PERILAKU BERSYUKUR PADA LANSIA PESERTA
PENGAJIAN KITAB NASHAIHUL IBAD DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1
CIPAYUNG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat
Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun oleh :
NURUL FATIMAH
NIM 1110052000017
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Mei 2016
v
ABSTRAK
Nurul Fatimah
Perilaku Bersyukur pada Lansia Peserta Pengajian Kitab Nashaihul Ibad Di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung
Perilaku syukur adalah reaksi seseorang yang mengakui dan menggunakan nikmat Allah baik secara ilmu, hal (keadaan), dan amal terhadap nikmat yang bersifat keduniaan, keagamaan dan keakhiratan yang datang kepadanya sesuai dengan apa yang diinginkan Allah sehingga tidak ada penolakan dalam qalbunya yang ditandai dengan timbulnya perasaan senang dan cukup dalam setiap keadaan. Perilaku syukur penting untuk dimiliki setiap manusia. Perilaku syukur memiliki beberapa manfaat yaitu: dapat menambah nikmat dan mendekatkan seseorang kepada Allah, dapat menentramkan hati, dan dapat menjadikan seseorang penuh dengan keridhaan. Perasaan tersebut sangat dibutuhkan terlebih pada usia lansia yang telah memasuki tahap perkembangan integritas vs keputusasaan.
Seseorang yang berada pada fase lansia akan melihat kembali (flash back)
kehidupan yang telah mereka jalani dan berusaha menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya belum terselesaikan. Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan dan keterbatasan adalah hal utama yang membawa dalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri. Orang yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksanaan, meskipun saat menghadapi kematian. Keputusasaan dapat terjadi pada orang-orang yang menyesali cara mereka dalam menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah.
Untuk mencegah terjadinya keputusasaan dibutuhkan suatu bimbingan bagi jiwanya supaya lansia tetap dapat menjalani kehidupannya dan timbul kebijaksanaan yang memang harus ada pada fase perkembangan ini. Untuk mencapai kebijaksanaan, lansia harus mampu menemukan makna dari setiap perjalanan hidup yang telah dilaluinya. Kebermaknaan hidup mampu dicapai apabila seseorang telah mampu berperilaku syukur. Namun tidak semua orang mampu untuk berperilaku syukur. Kitab Nashaihul Ibad merupakan kitab yang sesuai untuk dijelaskan kepada lansia karena mengandung nasehat-nasehat ibadah, cara mengolah hati, cara bersikap disertai
dengan ayat-ayat al-Qur’an, hadits Nabi, perkataan sahabat, atsar dan pendapat
vi
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
baginda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihiwasallam, sebagai suri tauladan di
alam semesta ini.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil penelitian pada warga binaan
sosial (WBS) di PSTW Budi Mulya 1 Cipayung dengan judul “PERILAKU
BERSYUKUR PADA LANSIA PESERTA PENGAJIAN KITAB NASHAIHUL IBAD DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG”. Banyak hambatan selama melakukan penyusunan skripsi ini, namun Alhamdulillah berkat pertolongan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikannya.
Dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh ketulusan penulis menyampaikan
ungkapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, arahan
serta motivasi terhadap penulis. Demikian penulis menyampaikan terimakasih
sebanyak-banyaknya kepada :
1. Bapak DR. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
viii
2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si. Selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Noor Bekti Negoro, M. Si. Selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Artiarini Puspita Arwan, M. Psi. Sebagai Dosen Pembimbing yang selalu
sabar dan tabah dalam membimbing dan mengarahkan penulis menyelesaikan skripsi.
5. Drs. Helmi Rustandi, M. Ag. Sebagai Dosen Penasehat Akademik Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Umi yang selalu memberi semangat serta doa yang tulus serta Abi yang telah
membiayai pendidikan Nurul selama ini tanpa mengeluh sedikitpun. Semoga Allah
menerima semua amal dan ibadah Umi dan Abi, diberikan kenikmatan syurga di dunia
dan akhirat serta melimpahkan kasih sayang-Nya tiada henti melebihi kasih sayang
yang telah Umi dan Abi berikan kepadaNurul.
7. Suami tercinta yaitu Aa Wahyu Septiadi S.T, M.T. yang senantiasa sabar dalam
membimbing serta selalu memberikan motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini.
Terimakasih atas doa dan ketulusan yang senantiasa Aa berikan, semoga kita
dipersatukan kembali di surga-Nya Allah. Terimakasih Cinta.
8. Adik-adikku tersayang yaitu Dina Siti Nurjanah A.Md.Ds. dan Muhammad Arief
ix
9. Teman-teman BPI seperjuangan yang selalu memotivasi dan memberikan
inspirasi terhadap penulis.
Semoga penulisan skripsi ini mendapat berkah dan ridho dari Allah SWT serta
bermanfaat untuk penulis khususnya, dan bagi semua orang umumnya.
Tangerang, 23 Mei2016
Penulis
x
B. Fokus Penelitian dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
D. Tinjauan Pustaka ... 11
E. Metodologi Penelitian ... 12
F. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Bersyukur 1. Pengertian Perilaku ... 23
2. Aspek-aspek Perilaku ... 25
3. Jenis-jenis Perilaku ... 27
4. Gambaran Perilaku Bersyukur ... 27
B. Lanjut Usia (LANSIA) 1. Pengertian Lanjut Usia (LANSIA)... 38
2. Masalah-masalah Lanjut Usia (LANSIA) ... 41
3. Kebutuhan Lanjut Usia (LANSIA) ... 43
4. Psikologi Perkembangan Lanjut Usia (LANSIA) ... 44
C. Pengajian Kitab Nashaihul Ibad 1. Pengertian Pengajian ... 48
2. Pengertian Kitab ... 49
3. Kitab Nashaihul Ibad... 51
BAB III GAMBARAN UMUM PSTW Budi Mulia 1 Cipayung A. Latar Belakang... 52
B. Visi dan Misi ... 53
C. Dasar Hukum ... 54
D. Tugas dan Fungsi ... 55
E. Tujuan dan Maklumat Pelayanan ... 56
F. Sasaran dan Garapan ... 56
xi
H. Fasilitas dan Bentuk Pelayanan Panti ... 57
I. Struktur Organisasi ... 58
J. Pola Pelayanan ... 59
K. Sumber Daya Manusia... 60
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Identitas Informan ... 61
B. Waktu dan Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad ... 65
C. Analisis Intrakasus ... 70
D. Analisis Antar Kasus ... 78
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 102
B. Rekomendasi ... 103
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Aspek Syukur ... 35
Tabel 2.2 Tahap-tahap Perkembangan Menurut Erikson ... 44
Tabel 4.1 Daftar Peserta Pengajian Kitab Nashaihul Ibad ... 59
Tabel 4.2 Identitas Informan Primer ... 61
Tabel 4.3 Identitas Informan Sekunder ... 62
Tabel 4.4 Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad Tanggal 27-10-14... 64
Tabel 4.5 Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad pada tanggal 29-10-14 ... 65
Tabel 4.6 Materi Pengajian Kitab Nashaihul Ibad pada tanggal 10-11-14 ... 68
Tabel 4.7 Analisis Aspek Syukur (Ilmu) dengan Indikator Subtansi Nikmat ... 79
Tabel 4.8 Analisis Aspek Syukur (Ilmu) dengan Indikator Kapasitas Sebagai Nikmat ... 80
Tabel 4.9 Analisis Aspek Syukur (Ilmu) dengan Indikator Mengenal Zat dan Sifat Allah Swt. ... 81
Tabel 4.10 Analisis Aspek Syukur (Hal) dengan Indikator Tunduk (Taat Kepada Allah) ... 82
Tabel. 4.11 Analisis Aspek Syukur (Hal) dengan Indikator Tawadhu (rendah hati/tidak takabur) ... 84
Tabel 4.12 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Hati Bagian A ... 86
Tabel 4.13 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Hati bagian B ... 87
Tabel 4.14 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Lisan Bagian A ... 89
Tabel 4.15 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Lisan Bagian B ... 90
Tabel 4.16 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Lisan Bagian C ... 90
Tabel 4.17 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian A ... 91
Tabel 4.18 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian B .. ... 92
Tabel 4.19 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian C ... 93
Tabel 4.20 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian D ... 94
Tabel 4.21 Analisis Aspek Syukur (Amal) dengan Indikator Perbuatan Bagian E ... 95
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penduduk Indonesia selama kurun waktu 40 tahun sejak tahun
1970 telah mengalami perubahan struktur.Seiring dengan membaiknya
kondisi kesehatan, struktur umur penduduk Indonesia juga mengalami
peningkatan sebagai dampak meningkatnya angka harapan hidup. Hal
ini memengaruhi jumlah dan persentase penduduk lanjut usia (lansia)
yang terus meningkat.1Peningkatan usia harapan hidup disebabkan oleh
keberhasilan program Keluarga Berencana dan keengganan ibu-ibu
untuk melahirkan anak lebih dari dua orang. Akibatnya terjadi
perubahan struktur penduduk menjadi berbentuk piramid terbalik,
dimana jumlah orang lanjut usia lebih banyak dibandingkan anak
berusia 14 tahun ke bawah.2
Indonesia seperti negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik
akan mengalami penuaan penduduk dengan amat sangat cepat. Pada
tahun 2012 Indonesia termasuk Negara Asia ketiga dengan populasi
absolut di atas 60 tahun terbesar yakni setelah Cina (200 juta), India
(100 juta) dan menyusul Indonesia (25 juta). Bahkan diperkirakan
1Dr.Ir.Adhi Santika, SH, MS, “Lanjut Usia dalam Perspektif Hukum dan HAM,” Buletin Jendela Data&Informasi Kesehatan, semester 1 (2013): h. 29, artikel ini diakses pada 6 Mei 2014 dari http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Lansia.pdf
2
Indonesia akan mencapai 100 juta lanjut usia (lansia) dalam tahun 2050.
Penduduk dianggap berstruktur tua di negara berkembang apabila
penduduk usia 60 tahun ke atas sudah mencapai 7% dari total
penduduk. Pada tahun 2010 proporsi penduduk lansia di Indonesia telah
mencapai sekitar 10%.3Hal ini menyebabkan diperlukannya perhatian
yang khusus terhadap lansia.
Secara biologis manusia adalah makhluk paling sempurna. Dia
merupakan hasil akhir dari proses evolusi penciptaan alam semesta.
Manusia adalah makhluk dua-dimensi. Di satu pihak terbuat dari tanah
yang menjadikannya makhluk fisik (jasmani atau raga), di pihak lain ia
juga makhluk spiritual (rohani atau jiwa) karena ditiupkan ke dalamnya
roh Tuhan yang membentuk sebuah entitas yang disebut diri (nafs
).Al-qur’an juga menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah
kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan
kepadanya ruh ciptaan-Nya. Sedangkan dimensi spiritual atau ruh
mengantar manusia untuk cenderung kepada keindahan, pengorbanan
kesetiaan, dan pemujaan. Sehingga menurut Islam manusia memiliki
kapasitas yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lain, karena mereka mempunyai kecenderungan untuk dekat dengan
3 AP Dr.Nugroho Abikusno, MD, Msc (nutr) Dr.PH, “Kelanjutusiaan Sehat Menuju Masyarakat Sehat untuk Segala Usia,” Buletin Jendela Data&Informasi Kesehatan, semester 1 (2013): h. 25, artikel ini diakses pada 6 Mei 2014 dari
3
Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat
jauh di bawah alam sadarnya. 4
Saat individu memasuki lansia, mulai terlihat gejala penurunan
fisik dan psikologis, perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak
motorik, pencarian makna hidup selanjutnya. Menurut Erikson, tahap
dewasa akhir (usia 65 tahun ke atas) memasuki tahap integrity vs
despair (integritas vs keputusasaan). Seseorang yang berada pada fase
ini akan melihat kembali (flash back) kehidupan yang telah mereka
jalani dan berusaha menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya
belum terselesaikan. Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan dan
keterbatasan adalah hal utama yang membawa dalam sebuah kesadaran
bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri. Orang yang
berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan
dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai
kebijaksanaan, meskipun saat menghadapi kematian. Keputusasaan
dapat terjadi pada orang-orang yang menyesali cara mereka dalam
menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah.5
Untuk mencegah terjadinya keputusasaan dibutuhkan suatu
bimbingan bagi jiwanya supaya lansia tetap dapat menjalani
kehidupannya dan timbul kebijaksanaan yang memang harus ada pada
4 Serli Marlinton, “Gambaran Perilaku Bersyukur Pada Tunanetra Peserta Shalat Tahajjud (Study Di Yayasan Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir Pisangan Ciputat),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 1.
4
fase perkembangan ini.Untuk mencapai kebijaksanaan, lansia harus
mampu menemukan makna dari setiap perjalanan hidup yang telah
dilaluinya. Kebermaknaan hidup mampu dicapai apabila seseorang
telah mampu berperilaku syukur.Namun tidak semua orang mampu
untuk berperilaku syukur.
Allah Azza wa Jalla berfirman, menceritakan jawaban iblis
sesudah Allah menangguhkan hukumannya sampai hari kiamat,
“(Iblis) menjawab, ‘Karena Engkau telah menyesatkan aku,
pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.’”
(al-A’raaf: 16)
Ada yang mengatakan, yang dimaksud dengan ‘jalan’ dalam
ayat di atas adalah ‘jalan syukur’.Karena derajat tinggi yang dimiliki
oleh syukur, maka Iblis menyerang manusia dari sisi ini.Ia berkata, “Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka sebagai orang-orang
yang bersyukur.” (al-A’raaf: 17).6Syukur merupakan tanda-tanda dari
orang yang beriman. Syukur termasuk diantara maqamat yang paling
tinggi karena ia mengikuti hati, lisan, dan segenap anggota badan dan
juga karena ia meliputi kesanggupan untuk bersabar, ridha, dan memuji
serta memperbanyak ibadah badani dan hati.7 Syukur yang arti dasarnya
berterima kasih diperlukan dalam kehidupan, sebab apa-apa yang kita
6 Imam Al-Ghazali, Terapi Sabar dan Syukur. Penerjemah Abdul Rosyad Shiddiq (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2012), h. 79.
5
lakukan dan apa-apa yang menjadi milik kita pada hakikatnya
merupakan karunia Allah. Allah lah yang telah memberikan nikmat dan
barakah kepada umat manusia. Betapa banyak nikmat yang Allah
berikan kepada umat manusia sehingga kita tidak dapat menghitungnya.
Ridha selalu dibarengi dengan syukur. Setiap kali syukur bertambah,
maka bertambah pula ridha. Allah berfirman: Jika kamu bersyukur
maka Kami akan menambah nikmat kepadamu (Q.S. al-Baqarah: 7).8 Ibnu Mas’ud ra. Mengatakan,“Syukur adalah separoh iman.”9
Rasul menyatakan bahwa kedudukan yang membuat orang dapat
berlaku syukur atas nikmat yang telah ia berikan kepadanya sama
dengan kedudukan yang membuat orang dapat beribadah dan bersabar
atas kepayahan yang dirasakannya, seperti dalam sabdanya: “Kedudukan seseorang yang telah dapat merasakan nikmat Allah dan
bersyukur atasnya sama dengan kedudukan orang yang berpuasa dan
bersabar atasnya.” Seseorang yang bersyukur, pada dasarnya
melakukan kebaikan bagi dirinya sendiri, karena sikap syukurnya itu
dapat membuat nikmat yang diperolehnya semakin bertambah, selain
keutamaan, keluhuran cintanya, dan keindahan pujiannya yang akan
semakin langgeng. Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan barangsiapa
yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
8 Dr. H. Cecep Alba, M.A., Tasawuf dan Tarekat (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 25.
6
dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya
Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (al-Naml, 27: 40).10
Menurut al-Jilani, syukur mempunyai beberapa manfaat yaitu:
dapat menambah nikmat dan mendekatkan seseorang kepada Allah,
dapat menentramkan hati, dan dapat menjadikan seseorang penuh
dengan keridhaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wenny
Hikmah Syahputri mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, variabel syukur dan
sabar memberikan sumbangan bagi variabel kebahagiaan sebesar 35, 8
%. Tentu hal ini sangat bermanfaat bagi para lansia yang sedang
menghadapi fase perkembangan tahap integrity vs despair (integritas vs
keputusasaan).
Untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita hidup manusia yang
sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditentukan ajaran agama berbagai
bentuk pelayanan dan bimbingan diciptakan dan diselenggarakan terus
menerus, baik yang diupayakannya sendiri-sendiri maupun dengan cara
menggunakan jasa-jasa pelayanan yang tersedia. Masing-masing
pelayanan dan bimbingan itu akan berguna dan bermanfaat dalam
membantu untuk memudahkan pencapaian tujuan kehidupan manusia
menurut pertumbuhan dan perkembangannya.11
10 Isa, Cetak Biru Tasawuf, h. 254-255.
11
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam
7
Penulis merasa jarang sekali bimbingan yang memfokuskan
pada perilaku bersyukur seseorang terlebih kepada lansia yang akan
menghadapi kehidupan di negeri selanjutnya (akhirat), padahal perilaku
syukur itu penting untuk dimiliki manusia karena dengan berperilaku
syukur, seseorang mampu menemukan makna hidupnya sehingga
terhindar dari keputusasaan. Selain itu, perilaku syukur merupakan
kunci kebahagiaan seseorangdan kunci ucapan penghuni surga.“Dan
mereka berkata, ‘ Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi
janji-Nya kepada kami.’ “(Az-Zumar: 74).12Bagaimana tidak perilaku
syukur merupakan kunci kebahagiaan seseorang, karena apabila
seseorang menyadari bahwa segala sesuatu yang sampai kepadanya
bahkan dirinya sendiri merupakan pemberian (nikmat) Allah yang telah
mampu menciptakan dan memberikan keindahan dan kebahagiaan
maka ia akan merasakan kebahagiaan yang tiada tara yang memang
pada dasarnya manusia selalu ingin merasakan kebahagiaan yang
hakiki. Bahkan syaitan sendiri berjanji untuk menyesatkan manusia
untuk tidak bersyukur sampai Allah sendiri menyatakan pernyataan
tersebut dalam firman-Nya dalam surat al-A’raf ayat 16 dan 17 seperti
yang telah diterangkan di atas.
Memang ada kitab yang mengajarkan manusia untuk berperilaku
syukur, diantaranya yaitu kitab nashaihul ibad.Ada 12 pembahasan
mengenai syukur.Tapi, apakah pembahasan kitab tersebut sudah bisa
8
menjadi stimulus bagi para lansia untuk berperilaku syukur?Untuk itu,
penulis ingin meneliti apakah pengajian kitab nashaihul ibad yang telah
dilakukan di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung telah cukup sebagai
stimulus terhadap perilaku bersyukur pada lansia atau belum, melalui
penelitian dalam skripsi dengan judul “Perilaku Bersyukur Lansia
Peserta Pengajian Kitab Nashaihul Ibad Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung.”
B. Fokus Penelitian dan Perumusan Masalah 1. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
fokus penelitian dalam skripsi ini adalah:
“Perilaku Bersyukur Pada Lansia Peserta Pengajian Kitab
Nashaihul Ibad Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung.”
2. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumusan masalah
deskriptif. Rumusan masalah deskriptif adalah suatu rumusan masalah
yang memandu peneliti untuk mengeksplorasi dan atau memotret situasi
sosial yang akan ditelitti secara menyeluruh, luas, dan mendalam.13 Dari
fokus masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
9
adalah bagaimana gambaran perilaku bersyukur pada lansia peserta
pengajian Kitab Nashaihul Ibad di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Budi Mulia 1 Cipayung. Adapun rincian rumusanmasalah secara khusus
yaitu sebagai berikut:
a. Bagaimana pemahaman para lansia peserta pengajian Kitab
Nashaihul Ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung mengenai makna
nikmat
b. Bagaimana pemahaman para lansia peserta pengajian Kitab
Nashaihul Ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung mengenai makna
bersyukur?
c. Bagaimana bentuk amalan dari perilaku bersyukur lansia peserta
pengajian Kitab Nashaihul Ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini
yaitu:
a. Untuk mengetahui pemahaman makna nikmat pada lansia peserta
pengajian kitab nashaihul ibad di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung.
b. Untuk mengetahui pemahaman makna bersyukur pada lansia
peserta pengajian kitab nashaihul ibad di Panti Sosial Tresna
10
c. Untuk mengetahui bentuk amalan dari perilaku bersyukur yang
dilakukan oleh para lansia peserta pengajian kitab nashaihul ibad di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung.
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, di antaranya adalah :
a. Manfaat Akademik
1) Memperluas pengetahuan bagi penulis, khususnya dibidang
teori.
2) Melatih penulis dalam mendiskripsikan masalah-masalah yang
sedang terjadi, khususnya di bidang Bimbingan dan
Penyuluhan Islam.
b. Manfaat Praktis
1) Dengan adanya penelitian ini penulis dapat berinterkasi,
komunikasi dan bercampur dengan khalayak sasaran yang latar
belakangnya berbeda.
2) Peneliti akan lebih mudah menyesuaikan strategi atau
pendekatan yang akan digunakan pada khalayak sasaran/klein.
3) Membantu pemerintah dalam mengurangi beban masyarakat
mengenai permasalahan lansia dan membantu para lansia
11
4) Hasil penelitian ini juga menjadi syarat bagi penulis dalam
rangka memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi.
5) Hasil penelitian ini juga merupakan suatu investasi akhirat bagi
penulis dan semoga menjadi manfaat bagi penulis berikutnya
yang menjadikan hasil penlitian ini sebagai rujukan.
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis menelaah dan
melakukan tinjauan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat
dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti pada kajian yang sama
tetapi pada subjek yang berbeda.Skripsi yang penulis jadikan tinjaun
pustaka adalah:
1. Skripsi mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Serli Marlinton(109052000034)
dengan judul “Gambaran Perilaku Bersyukur Pada Tunanetra
Peserta Shalat Tahajjud (Study Di Yayasan Khazanah Kebajikan
Pondok Cabe Ilir Pisangan Ciputat)”. Skripsi ini membahas tentang
perilaku bersyukur orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik
(tunanetra). Dalam penelitiannya menggunakan metode kualitatif.
Hasil yang didapatkan adalah orang-orang yang memiliki
12
mendapatkan pelatihan shalat tahajjud di Yayasan Khazanah
Kebajikan Pondok Cabe Ilir Pisangan Ciputat.
2. Skripsi mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta: Wenny Hikmah Syahputri
(106070002328) dengan judul “Hubungan Syukur dan Sabar
dengan Kebahagiaan pada Remaja Panti Asuhan.” Skripsi ini
membahas tentang seberapa besar pengaruh syukur dan sabar
terhadap kebahagiaan pada remaja panti asuhan. Dalam
penelitiannya menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
korelasional deskriftif. Hasil yang diperoleh yaitu variable syukur
dan sabar secara bersama memberikan sumbangsih terhadap
perubahan variable kebahagiaan sebesar 35.8%.
E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.14 Metode
penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali
pemecahan terhadap segala permasalahan.15
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis
dengan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan metode penelitian
14Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 2.
13
ini karena peneliti ingin menggambarkan bagaimana perilaku bersyukur
pada lansia peserta pengajian kitab nashaihul ibaddi Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Budi Mulya 1 Cipayung.
Penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata
menurut pendapat informan, apa adanya sesuai dengan pertanyaan
penelitiannya, kemudian dianalisis pula dengan kata-kata apa yang
melatar belakangi informan berprilaku (berpikir, berperasaan, dan
bertindak) seperti itu tidak seperti lainnya, direduksi, ditriangulasi,
disimpulkan (diberi makna oleh peneliti), dan diverifikasi
(dikonsultasikan kembali kepada informan dan teman sejawat).
Minimal ada tiga hal yang digambarkan dalam penelitian kualitatif,
yaitu karakteristik pelaku, kegiatan atau kejadian-kejadian yang terjadi
selama penelitian, dan keadaan lingkungan atau karakteristik tempat
penelitian berlangsung.16
Dalam hal ini peneliti melakukan observasi, wawancara, studi
kepustakaan dan dokumentasi. Peneliti akan mengambil sampel secara
purposive sampling (peneliti menentukan sampel dengan pertimbangan
khusus) dengan bentuk variasi maksimum. Peneliti menghadiri
pengajian dengan memperhatikan para peserta dan memilihnya sebagai
sampel apabila peserta terlihat khusyu dalam mengikuti pengajian
sehingga peneliti dapat mencari tahu apakah materi yang disampaikan
pembimbing dapat terserap dan diamalkan dalam kehidupan peserta
16 Prof. Dr. Husaini Usman, M. Pd., M. T. dan Purnomo Setiadi Akbar, M. Pd.,
14
sehingga dapat diketahui mengenai perilaku bersyukurnya.Data yang
diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu pandangan yang
utuh, yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami subjek penelitian.
2. Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian a. Penetapan Lokasi
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih lokasi penelitian di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Jalan Bina Marga
no. 58 Cipayung Jakarta Timur.Alasan peneliti mengambil penelitian di
PSTW Budi Mulia 1 Cipayung tersebut adalah pertama, belum ada
yang meneliti tentang perilaku bersyukur pada lanjut usia.Kedua, pihak
panti bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian dan siap
memberikan data dan informasi sesuai. Ketiga, ada dosen jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang bekerja di PSTW 1 Cipayung
sehingga memudahkan peneliti untuk berkonsultasi dan lebih
mendekatkan penelitian sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
jurusan.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Agustus 2014 –
Maret 2016.
15
Subjek dalam penelitian ini adalah pembimbing dan para lansia
yang mengikuti bimbingan islam melalui pengajian kitab nashaihul ibad
di PSTW 1 Budi Mulya 1 Cipayung.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah perilaku bersyukur.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan triangulasi yaitu
teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai
teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, dokumentasi) dan
sumber data yang telah ada.17
a. Observasi
Penelitian observasi adalah penelitian pengamatan yang berskala
besar yang dilakukan pada kelompok-kelompok manusia (Saslow,
1982). Yang dimaksud pengamatan di sini tidak hanya terbatas pada
pengamatan dengan penglihatan, tetapi yang dimaksud adalah bahwa
data yang dikumpulkan tidak sengaja ditimbulkan oleh peneliti seperti
yang dilakukan dalam eksperimen.18
Ada dua model observasi yang sudah biasa dilakukan sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Pertama, Obsevasi secara langsung
dan ikut terlibat dalam peristiwa yang sedang dijadikan obyek
observasi, atau sering disebut dengan observasi partisipasi (paricipant
17Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 241.
18 DR. Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang
16
observacy). Dalam hal ini pembimbing ikut berbaur dengan obyek yang
diidentifikasi, atau mungkin pula ikut serta bermain peranan seperti
yang diperankan obyeknya. Sehingga data yang diperoleh secara akurat
dan obyektif sebagaimana adanya. Dan kedua, observasi non partisipan,
yakni pembimbing berada di luar obyek atau peran yang sedang
diidentifikasi, bisa dari jarak dekat atau jarak jauh. Artinya, pihak
observer hanya mengamati dan mencatat fakta atau kejadian-kejadian
yang tampak sebagaimana layaknya orang yang sedang mengamati
sesuatu. Namun, pihak observer tetap mengikuti dan mencermati secara
teliti atau seksama dari fakta-fakta yang sesungguhnya.19
Dalam hal ini peneliti mengadakan penelitian langsung terhadap
proses pemberian bimbingan islam melalui pengajian kitab nashaihul
ibad di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung. Dalam observasi peneliti
melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata dan didengar
oleh telinga, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini
sesuai dengan data yang dibutuhkan. Karena tujuan dari
observasiadalah semata-mata untuk memberikan gambaran tentang
sesuatu.20
b. Wawancara
Wawancara adalah satu cara atau teknik yang digunakan untuk
mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/kejiwaan
(psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Fakta dan data itu
19 Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, h. 124.
20 Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan
17
dapat dijadikan bahan dan gambaran empiris dari kondisi kejiwaan.
Sebab secara umum wawancara lazimnya dilakukan dalam bentuk
interpersonal (face to face) antara konselor dengan kliennya yang
bertujuan untuk mengungkapkan sekitar hal-hal yang berkaitan dengan
diri dan pribadi klien.21
Wawancara dilakukan dengan bantuan alat
komunikasi/teknologi lainnya, seperti TV, Handphone, Recorder, dan
sebagainya. Adanya instrumen/alat bantu wawancara di atas, mengingat
bahwa alat bantu tersebut dapat berfungsi sebagai berikut:
1) Alat kontrol materi, materi selalu dikembalikan pada permasalahan
dalam bentuk pertanyaan.
2) Alat kontrol waktu, bagi interviewer dapat memperkirakan berapa
waktu yang diperlukan untuk menghadapi satu responden guna
menjawab setiap permasalahan secara tuntas.
3) Membantu untuk menghindari hasil wawancara yang mubazir
sehingga tidak dapat dipergunakan untuk menganalisa
permasalahan.22
Pada teknik wawancara ini penulis mendapatkan data dengan
cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan klien.
c. Dokumentasi
18
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.23 Dalam hal ini peneliti mengumpulkan, membaca,
memperoleh, dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui
pengumpulan dokumen-dokumen yang ada di PSTW 1 Cipayung serta
data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk
hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data
yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah sesuai dengan
masalah yang diteliti.
5. Sumber Data
Adapun yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian
adalah subyek dari penelitian dimaksud.24 Sumber data ialah unsur
utama yang dijadikan sasaran dalam penelitian untuk memperoleh
data-data kongkret dan yang dapat memberikan informasi untuk
memperoleh yang diperlukan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data,
yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
narasumber dalam bentuk wawancara.
b. Data skunder, yaitu data yang diperoleh melalui sumber-sumber
tertulis yang terdapat dalam buku atau dokumen yang berkaitan
dengan penelitian.
19 6. Analisa Data
Analisis data kualitatif (Bogdan&Biklen, 1982) adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.25Analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan
setelah selesai di lapangan.Dalam hal ini Nasution (1988) menyatakan
“Analisis telah mulai sejak merumuskan masalah, sebelum terjun ke
lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.
Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang “grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif,
analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan
dengan pengumpulan data.26
Berikut merupakan langkah-langkah analisis data di lapangan
model Miles dan Huberman:
a. Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
b. Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dengan
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan
sejenisnya tapi yang paling umum dalam penelitian kualitatif
25 Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A., Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 248.
20
adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan penyajian data
maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
difahami tersebut.
c. Verification (kesimpulan) dalam penelitian kualitatif adalah
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.
Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah
diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori.27
7. Teknik Penulisan
Dalam penulisan ini penulis berpedoman dan mengacu kepada buku “ Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis dan Disertasi)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.” Diterbitkan oleh CeQDA, April
2007, Cet. ke-2.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulis, maka penulis membagi
pembahasan skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika pembahasan
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN. Mengemukakan tentang: A. Latar Belakang Masalah, B. Fokus Penelitian dan Perumusan
21
Masalah, C. Tujuan dan Manfaat Penelitian,D. Tinjauan
Pustaka, E. Metodologi Penelitian dan F. Sistematika
Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini penulis membahas
tentang:A. Perilaku Bersyukur meliputi: 1.Pengertian
Perilaku, 2. Aspek-aspek Perilaku, 3. Jenis-jenis Perilaku,
4. Gambaran Perilaku Bersyukur meliputi: a.) Pengertian
Perilaku Bersyukur, b). Ciri-ciri Perilaku Bersyukur, c).
Manfaat Syukur;B. Lanjut Usia (LANSIA) meliputi: 1.
Pengertian Lanjut Usia (LANSIA), 2. Masalah-masalah
Lanjut Usia (LANSIA), 3.Kebutuhan Lanjut Usia
(LANSIA), 4. Psikologi Perkembangan Lanjut Usia
(LANSIA); C. Pengajian Kitab Nashaihul Ibad meliputi:
1. Pengertian Pengajian, 2. Pengertian Kitab, 3. Kitab
Nashaihul Ibad.
BAB III Gambaran Umum Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung. Meliputi: A. Latar Belakang, B.Visi dan Misi, C. Dasar Hukum/Kebijakan, D. Tugas dan
Fungsi, E. Tujuan dan Maklumat Pelayanan, F. Sasaran dan
Garapan, G. Asal Warga Binaan Sosial, H. Fasilitas dan
Bentuk Pelayanan Panti, I. Struktur Organisasi, J. Pola
22
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA. Meliputi: A. Identitas Informan, B. Waktudan Materi Pengajian Kitab Nashaihul
Ibad, C. Analisis Intrakasus, D. Analisis Antar Kasus.
BAB V PENUTUP. Bab terakhir yang menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penellitian dan saran-saran diajukan
23 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perilaku Bersyukur 1. Pengertian Perilaku
Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior)
sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat
kompleks.Kurt Lewin (1951, dalam Brigham, 1991) merumuskan suatu
model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah
fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu
meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian,
dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian
berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan
perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam
menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar
daripada karakteristik individu.1
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas individu
bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung.2 Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2007) mengatakan bahwa,
perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan aktivitas yang
mempengaruhi proses perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat dan
1 Dr. Saifuddin Azwar, M.A., Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2011), h. 9-11.
24
fantasi seseorang.3Secara operasional perilaku dapat diartikan suatu
respons individu atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek
tersebut.4
Dalam pandangan Islam, perilaku dapat disinonimkan dengan
akhlaq. Kata akhlaq berasal dari Bahasa Arab yang sudah dijadikan
Bahasa Indonesia; yang diartikan juga sebagai tingkah laku, perangai
atau kesopanan.Kata “akhlaq” merupakan jama’ taksir dari kata khuluq,
yang sering juga diartikan dengan sifat bawaan atau tabiat,
adat-kebiasaan dan agama.Al-Qurtubi mengatakan bahwa perbuatan yang
bersumber dari diri manusia yang selalu dilakukan, maka itulah yang
disebut akhlaq, karena perbuatan tersebut bersumber dari kejadiaannya. Menurut Muhammad bin ‘Ilan al-Sadiqi, akhlaq adalah suatu
pembawaan yang tertanam dalam diri, yang dapat mendorong
(seseorang) berbuat baik dengan gampang. Menurut Ibnu Maskawih
akhlaq merupakan kondisi jiwa yang selalu mendorong (manusia
berbuat sesuatu, tanpa ia memikirkan terlalu lama). Sedangkan menurut
Imam al-Ghazali, akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa
(manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang
dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama).5
Mengenai landasan dan makna perilaku manusia, diantara
teori-teori Psikologi yang ada dengan Psikologi Islami terdapat perbedaan
3 Herri Zan Pieter, S.Psi. dan Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc., Pengantar Psikoloogi
untuk Kebidanan (Jakarta: Kencana, 2010), h. 28. 4 Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, h. 3.
25
yang cukup berarti.Bagi Psikoanalisa makna perilaku adalah untuk
memperoleh kenikmatan dan mengatasi ketegangan (disequiblirium),
Behavorisme menekankan kesenangan, dan humanistik menekankan
pencapaiaan makna hidup (the will to meaning), maka bagi Psikologi
Islami makna dan landasan perilaku adalah untuk mencapai rida Allah
(kemauan Allah).6
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah totalitas dari
penghayatan terhadap stimulus (rangsangan) yang datang
mempengaruhi proses perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat dan
fantasi seseorang sehingga menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan gampang tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran
demi mencapai rida Allah.
2. Aspek-aspek Perilaku a. Pengamatan
Pengamatan adalah pengenalan objek dengan cara melihat,
mendengar, meraba, membau, dan mengecap. Kegiatan-kegiatan ini
biasanya disebut sebagai modalitas pengamatan.7
b. Perhatian
Notoatmodjo (2007) meengatakan bahwa, perhatian adalah
kondisi pemusatan energi psikis yang tertuju kepada suatu objek dan
6 Prof. Dr. Baharuddin, M.Ag.,Paradigma Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 315.
26
merupakan kesadaran seseorang dalam aktivitas. Secara umum,
perhatian dapat dikelompokkan berdasarkan:
1) Intensitas : banyak atau tidaknya kesadaran individu
melakukan kegiatan dengan intensitas ataupun tanpa
intensitas.
2) Objek : perhatian yang timbul akibat luas tidaknya
objek yang berkaitan dengan perhatiannya.
3) Timbul : terdiri dari perhatian spontan dan perhatian
disengaja (adanya usaha-usaha).
4) Daya tarik : segi objeknya menarik, baru, asing, dan
menonjol.
c. Tanggapan
Tanggapan adalah gambaran dari hasil suatu penglihatan,
sedangkan pendengaran dan penciuman merupakan aspek yang tinggal
dalam ingatan.8
d. Fantasi
Fantasi adalah kemampuan untuk membentuk tanggapan yang
telah ada (timbul kreativitas).
e. Ingatan
Ingatan jangka pendek
Ingatan jangka panjang
f. Berpikir
27
Berpikir adalah aktivitas idealistis menggunakan simbol-simbol
dalam memecahkan masalah berupa deretan ide dan bentuk bicara.
3. Jenis-jenis Perilaku
Menurut pandangan Skinner (dalam Rita Atkinson, dkk. 1987),
perilaku adalah respons seseorang terhadap stimulus-stimulus dari luar
diri (lingkungan).Perilaku muncul akibat stimulus terhadap organisme
dan organisme memberikan respons.Stimulus yang diterima ataupun
ditolak dapat membentuk perilaku terbuka atau tertutup.
a) Perilaku Terbuka adalah pembentukan perilaku akibat respon
tindakan-tindakan nyata, terbuka, mudah diamati atau dilihat
orang lain. Misal, perilaku ibu hamil yang secara rutin kontrol
kehamilan di Puskesmas.
b) Perilaku Tertutup adalah pembentukan perilaku sebagai akibat
respons terselubung, tertutup dan tidak jelas, seperti perhatian,
persepsi, kesadaran, ataupun sikap yang belum jelas. Sebagai
contoh: persepsi remaja terhadap penggunaan narkoba, namun
kenyataannya masih banyak remaja memakai narkoba.9
4. Gambaran Perilaku Bersyukur a)Pengertian Perilaku Bersyukur
Bersyukur kepada Allah SWT yaitu memuji Allah SWT atas
28
berbagai nikmat yang telah Allah SWT limpahkan kepada manusia
dengan memiliki tiga penopang, mengakui nikmat dengan hati,
mengungkapkannya dengan lisan, dan memanfaatkannya dalam
ketaatan kepada-Nya.10 Selain itu assyakirin atau bersyukur merupakan
derajat yang paling tinggi di mata Allah SWT. Ini adalah derajat para
Nabi dan oleh karenanya banyak hikmah di dalamnya.Imam Ibnu
Abbas berkata bahwa kunci kebahagiaan hidup yang utama qolbun
syakirun, yaitu mereka yang memiliki hati yang selalu bersyukur
sehingga selalu qona’ah (ikhlas menerima takdir).
Syukur secara bahasa berasal dari kata “syakara” yang berarti
pujian atas kebaikan, sedangkan menurut istilah syara’, syukur adalah
pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah SWT yang disertai
dengan ketundukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut
sesuai dengan kehendak Allah SWT.11 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2)
untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya). Dalam al-Qur’an
kata “syukur” dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam
puluh empat kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis al-Lughah
menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu:
1) Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah
merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun; karena itu bahasa
10 Rusyah Khalid Sayyid, Menggapai Nikmatnya Beribadah dalam Konsep Pendidikan
29
menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun
hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga
memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih
bersyukur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah sejenis
tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa
hujan.
2) Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan
dengan kalimat syakarat asy-syajarat.
3) Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).
4) Pernikahan, atau alat kelamin.12
Agaknya kedua makna terakhir ini dapat dikembalikan dasar
pengertiannya kepada kedua makna terdahulu. Makna ketiga sejalan
dengan makna pertama yang menggambarkan kepuasan dengan yang
sedikit sekalipun, sedang makna keempat dengan makna kedua, karena
dengan pernikahan (alat kelamin) dapat melahirkan banyak anak.
Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata “syukur” mengisyaratkan: “Siapa yang
merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur.” Ar-Raghib al-Ishafani salah seorang yang dikenal
sebagai pakar bahasa al-Qur’an menulis dalam al-Mufradat fi Gharib
al-Qur’an, bahwa kata “syukur” mengandung arti “gambaran dalam benak
tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan”. Sementara
12 Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I Atas Pelbagai
30
menurut ulama berasal dari kata “kasyara” yang berarti “membuka”,
sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti
menutup, melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.13
Sementara itu menurut beberapa tokoh psikologi mendefinisikan
syukur dalam bahasa Inggris disebut gratitude (Seligman dan Peterson:
2004) is a sense of thanksfulness and joy in response to receiving a gift,
whether the gift be a tangible benefit from a specific other or a moment
of peaceful bliss evoked by natural (bersyukur adalah suatu perasaan
terimakasih dan menyenangkan atas respon penerimaan hadiah, dimana
hadiah itu memberikan manfaat dari seseorang atau suatu kejadian yang
memberikan kedamaian).14
Bagi Ibn Ajibah, syukur adalah: “Rasa senangnya hati ketika
mendapatkan nikmat sembari menggunakan segenap anggota badan
untuk selalu berlaku taat kepada-Nya dan mengakui sepenuh hati
dengan ketundukan hati atas nikmat-Nya.” Menurut Ibn ‘Alan al
-Shiddiqi, syukur adalah: “Mengakui terhadap segenap nikmat Allah dan
berkhidmat kepada-Nya.”15
Di dalam buku yang berjudul Terapi Sabar dan Syukur karya
Imam al-Ghazali penerjemah Abdul Rosyad Siddiq, syukur itu terdiri
dari ilmu, hal (keadaan), dan amal. Ilmu adalah pokok yang
13 Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I Atas Pelbagai Persoalan Umat, h. 215-216.
14 Wenny Hikmah Syahputri, “Hubungan Syukur dan Sabar dengan Kebahagiaan pada Remaja Panti Asuhan,” (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010), h. 31-32.
31
membuahkan keadaan, dan keadaanlah yang membuahkan amal. Ilmu
adalah mengenali nikmat dari yang memberikan nikmat. Keadaan
adalah kesenangan yang timbul karena kenikmatan tersebut. Amal
adalah melaksanakan sesuatu yang menjadi tujuan Sang Pemberi
nikmat dan yang disukai-Nya.16
Pokok pertama; ilmu, yaitu mengetahui tiga perkara, yaitu: (1) substansi nikmat, (2) kapasitasnya memang sebagai nikmat, dan (3) Zat
yang telah memberi nikmat berikut sifat-sifat-Nya yang karenanya
nikmat menjadi sempurna dan akan membuahkan nikmat-nikmat
berikutnya.17 Ini artinya harus ada nikmat, yang memberi nikmat, dan
yang menerima nikmat. Jadi, untuk bersyukur seseorang harus
mengetahui bahwa segalanya berasal dari Allah. Jika seseorang masih
diliputi keraguan terhadap hal ini, berarti orang tersebut tidak
mengetahui nikmat dan yang memberi nikmat. Ini berarti seseorang
tidak merasa gembira terhadap yang memberi nikmat Yang Maha Esa
saja. Maka, dengan kurangnya makrifat (pengenalan, pengetahuan)
seseorang, kurang pula keadaan senang orang itu. Karena berkurang
kesenangan seseorang, maka amal orang tersebut pun berkurang.18
Maksud dari pokok yang pertama (ilmu) yaitu: (1) subtansi
nikmat: semua yang ada di alam ini hanya berasal dari Allah Yang
Maha Esa saja; (2) kapasitasnya sebagai nikmat: semua yang datang
16 Imam Al-Ghazali, Terapi Sabar dan Syukur. Penerjemah Abdul Rosyad Shiddiq (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2012), h. 84.
17 Ibid, h. 84.
32
dari Allah itu disebut nikmat karena telah ditundukan Allah untuk
datang kepada kita; (3) Zat yang telah memberi nikmat berikut
sifa-sifat-Nya yang karenanya nikmat menjadi sempurna dan akan
membuahkan nikmat-nikmat berikut: setelah kita mengetahui bahwa
semua yang ada dari Allah dan semua yang datang dari Allah itu nikmat
berarti kita telah mengenal Zat dan sifat-sifat-Nya yang sempurna
sehingga apapun yang datang kepada kita menimbulkan rasa senang
dan dari senang itu semua terasa nikmat.
Pokok kedua; keadaan yang muncul dari pokok makrifat (pengetahuan), yakni merasa gembira terhadap yang memberi nikmat
dalam keadaan tunduk dan tawadhu (rendah hati).19 Hal ini bisa disebut
syukur asal mengandung syaratnya, yakni bahwa seseorang merasa
senang terhadap yang memberi nikmat (mengenal Allah secara
sempurna sehingga ingin selalu dekat dengan Allah), bukan terhadap
nikmatnya (hanya pada kelezatan benda yang datang padanya) dan
bukan pula terhadap pemberian nikmat (baru mengenal Allah sebatas
Maha Pengasih-Nya sehingga mengharapkan mendapat nikmat yang
lain pada masa mendatang).
Pokok ketiga; beramal sebagai konsekuensi rasa gembira yang muncul dari mengenal Sang Pemberi Nikmat. Amal berarti melibatkan
hati, lisan, dan anggota-anggota tubuh. Amal yang melibatkan hati
adalah niat untuk melakukan kebajikan dengan cara
33
menyembunyikannya dari orang lain. Amal yang melibatkan lisan adalah menyatakan rasa syukur kepada Allah Ta’ala dengan cara
memanjatkan kalimat-kalimat pujian kepada-Nya. Sedangkan amal
yang melibatkan anggota-anggota tubuh adalah dengan menggunakan
nikmat-nikmat Allah untuk ketaatan kepada-Nya, dan menahan diri
untuk tidak menggunakan nikmat-nikmat Allah tersebut untuk durhaka
kepada-Nya (seperti mengeluh kepada selain-Nya). Bahkan sepasang
mata pun bisa bersyukur dengan cara menutupi aib yang kita lihat pada
seorang Muslim. Sepasang telinga bisa bersyukur dengan cara kita
menutupi aib yang kita dengar pada seorang Muslim.20
Bersyukur (al-Shukru) yaitu suatu sikap yang selalu ingin
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan oleh
Allah SWT.kepadanya, baik yang bersifat pisik maupun non-pisik lalu
disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada Yang memberi
nikmat yaitu Allah SWT. Dalam al-Qur’an, banyak diterangkan
masalah syukur, antara lain pada surah al-Baqarah ayat 52, 56, 152,
158, 172, 185; an-Nisa ayat 146; Ali Imran ayat 123, 144; an-Nahl ayat
14, 114 dan al-Ankabut ayat 18. Begitu juga dalam hadits yang artinya
sebagai berikut:
“Aku (Nabi) terpesona terhadap orang-orang mu’min, karena setiap perbuatannya mengandung kebaikan. Tiada orang lain yang bisa mendapatkannya, kecuali hanya orang-orang
mu’min saja; yaitu apabila mendapatkan kebaikan lalu bersyukur,
maka ia mendapatkan pahala kebaikan. Dan apabila ditimpa cobaan lalu bersabar, maka ia mendapatkan juga pahala
34 kebaikan”. (HR. Muslim)21
Secara umum, syukur dapat dibagi dalam tiga bagian: (1) syukur
yang bersifat keduniaan, seperti kesehatan, keselamatan, dan rejeki
yang halal; (2) syukur yang bersifat keagamaan, seperti aktifitas, ilmu, taqwa, dan ma’rifat kepada Allah; (3) syukur yang bersifat keakhiratan,
seperti misalnya, pahala atas amal baiknya yang remeh dengan pahala
yang berlimpah.22
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat memahami bahwa
perilaku syukur adalah reaksi seseorang yang mengakui dan
menggunakan nikmat Allah baik secara ilmu, hal (keadaan), dan amal
terhadap nikmat yang bersifat keduniaan, keagamaan dan keakhiratan
yang datang kepadanya sesuai dengan apa yang diinginkan
Allahsehingga tidak ada penolakan dalam qalbunya yang ditandai
dengan timbulnya perasaan senang dan cukup dalam setiap keadaan.
b)Ciri-ciri Perilaku Bersyukur
Menurut Akhmad Zainuddin dikutip dari Suara Duafa Edisi Mei
2012, seseorang bisa dikatakan memiliki perilaku bersyukur bisa dilihat
dari ciri-ciri bersyukur sebagai berikut:
Pertama, Yahmadullah ‘ala Kulli Halin, yaitu selalu memuji
kebesaran Allah SWT dalam segala keadaan.Bisa jadi kalimat ini
sederhana, tapi bila dijalani tidaklah mudah. Umumnya kita memuji
21 Drs. Mahjuddin M. Pd. I., Akhlak TasawufI (Jakarta: KALAM MULIA, 2009), h. 12-13.
35
tatkala merasa gembira seperti ketika lulus interview, naik jabatan, dan
sebagainya. Namun ketika susah, seperti kehilangan mobil, ditinggal
oleh orangtua, memiliki kekurangan dan lain sebagainya sama sekali
tidak memuji Allah SWT, inilah sikap yang perlu kita perbaiki.
Kedua, Al Amalu Fi Tha’atillah (amalnya selalu dalam ketaatan
kepada Allah SWT). Tidak dikatakan bersyukur apabila antara ucapan
dan tindakan tidak sesuai. Misal: lisannya pandai berucap
Alhamdulillah, tapi perbuatannya fasik (rusak) seperti suka berjudi,
meramal, atau dia meninggalkan kewajiban sholat, zakat, puasa, dan
lain sebagainya. Seseorang baru disebut bersyukur apabila
perbuatannya bernilai ibadah lillahi ta’ala.
Ketiga, Takdimunikmah Walau Qalilan (menganggap nikmat
Allah SWT itu selalu besar walaupun sedikit). Prinsip ini mengajari kita
supaya tidak mementingkan ukuran (besar kecilnya) nikmat karena
kalau bicara ukuran pasti relatif tetapi fokuslah pada kasih sayang Sang
Pemberi yaitu Allah SWT, sehingga hati senantiasa merasa terpesona
pada sifat pemurah-Nya. Dengan cara demikian insya Allah kita akan
lebih mudah bersyukur.23
Dikatakan seseorang itu berperilaku bersyukur kepada
Tuhan-Nya apabila ia mensyukuri pada setiap saat atas nikmat penciptaan,
nikmat Islam, nikmat iman, nikmat tauhid, nikmat anggota badan dan
atas segala nikmat yang tampak maupun yang tersembunyi serta
36
menyadari kelemahannya dalam bersyukur kepada Tuhan-Nya dengan
sebenar-benarnya syukur serta berdoa siang dan malam kepada-Nya.24
Shihab juga menyatakan bahwa ciri seseorang dikatakan
memiliki perilaku bersyukur kepada Allah SWT apabila seseorang itu
melakukannya dengan cara berikut:
Bersyukur dengan hati yaitu mengakui dan menyadari
sepenuhnya bahwa segala nikmat yang diperoleh berasal
dari Allah SWT dan tidak ada seorangpun selain Allah
SWT yang dapat memberikan nikmat.
Bersyukur dengan lidah, yaitu mengucapkan secara
ikhlas ungkapan Alhamdulillah segala puji bagi Allah
SWT.
Bersyukur dengan amal perbuatan yaitu mengamalkan
anggota tubuh untuk hal baik dan memanfaatkan nikmat
itu sesuai dengan ajaran agama.
Syukur kepada Allah SWT bisa dilakukan pula dengan cara
sujud syukur setelah seseorang mendapat nikmat dalam bentuk apapun
atau lolos dari musibah dan bencana. Sujud ini hanya dilakukan sekali
dan di luar shalat.25
37
Dalam skripsi Wenny Hikmah Syahputri dari Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, syukur mempunyai
indikator sebagai berikut26:
Tabel 2.1 Aspek Syukur
Aspek Syukur Indikator
Syukur dengan hati dan perasaan
1. Merasakan pemberian didapat sangat
berharga sehingga meningkatkan motivasi untuk menjalankan perintah pemberi nikmat dan menjauhi larangannya.
2. Selalu ingat kepada pemberi nikmat,
sehingga merasa dekat denganNya.
Syukur dengan lisan
(ucapan)
1. Menyampaikan terimakasih (pujian) atas
kebaikan Allah SWT atau orang lain.
2. Mendoakan orang yang telah berbuat baik.
3. Menceritakan nikmat yang diperoleh
kepada orang lain.
Syukur dengan perbuatan 1. Menggunakan nikmat sesuai kehendak
yang memberi.
2. Berbagi kenikmatan dengan orang lain.
c) Manfaat Syukur
Secara individu dapat kita rasakan nikmatnya bersyukur dalam
hidup ini, di antara manfaat syukur menurut al-Jilani antara lain:
1) Dengan bersyukur maka nikmat akan semakin
bertambah. Sebagaimana al-Jilani mengatakan: “Syukur
dapat menambah nikmatmu dan mendekatkanmu kepada Allah.”
38
2) Dengan syukur dapat menentramkan hati, karena orang
yang bersyukur dapat melihat bahwa segala sesuatu
adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Manusia hanya bisa berharap dan berusaha tapi
Allah-lah yang menghendaki.
3) Syukur menjadikan seseorang penuh dengan keridhaan.
Orang yang bersyukur tidak memandang besar kecilnya
nikmat, ia akan terus berharap dan berusaha
mendapatkan yang terbaik, apapun keputusan Allah
merupakan anugerah yang harus ia terima.27
B. Lanjut Usia (LANSIA)
1. Pengertian Lanjut Usia (LANSIA)
Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah
mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah
menunjukan kemunduran sejalan dengan waktu.Menurut Elizabet Hurlock dalam bukunya “Psikologi Perkembangan” masa lansia adalah
masa dimana seseorang mengalami peerubahan fisik dan psikologis.
Bahkan ketika masa tua disebut sebagai masa yang dihinggapi segala
penyakit dan akan mengalami kemunduran mental seperti menurunnya
39
daya ingat, dan pikiran.28
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ikut andil dalam
meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjadikan rata-rata usia
harapan hidup bangsa Indonesia makin meningkat. Keadaan ini
menyebabkan jumlah populasi lanjut usia (lansia) semakin besar,
bahkan cenderung bertambah lebih cepat dan pesat. Data Badan Pusat
Statistik menunjukan jumlah lanjut usia tahun 1990 sebanyak 12,7 juta
(6, 56%), meningkat menjadi 17,8 juta (7,97%) tahun 2000. Sepuluh
tahun kemudian (tahun 2010) diproyeksikan menjadi 23,9 juta (9,77%)
dan tahun 2020 meningkat menjadi 28,8 juta (11,34%).29
Sebagaimana dikutip dalam buku Wahyudi Nugroho
meningkatnya usia harapan hidup dipengaruhi oleh :
1) Majunya pelayanan kesehatan
2) Menurunnya angka kematian bayi dan anak
3) Adanya perbaikan gizi dan sanitasi.
4) Adanya peningkatan pengawasan terhadap penyakit menular.30
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus
kehidupan manusia di dunia. Usia tahap ini dimulai 60-an sampai akhir
kehidupan. Periode ini digambarkan dalam al-Hadis sebagai berikut:
28 Nur Aprianti, “Metode Bimbingan Islam Bagi Lanjut Usia dalam Meningkatkan Kualitas Ibadah Di Rumah Perlindungan Lanjut Usia Jelambar,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 34-35.
29 Wahyudi Nugroho, Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik (Jakarta: EGC, 2009), h. 1.
40
“Masa penuaan umur ummatku adalah enam puluh hingga tujuh puluh
tahun”(HR Muslim dan Nasa’i).31
Dalam Undang-undang tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1
ayat 2 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
Sedangkan menurut WHO, klasifikasi lansia adalah usia pertengahan
(middle age) 45-59 tahun, lansia (elderl) 60-74 tahun, lansia tua (old)
75-90 tahun, dan lansia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.32
Birren dan Jenner mengusulkan untuk membedakan usia antara
usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial. Usia biologis adalah usia
yang menunjukan pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya, berada
dalam keadaan hidup, tidak mati. Usia psikologis adalah usia yang
menunjukan pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya. Sedangkan
usia sosial adalah usia yang menunjuk kepada peran-peran yang
diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang dengan
usianya.33
Menurut Bernice Neugarten dan James C. Chalhoun masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan
kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa
31 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 117.
32 Nugroho, Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik, h. 5.
33 Ferry Efendi dan Makhfudli, Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik