• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MEKANISME PROSES TERBENTUKNYA KLASTER INDUSTRI KECIL (Kasus Usaha Kecil di Provinsi Sumatera Barat).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS MEKANISME PROSES TERBENTUKNYA KLASTER INDUSTRI KECIL (Kasus Usaha Kecil di Provinsi Sumatera Barat)."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MEKANISME PROSES TERBENTUKNYA KLASTER INDUSTRI KECIL (Kasus Usaha Kecil di Provinsi Sumatera Barat)

Toti Srimulyati Universitas Andalas

ABSTRACT

Small and medium businesses is one form of business that fits developed in Indonesia, particularly in West Sumatra Province. Under conditions of economic crisis that occurred in Indonesia, the small business to survive compared with large businesses (Sandee et al, 2002 in Untari, 2005). Small businesses are able to live alone as an individual and can live in groups by establishing small industrial clusters. Usually these groups are formed by the emergence of similar small businesses in one convenient location. The process of forming these groups can occur naturally, or were created by certain parties, usually governments.

The objective this study is to see how a small industrial clusters formed in West Sumatra. These research activities conducted in three stages in which all stages of this research is a comprehensive activity, namely the micro approach, the approach at meso level, macro-level approach. The experiment was conducted in several stages, namely: (1) Methods of data collection, which according to this study is observation and in-depth interviews. (2) method of analysis, which is appropriate is to find a descriptive analysis of the phenomenon and explain why this phenomenon occurs. (3) Method of making a generalization that the conclusions found in the generally accepted conclusion.

Results obtained from this study are: Of the seven findings Untari, small industrial clusters formed in West Sumatra caused by (a very prominent): the occurrence of changes in market tastes, the accretion request, availability of skilled workers. Especially for this type of cluster couturier and rattan. In a study of 6 small industrial cluster located in West Sumatra, causing the emergence of the core business (core business pioneer) in a cluster are: (1) because of the skills possessed by the entrepreneur, (2) for continuing the family business, (3 ) because the view that businesses in these locations have a lot of subscribers or purchasers.

Of the six small industrial clusters examined, none of which has a sub-contractor. All work is done alone. Sub-contractor does not appear in the cluster because entrepreneurs pursue their own all sub job. Employers only use workers for each type of sub jobs. Marketers is the party that helps to distribute the goods to consumer. Marketers are often not contained in the cluster, because marketers prefer the vote is close to the consumer. So marketers are just coming into the business location to buy and collect the product so was brought to market or to a place closer to the consumer.

Many of the benefits and convenience gained by small industries within the cluster compared to the small industrial life individually. Because in general there is a small industry group in West Sumatra has not been shaped cluster of small scale industry, from the role of local government in this case the offices associated with the development of small industries are advised to direct a small industry groups that already exist in order to become a small industry cluster. This can be done by motivating the emergence of supporting industries in the core industry groups that already exist and furnish it with supporting institutions, such as financial institutions, coach or consultant and other support agencies.

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu bentuk usaha yang cocok dikembangkan di Indonesia, khususnya di Provinsi Sumatera Barat. Dalam kondisi

krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia maka usaha kecil mampu bertahan hidup dibandingkan dengan usaha besar (Sandee et al, 2002 dalam Untari, 2005). Jumlah usaha kecil yang ada jauh lebih banyak dibandingkan dengan usaha besar. Kondisi ini terlihat di Provinsi Sumatera Barat, dimana jumlah usaha mikro dan kecil jauh lebih banyak (00,26%) dibandingkan usaha menengah dan besar (0,74%) (tabel 1).

Tabel 1

Jumlah Perusahaan/Usaha menurut Skala Usaha dan Kabupaten/Kota Di Sumatera Barat, Tahun 2006

Kabupaten/Kota

Skala Usaha

Mikro % Kecil % Menengah&Besar % Jumlah %

Kep. Mentawai 1.904 0,45 141 0,19 15 0,40 2.060 0,41

Pesisir Selatan 36.598 8,65 4.999 6,72 92 2,47 41.689 6,31

Solok 25.637 6,06 3.526 4,74 148 4,00 29.311 5,85

Sawahlunto/Sijunjung 19.725 4,66 2.599 3,49 83 2,23 22.407 4,47

Tanah Datar 35.656 8,42 4.582 6,16 185 4,97 40.423 8,06

Padang Pariaman 37.484 8,86 4.564 6,13 182 4,89 42.230 8,42

Agam 41.762 9,87 4.532 6,09 201 5,40 46.495 9,27

Lima Puluh Kota 33.679 7,96 3.983 5,35 171 4,60 37.833 7,55

Pasaman 23.392 5,53 2.139 2,87 58 1,56 25.589 5,10

Solok Selatan 6.942 1,64 713 0,96 20 0,64 7.676 1,53

Dhamas Raya 11.997 2,83 2.806 3,77 70 1,88 14.873 2,97

Pasaman Barat 25.295 5,98 3.715 4,99 125 3,36 29.135 5,81 Padang 70.980 16,77 18.634 25,04 1.199 32,23 90.813 18,11

Kota Solok 6.612 1,56 1.991 2,68 137 3,68 8.740 1,74

Sawahlunto 6.623 1,56 1.006 1,35 90 2,42 7.719 1,54

Padang Panjang 5.765 1,36 1.579 2,12 85 2,29 7.429 1,48

Bukittinggi 13.553 3,20 7.414 9,96 561 15,08 21.528 4,29

Payakumbuh 10.875 2,57 3.854 5,18 196 5,27 14.925 2,98

Pariaman 8.801 2,08 1.633 2,19 102 2,74 10.536 2,10

Sumatera Barat 423.280 100 74.410 100 3.720 100 501.410 100

% 84,42 14,84 0,74 100

Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat, Ed 2 No.2/th X/Febr2007, hal 8.

(3)

Tabel 2

Jumlah Tenaga Kerja menurut Skala Usaha dan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, Tahun 2006

Kabupaten/Kota

Skala Usaha

Mikro Kecil Menengah&Besar Jumlah

Kep. Mentawai 4.009 508 105 4.622

Pesisir Selatan 57.911 12.248 987 71.146

Solok 39.131 8.143 1.044 48.318

Sawahlunto/Sijunjung 30.697 7.846 630 39.173

Tanah Datar 55.847 12.995 1.996 70.808

Padang Pariaman 61.198 12.972 4.591 78.761

Agam 66.517 13.607 2.996 83.120

Lima Puluh Kota 52.505 9.985 1.681 64.171

Pasaman 37.181 5.326 595 43.102

Solok Selatan 11.956 1.881 1.734 15.571

Dhamas Raya 18.626 8.243 1.450 28.319

Pasaman Barat 38.692 8.919 1.873 49.484

Padang 116.129 57.791 51.363 225.283

Kota Solok 9.891 5.675 1.588 17.154

Sawahlunto 12.019 3.213 1.846 17.078

Padang Panjang 9.092 4.768 949 14.809

Bukittinggi 20.560 18.772 5.961 45.293

Payakumbuh 18.008 10.500 2.026 30.534

Pariaman 14.590 5.464 1.425 21.479

Sumatera Barat 674.559 208.856 84.810 968.225

% 69,67 21.57 8,76 100

Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Sumatera Barat, Ed 2 No.2/th X/Febr2007, hal 10.

Usaha kecil yang ada dapat hidup sendiri secara individual dan dapat hidup berkelompok dengan membentuk klaster industri kecil. Biasanya kelompok ini terbentuk dengan munculnya usaha kecil sejenis pada satu lokasi tertentu. Proses terbentuknya kelompok ini dapat terjadi secara alamiah atau diciptakan oleh pihak tertentu, yang biasanya pemerintah. Pemerintah secara formal bertanggung jawab untuk membina dan mengembangkan usaha kecil dengan menerapkan berbagai kebijakan. Menurut Untari (2005) mengembangkan usaha kecil dapat dilakukan dengan membentuk klaster industri kecil. Banyaknya kemudahan yang didapat dengan adanya klaster, diantaranya dalam hal mendapatkan bahan baku, tenaga kerja yang

sesuai, memasarkan produk, menyerap inovasi teknologi, pelayanan pendukung dan pembinaan yang akan dilakukan oleh pihak-pihak yang berkewajiban (baik pemeritah atau lembaga lainnya).

(4)

cocok untuk perusahan yang terdapat di Sumatera Barat ini.

STUDI PUSTAKA Definisi Klaster

Definisi klaster yang paling sederhana adalah sekumpulan perusahaan-perusahaan secara sektoral dan spasial yang didominasi oleh satu sektor. Perkembangan definisi klaster diawali dari penelitian terhadap kisah kisah sukses Italia Utara pada tahun 1980 an mendorong digunakannya terminology industrial district yang disampaikan oleh Marshall (1920). Berdasarkan fenomena keberhasilan sukses Italia Utara tersebut dirumuskan karakteristik kunci klaster atau industrial district (Schmitz dan Musyck,

b. Kolaborasi antar usaha yang berdekatan dengan berbagai peralatan, informasi, tenaga kerja trampil dan lain sebagainya. c. Perusahaan-perusahaan tersebut saling bersaing dengan lebih berdasarkan pada kualitas produk daripada menurunkan ongkos produksi, termasuk upah. d. Pengusaha dan pekerja memiliki sejarah

panjang pada lokasi tersebut. Hal ini memudahkan saling percaya dalam berhubungan baik antara usaha kecil, antara pekerja dan tenaga kerja trampil. e. Pengusaha diorganisir dengan baik dan

berpartisipasi aktif dalam organisasi mandiri

f. Ada pemerintahan lokal dan regional yang aktif mendukung pengembangan klaster industri lokal atau daerah.

Tahun 1995 definisi klaster dibedakan dari industrial district. Klaster didefinisikan sebagai berkumpulnya perusahaan secara geografis maupun sektoral. Dengan berkumpul, klaster akan mendapatkan manfaat dari external ecomies, yaitu

munculnya supplier yang menyediakan bahan baku dan komponen, mesin-mesin baru atau bekas dengan suku cadangnya, tersedianya tenaga kerja trampil. Klaster juga akan menarik agen yang akan menjual hasil produksi klaster ke pasar yang jauh (bukan pasar lokal) dan munculnya berbagai penyedia jasa teknik, keuangan dan akunting. Sedangkan industrial district akan muncul jika klaster berkembang lebih dari sekedar adanya spesialisasi dan pembagian kerja antar perusahaan dengan munculnya kolaborasi antara agen ekonomi lokal didalam suatu wilayah dan meningkatnya kapasitas produksi lokal dan kadang-kadang kapasitas inovasi juga meningkat serta saling terhubung berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam satu bidang khusus; mereka terhubung karena kebersamaan dan saling melengkapi. Dengan definisi tersebut, suatu klaster industri dapat termasuk pemasok bahan baku dan input yang spesifik sampai ke hilir (pasar atau para eksportir), termasuk juga lembaga pemerintah, asosiasi bisnis, penyedia jasa dan lembaga lain (universitas).

Pentingnya Klaster bagi Pengembangan Industri Kecil Indonesia

Usaha kecil yang hidup dalam klaster memiliki performance yang lebih baik dari pada usaha kecil yang hidup secara individual (Untari, 2005). Sandee (1999) menyebutkan beberapa alasan mengapa usaha kecil yang hidup di dalam klaster memiliki good performance, yaitu:

a.

Klaster industri kecil dapat memproduksi dengan lebih efisien untuk produk yang tidak sesuai diproduksi masal.

(5)

oleh produser maupun pedagang dibandingkan usaha yang terpisah (Weijland, 1999).

c.

Usaha kecil yang membentuk kalster dapat melakukan teknologi dengan saling berbagi biaya dan risiko inovasi (Schmitz dan Nadvi, 1999).

Selain itu klaster industri kecil juga memiliki kelebihan daripada usaha besar. Klaster industri kecil memiliki keuntungan pada flexibility dan resposiveness sehingga dapat lebih kompetitif dibandingkan perusahaan besar (Humphrey&Schmitz, 1995 dalam Untari, 2005). Secara ideal usaha kecil yang berada dalam klaster akan memiliki competitive advantage (keunggulan kompetitif) yang bersumber dari (Rahman, 2006):

1.

Kedekatan dengan sumber bahan baku.

2.

Keberadaan Business Support Service

(seperti Business Developmen Service, Klinik Konsultasi Bisnis, dll).

3.

Keberadaan konsumen yang memang telah menjadi konsumen tradisional dari klaster tersebut.

4.

Keberadaan tenaga kerja yang mencukupi, baik tenaga kerja skill ataupun unskill.

Proses Terbentuknya Suatu Klaster Industri Kecil

Klaster industri kecil terbentuk dari usaha kecil yang disebut sebagai pelopor. Para pelopor tersebut memiliki sesuatu yang mendorongnya mendirikan suatu usaha. Pemicu munculnya suatu usaha bermacam-macam, diantaranya adalah (Untari, 2005):

a.

Ketrampilan yang dimiliki penduduk di

suatu lokasi.

(6)

Mekanisme Kehidupan Klaster Industri Kecil

Mekanisme kehidupan klaster industri kecil merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh seluruh unsur-unsur klaster dalam usahanya memproduksi produk yang diinginkan pasar. Menurut Untari (2005),

karakteristik umum kehidupan klaster adalah sebagai berikut:

a. Di dalam klaster terdapat usaha kecil yang melakukan proses produksi untuk menghasilkan suatu produk. Usaha kecil tersebut disebut sebagai usaha inti.

b. Usaha inti dalam melaksanakan proses produksi didukung oleh usaha-usaha lain, yang meliputi;

1)

Supplier, yang menyediakan bahan baku dan bahan penolong,

2)

Sub-kontraktor, yang mengerjakan sebagian tahap proses produksi,

3)

Pemasar, yang membantu usah inti

memasarkan produk.

c. Usaha inti beserta usaha penunjang akan berinteraksi dan bekerjasama dalam meujudkan produk yang diinginkan pasar

d. Klaster akan berhubungan dengan pihak luar klaster untuk memenuhi kebutuhan dalam proses produksi dan melayani kebutuhan pasar.

Atas dasar kehidupan klaster ini, Untari (2005) menggambarkan kehidupan klaster sebagai berikut:

Analisis Mekanisme Kehidupan Klaster Industri Kecil

Analisis mekanisme kehidupan klaster industri kecil ini digunakan untuk menjawab pertanyaan sebagi berikut (Untari, 2005): bagaimana suatu klaster industri kecil terbentuk?

Cara melakukan analisis diatas adalah sebagai berikut (Untari, 2005):

1. Melakukan analisis munculnya usaha inti di dalam klaster

2. Melakukan analisis munculnya usaha penunjang di dalam klaster

(7)

Secara garis besar analisis mekanisme munculnya usaha inti di dalam klaster dilakukan dengan urutan sebagai berikut: 1. Melakukan penelusuran sejarah

berdirinya klaster. Ini dilakukan untuk mencari jawaban tentang;

a)

Sejak kapan berdirinya klaster,

b)

Siapa tokoh pendirinya,

c)

Apa yang melatar belakangi tokoh tersebut dalam mendirikan usaha,

d)

Kapan mulai ada pengikut,

e)

Peristiwa apa yang melatar belakangi orang lain mengikuti usaha yang dilakukan tokoh pendiri. 2. Melakukan analisis terhadap perkembangan yang dialami oleh usaha pelopor (usaha inti yang pertama kali berdiri) dan apa yang menjadi alasan para pengikut dalam mengikuti usaha pelopor tersebut

Berdasarkan analisis tersebut di atas ditemukan penyebab perubahan jumlah usaha inti dan bagaimana proses tersebut terjadi Analisis Munculnya Usaha Penunjang di Dalam Klaster

Usaha inti yang hidup di dalam klaster membutuhkan dukungan dari usaha penunjang. Kebutuhan usaha inti tersebut dalam rangka:

1.

untuk memenuhi kebutuhan bahannya.

2.

memperlancar proses produksi.

3.

memperlancar arus barang ke konsumen (pasar).

Berdasarkan pada kebutuhan usaha inti tersebut, maka usaha penunjang yang dapat memenuhi kebutuhan usaha inti tersebut adalah:

1.

Supplier, akan memenuhi kebutuhan bahan.

2.

Sub-kontraktor, membantu memperlancar proses produksi.

3.

Pemasar, memperlancar arus barang sampai ke konsumen.

Analisis Munculnya Supplier di Dalam Klaster

Analisis mekanisme munculnya supplier dapat diawali dari mencari jawaban dan penjelasan berbagai keadaan berikut: 1. Jenis bahan yang dibutuhkan usaha inti

yang hidup di dalam suatu klaster. 2. Jumlah dan seberapa sering bahan

tersebut dibutuhkan.

3. Darimana sumber bahan tersebut. 4. Mengapa usaha inti tidak berusaha

mendapatkan bahan langsung dari sumbernya?.

5. Perbedaan yang terjadi antara sumber bahan sebagai pihak yang memberikan penawaran bahan dengan usaha inti yang memiliki permintaan terhadap bahan tersebut. Perbedaan ini meliputi jumlah yang mampu disediakan sumber dengan waktu pengiriman yang diinginkan usaha inti, waktu penyediaan bahan dari sumber dengan waktu pengiriman yang diinginkan usaha inti, karakteristik bahan yang disediakan sumber dengan yang diinginkan usaha inti dan lain sebagainya.

(8)

Analisis Munculnya Sub-kontraktor di Dalam Klaster

Sub-kontraktor adalah pembuatan barang oleh sebuah perusahaan diperuntukkan bagi perusahaan lain berdasarkan spesifikasi yang ditentukan perusahaan pemesan tersebut (Lazerson, 1990 dalam Untari, 2005). Secara lebih mudah dalam penelitian ini sub-kontraktor didefinisikan sebagai usaha penunjang yang mengerjakan bagian tertentu dari keseluruhan proses produksi yang seharusnya dilakukan usaha inti. Analisis mekanisme munculnya sub-kontraktor dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi terhadap seluruh tahap proses produksi yang dilakukan oleh usaha inti yang hidup didalam kalster

2. Dari keseluruhan tahap tersebut, apakah ada yang dikerjakan oleh pihak lain (di luar usaha inti). Jika ada, maka pihak lain tersbut adalah sub-kontraktor 3. Dilakukan identifikasi apakah

sub-kontraktor tersebut ada di dalam klaster 4. Dilakukan analisis “kebutuhan usaha inti

terhadap sub-kontraktor”. Analisis ini mencari jawaban mengapa ada tahap yang dikerjakan oleh pihak lain.

5. Mencari hubungan antara tahap yang dikerjakan sub-kontraktor dengan keseluruhan tahap proses produksi. Apa yang terjadi jika tahap tersebut dikerjakan sendiri.

6. Mengidentifikasi kerjasam yang terjadi antara usah inti dengan sub-kontraktor 7. Analisis juga dilakukan terhadap

sub-kontraktor; mengapa mereka memilih usaha sebagai sub-kontraktor, mekanisme yang terjadi di dalam sub-kontraktor dalam hubungan kerjasamanya dengan usaha inti.

8. Jika sub-kontraktor tidak berada di dalam kalster, maka perlu dicari jawaban mengapa usaha inti lebih memilih menggunakan sub-kontraktor di luar klaster

9. Jika tidak ada tahap yang dikerjakan oleh pihak lain (sub-kontraktor), maka

perlu dicari jawaban mengapa tidak ada kebutuhan sub-kontraktor

Langkah-langkah tersebut tidak harus dilakukan secara berurutan tergantung mekanisme yang terjadi di dalam klaster. Analisis mekanisme munculnya sub-kontraktor di dalam klaster juga memperlihatkan pendekatan mikro sampai dengan makro secara komprehensif yang digunakan dalam penelitian klaster. Pendekatan mikro tampak ada waktu melakukan analisis proses produksi usaha inti dan analisis mekanisme kebutuhan sub-kontraktor oleh usaha inti tersebut. Pendekatan mikro ditarik sampai ke level messo pada saat dilakukan mekanisme hubungan antara usaha inti dengan sub-kontraktor. Jika sub-kontraktor tersedia di luar klaster maka analisis telah sampai pada level makro

Analisis Munculnya Pemasar di Dalam Klaster

Usaha pemasar merupakan usaha penunjang yang mendukung usaha inti dalam memasarkan produknya. Analisis untuk mengetahui munculnya usaha pemasar di dalam suatu klaster dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan usaha inti dalam upaya menyampaikan produknya sampai ke tangan konsumen

2. Dilakukan analisis terhadap kesepakatan yang terjadi pada saat transaksi

(9)

6. Dilakukan analisis terhadap usaha pemasar, mengapa mereka memilih usaha tersebut dan bagaimana operasional pekerjaan dan hubungan antara pemasar dengan usaha inti Dilakukan analisis untuk mencari jawaban terhadap keputusan usaha pemasar untuk beroperasi di dalam klaster atau di luar klaster

Teori Proses Terbentuknya Klaster Industri Kecil

Proses terbentuknya Klaster Industri Kecil merupakan satu alternatif perkembangan usaha kecil, proses tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Untari, 2005):Usaha kecil dapat berkembang menjadi klaster pada kondisi dimana permintaan pasar lebih besar daripada output yang dihasilkan oleh usaha kecil tersebut. Agar dapat malayani sejumlah dan beraneka produk yang diminta pasar, maka usaha kecil harus meningkatkan kemampuan proses produksi. Penambahan kapasitas seringkali tidak dapat dilakukan sepenuhnya karena adanya hambatan-hambatan yang berasal dari karakteristik bahan, proses produksi dan pasar yang dilayani. Keputusan untuk mengatasi hambatan penambahan kapasitas proses dilakukan dengan pertimbangan ekonomis. Jika hambatan tersebut dapat diatasi sepenuhnya, maka usaha kecil dapat berkembang menjadi usaha besar atau usaha besar tertarik untuk mengatasi hambatan yang dialami usaha kecil karena adanya peluang untuk melayani pasar dalam jumlah besar. Jika hambatan tersebut tidak dapat diatasi sepenuhnya, maka pasar tersebut akan tetap dilayani oleh usaha kecil. Pada batas tersebut usaha kecil memutuskan untuk melayani produk tertentu dan menetapkan bahwa produk lain lebih ekonomis bila dikerjakan oleh pihak lain. Pihak lain akan mempertimbangkan kesempatan tersebut beserta lokasi tempat usaha. Jika atas dasar pertimbangan ekonomis kesempatan tersbut lebih menguntungkan dikerjakan di lokasi usaha kecil yang telah ada, maka akan

muncul beberapa usaha kecil di lokasi yang sama yang disebut sebagi usaha inti.

Selain itu penambahan kapasitas proses produksi seeara ekonomis harus memperhitungkan kelancaran proses produksi. Proses produksi dapat berjalan terganggu kelancarannya akan lebih ekonomis jika dikerjakan pihak luar usaha inti. Dengan pertimbangan ekonomis, usaha inti akan menentukan dari mana pihak lain tersebut diperoleh. Sementara pihak lainpun akan memutuskan apakah akan menerima kesempatan tersebut dan dimana beroperasi. Jika atas dasar pertimbangan ekonomis pihak lain tersebut akan beroperasi pada lokasi yang sama dengan usaha kecil dan usaha inti juga memutuskan untuk menggunakan usaha penunjang di dalam lokasi, maka akan muncullah usaha penunjang. Proses di atas menjelaskan proses munculnya beberapa usaha inti dalam satu lokasi beserta usaha penunjang yang dibutuhkannya, mereka saling bekerjasama untuk menuju kondisi yang ekonomis.

Metode Pembentukan Klaster Industri Kecil

Metode Pembentukan Klaster lndustri Kecil dilakukan dengan mengidentifikasi suatu usaha kecil yang hidup di suatu wilayah. Metode ini dapat menentukan apakah suatu usaha kecil dapat dikembangkan menjadi suatu klaster industri keci1. Metode ini disusun berdasarkan Teori Terbentuknya Klaster Industri Kecil dan dapat dilakukan dengan cara (Untari, 2005):

(10)

kecenderungan perkembangan pasar yang dapat dilihat dari perubahan selera masyarakat (positif atau negatif) terhadap produk tersebut.

2. Dilakukan identifikasi terhadap “Kemampuan Proses Produksi”. ldentifikasi ini untuk menentukan apakah usaha kecil mampu meningkatkan kapasitas proses produksi agar dapat melayani permintaan pasar.

3. Mengidentifikasi karakteristik bahan, proses, produk dan pasar usaha kecil. Identifikasi ini untuk dapat menentukan hambatan yang harus dihadapi usaha kecil untuk dapat menambah kapasitas proses produksi.

4.

Menentukan pertimbangan ekonomis

untuk mengatasi hambatan penambahan kapasitas proses produksi. Berdasarkan pertimbangan ekonomis dapat diputuskan apakah hambatan penambahan kapasitas akan diatasi semua, sebagian, atau tidak sama sekali. Pertimbangan ekonomis adalah sebuah pertimbangan yang didasarkan pada keuntungan yang diterima karena memanfaatkan suatu kesempatan dibandingkan dengan kerugian yang timbul (opportunity cost) karena tidak memanfaatkan kesempatan tersebut. Keuntungan yang dimaksud adalah hasil yang diperoleh dikurangi dengan biaya dan kerugian yang ditimbulkan karena memanfaatkan suatu kesempatan. 5. Berdasarkan pertimbangan ekonomis

dicari kemungkinan apakah usaha kecil dapat berkembang menjadi usaha besar atau kemungkinan masuknya usaha besar dalam industri yang pada saat ini sedang dilayani industri kecil. Keputusan ini berdasarkan kemungkinan diatasinya semua hambatan sehingga proses produksi dapat dilaksanakan secara massal. 6. Jika berdasarkan pertimbangan

ekonomis, hambatan penambahan kapasitas tidak dapat diatasi sepenuhnya, maka usaha kecil telah

mencapai batas kemampuan proses produksinya. Jika masih ada permintaan pasar yang belum terpenuhi, maka akan lebih ekonomis jika dilayani pihak lain.

7. Diidentifikasikan apakah terdapat pihak lain yang bersedia atau berpotensi untuk menerima kesempatan melayani pasar yang masih tersisa.

8. Dilakukan perhitungan ekonomis untuk menentukan lokasi beroperasinya usaha baru. Apakah lebih ekonomis berada di dekat usaha yang sudah lama ada atau berjauhan. 9. Jika atas dasar pertimbangan

ekonomis, lokasi usaha kecil yang baru lebih ekonomis berada jauh dari lokasi yang telah ada, maka akan muncul beberapa usaha kecil individual yang terpisah-pisah. Jika lokasi usaha kecil yang baru lebih ekonomis berdekatan dengan lokasi yang telah ada, maka akan dapat dibentuk klaster pada lokasi tersebut dengan menumbuhkan beberapa usaha inti baru.

10. Ditentukan, apakah terdapat kebutuhan usaha penunjang bagi usaha inti. Kebutuhan usaha penunjang dapat dilihat apakah di dalam proses produksi yang dilaksanakan usaha inti terdapat : 1) Perbedaan kapasitas antar tahap

proses produksi.

2) Persediaan bahan yang harus menunggu untuk diproses lebih lanjut.

3) Kapasitas proses yang menganggur. 11. Jika terdapat kebutuhan usaha penunjang, maka perlu dibuat pertimbangan ekonomis untuk menentukan darimana usaha penunjang tersebut akan diperoleh, apakah dari luar lokasi klaster atau di dalam klaster. 12. Dilakukan analisis bagi calon usaha

penunjang untuk menentukan lokasi operasi usaha dan kapasitas usahanya.

(11)

usaha kecil dapat dikembangkan menjadi klaster industri kecil.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara khusus adalah sebagai berikut:

1. Melihat mekanisme kehidupan klaster industri kecil Sumatera Barat melalui; a. Analisis munculnya usaha inti di

dalam klaster

b. Analisis munculnya usaha penunjang c. Analisis munculnya supplier di dalam

suatu klaster

d. Analisis munculnya sub-kontraktor di dalam klaster

e. Analisis munculnya pemasar di dalam klaster

Tujuan umum dari penelitian ini adalah: 1. Secara umum penelitian ini bertujuan

untuk mempelajari kehidupan usaha kecil yang berada dalam klaster industri kecil, selanjutnya dapat dijadikan pedoman untuk membina dan mengarahkan pengembangan usaha kecil di Sumatera Barat dengan menggunakan model klaster industri kecil.

2.

Menentukan model klaster industri kecil yang ideal

Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan bagi pihak-pihak yang ingin mengembangkan usaha kecil dengan pola pengembangan klaster industri kecil. Disamping itu bagi calon pengusaha kecil yang ingin mengembangkan suatu jenis usaha dapat mempedomani lokasi usaha, apakah akan terpisah sendiri atau bergabung dalam suatu klaster industri yang sudah ada. METODE PENELITIAN

Langkah-langkah Penelitian

Metode dan langkah-langkah penelitian yang dipakai dalam penelitian ini mengacu pada metode yang digunakan Untari (2005). Pendekatan yang digunakan mulai dari pendekatan mikro, messo dan pendekatan makro secara komprehensiv. Pendekatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pendekatan mikro, dilakukan penelitian terhadap beberapa usaha kecil yang hidup secara individual dan usaha kecil yang hidup dalam sebuah klaster. Analisis dilakukan terhadap mekanisme dan proses produksi yang dilakukan usaha kecil

2. Pendekatan pada level meso, dilakukan penelitian terhadap mekanisme hubungan yang terjadi antar usaha-usaha kecil yang tumbuh dalam klaster

3. Pada level makro, penelitian terhadap aktivitas klaster (termasuk aktivitas usaha kecil yang hidup di dalamnya), akan berhubungan dan tergantung dengan kegiatan dan perubahan lingkungan luar klaster. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang mencakup hubungan dan pengaruh dengan lingkungan klaster.

Ketiga level penelitian ini dilakukan secara komprehensif. Pelaksanaan penelitian pada masing-masing tahap akan dilakukan dalam beberapa langkah sebagai berikut: 1. Metode pengambilan data, yang sesuai

untuk penelitian ini adalah observasi dan wawancara yang mendalam.

2. Metode analisis, yang sesuai adalah analisis deskriptif untuk mencari suatu fenomena dan menjelaskan mengapa fenomena itu terjadi.

3. Metode pengambilan kesimpulan secara generalisasi sehingga ditemukan kesimpulan yang berlaku umum. Objek Penelitian dan Sampel

(12)

Barat, yaitu Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh. Alasan pemilihan wilayah sample adalah wilayah yang memiliki usaha kecil terbanyak. Pada masing-masing klaster

sample diambil sepuluh usaha kecil. Dengan alasan keterbatasan waktu dan dana, maka pengambilan sampel dilakukan secara purposif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Klaster Industri Kecil

Penjelasan model

Model klaster industri kecil di atas dikembangkan dan diterjemahkan dari pengertian klaster menurut Porter (1998). Menurut Porter (1998) klaster sebagai suatu kelompok perusahaan yang saling terhubung berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam satu bidang khusus; mereka terhubung karena kebersamaan dan saling melengkapi. Dengan definisi tersebut, suatu klaster industri dapat termasuk pemasok bahan baku dan input yang spesifik sampai ke hilir (pasar atau para eksportir), termasuk juga lembaga pemerintah, asosiasi bisnis, penyedia jasa dan lembaga lain (universitas). Dari definisi

(13)

Dari tujuh hasil temuan Untari, yang umumnya terdapat pada Klaster industri kecil di Sumatera Barat (yang sangat menonjol) adalah: terjadinya perubahan selera pasar, adanya pertambahan permintan, tersedianya tenaga trampil. Terutama untuk jenis klaster penjahit pakaian dan kerajinan rotan. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 6 klaster industri kecil yang terdapat di Sumatera Barat, penyebab munculnya usaha inti (usaha inti pelopor) dalam suatu klaster adalah: 1. karena adanya ketrampilan yang dimiliki

oleh pengusahanya

2. karena meneruskan usaha keluarga 3. karena melihat bahwa usaha yang ada di

lokasi tersebut mempunyai banyak pelanggan ataupun pembelinya. Berarti usaha inti yang terdapat di lokasi tersebut cukup menjanjikan dan cukup mempunyai prospek yang baik.

Analisis Mekanisme Munculnya Usaha Inti di Dalam Klaster

Pelopor usaha penjahit pakaian mendirikan usaha ini karena pengusahanya memiliki ketrampilan dalam menjahit pakaian. Kemudian mencari lokasi di Pasar Raya Padang, karena lokasi tersebut dianggap cocok. Lokasinya yang terletak di lantai 2, berada persis di atas dari toko penjual bahan pakaian (pada lantai 1), sehingga orang yang membeli pakaian langsung bisa menjahitkan di lantai 2. Biasanya penjual bahan pakaian akan memberi tahu bahwa persis di atas (lantai 2) lokasi ini ada penjahit pakaian. Karena lokasi yang cukup strategis dan jumlah pelanggan yang banyak, akhirnya muncul pengusaha initi lain di lokasi tersebut yang merupakan kenalan dekat dari pengusaha pelopor. yang sudah trampil membuka usaha sendiri karena usaha tempat mereka bekerja sudah tutup. Dari usaha kecil-kecilan , dapat berkembang dengan baik. Karena di lokasi ini pertama kalinya terdapat usaha kerajinan

rotan di Kota Padang, maka usaha ini diminati oleh banyak pembeli. Akhirnya usaha sejenis makin banyak muncul di lokasi terebut. Usaha ini mendapat perhatian dari pemerintah dan akhirnya menjadi binaan pemerintah saat itu. Hingga akhirnya usaha sejenis di lokasi tersebut sampai berjumlah 25 usaha. Dan secara tidak langsung akhirnya di lokasi tersebut terbentuk klaster industri kecil yang terbentuk atas inisiatif pihak pemerintah kota. Berarti usaha inti lain muncul karena jumlah permintaan yang banyak dan adanya perhatian dan bimbingan dari pihak pemerintah kota.

Klaster industri peternakan ayam di Mungka ini pertama kalinya muncul dan berkembang dengan baik. Karena jumlah permintaan yang selalu bertambah akhirnya muncul usaha sejenis yang baru di lokasi yang sama yang juga merupakan kerabat dari pengusaha pelopor.

(14)

muncul karena semakin abnyaknya tenaga trampil dan semakin banyaknya permintaan terhadap produk.

Klaster industri kecil usaha bubuk kopi Bukik Apik ini sudah ada dari zaman dahulu, bahkan pengusaha sekarang tidak tahu lagi tahun berapa mulai adanya usaha ini di sini. Sebagian besar usaha yang ada adalah usaha keluarga yang diturunkan oleh generasi sebelumnya bahkan sudah ada dari zaman neneknya dahulu. Usaha ini merupakan usaha rumahan (home industri). Hampir semua rumah di daerah ini memiliki usaha yang sama.

Analisis Mekanisme Munculnya Supplier di Dalam Suatu Klaster

Untuk menjalankan kegiatan dan proses produksi, perusahaan selalu menggunakan bahan baku dan bahan

penolong. Bahan baku dan bahan penolong ini bisa didapatkan dimana-mana, baik dari dalam maupun dari luar klaster. Akan tetapi, biasanya jika pada suatu wilayah tertentu terdapat beberapa usaha kecil yang membutuhkan bahan baku, maka secara alamiah akan ada pengusaha yang tertarik untuk membuka usaha penyediaan bahan baku yang dibutuhkan tersebut di lokasi yang sama. Dengan harapan mereka akan dengan mudah mencapai pasar yang jelas-jelas ada di sekitar lokasi yang sama. Setiap usaha yang berbeda akan membutuhkan bahan baku dan bahan penolong yang berbeda, dari itu di suatu kelompok industri berbeda akan terdapat penyediaan bahan baku (supplier) yang berbeda pula. Pada tabel berikut akan diberikan gambaran jenis bahan baku yang dibutuhkan oleh 6 klaster industri kecil di Sumatera Barat.

Tabel 3 Bahan Baku Klaster

Klaster Bahan Baku Asal Bahan Baku

Jasa Penjahit

Pakaian Kain bahan celana, kain bahan baju

Produsen bahan baku ini umumnya terdapat di daerah Jawa dan Sumatera Utara, akan tetapi banyak dijual oleh pedagang di toko di Pasar Raya Padang

Kerajinan Rotan Manau, rotan, bitrik, alang-alang, eceng gondok

 Mentawai,

Sijunjung,

 Sangir

 Damasraya

(Kabupaten lain di Sumbar)

Peternakan Ayam

 Bibit ayam,

 Makanan ayam,

 Obat-obatan

 Medan,

 Di sekitar lokasi

Makanan

 Daging, hati, paru (u/ rendang)

 Tepung, telur, gula mentega (u/ roti & kue kering)

 Pasar terdekat (Payakumbuh)

 Di sekitar lokasi

Songket

 Makaf (benang mas)

 Benang sutra

 Benang suto

 Benang tenun biasa

 Di sekitar lokasi

 Di pasar Bukittinggi

 Singapura

 India

Bubuk Kopi Bukik Apik

Biji kopi

Jagung

Baso (Payakumbuh)

 Pasar Bukittinggi

(15)

Sumber: diolah sendiri dari hasil penelitian

Sama halnya dengan bahan baku, untuk bahan penolong juga akan berbeda sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan. Tidak semua usaha membutuhkan bahan penolong. Ada juga jenis usaha yang tidak membutuhkan bahan penolong, seperti usaha

peternakan ayam, kerajinan songket dan usaha bubuk kopi. Pada table akan diberikan gambaran jenis bahan penolong dan sumbernya pada 6 industri yang terdapat di Sumatera Barat.

Tabel 4

Bahan Penolong Klaster

Klaster Bahan Penolong Asal Bahan Penolong

Jasa Penjahit Pakaian

 Retsleiting  Kancing baju  Bahan untuk kerah  Benang jahit  Kapur/pinsil warna

Di pasar raya Padang

Kerajinan Rotan Paku, lem  Di pasar raya Padang Peternakan Ayam

Makanan

 Santan, cabe, bumbu  Pewarna makanan,

essen, pengembang roti

Pasar terdekat (Payakumbuh) Di sekitar lokasi Songket

Bubuk Kopi Bukik Apik

Sumber: Diolah sendiri dari hasil penelitian

Mekanisme Munculnya Supplier Bahan Baku dan Bahan Penolong di Dalam Klaster Industri Kecil di Sumatera Barat

Usaha pendukung (supplier) bahan penolong untuk kegiatan penjahit pakaian ini segera muncul di tahun yang sama dengan munculnya usaha pelopor di lokasi ini. Pengusaha penjual bahan penolong berupa bahan keperluan menjahit dan asesoris ini pada umumnya kenalan dari pengusaha inti. Peluang usaha ini mereka peroleh dengan melihat situasi dan suasana kegiatan penjahit

(16)

Klaster industri kerajinan rotan ini mencapai puncak kejayaannya sekitar tahun 80-an. Pada saat itu terdapat 25 unit usaha di dalam klaster. Seiring dengan majunya kegiatan usaha ini, dalam waktu yang hampir bersamaan bermunculanlah usaha yang ingin menyediakan bahan baku berupa rotan dan manau di lokasi yang sama (berada di dlaam klaster). Akan tetapi seiring dengan semakin menurunnya penjualan dan berkurangnya jumlah pengusaha kerajinan rotan di lokasi ini maka jumlah supplier juga semakin berkurang, akibatnya pengusaha inti (pengusaha rotan) saat ini kesulitan mendapa bahan baku karena harus dipesan dulu dan biaya bahan baku menjadi meningkat.

Usaha pendukung yang muncul pertama kalinya dalam klaster industri peternakan ayam di Mungka Payakumbuh ini adalah usaha penyediaan makanan ayam dan obat-obatan. Akan tetapi lama setelah banyaknya pengusaha peternakan ayam berkembang baru muncul usaha penjualan makanan ternak dan obat-obatan ini, yaitu dengan jarak waktu sekitar sembilan tahun. Sebelumnya makanan ternak dibeli oleh pengusaha ke daerah lain yang cukup jauh, yaitu di Padang bahkan dipesan ke Medan. Saat ini hampir semua makanan dan obat-obatan sudah dapat dibeli di lokasi, karena supplier sudah banyak terdapat di lokasi klaster. Bahkan pabrik makanan ternak juga sudah terdapat di lokasi klaster. Industri makanan di daerah Mungka Kabupaten 50 Kota ini berkembang dengan cukup baik. Akbibatnya timbul niat oleh pihak lain untuk membuka usaha baru yang menyediakan produksi makanan kering dan roti.

Khusus untuk usaha produksi rendang, maka usaha penjualan kelapa, cabe, bumbu muncul disekitar lokasi yang sangat mendukung kebutuhan pengusaha inti dalam melaksanakan proses produksi. Terutama

untuk santan kelapa, harus segera dipakai setelah kelapa diperas menjadi santan, Jika tidak segera digunakan maka santan tersebut akan mudah basi, yang tentu saja akan sangat mempengaruhi rasa dari rendang yang dibuat.

Bahan baku songket yaitu berupa benang tenun dapat dibeli disekitar lokasi, karena sudah ada beberapa supplier yang menjual di sekitar lokasi. Akan tetapi jumlah supplier yang terdapat di dalam klaster masih sangat terbatas dan belum dapat memenuhi kebutuhan pengusaha songket. Disamping itu ada beberapa supplier yang berlokasi di luar klaster yang sengaja datang mengantarkan bahan baku ke lokasi, apalagi jika ada pesanan. Sebagian besar supplier berasal dari luar klaster, tetapi lokasinya tidak begitu jauh dari klaster industri kerajinan songket Pandai Sikek ini, yaitu di pasar Bukittinggiatau dari Silungkang. Dan juga dapat berasal dari provinsi lain di luar Sumbar, seperti dari Palembang dan Silungkang. Untuk jenis benang tenun tertentu biasanya bahan baku diimpor dari Singapura atau India.

(17)

Barat bahkan sampai ke daerah lain di luar Sumbar.

Mekanisme Munculnya Sub-kontraktor Dalam Suatu Klaster

Sub-kontraktor didefinisikan sebagai usaha penunjang yang mengerjakan bagian tertentu dari keseluruhan proses produksi yang seharusnya dilakukan usaha inti. Dari keenam klaster industri kecil yang diteliti, tidak satupun yang memiliki sub-kontraktor. Semua pekerjaan dikerjakan sendiri. Sub-pemilik/pengusaha sendiri, sementara kegiatan menjahit dilakukan oleh karyawan. Kegiatan mensum dan memasang kancing dilakukan oleh karyawan yang lain. Jika pesanan jahitan sangat banyak (terutama untuk pesanan jahitan pakaian seragam), maka biasanya pengusaha meminta bantuan untuk memotong kepada kawan (pengusaha yang lain). Seharusnya kegiatan ini bisa disub-kontrakkan kepada pengusaha lain/sub-kontraktor, tapi hal ini belum dilakukan. Mekanisme Munculnya Pemasar Dalam Suatu Klaster

Pemasar adalah pihak yang membantu untuk menyalurkan barang sampai ke tangan konsumen. Pemasar seringkali tidak terdapat di dalam klaster, karena pemasar lebih mengutamakan memilih dekat dengan konsumen. Jadi pemasar hanya datang ke lokasi usaha untuk membeli dan mengumpulkan produk yang seterusnya dibawa ke pasar atau ke tempat yang lebih dekat ke konsumen. Biasanya pemasar/ konsumen memberikan informasi tentang keinginan item produk yang diinginkan pasar dan jumlah permintaan pasar. Biasanya pemasar/ konsumen mengumpulkan produk jadi dari beberapa pengusaha inti yang

terdapat dalam klaster, untuk kemudian didistribusikannya

Mekanisme Munculnya Pemasar Dalam Klaster Industri Kecil di Sumatera Barat

Pada usaha jasa penjahit pakaian, konsumen merupakan pemasar yang berada di luar klaster. Pemasar ini biasanya bertindak sebagai pemborong/ pemesan untuk pakaian seragam sekolah, jaket/jas Perguruan Tinggi, seragam kantor ataupun seragam perusahaan. Pada klaster industri penjahit pakaian ini tidak ada pemasar yang terdapat di dalam klaster, semua pemasar berada di luar klaster. Pada klaster industri kerajinan rotan, pengusaha sekaligus merupakan produsen dan pemasar. Produsen memasarkan sendiri hasil kerajinan yang mereka buat. Lokasi pemasaran adakalanya langsung di lokasi proses produksi dan adakalanya lokasi pemasaran dibawa ke pinggir jalan sepanjang jalan Bandar Buat yang letaknya juga tidak terlalu jauh dari lokasi produksi. Disamping itu pemasar juga berasal dari daerah lain yang datang ke lokasi produksi untuk membeli dalam jumlah banyak dan membawa ke daerah lain untuk dijual kembali. Berarti untuk klaster industri kerajinan rotan ini, pemasar terdapat di dalam klaster dan juga di luar klaster.

(18)

Pada klaster industri makanan, pemasaran produk dapat dilakukan sendiri oleh pengusaha dengan mengantarkannya ke pasar, baik pasar lokal ataupun ke pasar daerah lain. Adakalanya pedagang yang datang membeli ke lokasi untuk dijual kembali. Berarti untuk klaster industri makanan ini, pemasar berada di dalam klaster dan di luar klaster. Akan tetapi pemasaran di luar klaster jauh lebih banyak daripada pemasar di dalam klaster.

Hasil kerajinan songket Pandai Sikek ini, dijual sendiri di lokasi klaster. Penjualan dapat dilakukan oleh pengusaha sendiri dengan membuka toko di pinggir jalan ataupun langsung di lokasi proses produksi. Biasanya ini dilakukan oleh pengusaha yang memiliki modal besar. Pengusaha yang memiliki modal kecil atau pengusaha yang hanya merupakan pengrajin, biasanya memasarkan hasil kerjinan ke pasar Bukittinggi. Adakalanya mereka sudah memiliki langganan/ toko di pasar Bukittinggi yang akan memasarkan hasil kerajinan mereka. Disamping itu hasil kerajinan songket ini dibeli oleh pedagang ke lokasi klaster untuk dijual kembali ke daearh lain. Pemasaran siongket ini bahkan sudah sampai ke seluruh pelosok tanah air dan ke Negara lain seperti, Malaysia, Singapura, Belanda,ataupun daerah Eropah lainnya. Berarti pemasar songket Pandai Sikek ini terdapat di dalam klaster dan juga berada di luar klaster.

Klaster bubuk kopi Bukik Apik ini termasuk klaster yang cukup unik. Jenis usahanya merupakan home industri. Pemasar khusus tidak terdapat di lokasi klaster ini, karena pengusaha mengantarkan langsung ke pasar terdekat atau mereka membawa ke pasar di daerah lain. Masing-masing pengusaha sudah memiliki pelanggan sendiri yang akan membeli produk mereka. Berarti tidak terdapat pemasar khusus pada klaster industri bubuk kopi Bukik Apik ini.

KESIMPULAN

Dari tujuh hasil temuan Untari tersebut, yang umumnya terdapat pada

Klaster industri kecil di Sumatera Barat (yang sangat menonjol) adalah: terjadinya perubahan selera pasar, adanya pertambahan permintan, tersedianya tenaga trampil. Terutama untuk jenis klaster penjahit pakaian dan kerajinan rotan. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 6 klaster industri kecil yang terdapat di Sumatera Barat, penyebab munculnya usaha inti (usaha inti pelopor) dalam suatu klaster adalah: (1) karena adanya ketrampilan yang dimiliki oleh pengusahanya, (2) karena meneruskan usaha keluarga, (3) karena melihat bahwa usaha yang ada di lokasi tersebut mempunyai banyak pelanggan ataupun pembelinya. Berarti usaha inti yang terdapat di lokasi tersebut cukup menjanjikan dan cukup mempunyai prospek yang baik.

(19)

karena para pengusaha mengusahakan sendiri semua sub pekerjaannya. Pengusaha hanya menggunakan pekerja untuk masing-masing jenis sub pekerjaan. Akan tetapi tetap dikerjakan sendiri. Terutama untuk usaha penjahit pakaian, kegiatan mengukur dan memotong kain dilakukan oleh pemilik/pengusaha sendiri, sementara kegiatan menjahit dilakukan oleh karyawan. Kegiatan mensum dan memasang kancing dilakukan oleh karyawan yang lain. Jika pesanan jahitan sangat banyak (terutama untuk pesanan jahitan pakaian seragam), maka biasanya pengusaha meminta bantuan untuk memotong kepada kawan ( pengusaha yang lain). Seharusnya kegiatan ini bisa disub-kontrakkan kepada pengusaha lain/sub-kontraktor, tapi hal ini belum dilakukan. Pemasar adalah pihak yang membantu untuk menyalurkan barang sampai ke tangan konsumen. Pemasar seringkali tidak terdapat di dalam klaster, karena pemasar lebih mengutamakan memilih dekat dengan konsumen. Jadi pemasar hanya datang ke lokasi usaha untuk membeli dan mengumpulkan produk yang seterusnya dibawa ke pasar atau ke tempat yang lebih dekat dengan konsumen.

SARAN

Klaster industri kecil sangat membantu perkembangan usaha kecil yang terdapat di dalam klaster tersebut. Dari itu program dalam pembinaan dan pengembangan industri kecil di Sumatera Barat sangat baik dengan menerapkan model klaster industri kecil ini. Banyak manfaat dan kemudahan yang didapat oleh industri kecil yang berada di dalam klaster dibandingkan dengan industri kecil yang hidup secara individual. Karena pada umumnya kelompok industri kecil yang terdapat di Sumatera Barat belum berbentuk klaster industri kecil, dari itu peranan pemerintah daerah dalam hal ini dinas/instansi yang terkait dengan pembinaan industri kecil disarankan untuk mengarahkan kelompok industri kecil yang sudah ada agar menjadi klaster industri kecil. Hal ini dapat dilakukan dengan memotivasi

munculnya industri pendukung pada kelompok industri inti yang sudah ada dan melengkapinya dengan lembaga-lembaga pendukung lainnya, seperti lembaga keuangan, lembaga Pembina ataupun konsultan dan lembaga pendukung lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Berita Resmi Statistik BPS Propinsi Sumatera Barat, 2007, edisi No. 2/Th X/Februari 2007

Lubis, S.B. (1996), Evaluasi Efektivitas Program Pembinaan Industri Kecil, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung. Lubis, S.B. (2001), Diagnostik Klaster Industri Kecil Komoditas Ekspor Jawa Barat, Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung. Porter, M.E. (1998), The Competitive Advantage of Nation, New York, The Free Pres.

Rahman, Hafis (2003), Klaster Sebagai Sebuah Alternatif Model Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Penelitian Dosen Universitas Andalas, Padang.

(20)

Gambar

Tabel 2Jumlah Tenaga Kerja menurut Skala Usaha
Tabel 3Bahan Baku Klaster
Tabel 4Bahan Penolong Klaster

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ukuran tiap Saron Demung laras pelog yang telah diamati, pada setiap pangkon yang memiliki wilahan 1 sampai 7 jika ditinjau dengan mengamati besarnya lebar tiap wilahan

Abstrak – Pembuatan material feroelektrik Barium titanat (BaTiO 3) berhasil dilakukan menggunakan metode solid state reaction (reaksi padatan).. Barium carbonat

Unsur-unsur yang perlu dievaluasi adalah hal-hal yang pokok atau penting, dengan ketentuan harga satuan penawaran yang nilainya lebih besar dari 110% (seratus sepuluh

Selain itu hasil penelitian menunjukkan anak yang mengikuti pembelajaran tari di Sanggar Ranah Tanjung Bunga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap prestasi anak

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dengan ini kami meminta kepada peserta lelang sederhana untuk Peket Pengadaan Bahan Pemeriksaan Laboratorium(Lelang Ulang) agar memperpanjang

Sekretariat DPRD Kota Bandar Lampung akan mengadakan proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa melalui metode Pelelangan sederhana,adapun paket yang akan dilelang

[r]

Managerial conflict can cause human resource related problems, which are turnovers, demotivation, and destructive behaviors, Management conflicts must be handled