• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembahasan mengenai perempuan dan kebebasan berpendapat di ruang publik tentu tidak lepas dari sejarah diskriminasi gender yang pernah ada.

Terjadinya diskriminasi gender, khususnya pada masyarakat tradisional, membuat perempuan memiliki sedikit sekali akses untuk mengembangkan potensi diri. Hal ini kemudian berdampak pada munculnya stereotip negatif pada masyarakat tradisional bahwa perempuan adalah kaum yang terbelakang dan lemah. Sementara itu, laki-laki memiliki status sosial dan otoritas lebih tinggi, sehingga secara tradisional kebebasan berpendapat di ruang publik adalah milik laki-laki. Namun demikian, perlawanan terhadap diskriminasi gender tercatat terjadi sudah sejak abad ke 18. Pada tahun 1850 para aktivis perempuan membentuk suatu konverensi yang disebut dengan The National Women's Rights Convention yang menjadi wadah bagi perempuan di Amerika pada saat itu untuk menggungkapkan protes terhadap pembatasan hak-hak perempuan. Dari konverensi inilah terlahir satu presentasi terkenal dari seorang mantan budak wanita bernama Sojouner Truth yang berjudul “Ain’t I a Woman?”. Sojouner Truth dalam presentasi tersebut berhasil mempresentasikan pandangannya yang kemudian berhasil membakar semangat dan keberanian perempuan untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender.

Perjuangan melawan diskriminasi gender mulai dapat dirasakan hasilnya saat ini. Meskipun ada beberapa kelompok yang masih menuntut keadilan bagi perempuan dalam beberapa hal tertentu, namun secara umum perempuan saat ini telah banyak mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensi diri sehingga perannya dalam masyarakat dapat disejajarkan dengan pria, contohnya dalam hal mendapatkan pekerjaan dan mengembangkan karir. Seiring dengan hal tersebut, kebebasan untuk mengungkapkan pendapat di ruang publik bagi perempuan juga terbuka lebar saat ini. Gagasan-gagasan mengenai suatu masalah atau inovasimasa

(2)

depan dilihat publik tanpa adanya batasan gender. Hal ini membuat gap sosial antara perempuan dan laki-laki menjadi lebih tipis. Perubahan gap sosial ini telah menjadi sorotan untuk dikaji dalam berbagai kajian ilmu, terutama dalam payung humaniora. Salah satunya terkait dengan bahasa dan gender yang dikaji dalam linguistik. Kebebasan menyampaikan pendapat di ruang publik tanpa memandang gender ini tentu juga berpengaruh pada perubahan stereotip penggunaan bahasa antara perempuan dan laki-laki, baik bahasa yang digunakan pada penyampaian pendapat secara tertulis maupun terucap.

Presentasi merupakan salah satu cara penyampaian pendapat di ruang publik. Presentasi merupakan kegiatan berbicara di hadapan banyak orang dengan menyampaikan topik, pendapat, atau informasi tertentu . Pada paragraf awal telah digambarkan bagaimana seorang Sojouner Truth dengan gagasannya dapat membakar semangat para perempuan untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka. Mengingat penyampaian pendapat di muka umum ini disampaikan pada era dimana perempuan masih dipandang sebelah mata, tentu Sojouner memiliki sesuatu yang sangat kuat dalam kata-katanya sehingga dapat meyakinkan dan memberi motivasi yang luar biasa pada perempuan di era itu. Hal inilah yang diharapkan ada pada seseorang yang menyampaikan gagasan terhadap presentasinya. Seorang penutur yang baik akan mampu menanamkan pengaruhnya dan bahkan dapat memberikan arahan berpikir yang baik dan sistematis melalui presentasinya. Untuk mencapai tujuan dari presentasinya, piranti retorika sering digunakan. Piranti retorika merupakan alat yang digunakan oleh penutur untuk dapat meyakinkan pendengarnya mengenai argumentasi yang disampaikan. Bentuk dari piranti retorika bisa beragam seperti gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, penggunaan kutipan, dan salah satunya adalah penggunaan boosters.

Ungkapan boosters dalam linguistik sering disandingkan dengan hedges.

Keduanya termasuk dalam penanda metadiscourse dengan fungsi yang berbeda.

Jika hedges merupakan piranti yang digunakan untuk memitigasi suatu ucapan, maka boosters memiliki fungsi sebaliknya. Dalam kalimat; “Saya sangat yakin bahwa hal ini dapat berdampak besar bagi masyarakat”, kalimat tersebut

(3)

memberikan penekanan pada kata “yakin” yang merepresentasikan tingkat keyakinan penutur atas suatu hal yang jika disertai dengan argumen lainnya maka akan dapat mempengaruhi pendengarnya. Hyland (1998) mendefinisikan boosters sebagai strategi komunikasi untuk meningkatkan kekuatan dari sebuat pernyataan serta menekankan kepastian, komitmen yang kuat, keyakinan, dan kebenaran.

Melihat dari definisi yang diberikan oleh Hyland maka dapat dikatakan bahwa boosters berperan penting dalam sebuah pernyataan, khususnya untuk memperkuat argumentasi dan meningkatkan daya persuasif di dalamnya. Hal ini tentu sangat diperlukan bagi seorang penutur dalam meyakinkan bahkan mempengaruhi pendengar sehingga tujuan dari presentasi yang disampaikan dapat tercapai. Seperti contoh kalimat dari penggalan presentasi yang disampaikan Al-Gore mengenai lingkungan hidup berikut;

“Many years ago, when I was a young congressman, I spent an awful a lot of time dealing with the challenge of nuclear arms control, the nuclear arms race.”

Dalam pernyataannya, Al-Gore mengaplikasikan ungkapan booster dalam“an awful a lot of time”. Pengaplikasian ekpresi booster ini memiliki tujuan antara lain: Pertama, Al-Gore ingin meyakinkan pendengar bahwa dia adalah sosok yang sangat memahami masalah pengendalian senjata nuklir di Amerika Serikat karena waktunya saat menjadi anggota kongres banyak sekali dihabiskan untuk membahas masalah ini. Dengan demikian pendengar dapat meyakini argumen- argumen yang disampaikannya. Kedua, Al-Gore ingin memberi penekanan yang mengindikasikan bahwa masalah perlombaan nuklir antar negara-negara di dunia merupakan permasalahan yang nyata dan sangat mendapat perhatian dalam parlemen Amerika Serikat. Kedua tujuan tersebut mengindikasikan bahwa pengaplikasian piranti booster dalam sebuah pernyataan dapat digunakan untuk mempengaruhi opini pendengar.

Melihat peran ungkapan boosters yang sama signifikannya dengan hedges, boosters menjadi satu bahan yang menarik untuk dikaji di lingustik. Sayangnya, masih sangat sedikit kajian yang membahas mengenai boosters jika dibandingkan dengan hedges. Kajian mengenai hedges dan boosters sebelumnya rata-rata yang

(4)

membahas mengenai perbandingan penggunaan kedua piranti ini dalam wacana akademik. Diantara kajian-kajian tersebut, banyak peneliti yang membandingkan aplikasi kedua piranti ini dari satu bahasa dengan bahasa lain dan sebagian membandingkan aplikasi keduanya pada artikel atau jurnal penelitian berbahasa inggris yang dituliskan oleh mahasiswa penutur asli bahasa Inggris dan mahasiswa bukan penutur asli bahasa Inggris. Hasilnya, terdapat perbedaan baik dari frekuensi maupun bentuk hedges dan boosters yang digunakan dari kedua jenis penulis ini.

Perbedaan ini didasari oleh adanya perbedaan budaya antara keduanya yang kemudian terefleksikan dalam tulisan mereka.

Hasil kajian ini kemudian menjadi acuan untuk mengkaitkan kajian ungkapan boosters pada kajian terjemahan. Adanya perbedaan budaya antara Bahasa Sumber (BSu) dengan Bahasa Sasaran (BSa) menjadi salah satu kendala dalam penerjemahan. Jika seorang penerjemah tidak mampu menjembatani perbedaan budaya ini maka akan berdampak pada kualitas terjemahan yang dihasilkan. Sejatinya seorang penerjemah yang baik dituntut untuk dapat mentransfer makna dari BSu ke BSa seakurat mungkin sehingga dapat diterima dengan baik di BSa. Dalam pernerjemahan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia misalnya, dimana ungkapan boosters dalam bahasa Inggris sering diucapkan lebih ekpresif daripada dalam bahasa Indonesia. Kata “sangat bagus”

contohnya, dalam bahasa Inggris akan ditemukan banyak ungkapan seperti; “very good”, “damn good”, “so good”, “fucking good”. Contoh lain dalam penggalan presentasi yang disampaikan oleh Elizabeth Gilbert berikut;

“And it's exceedingly likely that anything I write from this point forward is going to be judged by the world as the work that came after the freakish success of my last book, right?” (Bsu). Kemudian, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi

“Makin besar pula kemungkinan bahwa apapun karya saya berikutnya akan dinilai oleh dunia sebagai karya yang menyusul sukses luar biasa dari karya sebelumnya”. (Bsa)

(5)

Elizabeth Gilbert menggunakan ungkapan booster dalam kata “the freakish success” untuk menyebut kesuksesan bukunya yang sebelumnya tidak pernah ia duga sama sekali, secara literal maka arti dari “the freakish success” adalah sebuah kesuksesan yang aneh. Istilah ini digunakan sebagai sebuah sindiran untuk kesuksesan karyanya sendiri yang tidak diduga terjadi, namun dalam BSa penerjemah menerjemahkannya menjadi “sukses yang luar biasa”. Penerjemah tetap mempertahankan eksistensi ungkapan booster dalam terjemahannya, namun maknanya menjadi bergeser. Beberapa contoh tersebut menjadi gambaran bagaimana kendala akan ditemui dalam menerjemahkan ungkapan booster, khususnya dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia.

Penelitian linguistik mengenai ungkapan booster sudah beberapa kali dilakukan, walaupun sangat sedikit sekali yang mengkaji ungkapan booster secara tunggal dan lebih mendalam karena sebagian besar peneliti mengkaji ungkapan booster sebagai pelengkap dari kajian hedges. Penelitian yang paling terkenal mengenai hedges dan boosters adalah penelitian yang dilakukan oleh Hyland (1998), Hyland mencari frekuensi pengaplikasian hedges dan boosters dalam 56 jurnal dengan 8 jenis jurnal penelitian akademik yang berbeda disiplin dengan cara mengumpulkan seluruh kata yang mengindikasikan kedua piranti ini. Lebih lanjut lagi, penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik untuk menganalisis fungsi pengaplikasian hedges dan boosters dalam karya tulis ilmiah. Hyland menyebut bahwa penerapan hedges dan boosters berfungsi sebagai strategi komunikatif yang digunakan penulis untuk mengurangi dan meningkatkan kekuatan dari sebuah pernyataan.

Penelitian yang dilakukan Hyland ini, kemudian sering menjadi rujukan peneliti lain yang melakukan penelitian mengenai pengaplikasian booster dalam karya tulis ilmiah, diantaranya; Kondowe (2014) ; Nivales (2011); Shalichah et al.

(2015); Lampad dan Marlowe (2016); Escobar dan Fernadez (2017); Haufiku dan Kangira (2018). Keenam penelitian ini menyandingkan booster dengan hedges.

Penelitian-penelitian ini mengaplikasikan teori mengenai hedges dan boosters dari Hyland. Kajian mereka masih mengenai perbandingan frekuensi penggunaan

(6)

boosters dan hedges oleh penulis dalam karya tulis ilmiah, kemudian melihat bagaimana fungsi keduanya dalam mengurangi dan meningkatkan kekuatan pernyataan yang mereka tulis. Shalichah et al. (2015) meneliti mengenai kedua piranti metadicourse ini dengan lebih rinci pada bagian leksiko gramatikal. Terkait dengan booster, ia menuliskan bahwa piranti ini terdiri dari universal/negative pronoun dan amplifier. Keenam penelitian ini maupun penelitian yang telah dilakukan oleh Hyland sebenarnya sudah menganalisis mengenai bagaimana boosters dapat berperan dalam sebuah teks karya tulis ilmiah. Hanya saja, fungsi booster yang mereka angkat hanya sebatas sebagai uptoner yang menandakan intensifier dan certainty. Fungsi ini dirasa belum cukup untuk mengakomodir fungsi booster sebagai piranti retorik dalam sebuah presentasi yang dirasa lebih kompleks. Kemudian, penelitian- penelitian ini mengakaji booster hanya dalam tataran kata saja. Sebagai contoh jika dalam sebuah orasi terdapat booster yang diungkapankan dengan “I ask you,..”, maka selain bukan termasuk pada tataran kata, secara fungsi ungkapan booster ini juga tidak bisa digolongkan baik sebagai intensifier maupun certainty.

Penelitian mengenai booster yang lain masih berkaitan dengan karya tulis ilmiah. Seperti yang telah dibahas dalam paragraf sebelumnya, bahwa banyak peneliti kemudian mengembangkan kajian booster dengan pendekatan cross- cultural, yaitu dengan cara membandingkan pengaplikasiannya pada karya tulis ilmiah berbahasa Inggris yang ditulis oleh seseorang dengan latarbelakang sebagai penutur asli bahasa Inggris dan yang bukan penutur asli bahasa Inggris. Beberapa diantaranya adalah Mirzapour dan Mahand (2018); Hong dan Cao (2014); Samaie et al. (2014); Crompton (2014); Yagiz dan Demir (2015); Demir (2017); Hu dan Cao (2011); Akbas (2018). Penelitian-penelitian ini memiliki fokus yang sama, yaitu membandingkan frekuensi penggunaan booster pada penutur asli bahasa Inggris dan yang bukan penutur asli bahasa Inggris. Selain itu juga memberikan analisis mengenai bentuk leksiko gramatikal dari booster yang digunakan. Tujuan dari kajian semacam ini adalah untuk memberikan referensi bagi penulis yang bukan penutur asli bahasa Inggris mengenai pengaplikasian booster maupun hedge dalam karya tulis ilmiah berbahasa Inggris yang baik, juga untuk menunjukan

(7)

adanya pengaruh perbedaan budaya dalam penggunaan piranti metadiscourse (booster). Selanjutnya, penelitian-penelitian dengan pendekatan cross-cultural ini dapat dijadikan referensi bagi kajian terjemahan booster.

Kajian terjemahan mengenai ungkapan booster, khususnya Inggris – Indonesia atau sebaliknya, pernah dilakukan oleh Ilham (2018). Kajian semacam ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian Ilham (2018), penulis mengkaji mengenai berbandingan terjemahan ungkapan booster pada tindak tutur asertif yang terdapat pada novel ABC Murder karya Agatha Christie yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia versi 1976 dan versi 2017. Pengelompokan tindak tutur asertif yang terdapat dalam novel adalah langkah pertama yang dilakukan penulis, kemudian fokus kajian terjemahan dalam penelitian ini adalah pada perbedaan teknik yang digunakan untuk menerjemahkan novel tersebut pada versi tahun 1976 dan tahun 2017. Hasilnya, peneliti penemukan banyak perbedaan penggunaan teknik terjemahan pada terjemahan tahun 1976 dan 2017. Namun, penelitian ini belum mengupas secara mendalam mengenai fungsi booster yang digunakan.

Selanjutnya, penelian mengenai ungkapan booster sebagai piranti retorika juga pernah dilakukan oleh Fernandez dan Campillo (2012). Penelitian ini mengkaji mengenai aplikasi booster dan hedge yang digunakan oleh salah satu jurnalis Skotlandia dalam tulisannya di surat kabar the Observer. Fokus dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana kedua piranti tersebut dapat sangat berdampak pada bahasa persuasif sang jurnalis. Namun, penelitian ini belum menyajikan klasifikasi mengenai tipe, bentuk maupun fungsi mengenai bagaimana booster dapat berdampak pada bahasa persuasif. Penelitian lain mengenai booster dan presentasi yang pernah dilakukan adalah Hidayati dan Dalyono (2015). Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana piranti booster dan hedge dapat digunakan sebagai piranti retorika dalam presentasi tiga menteri Indonesia era presiden SBY.

Penelitian ini mengaplikasikan teori Hyland (1998) dengan sedikit modifikasi pada taksonominya. Namun, fungsi dari booster masih kurang tereksplor karena hanya fokus pada fungsi booster sebagai uptoner saja. Booster dan gender juga sudah

(8)

pernah menjadi topik penelitian, diantaranya (Granqvist, 2013; Yeganeh dan Ghoreishi, 2014) Kedua penelitian ini fokus pada perbandingan kuantitas penggunaan piranti booster dan hedge pada laki-laki dan perempuan. Sayangnya, penelitian ini kurang memberikan analisis mengenai bagaimana laki-laki maupun perempuan menggunakan piranti tersebut dan dampaknya.

Berdasarkan latar belakang dan review dari beberapa penelitian mengenai ungkapan booster sebelumnya, ditemukan adanya beberapa celah penelitian (research gap) yang dapat diteliti lebih lanjut, diantaranya adalah;

1. Booster sebagai piranti retorika dalam presentasi memiliki fungsi yang beragam, bukan hanya sekedar sebagai penanda intensifier maupun certainty saja. Kajian yang lebih dalam mengenai ragam fungsi booster sebagai piranti retorika dalam presentasi diperlukan untuk memahami maksud dari penutur.

2. Penelitian mengenai gender dan penggunaan ungkapan booster sebagai piranti retorika dalam sebuah presentasi belum dibahas sebelumnya. Peneliti yang menghubungkan gender dan penggunaan booster lebih fokus pada berbedaan kuantitas dan bentuk saja, belum mendalam pada perbedaan bagaimana laki-laki dan perempuan menggunakan piranti tersebut, khusunya sebagai piranti retorik.

3. Penelitian mengenai ungkapan booster yang dikaitkan dengan penerjemahan baru dilakukan oleh satu peneliti dan penelitian tersebut belum mengkaitkan mengenai terjemahan ungkapan booster dengan gender.

Serta belum mengkaitkan terjemahan booster dengan ragam fungsi booster yang digunakan dalam presentasi.

Dari beberapa celah penelitian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji terjemahan ungkapan booster yang digunakan oleh penutur laki-laki dan perempuan. Dalam payung linguistik, penelitian ini akan fokus pada pembahasan mengenai fungsi ungkapan booster sebagai piranti retorik. Teori yang akan digunakan dalam menganalisis fungsi tersebut adalah teori dari Jalilifar&Alavi-Nia

(9)

(2012), dimana teori ini membagi fungsi booster menjadi 2 jenis fungsi dan 10 jenis subfungsi. Teori ini dirasa cukup untuk mengakomodir fungsi booster yang digunakan dalam sebuah presentasi. Sedangkan dalam kajian terjemahan, peneliti akan mengaplikasikan teori mengenai teknik penerjemahan dari Molina&Albir (2002) yang membagi teknik penerjemahan menjadi 18 jenis, sedangkan penilaian kualitas terjemahan akan digunakan teori dari Nababan et al. (2012) yang membagi penilaian kualitas terjemahan dalam keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.

Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 6 transkrip presentasi yang diambil dari www.ted.com. Dari penjabaran ini, maka penelitian ini akan diberi judul “Kajian Terjemahan Ungkapan Booster sebagai Piranti Retorika dalam Presentasi Beda Gender”

B. BATASAN MASALAH

Penelitian ini terbatas pada sumber data yang digunakan, yaitu transkrip presentasi dari 6 presentasi yang diunggah di www.ted.com. Keenam video tersebut terdiri dari topik yang sama, yaitu mengenai penangulangan pemanasan global.

Transkrip presentasi yang dipilih sebagai sumber data terdiri dari bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, sehingga memudahkan peneliti dalam menganalisis kajian terjemahan. Selanjutnya, penelitian ini akan mengkaji lebih dalam mengenai jenis fungsi dan subfungsi ungkapan booster, teknik terjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan ungkapan booster, pergeseran yang terjadi pada terjemahan ungkapan booster, serta dampak teknik terjemahan yang dipilih oleh penerjemah terhadap kualitas terjemahan ungkapan booster. Kualitas terjemahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu terkait dengan keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang sudah dijabarkan, permasalahan yang akan dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah presenter perempuan dan laki-laki memanfaatkan ungkapan booster sebagai piranti retorik pada presentasi yang mereka sampaikan?

(10)

2. Bagaimana penerjemah menerjemahkan ungkapan booster yang terdapat pada transkrip presentasi yang disampaikan oleh presenter perempuan dan laki-laki dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia?

3. Apakah terjemahan ungkapan booster dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia akan menimbulkan pergeseran?

4. Bagaimana kualitas terjemahan yang dihasilkan dalam menerjemahkan ungkapan booster pada transkrip presentasi presenter perempuan dan laki- laki dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia?

D. TUJUAN PENELITIAN

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis jenis-jenis ungkapan booster berdasarkan fungsi dan subfungsinya pada transkrip presentasi presenter perempuan dan laki- laki.

2. Menganalisis penerapan jenis teknik penerjemahan dalam menerjemahkan ungkapan booster pada transkrip presentasi presenter perempuan dan laki-laki.

3. Menganalisis pergeseran yang terjadi pada terjemahan ungkapan booster pada transkrip presentasi presenter perempuan dan laki-laki.

4. Mengetahui dampak dari penerapan teknik penerjemahan terhadap kualitas terjemahan yang dihasilkan dalam menerjemahkan ungkapan booster pada transkrip presentasi presenter perempuan dan laki-laki.

E. MANFAAT PENELITIAN

Beberapa manfaat penelitian diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini, diantaranya;

1. Secara umum, penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana ungkapan booster dapat dimanfaatkan oleh penutur sebagai piranti retorik dalam sebuah presentasi dan pengaplikasiannya mungkin dapat berarti signifikan dalam membantu penutur untuk mencapai tujuan dari presentasinya.

(11)

2. Lebih khusus lagi, penelitian ini akan menunjukan fungsi apa sajakah yang dapat dihasilkan dari pengaplikasian ungkapan booster oleh penutur dalam sebuah presentasi. Sebelumnya, penelitian mengenai ungkapan booster lebih banyak berfokus pada pengaplikasiannya dalam karya tulis ilmiah, dimana fungsi yang dikaji lebih terbatas.

Sedangkan penelitian ini menggunakan presentasi sebagai objek penelitian, dengan fungsi booster yang dikaji menjadi lebih beragam, salah satu alasannya dikarenakan seserorang yang berpresentasi atau menyampaikan pendapat secara langsung akan lebih ungkapanf dibandingkan dengan pendapat yang tertulis.

3. Berikutnya, penelitian ini juga memberikan gambaran mengenai bagaimana penutur perempuan dan laki-laki memanfaatkan ungkapan booster sebagai piranti retorik dalam presentasi mereka. Selama ini laki-laki dan perempuan telah diasumsikan memiliki perbedaan dalam hal penggunaan bahasa. Maka dari itu, penelitian ini dapat mengungkap apakah perbedaan tersebut ditemukan dalam penggunaan ungkapan booster di presentasi mereka.

4. Terakhir, penelitian ini juga dipayungi oleh kajian terjemahan. Oleh karena itu, penelitian ini menunjukan bagaimana penerjemah menerapkan teknik penerjemahan dalam mentransfer ungkapan booster yang dimanfaatkan oleh para penutur sehingga dapat dterima dalam bahasa sumber (bahasa Indonesia). Selain itu, penelitian ini memberikan penilaian mengenai kualitas terjemahan yang dihasilkan dari segi keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam proses pengujian pengaruh variasi jarak mata pisau dengan piringan terhadap hasil pemotongan yaitu dengan melakukan pengirisan singkong

(1) PSH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a digunakan dalam rangka melaksanakan pekerjaan harian non-lapangan, melaksanakan koordinasi pengamanan

Masalah-masalah tersebut umumnya menyangkut strategi pemasaran yang kurang optimal dibandingkan dengan harapan konsumen, antara lain : produk yang dilakukan oleh

(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Unit Pengembangan Usaha dan Kerja Sama berkoordinasi dengan Seksi Kesehatan Pelaut dan Tenaga

Dari beberapa studi kasus pengalaman risiko konstruksi pembangkit listrik konvensional dan identifikasi risiko yang terjadi, maka langkah- langkah yang diperlukan

Satuan biaya transportasi darat dari Kota Malang ke Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Jawa Timur (one way/sekali jalan) merupakan satuan biaya yang digunakan

Pada perekrutan atlet dayung di puslatda ini masih secara manual, sehingga membuat para pengurus puslatda kesulitan untuk mengetahui perkembangan dan asal dari

Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat menjadi sumbangan pemikiran, bahan pertimbangan penentu langkah-langkah kebijakan pelestarian hasil budaya yang menjadi identitas