• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA ISLAMI CURUG CIGANGSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA ISLAMI CURUG CIGANGSA"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus: Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten

Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

ALDILLA ADELIA I34080072

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

ABSTRACT

Eco-tourism as one of tourism activity, that attracts attention from many participant. As a tourism activity, eco-tourism not only offering a beauty of nature but also the unique of social and cultural in some community. The research explained about the local community perception towards eco-tourism development. The research is conducted in Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. The purposes of this research are 1) to analyze level of knowledge and attitude towards myth’s and norm in Kampung Batusuhunan. That may support to protect the community from any devastating effect from tourism, 2) to analyze the local community perception in the development of “Waterfall Cigangsa Islamic Eco-tourism” area, 3) to analyze people expectations about ”Waterfall Cigangsa Islamic Eco-tourism” development. The methodology of research is based on qualitative and quantitative approaches. A quantitative data are earned from the questionnaire, while the qualitative data are earned from the open question. The results of this research showed 1) characteristic of respondent unrelated to level of knowledge and attitude towards myth’s and norm in Kampung Batusuhunan because on the best of age and sex the local people have a high level of knowledge and a firm attitudes to against the norm and myth’s, 2) the result also proved, some respondent approved to the Islamic Eco-tourism development at Kampung Batusuhunan because this idea may prevent negative effect from the ecotourism development, 3) people expectations about “Waterfall Cigangsa Islamic Eco-tourism” development mainly in economic sector because the respondents want an economic progress for the local people and Kampung Batusuhunan.

(3)

RINGKASAN

ALDILLA ADELIA Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa (Kasus: Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan RINA MARDIANA dan ARYA HADI DHARMAWAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, mengidentifikasi serta menganalisis hubungan antara jenis kelamin dan tingkat usia terhadap tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap mitos dan norma, persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata, dan harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan kampung ini memiliki potensi alam berupa Curug Cigangsa yang saat ini dikembangkan sebagai kawasan “Ekowisata Islami”.

Metode yang digunakan adalah kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif menggunakan instrumen kuesioner untuk mengetahui karakteristik masyarakat, hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap mitos dan norma, persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan ekowisata, dan harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata. Hasil yang didapat kemudian dipertajam melalui metode kualitatif. Metode kualitatif menggunakan instrumen wawancara mendalam melalui pertanyaan terbuka.

Populasi dari penelitian ini adalah individu yang bermukim di Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Jumlah responden sebanyak 30 orang yang dipilih menggunakan Stratified Random Sampling. Responden dibagi menjadi dua kategori berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia. Pembagian golongan usia dibagi berdasarkan Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006), yaitu golongan usia muda (18-30 tahun), golongan usia menengah (31-50) dan golongan usia tua (>51 tahun). Jumlah pembagian responden menjadi 15 orang pria dan 15 orang wanita yang berasal dari golongan usia muda, menengah dan tua. Berdasarkan data profil

(4)

Kampung Batusuhunan, terdapat 107 jiwa penduduk yang terbagi ke dalam 33 KK dengan jumlah pria 54 orang dan wanita 53 orang. Masyarakat Kampung Batusuhunan umumnya merupakan masyarakat asli yang sudah secara turun-temurun tinggal di Kampung Batusuhunan.

Penelitian ini menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitos dan norma dengan jenis kelamin dan tingkat usia. Data menunjukkan bahwa baik berdasarkan jenis kelamin maupun tingkat usia, masyarakat memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mitos dan norma yang ada serta memiliki keinginan yang kuat untuk melestarikannya. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitos dan norma akan mempengaruhi sikap masyarakat terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma. Penelitian ini juga menganalisis sikap masyarakat terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia. Didapatkan hasil bahwa berdasarkan jenis kelamin, pria memiliki sikap yang lebih tegas dibandingkan wanita, sedangkan berdasarkan tingkat usia, golongan usia muda memiliki sikap yang lebih tegas dibandingkan masyarakat dari golongan usia lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap awal pembentukan ekowisata tidak semua masyarakat menyetujui ide pembentukannya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu masyarakat mengikuti keputusan bersama dengan syarat konsep ekowisata yang digunakan menggunakan nama “Ekowisata Islami” dan yang mengerjakan harus masyarakat setempat. Berdasarkan data yang diperoleh sebagian besar masyarakat Kampung Batusuhunan berpendapat bahwa tidak akan ada kemungkinan munculnya dampak negatif dari pengembangan kawasan ini dikarenakan sudah menggunakan konsep “Ekowisata Islami”.

Penelitian ini juga menganalisis bagaimana hubungan jenis kelamin dan tingkat usia terhadap harapan masyarakat dalam pengembangan kawasan ekowisata. Masyarakat Kampung Batusuhunan memiliki harapan yang tinggi dalam bidang ekonomi dibandingkan dalam bidang ekologi dan sosial budaya, hal ini disebabkan masyarakat menginginkan adanya peningkatan pendapatan untuk masyarakat dan Kampung Batusuhunan.

(5)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN

KAWASAN EKOWISATA ISLAMI CURUG CIGANGSA

(Kasus: Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten

Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

Oleh:

ALDILLA ADELIA I34080072

Skripsi

Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGANMASYARAKAT

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama Mahasiswa : Aldilla Adelia

NIM : I34080072

Judul Skripsi : Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa (Kasus: Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana pada Depertemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Rina Mardiana, SP, MSi. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M. Sc. Agr. NIP. 19800105 200912 2 002 NIP. 19630914 199003 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA ISLAMI CURUG CIGANGSA (KASUS: KAMPUNG BATUSUHUNAN, KELURAHAN SURADE, KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU, SERTA TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA BERTANGGUNGJAWAB ATAS PERNYATAAN INI.

Bogor, Agustus 2012

ALDILLA ADELIA I34080072

(8)

RIWAYAT HIDUP

Aldilla Adelia atau biasa dipanggil Dilla (Penulis) dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Agustus 1990, tepatnya pada hari Minggu. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Chaidar Sungkar dan Ibu Tintin Supartina. Penulis memiliki seorang kakak bernama Ratna Dinarsih dan seorang adik bernama Farhat Sungkar. Ayah penulis merupakan keturunan Arab dan Ibu penulis merupakan keturunan Jawa.

Pendidikan formal yang pernah dijalani oleh penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Al-Munawwar Bogor pada tahun 1994-1996, lalu belajar di Sekolah Dasar Negeri Polisi 5 Bogor pada tahun 1996-2002. Setelah lulus penulis melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Bogor tahun 2002-2005, kemudian SMA Negeri 2 Bogor pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis telah memilih Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang berada di bawah naungan Fakultas Ekologi Manusia.

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis diterima menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai anggota divisi Public Relation (2009-2011). Selanjutnya penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Sekretaris COMMNEX 2011, Divisi Acara COMMNEX 2, Sekretaris CSR Essential, Divisi Sponsorship INDEX 2011, Divisi Sponsorship SCHOFA, Divisi Acara LONIART, Divisi Publikasi dan Dokumentasi MPD 46.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa (Kasus: Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)”. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap konsep “Ekowisata Islami” yang dikembangkan di Curug Cigangsa berdasarkan tingkat usia dan jenis kelamin. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui sejauh mana kesiapan masyarakat untuk mencegah dampak negatif dan juga harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan.

Peneliti mengetahui bahwa karya ini belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga skripsi ini nantinya dapat berguna bagi banyak pihak dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Agustus 2012

Aldilla Adelia NIM. I34080072

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala ucapan syukur, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang selalu memberikan kekuatan dalam setiap langkah hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak yang telah membantu penulis tersebut antara lain:

1. Ibu Rina Mardiana, SP, MSi dan Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa sabar dalam memberikan arahan, nasehat, bimbingan, dan masukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

2. Seluruh warga Kelurahan Surade dan Kampung Batusuhunan juga para aparat desa atas kesediaannya membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 3. Ibunda (Tintin Supartina) dan Ayahanda (Chaidar Sungkar) juga Jidah (Elo

Sungkar) yang selama ini selalu memberikan bimbingan, dukungan, doa serta curahan perhatiannya kepada penulis sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan penelitian ini.

4. Kakak tercinta Ratna Dinarsih, adik tersayang Farhat Sungkar, keponakan satu-satunya Raihan Mufih Manaf, dan seluruh keluarga besar. Terima kasih atas curahan perhatian dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis selama ini. 5. Eryan Fadlin Sudiman, selalu jadi semangat walaupun posisi tidak ditempat. 6. My Beloved Girl Husnul Khotimah dan Siti Aulia Andhini. My Faithful

Bestfriends Septi Agusning, Putri Ekasari, Fami Rahmania dan Trie Wiyata Lestari yang senantiasa selalu sabar dalam memberi dukungan, curahan perhatian, dan kasih sayang kepada penulis baik sebagai sahabat terbaik dan sebagai penyemangat setia.

7. Sahabat-sahabat tercinta seluruh SKPM 45 termasuk di dalamnya Pradiana, Galer (penerjemah abstrak), Farhan, Didit, Rauf, Pulung, Banet, Indra, Agung, Jabbar, Ahong, Giway, Oji, Reza, Elbie, Selvi, Mila, Mareta, Robi, Bejo, Age,

(11)

Leha, Yulan, Ory, Ipit, Dini, Syakir, Dinda Testa, Arin, Icin, Drucella, Niko dan semuanya yang namanya tidak dapat disebutkan satu-satu tetapi akan tertulis selamanya di hati. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik sepanjang masa.

8. Kakak-kakak tersayang dan adik-adik tercinta KPM 43, 44, 46 yang mengisi hari-hari di KPM dengan kegembiraan.

9. Seluruh Dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis.

10. Staf tata usaha Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat khususnya Mba Dini, Mba Nissa dan Mba Maria serta seluruh Staf Sekretariat KPM lainnya yang selalu memudahkan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 11. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerjasamanya selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karenaitu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi akademisi, pemerintah, masyarakat luas dan memberikan sumbangan yang nyata untuk dunia ekowisata di Indonesia.

Bogor, Agustus 2012

Aldilla Adelia NIM. I34080072

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Ekowisata ... 7

2.1.1.1 Pengertian Ekowisata ... 7

2.1.1.2 Prinsip dan Karakteristik Ekowisata ... 8

2.1.1.3 Potensi Ekowisata dan Dampaknya ... 10

2.1.2 Masyarakat Adat ... 13 2.1.3 Kearifan Lokal ... 14 2.1.4 Persepsi ... 16 2.2 Kerangka Pemikiran ... 16 2.3 Hipotesis Penelitian ... 18 2.4 Definisi Operasional ... 19

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian ... 21

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 21

3.3 Lokasi dan Waktu ... 21

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 22

(13)

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Surade ... 25

4.1.1 Kondisi Geografis, Topografi, Demografi Kelurahan Surade ... 25

4.1.2 Kondisi Infrastruktur ... 26

4.1.3 Kondisi Penduduk ... 27

4.2 Gambaran Umum Kampung Batusuhunan ... 28

4.3 Gambaran Umum Curug Cigangsa ... 29

4.3.1 Sejarah Ekowisata Islami Curug Cigangsa ... 29

4.3.2 Ekowisata Islami Curug Cigangsa ... 31

4.4 Kebijakan Pengembangan Kawasan menjadi Kawasan Ekowisata ... 32

4.5 Karakteristik Responden ... 33

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial Budaya Masyarakat Lokal ... 36

5.2 Bentuk-bentuk Norma dan Mitos di Kampung Batusuhunan ... 37

5.3 Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Mitos dan Norma ... 40

5.3.1 Pengetahuan Masyarakat terhadap Mitos dan Norma ... 40

5.3.2 Sikap Masyarakat dalam Menghadapi Kemungkinan Dampak Negatif ... 42

5.3.3 Sikap Masyarakat terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma ... 44

5.4 Ikhtisar ... 47

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 6.1 Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa ... 49

6.2 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Ekowisata ... 53

6.2.1 Persepsi Masyarakat terhadap Kemungkinan Dampak Negatif 53 6.2.2 Persepsi Masyarakat terhadap Proporsi Dampak Ekowisata ... 55

6.2.3 Persepsi Masyarakat terhadap Konsep Ekowisata Islami ... 57

6.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata ... 59

(14)

6.4 Ikhtisar ….. ... 60

BAB VII HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 7.1 Harapan Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata ... 62

7.2 Hubungan Sikap Masyarakat terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma dengan Harapan Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata... 63

7.3 Hubungan Harapan Masyarakat dengan Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata... .... 64

7.4 Ikhtisar ... 65

BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan ... 67

8.2 Saran ………. ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Kelurahan Surade menurut

Jenis Kelamin, Tahun 2012 ... 26 Tabel 2. Jumlah Infrastruktur Kelurahan Surade, Tahun 2012 ... 26 Tabel 3. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Tingkat

Pengetahuan terhadap Mitos dan Norma di Kampung

Batusuhunan, Tahun 2012 ... 41 Tabel 4. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Sikap

dalam Menghadapi Dampak Negatif Ekowisata di Kampung

Batusuhunan, Tahun 2012 ... 43 Tabel 5. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Sikap

terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma di Kampung

Batusuhunan, Tahun 2012 ... 45 Tabel 6. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Persepsi

terhadap Pengembangan Ekowisata di Kampung

Batusuhunan, Tahun 2012 ... 50 Tabel 7. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Persepsi

terhadap Kemungkinan Dampak Negatif dalam Pengembangan Ekowisata di Kampung Batusuhunan, Tahun

2012 ... 54 Tabel 8. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Persepsi

terhadap Proporsi Dampak Ekowisata di Kampung

Batusuhunan, Tahun 2012 ... 56 Tabel 9. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Persepsi

terhadap Konsep Ekowisata Islami sebagai Pencegah Dampak

(16)

Tabel 10. Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan terhadap Mitos-norma dan Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata di Kampung Batusuhunan, Tahun

2012 …... 59 Tabel 11. Persentase Responden berdasarkan Karakteristik dan Harapan

Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata di Kampung

Batusuhunan, Tahun 2012 ... 62 Tabel 12. Persentase Responden berdasarkan Sikap dan Harapan

Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata di Kampung

Batusuhunan, Tahun 2012 …... 63 Tabel 13. Persentase Responden berdasarkan Harapan dan Persepsi

Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata di Kampung

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Persepsi Masyarakat terhadap

Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa 18 Gambar 2. Persentase Penduduk Kelurahan Surade menurut Tingkat

Pendidikan, Tahun 2012 ... 27 Gambar 3. PersentasePenduduk Kelurahan Surade menurut Mata

Pencaharian, Tahun 2012 ... 28 Gambar 4. Persentase Responden menurut Tingkat Pendidikan di

Kampung Batusuhunan, Tahun 2012 ... 34 Gambar 5. Persentase Responden menurut Jenis Pekerjaan di

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1. Kerangka Sampling ... 73

Lampiran 2. Daftar Nama Responden ... 75

Lampiran 3. Kuesioner ... ... 76

Lampiran 4. Panduan Pertanyaan ... 82

Lampiran 5. Peta Kelurahan Surade... 83

(19)
(20)

1.1 Latar Belakang

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri), dan nomos (peraturan) atau „undang-undang‟ sehingga otonomi dapat diartikan sebagai peraturan sendiri atau undang-undang sendiri yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintahan sendiri (Salam 2007). Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lahirnya otonomi daerah diharapkan dapat mewujudkan pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah dengan keterlibatan berbagai pihak dari daerah tersebut. Hal ini diharapkan dapat menjadikan kemampuan masyarakat daerah menjadi semakin berkembang dan maju.

Kebijakan otonomi daerah, menuntut adanya suatu upaya dari tiap stakeholder dan masyarakat yang ada di daerah tersebut untuk membangun daerah masing-masing guna menambah pendapatan daerah. Salah satu jalan keluar yang diambil oleh masyarakat adalah dengan menggali sumberdaya daerah yang ada dan mengelola itu menjadi suatu sumber pendapatan daerah. Sektor pariwisata dan ekowisata sangat cocok dijadikan sumber pendapatan daerah mengingat Indonesia sebagai salah satu negara megabiodeversity atau memiliki berbagai keanekaragaman hayati dan didukung keindahan alamnya yang mempesona, serta memiliki beranekaragam budaya, berpeluang sangat besar untuk mengandalkan pariwisata alam (ekowisata) sebagai sumber pendapatan.

Pada saat ini, konsep ekowisata telah berkembang pesat. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata juga disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab. Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi

(21)

pengembangan, ekowisata juga menggunakan strategi konservasi, oleh karena itu ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami.

Kegiatan ekowisata tidak hanya menawarkan keindahan alam sebagai obyek wisata, tetapi juga meliputi kehidupan masyarakat daerah sekitar. Masyarakat lokal biasanya memiliki keunikan budaya yang dianggap dapat menjadi sesuatu yang berpotensi untuk menarik minat wisatawan. Wisatawan tidak saja dapat menikmati keindahan alam, tetapi juga dapat mempelajari kehidupan masyarakat lokal yang memiliki keunikan masing-masing. Kehidupan masyarakat lokal umumnya masih erat dengan kearifan lokal, tradisi, religi, dan ritus-ritus kebudayaan yang kesemuanya itu menjadi daya tarik sendiri bagi tiap-tiap daerah.

Dalam perkembangan ekowisata, akan memunculkan dampak baik negatif maupun positif. Dampak positif yang diharapkan dari pengembangan kawasan ekowisata adalah terpeliharanya lingkungan hidup serta dimanfaatkannya lingkungan hidup tersebut menjadi jasa lingkungan yang memberdayakan ekonomi lokal. Dampak positif yang dihasilkan dari kegiatan ekowisata akan memberikan pengaruh nyata bagi kemajuan masyarakat lokal. Dampak positif yang dihasilkan biasanya terlihat dari adanya peningkatan pendapatan masyarakat dan kemajuan daerah tujuan ekowisata. Akan tetapi, perkembangan ekowisata yang tidak terorganisir dengan baik, hanya akan memberikan dampak negatif baik terhadap lingkungan maupun terhadap kehidupan sosial budaya komunitas lokal. Oleh karena itu, dalam pengembangan ekowisata dibutuhkan suatu pedoman atau prinsip yang dipegang masyarakat sebagai mekanisme untuk mereduksi dampak negatif yang akan masuk ke dalam komunitas mereka. Pengetahuan, mitos dan keyakinan yang dipercaya masyarakat adat lokal tentu saja memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap tingkah laku dan cara hidup masyarakat. Apabila hal itu terus dilestarikan dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat, kemungkinan masuknya dampak negatif dari perkembangan ekowisata dapat dihindari. Keyakinan masyarakat yang kuat akan mencegah masuknya pengaruh-pengaruh negatif dari luar.

(22)

Salah satu wilayah yang memiliki potensi sebagai kawasan ekowisata ialah Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Kawasan ini merupakan salah satu wilayah yang masuk ke dalam rencana pengembangan prioritas di Kelurahan Surade. Surade sendiri ialah sebuah kelurahan yang terletak di selatan Kabupaten Sukabumi. Jarak dari kota Sukabumi menuju Surade sekitar 100 km. Kelurahan Surade merupakan kelurahan yang paling maju dan strategis dalam mendukung visi Sukabumi Selatan di bidang pariwisata. Kampung Batusuhunan terletak di bagian selatan Kelurahan Surade. Kampung Batusuhunan sendiri menjadi prioritas pertama dalam rencana pembangunan karena terdapat curug yang berpotensi untuk dijadikan kawasan ekowisata, yang diberi nama Curug Cigangsa. Curug Cigangsa terdiri dari dua tingkat dan diperkirakan terbentuk akibat gempa yang cukup kuat sehingga mengakibatkan longsor. Curug ini memiliki debit air yang kecil, hal ini dikarenakan di bagian hulunya dibendung untuk keperluan irigasi. Di sekitar lokasi ini juga terdapat sebuah batu. Batu ini oleh masyarakat setempat disebut dengan Batu Masigit, atau Batu Masjid. Kampung Batusuhunan, selain memilki keindahan alam yang oleh orang-orang disebut “the little Niagara” juga memiliki keunikan sendiri yaitu masyarakatnya yang merupakan masyarakat adat dan Islam yang sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Sehingga konsep ekowisata yang ditawarkan di Kampung Batusuhunan adalah “Ekowisata Islami” yang sesuai dengan kehidupan masyarakat setempat yang masih sangat Islami.

Mengingat ekowisata di Kampung Batusuhunan ini merupakan ekowisata yang baru saja berkembang, maka konsep ekowisata Islami ini dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat dan wisatawan agar dampak negatif dari ekowisata yang biasanya muncul dapat dihindari. Masyarakat sebagai pelaksana kegiatan ekowisata ini tentunya menjadi faktor penentu bagi keberlanjutan “Ekowisata Islami” di Kampung Batusuhunan, oleh karena itu persepsi masyarakat terhadap perkembangan konsep “Ekowisata Islami” di Kampung Batusuhunan akan sangat menentukan keberlanjutan konsep ini. Persepsi masyarakat akan dibedakan berdasarkan dua kategori, yaitu berdasarkan golongan umur dan jenis kelamin. Hal ini dikarenakan jenis kelamin dan golongan umur masyarakat akan membedakan persepsi masing-masing masyarakat dalam pengembangan kawasan

(23)

“Ekowisata Islami”, terhadap upaya pencegahan dampak negatif dan persepsi masyarakat terhadap kesiapan infrastruktur ekowisata.

1.2 Rumusan Masalah

Adanya otonomi daerah telah menjadikan masing-masing daerah berusaha menambah pendapatan daerah guna memajukan daerahnya. Salah satu langkah yang banyak ditempuh oleh pemerintah daerah antara lain dengan membuka suatu kawasan yang awalnya hanya sebuah pemukiman biasa, menjadi kawasan ekowisata. Ekowisata sendiri berbeda dengan pariwisata pada umumnya. Pariwisata yang hanya mementingkan kebutuhan wisatawan tidak sesuai dengan konsep konservasi lingkungan. Daerah tujuan ekowisata biasanya adalah daerah yang memiliki potensi alam yang indah, juga potensi kebudayaan berupa cara hidup atau kebiasaan hidup masyarakat yang dinilai unik.

Pengembangan suatu kawasan menjadi sebuah kawasan ekowisata telah menjadikan kawasan tersebut mulai terbuka dengan dunia luar melalui interaksi sosial dengan wisatawan. Masyarakat yang tadinya hidup dengan ketentuan dan cara hidupnya masing-masing, kini mulai terpengaruh dengan dunia luar. Pengembangan kawasan ekowisata dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif. Dampak positif merupakan suatu hasil yang diharapkan dan dampak negatif merupakan suatu hal yang sebaiknya dihindari. Dampak negatif dari kegiatan ekowisata antara lain ialah terancamnya lingkungan hidup akibat dibangunnya sarana dan prasarana ekowisata, lunturnya kebudayaan masyarakat dan dampak-dampak negatif lain yang nantinya hanya merugikan masyarakat sebagai komunitas lokal yang mendiami kawasan tersebut.

Kampung Batusuhunan yang terdapat di Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi merupakan sebuah kawasan yang sedang dalam pengembangan untuk dijadikan kawasan ekowisata. Masyarakat yang mendiami Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat adat yang masih memegang teguh pedoman dan prinsip-prinsip Islam. Berkembangnya kawasan ini menjadi sebuah kawasan ekowisata dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan juga kehidupan sosial budaya masyarakat berupa pergeseran nilai-nilai tradisi yang selama ini dipegang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penyaring yang menjadi

(24)

pedoman bagi masyarakat sekitar agar dampak negatif dari kegiatan ekowisata dapat dihindari.

Masyarakat adat merupakan masyarakat yang memiliki norma, mitos, dan kepercayaan sendiri. Norma, mitos dan kepercayaan itu biasanya dijadikan pedoman dalam cara hidup masyarakat. Norma, mitos dan kepercayaan biasanya bersifat turun-temurun dan dilestarikan oleh masyarakat adat. Seperangkat norma dan sistem religi tersebut diharapkan dapat menjadi penyaring pengaruh dari luar terhadap kemungkinan munculnya dampak negatif dari aktivitas ekowisata (berupa hadirnya wisatawan) yang memberikan dampak merugikan kepada masyarakat setempat. Persepsi masyarakat setempat dan harapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata juga akan sangat menentukan keberlanjutan ekowisata tersebut. Untuk itu, studi ini diarahkan untuk mengkaji lebih dalam mengenai konsep “Ekowisata Islami” yang dijadikan landasan oleh masyarakat setempat untuk mengembangkan kawasan ekowisata di Kampung Batusuhunan. Adapun pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap mitos dan norma di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa?

2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pengembangan “Ekowisata Islami Curug Cigangsa”?

3. Bagaimana harapan masyarakat terhadap pengembangan “Ekowisata Islami Curug Cigangsa”?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap mitos dan norma di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa.

2. Mengkaji persepsi masyarakat terhadap pengembangan “Ekowisata Islami Curug Cigangsa”.

3. Mengkaji harapan masyarakat terhadap pengembangan “Ekowisata Islami Curug Cigangsa”.

(25)

1.4 Kegunaan Penelitian

Mengacu kepada tujuan penelitian, maka penelitian ini akan bermanfaat bagi kalangan akademisi, pemerintah, dan masyarakat. Secara khusus kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan serta menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai konsep ekowisata dan hubungannya dengan masyarakat. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai persepsi dan harapan masyarakat adat Kampung Batusuhunan dalam pengembangan ekowisata Curug Cigangsa.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk semakin mempersiapkan diri terhadap kemungkinan dampak negatif yang akan timbul dari kegiatan ekowisata melalui penguatan kearifan lokal yang sudah ada.

(26)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Ekowisata

2.1.1.1 Pengertian Ekowisata

Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata yang mengedepankan kelestarian sumberdaya pariwisata. TIES (2002) dalam Damanik dan Weber (2006) menyatakan ekowisata dapat dipandang sebagai perjalanan pariwisata yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal. Ekowisata juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan pariwisata yang memberikan dampak kecil terhadap kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat lokal melalui perluasan lapangan kerja. Hal yang sama dikemukakan oleh Hidayati et al. (2003) yang mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan yang bertanggung jawab ke suatu lokasi dengan melakukan konservasi alam dan menjaga kesejahteraan penduduk di sekitar lokasi wisata. Seperti yang dikemukakan oleh Tafalas (2010), ekowisata merupakan perjalanan wisata yang bertanggung jawab, karena selain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, ekowisata juga memikirkan dan mengembangkan konservasi lingkungan. Ekowisata dapat memberikan manfaat sebagai lapangan kerja baru yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat sekitar. Damanik dan Weber (2006) mendefinisikan ekowisata ke dalam tiga perspektif, yaitu ekowisata sebagai produk, ekowisata sebagai pasar dan ekowisata sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan sebuah perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Dengan kata lain, ekowisata ialah suatu bentuk kegiatan wisata yang menjual keindahan alam juga kehidupan masyarakatnya. Ekowisata memikirkan keberlanjutan lingkungan dan secara aktif menyumbang dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat juga dalam mengkonservasi lingkungan.

(27)

Fennell (1999) dalam Hidayati et al. (2003) mendefinisikan ekowisata sebagai kegiatan wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus pengalaman dan pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem pengelolaan tertentu dan memberi dampak negatif paling rendah pada lingkungan. Ekowisata tidak bersifat konsumtif dan berorientasi lokal (dalam hal kontrol, manfaat/keuntungan yang dapat diambil dari skala usaha). Sedangkan Wood (2002) dalam Hidayati et al. (2003) mendefinisikan bahwa ekowisata sebagai kegiatan wisata bertanggungjawab yang berbasis utama pada kegiatan wisata alam, dengan mengikutsertakan pula sebagian kegiatan wisata pedesaaan dan wisata budaya.

2.1.1.2 Prinsip dan Karakteristik Ekowisata

TIES (2000) dalam Damanik dan Weber (2006) mengidentifikasi beberapa prinsip ekowisata yang harus diikuti oleh pelaksana dan partisipator, yaitu:

a. Meminimalkan dampak negatif;

b. Membangun kesadaran serta menghormati budaya dan lingkungan; c. Memberikan pengalaman positif bagi pengunjung dan masyarakat sekitar; d. Memberikan manfaat finansial secara langsung bagi konservasi;

e. Memberikan manfaat finansial bagi masyarakat setempat;

f. Menumbuhkan kepekaan sosial, lingkungan dan politik bagi masyarakat; dan g. Mendukung hak asasi manusia dan perjanjian buruh.

Ekowisata berbeda dengan kegiatan pariwisata lainnya karena ekowisata memiliki karakteristik yang spesifik dengan adanya kepedulian pada pelestarian lingkungan dan pemberian manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Menurut Hidayati et al. (2003), kegiatan ekowisata harus mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan seperti: (1) berbasis pada wisata alam; (2) menekankan pada kegiatan konservasi; (3) mengacu pada pembangunan pariwisata yang berkelanjutan; (4) berkaitan dengan kegiatan pengembangan pendidikan; (5) mengakomodasikan budaya lokal; dan (7) memberi kontribusi positif pada ekonomi lokal.

The Ecotourism Society (dalam Fandeli 2000:115-116) menjelaskan terdapat tujuh prinsip yang bila dilaksanakan maka ekowisata akan menjamin

(28)

keberlanjutan ecological friendly dari pembangunan berbasis kerakyatan. Tujuh prinsip tersebut, yaitu:

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktifitas wisatawan terhadap alam dan budaya yang disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat;

2. Pendidikan konservasi lingkungan, dengan mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi;

3. Menghasilkan pendapatan langsung untuk kawasan, mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan;

4. Adanya partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pengawasan; 5. Memberikan keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat;

6. Menjaga keharmonisan dengan alam; dan

7. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan.

Ekowisata sendiri adalah hal yang berbeda dengan pariwisata. Ekowisata merupakan bagian dari konsep pariwisata. Menurut Damanik dan Weber (2006), ekowisata memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan pariwisata, yaitu:

1. Aktivitas wisata berkaitan dengan konservasi lingkungan;

2. Penyedia jasa wisata tidak hanya menyiapkan atraksi untuk menarik tamu, tetapi juga menawarkan peluang bagi mereka untuk lebih menghargai lingkungan;

3. Kegiatan wisata yang berbasis alam;

4. Organisasi perjalanan (tour operator) menunjukkan tanggung jawab finansial dalam pelestarian lingkungan hijau yang dikunjungi atau dinikmati oleh wisatawan dan wisatawan juga melakukan kegiatan yang terkait dengan konservasi;

5. Kegiatan wisata dilakukan tidak hanya dengan tujuan untuk menikmati keindahan dan kekayaan alam, tetapi juga untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk pelestarian objek daya tarik wisata (ODTW);

(29)

7. Pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk mendukung kegiatan konservasi lokal, tetapi juga untuk membantu pengembangan masyarakat setempat secara berkelanjutan;

8. Perjalanan wisata menggunakan tekonologi sederhana yang tersedia di daerah tujuan wisata; dan

9. Kegiatan wisata berskala kecil.

Ekowisata ialah suatu bentuk pariwisata yang memikirkan keberlanjutan dan merupakan bagian dari pariwisata berkelanjutan. Dalam prakteknya, ekowisata mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan wisata lain. Berdasarkan UNEP (2000) dalam Damanik dan Weber (2006), prinsip-prinsip tersebut terlihat dalam kegiatan ekowisata seperti (a) secara aktif menyumbang untuk kegiatan konservasi alam dan budaya; (b) melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, pengelolaan wisata, serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka; dan (c) dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil.

2.1.1.3 Potensi Ekowisata dan Dampaknya

Ekowisata merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan. Pengelolaan ekowisata yang baik akan menyebabkan beberapa keuntungan dalam berbagai aspek. Akan tetapi, apabila tidak dikelola dengan benar, maka ekowisata dapat berpotensi menimbulkan masalah atau dampak negatif terhadap kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan.

Berdasarkan kacamata ekonomi makro, ekowisata memberikan beberapa dampak positif (Yoeti 2008), yaitu:

1. Menciptakan kesempatan berusaha; 2. Menciptakan kesempatan kerja;

3. Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar;

4. Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah; 5. Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB);

(30)

6. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya; dan

7. Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya.

Pengembangan ekowisata tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (Yoeti 2008):

1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang;

2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap, juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati;

3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya; dan

4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana kedodoran.

Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata dapat memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif : a. Dampak ekowisata terhadap sosial-budaya:

Kegiatan ekowisata yang menyajikan kehidupan sosial budaya masyarakat, secara tidak langsung telah memberikan dampak bagi kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar tempat wisata. Dampak yang diberikan antara lain, dengan adanya kegiatan ekowisata, masyarakat semakin melestarikan budaya dan adat istiadat mereka. Hal ini dikarenakan budaya dan adat istiadat akan semakin menarik minat wisatawan untuk mengunjungi daerah mereka. Dampak tersebut merupakan dampak yang diharapkan dari kegiatan ekowisata. Akan tetapi, kegiatan ekowisata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lunturnya adat istiadat dan kebudayaan masyarakar sekitar. Hal ini dikarenakan, dengan adanya ekowisata maka akan semakin terbukanya akses masyarakat terhadap dunia luar yang dibawa oleh para wisatawan. Hal ini dapat membuat masyarakat lokal yang tadinya menjunjung tinggi adat istiadat dan kebudayaan mereka, menjadi mulai tertarik dengan kebudayaan yang datang dari luar. Dampak negatif ini menjadi persoalan yang harus segera diatasi, mengingat kegiatan ekowisata tidak saja

(31)

mempertontonkan keindahan alam, tetapi juga mempertunjukkan kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar yang dianggap unik dan menarik bagi para wisatawan. b. Dampak ekowisata terhadap ekonomi:

Ekowisata yang semakin diminati oleh para wisatawan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap sektor perekonomian pemerintah daerah juga masyarakat di sekitar tempat wisata. Menurut Sedarmayanti (2005) kegiatan ekowisata yang banyak menarik minat wisatawan telah memberikan sumbangan devisa untuk negara dan juga telah membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat tidak saja mendapatkan pekerjaan, tetapi juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan pariwisata.

c. Dampak ekowisata terhadap lingkungan:

Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang menonjolkan kelestarian lingkungan menjadikan kegiatan ini lebih memperhatikan kondisi lingkungan daerah sekitar tempat wisata. Pemerintah daerah beserta aktor-aktor penunjang pariwisata lainnya berusaha melestarikan lingkungan dengan tujuan untuk menarik minat wisatawan. Keinginan wisatawan terhadap lingkungan hidup yang tenang, bersih dan jauh dari polusi menjadikan ekowisata banyak dipilih orang sebagai bentuk pariwisata yang diinginkan. Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab juga menuntut adanya keterlibatan dari wisatawan untuk ikut melestarikan daerah yang dijadikan tujuan wisata. Konsep ekowisata secara tidak langsung juga dapat dijadikan jalan keluar mengenai permasalahan lingkungan yang selama ini menjadi perhatian orang banyak. Kegiatan pariwisata yang dulu hanya memikirkan keinginan dan kepuasan wisatawan tanpa memikirkan dampak yang dialami oleh lingkungan semakin lama semakin ditinggalkan. Oleh karena itu, ekowisata secara tidak langsung telah memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar tempat wisata.

2.1.2 Masyarakat Adat

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat 1990). Masyarakat yang mendiami

(32)

suatu daerah dan memiliki kebudayaan sendiri yang telah ada secara turun-temurun dinamakan masyarakat adat. Masyarakat adat adalah sekelompok orang yang memiliki jejak sejarah dengan masyarakat sebelumnya, yang berkembang di daerah mereka dan menganggap diri mereka berbeda dengan komunitas lain yang sekarang mendiami daerah tersebut. Mereka bukan merupakan bagian yang dominan dari masyarakat tetapi bertekad untuk memelihara, mengembangkan, dan mewariskan tradisi leluhur dan identitas etnik mereka kepada generasi selanjutnya sebagai dasar bagi kelangsungan keberadaan mereka sebagai suatu sukubangsa, sesuai dengan pola budaya, lembaga sosial dan sistem hukum mereka.

Menurut UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan dirangkum oleh berbagai sumber menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki lima ciri yang berbeda dengan masyarakat biasa. Karakteristik masyarakat tersebut antara lain: (1) sekelompok orang yang membentuk masyarakat atau komunitas;

(2) memiliki lokasi yang merupakan tempat tinggal mereka; (3) memiliki aturan dan hukum yang jelas;

(4) kondisi kultural, budaya dan ekonomi yang khas sehingga berbeda dengan masyarakat lainnya; dan

(5) berasal dari keturunan yang sama.

Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata (Damanik dan Weber 2006). Masyarakat lokal juga merupakan pemilik dari atraksi wisata yang dipertunjukkan untuk wisatawan. Air, tanah, hutan dan lanskap merupakan sumberdaya pariwisata milik masyarakat yang juga dikonsumsi oleh wisatawan. Masyarakat adat juga memiliki kearifan lokal, kebudayaan, tradisi, dan sistem religi yang dapat dijadikan landasan atau prinsip dalam perkembangan ekowisata.

2.1.3 Kearifan Lokal

Menurut Keraf (2002) kearifan lokal (tradisional) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntut perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas

(33)

ekologis. Kearifan lokal bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam, dan bagaimana relasi di antara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Konsep kearifan lokal menurut Mitchell, et al. (2000) berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional.

Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya yang sekaligus membentuk, dan menuntun pola perilaku manusia sehari-hari. Kearifan lokal yang terdapat di masyarakat biasanya tercermin dalam norma, mitos, nilai, kebudayaan, tradisi, dan sistem religi yang menjadi pedoman hidup dalam kehidupan masyarakat adat. Berikut ini akan dijelaskan mengenai norma dan mitos. Norma dan mitos merupakan bagian dari kearifan lokal dikarenakan norma dan mitos merupakan sesuatu yang berasal dari masyarakat dan dipercayai sebagai sebuah kepercayaan yang dianut bersama. A. Norma

Norma adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakat dan sering disebut dengan peraturan sosial. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Pelanggaran dalam norma yang berlaku biasanya akan diberikan hukuman. Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

Berdasarkan pendapat beberapa sosiolog dalam buku “Pengantar Sosiologi” karya Setiadi dan Kolip (2010), di dalam norma terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan norma yang satu dan lainnya. Tingkatan norma tersebut antara lain: a. Cara (usage): suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam

(34)

b. Kebiasaan (folkways): suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar;

c. Tata kelakuan (mores): sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan; dan

d. Adat istiadat (custom): kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.

B. Mitos

Mitos adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang punya cerita atau para penganutnya. Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan sebagainya. Menurut Armstrong (2005), mitos adalah sarana masyarakat kuno untuk menemukan kebenaran dalam kehidupannya. Fungsi mitos sendiri adalah untuk memperpanjang harapan manusia yang mengalami kekerasan, ketertindasan, dan ketakutan. Mitos adalah pemandu yang dapat memberikan saran untuk bagaimana seharusnya manusia bertindak.

Mitos akan dianggap benar apabila mitos itu dapat memberikan pengaruh bagi masyarakat. Manusia modern sama sekali tidak dapat menghapuskan seluruh masa lampaunya karena dia hasil produksi dari masa lampau. Manusia modern akan menerima warisan dari masa lampau yang terus melekat dalam pikirannya, warisan itu antara lain adalah mitos (Eliade 1963 dalam Susanto 1987).

2.1.4 Persepsi

Persepsi pada hakikatnya merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Menurut Young (1951) persepsi merupakan aktivitas mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek sosial, dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan

(35)

stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu berupa harapan-harapan, nilai-nilai, sikap, ingatan, dan lain-lain. Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau tidak senang, dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam situasi yang tertentu pula (Polak 1991).

DeVito (1997) mengemukakan bahwa karakteristik seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Lionberger dan Gwin (1982) juga mengatakan bahwa karakteristik personal dapat mempengaruhi penerimaan individu terhadap perubahan unsur. Karakteristik tersebut dapat terdiri dari pendidikan, tempat tinggal, kedudukan, usia, dan jenis kelamin. Jenis kelamin dan usia seseorang akan mempengaruhi bagaimana orang tersebut memberikan persepsi mengenai suatu benda atau situasi. Hal ini dikarenakan persepsi yang diberikan antara pria dan wanita akan berbeda. Usia juga akan menentukan persepsi seseorang. Orangtua dan anaknya akan memberikan persepsi yang berbeda mengenai suatu benda yang sama.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kampung Batusuhunan merupakan salah satu kampung di Kelurahan Surade yang sedang dijadikan prioritas utama dalam pembangunan. Mengingat di Kampung Batusuhunan terdapat potensi ekowisata berupa Curug Cigangsa dan Batu Masigit, maka ekowisata dijadikan titik awal pembangunan di Kampung Batusuhunan. Masyarakat sebagai pemilik kawasan dan sebagai pelaksana kegiatan ekowisata tentu saja memiliki peran penting dalam kegiatan ekowisata. Penelitian ini melihat hubungan karakteristik masyarakat yang terdiri dari jenis kelamin dan tingkat usia dengan tingkat pengetahuan terhadap mitos dan norma, tingkatan sikap masyarakat terhadap pelanggaran mitos dan norma, persepsi masyarakat lokal dalam pengembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan dan hubungan karakteristik masyarakat dengan harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata.

(36)

Perkembangan kawasan ekowisata di Kampung Batusuhunan tentu saja akan sangat bergantung pada persepsi masyarakat lokal yang mendiami daerah tersebut. Sehingga persepsi masyarakat lokal terhadap pengembangan kawasan ekowisata Curug Cigangsa menjadi faktor penting yang menentukan perkembangan “Ekowisata Islami” yang akan dilaksanakan.

“Ekowisata Islami” merupakan ekowisata yang dalam pelaksanaannya berpedoman dengan mitos dan norma yang dibuat berdasarkan kaidah Islam. Hal ini menjadikan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitos dan norma menjadi sangat penting dalam pengembangan kawasan “Ekowisata Islami”. Pada pelaksanaanya, tentu saja akan terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh wisatawan yang datang ke lokasi ekowisata, oleh karena itu tingkatan sikap masyarakat terhadap pelanggaran mitos dan norma juga menjadi sangat penting.

Pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata menjadikan masyarakat setempat memiliki harapan yang berbeda-beda terhadap pengembangan ekowisata. Harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata dilihat berdasarkan jenis kelamin dan tingkat usia. Harapan masyarakat nantinya akan berhubungan dengan persepsi masyarakat lokal dalam pengembangan kawasan ekowisata. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 1.

(37)

Keterangan : : Berhubungan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara karakteristik masyarakat dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap mitos dan norma.

2. Terdapat hubungan antara karakteristik masyarakat dengan tingkatan sikap masyarakat terhadap pelanggaran mitos dan norma.

3. Terdapat hubungan antara karakteristik masyarakat dengan persepsi masyarakat dalam pengembangan kawasan ekowisata.

4. Terdapat hubungan antara karakteristik masyarakat dengan harapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata.

5. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat dengan persepsi masyarakat dalam pengembangan ekowisata.

Karakteristik Masyarakat  Jenis Kelamin  Tingkat Usia Persepsi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Ekowisata di Kampung Batusuhunan (Ekowisata Islami) Harapan Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata  Ekonomi  Ekologi  Sosial budaya Tingkat Pengetahuan terhadap Mitos dan Norma Tingkatan Sikap Masyarakat terhadap Pelanggaran Mitos dan Norma

(38)

6. Terdapat hubungan antara tingkatan sikap masyarakat terhadap pelanggaran mitos dan norma dengan harapan masyarakat dalam pengembangan ekowisata. 7. Terdapat hubungan antara harapan masyarakat dengan persepsi masyarakat

dalam pengembangan ekowisata.

2.4 Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur berbagai peubah. Masing-masing peubah terlebih dahulu diberi batasan sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya. Istilah-istilah tersebut yaitu:

1. Untuk melihat karakteristik masyarakat, salah satunya diukur dari tingkat usia. Tingkat Usia responden yaitu rentang waktu saat lahir sampai saat pengambilan data, dihitung saat ulang tahun terakhir dan diukur dalam satuan tahun, diukur dengan skala interval, dengan batasan usia : (Havighurst 1950 dalam Mugniesyah 2006)

a. Golongan usia muda : 18 tahun – 30 tahun b. Golongan usia menengah : 31 tahun – 50 tahun c. Golongan usia tua : > 51 tahun

2. Jenis kelamin menjadi indikator karakteristik masyarakat yang dipahami sebagai status biologis individu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, diukur dengan skala nominal.

3. Tingkat pengetahuan terhadap mitos dan norma, ialah kedalaman masyarakat (responden) dalam mengetahui dan memahami mitos-mitos dan norma-norma yang terdapat di Kampung Batusuhunan. Tingkat pengetahuan diukur dengan menggunakan skala nominal.

Nilai : Tidak Tahu = 1, Tahu = 2 a. Rendah : skor 10-15 b. Tinggi : skor 16-20

4. Tingkatan sikap masyarakat terhadap wisatawan yang melanggar mitos dan norma, yaitu respon berupa sikap apa yang akan dibentuk oleh masyarakat ketika terdapat wisatawan yang melanggar mitos dan norma yang

(39)

diberlakukan di Kampung Batusuhunan. Sikap masyarakat diukur dengan menggunakan skala ordinal.

Nilai : Diam saja = 1, Menegur = 2, Memberi Sanksi = 3 a. Rendah : skor 9-15

b. Sedang : skor 16-22 c. Tinggi : skor 23-27

5. Persepsi masyarakat lokal dalam pengembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan, diukur melalui indikator pendapat masyarakat terhadap pengembangan kawasan “Ekowisata Islami” Curug Cigangsa, pendapat masyarakat terhadap kemungkinan dampak negatif, pendapat masyarakat mengenai proporsi dampak ekowisata dan pendapat masyarakat terhadap konsep “Ekowisata Islami”.

6. Harapan masyarakat terhadap pengembangan ekowisata, yaitu ekspektasi ke masa depan yang diinginkan oleh masyarakat (responden) dari perkembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan, dilihat dari aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya.

(40)

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

1.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Penelitian explanatory merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi 1989).

Data kuantitatif didapatkan melalui kuesioner kepada responden. Data kualitatif didapatkan melalui pertanyaan terbuka kepada responden dan hasil konsultasi atau wawancara mendalam antara peneliti dan informan.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari lapangan/hasil kuesioner yang dilakukan melalui wawancara langsung kepada responden. Selain itu, dilakukan juga wawancara mendalam kepada informan. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang sumbernya berasal dari berbagai arsip/dokumen-dokumen Pemerintah Kelurahan Surade dan Kampung Batusuhunan.

3.3 Lokasi Dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di lokasi tempat dikembangkannya kawasan ekowisata Curug Cigangsa, yaitu di Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan observasi melalui internet dan studi langsung pada tempat dengan pertimbangan:

1. Kampung Batusuhunan memiliki potensi ekologi berupa Curug Cigangsa yang memiliki keindahan yang masih alami. Di kampung ini juga terdapat prasasti Batu Masigit/Masjid yang menjadi kebanggaan masyarakat sekitar yang 100 persen beragama Islam.

(41)

2. Kampung Batusuhunan merupakan kampung yang lokasinya paling dekat dengan Curug Cigangsa, sehingga kegiatan ekowisata yang dilakukan di Curug Cigangsa akan memberikan dampak langsung terhadap masyarakat Kampung Batusuhunan.

3. Kampung Batusuhunan merupakan kawasan yang menjadi prioritas pertama dalam pembangunan wilayah Kelurahan Surade karena selama ini wilayah Kampung Batusuhunan kurang berkembang dibandingkan dengan kampung-kampung di Kelurahan Surade lainnya

Penelitian dilakukan selama enam bulan dengan kegiatan penelitian yang meliputi survei lokasi, penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan pendekatan kualitatif untuk memperkaya data. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survai yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Unit analisa dalam penelitian ini adalah individu. Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi 2006).

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya diduga. Populasi sasaran dari penelitian ini adalah masyarakat Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi. Unit analisisnya adalah individu dikarenakan penelitian ini ingin melihat persepsi masing-masing individu masyarakat yang dapat mewakili persepsi masyarakat Kampung Batusuhunan secara keseluruhan. Jumlah penduduk di Kampung Batusuhunan berjumlah 107 jiwa, dengan jumlah pria sebanyak 54 jiwa, dan wanita sebanyak 53 jiwa. Pemilihan responden dilakukan secara Stratified Random Sampling dan dibagi berdasarkan tingkatan usia dan jenis kelamin. Pembagian berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan usia disebabkan penelitian ini ingin melihat hubungan antara jenis kelamin dan tingkatan usia terhadap persepsi masyarakat. Jumlah responden yang dipilih sebanyak 30 orang dengan pembagian 15 orang wanita di golongan usia muda, menengah dan tua, dan 15 pria di golongan usia muda,

(42)

menengah dan tua. Pembagian usia ini dibagi menjadi tiga dengan mengambil referensi menurut Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006). Pembagian jumlah responden dilakukan seimbang (15 pria dan 15 wanita) dikarenakan untuk membandingkan persepsi responden, maka jumlah responden yang dibandingkan sebaiknya sama rata. Pengambilan responden dilakukan dengan mengelompokkan masyarakat Kampung Batusuhunan ke dalam tiga golongan usia, kemudian dari tiga kelompok tersebut masing-masing diambil 5 orang pria dan 5 orang wanita.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Sebuah kuesioner berupa sekumpulan pertanyaan yang diajukan pada responden dan informan untuk dijawab. Pertanyaan untuk responden berupa pertanyaan tertutup yang sudah disertai jawaban pertanyaan dan pertanyaan terbuka untuk menggali informasi data kualitatif. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan informan kunci. Informan kunci merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, pihak lain dan lingkungannya. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah tokoh adat Kampung Batusuhunan.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil kuesioner dari responden diolah dengan menggunakan program microsoft excel 2007. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung melalui wawancara dengan informan serta pembicaraan dengan responden yang dilakukan melalui wawancara dengan pertanyaan terbuka. Data ini digunakan untuk mempertajam hasil penelitian.

Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahapan, antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sugiyono (2008) mendefinisikan tahap-tahap analisis data sebagai berikut:

1. Reduksi data: merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari tema serta pola data yang diperoleh;

2. Penyajian data: menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan lain-lain; untuk mempermudah peneliti dalam mengorganisir data, menyusun pola dan memahami data yang diperoleh;

(43)

3. Penarikan kesimpulan yang menghasilkan temuan baru atas obyek penelitian. Data kuantitatif diperoleh melalui penyebaran kuesioner di lapangan yang diperkuat dengan teknik wawancara langsung dengan responden. Pengolahan data dilakukan dengan tabel frekuensi untuk menghitung persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu untuk melihat adanya pengaruh karakteristik responden dengan beberapa hal.

(44)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Surade

4.1.1 Kondisi Geografis, Topografi, dan Demografi Kelurahan Surade Secara Geografis Kelurahan Surade mempunyai luas 622,05 Ha, berada di sebelah selatan wilayah Kabupaten Sukabumi yang secara umum terbagi dua kategori lahan, yaitu sebelah utara dan selatan mayoritas didominasi oleh lahan kering, perumahan dan perkotaan. Sebelah barat dan timur didominasi oleh lahan basah pesawahan. Adapun batas-batas administrasi Kelurahan Surade adalah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Citanglar; 2. Sebelah timur berbatasan Desa Jagamukti;

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Buniwangi dan Desa Pasiripis; dan 4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Kadaleman.

Kelurahan Surade bertempat cukup jauh dari pusat Kabupaten Sukabumi. Jarak tempuh perjalanan dari pusat Kabupaten adalah sepanjang 63 km. Sedangkan jarak tempuh dari Kota Bogor adalah sepanjang 117,5 km dan jarak tempuh dari Kota Bandung adalah sepanjang 217,5 km.

Kondisi Topografi Kelurahan Surade memiliki ketinggian 116 meter di atas permukaan laut (dpl) dan secara umum wilayah Kelurahan Surade memiliki ketinggian berkisar antara 15-300 meter dpl. Rata-rata suhu udara berkisar antara 150C-250C, dengan suhu rata-rata 260C. Bentuk permukaan tanah (morfologi) relatif datar di seluruh bagian kelurahan, baik di bagian utara, timur, selatan maupun barat wilayah Kelurahan Surade.

Secara demografi, jumlah penduduk Kelurahan Surade cenderung tetap dengan mutasi lahir, mati, pindah datang, dan pindah pergi. Jumlah penduduk Kelurahan Surade berjumlah 9.238 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.763 KK. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Surade sebagian besar bekerja sebagai petani, buruh tani, sektor perdagangan dan jasa. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk Kelurahan Surade dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan  Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa
Tabel  1.  Jumlah  dan  Persentase  Penduduk  Kelurahan  Surade  menurut  Jenis  Kelamin, Tahun 2012
Gambar 3. Persentase Penduduk Kelurahan Surade menurut Mata Pencaharian,  Tahun 2012
Gambar 4.   Persentase  Responden  menurut  Tingkat  Pendidikan  di  Kampung  Batusuhunan, Tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semua Insan KIE yang karena jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dan atau anggota keluarga inti (suami/ istri, anak) DILARANG menerima secara

(1) Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja mempunyai tugas pokok melaksanakan penyiapan bahan kebijakan teknis dan pembinaan hubungan industrial serta

0LQHFUDIWƍV %HGURFN (GLWLRQ KDV UHFHQWO\ DGGHG WKUHH IHDWXUHG VHUYHUV ZKLFK \RX DGGHG WKUHH IHDWXUHG VHUYHUV ZKLFK \RX FDQ DFFHVV IRU IUHH 6WDUW D QHZ JDPH DQG FDQ DFFHVV IRU IUHH

Kualitas bakso daging sapi peranakan ongole yang diberi pakan basal tongkol jagung dan undegraded protein dalam complete feed.. Buletin

Oleh karena itu hasil perhitungan yang menunjukkan nilai p < 0,05 pada nyeri saat bangkit dari posisi duduk dan nyeri saat naik tangga 3 trap, artinya terdapat

penelitian ini diperoleh nilai Adjusted R2 sebesar 0,575 jadi dapat disimpulkan bahwa variabel terikat keputusan pembelian dipengaruhi oleh variabel bebas citra merek

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c Undang- Undang KPK, maka KPK memiliki kewenangan antara

Selain mengumpulkan data lapangan sebagai data primer, pada penelitian ini juga dilakukan analisis data perhitungan upah borong berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan