• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KERJASAMA BADAN KEBANGPOL PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Surat Perintah Kerja Nomor: [07421230/BID III/BKBP/2015:2415A/UN14.1.11/KS/2015

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR NAMA TIM PENYUSUN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1

A.

URGENSI NASKAH AKADEMIK DALAM

PERANCANGAN PRODUK HUKUM DAERAH

B.

LATAR BELAKANG MASALAH

C.

RUMUSAN MASALAH

D.

TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK

E.

METODE PENELITIAN PENYUSUNAN NASKAH

AKADEMIK

1

12

17

18

19

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PARKTIK EMPIRIS

A.

KAJIAN TEORITIS PENGATURAN PEMECAHAN

MASALAH DAMPAK PEREDARAN DAN

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

B.

KAJIAN EMPIRIS TERHADAP KARAKTERSITIK

NARKOTIKA, PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA, DAN DAMPAK PEREDARAN DAN

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

C.

KARAKTERISTIK OBYEK PENGATURAN PENCEGAHAN

DAN PENANGANAN DAMPAK PEREDARAN DAN

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

D.

KARAKTERSITIK KONSEP PENGATURAN

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN DAMPAK

PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

35

48

69

70

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A.

KARAKTERSITIK DASAR, RUANG LINGKUP, DAN

MATERI KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI

DALAM MENGATUR PENCEGAHAN DAN

PENANGANAN DAMPAK PEREDARAN DAN

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

B.

KARAKTERSITIK MATERI PENGATURAN

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN DAMPAK

PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

72

73

(3)

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS

B. LANDASAN SOSIOLOGIS

C. LANDASAN YURIDIS

91

92

96

97

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN

99

BAB VI

PENUTUP

A.

KESIMPULAN

B.

SARAN

103

103

105

(4)

KA TA PENGANTA R

Ucapan syukur ditujukan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang

Maha Esa) atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan

Narkotika dapat diselesaikan.

Penyelesaian Naskah Akademik ini merupakan tanggung jaw ab dari tim Peneliti

kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Badan Kesbangpol) Provinsi Bali. Hal

tersebut sebagaimana tertuang dalam perjanjian Kerjasama antara Badan Kesbangpol

Provinsi Bali dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana dengan Surat Perintah

Kerja Nomor : 2415A/ UN14.1.11/ KS/ 2015 : 074/ 21230/ BID III/ BKBP/ 2015. Demikian

Naskah Akademik ini dibuat, agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Denpasar, Desember 2015

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

URGENSI NASKAH AKADEMIK DALAM PERANCANGAN PRODUK HUKUM

DAERAH

Naskah Akademik (NA) dalam perancangan produk legislasi daerah diperlukan

untuk dua alasan:

pertama

, untuk memenuhi persyaratan epistemelogi

1

dalam

perancangan norma; dan

kedua

, untuk mencegah berbagai masalah fungsi dan

pew ujudan tujuan norma yang timbul akibat kekosongan landasan tersebut.

Syarat epistemelogi perancangan norma mencakup: (a) syarat obyektivitas;

2

(b)

syarat rasionalitas;

3

dan (c) syarat kontekstualitas.

4

Pemenuhan ketiga syarat ini

bertujuan untuk mencegah problem obyektivitas norma, problem rasionalitas norma,

dan problem kontekstual norma.

Problem obyektivitas norma

adalah problem

obyektif-tidaknya atau sesuai/ tidak konstruksi (struktur dan rumusan) norma dengan karakter

obyek pengaturan yang diatur dalam norma. Problem obyektivitas norma muncul dari

akibat kelemahan kapasitas epistemelogis perancang produk legislasi dan intervensi

kepentingan legislator atau pihak lainnya terhadap produk legislasi yang dirancang.

1 Syarat epistemelogis adalah syarat metodologi perancangan. Ida Bagus Wyasa Putra, 2015,

Filsafat Ilmu: Filsafat Ilmu Hukum, Udayana University Press, h. 144-146.

2 Syarat obyektifitas adalah syarat kesesuaian norma dengan karakteristik obyek yang diaturnya.

Pengkonstruksian norma hendaknya didasarkan pada karakteristik obyek norma. Ida Bagus Wyasa Putra, 2015, Analisis Konteks Dalam Epistemelogi Ilmu Hukum, Universitas Udayana, h. 16.

3 Syarat rasionalitas adalah syarat validitas norma atau konsistensi norma dari produk hukum

yang lebih rendah dengan norma produk hukum yang lebih tinggi, yang menjadi dasar pembentukan norma dan sumber norma. Ibid.,h. 6.

4 Syarat kontekstualitas adalah syarat kesesuaian norma dengan ekspektasi masyarakat tempat di

(6)

Problem rasionalitas norma

adalah problem valid-tidaknya norma berdasarkan uji

keberdasaran, uji kebersumberan, dan uji konsistensi antara norma produk legilasi

yang dibentuk dengan norma peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang

menjadi dasar atau sumber dari norma produk yang dibentuk. Problem rasionalitas

norma juga menyangkut w ajar/ tidaknya dan adil/ tidaknya norma suatu produk

legislasi diukur dari persyaratan moral, nilai sosial budaya, kemanusiaan, dan

nilai-nilai historis politik, sosial, dan ekonomi yang dianut Negara (ideologi) dan

masyarakat.

Problem kontekstual norma

adalah problem sesuai/ tidaknya norma dengan

ekspektasi masyarakat. Ekspektasi masyarakat adalah harapan masyarakat yang

merupakan hasil dari proses komunitas atau interaksi komunitas. Hakekat naskah

akademik dalam perancangan produk legislasi adalah landasan teoritik perancangan

produk tersebut.

Dalam perancangan produk legislasi daerah, landasan demikian itu

dipersyaratkan dalam bentuk persyaratan pengadaan naskah akademik, yaitu suatu

naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum yang diselenggarakan dalam rangka

perancangan u produk legislasi. Lampiran I angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya: UUP3)

menentukan bahw a naskah akademik adalah hasil penelitian atau pengkajian hukum

yang dapat dipertanggungjaw abkan secara ilmiah, terhadap suatu masalah tertentu

dalam rangka pengaturan masalah tersebut melalui Undang-Undang atau Peraturan

Daerah sebagai solusi terhadap masalah tersebut dan bentuk upaya untuk memenuhi

(7)

Pengertian demikian itu melahirkan konsep tentang naskah akademik. Naskah

akademik merupakan:

a.

naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum;

b.

penelitian terhadap masalah tertentu dan solusinya;

c.

hasil penelitian dan pengkonstruksian masalah dan pemecahannya merupakan

bahan untuk mengkonstruksikan norma hukum untuk mengatur pemecahan

masalah tersebut; dan

d.

naskah hasil penelitian demikian itu harus dapat dipertanggungjaw abkan secara

ilmiah.

Definisi tersebut mengandung konsep bahw a suatu penelitian hukum dalam

penyusunan naskah akademik merupakan penelitian yang diselenggarakan karena ada

suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan pemecahan masalah itu hanya dapat

dilakukan melalui pengaturan (hukum). Karena itu, suatu penelitian hukum yang

diselenggarakan dalam rangka penyusunan naskah akademik haruslah dimulai dengan

eksplorasi dan pendeskripsian masalah yang sedang dihadapi masyarakat, untuk

kemudian diidentifikasi dan didefinisikan, selanjutnya dicarikan konstruksi teoritik

pemecahannya. Hasil pemecahan masalah ini digunakan sebagai bahan dan dasar

pengkonstruksian

norma

untuk

mengendalikan

potensi

dan

mengatur

penyelenggaraan pemecahan masalah tersebut.

Berdasarkan ketentuan dan konsep tersebut, materi penelitian ini disusun

(8)

based

) sesuai dengan epistemelogi perancangan produk legislasi yang berkembang

sangat pesat belakangan ini. Dengan demikian, maka penelitian hukum dalam

penyusunan naskah ini difokuskan pada obyek-obyek berikut:

a.

karakteristik narkotika, peredaran, dan penyalahgunaan narkotika;

b.

karakteristik dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika;

c.

karakteristik kebutuhan pemecahan masalah yang timbul dari karakteristik dampak

peredaran dan penyalahgunaan narkotika;

d.

karaktersitik konsep pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan

narkotika;

e.

karakteristik konsep pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika; dan

f.

karaktersitik konstruksi (struktur, lingkup materi, dan rumusan materi) norma

pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika.

Hasil penelitian terhadap karakteristik dampak peredaran dan penyalahgunaan

narkotika merupakan dasar untuk merumuskan kebutuhan pemecahan masalah

dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Peta kebutuhan pemecahan

masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika merupakan dasar untuk

merumuskan konsep pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika. Konsep pengaturan pemecahan masalah dampak

(9)

struktur

norma

pengaturan

pemecahan

masalah

dampak

peredaran

dan

penyalahgunaan narkotika.

Konstruksi korelasi obyek penelitian dengan hasil dan kegunaan hasil penelitian

dalam penyusunan naskah akademik ini dapat digambarkan sebagai berikut:

KONSTRUKSI KORELASI OBYEK PENELITIAN DENGAN HASIL DAN

KEGUNAAN HASIL PENELITIAN

NO

OBYEK PENELITIAN

HASIL YANG

DIHARAPKAN

KEGUNAAN HASIL

PENELITIAN

1

KARAKTERISTIK

NARKOTIKA,

PEREDARAN,

DAN

PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA

Deskripsi

tentang

karakteristik

narkotika, peredaran

dan penyalahgunaan

narkotika

Dasar identifikasi masalah

peredaran

dan

penyalahgunaan narkotika,

serta dampak peredaran dan

penyelahgunaan narkotika

KARAKTERISTIK

DAMPAK PEREDARAN

DAN

PENYELAHGUNAAN

NARKOTIKA

Deskripsi

tentang

karakteristik

dampak

peredaran

dan penyalahgunaan

narkotika

Dasar pemetaan kebutuhan

pemecahan

masalah

dampak

peredaran

dan

penyalahgunaan narkotika

2

KARAKTERISTIK

KEBUTUHAN

PEMECAHAN

MASALAH

DAMPAK

PEREDARAN

DAN

PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA

Deskripsi

tentang

karakteristik

kebutuhan

pemecahan masalah

dampak

peredaran

dan penyalahgunaan

narkotika

Dasar perumusan KONSEP

PEMECAHAN MASALAH

DAMPAK

PEREDARAN

DAN

PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA

3

KONSEP PEMECAHAN

MASALAH

DAMPAK

PEREDARAN

DAN

PENYELAHGUNAAN

NARKOTIKA

Deskripsi

tentang

konsep

pemecahan

masalah

dampak

peredaran

dan

penyalahgunaan

narkotika

Dasar perumusan KONSEP

PENGATURAN pemecahan

masalah dampak peredaran

dan

penyalahgunaan

narkotika

4

KONSEP

PENGATURAN

Deskripsi

tentang

konsep

pengaturan

Dasar

penyusunan

(10)

PEMECAHAN

MASALAH

DAMPAK

PEREDARAN

DAN

PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA

pemecahan masalah

dampak

peredaran

dan penyalahgunaan

narkotika

RUANG

LINGKUP

MATERI, DAN RUMUSAN

MATERI

NORMA)

Pengaturan

Pemecahan

Masalah Dampak Peredaran

dan

Penyalahgunaan

Narkotika

Korelasi peredaran dan penyalahgunaan narkotika, dampak, kebutuhan

pemecahan masalah, konsep pemecahan masalah, konsep pengaturan, dan struktur

materi pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan

narkotika juga dapat digambarkan sebagai berikut:

KORELASI PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, DAMPAK,

KEBUTUHAN PEMECAHAN MASALAH, KONSEP PEMECAHAN MASALAH,

KONSEP PENGATURAN, DAN STRUKTUR MATERI PENGATURAN PEMECAHAN

MASALAH DAMPAK PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

KEBUTUHAN PEM ECAHAN M ASALAH

KONSEP PEM ECAHAN M ASALAH KONSEP PENGATURAN

KONSTRUKSI NORM A PENGATURAN 5

4 3

(11)

KETERANGAN:

(1)

gambaran

KARAKTERISTIK

NARKOTIKA,

karakteristik

peredaran

dan

penyalahgunaan narkotika serta dampak kesehatan, sosial, ekonomi, dan politiknya

terhadap individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara;

(2)

gambaran karakteristik narkotika, karkteristik peredaran dan penyalahgunaan, dan

dampak

peredaran

dan

penyalahgunaan

narkotika

merupakan

DASAR

PERUMUSAN KARAKTERISTIK MASALAH DAN KEBUTUHAN PEMECAHAN

MASALAH;

(3)

peta kebutuhan pemecahan masalah merupakan DASAR PERUMUSAN KONSEP

PEMECAHAN MASALAH;

(4)

konsep

pemecahan

masalah

merupakan

dasar

perumusan

KONSEP

PENGATURAN

PEMECAHAN

MASALAH

dampak

peredaran

dan

penyalahgunaan narkotika;

PERDA PETA M ASALAH

KARAKTERISTIK M ASALAH

(12)

(5)

konsep pengaturan merupakan DASAR PENGKONSTRUKSIAN NORMA

PENGATURAN; dan

(6)

konstruksi norma pengaturan merupakan dasar PERUMUSAN PERDA. Perda

merupakan instrumen hukum untuk memecahkan masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika.

Untuk keperluan pertanggungjaw aban ilmiah, penelitian hukum dalam rangka

penyusunan naskah ini menggunakan 3 (tiga) pendekatan hukum, yaitu:

(a)

pendekatan hukum normatif (

structural normative approach

);

5

(b)

pendekatan hukum fungsional (

functional approach

);

6

dan

(c)

pendekatan hukum dengan orientasi kebijakan atau pendekatan hukum

kontekstual dan konstruktif (

policy-oriented approach, contextual approach, or

constructive approach

).

7

Penggunaan pendekatan ini mencakup penggunaan teori, konsep, metode penelitian,

dan model analisis yang dibangun berdasarkan ketiga pendekatan itu.

Lampiran I angka 2.1 UUP3 menentukan bahw a bagian Pendahuluan suatu

naskah akademik memuat latar belakang, sasaran yang akan diw ujudkan, identifikasi

5 Hans Kelsen, 2006, General Theory of Law and State, Transaction Publishers, New Brunswick, h.

29.

6 George Whitecross Paton,1951, A Text-Book of Jurisprudence, Clarendon Press, Oxford, h. 20. 7 Lihat: lung-chu Chen, 1989, An Introduction to Contemporary International Law: A Policy Oriented

(13)

masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode penelitian. Berdasarkan ketentuan

tersebut, bagian Pendahuluan dari naskah ini secara berturut-turut menyajikan:

a.

latar belakang masalah dan sasaran yang akan diw ujudkan;

b.

identifikasi masalah;

c.

tujuan dan kegunaan penelitian; serta

d.

metode penelitian.

Lampiran I angka 2.1.A. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menentukan

bahw a latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan

naskah akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tertentu.

Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Peraturan Daerah memerlukan

suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai

teori atau pemikiran ilmiah

yang berkaitan dengan

materi muatan

Rancangan Peraturan Daerah yang akan

dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan

argumentasi

filosofis, sosiologis

serta

yuridis

guna mendukung perlu atau tidak perlunya

penyusunan Rancangan Peraturan Daerah.

Lampiran I angka 1.B. menentukan bahw a identifikasi masalah memuat

rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam naskah

akademik. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu naskah akademik

mencakup 4 (empat) elemen pokok masalah, yaitu:

a.

Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan

(14)

penelitian ini adalah masalah apa yang dihadapi masyarakat dan Pemerintah

Provinsi Bali dalam upaya pemecahan masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika.

b.

Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah

tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah

tersebut, dalam penelitian ini pelibatan Pemerintah Provinsi dalam penyelesaian

masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika.

c.

Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis

pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah,

dalam hal ini Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi

Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.

d.

Apa sasaran yang akan diw ujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan

arah pengaturan dari pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika melalui produk legislasi daerah itu.

Lampiran I angka 1.C. menentukan bahw a tujuan dan kegunaan penyusunan

naskah akademik sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dirumuskan

sebagai berikut:

a.

Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara,

dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut, dalam hal ini

adalah masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan Pemerintah provinsi Bali dalam

(15)

b.

Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan

Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar

hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa,

bernegara, dan bermasyarakat, dalam hal ini permasalahan hukum yang dihadapi

sebagai alasan pembentuk Rancangan Peraturan Daerah pemecahan masalah

dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika sebagai dasar hukum dalam

pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika.

c.

Merumuskan

pertimbangan

atau

landasan

filosofis,

sosiologis,

yuridis

pembentukan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah,

dalam hal ini Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi

Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.

d.

Merumuskan sasaran yang akan diw ujudkan, ruang lingkup pengaturan,

jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang atau

Rancangan Peraturan Daerah, dalam hal ini sasaran yang akan diw ujudkan, ruang

lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan

Daerah Provinsi Bali tentang Pemecahan Maslah Dampak Peredaran dan

Penyalahgunaan Narkotika.

Kegunaan penyusunan naskah akademik adalah sebagai acuan atau referensi

penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, dalam hal ini Rancangan

Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan

(16)

Lampiran I angka 1.D. menentukan bahw a penyusunan naskah akademik pada

dasarnya merupakan kegiatan penelitian yang harus diselenggarakan berdasarkan

metode penyusunan naskah akademik yang berbasis pada metode penelitian hukum.

Penelitian hukum dapat dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif dan

metode yuridis empiris. Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian

sosiolegal. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah

(terutama) data sekunder berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan,

perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil

pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan

w aw ancara, diskusi (

focus group discussion, FGD

), dan rapat dengar pendapat. Metode

yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diaw ali dengan penelitian

normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan (normatif) yang

dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk

mendapatkan data faktor non hukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap

Peraturan Perundang-undangan yang diteliti. Berdasarkan dua model metode itu,

metode penelitian yang digunakan di dalam penyusunan naskah ini adalah penelitian

hukum normatif dengan menggunakan pendekatan hukum normatif struktural,

pendekatan hukum normatif fungsional, dan pendekatan hukum dengan orientasi

kebijakan.

Berdasarkan standar normatif itu, bagian Pendahuluan dari naskah ini

menyajikan:

(17)

b.

identifikasi masalah;

c.

tujuan dan kegunaan penyusunan landasan teoritik; dan

d.

metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan landasan teoritik.

B.

LATAR BELAKANG MASALAH

Narkotika merupakan merupakan zat yang digunakan untuk pengobatan.

Narkotik dapat digunakan sebagai media pengobatan seperti penahan atau penghilang

rasa sakit dalam melakukan operasi, maupun sebagai obat untuk mempengaruhi fungsi

kelenjar, produksi dan sirkulasi hormon, metabolism tubuh dan mental.

Opium poppy

misalnya, telah digunakan secara luas sejak zaman Yunani dan Romaw i sebagai obat

untuk mengurangi rasa sakit pada masa persalinan.

8

Karena itu, narkotik merupakan

istilah yang digunakan untuk menunjuk pada suatu jenis zat, baik yang bersumber dari

bahan-bahan alami (

heroin, morphine and opium

) maupun sistetis (

Percodan, Demerol and

Darvon

), atau semi sintetis (

Oxycodone and Hydrocodone

), yang bersifat menghilangkan

rasa sakit (

analgesic

) karena menumpulkan kepekaan syaraf perasa atau sebaliknya

meningkatkan kepekaan syaraf perasa manusia.

9

Narkotika juga merupakan zat yang

bekerja pada tataran syaraf yang mengendalikan fungsi kelenjar, hormon, fungsi organ,

dan metabolisme tubuh manusia yang menghasilkan berbagai sensasi pada diri dan

pikiran manusia. Sensasi yang dihasilkan oleh narkotika mengakibatkan fungsi

narkotik berubah dari sekadar fungsi sebagai bahan untuk keperluan pengobatan

menjadi bahan konsumsi untuk berbagai tujuan lain, seperti obat penyemangat,

(18)

pemelihara stamina, sumber kesenangan, pelarian dari tekanan mental, pembangun

kepercayaan diri, dan kegunaan-kegunaan lainnya.

Sensasi yang dihasilkan narkotika sesungguhnya merupakan sensasi semu atau

sifatnya sementara, sehingga dalam mempertahankan kondisi yang setara dengan

kondisi sementara itu seorang pengguna harus menggunakan kembali bahan yang

dikonsumsi. Sifat sensasi dan pola penggunaan itu melahirkan sifat baru, yang bila

digunakan secara terus-menerus, dalam jangka w aktu alam atau dosis berlebihan, akan

menimbulkan akibat yang sangat buruk bagi kesehatan, terutama kerja syaraf, kelenjar,

sirkulasi dan keseimbangan hormon, daya kerja pikiran, dan akhirnya kesehatan dan

daya tahan fisik. Namun demikian, sifat narkotika sebagai sumber sensasi fisik dan

mental pada manusia mengakibatkan narkotik cenderung disalahgunakan, mulai dari

media untuk sekadar iseng dan bersenang-senang, sampai pada konsumsi rutin dan

ketergantungan untuk berbagai alasan dan tujuan tertentu yang umumnya

berhubungan dengan cara kerja fisik dan mental manusia. Masyarakat Cina misalnya,

telah selama ratusan tahun menghisap opium secara terbuka di dalam suatu model

bersantai yang bersifat komunitas untuk tujuan mendapatkan kesenangan atau mencari

rasa nyaman yang menyenangkan. Demikian juga para penguasa pada zaman

kekuasaan abad ke -10-an telah menggunakan narkotika untuk mengendalikan mood

dalam menjalankan kekuasaan. Sekalipun istilah “ penyalahgunaan” narkotika telah

ditemukan dan digunakan sejak aw al permulaan abad ke-18, namun jutaan manusia

(19)

seperti: rileksasi, mencari rasa nyaman dan melayang (

get high

), atau sekedar untuk

menstimulasi “

mood

” untuk berbagai alasan.

10

Penyalahgunaan narkotika dalam kehidupan manusia semakin meluas sejak

Edinburgh menemukan jarum suntik pada tahun 1800-an dan sejak itu cara

penggunaan narkotik yang semula menggunakan cara menelan melalui mulut

berubahan menjadi cara injeksi atau semprot, sehingga sejak tahun itu penyalahgunaan

narkotika juga semakin meluas. Penemuan berbagai jenis narkotika sistentis dan

semi-sintetis

11

juga menjadi berkah baru dalam pelayanan kesehatan, tetapi pada sisi lainnya

juga menjadi masalah baru yang semakin serius dan mengancam keberlangsungan

kehidupan manusia.

Kandungan adiktif di dalam narkotika yang menimbulkan ketergantungan bagi

pemakainya, mengakibatkan penyalahgunaan narkotika menjadi problem besar abgi

masyarakat bangsa-bangsa. Sifat adiktif dari narkotika yang semula diusahakan untuk

ditekan sekecil-kecilnya dalam proses pelayanan kesehatan, dalam kehidupan

komersial justru dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk mengubah nilai pasokan

narkotik yang semula bersifat humanistik menjadi pasokan yang bersifat dan bernilai

komersial. Sejak tahun 1950 penyalahgunaan itu menjadi semakin meluas dan

menimbulkan ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup manusia, karena

volume dan sifat penyebarannya, dan untuk alasan itu PBB pada tahun 1961 untuk

10 Ibid.

11 Pethidine merupakan jenis morfin sintetik pertama yang diproduksi di Jerman pada tahun

(20)

pertama kalinya menerbitkan suatu instrumen hukum internasional yang dibentuk

untuk tujuan memberantas penyebaran narkotika yang bersifat melaw an hukum dan

yang bersifat lintas batas negara.

12

Indonesia meratifikasi Konvensi itu dengan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961

beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya. Pada Tahun 1977 Indonesia juga

meratifikasi

United Nations Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and

Psychotropic Substances, 1988

(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) yang diratifikasi

dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1977 tentang Pengesahan terhadap Konvensi

dimaksud.

Reaksi cepat Indonesia dalam meratifikasi Konvensi itu merupakan cermin

kesadaran Pemerintah Indonesia terhadap dampak berbahaya dari peredaran dan

penyalahgunaan narkotika. Benny Mamoto, Deputi Pemberantasan BNN, mengatakan

sedikitnya 50 w arga negara Indonesia meninggal dunia per hari akibat mengkonsumsi

narkotika. Jumlah itu lebih mengerikan dibandingkan dengan korban kejahatan lain,

misalnya kejahatan terror. Jumlah korban tew as dalam teror bom di Bali sebanyak 220

jiw a atau setara dengan korban tew as akibat konsumsi narkotika selama 5 hari.

13

Pada

tahun 2008, diperkirakan jumlah penyalahguna narkotika setahun terakhir di Indonesia

sekitar 3,1 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1,9% dari populasi penduduk

12 Single Convention on Narcotic Drug 1961, sebagaimana kemudian diamademen dengan

Protocol Majelis Umum PBB 1972.

13 Metrotvnews.com, 28 September 2013, BNN: 50 orang Tewas Tiap Hari A kibat Narkotika,

(21)

berusia 10-59 tahun.

14

Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) Hasil proyeksi angka

penyalahguna narkotika akan meningkat, dengan adanya kecenderungan peningkatan

angka sitaan dan pengungkapan kasus narkotika.

Tindak

kebijakan

lanjutan

dari

Rativikasi

Konvensi

itu,

dengan

mempertimbangkan karakteristik bahaya dampak peredaran dan penyalahgunaan

narkotika adalah tindakan Pemerintah Indonesia secara progresif menerbitkan berbagai

instrumen hukum dalam rangka mencegah, mengendalikan, dan memberantas

peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Pada tahun 1997 Indonesia menerbitkan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika yang kemudian diganti

dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Undang-Undang

Narkotika 2009 diikuti dengan penerbitan berbagai peraturan pelaksanaan, seperti:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika; Peraturan Presiden Nomor

23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional; dan akhirnya Peraturan menteri

Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan

Narkotika, yang membangun sistem peraturan perundang-undangan, kelembagaan,

dan proses hukum dalam pencegahan, penanggulangan, dan penanganan masalah

peredaran dan dampak peredaran narkotika.

Peraturan Menteri Dalam Negeri itu memberi kew enangan kepada Gubernur

dan Bupati/ Walikota untuk mengatur melalui peraturan daerah fasilitasi pencegahan

14 Badan Narkotika Nasional, 2015, Survei Nasional Perkembangan Penyalahguna Narkotika

(22)

penyalahgunaan narkotika. Untuk keperluan pelaksanaan kew enangan itulah

Pemerintah Provinsi Bali bermaksud membentuk Peraturan Daerah yang mengatur

tentang pelaksanaan kew enangan tersebut dalam kerangka kebijakan nasional

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.

C.

RUMUSAN MASALAH

Dalam rangka pelaksanaan kew enangan itu dan dengan berpijak pada standar

penyusunan naskah akademik dalam perancangan peraturan daerah, maka masalah

yang akan diteliti dalam penyusunan naskah akademik ini mencakup:

(1)

Bagaimanakah kajian teoritis dan praktik empiris karakteristik narkotika, peredaran

dan penyalahgunaan narkotika, serta bagaimanakah karakteristik dampak

peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia?

(2)

Bagaimanakah

kondisi

peraturan

perundangan-undangan

yang

mengatur

peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia dan bagimanakah kondisi

itu berkaitan dengan kedudukan dan kew enangan Pemerintah Provinsi Bali dalam

berperan mencegah, mengendalikan, dan mengatasi dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika?

(3)

Apakah Pemerintah Provinsi Bali memiliki landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis

untuk membentuk peraturan daerah dalam mengatur kedudukan dan

kew enangannya dalam berperan mencegah, mengendalikan, dan mengatasi

(23)

(4)

Bagaimanakah jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan

peraturan daerah provinsi dalam pencegahan, pengendalian, dan penanganan

dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika?

D.

TUJUAN DAN KEGUNAAN NASKAH AKADEMIK

Penelitian dalam rangka penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk:

(1)

Merumuskan landasan teoritis pengaturan pencegahan dan penanganan dampak

peredaran dan penyalahgunaan narkotika melalui pembentukan Peraturan Daerah

provinsi Bali berkenaan dengan hal itu; dan merumuskan karakteristik empiris dari

narkotika, peredaran dan penyalahgunaan narkotika, karakteristik dampak,

karakteristik kebutuhan pemecahan masalah, konsep pemecahan masalah, dan

konsep pengaturan pencegahan dan penanganan dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika;

(2)

Merumuskan masalah norma peraturan perundang-undangan yang dalam rangka

pengaturan pencegahan dan penanganan masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika dalam rangka pemecahan masalah norma penagturan

melalui peraturan daerah yang akan dibentuk;

(3)

Merumuskan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan peraturan

daerah dalam rangka mengatur pencegahan dan penanganan dampak peredaran

(24)

(4)

Merumuskan jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan

peraturan daerah provinsi dalam pencegahan, pengendalian, dan penanganan

dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika.

E.

METODE

1.

Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian

yang memfokuskan penelitian terhadap masalah hukum dalam sifat tektualnya.

Penelitian ini mencakup penelitian terhadap masalah norma hukum, baik asal-usul,

konstruksi normanya, validitas, keberadaannya dalam korelasi dengan norma

lainnya, maupun penerapan dan penegakannya. Penelitian ini memfokuskan

penelusuran terhadap beberapa aspek norma, yaitu:

a.

dasar pengkonstruksian norma, konsep pengkonstruksian norma;

b.

aspek dasar kew enangan; dan

c.

aspek pengkonstruksian norma.

Aspek yang pertama mencakup: penelitian terhadap karakteristik peredaran dan

penyalahgunaan narkotika; karakteristik masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika; karakteristik kebutuhan pemecahan masalah dampak

peredaran dan penyalahgunaan narkotika; karakteristk konsep pemecahan masalah

dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika; karaktersitik konsep

pengaturan, sampai pada model konstruksi norma pengaturan pemecahan masalah

(25)

Aspek yang kedua mencakup penelitian terhadap peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang dasar, ruang lingkup, dan substansi kew enangan

Pemerintah Provinsi Bali dalam mengatur pemecahan masalah dampak peredaran

dan penyalahgunaan narkotika di Bali. Aspek yang ketiga mencakup penelitian

terhadap struktur elemen pengaturan dan konstruksi substansi norma.

Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum normatif dalam cakupan

meliputi ketiga variannya, yaitu: penelitian hukum normatif struktural, penelitian

hukum normatif fungsional, dan penelitian hukum normatif kontekstual. Obyek

penelitian ini adalah karakteristik obyek pengaturan dan masalah dampak

peredaran dan penyalahgunaan narkotika sebagai dasar pengkonstruksian konsep

pengaturan dan pengkonstruksian norma pengaturan yang diasumsikan sebagai

faktor penentu fungsi dan keberhasilan fungsi dalam mew ujudkan tujuan hukum.

Dengan demikian, kendatipun memusatkan penelitian dan pembahasan pada

norma, penelitian ini bukanlah penelitian hukum normatif sebagaimana

diperkenalkan oleh Kelsen (

normative structural

), melainkan kombinasi antara

penelitian hukum normatif dalam pengertian hukum normatif struktural, hukum

normatif fungsional sebagaimana diperkenalkan oleh Pound (

normative functional

),

dan hukum normatif kontekstual sebagaimana diperkenalkan oleh McDougal.

Model penelitian McDougal dipergunakan sebagai instrument untuk meneliti

karakteristik obyek penelitian, termasuk karakteristik masalah pengelolaan,

(26)

pengaturannya. Model penelitian Kelsen digunakan dalam mengidentifikasi

kew enangan, dan model penelitian Pound digunakan dalam mengidentifikasi

karakteristik konstruksi struktur dan substansi norma pengaturan.

Penelitian ini berinduk pada penelitian hukum fungsional (

functional research of

law

) atau penelitian hukum normatif fungsional (

normative functional

)-nya Roscoe

Pound

15

dan McDougal dalam kombinasi dengan model penelitian hukum normatif

strukturalnya Kelsen. Esensi model penelitian Pound dan McDougal adalah korelasi

antara obyek pengaturan dengan konsep dan konstruksi norma pengaturan sebagai

aspek-aspek norma yang satu sama lain saling mempengaruhi dan menentukan

fungsi dan capaian tujuan hukum. Konsistensi antara keseluruhan aspek itu

merupakan dasar untuk menghasilkan produk hukum yang berkualitas dan

mengemban fungsi–fungsinya, dan fungsi hukum yang berkualitas merupakan

dasar pew ujudan tujuan hukum secara baik. Sementara esensi model penelitian

Kelsen adalah model uji validitas, yaitu uji terhadap keberdasaran pada dan

kebersumberan norma kepada norma yang lebih tinggi yang akan menentukan

validitas norma yang dibentuk.

15 Ibid. Di Indonesia, model ini diperkenalkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan nama

(27)

Bentuk penelitian ini, dengan demikian, adalah:

a.

uji konsistensi konsep pengaturan, konstruksi struktur dan substansi norma

pengaturan dengan karakteristik obyek pengaturan dan karakteristik kebutuhan

pengaturan; dan

b.

konstruksian dasar dan substansi kew enangan pengaturan sebagai instrumen uji

validitas terhadap konstruksi norma dalam pengaturan pemecahan masalah

dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Bali.

2.

Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif fungsional (

functional

normative approach

), normatif struktural (

structural normative approach

), dan

normatif konstruktif dan kontekstual (

policy-oriented research

).

16

Pendekatan ini

merupakan pendekatan penelitian hukum yang perlu digunakan dalam proses

legislasi di Indonesia mengingat kultur hukum Indonesia (

civil law system

) dan

kebutuhan-kebutuhan pengaturan yang lebih obeyktif dan kontekstual. Fungsi

pendekatan tersebut dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:

a.

Pendekatan hukum kontekstual digunakan dalam penelitian terhadap

karakteristik obyek penelitian, karakteristik masalah pengelolaan obyek,

16 Pendekatan hukum dengan orientasi kebijakan melihat hukum sebagai bagian proses otoritatif

(28)

karakteristik kebutuhan pemecahan masalah pengelolaan obyek, dan

karakteristik konsep pengaturan obyek;

b.

Pendekatan hukum normatif struktural digunakan sebagai dasar untuk

menjelaskan dasar, ruang lingkup dan substansi kew enangan Pemerintah

Provinsi Bali dalam pengaturan pemecahan masalah peredaran dan

penyalahgunaan narkotika di Bali; dan

c.

Pendekatan hukum normatif konstruktif dan fungsional digunakan sebagai

dasar untuk menjelaskan korelasi konstruksi struktur dan substansi norma

dengan konstruksi konsep pengaturan, korelasi konstruksi konsep pengaturan

dengan karakteristik kebutuhan pengaturan, dan korelasi kebutuhan

pengaturan dengan karakterisitik obyek pengaturan dan karakteristik masalah

pengelolaan obyek pengaturan.

Korelasi antara keseluruhan komponen sistem fungsi hukum dalam pengaturan

pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika dapat

(29)

KONSTRUKSI LANDA SA N, KONSEP PENGA TURA N, DA N KONSTRUKSI NORM A SEBA GA I REFLEKSI KA RA KTERISTIK OBYEK PENGA TURA N

Hakekat

penelitian

terhadap

karakteristik

dampak

peredaran

dan

penyalahgunaan narkotika di Bali adalah penelitian terhadap landasan filosofis

pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di

Bali. Penelitian terhadap karakteristik masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan

narkotika adalah penelitian terhadap landasan sosiologis pengaturan pelestarian

w arisan budaya Bali. Landasan sosiologis pengaturan adalah landasan kontekstual dari

pengaturan. Kedua landasan ini dimaksudkan untuk memberikan landasan

KARAKTERISTIK M ASALAH DPPN

NARKOTIKA

(KARAKTERISTIK OBYEK PENGATURAN)

KARAKTERISTIK

KEBUTUHAN PENGATURAN

PEM ECAHAN M ASALAH DPPN KARAKTERISTIK KEWENANGAN

PEM PROV DALAM PENGATURAN

PEM ECAHAN M ASALAH DAM PAK PEREDARAN DAN

PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

(DPPN)

(KARAKTERISTIK M ATERI DAN RUANG

LINGKUP KEWENANGAN)

KARAKTERISTIK M ASALAH

PENGATURAN DPPN

(KARAKTERISTIK M ASALAH

PENGATURAN) KONSTRUKSI KONSEP PENGATURAN KONSTRUKSI STRUKTUR ELEM EN NORM A PENGATURAN KONSTRUKSI M ATERI NORM A PENGATURAN LANDASAN YURIDIS

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS

KONSTRUKSI

PENGATURAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

(30)

kontekstual terhadap pengaturan pemecahan masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika di Bali. Landasan kontekstual merupakan landasan penentu

LEGITIMASI keberlakuan suatu produk hukum. Penelitain terhadap kedua masalah ini

menggunakan pendekatan hukum fungsional dan hukum dengan orientasi

kebijakannya Pound dan McDougal.

Hakekat penelitian terhadap dasar, ruang lingkup, dan materi kew enangan

adalah penelitian terhadap penelitian terhadap landasan yuridis suatu produk legislasi

daerah. Hasil penelitian ini menentukan validitas atau sah/ tidaknya keberlakuan suatu

produk legislasi daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode

penelitiannya Kelsen, pendekatan hukum normatif struktural dan uji validitas. Hasil

penelitian ini menentukan sah/ tidaknya keberlakuan suatu produk legislasi.

3.

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan ketiga jenis bahan hukum, yaitu: bahan hukum

primer (

primary legal source

), bahan hukum sekunder (

secondary legal materials

), baik

yang bersifat nasional maupun internasional, dan alat penelusuran bahan hukum

(

search books or finding-tools

).

Bahan hukum primer (domestik) yang digunakan mencakup : undang-undang

(

statutes passed by legislatures

); peraturan atau keputusan-keputusan pemerintah (

decrees

and orders of executives

); kebijakan atau keputusan administratif yang dibuat oleh

lembaga-lembaga administratif (

regulations and rulings of administrative agencies

). Bahan

(31)

maupun

soft law

, mencakup:

Convention, Agreement, Treaty,

dan

Pact

;

Declaration

dan

Resolution

.

Alat penelusuran bahan hukum (domestik) yang digunakan, mencakup:

buku/ daftar/ himpunan

istilah

(

phrasebooks

);

himpunan

ringkasan

peraturan

perundangan (

annotated statutory compilations

); dan catatan lepas (

looseleaf services

). Alat

Penelusuran Bahan Hukum (Internasional) yang digunakan mencakup: buku istilah

(

phrasebooks

); catatan lepas (

looseleaf services

); dan daftar indek (

indexes

).

Bahan hukum sekunder domestik yang digunakan, mencakup: literatur standar

(

text-books

); risalah-risalah hukum (

treatises

);

commentaries; restatements;

terbitan-terbitan

hukum periodik yang digunakan sebagai acuan bagi praktisi, pengajar, dan mahasisw a

(

periodicals which explain and describe the law for the practicioner, the scholar and the student

).

Bahan Hukum Sekunder Hukum Internasional: literatur w ajib hukum internasional

(

international law text-books

); risalah-risalah hukum internasional (

international law

treatises

):

international law commentaries; international law restatements;

terbitan-terbitan

hukum periodik lainnya yang digunakan sebagai; panduan hukum bagi praktisi,

pengajar, dan mahasisw a (

periodicals which explain and describe the law for the practicioner,

the scholar and the student

), seperti :

American Jurnal of International Law

(AJIL);

Dokumen-dokumen hukum dalam pembahasan-pembahasan perjanjian dan regulasi-regulasi

internasional.

Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada perpustakaan umum dan

(32)

Perpustakaan Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Perpustakaan Program Magister

Kepariw isataan Universitas Udayana (Denpasar), dan ekplorasi melalui internet.

Penelitian selanjutnya dilakukan pada perpustakaan atau bank dokumen dari beberapa

komunitas pemerhati masalah dampak narkotika di Bali.

4.

Langkah Penelitian

Penelitian hukum dengan orientasi kebijakan (

configurative approach

) memiliki

beberapa ciri-ciri sebagai berikut:

(1)

bahw a penelitian pertama-tama harus menentukan titik pijak penelitian dalam

perspektif manusia sebagai suatu keseluruhan, memisahkan titik pijak antara

penelitian yang dilakukan oleh akademisi dan pembuat kebijakan, dan untuk

tujuan

penyadaran,

termasuk

juga

proses

pengambilan

kebijakan,

mengembangkan teori tentang hukum (

theory about law

), dan tidak semata-mata

teori hukum (

not merely theory of law

);

(2)

harus membuat peta penelitian, baik yang sifatnya menyeluruh maupun khusus,

berkenaan dengan suatu kebijakan otoritatif yang efektif untuk suatu proses

komunitas dan masyarakat yang lebih luas yang mendapat pengaruh dari

kebijakan tersebut atau sebaliknya mempengaruhi kebijakan tersebut;

(3)

harus merumuskan seperangkat nilai tujuan yang komprehensif dari ketentuan

hukum, yang dapat diw ujudkan dalam konteks proses sosial, dalam tingkatan

abstraksi dan ketepatan apapun yang mungkin diperlukan dalam penelitian

(33)

(4)

harus memerinci seluruh cakupan tugas-tugas intelektual yang diperlukan

untuk proses pemecahan masalah berkenaan dengan hubungan saling

mempengaruhi antara hukum internasional dengan proses sosial internasional,

dan harus menentukan prosedur-prosedur ekonomi yang bersifat khusus dan

efektif untuk setiap kerja tersebut.

17

Penentuan titik pijak penelitian sangat penting untuk memudahkan perumusan

masalah, perumusan tujuan, dan pelaksanaan tugas-tugas keintelektualan, untuk

menjaga keutuhan penelitian. Pembuatan peta penelitian yang komprehensif namun

tetap memperhatikan detail, sangat penting untuk memudahkan peneliti merumuskan

fokus utama penelitian, cara memandang hukum dan cara menempatkannya dalam

konteks proses sosial, karena akan sangat mempengaruhi cara merumuskan masalah,

penentuan prioritas masalah yang akan diteliti, dan menentukan tugas intelektualitas

yang hendak dipikul dalam kaitan dengan pengembangan keilmuan dan pemecahan

suatu masalah. Perumusan tujuan pengaturan publik yang bersifat mendasar dan

mempunyai sifat nyata sangat penting untuk menentukan bahw a suatu penelitian

kebijakan dan hukum dilakukan untuk kepentingan bersama dan keadilan bagi

masyarakat sebagai suatu keseluruhan, bukan untuk kepentingan komunitas yang

lebih besar atau yang lebih kecil, komunitas yang lebih kuat atau lebih lemah.

Penentuan tanggungjaw ab intelektual sangat penting untuk efek praktis dan

(34)

pemecahan masalah dari hasil penelitian tersebut dalam rangka perlakuan kebijakan

dan hukum yang lebih efektif dalam proses sosial.

McDougal merumuskan lima tahap penelitian hukum dengan orientasi

kebijakan yaitu:

(1)

klarifikasi tujuan (

goal clrarification

);

(2)

pendeskripsian kecenderungan kebijakan masa lalu (

the description of past

trends in decision

);

(3)

pengidentifikasian

faktor-faktor

yang

berpengaruh

(

identification of

conditioning factors

);

(4)

analisis dan perumusan proyeksi dan prediksi (

projection and prediction

);

(5)

penemuan dan evaluasi alternatif kebijakan (

the invention and evaluation of

policy alternatives

).

18

Model tersebut mencakup 3 ciri dasar, yaitu:

(1)

klarifikasi tujuan, yang mencakup: pemetaan latar belakang masalah,

pelingkupan dan perumusan masalah, dan perumusan tujuan penelitian;

(2)

pendeskripsian kondisi kebijakan yang sedang berlaku;

(3)

analisis, perumusan hasil, dan penemuan alternatif pemecahan masalah.

Model tersebut dapat ditransformasikan kedalam model penelitian hukum dan

kebijakan, baik yang mempunyai sifat murni internasional, nasional, maupun yang

menunjukkan sifat campuran diantara keduanya. Model penelitian hukum dengan

(35)

orientasi kebijakan ini dipergunakan sebagai model dasar penelitian ini. Alasannya

adalah:

(1)

obyek penelitian ini merupakan obyek yang berada pada konteksnya, yaitu

masyarakat tempat di mana produk legislasi itu akan ditetapkan;

(2)

masalah-masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Bali

sebagai obyek penelitian dalam penelitian merupakan problem yang ada dan

berkembang dalam masyarakat Bali;

(3)

Perda merupakan produk hukum yang harus dibangun sesuai dengan

karakteristik obyeknya dan karakteristik kebutuhan konteksnya;

(4)

pendekatan ini tidak menutup peluang untuk menggunakan pendekatan lain

untuk menyempurnakan hasil penelitain, dalam penelitian ini pendekatan ini

dikombinasi dengan pendekatan hukum normatif strukturalnya Kelsen.

Dengan berpijak pada model demikian itu, maka penelitian ini dilakukan dalam

tahap-tahap berikut:

(1)

Defining object

(pendefinisan obyek): Obyek penelitian ini adalah pengaturan

pemecahan masalah dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di

Bali. Obyek penelitian yang pertama diteliti adalah karakteristik dampak

peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Bali. Pendefinisian obyek

penelitian dilakukan dua kali, yaitu pada masa penelitian pendahuluan,

(36)

untuk meneliti karakteristik dampak peredaran dan penyalahgunaan

narkotika, sebagai dasar untuk mengkonstruksikan konsep pengaturan.

(2)

Problem mapping and needs mapping

(pemetaan masalah dan kebutuhan):

Pemetaan masalah dilakukan dua kali, yaitu pada masa penelitian

pendahuluan, untuk dasar perumusan masalah, dan pada masa penelitian

utama, untuk dasar pengkonstruksian konsep pemecahan masalah. Pemetaan

masalah

dilakukan

terhadap

masalah

dampak

peredaran

dan

penyalahgunaan narkotika dengan cara mengidentifikasi karakteristik

dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Bali. Berdasarkan hasil

identifikasi itu dirumuskan peta masalah dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika di Bali dan berdasarkan rumusan peta masalah itu

dirumuskan konstruksi dan karakteristik kebutuhan pemecahan masalahnya,

serta kemudian karakteristik kebutuhan pengaturannya.

(3)

Problem construction and problem statement

(penyusunan konstruksi dan

rumusan masalah penelitian): Pengekonstruksian dan perumusan masalah

dilakukan satu kali, yaitu pada masa penelitian pendahuluan, untuk

merumuskan rumusan masalah.

(4)

Defining targets

(perumusan tujuan dan harapan temuan penelitian):

Pengkonstruksian tujuan penelitian dan temuan hasil penelitian dilakukan

satu kali, yaitu pada masa penelitian pendahuluan, untuk merumuskan

(37)

(5)

Defining methode

:

penentuan

metode

dilakukan

pasca

penelitian

pendahuluan, setelah perumusan masalah dan tujuan penelitian.

(6)

Pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk:

a.

identifikasi

terhadap

karakteristik

narkotika,

peredaran

dan

penyalahgunaan narkotika, dan karaktersitik dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika di Bali, sebagai dasar perumusan konsep

pengaturan;

b.

identifikasi terhadap karakteristik hukum yang mengatur narkotika,

peredaran dan penyalahgunaan narkotika, dan dampak peredaran dan

penyalahgunaan narkotika, serta hukum yang mengatur kew enangan

kelembagaan dalam mengatur tindakan untuk mencegah dan menangani

peredaran

dan

penyalahgunaan,

serta

dampak

peredaran dan

penyalahgunaan narkotika di Bali, sebagai dasar untuk menentukan dasar

kew enangan dan materi pengaturan; dan

c.

identifikasi terhadap konstruksi struktur elemen pengaturan dan

konstruksi materi pengaturan berdasarkan hasil penelitian (a) dan (b).

(7)

Analisis dan perumusan hasil penelitian;

(8)

Perumusan rekomendasi pemecahan masalah;

(9)

Penyusunan laporan penelitian; dan

(10)

Pembahasan laporan penelitian.

Tahap (1), (2), (3), (4), dan (5) merupakan bagian dari peoses pra penelitian atau

(38)

proposal penelitian. Tahap (6), (7), dan (8) merupakan bagian dari proses pelaksanaan

penelitian. Sedangkan tahap (9) merupakan bagian dari proses paska penelitian.

5.

Analisis Hasil Penelitian

Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis norma dan

obyek norma, analisis struktur (validitas) norma dan analisis konteks dan fungsional

norma hukum. Analisis struktur dan substansi norma menggunakan analisis konstruksi

(uji konsistensi dan koherensi) dan analisis konteks (uji konsistensi) norma. Hasil-hasil

penelitian yang telah dikelompokkan secara terstruktur, sesuai dengan struktur materi

(obyek) penelitian, sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, dianalisis

sesuai dengan sifat komponen masalah dan tujuannya.

6.

Desain Penelitian

(39)

DESAIN PENELITIAN DALAM PENGKONSTRUKSIAN NORMA PENGATURAN

PEMECAHAN MASALAH DAMPAK PEREDARAN DAN PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA DI BALI

7. DESA IN PENELITIA N

8.

9.

10.

11.

12.

13.

(1) PENDEFI NI SIAN OBYEK PENELI TI AN

Defining object (2) PEMETAAN MASALAH DAN KEBUTUHAN PEMECAHAN MASALAH Problem mapping and

needs mapping

(3)

PENGKONSTRUKSIAN DAN PERUMUSAN MASALAH PENELI TI AN Problem construction and

problem statement

(4)

PERUMUSAN TUJUAN DAN EKSPEKTASI TEMUAN PENELI TIAN

Defining targets and research inventions

(5)

P E R U M U S A N M E T O D E P E N E L I T I A N Defining methode

(6)

P E L A K S A N A A N P E N E L I T I A N Research performance (8) PERUMUSAN REKOMENDASI PEMECAHAN MASALAH (9) PENYUSUNAN LAPORAN

PENELI TI AN

(10) LAPORAN PENELI TI AN PEMBAHASAN

I NPUT PROSES LEGI SLASI

(7)

ANALI SIS HASIL PENELITI AN

(40)

BA B II

KA JIA N TEORITIS DA N PRA KTIK EM PIRIS

Standar materi bab ini ditentukan dalam Lampiran I angka 2 UUP3. Bagian ini

memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan

pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari

pengaturan dalam suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan

Daerah Kabupaten/ Kota. Bagian ini mencakup:

(a)

Kajian teoretis.

Kajian terhadap asas/ prinsip yang terkait dengan penyusunan norma. Analisis

terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek dan bidang

kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibuat, yang

berasal dari hasil penelitian.

(b)

Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan

yang dihadapi masyarakat.

Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam

Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan

(41)

A.

KAJIAN TEORITIS PENGATURAN PEMECAHAN MASALAH DAMPAK

PEREDARAN DAN PENYELAHGUNAAN NARKOTIKA

1.

Kajian Teoritis

Alinea ke - 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945 (UUD NRI 1945), menyatakan: “ Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu

Pemerintah Negara Indonesia yang

melindungi

segenap bangsa Indonesia dan

seluruh

tumpah darah Indonesia

dan

untuk memajukan kesejahteraan umum

,

mencerdaskan

kehidupan bangsa

……….” . Frasa

y ang melindungi segenap bangsa Indonesia

dan

seterusnya sebagaimana termaktub di dalam alinea ke – 4 Pembukaan UUD NRI 1945,

merupakan tujuan dan fungsi negara ini dibentuk. Berkaitan dengan hal itu, Pasal 28 I

ayat (4) UUD NRI 1945, menentukan : “ Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan

pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jaw ab negara, terutama pemerintah.”

Kata “ perlindungan” secara gramatikal diartikan sebagai upaya menjaga atau

menyelamatkan.

19

Hal ini menunjukkan upaya negara dalam melindungi w arga

negaranya dari bentuk-bentuk ancaman/ intimidasi/ tindakan kejahatan dari pihak

ketiga yang merugikan HAM setiap w arga negaranya, adalah suatu keharusan. Upaya

perlindungan terhadap HAM w arga negara harus juga dilihat dari perkembangan

dimasyarakat secara kontekstual. Bentuk-bentuk kejahatan yang terjadi saat ini tidak

lagi secara langsung menghentikan HAM Hidup seseorang, melainkan melalui

sarana-sarana yang dapat menghancurkan kehidupan seseorang. Perkembangan kejahatan

19 Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi

(42)

demikian dapat diamati melalui kejahatan penyalahgunaan Narkotika (Narkotika,

Psikotropika, dan Obat terlarang).

Indonesia yang merupakan negara hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1

ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945, mengedepankan hak asasi manusia sebagai

salah satu elemen penting, selain eksistensi peraturan perundang-undangan. Dalam

sistem hukum Eropa Kontinental (

Civil Law

) dan

Anglo Saxon

(

Common Law

), memiliki

unsur yang sama, yakni perlindungan hak asasi manusia (HAM). Oleh sebab itu,

pengakuan akan “ negara hukum” dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 perlu dikaitkan

dengan Pasal 28 I ayat (5) Undang-Undang Dasar NRI 1945, yang menentukan :

Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara

hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan

dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan

.

Secara teori, pemikiran “ negara hukum” Eropa Kontinental dimulai oleh

pemikiran Imanuel Kant, kemudian dikembangkan oleh J.F Stahl. Pemikiran negara

hukum tersebut, dipengaruhi oleh pemikiran Ekonom Adam Smith saat itu. Julius

Friedrich Stahl, mengemukakan 4 unsur sebagai ciri negara hukum, yakni:

(1)

Tindakan pemerintah berdasarkan Undang-undang (Legalitas)

(2)

Perlindungan HAM,

(3)

Pemisahan Kekuasaan,

(4)

Adanya peradilan administrasi

20

.

(43)

Ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl

dalam menguraikan “ Konsep Negara Hukum” (

Rechtstaat

), berbeda dengan konsep

negara hukum

Anglo Saxon

yakni

The Rule of Law

. Secara konseptual “

the rule of law”

dalam

Dictionary of Law

, diartikan sebagai

principle of government that all persons and

bodies and the government itself are equal before and answerable to the law and that no person

shall be punished without trial”

.

21

Kemudian A.V Dicey mengemukakan unsur-unsur

konsep

TheRule of law

, yakni;

(1)

supremacy of law

,

(2)

equality before the law

,

(3)

the constitution based on individual rights

.

22

Terlepas dari perkembangan pemikiran negara hukum yang sudah berkembang

dengan sangat pesat, dengan berbagai gagasan-gagasannya, terdapat kesamaan pada

kedua sistem hukum itu berkenaan dengan perlindungan HAM. Bagi negara Indonesia

yang menganut pola kodifikasi maka jaminan pemenuhan, penegakan, perlindungan

HAM harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan

Pasal 28 I ayat (5) Undang-Undang Dasar NRI 1945.

Pemikiran negara hukum ini menjadi jastifikasi teoritis dalam pembentukan

Peraturan Daerah dalam mengatur tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan

Narkotika

.

Eksistensi peraturan daerah ini akan menjamin dan melindungi hak asasi

manusia w arga negara Indonesia, khususnya di Bali. Berkenaan dengan asas legalitas

21 PH. Collin, 2004, Dictionary of Law, Fourth Edition, Bloomsbury Publishing Plc, London. P.266 22 A .V Dicey, 1987, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Fifth edition, London,

(44)

dalam negara hukum “

rechtstaat

” , maka bentuk perlindungan itu harus diatur dalam

instrumen hukum, yaitu undang-undang, dan untuk di daerah berupa Peraturan

Daerah. Peraturan daerah itu merupakan legitimasi hukum bagi pemerintah daerah

dalam melakukan upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika.

A. Hamid S. Attamimi

23

menyatakan bahw a teori perundang-undangan

berorientasi pada tujuan untuk menjelaskan dan menjernihkan pemahaman

pembentuk, pelaksana, penegak, serta masyarakat terhadap materi undang-undang

dalam sifat kognitif. Pemikiran ini menekankan pada pemahaman terhadap hal-hal

yang mendasar. Oleh sebab itu dalam membuat peraturan daerah, perlu dipahami

kharakter norma dan fungsi peraturan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah. Peraturan daerah merupakan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 angka 2

Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan menentukan bahw a Peraturan Perundang-Perundang-undangan adalah peraturan

tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau

ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berw enang melalui prosedur yang

ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan daerah merupakan penjabaran Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang

Dasar NRI 1945, yang menggunakan frasa “ dibagi atas” , lebih lanjut diatur sebagai

berikut :

23 A . Hamid S. Attamimi dalam H. Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu

(45)

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota

itu mempunyai pemerintahan aerah, yang diatur dengan undang-undang

Referensi

Dokumen terkait

terjadi di daerah Bandung dan sekitarnya. Salah satu metode yang cukup potensial untuk memulihkan kondisi air tanah di daerah ini adalah peresapan buatan, mengingat daerah

Panitia Pengadaan Pengadaan Barang/ Jasa pada Sekolah Tinggi I lmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara Makassar mengumumkan Pemenang Pelelangan Umum dengan

1) Kantor Pusat Basarnas, 2) Kantor SAR Jakarta, 3) Kantor SAR Banda Aceh,.. Lokasi pengiriman Operation Monitoring Video Streaming System di:.. 1) Kantor Pusat Basarnas, 2)

Atas rahmat Allah SWT, akhirnya penulis bisssssssa menyelesaikan skripsi yang berjudul “HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KEJADIAN LOW BACK PAIN PADA PETANI DI

Adapun tujuannya adalah memberikan arahan Adapun tujuannya adalah memberikan arahan tata cara reklamasi dan pengelolaan tata cara reklamasi dan pengelolaan lingkungan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Efek Penyembuhan

Tokoh penganjur sejarah sebagai seni adalah George Macauly Travelyan. Ia menyatakan bahwa menulis sebuah kisah peristiwa sejarah tidaklah mudah, karena memerlukan imajinasi dan

Puji dan syukur kepada kehadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur