sitokin anti-inflamasi termediasi sel-T, seperti IL-10 dan transformasi faktor pertumbuhan - β (TGF -β) (Irvine et al., 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Noorisam pada tahun 2017, disebutkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan orang tua tentang personal hygiene dengan kejadian dermatitis atopik (Noorisam, 2017)

Menurut International Scientific Forum on Home Hygiene, kebersihan dalam rumah dapat menjadi faktor untuk mendapatkan kelainan kulit. Kebersihan rumah juga berperan penting dalam menjadi pemicu kelainan kulit yang disebabkan oleh adanya kelainan imunitas yang menyebabkan alergi pada tubuh seseorang. Salah satu contohnya adalah dermatitis atopik (International Scientific Forum on Home Hygiene, 2018).

Berdasarkan latar belakang ini, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk membuktikan tentang hubungan personal hygiene dan tingkat kebersihan

(17)

dalam rumah tangga dengan kejadian dermatitis atopik pada anak-anak di SD Swasta Pertiwi, Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “apakah ada hubungan tingkat personal hygiene dan kebersihan dalam rumah tangga dengan kejadian dermatitis atopik pada anak-anak di SD Swasta Pertiwi, Medan”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene dan tingkat kebersihan dalam rumah tangga dengan kejadian dermatitis atopik pada anak-anak SD Swasta Pertiwi, Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proporsi dermatitis atopik pada anak-anak SD Swa sta Pertiwi yang berusia 6-7 tahun.

2. Untuk mengetahui personal hygiene anak-anak SD Swasta Pertiwi yang berusia 6-7 tahun.

3. Untuk mengetahui tingkat kebersihan dalam rumah tangga pada keluarga anak-anak SD Swasta Pertiwi yang berusia 6-7 tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti di Bidang Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sarana dan alat pengembangan diri untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam menganalisis tentang hubungan personal hygiene dan tingkat kebersihan dalam rumah tangga dengan kejadian dermatitis atopik.

(18)

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan data awal serta bahan bacaan dalam ruang lingkup pendidikan dan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.4.3 Bagi Pelayanan Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang benar dan dapat dipercaya bagi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan dalam rumah tangga terhadap kejadian dermatitis atopik.

.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis Atopik

2.1.1 Definisi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik (DA), juga disebut eksim, adalah jenis penyakit radang kulit yang mengganggu penghalang kulit dan kemampuannya menahan kelembaban. Ini adalah penyakit kulit kronis yang paling umum dan ditularkan secara genetik. DA mempengaruhi individu dari segala usia tetapi paling sering dimulai pada masa bayi dan anak-anak usia dini. Itu bisa bertahan hingga dewasa dan juga bisa mulai berkembang di masa dewasa (Thomson, Wernham dan Williams, 2018)

Dermatitis atopik (DA) atau eksim atopik merupakan kelainan kulit tersering pada anak, terutama pada bayi. Bayi dan anak yang mengalami DA umumnya memiliki keluhan dan gejala kulit kering, kemerahan, bersisik, dan gatal pada satu atau beberapa tempat di wajah, leher, lipatan siku/lutut, siku/lutut, pergelangan kaki hilang timbul, dan berlangsung lama (kronik) ( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018).

Dermatitis berasal dari bahasa Yunani "derma," yang berarti kulit, dan

"itis," yang berarti peradangan. Dermatitis dan eksim sering digunakan secara sinonim, meskipun istilah eksim kadang-kadang dicadangkan untuk manifestasi akut penyakit (dari bahasa Yunani, eczema, sampai mendidih). Di sini, tidak ada perbedaan yang dibuat. Selama bertahun-tahun, banyak nama lain telah diusulkan untuk penyakit ini, misalnya, prurigo Besnier (gatal Besnier), dinamai menurut ahli dermatologi Prancis Ernest Besnier (1831-1909). Sensitisasi alergi dan peningkatan imunoglobulin E (IgE) hanya ada di sekitar setengah dari semua pasien dengan penyakit ini, dan oleh karena itu dermatitis atopik bukan istilah yang pasti (Thomsen, 2014)

(20)

2.1.2 Epidemiologi Dermatitis Atopik

Prevalensi DA telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sejak Perang Dunia II, dan perkiraan hari ini melaporkan bahwa hingga 20% dari populasi umum terpengaruh. Alasan peningkatan cepat ini masih belum diketahui, tetapi diyakini terkait dengan perubahan lingkungan. Penutup lantai kain di apartemen, misalnya, telah meningkatkan kelembaban dan penumpukan debu, dan lebih sedikit ruang di rumah-rumah telah mengurangi sirkulasi udara dan meningkatkan kondisi yang menguntungkan untuk perbanyakan tungau. Hampir 50% dari semua individu dengan DA mengalami gejala selama tahun pertama kehidupan mereka, dan mungkin 95% dapat menunjukkan gejala sebelum usia 5 tahun. Sekitar 75% akan menunjukkan remisi spontan sebelum remaja, sedangkan 25% akan tetap bergejala sepanjang masa dewasa. Seorang anak dengan AD sedang hingga berat memiliki kemungkinan 50% untuk mengembangkan asma dan 75% kemungkinan mengembangkan rinitis alergi (Bonamigo, Ivan dan Dornelles, 2017).

Menurut Studi Internasional untuk Asma dan Alergi pada Anak (ISAAC), prevalensi DA sangat bervariasi dari 0,3% hingga 20,5%. ISAAC 2010 di Korea Selatan juga menunjukkan bahwa prevalensi diagnosis DA adalah 35,6% pada anak usia 6-7 tahun dan 24,2% pada remaja berusia 12-13 tahun (Lee et al., 2017).

Di seluruh dunia, prevalensi dermatitis atopik (DA) telah meningkat hampir sekitar tiga kali lipat pada tahun 1960. Di Amerika Serikat, prevalensi DA yang dilaporkan saat ini berkisar antara 10% hingga 20% anak-anak. Dalam sebuah penelitian baru-baru ini terhadap anak-anak AS yang berusia 17 tahun atau lebih muda yang berasal dari data Bedah Kesehatan Anak Nasional tahun 2003, Shaw dan rekannya melaporkan prevalensi 10,7% diagnosis baru DA atau eksim dalam tahun sebelumnya (Eichenfield et al., 2012)

2.1.3 Faktor Resiko dan Etiologi Dermatitis Atopik a. Genetik

(21)

Banyak penelitian tentang perkembangan DA menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering mengembangkan DA daripada anak perempuan selama masa bayi dan bahwa ada peralihan ke dominasi perempuan pada masa remaja. Faktor genetik dan kepekaan atopik adalah penentu utama prognosis DA. Peters et al mempelajari perjalanan DA selama pubertas dan faktor risiko sehubungan dengan kejadian, kekambuhan dan kegigihan DA sampai remaja. Mereka melaporkan bahwa probabilitas kejadian, rekurensi dan persistensi remaja DA berkisar antara 0,14%, 9,3%, dan 28,3% tanpa faktor risiko yang mereka nilai, masing-masing, dan hingga 21,4%, 81,7%, dan 87,6% dengan semua faktor risiko masing-masing.

Secara khusus, riwayat orang tua dari AD dan atau rhinitis dan sensitisasi alergen selama usia sekolah awal adalah prediktor masa kanak-kanak yang paling relevan untuk perjalanan DA selama pubertas (Pyun, 2014).

b. Disfungsi Sawar Kulit

Kulit menjadi kering adalah salah satu tanda dari dermatitis atopik. Hal ini dikaitkan dengan adanya kelainan pada permeabilitas sawar epidermis yaitu hilangnya fungsi mutasi gen filaggrin (FLG). Gen filaggrin teresbut bertugas untuk mengkode protein profilargin sebagai prekusor struktur protein FLG pada diferensiasi kompleks epidermal. FLG terekspresi pada granula keratohialin selama diferensiasi terminal epidermis. Setelah keratinosit menjadi padat, protein FLG melepaskan natural moisturizing factor (NMF) (Pandaleke dan Pandaleke, 2014)

c. Makanan

Diketahui bahwa DA dan alergi makanan sangat berkorelasi. Estimasi keseluruhan alergi makanan pada anak-anak dengan DA telah sangat luas, dari 20 hingga 80 persen, 6 karena populasi yang berbeda, tingkat keparahan DA, dan kriteria penentuan alergi makanan. Secara umum, alergi makanan lebih mungkin terjadi dengan onset dini dan peningkatan keparahan DA. Werfel et al merangkum hasil dari delapan studi dan menemukan prevalensi alergi makanan yang dilaporkan pada anak-anak dengan eksim, sebagaimana dibuktikan oleh

(22)

doubleblind placebo-controlled food challenge (DBPCFC) (Katta dan Schlichte, 2014).

d. Polusi Lingkungan

Faktor ini juga mempunyai peran terhadap kejadian Dermatitis Atopik.

Dengan mekanisme seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Alur Kemungkinan Polusi Udara Dapat Menyebabkan DA Sumber : (Ahn, 2014)

e. Tungau Debu Rumah

Tungau debu rumah merupakan jenis alergen terbanyak pada asma,

(23)

rinitis alergi, dan Dermatitis Atopik. Dikarenakan tungau debu rumah sebagai alergen utama yang terdapat pada debu rumah, dan berkembang di perabot rumah tangga, tempat tidur, bantal, karpet, dengan temperatur 25°C-30°C, dan kelembaban diatas 60%. Semarang memiliki suhu rata-rata 27,5°C dan kelembaban udara rata-rata 75%. Anak yang tersensitisasi tungau debu rumah dengan ukuran lebih dari 2 μg/g debu dapat menimbulkan gejala asma. Penelitian di Taipei, disebutkan tungau debu rumah adalah alergen terbanyak pada anak yang menderita alergi (Paramita, Harsoyo dan Setiawan, 2013)

f. Infeksi

Interaksi antara patogen kulit dan penyakit kulit inflamasi telah mendapat perhatian dalam dekade terakhir. Ada kemungkinan bahwa infeksi kulit bukan hanya faktor sekunder tetapi juga faktor pendukung dalam penyakit kulit. Kulit kering yang menjadi karakteristik pasien DA lebih menyukai kolonisasi oleh Staphylococcus aureus, organisme yang terlibat dalam mempertahankan peradangan kulit, serta mampu memicu respons alergi pada individu tersebut.

Beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan peran eksaserbasi DA oleh ragi pityrosporum. Lainnya menyarankan infeksi odontogenik sebagai faktor yang memperburuk patogenesis beberapa jenis DA (Scheinfeld, 2013)

2.1.4 Patogenesis Dermatitis Atopik

Konsep "dalam-luar" patogenesis DA berfokus pada kelainan imun sebagai yang utama, sedangkan teori "luar-dalam" menganggap disfungsi penghalang epidermal (suatu bentuk "imunitas bawaan") sebagai primer. Namun demikian, hasil DA dari interaksi yang kompleks antara disregulasi imun, disfungsi penghalang epidermal, dan interaksi lingkungan dengan kulit. Pada fase akut DA, pemicu lingkungan termasuk iritan, alergen, mikroba, dan cedera mekanis (goresan atau gesekan) mengaktifkan sistem imun bawaan kulit, yang meliputi sel Langerhans epidermal, keratinosit, dan sel imun lokal. Ekspresi sitokin , khususnya limfopoietin stroma timus (TSLP), interleukin (IL) -25 dan IL-33, mengaktifkan kelompok 2 sel limfoid bawaan (ILC2s), yang mengarah ke aktivasi sel Th2. Sel Th2 mengekspresikan IL-4, -5, dan -13 , yang

(24)

mempromosikan eosinofilia dan produksi IgE tetapi menekan ekspresi protein penghalang epidermal serta peptida antimikroba seperti β-defensin dan cathelicidin. Pengurangan dalam produksi antimikroba peptida ini kemungkinan berkontribusi pada kecenderungan pengembangan infeksi kulit pada pasien DA.

TSLP dan sitokin Th2 lain, IL-31, diperkirakan memediasi pruritus DA. Studi terbaru menunjukkan bahwa sel T DA juga berdiferensiasi menjadi sel Th22, yang menghasilkan IL-22 dan dengan demikian merangsang ekspresi keratinosit S100As. IL-22 telah terlibat dalam penebalan kulit dengan likenifikasi. Peran sel Th17 dalam DA tidak dipahami dengan baik, tetapi peningkatan kadar IL-17 ditemukan (walaupun tidak sampai tingkat sitokin Th2 dan IL-22), terutama pada pasien dengan intrinsik (vs ekstrinsik) DA. Dengan DA kronis, profil sitokin Th2 dan Th22 ditekankan, dan di samping itu, sitokin Th1 terdeteksi (terutama interferon-γ). Peningkatan sitokin dan kemokin pada kulit lesi dan nonlesional, serta dalam darah, merupakan penanda aktivitas penyakit. Pada kulit DA dewasa, kadar biomarker IL-13, IL-22, CCL17 (TARC), dan S100A telah ditemukan berkorelasi dengan respons penyakit terhadap siklosporin A34 dan sinar ultraviolet pita sempit. Dalam darah, kadar IL -33, Th2 dan Th22 sitokin / kemokin, dan periostin, Th2 protein matriks ekstraseluler yang diinduksi sitokin, meningkat pada DA dan berkorelasi dengan keparahan penyakit. Epidermis utuh itu sendiri juga memainkan peran dalam sistem kekebalan bawaan kulit, karena berfungsi sebagai penghalang terhadap kehilangan air (mencegah kulit kering) dan penetrasi alergen dengan berat molekul tinggi seperti antigen tungau debu, makanan, dan mikroba. Penghalang ini dapat diubah oleh penurunan ekspresi protein struktural (khususnya filaggrin) dan lipid (terutama ceramide) atau dengan peningkatan ekspresi protease (terutama kallikrein ) yang memecah protein penghalang dan meningkatkan TSLP. Filaggrin adalah komponen utama dari stratum granulosum epidermis dan berikatan dengan keratin. Prekursornya, profilaggrin, mengandung 10 hingga 12 monomer filaggrin, dan lebih sedikit monomer dalam gen profilaggrin (yaitu, 10 vs 12) telah dikaitkan dengan peningkatan risiko pengembangan DA, yang melengkapi peningkatan risiko yang diketahui dari pengembangan DA dengan insufisiensi filaggrin dari mutasi nol

(25)

pada profilaggrin, seperti yang terjadi pada pasien dengan ichthyosis vulgaris.

Filaggrin juga dipecah menjadi asam amino, seperti asam urocanic, yang meningkatkan hidrasi kulit, memberikan penjelasan lain untuk kulit kering DA dan ichthyosis vulgaris. DA yang berkaitan dengan mutasi pada FLG telah terbukti lebih parah dan lebih persisten. Meskipun sedikit yang diketahui tentang lipid epidermal pada DA, penurunan kandungan ceramides rantai panjang juga dapat berkontribusi pada defek, dan banyak emolien sekarang mengandung ceramide di upaya untuk memperbaiki kekurangan ceramide ( Paller and Mancini, 2016 ).

2.1.5 Gambaran Klinis

Sebagian besar pasien yang terlihat dalam praktik klinis adalah bayi, balita, dan anak yang lebih tua. Prasyarat DA adalah pruritus. Ini bisa intermiten atau konstan, mungkin lebih buruk di malam hari, dan sering mengganggu tidur anak dan anggota keluarga. Onset DA biasanya terjadi sekitar 2 bulan ketika bayi mengembangkan koordinasi yang diperlukan untuk menggaruk. Adalah umum untuk melihat anak-anak menggaruk secara aktif (Gbr 2.2). Kadang-kadang bayi mungkin sangat gelisah dari rasa gatal yang ganas dari daerah yang tidak dapat diakses sehingga mereka melemparkan tubuh mereka ke dalam liuk, menggesek buaian atau orang yang memegangnya, atau bahkan berusaha menggaruk punggung dengan hiperekstensi leher dan menggunakan tengkuk untuk menggosok. area yang terkena efek. Tanda goresan dan likenifikasi memberikan bukti tambahan pruritus. (Scheinfeld, 2013)

gambar 2.2

Bayi dan beberapa orang dewasa dengan dermatitis atopik tidak dapat mengendalikan keinginan untuk menggaruk rasa gatal yang tak henti- hentinya.

Sumber : (Scheinfeld, 2013)

(26)

2.1.6 Fase Dermatitis Atopik

DA telah dibagi menjadi tiga fase klinis: fase infantil, kanak-kanak, dan dewasa, masing-masing dengan morfologi dan distribusi yang khas; Namun, ditekankan bahwa tumpang tindih antar tahap adalah umum.

• Fase infantil dari DA (usia 2 bulan hingga sekitar 2 tahun) biasanya menampilkan bercak eczematous vesikel dan berkulit di kulit kepala dan pipi dengan bercak yang tersebar di ekstremitas dan batang.

• Fase masa kanak-kanak berkisar dari 2 tahun hingga 11 tahun. Erupsi cenderung menjadi pengering dengan lesi papular, prurigo, dan lichenified. Papula ekskoriasi sering mendominasi pada permukaan ekstensor dan keterlibatan lentur merupakan karakteristik. Bagian samping dan belakang leher mungkin terlihat gelap, kadang- kadang disebut leher kotor atopik, meskipun tangan dan jari juga mungkin terlibat.

• Fase remaja dan dewasa muda membentang dari usia 12 hingga 23 tahun. Plak kering dan likenifikasi mencerminkan kronisitas. Keterlibatan leher yang lentur, dan fossa antecubital dan poplitea, menunjukkan fase penyakit ini (Scheinfeld, 2013)

Gambar 2.3 (A) Lesi pada fase bayi

(27)

Gambar 2.4 (B) lesi pada anak-anak (C) lesi pada dewasa Sumber : (Scheinfeld, 2013)

(28)

2.1.7 Kriteria Diagnostik

Kriteria Diagnostik DA menurut Hanifin dan Rajka, 1980

Untuk mendiagnosis penyakit DA berdasarkan kriteria menurut Hanifin dan Rajka dibawah ini harus dibutuhkan sedikitnya minimal 3 kriteria mayor ditambah 3 atau lebih kriteria minor.

1. Kriteria Mayor : a. Pruritus(gatal).

b. Morfologi sesuai umur dan distribusi lesi yang khas.

c. Bersifat kronik dan kekambuhan.

d. Riwayat atopi (+).

2. Kriteria Minor : a. Xerotic

b. Hiperliniar palmaris c. Peningkatan Ig E serum d. Awitan dini

e. Hiperpigmentasi daerah periorbita f. Tanda Dennie-Morgan

g. Keratokonus

h. Eczema of the nipple i. Cheilitis pada bibir j. Konjungtivitis rekuren k. Katarak subkapsuler anterior l. White dermatographisme m. Pitiriasis Alba

(29)

n. Fissura pre aurikular

o. Dermatitis di lipatan leher anterior p. Facial pallor

q. Keratosis palmaris

r. Papul perifokular hiperkeratosis s. Iktiosis pada kaki

t. Intoleransi makanan tertentu

u. Intoleransi beberapa jenis bulu binatang

v. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi (Tada, 2002)

ISAAC adalah sebuah studi Internasional yang memiliki kuesioner yang terdiri dari 7 buah pertanyaan serta dapat berperan untuk mendiagnosis DA.

Dimana dikatakan positif DA apabila terdapat 3 buah jawaban dari 7 pertanyaan yang ada di dalam kuesioner itu ( choi et al., 2012).

2.1.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding DA bergantung pada fase atau usia, manifestasi klinis, serta lokasi DA. Pada fase bayi dapat mirip dengn dermatitis popok, dermatitis seboroik, dan psoriasis. Sedangkan pada fase anak dapat menyerupai dengan dermatitis intertrigininosa, dermatitis kontak, dan dermatitis traumatika.

Sedangkan pada fase dewasa lebih mirip dengan neurodermatitis atau liken simpleks kronikus (Menaldi, 2015)

2.1.9 Komplikasi

Dermatitis Atopik yang mengalami perluasan dapat menjadi eritroderma.

Atofi kulit (striae atroficans) dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid jangka panjang (Menaldi, 2015)

(30)

2.1.10 Prognosis

Prognosis untuk pasien-pasien dengan DA umumnya baik, dengan kebanyakan anak-anak mengatasi kondisi ini pada masa remaja awal. Namun, pasien dengan penyakit yang lebih berat dan meluas serta kondisi atopik yang bersamaan, seperti asma dan rinitis alergi, cenderung mengalami hasil yang lebih buruk (Breuer and Werfel, 2012)

2.2 Personal Hygiene dan Kebersihan Rumah Tangga 2.2.1 Definisi

Kebersihan mengacu pada kondisi atau praktik yang digunakan orang menjaga atau meningkatkan kesehatan dengan menjaga diri mereka dan lingkungan mereka bersih (Aiello, Larson and Sedlak, 2008).

Kebersihan dibidang medis adalah ilmu kesehatan dan studi tentang cara pelestariannya, terutama oleh pendidikan luas dan promosi kebersihan. Terutama berharga di negara-negara berkembang, di mana ia memainkan peran penting dalam membantu menyebarkan batasan penyakit menular (Macpherson, 1999)

Akses ke infrastruktur sanitasi yang memadai, termasuk toilet, kamar mandi dan fasilitas mencuci tangan, telah lama diidentifikasi sebagai prekursor untuk melihat tingkat kebersihan diri (personal hygiene) dan kesehatan yang baik (Leibler et al., 2017). Nilai individu dan kebiasaan dari seseorang sangat berpengaruh terhadap personal hygiene (Potter dan Perry, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

1. Body image, merupakan kebersihan diri yang dipengaruhi berdasarkan cerminan individu terhadap dirinya pribadi misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

(31)

2. Praktik sosial, yaitu kebersihan diri pada anak–anak selalu dimanja, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola dalam lingkungan sosial

3. Status sosial ekonomi, adalah personal hygiene memerlukan uang untuk menyediakan alat dan bahan seperti sabun, shampoo, pasta gigi, sikat gigi, alat mandi.

4. Pengetahuan, dimana pengetahuan mengenai personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus, ia harus menjaga kebersihan kakinya.

5. Budaya, yaitu ada keyakinan sebagian masyarakat jika individu terjangkit penyakit tertentu, maka tidak dibolehkan untuk mandi.

6. Kebiasaan seseorang, yaitu kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti shampoo, penggunaan sabun dan lain– lain.

7. Kondisi fisik atau psikis, yaitu pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya (Nugraheni, 2008).

Kebersihan dalam rumah tangga dapat dilihat dari beberapa aspek : 1. Peralatan dan bahan pembersih

Hal ini mencakup : produk pembersih untuk lantai, produk pembersih untuk area basah (mandi, handbasin, bak cuci, wastafel dapur), produk pembersih untuk persiapan makanan dan area makan (meja dan bangku), deterjen pencuci piring untuk membersihkan peralatan dapur (panci, wajan, piring, dan alat makan), deterjen untuk mencuci linen rumah tangga (handuk, seprai, selimut) dan pakaian, pembersih oven, disinfektan (membunuh kuman), kain pembersih dan spons {Ini harus diganti secara teratur dan harus ada yang berbeda untuk area pembersihan yang berbeda (misalnya, jangan pernah menggunakan kain atau spons yang sama untuk membersihkan kamar mandi dan dapur, karena ini dapat menyebarkan kuman dari satu tempat ke tempat lain)}, sikat pembersih, penggosok pot stainless steel, sapu, panci dan sikat debu, ember, serta kain pel.

(32)

Penting untuk diingat bahwa beberapa cairan pembersih rumah tangga mengandung bahan-bahan berbahaya dan bisa beracun. Selalu ikuti instruksi pada label dan jauhkan produk ini dari jangkauan anak-anak.

2. Tugas membersihkan rumah

Hal ini mencakup dari beberapa ruangan seperti dapur, kamar mandi, kamar tidur, ruang tamu

3. Frekuensi membersihkan rumah

Dibagi dalam:

Beberapa kali setiap hari untuk membersihkan bangku dapur setelah persiapan makanan, Cuci piring dan peralatan memasak setelah makan.

Sekali setiap hari untuk menyapu lantai serta untuk mengoosongkan tempat sampah di dapur.

Satu atau dua kali setiap minggu untuk mencuci lantai, membersihkan toilet, membersihkan bak cuci, membersihkan shower / bathtub, permukaan yang berdebu, mencuci pakaian dan sprei.

Sebulan sekali untuk membersihkan kompor/oven dan kulkas, membersihkan lemari, jendela, dan dinding. Serta untuk membersihkan sarang laba-laba ( Departemen Kesehatan Australia, 2010)

(33)

2.2.2 Kerangka Teori Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian datas maka kerangka teori dalam penelitian ini

adalah :

Gambar 2.5 Kerangka Teori

Dermatitis Atopik

Faktor Luar Tubuh : 1. Makanan

2. Polusi Lingkungan 3. Tungau debu rumah 4. Infeksi

5. hygiene

Faktor Dalam Tubuh : 1. Genetik

2. Disfungsi Sawar Kulit

Personal hygiene : 1. Baik

2. Buruk

Tingkat Kebersihan Dalam Rumah Tangga : 1. Baik

2. Buruk

(34)

2.2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.6 Kerangka Konsep 2.2.4 Variabel Penelitian

Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah personal hygiene dan kebersihan dalam rumah tangga serta kebiasaan para individu didalamnya yang dilihat dari kebersihan kulit, kebersihan tangan, kaki dan kuku, kebersihan pakaian, kebersihan handuk, kebersihan tempat tidur dan sprei, kebersihan dapur, kebersihan kamar mandi.

Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah dermatitis atopik.

Personal Hygiene dan Tingkat Kebersihan Dalam Rumah

Tangga

Dermatitis Atopik Pada Anak-anak Sekolah Dasar

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional, yaitu peneliti mencari hubungan antara tingkat kebersihan dalam rumah tangga dengan kejadian dermatitis atopik pada anak-anak di SD Swasta Pertiwi, Medan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2019 di SD Swasta Pertiwi, Medan. Area ini dipilih oleh peneliti agar dapat diketahui seberapa besar proporsi kejadian dermatitis atopik pada anak-anak dengan adanya faktor personal hygiene dan kebersihan dalam rumah tangga di daerah tersebut.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi target pada penelitian ini adalah semua anak SD Swasta Pertiwi, Medan. Populasi terjangkau pada penelitian ini merupakan siswa kelas I dan II yang berusia antara 6-7 tahun pada SD Swasta Pertiwi, Medan. Jumlah peserta didik adalah 212 orang.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling jenis consecutive sampling. Semua sampel yang diteliti memenuhi kriteria inklusi 3.4 Kriteria Sampel

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Anak yang berusia 6 - 7 tahun

2. Anak yang mau mengikuti mengikuti penelitian dan orang tua yang bersedia menandatangani Informed consent

(36)

3.4.2 Kriteria Ekslusi

Anak yang sedang menderita penyakit kulit lain seperti impetigo, psoriasis, skabies, urtikaria dan lain lain.

3.5 Estimasi Besar Sampel

Untuk menghitung jumlah sample dalam penelitian cross sectional digunakan rumus sebagai berikut :

Dimana :

N = Populasi n = Jumlah sampel

p = Proporsi yang akan dilihat

d = peluang kesalahan yang diinginkan yang dapat ditolerir

Z12α/2 = Z tabel, biasanya apabila Alfa = 5 %, maka nilai Z tabelnya sekitar 1.96 dapat dibulatkan menjadi 2

Maka :

n = 1,962 . 0,5 . 0,5 . 212

0,12 . 211 + 1,962. 0,5 . 0,5

=

= 66,312 ~ 67 orang

Jadi, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 67 orang

(37)

3.6 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer yang langsung diperoleh dari responden melalui pengisian kuesioner. Kuesioner yang telah dibuat dan dirancang akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Setelah kuesioner dilakukan uji, maka akan dibagikan kepada responden.

Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang didapat dari pihak sekolah berupa data jumlah siswa-siswi yang duduk di kelas I dan II.

3.7 Metode Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1 Metode Pengolahan Data

Pengolahan data akan dilakukan dengan langkah-langkah dibawah ini, yaitu : a. Editing , untuk memeriksa ada atau tidaknya kesalahan dan kelengkapan data.

b. Coding , memberikan kode manual sebelum diolah dengan computer.

c. Entry , menginput dan memasukkan data ke dalam program aplikasi computer.

d. Cleaning , memeriksa kembali data yang telah diinput agar terhindar dari kesalahan

e. Saving , penyimpanan data

3.7.2 Metode Analisa Data

Analisa data bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variable dependen. Hubungan personal hygiene dan tingkat kebersihan dalam rumah tangga dengan kejadian dermatitis atopik akan dianalisa menggunakan aplikasi program Statistic Package for Social Science (SPSS) serta dilakukan uji chi-square.

(38)

3.8 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Definisi

Operasional

Cara ukur

Alat

ukur Hasil ukur skala

1

Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik

adalah penyakit kulit yang ditandai dengan munculnya rasa gatal secara terus-menerus dan timbul ruam kulit yang memerah

Angket Kuesioner a. Menderita

dermatitis atopik b. Tidak menderita

dermatitis atopik -

2 Personal Hygiene

Personal

hygiene adalah tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan

seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis mencakup kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian, kebersihan handuk kebersihan tempat tidur dan

sprei dan

kemudian dapat di kategorikan menjadi baik dan buruk.

Angket Kuesioner Pengukuran variabel Personal hygiene dengan

menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan/kuesioner

sebanyak 3

pertanyaan yang telah diberi bobot dengan kriteria:

• Jawaban baik = 3

Jawaban buruk = 0 Maka didapat skor tertinggi 9 dan terendah 0, kemudian

dikategorikan berdasarkan jumlah skor yang diperoleh dengan kategori sebagai berikut:

Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75%

(nilai 8- 9)

Buruk, jika skor yang diperoleh responden ≤ 75%

(nilai 0-7)

Ordinal

(39)

3 Tingkat kebersihan

dalam rumah tangga

Perilaku setiap individu dalam keluarga yang menjadikan keadaan dalam rumahnya

menjadi lebih bersih agar bisa mewujudkan hidup yang sehat

Angket Kuesioner Pengukuran variabel kebersihan dalam rumah tangga dengan

menjumlahkan skor 5 pertanyaan yang telah diberi bobot dengan kriteria:

• Jawaban baik = 3

Jawaban buruk = 0 Maka didapat skor tertinggi 15 dan terendah 0, kemudian

dikategorikan berdasarkan jumlah skor yang diperoleh dengan kategori sebagai berikut:

Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75%

(nilai 11-12)

Buruk, jika skor yang diperoleh responden ≤ 75%

(nilai 0-10)

Ordinal

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SD Swasta Pertiwi yang berlokasi di Jalan Budi Pembangunan No. 1 Pulo Brayan, Kecamatan Medan Barat, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan lembar kuesioner yang akan diberikan kepada siswa-siswi yang duduk di kelas I dan II, nantinya lembar kuesioner tersebut akan diisi oleh orang tua ataupun wali siswa- siswi yang bersangkutan dan akan dikumpulkan kembali oleh guru kelasnya.

Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan 01 September sampai dengan 25 September 2019.

4.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Pada penelitian ini yang menjadi responden adalah anak-anak SD Swasta Pertiwi, Medan yang duduk di kelas I dan II pada tahun ajaran 2019/2020 yang berusia 6 – 7 tahun. Peneliti mengambil sampel secara acak dari keseluruhan populasi sebanyak 100 kuesioner diberikan kepada anak-anak tersebut. Terdapat 71 responden yang memenuhi kriteria inklusi sampel serta 29 responden tidak memenuhi kriteria inklusi sampel dikarenakan responden berusia 5 ataupun 8 tahun serta tidak memulangkan kuesioner yang telah diberikan. Dengan demikian, tercapailah ambang minimal jumlah sampel yang diperlukan untuk mewakili keseluruhan populasi yang akan diteliti sebanyak 71 responden.

4.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi berdasarkan jenis kelamin responden sebagai berikut :

(41)

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan data dari tabel tersebut dapat diketahui mayoritas responden penelitian ini adalah perempuan dengan jumlah 39 orang ( 54,9% ). Sedangkan responden laki – laki berjumlah 32 orang ( 45,1% ). Dengan total keseluruhan sampel sebanyak 71 orang.

4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi berdasarkan usia responden sebagai berikut :

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Usia

Berdasarkan data dari tabel tersebut dapat diketahui mayoritas responden penelitian ini adalah yang berusia 7 tahun dengan jumlah 52 orang ( 73,2% ).

Sedangkan responden yang berusia 6 tahun berjumlah 19 orang ( 26,8% ). Dengan memakai rentang usia 6 – 7 tahun pada penelitian ini.

4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Kulit

Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi berdasarkan kebersihan kulit responden sebagai berikut :

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki – Laki 32 45.1

Perempuan 39 54.9

Total 71 100.0

Usia Frekuensi Persentase (%)

6 19 26.8

7 52 73.2

Total 71 100.0

(42)

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Kulit

Kebersihan Kulit Frequency Percent

Baik 53 74,6

Buruk 18 25,4

Total 71 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa karakteristik responden terhadap kebersihan kulit dikategorikan baik dengan persentase terbanyak (74,6%).

Tabel 4.4. Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Kulit

No Kebersihan Kulit Jumlah Persentase (%)

1 Berapa Kali Mandi Sehari?

a. 1 kali 7 9,9 %

b. 2 kali 64 90,1 %

Jumlah 71 100 %

2 Bagaimana Cara Mandi?

a. Mandi dengan air lalu menggosok kulit kemudian seluruh tubuh disiram dengan air secukupnya

6 8,5 %

b. Mandi dengan air dan sabun dan menggosok kulit kemudian seluruh tubuh disiram sampai bersih.

65 91,5%

Jumlah 71 100 %

3 Penggunaan sabun mandi

a. Memakai sabun sendiri 59 83,1 %

b. Memakai sabun bergantian dengan keluarga

12 16.9 %

Jumlah 71 100 %

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa kebiasaan mandi yang dilakukan oleh responden terbanyak pada 2 kali sehari diikuti dengan 1 kali sehari dengan jumlah responden yang menjawab 64 orang(90,1%) dan 7 orang (9,9%). Untuk mandi yang hanya menggunakan air dilakukan sebanyak 6 orang (8,5%)

(43)

sedangkan yang menggunakan air dan sabun serta disiram dengan bersih dilakukan oleh 65 orang (91,5%). Penggunaan sabun secara bergantian dilakukan sebanyak 12 orang (16,9%) dan yang menggunakan sabun sendiri, sebanyak 59 orang (83,1%) yang melakukannya.

4.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Tangan dan Kuku Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi berdasarkan kebersihan tangan dan kuku responden sebagai berikut :

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kategori Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Tangan dan Kuku

Kebersihan

Tangan Dan Kuku Frekuensi Persentase (%)

Baik 50 70.4

Buruk 21 29,6

Total 71 100.0

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa karakteristik responden terhadap kebersihan tangan dan kuku dikategorikan baik dengan persentase terbanyak (70,4%).

(44)

Tabel 4.6. Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Tangan dan Kuku

No Kebersihan Tangan dan Kuku Jumlah Persentase (%) 1 Cara Mencuci Tangan

a. Membasuh kedua tangan dengan air memakai wadah/ mangkuk lalu tangan dikeringkan dengan lap

7 9,9 %

b. Membasuh kedua tangan dengan air yang mengalir dan menggosok kedua permukaan tangan dan sela-sela jari dengan sabun dan disiram dengan air mengalir lalu tangan dikeringkan dengan lap yang bersih.

64 90,1 %

Jumlah 71 100 %

2 Berapa Kali Memotong Kuku?

a. Sekali seminggu 66 93,0%

b. Dipotong saat sudah panjang 5 7,0 %

Jumlah 71 100 %

3 kuku yang kotor dibersihkan dengan sabun saat mandi?

a. Ya 58 81,7 %

b. Tidak 13 18,3 %

Jumlah 71 100 %

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa kebiasaan mencuci tangan tanpa memakai sabun lalu dikeringkan dengan lap sebanyak 7 orang (9,9%) dan mencuci tangan dengan sabun, menggosok sela-sela jari lalu dibersihkan dibawah air mengalir serta dikeringkan dengan kain lap sebanyak 64 orang (90,1%).

Responden yang memotong kuku sekali seminggu sebanyak 66 orang (93,0%) dan memotong saat sudah panjang sebanyak 5 orang (7,0%). Responden yang melakukan kebiasaan membersihkan kuku dengan sabun saat melakukan aktivitas mandi sebanyak 58 orang (81,7%) dan responden yang tidak membersihkan kuku menggunakan sabun saat mandi sebanyak 13 orang (18,3%).

(45)

4.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Pakaian

Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi berdasarkan kebersihan pakaian responden sebagai berikut :

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Kategori Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Pakaian

Kebersihan Pakaian Frekuensi Persentase (%)

Baik 49 69,0

Buruk 22 31,0

Total 71 100.0

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa karakteristik responden terhadap kebersihan pakaian dikategorikan baik dengan persentase terbanyak (69,0%).

Tabel 4.8. Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Pakaian

No Kebersihan Pakaian Jumlah Persentase (%)

1 Apakah kita harus mengganti baju yang dipakai seharian sebelum tidur?

a. Ya 63 88,7 %

b. Tidak 8 11,3 %

Jumlah 71 100 %

2 Apakah kita harus menjemur pakaian yang dicuci dibawah terik matahari?

a. Ya 59 83,1 %

b. Tidak 12 16,9 %

Jumlah 71 100 %

3 Apakah kita harus mengganti baju setelah berkeringat?

a. Ya 59 83,1 %

b. Tidak 12 16.9 %

Jumlah 71 100 %

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa kebiasaan responden dalam menganti pakaian sebelum tidur sebanyak 63 orang (88,7%), sedangkan

(46)

yang tidak mengganti pakaian sebelum tidur setelah seharian dipakai sebanyak 8 orang (11,3%). Untuk kebiasaan responden yang menjemur pakaian yang dicuci dibawah terik matahari sebanyak 59 orang (83,1%), sedangkan tidak dibawah terik matahari sebanyak 12 orang (16,9%). Kebiasaan responden yang mengganti baju setelah berkeringat sebanyak 59 orang (83,1%) sedangkan tidak mengganti sebanyak 12 orang (16,9%).

4.1.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Handuk

Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi berdasarkan kebersihan handuk responden sebagai berikut :

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Kategori Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Handuk

Kebesrsihan Handuk Frekuensi Persentase (%)

Baik 56 78,9

Buruk 15 21,1

Total 71 100.0

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa karakteristik responden terhadap kebersihan handuk dikategorikan baik dengan persentase terbanyak (78,9%).

(47)

Tabel 4.10. Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Handuk

No Kebersihan Handuk Jumlah Persentase (%)

1 Kebiasaan dalam memakai handuk?

a. Memakai handuk bergantian dengan keluarga

7 9,9 %

b. Memakai handuk sendiri

64 90,1 %

Jumlah 71 100 %

2 Kebiasaan meletakkan handuk yang telah dipakai setelah mandi?

a. Digantung dalam kamar

6 8,5 %

b. Dijemur di luar/ dijemuran

65 91,5 %

Jumlah 71 100 %

3 Keadaan handuk yang biasa digunakan ketika mandi?

a. Kering 65 91,5 %

b. Lembab 6 8,5 %

Jumlah 71 100 %

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa kebiasaan responden yang memakai handuk secara bergantian dengan keluarga sebanyak 7 orang (9,9%), sedangkan kebiasaan responden yang memakai handuk sendiri sebanyak 64 orang (90,1%). Responden yang menggantung handuk telah dipakai di dalam kamar sebanyak 6 orang (8,5%), sedangkan dijemur di luar/ jemuran sebanyak 65 orang (91,5%). Untuk responden yang keadaan handuknya kering ketika mandi sebanyak 65 orang (91,5%), sedangkan keadaan handuk lembab sebanyak 6 orang (8,5%).

4.1.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei

Dari hasil penelitian, didapatkan distribusi berdasarkan kebersihan tempat tidur dan sprei responden sebagai berikut :

(48)

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Kategori Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei

Kebesrsihan

Tempat Tidur dan Sprei Frekuensi Persentase (%)

Baik 54 76,1

Buruk 17 23,9

Total 71 100.0

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa karakteristik responden terhadap kebersihan tempat tidur dan sprei dikategorikan baik dengan persentase terbanyak (76,1%)

Tabel 4.12. Distribusi Jawaban Kuesioner Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei

No Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei Jumlah Persentase (%) 1 Kebiasaan mengganti sprei?

a. 2 minggu sekali 66 93,0 %

b. Lebih dari 2 minggu 5 7,0 %

Jumlah 71 100 %

2 Apakah sprei yang digunakan sebelum tidur dibersihakan terlebih dahulu?

c. Ya 60 84,5%

d. Tidak 11 15,5 %

Jumlah 71 100

3 Kebiasaan menjemur kasur dan bantal?

a. 2 minggu sekali 63 88,7 %

b. Lebih dari 2 minggu 8 11,3 %

Jumlah 71 100 %

Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa kebiasaan responden untuk mengganti sprei pada setiap 2 minggu sekali sebanyak 66 orang (93,0%), sedangkan yang mengganti sprei lebih dari 2 minggu berjumlah 5 orang (7,0%).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari latar belakang di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana personal hygiene, sarana sanitasi dasar, serta keluhan kesehatan pada penyandang disabilitas

Mengetahui karakteristik kesehatan individu (personal hygiene, riwayat alergi, riwayat penyakit kulit sebelumnya) dan lingkungan rumah (kelembaban udara, suhu , kebersihan

Simpulan: Terdapat hubungan personal hygiene dengan kejadian dermatitis sedangkan jenis kelamin dan riwayat alergi tidak berhubungan dengan kejadian dermatitis di

Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan murid; mengetahui personal hygiene murid; dan mengetahui hubungan pengetahuan

Oleh karena itu penulis melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan peserta didik; mengetahui personal hygiene peserta didik; dan mengetahui

Sehingga pengetahuan adalah salah satu cara seseorang menjadi tahu dalam melakukan tindakan pencegahan suatu masalah sehingga menjadikan perilaku personal hygiene yang

4 Tabel hubungan kebersihan diri dengan kejadian pedikulosis Personal hygiene Tidak pediculosis Pediculosis Total P value α; 0,05 Buruk 3 16 19 0,004 Sedang 4 5 9 Baik 4 0 4

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara personal hygiene dan sanitasi makanan, yang meliputi praktik mencuci tangan dengan sabun