KERJASAMA BADAN KEBANGPOL PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA
Surat Perintah Kerja Nomor: [07421230/BID III/BKBP/2015:2415A/UN14.1.11/KS/2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR NAMA TIM PENYUSUN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1
A.
URGENSI NASKAH AKADEMIK DALAM
PERANCANGAN PRODUK HUKUM DAERAH
B.
LATAR BELAKANG MASALAH
C.
RUMUSAN MASALAH
D.
TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK
E.
METODE PENELITIAN PENYUSUNAN NASKAH
AKADEMIK
1
12
17
18
19
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PARKTIK EMPIRIS
A.
KAJIAN TEORITIS PENGATURAN PEMECAHAN
MASALAH DAMPAK PEREDARAN DAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
B.
KAJIAN EMPIRIS TERHADAP KARAKTERSITIK
NARKOTIKA, PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA, DAN DAMPAK PEREDARAN DAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
C.
KARAKTERISTIK OBYEK PENGATURAN PENCEGAHAN
DAN PENANGANAN DAMPAK PEREDARAN DAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
D.
KARAKTERSITIK KONSEP PENGATURAN
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN DAMPAK
PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA
35
48
69
70
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
A.
KARAKTERSITIK DASAR, RUANG LINGKUP, DAN
MATERI KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI
DALAM MENGATUR PENCEGAHAN DAN
PENANGANAN DAMPAK PEREDARAN DAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
B.
KARAKTERSITIK MATERI PENGATURAN
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN DAMPAK
PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
72
73
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. LANDASAN FILOSOFIS
B. LANDASAN SOSIOLOGIS
C. LANDASAN YURIDIS
91
92
96
97
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN
99
BAB VI
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
103
103
105
KA TA PENGANTA R
Ucapan syukur ditujukan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang
Maha Esa) atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika dapat diselesaikan.
Penyelesaian Naskah Akademik ini merupakan tanggung jaw ab dari tim Peneliti
kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Badan Kesbangpol) Provinsi Bali. Hal
tersebut sebagaimana tertuang dalam perjanjian Kerjasama antara Badan Kesbangpol
Provinsi Bali dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana dengan Surat Perintah
Kerja Nomor : 2415A/ UN14.1.11/ KS/ 2015 : 074/ 21230/ BID III/ BKBP/ 2015. Demikian
Naskah Akademik ini dibuat, agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Denpasar, Desember 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
URGENSI NASKAH AKADEMIK DALAM PERANCANGAN PRODUK HUKUM
DAERAH
Naskah Akademik (NA) dalam perancangan produk legislasi daerah diperlukan
untuk dua alasan:
pertama, untuk memenuhi persyaratan epistemelogi
1dalam
perancangan norma; dan
kedua, untuk mencegah berbagai masalah fungsi dan
pew ujudan tujuan norma yang timbul akibat kekosongan landasan tersebut.
Syarat epistemelogi perancangan norma mencakup: (a) syarat obyektivitas;
2(b)
syarat rasionalitas;
3dan (c) syarat kontekstualitas.
4Pemenuhan ketiga syarat ini
bertujuan untuk mencegah problem obyektivitas norma, problem rasionalitas norma,
dan problem kontekstual norma.
Problem obyektivitas normaadalah problem
obyektif-tidaknya atau sesuai/ tidak konstruksi (struktur dan rumusan) norma dengan karakter
obyek pengaturan yang diatur dalam norma. Problem obyektivitas norma muncul dari
akibat kelemahan kapasitas epistemelogis perancang produk legislasi dan intervensi
kepentingan legislator atau pihak lainnya terhadap produk legislasi yang dirancang.
1 Syarat epistemelogis adalah syarat metodologi perancangan. Ida Bagus Wyasa Putra, 2015,
Filsafat Ilmu: Filsafat Ilmu Hukum, Udayana University Press, h. 144-146.
2 Syarat obyektifitas adalah syarat kesesuaian norma dengan karakteristik obyek yang diaturnya.
Pengkonstruksian norma hendaknya didasarkan pada karakteristik obyek norma. Ida Bagus Wyasa Putra, 2015, Analisis Konteks Dalam Epistemelogi Ilmu Hukum, Universitas Udayana, h. 16.
3 Syarat rasionalitas adalah syarat validitas norma atau konsistensi norma dari produk hukum
yang lebih rendah dengan norma produk hukum yang lebih tinggi, yang menjadi dasar pembentukan norma dan sumber norma. Ibid.,h. 6.
4 Syarat kontekstualitas adalah syarat kesesuaian norma dengan ekspektasi masyarakat tempat di
Problem rasionalitas norma
adalah problem valid-tidaknya norma berdasarkan uji
keberdasaran, uji kebersumberan, dan uji konsistensi antara norma produk legilasi
yang dibentuk dengan norma peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang
menjadi dasar atau sumber dari norma produk yang dibentuk. Problem rasionalitas
norma juga menyangkut w ajar/ tidaknya dan adil/ tidaknya norma suatu produk
legislasi diukur dari persyaratan moral, nilai sosial budaya, kemanusiaan, dan
nilai-nilai historis politik, sosial, dan ekonomi yang dianut Negara (ideologi) dan
masyarakat.
Problem kontekstual normaadalah problem sesuai/ tidaknya norma dengan
ekspektasi masyarakat. Ekspektasi masyarakat adalah harapan masyarakat yang
merupakan hasil dari proses komunitas atau interaksi komunitas. Hakekat naskah
akademik dalam perancangan produk legislasi adalah landasan teoritik perancangan
produk tersebut.
Dalam perancangan produk legislasi daerah, landasan demikian itu
dipersyaratkan dalam bentuk persyaratan pengadaan naskah akademik, yaitu suatu
naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum yang diselenggarakan dalam rangka
perancangan u produk legislasi. Lampiran I angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya: UUP3)
menentukan bahw a naskah akademik adalah hasil penelitian atau pengkajian hukum
yang dapat dipertanggungjaw abkan secara ilmiah, terhadap suatu masalah tertentu
dalam rangka pengaturan masalah tersebut melalui Undang-Undang atau Peraturan
Daerah sebagai solusi terhadap masalah tersebut dan bentuk upaya untuk memenuhi
Pengertian demikian itu melahirkan konsep tentang naskah akademik. Naskah
akademik merupakan:
a.
naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum;
b.
penelitian terhadap masalah tertentu dan solusinya;
c.
hasil penelitian dan pengkonstruksian masalah dan pemecahannya merupakan
bahan untuk mengkonstruksikan norma hukum untuk mengatur pemecahan
masalah tersebut; dan
d.
naskah hasil penelitian demikian itu harus dapat dipertanggungjaw abkan secara
ilmiah.
Definisi tersebut mengandung konsep bahw a suatu penelitian hukum dalam
penyusunan naskah akademik merupakan penelitian yang diselenggarakan karena ada
suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan pemecahan masalah itu hanya dapat
dilakukan melalui pengaturan (hukum). Karena itu, suatu penelitian hukum yang
diselenggarakan dalam rangka penyusunan naskah akademik haruslah dimulai dengan
eksplorasi dan pendeskripsian masalah yang sedang dihadapi masyarakat, untuk
kemudian diidentifikasi dan didefinisikan, selanjutnya dicarikan konstruksi teoritik
pemecahannya. Hasil pemecahan masalah ini digunakan sebagai bahan dan dasar
pengkonstruksian
norma
untuk
mengendalikan
potensi
dan
mengatur
penyelenggaraan pemecahan masalah tersebut.
Berdasarkan ketentuan dan konsep tersebut, materi penelitian ini disusun
based
) sesuai dengan epistemelogi perancangan produk legislasi yang berkembang
sangat pesat belakangan ini. Dengan demikian, maka penelitian hukum dalam
penyusunan naskah ini difokuskan pada obyek-obyek berikut:
a.
karakteristik narkotika, peredaran, dan penyalahgunaan narkotika;
b.
karakteristik dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika;
c.
karakteristik kebutuhan pemecahan masalah yang timbul dari karakteristik dampak
peredaran dan penyalahgunaan narkotika;
d.
karaktersitik konsep pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan
narkotika;
e.
karakteristik konsep pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika; dan
f.
karaktersitik konstruksi (struktur, lingkup materi, dan rumusan materi) norma
pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika.
Hasil penelitian terhadap karakteristik dampak peredaran dan penyalahgunaan
narkotika merupakan dasar untuk merumuskan kebutuhan pemecahan masalah
dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Peta kebutuhan pemecahan
masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika merupakan dasar untuk
merumuskan konsep pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika. Konsep pengaturan pemecahan masalah dampak
struktur
norma
pengaturan
pemecahan
masalah
dampak
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika.
Konstruksi korelasi obyek penelitian dengan hasil dan kegunaan hasil penelitian
dalam penyusunan naskah akademik ini dapat digambarkan sebagai berikut:
KONSTRUKSI KORELASI OBYEK PENELITIAN DENGAN HASIL DAN
KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
NO
OBYEK PENELITIAN
HASIL YANG
DIHARAPKAN
KEGUNAAN HASIL
PENELITIAN
1
KARAKTERISTIK
NARKOTIKA,
PEREDARAN,
DAN
PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA
Deskripsi
tentang
karakteristik
narkotika, peredaran
dan penyalahgunaan
narkotika
Dasar identifikasi masalah
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika,
serta dampak peredaran dan
penyelahgunaan narkotika
KARAKTERISTIK
DAMPAK PEREDARAN
DAN
PENYELAHGUNAAN
NARKOTIKA
Deskripsi
tentang
karakteristik
dampak
peredaran
dan penyalahgunaan
narkotika
Dasar pemetaan kebutuhan
pemecahan
masalah
dampak
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika
2
KARAKTERISTIK
KEBUTUHAN
PEMECAHAN
MASALAH
DAMPAK
PEREDARAN
DAN
PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA
Deskripsi
tentang
karakteristik
kebutuhan
pemecahan masalah
dampak
peredaran
dan penyalahgunaan
narkotika
Dasar perumusan KONSEP
PEMECAHAN MASALAH
DAMPAK
PEREDARAN
DAN
PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA
3
KONSEP PEMECAHAN
MASALAH
DAMPAK
PEREDARAN
DAN
PENYELAHGUNAAN
NARKOTIKA
Deskripsi
tentang
konsep
pemecahan
masalah
dampak
peredaran
dan
penyalahgunaan
narkotika
Dasar perumusan KONSEP
PENGATURAN pemecahan
masalah dampak peredaran
dan
penyalahgunaan
narkotika
4
KONSEP
PENGATURAN
Deskripsi
tentang
konsep
pengaturan
Dasar
penyusunan
PEMECAHAN
MASALAH
DAMPAK
PEREDARAN
DAN
PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA
pemecahan masalah
dampak
peredaran
dan penyalahgunaan
narkotika
RUANG
LINGKUP
MATERI, DAN RUMUSAN
MATERI
NORMA)
Pengaturan
Pemecahan
Masalah Dampak Peredaran
dan
Penyalahgunaan
Narkotika
Korelasi peredaran dan penyalahgunaan narkotika, dampak, kebutuhan
pemecahan masalah, konsep pemecahan masalah, konsep pengaturan, dan struktur
materi pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan
narkotika juga dapat digambarkan sebagai berikut:
KORELASI PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, DAMPAK,
KEBUTUHAN PEMECAHAN MASALAH, KONSEP PEMECAHAN MASALAH,
KONSEP PENGATURAN, DAN STRUKTUR MATERI PENGATURAN PEMECAHAN
MASALAH DAMPAK PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
KEBUTUHAN PEM ECAHAN M ASALAH
KONSEP PEM ECAHAN M ASALAH KONSEP PENGATURAN
KONSTRUKSI NORM A PENGATURAN 5
4 3
KETERANGAN:
(1)
gambaran
KARAKTERISTIK
NARKOTIKA,
karakteristik
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika serta dampak kesehatan, sosial, ekonomi, dan politiknya
terhadap individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara;
(2)
gambaran karakteristik narkotika, karkteristik peredaran dan penyalahgunaan, dan
dampak
peredaran
dan
penyalahgunaan
narkotika
merupakan
DASAR
PERUMUSAN KARAKTERISTIK MASALAH DAN KEBUTUHAN PEMECAHAN
MASALAH;
(3)
peta kebutuhan pemecahan masalah merupakan DASAR PERUMUSAN KONSEP
PEMECAHAN MASALAH;
(4)
konsep
pemecahan
masalah
merupakan
dasar
perumusan
KONSEP
PENGATURAN
PEMECAHAN
MASALAH
dampak
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika;
PERDA PETA M ASALAH
KARAKTERISTIK M ASALAH
(5)
konsep pengaturan merupakan DASAR PENGKONSTRUKSIAN NORMA
PENGATURAN; dan
(6)
konstruksi norma pengaturan merupakan dasar PERUMUSAN PERDA. Perda
merupakan instrumen hukum untuk memecahkan masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika.
Untuk keperluan pertanggungjaw aban ilmiah, penelitian hukum dalam rangka
penyusunan naskah ini menggunakan 3 (tiga) pendekatan hukum, yaitu:
(a)
pendekatan hukum normatif (
structural normative approach);
5(b)
pendekatan hukum fungsional (
functional approach);
6dan
(c)
pendekatan hukum dengan orientasi kebijakan atau pendekatan hukum
kontekstual dan konstruktif (
policy-oriented approach, contextual approach, orconstructive approach
).
7Penggunaan pendekatan ini mencakup penggunaan teori, konsep, metode penelitian,
dan model analisis yang dibangun berdasarkan ketiga pendekatan itu.
Lampiran I angka 2.1 UUP3 menentukan bahw a bagian Pendahuluan suatu
naskah akademik memuat latar belakang, sasaran yang akan diw ujudkan, identifikasi
5 Hans Kelsen, 2006, General Theory of Law and State, Transaction Publishers, New Brunswick, h.
29.
6 George Whitecross Paton,1951, A Text-Book of Jurisprudence, Clarendon Press, Oxford, h. 20. 7 Lihat: lung-chu Chen, 1989, An Introduction to Contemporary International Law: A Policy Oriented
masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode penelitian. Berdasarkan ketentuan
tersebut, bagian Pendahuluan dari naskah ini secara berturut-turut menyajikan:
a.
latar belakang masalah dan sasaran yang akan diw ujudkan;
b.
identifikasi masalah;
c.
tujuan dan kegunaan penelitian; serta
d.
metode penelitian.
Lampiran I angka 2.1.A. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menentukan
bahw a latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan
naskah akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tertentu.
Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Peraturan Daerah memerlukan
suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai
teori atau pemikiran ilmiahyang berkaitan dengan
materi muatanRancangan Peraturan Daerah yang akan
dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan
argumentasifilosofis, sosiologis
serta
yuridisguna mendukung perlu atau tidak perlunya
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah.
Lampiran I angka 1.B. menentukan bahw a identifikasi masalah memuat
rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam naskah
akademik. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu naskah akademik
mencakup 4 (empat) elemen pokok masalah, yaitu:
a.
Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan
penelitian ini adalah masalah apa yang dihadapi masyarakat dan Pemerintah
Provinsi Bali dalam upaya pemecahan masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika.
b.
Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah
tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah
tersebut, dalam penelitian ini pelibatan Pemerintah Provinsi dalam penyelesaian
masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika.
c.
Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah,
dalam hal ini Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi
Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.
d.
Apa sasaran yang akan diw ujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan
arah pengaturan dari pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika melalui produk legislasi daerah itu.
Lampiran I angka 1.C. menentukan bahw a tujuan dan kegunaan penyusunan
naskah akademik sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dirumuskan
sebagai berikut:
a.
Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara,
dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut, dalam hal ini
adalah masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan Pemerintah provinsi Bali dalam
b.
Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar
hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat, dalam hal ini permasalahan hukum yang dihadapi
sebagai alasan pembentuk Rancangan Peraturan Daerah pemecahan masalah
dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika sebagai dasar hukum dalam
pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika.
c.
Merumuskan
pertimbangan
atau
landasan
filosofis,
sosiologis,
yuridis
pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah,
dalam hal ini Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi
Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.
d.
Merumuskan sasaran yang akan diw ujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah, dalam hal ini sasaran yang akan diw ujudkan, ruang
lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Pemecahan Maslah Dampak Peredaran dan
Penyalahgunaan Narkotika.
Kegunaan penyusunan naskah akademik adalah sebagai acuan atau referensi
penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, dalam hal ini Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan
Lampiran I angka 1.D. menentukan bahw a penyusunan naskah akademik pada
dasarnya merupakan kegiatan penelitian yang harus diselenggarakan berdasarkan
metode penyusunan naskah akademik yang berbasis pada metode penelitian hukum.
Penelitian hukum dapat dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif dan
metode yuridis empiris. Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian
sosiolegal. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah
(terutama) data sekunder berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan,
perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil
pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan
w aw ancara, diskusi (
focus group discussion, FGD), dan rapat dengar pendapat. Metode
yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diaw ali dengan penelitian
normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan (normatif) yang
dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk
mendapatkan data faktor non hukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap
Peraturan Perundang-undangan yang diteliti. Berdasarkan dua model metode itu,
metode penelitian yang digunakan di dalam penyusunan naskah ini adalah penelitian
hukum normatif dengan menggunakan pendekatan hukum normatif struktural,
pendekatan hukum normatif fungsional, dan pendekatan hukum dengan orientasi
kebijakan.
Berdasarkan standar normatif itu, bagian Pendahuluan dari naskah ini
menyajikan:
b.
identifikasi masalah;
c.
tujuan dan kegunaan penyusunan landasan teoritik; dan
d.
metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan landasan teoritik.
B.
LATAR BELAKANG MASALAH
Narkotika merupakan merupakan zat yang digunakan untuk pengobatan.
Narkotik dapat digunakan sebagai media pengobatan seperti penahan atau penghilang
rasa sakit dalam melakukan operasi, maupun sebagai obat untuk mempengaruhi fungsi
kelenjar, produksi dan sirkulasi hormon, metabolism tubuh dan mental.
Opium poppymisalnya, telah digunakan secara luas sejak zaman Yunani dan Romaw i sebagai obat
untuk mengurangi rasa sakit pada masa persalinan.
8Karena itu, narkotik merupakan
istilah yang digunakan untuk menunjuk pada suatu jenis zat, baik yang bersumber dari
bahan-bahan alami (
heroin, morphine and opium) maupun sistetis (
Percodan, Demerol andDarvon
), atau semi sintetis (
Oxycodone and Hydrocodone), yang bersifat menghilangkan
rasa sakit (
analgesic) karena menumpulkan kepekaan syaraf perasa atau sebaliknya
meningkatkan kepekaan syaraf perasa manusia.
9Narkotika juga merupakan zat yang
bekerja pada tataran syaraf yang mengendalikan fungsi kelenjar, hormon, fungsi organ,
dan metabolisme tubuh manusia yang menghasilkan berbagai sensasi pada diri dan
pikiran manusia. Sensasi yang dihasilkan oleh narkotika mengakibatkan fungsi
narkotik berubah dari sekadar fungsi sebagai bahan untuk keperluan pengobatan
menjadi bahan konsumsi untuk berbagai tujuan lain, seperti obat penyemangat,
pemelihara stamina, sumber kesenangan, pelarian dari tekanan mental, pembangun
kepercayaan diri, dan kegunaan-kegunaan lainnya.
Sensasi yang dihasilkan narkotika sesungguhnya merupakan sensasi semu atau
sifatnya sementara, sehingga dalam mempertahankan kondisi yang setara dengan
kondisi sementara itu seorang pengguna harus menggunakan kembali bahan yang
dikonsumsi. Sifat sensasi dan pola penggunaan itu melahirkan sifat baru, yang bila
digunakan secara terus-menerus, dalam jangka w aktu alam atau dosis berlebihan, akan
menimbulkan akibat yang sangat buruk bagi kesehatan, terutama kerja syaraf, kelenjar,
sirkulasi dan keseimbangan hormon, daya kerja pikiran, dan akhirnya kesehatan dan
daya tahan fisik. Namun demikian, sifat narkotika sebagai sumber sensasi fisik dan
mental pada manusia mengakibatkan narkotik cenderung disalahgunakan, mulai dari
media untuk sekadar iseng dan bersenang-senang, sampai pada konsumsi rutin dan
ketergantungan untuk berbagai alasan dan tujuan tertentu yang umumnya
berhubungan dengan cara kerja fisik dan mental manusia. Masyarakat Cina misalnya,
telah selama ratusan tahun menghisap opium secara terbuka di dalam suatu model
bersantai yang bersifat komunitas untuk tujuan mendapatkan kesenangan atau mencari
rasa nyaman yang menyenangkan. Demikian juga para penguasa pada zaman
kekuasaan abad ke -10-an telah menggunakan narkotika untuk mengendalikan mood
dalam menjalankan kekuasaan. Sekalipun istilah “ penyalahgunaan” narkotika telah
ditemukan dan digunakan sejak aw al permulaan abad ke-18, namun jutaan manusia
seperti: rileksasi, mencari rasa nyaman dan melayang (
get high), atau sekedar untuk
menstimulasi “
mood” untuk berbagai alasan.
10Penyalahgunaan narkotika dalam kehidupan manusia semakin meluas sejak
Edinburgh menemukan jarum suntik pada tahun 1800-an dan sejak itu cara
penggunaan narkotik yang semula menggunakan cara menelan melalui mulut
berubahan menjadi cara injeksi atau semprot, sehingga sejak tahun itu penyalahgunaan
narkotika juga semakin meluas. Penemuan berbagai jenis narkotika sistentis dan
semi-sintetis
11juga menjadi berkah baru dalam pelayanan kesehatan, tetapi pada sisi lainnya
juga menjadi masalah baru yang semakin serius dan mengancam keberlangsungan
kehidupan manusia.
Kandungan adiktif di dalam narkotika yang menimbulkan ketergantungan bagi
pemakainya, mengakibatkan penyalahgunaan narkotika menjadi problem besar abgi
masyarakat bangsa-bangsa. Sifat adiktif dari narkotika yang semula diusahakan untuk
ditekan sekecil-kecilnya dalam proses pelayanan kesehatan, dalam kehidupan
komersial justru dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk mengubah nilai pasokan
narkotik yang semula bersifat humanistik menjadi pasokan yang bersifat dan bernilai
komersial. Sejak tahun 1950 penyalahgunaan itu menjadi semakin meluas dan
menimbulkan ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup manusia, karena
volume dan sifat penyebarannya, dan untuk alasan itu PBB pada tahun 1961 untuk
10 Ibid.
11 Pethidine merupakan jenis morfin sintetik pertama yang diproduksi di Jerman pada tahun
pertama kalinya menerbitkan suatu instrumen hukum internasional yang dibentuk
untuk tujuan memberantas penyebaran narkotika yang bersifat melaw an hukum dan
yang bersifat lintas batas negara.
12Indonesia meratifikasi Konvensi itu dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961
beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya. Pada Tahun 1977 Indonesia juga
meratifikasi
United Nations Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs andPsychotropic Substances, 1988
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) yang diratifikasi
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1977 tentang Pengesahan terhadap Konvensi
dimaksud.
Reaksi cepat Indonesia dalam meratifikasi Konvensi itu merupakan cermin
kesadaran Pemerintah Indonesia terhadap dampak berbahaya dari peredaran dan
penyalahgunaan narkotika. Benny Mamoto, Deputi Pemberantasan BNN, mengatakan
sedikitnya 50 w arga negara Indonesia meninggal dunia per hari akibat mengkonsumsi
narkotika. Jumlah itu lebih mengerikan dibandingkan dengan korban kejahatan lain,
misalnya kejahatan terror. Jumlah korban tew as dalam teror bom di Bali sebanyak 220
jiw a atau setara dengan korban tew as akibat konsumsi narkotika selama 5 hari.
13Pada
tahun 2008, diperkirakan jumlah penyalahguna narkotika setahun terakhir di Indonesia
sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1,9% dari populasi penduduk
12 Single Convention on Narcotic Drug 1961, sebagaimana kemudian diamademen dengan
Protocol Majelis Umum PBB 1972.
13 Metrotvnews.com, 28 September 2013, BNN: 50 orang Tewas Tiap Hari A kibat Narkotika,
berusia 10-59 tahun.
14Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) Hasil proyeksi angka
penyalahguna narkotika akan meningkat, dengan adanya kecenderungan peningkatan
angka sitaan dan pengungkapan kasus narkotika.
Tindak
kebijakan
lanjutan
dari
Rativikasi
Konvensi
itu,
dengan
mempertimbangkan karakteristik bahaya dampak peredaran dan penyalahgunaan
narkotika adalah tindakan Pemerintah Indonesia secara progresif menerbitkan berbagai
instrumen hukum dalam rangka mencegah, mengendalikan, dan memberantas
peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Pada tahun 1997 Indonesia menerbitkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Undang-Undang
Narkotika 2009 diikuti dengan penerbitan berbagai peraturan pelaksanaan, seperti:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika; Peraturan Presiden Nomor
23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional; dan akhirnya Peraturan menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika, yang membangun sistem peraturan perundang-undangan, kelembagaan,
dan proses hukum dalam pencegahan, penanggulangan, dan penanganan masalah
peredaran dan dampak peredaran narkotika.
Peraturan Menteri Dalam Negeri itu memberi kew enangan kepada Gubernur
dan Bupati/ Walikota untuk mengatur melalui peraturan daerah fasilitasi pencegahan
14 Badan Narkotika Nasional, 2015, Survei Nasional Perkembangan Penyalahguna Narkotika
penyalahgunaan narkotika. Untuk keperluan pelaksanaan kew enangan itulah
Pemerintah Provinsi Bali bermaksud membentuk Peraturan Daerah yang mengatur
tentang pelaksanaan kew enangan tersebut dalam kerangka kebijakan nasional
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.
C.
RUMUSAN MASALAH
Dalam rangka pelaksanaan kew enangan itu dan dengan berpijak pada standar
penyusunan naskah akademik dalam perancangan peraturan daerah, maka masalah
yang akan diteliti dalam penyusunan naskah akademik ini mencakup:
(1)
Bagaimanakah kajian teoritis dan praktik empiris karakteristik narkotika, peredaran
dan penyalahgunaan narkotika, serta bagaimanakah karakteristik dampak
peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia?
(2)
Bagaimanakah
kondisi
peraturan
perundangan-undangan
yang
mengatur
peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia dan bagimanakah kondisi
itu berkaitan dengan kedudukan dan kew enangan Pemerintah Provinsi Bali dalam
berperan mencegah, mengendalikan, dan mengatasi dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika?
(3)
Apakah Pemerintah Provinsi Bali memiliki landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis
untuk membentuk peraturan daerah dalam mengatur kedudukan dan
kew enangannya dalam berperan mencegah, mengendalikan, dan mengatasi
(4)
Bagaimanakah jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan
peraturan daerah provinsi dalam pencegahan, pengendalian, dan penanganan
dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika?
D.
TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK
Penelitian dalam rangka penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk:
(1)
Merumuskan landasan teoritis pengaturan pencegahan dan penanganan dampak
peredaran dan penyalahgunaan narkotika melalui pembentukan Peraturan Daerah
provinsi Bali berkenaan dengan hal itu; dan merumuskan karakteristik empiris dari
narkotika, peredaran dan penyalahgunaan narkotika, karakteristik dampak,
karakteristik kebutuhan pemecahan masalah, konsep pemecahan masalah, dan
konsep pengaturan pencegahan dan penanganan dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika;
(2)
Merumuskan masalah norma peraturan perundang-undangan yang dalam rangka
pengaturan pencegahan dan penanganan masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika dalam rangka pemecahan masalah norma penagturan
melalui peraturan daerah yang akan dibentuk;
(3)
Merumuskan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan peraturan
daerah dalam rangka mengatur pencegahan dan penanganan dampak peredaran
(4)
Merumuskan jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan
peraturan daerah provinsi dalam pencegahan, pengendalian, dan penanganan
dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika.
E.
METODE
1.
Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian
yang memfokuskan penelitian terhadap masalah hukum dalam sifat tektualnya.
Penelitian ini mencakup penelitian terhadap masalah norma hukum, baik asal-usul,
konstruksi normanya, validitas, keberadaannya dalam korelasi dengan norma
lainnya, maupun penerapan dan penegakannya. Penelitian ini memfokuskan
penelusuran terhadap beberapa aspek norma, yaitu:
a.
dasar pengkonstruksian norma, konsep pengkonstruksian norma;
b.
aspek dasar kew enangan; dan
c.
aspek pengkonstruksian norma.
Aspek yang pertama mencakup: penelitian terhadap karakteristik peredaran dan
penyalahgunaan narkotika; karakteristik masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika; karakteristik kebutuhan pemecahan masalah dampak
peredaran dan penyalahgunaan narkotika; karakteristk konsep pemecahan masalah
dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika; karaktersitik konsep
pengaturan, sampai pada model konstruksi norma pengaturan pemecahan masalah
Aspek yang kedua mencakup penelitian terhadap peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang dasar, ruang lingkup, dan substansi kew enangan
Pemerintah Provinsi Bali dalam mengatur pemecahan masalah dampak peredaran
dan penyalahgunaan narkotika di Bali. Aspek yang ketiga mencakup penelitian
terhadap struktur elemen pengaturan dan konstruksi substansi norma.
Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif dalam cakupan
meliputi ketiga variannya, yaitu: penelitian hukum normatif struktural, penelitian
hukum normatif fungsional, dan penelitian hukum normatif kontekstual. Obyek
penelitian ini adalah karakteristik obyek pengaturan dan masalah dampak
peredaran dan penyalahgunaan narkotika sebagai dasar pengkonstruksian konsep
pengaturan dan pengkonstruksian norma pengaturan yang diasumsikan sebagai
faktor penentu fungsi dan keberhasilan fungsi dalam mew ujudkan tujuan hukum.
Dengan demikian, kendatipun memusatkan penelitian dan pembahasan pada
norma, penelitian ini bukanlah penelitian hukum normatif sebagaimana
diperkenalkan oleh Kelsen (
normative structural), melainkan kombinasi antara
penelitian hukum normatif dalam pengertian hukum normatif struktural, hukum
normatif fungsional sebagaimana diperkenalkan oleh Pound (
normative functional),
dan hukum normatif kontekstual sebagaimana diperkenalkan oleh McDougal.
Model penelitian McDougal dipergunakan sebagai instrument untuk meneliti
karakteristik obyek penelitian, termasuk karakteristik masalah pengelolaan,
pengaturannya. Model penelitian Kelsen digunakan dalam mengidentifikasi
kew enangan, dan model penelitian Pound digunakan dalam mengidentifikasi
karakteristik konstruksi struktur dan substansi norma pengaturan.
Penelitian ini berinduk pada penelitian hukum fungsional (
functional research oflaw
) atau penelitian hukum normatif fungsional (
normative functional)-nya Roscoe
Pound
15dan McDougal dalam kombinasi dengan model penelitian hukum normatif
strukturalnya Kelsen. Esensi model penelitian Pound dan McDougal adalah korelasi
antara obyek pengaturan dengan konsep dan konstruksi norma pengaturan sebagai
aspek-aspek norma yang satu sama lain saling mempengaruhi dan menentukan
fungsi dan capaian tujuan hukum. Konsistensi antara keseluruhan aspek itu
merupakan dasar untuk menghasilkan produk hukum yang berkualitas dan
mengemban fungsi–fungsinya, dan fungsi hukum yang berkualitas merupakan
dasar pew ujudan tujuan hukum secara baik. Sementara esensi model penelitian
Kelsen adalah model uji validitas, yaitu uji terhadap keberdasaran pada dan
kebersumberan norma kepada norma yang lebih tinggi yang akan menentukan
validitas norma yang dibentuk.
15 Ibid. Di Indonesia, model ini diperkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan nama
Bentuk penelitian ini, dengan demikian, adalah:
a.
uji konsistensi konsep pengaturan, konstruksi struktur dan substansi norma
pengaturan dengan karakteristik obyek pengaturan dan karakteristik kebutuhan
pengaturan; dan
b.
konstruksian dasar dan substansi kew enangan pengaturan sebagai instrumen uji
validitas terhadap konstruksi norma dalam pengaturan pemecahan masalah
dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Bali.
2.
Pendekatan Masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif fungsional (
functionalnormative approach
), normatif struktural (
structural normative approach), dan
normatif konstruktif dan kontekstual (
policy-oriented research).
16Pendekatan ini
merupakan pendekatan penelitian hukum yang perlu digunakan dalam proses
legislasi di Indonesia mengingat kultur hukum Indonesia (
civil law system) dan
kebutuhan-kebutuhan pengaturan yang lebih obeyktif dan kontekstual. Fungsi
pendekatan tersebut dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
a.
Pendekatan hukum kontekstual digunakan dalam penelitian terhadap
karakteristik obyek penelitian, karakteristik masalah pengelolaan obyek,
16 Pendekatan hukum dengan orientasi kebijakan melihat hukum sebagai bagian proses otoritatif
karakteristik kebutuhan pemecahan masalah pengelolaan obyek, dan
karakteristik konsep pengaturan obyek;
b.
Pendekatan hukum normatif struktural digunakan sebagai dasar untuk
menjelaskan dasar, ruang lingkup dan substansi kew enangan Pemerintah
Provinsi Bali dalam pengaturan pemecahan masalah peredaran dan
penyalahgunaan narkotika di Bali; dan
c.
Pendekatan hukum normatif konstruktif dan fungsional digunakan sebagai
dasar untuk menjelaskan korelasi konstruksi struktur dan substansi norma
dengan konstruksi konsep pengaturan, korelasi konstruksi konsep pengaturan
dengan karakteristik kebutuhan pengaturan, dan korelasi kebutuhan
pengaturan dengan karakterisitik obyek pengaturan dan karakteristik masalah
pengelolaan obyek pengaturan.
Korelasi antara keseluruhan komponen sistem fungsi hukum dalam pengaturan
pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika dapat
KONSTRUKSI LANDA SA N, KONSEP PENGA TURA N, DA N KONSTRUKSI NORM A SEBA GA I REFLEKSI KA RA KTERISTIK OBYEK PENGA TURA N
Hakekat
penelitian
terhadap
karakteristik
dampak
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika di Bali adalah penelitian terhadap landasan filosofis
pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di
Bali. Penelitian terhadap karakteristik masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan
narkotika adalah penelitian terhadap landasan sosiologis pengaturan pelestarian
w arisan budaya Bali. Landasan sosiologis pengaturan adalah landasan kontekstual dari
pengaturan. Kedua landasan ini dimaksudkan untuk memberikan landasan
KARAKTERISTIK M ASALAH DPPNNARKOTIKA
(KARAKTERISTIK OBYEK PENGATURAN)
KARAKTERISTIK
KEBUTUHAN PENGATURAN
PEM ECAHAN M ASALAH DPPN KARAKTERISTIK KEWENANGAN
PEM PROV DALAM PENGATURAN
PEM ECAHAN M ASALAH DAM PAK PEREDARAN DAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
(DPPN)
(KARAKTERISTIK M ATERI DAN RUANG
LINGKUP KEWENANGAN)
KARAKTERISTIK M ASALAH
PENGATURAN DPPN
(KARAKTERISTIK M ASALAH
PENGATURAN) KONSTRUKSI KONSEP PENGATURAN KONSTRUKSI STRUKTUR ELEM EN NORM A PENGATURAN KONSTRUKSI M ATERI NORM A PENGATURAN LANDASAN YURIDIS
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS
KONSTRUKSI
PENGATURAN
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
kontekstual terhadap pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika di Bali. Landasan kontekstual merupakan landasan penentu
LEGITIMASI keberlakuan suatu produk hukum. Penelitain terhadap kedua masalah ini
menggunakan pendekatan hukum fungsional dan hukum dengan orientasi
kebijakannya Pound dan McDougal.
Hakekat penelitian terhadap dasar, ruang lingkup, dan materi kew enangan
adalah penelitian terhadap penelitian terhadap landasan yuridis suatu produk legislasi
daerah. Hasil penelitian ini menentukan validitas atau sah/ tidaknya keberlakuan suatu
produk legislasi daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode
penelitiannya Kelsen, pendekatan hukum normatif struktural dan uji validitas. Hasil
penelitian ini menentukan sah/ tidaknya keberlakuan suatu produk legislasi.
3.
Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan ketiga jenis bahan hukum, yaitu: bahan hukum
primer (
primary legal source), bahan hukum sekunder (
secondary legal materials), baik
yang bersifat nasional maupun internasional, dan alat penelusuran bahan hukum
(
search books or finding-tools).
Bahan hukum primer (domestik) yang digunakan mencakup : undang-undang
(
statutes passed by legislatures); peraturan atau keputusan-keputusan pemerintah (
decreesand orders of executives
); kebijakan atau keputusan administratif yang dibuat oleh
lembaga-lembaga administratif (
regulations and rulings of administrative agencies). Bahan
maupun
soft law, mencakup:
Convention, Agreement, Treaty,dan
Pact;
Declarationdan
Resolution
.
Alat penelusuran bahan hukum (domestik) yang digunakan, mencakup:
buku/ daftar/ himpunan
istilah
(
phrasebooks);
himpunan
ringkasan
peraturan
perundangan (
annotated statutory compilations); dan catatan lepas (
looseleaf services). Alat
Penelusuran Bahan Hukum (Internasional) yang digunakan mencakup: buku istilah
(
phrasebooks); catatan lepas (
looseleaf services); dan daftar indek (
indexes).
Bahan hukum sekunder domestik yang digunakan, mencakup: literatur standar
(
text-books); risalah-risalah hukum (
treatises);
commentaries; restatements;terbitan-terbitan
hukum periodik yang digunakan sebagai acuan bagi praktisi, pengajar, dan mahasisw a
(
periodicals which explain and describe the law for the practicioner, the scholar and the student).
Bahan Hukum Sekunder Hukum Internasional: literatur w ajib hukum internasional
(
international law text-books); risalah-risalah hukum internasional (
international lawtreatises
):
international law commentaries; international law restatements;terbitan-terbitan
hukum periodik lainnya yang digunakan sebagai; panduan hukum bagi praktisi,
pengajar, dan mahasisw a (
periodicals which explain and describe the law for the practicioner,the scholar and the student
), seperti :
American Jurnal of International Law(AJIL);
Dokumen-dokumen hukum dalam pembahasan-pembahasan perjanjian dan regulasi-regulasi
internasional.
Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada perpustakaan umum dan
Perpustakaan Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Perpustakaan Program Magister
Kepariw isataan Universitas Udayana (Denpasar), dan ekplorasi melalui internet.
Penelitian selanjutnya dilakukan pada perpustakaan atau bank dokumen dari beberapa
komunitas pemerhati masalah dampak narkotika di Bali.
4.
Langkah Penelitian
Penelitian hukum dengan orientasi kebijakan (
configurative approach) memiliki
beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
(1)
bahw a penelitian pertama-tama harus menentukan titik pijak penelitian dalam
perspektif manusia sebagai suatu keseluruhan, memisahkan titik pijak antara
penelitian yang dilakukan oleh akademisi dan pembuat kebijakan, dan untuk
tujuan
penyadaran,
termasuk
juga
proses
pengambilan
kebijakan,
mengembangkan teori tentang hukum (
theory about law), dan tidak semata-mata
teori hukum (
not merely theory of law);
(2)
harus membuat peta penelitian, baik yang sifatnya menyeluruh maupun khusus,
berkenaan dengan suatu kebijakan otoritatif yang efektif untuk suatu proses
komunitas dan masyarakat yang lebih luas yang mendapat pengaruh dari
kebijakan tersebut atau sebaliknya mempengaruhi kebijakan tersebut;
(3)
harus merumuskan seperangkat nilai tujuan yang komprehensif dari ketentuan
hukum, yang dapat diw ujudkan dalam konteks proses sosial, dalam tingkatan
abstraksi dan ketepatan apapun yang mungkin diperlukan dalam penelitian
(4)
harus memerinci seluruh cakupan tugas-tugas intelektual yang diperlukan
untuk proses pemecahan masalah berkenaan dengan hubungan saling
mempengaruhi antara hukum internasional dengan proses sosial internasional,
dan harus menentukan prosedur-prosedur ekonomi yang bersifat khusus dan
efektif untuk setiap kerja tersebut.
17Penentuan titik pijak penelitian sangat penting untuk memudahkan perumusan
masalah, perumusan tujuan, dan pelaksanaan tugas-tugas keintelektualan, untuk
menjaga keutuhan penelitian. Pembuatan peta penelitian yang komprehensif namun
tetap memperhatikan detail, sangat penting untuk memudahkan peneliti merumuskan
fokus utama penelitian, cara memandang hukum dan cara menempatkannya dalam
konteks proses sosial, karena akan sangat mempengaruhi cara merumuskan masalah,
penentuan prioritas masalah yang akan diteliti, dan menentukan tugas intelektualitas
yang hendak dipikul dalam kaitan dengan pengembangan keilmuan dan pemecahan
suatu masalah. Perumusan tujuan pengaturan publik yang bersifat mendasar dan
mempunyai sifat nyata sangat penting untuk menentukan bahw a suatu penelitian
kebijakan dan hukum dilakukan untuk kepentingan bersama dan keadilan bagi
masyarakat sebagai suatu keseluruhan, bukan untuk kepentingan komunitas yang
lebih besar atau yang lebih kecil, komunitas yang lebih kuat atau lebih lemah.
Penentuan tanggungjaw ab intelektual sangat penting untuk efek praktis dan
pemecahan masalah dari hasil penelitian tersebut dalam rangka perlakuan kebijakan
dan hukum yang lebih efektif dalam proses sosial.
McDougal merumuskan lima tahap penelitian hukum dengan orientasi
kebijakan yaitu:
(1)
klarifikasi tujuan (
goal clrarification);
(2)
pendeskripsian kecenderungan kebijakan masa lalu (
the description of pasttrends in decision
);
(3)
pengidentifikasian
faktor-faktor
yang
berpengaruh
(
identification ofconditioning factors
);
(4)
analisis dan perumusan proyeksi dan prediksi (
projection and prediction);
(5)
penemuan dan evaluasi alternatif kebijakan (
the invention and evaluation ofpolicy alternatives
).
18Model tersebut mencakup 3 ciri dasar, yaitu:
(1)
klarifikasi tujuan, yang mencakup: pemetaan latar belakang masalah,
pelingkupan dan perumusan masalah, dan perumusan tujuan penelitian;
(2)
pendeskripsian kondisi kebijakan yang sedang berlaku;
(3)
analisis, perumusan hasil, dan penemuan alternatif pemecahan masalah.
Model tersebut dapat ditransformasikan kedalam model penelitian hukum dan
kebijakan, baik yang mempunyai sifat murni internasional, nasional, maupun yang
menunjukkan sifat campuran diantara keduanya. Model penelitian hukum dengan
orientasi kebijakan ini dipergunakan sebagai model dasar penelitian ini. Alasannya
adalah:
(1)
obyek penelitian ini merupakan obyek yang berada pada konteksnya, yaitu
masyarakat tempat di mana produk legislasi itu akan ditetapkan;
(2)
masalah-masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Bali
sebagai obyek penelitian dalam penelitian merupakan problem yang ada dan
berkembang dalam masyarakat Bali;
(3)
Perda merupakan produk hukum yang harus dibangun sesuai dengan
karakteristik obyeknya dan karakteristik kebutuhan konteksnya;
(4)
pendekatan ini tidak menutup peluang untuk menggunakan pendekatan lain
untuk menyempurnakan hasil penelitain, dalam penelitian ini pendekatan ini
dikombinasi dengan pendekatan hukum normatif strukturalnya Kelsen.
Dengan berpijak pada model demikian itu, maka penelitian ini dilakukan dalam
tahap-tahap berikut:
(1)
Defining object(pendefinisan obyek): Obyek penelitian ini adalah pengaturan
pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di
Bali. Obyek penelitian yang pertama diteliti adalah karakteristik dampak
peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Bali. Pendefinisian obyek
penelitian dilakukan dua kali, yaitu pada masa penelitian pendahuluan,
untuk meneliti karakteristik dampak peredaran dan penyalahgunaan
narkotika, sebagai dasar untuk mengkonstruksikan konsep pengaturan.
(2)
Problem mapping and needs mapping(pemetaan masalah dan kebutuhan):
Pemetaan masalah dilakukan dua kali, yaitu pada masa penelitian
pendahuluan, untuk dasar perumusan masalah, dan pada masa penelitian
utama, untuk dasar pengkonstruksian konsep pemecahan masalah. Pemetaan
masalah
dilakukan
terhadap
masalah
dampak
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika dengan cara mengidentifikasi karakteristik
dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Bali. Berdasarkan hasil
identifikasi itu dirumuskan peta masalah dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika di Bali dan berdasarkan rumusan peta masalah itu
dirumuskan konstruksi dan karakteristik kebutuhan pemecahan masalahnya,
serta kemudian karakteristik kebutuhan pengaturannya.
(3)
Problem construction and problem statement(penyusunan konstruksi dan
rumusan masalah penelitian): Pengekonstruksian dan perumusan masalah
dilakukan satu kali, yaitu pada masa penelitian pendahuluan, untuk
merumuskan rumusan masalah.
(4)
Defining targets(perumusan tujuan dan harapan temuan penelitian):
Pengkonstruksian tujuan penelitian dan temuan hasil penelitian dilakukan
satu kali, yaitu pada masa penelitian pendahuluan, untuk merumuskan
(5)
Defining methode:
penentuan
metode
dilakukan
pasca
penelitian
pendahuluan, setelah perumusan masalah dan tujuan penelitian.
(6)
Pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk:
a.
identifikasi
terhadap
karakteristik
narkotika,
peredaran
dan
penyalahgunaan narkotika, dan karaktersitik dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika di Bali, sebagai dasar perumusan konsep
pengaturan;
b.
identifikasi terhadap karakteristik hukum yang mengatur narkotika,
peredaran dan penyalahgunaan narkotika, dan dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika, serta hukum yang mengatur kew enangan
kelembagaan dalam mengatur tindakan untuk mencegah dan menangani
peredaran
dan
penyalahgunaan,
serta
dampak
peredaran dan
penyalahgunaan narkotika di Bali, sebagai dasar untuk menentukan dasar
kew enangan dan materi pengaturan; dan
c.
identifikasi terhadap konstruksi struktur elemen pengaturan dan
konstruksi materi pengaturan berdasarkan hasil penelitian (a) dan (b).
(7)
Analisis dan perumusan hasil penelitian;
(8)
Perumusan rekomendasi pemecahan masalah;
(9)
Penyusunan laporan penelitian; dan
(10)
Pembahasan laporan penelitian.
Tahap (1), (2), (3), (4), dan (5) merupakan bagian dari peoses pra penelitian atau
proposal penelitian. Tahap (6), (7), dan (8) merupakan bagian dari proses pelaksanaan
penelitian. Sedangkan tahap (9) merupakan bagian dari proses paska penelitian.
5.
Analisis Hasil Penelitian
Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis norma dan
obyek norma, analisis struktur (validitas) norma dan analisis konteks dan fungsional
norma hukum. Analisis struktur dan substansi norma menggunakan analisis konstruksi
(uji konsistensi dan koherensi) dan analisis konteks (uji konsistensi) norma. Hasil-hasil
penelitian yang telah dikelompokkan secara terstruktur, sesuai dengan struktur materi
(obyek) penelitian, sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, dianalisis
sesuai dengan sifat komponen masalah dan tujuannya.
6.
Desain Penelitian
DESAIN PENELITIAN DALAM PENGKONSTRUKSIAN NORMA PENGATURAN
PEMECAHAN MASALAH DAMPAK PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA DI BALI
7. DESA IN PENELITIA N
8.
9.
10.
11.
12.
13.
(1) PENDEFI NI SIAN OBYEK PENELI TI ANDefining object (2) PEMETAAN MASALAH DAN KEBUTUHAN PEMECAHAN MASALAH Problem mapping and
needs mapping
(3)
PENGKONSTRUKSIAN DAN PERUMUSAN MASALAH PENELI TI AN Problem construction and
problem statement
(4)
PERUMUSAN TUJUAN DAN EKSPEKTASI TEMUAN PENELI TIAN
Defining targets and research inventions
(5)
P E R U M U S A N M E T O D E P E N E L I T I A N Defining methode
(6)
P E L A K S A N A A N P E N E L I T I A N Research performance (8) PERUMUSAN REKOMENDASI PEMECAHAN MASALAH (9) PENYUSUNAN LAPORAN
PENELI TI AN
(10) LAPORAN PENELI TI AN PEMBAHASAN
I NPUT PROSES LEGI SLASI
(7)
ANALI SIS HASIL PENELITI AN
BA B II
KA JIA N TEORITIS DA N PRA KTIK EM PIRIS
Standar materi bab ini ditentukan dalam Lampiran I angka 2 UUP3. Bagian ini
memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan
pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari
pengaturan dalam suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota. Bagian ini mencakup:
(a)
Kajian teoretis.
Kajian terhadap asas/ prinsip yang terkait dengan penyusunan norma. Analisis
terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek dan bidang
kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibuat, yang
berasal dari hasil penelitian.
(b)
Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan
yang dihadapi masyarakat.
Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam
Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan
A.
KAJIAN TEORITIS PENGATURAN PEMECAHAN MASALAH DAMPAK
PEREDARAN DAN PENYELAHGUNAAN NARKOTIKA
1.
Kajian Teoritis
Alinea ke - 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 (UUD NRI 1945), menyatakan: “ Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungisegenap bangsa Indonesia dan
seluruhtumpah darah Indonesia
dan
untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskankehidupan bangsa
……….” . Frasa
y ang melindungi segenap bangsa Indonesiadan
seterusnya sebagaimana termaktub di dalam alinea ke – 4 Pembukaan UUD NRI 1945,
merupakan tujuan dan fungsi negara ini dibentuk. Berkaitan dengan hal itu, Pasal 28 I
ayat (4) UUD NRI 1945, menentukan : “ Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jaw ab negara, terutama pemerintah.”
Kata “ perlindungan” secara gramatikal diartikan sebagai upaya menjaga atau
menyelamatkan.
19Hal ini menunjukkan upaya negara dalam melindungi w arga
negaranya dari bentuk-bentuk ancaman/ intimidasi/ tindakan kejahatan dari pihak
ketiga yang merugikan HAM setiap w arga negaranya, adalah suatu keharusan. Upaya
perlindungan terhadap HAM w arga negara harus juga dilihat dari perkembangan
dimasyarakat secara kontekstual. Bentuk-bentuk kejahatan yang terjadi saat ini tidak
lagi secara langsung menghentikan HAM Hidup seseorang, melainkan melalui
sarana-sarana yang dapat menghancurkan kehidupan seseorang. Perkembangan kejahatan
19 Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
demikian dapat diamati melalui kejahatan penyalahgunaan Narkotika (Narkotika,
Psikotropika, dan Obat terlarang).
Indonesia yang merupakan negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1
ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945, mengedepankan hak asasi manusia sebagai
salah satu elemen penting, selain eksistensi peraturan perundang-undangan. Dalam
sistem hukum Eropa Kontinental (
Civil Law) dan
Anglo Saxon(
Common Law), memiliki
unsur yang sama, yakni perlindungan hak asasi manusia (HAM). Oleh sebab itu,
pengakuan akan “ negara hukum” dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 perlu dikaitkan
dengan Pasal 28 I ayat (5) Undang-Undang Dasar NRI 1945, yang menentukan :
Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan
.
Secara teori, pemikiran “ negara hukum” Eropa Kontinental dimulai oleh
pemikiran Imanuel Kant, kemudian dikembangkan oleh J.F Stahl. Pemikiran negara
hukum tersebut, dipengaruhi oleh pemikiran Ekonom Adam Smith saat itu. Julius
Friedrich Stahl, mengemukakan 4 unsur sebagai ciri negara hukum, yakni:
(1)
Tindakan pemerintah berdasarkan Undang-undang (Legalitas)
(2)
Perlindungan HAM,
(3)
Pemisahan Kekuasaan,
(4)
Adanya peradilan administrasi
20.
Ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl
dalam menguraikan “ Konsep Negara Hukum” (
Rechtstaat), berbeda dengan konsep
negara hukum
Anglo Saxonyakni
The Rule of Law. Secara konseptual “
the rule of law”dalam
Dictionary of Law, diartikan sebagai
“principle of government that all persons andbodies and the government itself are equal before and answerable to the law and that no person
shall be punished without trial”
.
21Kemudian A.V Dicey mengemukakan unsur-unsur
konsep
TheRule of law, yakni;
(1)
supremacy of law,
(2)
equality before the law,
(3)
the constitution based on individual rights.
22Terlepas dari perkembangan pemikiran negara hukum yang sudah berkembang
dengan sangat pesat, dengan berbagai gagasan-gagasannya, terdapat kesamaan pada
kedua sistem hukum itu berkenaan dengan perlindungan HAM. Bagi negara Indonesia
yang menganut pola kodifikasi maka jaminan pemenuhan, penegakan, perlindungan
HAM harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan
Pasal 28 I ayat (5) Undang-Undang Dasar NRI 1945.
Pemikiran negara hukum ini menjadi jastifikasi teoritis dalam pembentukan
Peraturan Daerah dalam mengatur tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika
.Eksistensi peraturan daerah ini akan menjamin dan melindungi hak asasi
manusia w arga negara Indonesia, khususnya di Bali. Berkenaan dengan asas legalitas
21 PH. Collin, 2004, Dictionary of Law, Fourth Edition, Bloomsbury Publishing Plc, London. P.266 22 A .V Dicey, 1987, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Fifth edition, London,
dalam negara hukum “
rechtstaat” , maka bentuk perlindungan itu harus diatur dalam
instrumen hukum, yaitu undang-undang, dan untuk di daerah berupa Peraturan
Daerah. Peraturan daerah itu merupakan legitimasi hukum bagi pemerintah daerah
dalam melakukan upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika.
A. Hamid S. Attamimi
23menyatakan bahw a teori perundang-undangan
berorientasi pada tujuan untuk menjelaskan dan menjernihkan pemahaman
pembentuk, pelaksana, penegak, serta masyarakat terhadap materi undang-undang
dalam sifat kognitif. Pemikiran ini menekankan pada pemahaman terhadap hal-hal
yang mendasar. Oleh sebab itu dalam membuat peraturan daerah, perlu dipahami
kharakter norma dan fungsi peraturan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Peraturan daerah merupakan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 angka 2
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menentukan bahw a Peraturan Perundang-Perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berw enang melalui prosedur yang
ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan daerah merupakan penjabaran Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang
Dasar NRI 1945, yang menggunakan frasa “ dibagi atas” , lebih lanjut diatur sebagai
berikut :
23 A . Hamid S. Attamimi dalam H. Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai pemerintahan aerah, yang diatur dengan undang-undang