• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO) SIDOARJO."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL

CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO)

SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Sebagai bagian dari persyaratan dalam menyelesaikan Program Strata (S1)

Psikologi (S.Psi)

OLIVEA DICHA PUTRI B77212111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Kendall-Tau, sedangkan perhitungan dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. Koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,215 dengan taraf signifikansi 0,05 (2-tailed). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala iklim organisasi dan skala organizational citizenship behavior. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo yang berusia dalam rentang 15-40 tahun keatas, dengan lama bekerja 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, sampel yang diambil berjumlah 48 dari jumlah populasi sebanyak 136, melalui teknik pengambilan sampling yaitu purposive sampling.

Hasil penelitan menunjukkan signifikansi sebesar 0,038. Karena 0,038 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ...xii

ABSTRACT... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D.Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior ... 12

1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior ... 12

2. Faktor yang Mempengaruhi OCB ... 15

3. Aspek-Aspek Organizational Citizenship Behavior... 21

4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior ... 24

B. Iklim Organisasi ... 26

1. Pengertian Iklim Organisasi ... 26

2. Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi ... 31

3. Aspek-Aspek Iklim Organisasi ... 38

C. Hubungan Organizational Citizenship Behavior dengan Iklim Organisasi ... 45

D.Landasan Teoritis ... 46

E. Hipotesis ... 49

BAB III : METODE PENELITIAN A.Variabel dan Definisi Operasional ... 50

1. Identifikasi Variabel... 50

2. Definisi Operasional ... 50

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 51

1. Populasi ... 51

(6)

3. Teknik Sampling ... 52

C. Teknik Pengumpulan Data... 53

D.Validitas dan Reliabilitas ... 61

1. Validitas ... 61

2. Reliabilitas ... 65

E. Analisis Data ... 66

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 69

1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 69

a. Persiapan Penelitian ... 69

b. Pelaksanaan Penelitian ... 72

2. Deskripsi Responden ... 72

3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74

a. Uji Validitas ... 74

b. Uji Reliabilitas ... 75

c. Uji Normalitas ... 76

B. Pengujian Hipotesis ... 77

C. Pembahasan... 78

BAB VI : PENUTUP A.Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Blue Print Organizational Citizenship Behavior ... 55

Tabel 2: Blue Print Iklim Organisasi ... 58

Tabel 3: Uji Validitas Aitem Organizational Citizenship Behavior ... 61

Tabel 4: Uji Validitas Aitem Iklim Organisasi... 63

Tabel 5: Jadwal Kegiatan ... 71

Tabel 6: Deskripsi Usia ... 72

Tabel 7: Deskripsi Jenis Kelamin ... 73

Tabel 8: Deskripsi Pendidikan Terakhir ... 73

Tabel 9: Deskripsi Lama Bekerja ... 74

Tabel 10: Reliabilitas ... 75

Tabel 11: Uji Normalitas ... 76

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ... 90

Lampiran 2: Daftar Subjek Penelitian... 96

Lampiran 3: Tabulasi Data Mentah Skala Organizational Citizenship Behavior ... 98

Lampiran 4: Tabulasi Data Mentah Skala Iklim Organisasi ... 102

Lampiran 5: Tabulasi Data Dikotomi Skala Organizational Citizenship Behavior . 106 Lampiran 6: Tabulasi Data Dikotomi Skala Iklim Organisasi ... 110

Lampiran 7: Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Organizational Citizenship Behavior ... 114

Lampiran 8: Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Iklim Organisasi ... 118

Lampiran 9: Uji Normalitas ... 122

Lampiran 10: Karakteristik Responden ... 123

Lampiran 11: Uji Hipotesis ... 124

Lampiran 12: Surat Ijin Penelitian Skripsi ... 125

Lampiran 13: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 126

(9)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Kendall-Tau, sedangkan perhitungan dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. Koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,215 dengan taraf signifikansi 0,05 (2-tailed). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala iklim organisasi dan skala organizational citizenship behavior. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo yang berusia dalam rentang 15-40 tahun keatas, dengan lama bekerja 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, sampel yang diambil berjumlah 48 dari jumlah populasi sebanyak 136, melalui teknik pengambilan sampling yaitu purposive sampling.

Hasil penelitan menunjukkan signifikansi sebesar 0,038. Karena 0,038 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam mencapai tujuan sebuah perusahaan memiliki beberapa faktor

yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah sumber daya manusia atau

karyawan, karena berkaitan langsung dengan kegiatan organisasi. Untuk itu

karyawan diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal sehingga tujuan

dari perusahaan atau organisasi dapat tercapai.

Untuk mencapai tujuan organisasi tersebut, sumber daya manusia

mempunyai peran yang sangat penting, tanpa adanya sumber daya manusia

tentu saja sebuah organisasi akan sulit untuk mencapai tujuannya. Organisasi

pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus

mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena pada

dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja

dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.

Begitu pula halnya dengan organisasi pemerintahan, organisasi pemerintahan

juga akan menghadapi perubahan eksternal dan ini harus dengan peningkatan

kerja organisasi yang beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada agar

tidak hanya tetap bertahan tetapi juga memiliki kinerja yang baik.

Di dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, karyawan dituntut untuk

dapat menyelesaikan tugas dengan efektif dan efisien, maka fleksibilitas

(11)

2

karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam

deskripsi pekerjaan mereka. Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta

menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki

fleksibilitas yang baik akan memiliki kinerja yang lebih baik di organisasinya

Robbins juga menambahkan bahwa seorang karyawan yang memiliki

fleksibilitas akan memberikan kontribusi yang mendalam melebihi tuntutan

peran ditempat kerja yang disebut dengan Organizational Citizenship

Behavior. Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi yang

mendalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja. Organizational Citizenship

Behavior tersebut melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong

orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap

aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan

nilai tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial,

yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag

& Resckhe, 1997).

Organizational Citizenship Behavior merupakan aspek yang unik dari

aktivitas individual dalam kerja. Karyawan yang memiliki perilaku

Organizational Citizenship Behavior tidak hanya mengerjakan tugas

pokoknya saja, namun juga mau melakukan tugas ekstra, seperti mau

bekerja sama, tolong menolong, memberikan saran, berpartisipasi secara aktif,

memberikan pelayanan ekstra kepada pengguna layanan, serta mau

menggunakan waktu kerjanya dengan efektif. Karyawan tersebut akan

(12)

3

dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi

harapan.

Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2015,

peneliti datang ke kantor PLN Sidoarjo dan bermaksud menemui bagian yang

bersangkutan untuk penerimaan peserta magang, dikarenakan bagian tersebut

sedang mengambil cuti, peneliti dibantu oleh salah satu rekan yang ada di

kantor tersebut untuk diarahkan.

Untuk dapat meningkatkan perilaku Organizational Citizenship Behavior

karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang

menyebabkan timbulnya atau meningkatnya Organizational Citizenship

Behavior. Menurut Organ (1995; dalam Pratiwi Jayanti, 2009) mengemukakan

beberapa faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

salah satunya yaitu budaya organisasi dan iklim organisasi, dimana iklim

organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas

berkembangnya Organizational Citizenship Behavior dalam suatu organisasi.

Didalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin

melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam uraian

pekerjaan dan akan selalu mendukung tujuan organisasi. Keadaan lingkungan

atau iklim organisasi suatu perusahaan atau institusi dapat berpengaruh

terhadap sikap maupun pandangan karyawan. Iklim yang kondusif serta

perasaan nyaman yang dirasakan para karyawan akan dapat menimbulkan

kepercayaan terhadap organisasi sehingga karyawan ingin memberikan yang

(13)

4

Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan

kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi

(misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontaktor) mengenai apa yang

ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang

mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi. Iklim organisasi ini cenderung

bersifat relatif sementara dan dapat berubah dengan cepat. Sehingga

dibutuhkan kemampuan karyawan dalam menalarkan penyesuaian dengan

perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasinya. Ketika individu

tersebut mampu menyesuaikan diri dengan iklim organisasi di mana dia

bekerja maka mampu menjadi salah satu faktor pembentuk perilaku

Organizational Citizenship Behavior (Wirawan, 2007)

Litwin dan Stringer (1968; dalam Toulson & Smith, 1994)

mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada

lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh

pada karyawan dan pekerjaannya dimana lingkungan kerja diasumsikan akan

berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan. Gibson, Ivancevich, dan

Donelly (2000; dalam Satria, 2005) menyatakan bahwa iklim organisasi

adalah sifat lingkungan kerja atau lingkungan psikologis dalam organisasi

yang dirasakan oleh para pekerja atau anggota organisasi dan dianggap dapat

mempengaruhi sikap dan perilaku pekerja terhadap pekerjaanya. Hampir

senada, Davis dan Newstorm (1996) menyatakan bahwa iklim organisasi

merupakan lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan

(14)

5

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Martha (2014) menunjukkan

adanya hubungan yang sangat signifikan antara iklim organisasi dengan

Organizational Citizenship Behavior dengan nilai korelasi sebesar 0,508

dengan signifikansi 0,000.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Waspodo (2012) menunjukkan hasil

terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan

Organizational Citizenship Behavior.

Di perusahaan BUMN yakni PLN memiliki iklim organisasi yang

mendukung kinerja karyawan, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sullaida (2010) menunjukkan hasil bahwa iklim organisasi

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT PLN (Persero)

Cabang Lhoksumawe, pada tingkat kepercayaan 95% atau alpha 0.05. Hal ini

berarti adanya iklim organisasi yang baik akan diikuti dengan kepuasan kerja

yang baik. Kemudian secara parsial aspek psikologikal mempunyai pengaruh

dominan terhadap kepuasan kerja karyawan, dengan tingkat signifikan sebesar

0.000 yang berarti kondisi kejiwaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja

karyawan sudah tercipta dengan baik sehingga menimbulkan kepuasan kerja

karyawan, sedangkan iklim sosial yang mempunyai nilai signifikan sebesar

0.022 yang berarti bahwa prosedur dan aturan-aturan yang menyangkut

pelaksanaan pekerjaan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2014) dengan judul

pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap Organizational

(15)

6

kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational

Citizenship Behavior pegawai yang ditunjukkan dengan nilai betha sebesar

0.428 (p<0.01 ; p=0.000).

Dari penelitian diatas peneliti berkesimpulan bahwa iklim organisasi

mempengaruhi kepuasan kerja, sedangkan kepuasan kerja dapat

mempengaruhi perilaku Organizational Citizenship Behavior.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ilmyanti (2012) menunjukkan

bahwa penerapan budaya organisasi di PT PLN sudah cukup baik, dengan

adanya sosialisasi nilai-nilai budaya organisasi akan memberikan pengetahuan

tentang budaya organisasi melalui pelatihan budaya saat pertama masuk

menjadi anggota organisasi dan mempelajari serta menerapkan nilai-nilai

budaya yang sudah ditanamkan sejak seseorang mulai bergabung menjadi

anggota organisasi dan menemukan peran budaya organisasi sebagai pedoman

perilaku bagi anggota organisasi.

Dari skala sederhana yang peneliti sebarkan sebanyak dua belas karyawan

yang bertujuan untuk mengetahui iklim organisasi, peneliti mendapatkan

respon bahwa karyawan yang bekerja di PT PLN (Persero) Sidoarjo

mengetahui dengan jelas jabatan dan tanggung jawab yang diembannya dalam

perusahaan, dan juga karyawan memiliki kebanggaan ketika mampu

mengerjakan pekerjaannya dengan baik.

Berdasarkan kajian latar belakang diatas terdapat penelitian yang

menunjukkan bahwa iklim organisasi yang ada di PLN cukup baik dan

(16)

7

mengkaji ulang dan memperdalam penelitian tentang hubungan iklim

organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT

PLN (Persero) di Sidoarjo.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyusun

rumusan masalah sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan

Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero)

Sidoarjo.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational

Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Organizational Citizenship Behavior menjadi salah satu variabel yang

cukup menarik untuk diteliti karena fakta menunjukkan bahwa organisasi

yang mempunyai karyawan yang memiliki Organizational Citizenship

Behavior yang baik akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain

(17)

8

Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam

pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan

Organisasi terutama tentang bidang iklim organisasi dan memperkaya wacana

tentang Organizational Citizenship Behavior. Selain itu juga diharapan dapat

bermanfaat sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang akan meneliti

tentang Organizational Citizenship Behavior.

Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan terhadap perusahaan khususnya PT PLN (Persero) Sidoarjo untuk

menemukan teknik yang tepat dalam menganalisis serta meningkatkan

Organizational Citizenship Behavior terkait faktor-faktor iklim organisasi

yang melatarbelakangi Organizational Citizenship Behavior.

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian yang dilakukan oleh Waspodo dan Minadaniati (2012) yang

dimuat dalam Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) Vol 3,

No. 1, 2012, dengan judul pengaruh kepuasan kerja dan iklim organisasi

terhadap Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship

Behavior) karyawan pada PT Trubus Swadaya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hubungan antara variabel kepuasan kerja dan iklim

organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior ditunjukkan

dengan skor signifikansi pada uji F hitung sebesar 0.009 yang lebih kecil

dari F tabel yakni 0.05 (000.9 < 0.05), yang berarti Ho ditolak dan Ha

(18)

9

bersama-sama memiliki pengaruh terhadap Organizational Citizenship

Behavior.

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat

pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,

penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim

organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadizadeh, Heydarinejad, Farzam dan

Booshehri (2012) yang berjudul Investigation the Relation between

Organizational Climate and Organizational Citizenship Behavior yang

dimuat dalam International Journal of Sport Studies. Vol 2 (3),163-167,

2012. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat korelasi

yang signifikan antara iklim organisasi dengan Organizational Citizenship

Behavior dengan skor korelasi (p<0.001, r=0.505).

Perbedaan penelitian sekarang dengan sebelumnya terletak pada subyek

dan lokasi penelitian yang akan dilakukan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2015) yang berjudul Pengaruh iklim

organisasi dan komitmen organisasi terhadap pembentukan Organizational

Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) karyawan

dalam rangka peningkatan kinerja. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan

bahwa iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Organizational Citizenship Behavior dengan koefisien sebesar 0.046 dan

(19)

10

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat

pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,

penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim

organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ghanbari dan Eskandari yang berjudul

Organiztional climate, job motivation and Organizational Citizenship

Behavior (Organizational Citizenship Behavior), yang dimuat dalam

international journal of management perspective Vol 1 No 3, pp 1-14.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan

signifikan antara iklim organisasi dengan Organizational Citizenship

Behavior dengan skor korelasi (r=0,245, P < 0.01, N=250)

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat

pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,

penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim

organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Prihandini yang berjudul Hubungan antara

Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship

Behavior) dan kohesivita kelompok dengan iklim organisasi. Dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan

signifikan antara variabel Organizational Citizenship Behavior dengan

iklim organisasi yakni sebesar 0.242 dengan nilai signifikansi p=0.04 (p <

(20)

11

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat

pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,

penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim

(21)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Organizational Citizenship Behavior

1. Pengertian

Menurut Organ (1988; dalam Luthans, 2006) Organizational

Citizenship Behavior merupakan perilaku individu yang bebas memilih,

yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem pemberian

penghargaan formal dan secara bertingkat mempromosikan fungsi

organisasi yang efektif, atau dengan kata lain, Organizational Citizenship

Behavior adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan,

yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward

formal, merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari

kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung

berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

Aldag dan Resckhe (1997) menjelaskan Organizational Citizenship

Behavior merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di

tempat kerja. Organizational Citizenship Behavior ini melibatkan beberapa

perilaku meliputi perilaku suka menolong orang lain, menjadi volunteer

untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan

prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah

(22)

13

perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Jayanti,

2009).

Robbins & Judge (2008) dalam bukunya Organizational

Behavior yang mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior

sebagai perilaku kerja karyawan di dalam organisasi yang dilakukan secara

sukarela di luar deskripsi kerja yang ditetapkan untuk meningkatkan

kemajuan organisasi.

Pendapat lain mengenai pengertian Organizational Citizenship

Behavior dikemukakan oleh Garay (2006) yang menjelaskan bahwa

Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku sukarela dari

seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar

tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan

organisasinya (Waspodo, 2012).

Sedangkan, menurut Organ (1988; dalam Purba & Seniati, 2004)

menjelaskan bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan

bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan insiatif individual, tidak

berkaitan dengan sistem reward formal organisasi. Ini berarti, perilaku

tersebut tidak termasuk dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja

karyawan sehingga jika tidak ditamplikan pun tidak diberi hukuman.

Sementara itu, Van Dyne, Cummings, Parks (1995) mengatakan

bahwa Organizational Citizenship Behavior atau yang disebutnya sebagai

extra-role behavior (ERB), adalah perilaku yang menguntungkan

(23)

14

secara sukarela, dan melebihi ekspektasi peran yang ada. Artinya,

Organizational Citizenship Behavior secara sederhana dapat dikatakan

sebagai perilaku individu yang berakar dari kerelaan dirinya untuk

memberikan kontribusi melebihi peran inti atau tugasnya terhadap

perusahaannya. Perilaku tersebut dilakukannya, baik secara disadari

maupun tidak disadari, diarahkan maupun tidak diarahkan, untuk dapat

memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaannya (Jahangir,

Akbar, & Haq, 2004)

Dipola dan Hoy (dalam Yusop, 2007) menjelaskan bahwa

Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku karyawan yang

mempraktikkan peranan tambahan dan menunjukkan sumbangannya

kepada organisasi melebihi peran spesifikasinya dalam kerja. Menurut

mereka juga, kesediaan dan keikutsertaan untuk melakukan usaha yang

melebihi tanggung jawab formal dalam organisasi merupakan sesuatu yang

efektif untuk meningkatkan fungsi sebuah organisasi.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan :

Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang

terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi

Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja,

(24)

15

Tidak berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku

ekstra peran yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam

bentuk uang.

2. Faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

Menurut Jayanti (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi

timbulnya Organizational Citizenship Behavior yakni:

a. Budaya dan Iklim Organisasi

Menurut Organ (1995), terdapat bukti-bukti kuat yang

mengemukakan bahwa organisasi merupakan suatu kondisi awal yang

utama yang memicu terjadi Organizational Citizenship Behavior.

Sloat berpendapat bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan

yang melampaui tanggung jawab mereka apabila mereka:

1) Merasa puas dengan pekerjaannya

2) Menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari para

pengawas

3) Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi

Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi

penyebab kuat atas berkembangnya Organizational Citizenship

Behavior dalam suatu organisasi. Dalam iklim yang positif, karyawan

merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah

di syaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung

(25)

16

dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka

diperlakukan secara adil oleh organisasinya.

b. Kepribadian dan suasana hati

Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap

timbulnya perilaku Organizational Citizenship Behavior secara

individual maupun kelompok. George dan Brief (1992) berpendapat

bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga

dipengaruhi oleh suasana hati. Keperibadian merupakan suatu

karakteristik yang secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan

suasana hati merupakan karakteristk yang dapat berubah-ubah. Sebuah

suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk

membantu orang lain.

Meskipun suasana hati dipengaruhi (sebagian) oleh

kepribadian, ia juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim

kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi

menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil

serta iklim kelompok kerja berjalan positif maka karyawan cenderung

berada dalam suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan

secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain.

c. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Studi Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi

terhadap dukungan organisasional (Perceived Organizational

(26)

17

Organizational Citizenship Behavior. Pekerja yang merasa bahwa

mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya

dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan

terlibat dalam perilaku citizenship.

d. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan

Kualitas interaksi atasan bawahan juga diyakini sebaagai

faktor untuk memprediksi Organizational Citizenship Behavior.

Miner (1988) mengemukakan bahwa interaksi atasan bawahan yang

berkualitas tinggi akan memberikan dampak sepeerti meningkatnya

kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan. Riggo (1990)

menyatakan bahwa apabila interaksi atasan bawahan berkualitas tinggi

maka seorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya

sehingga bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak

memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan rasa

percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka

termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan oleh atasan

mereka.

e. Masa kerja

Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa

karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin (gender)

berpengaruh pada Organizational Citizenship Behavior. Hal sama

juga dikemukakan oleh Sommers (1996) masa kerja dapat berfungsi

(27)

18

variabel-variabel tersebut mewakili penguuran terhadap investasi

karyawan organisasi.

f. Jenis kelamin

Komrad et al (2000) mengemukakan bahwa perilaku-perilaku

kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerjasama dengan

orang lain lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita cenderung lebih

mengutamakan pembentukan relasi daripada pria dan lebih

menunjukkan perilaku menolong daripada pria. Temuan-temuan

tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok

antara pria dan wanita dalam perilaku menolong dan interaksi sosial di

tempat mereka bekerja.

Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan

melakukan lebih dari sekedar tugas biasa mereka yang yang akan

memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam dunia kerja yang

dinamis seperti sekarang ini, dimana tugas semakin sering dikerjakan

dalam tim dan fleksibilitas sangatlah penting, organisasi menjadi sangat

membutuhkan karyawan yang mampu menampilkan perilaku kewargaan

organisasi yang baik, seperti membantu individu lain dalam tim,

memajukan diri untuk melakukan pekerjaan esktra, menghindari konflik

(28)

19

besar hati mentoleransi kerugian dan gangguan terkait dengan pekerjaan

yang terjadi.

Untuk dapat meningkatkan Organizational Citizenship Behavior

karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang

menyebabkan timbulnya atau meningkatnya Organizational Citizenship

Behavior. Konovsky dan Organ, (1996); Organ, Podsakoff, dan

Mackenzie (2006); Organ dan Ryan, (1995);. Podsakoff, Mackenzie,

Paine, dan Bachrach (2000) mengkategorikan faktor yang mempengaruhi

Organizational Citizenship Behavior terdiri dari perbedaan individu; sikap

pada pekerjaan sikap dan variabel kontekstual.

a. Perbedaan individu, termasuk sifat yang stabil yang dimiliki individu.

Beberapa perbedaan individu yang telah diperiksa sebagai prekursor

untuk Organizational Citizenship Behavior meliputi:

1) Kepribadian (misalnya kesadaran dan keramahan), kemampuan,

pengalaman, pelatihan, pengetahuan, ketidakpedulian dengan

penghargaan, dan kebutuhan untuk otonomi (Podsakoff

Mackenzie, Paine, dan Bachrach, 2000)

2) Motivasi (Folger, 1993)

3) Kepribadian (Organ and Lingl, 1995)

4) Kebutuhan (Schnake, 1991)

(29)

20

b. Sikap kerja adalah emosi dan kognisi yang berdasarkan persepsi

individu terhadap lingkungan kerja. Beberapa faktor yang diduga

mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior antara lain:

1) Komitmen organisasi (Truckenbrodt, 2000)

2) Persepsi kepemimpinan dan dukungan organisasi (Van Dyne,

Cummings, dan Parks, 1995)

3) Person organization fit (de Lara, 2008)

4) Kepuasan kerja (Murphy et al., 2002)

5) Kontrak psikologi (Turnley et al., 2003)

6) Persepsi keadilan (Moorman et al., 1991)

c. Faktor-faktor kontekstual adalah pengaruh eksternal yang berasal dari

pekerjaan, bekerja kelompok, organisasi, atau lingkungan. Variabel

Kontekstual meliputi:

1) Karakteristik tugas (Van Dyne, Cummings, dan Parks, 1995)

2) Sikap pada pekerjaan (Organ and Ryan, 1995; Smith, Orgam, dan

Near, 1983)

3) Gaya kepemimpinan (Truckenbrodt, 2000)

4) Karakteristik kelompok organisasi, budaya organisasi, iklim

organisasi (Organ et al, 2006., Podsakoff et al, 2000)

5) Profesionalisme (Cohen dan Kol, 2004)

6) Harapan peran sosial (Danzis dan Stode-Romero, 2009, dalam

(30)

21

3. Aspek Organizational Citizenship Behavior

Istilah Organizational Citizenship Behavior pertama kali diajukan

oleh Organ (1988) yang mengemukakan lima aspek primer dari

Organizational Citizenship Behavior (Luthans, 2006) :

a. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan

pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi

organisasional

b. Civic Virtue, menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap

fungsi-fungsi organisasi baik secara professional maupun sosial

alamiah.

c. Conscinetiousness, berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang

melebihi standar minimum.

d. Courtesy, adalah perilaku meringankan problem-problem yang

berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain.

e. Sportmanship, berisi tentang pantangan-pantangan membuat isu yang

merusak meskipun merasa jengkel.

Sementara itu, Podsakoff et.al. dalam Indhira Pratiwi (2013)

memiliki aspek tersendiri dalam Organizational Citizenship Behavior,

yaitu :

a. Helping Behaviour, merupakan tindakan membantu sesama, atau

menghindari peristiwa yang berhubungan dengan permasalahan

pekerjaan.

(31)

22

yang tak terhindarkan serta gangguan-gangguan dalam pekerjaan

tanpa mengeluh.

c. Organizational Loyalty, melakukan promosi organisasi kepada orang

di luar perusahaan, melindungi serta mempertahankan organisasi dari

ancaman eksternal, serta tetap berkomitmen kepada organisasi

meskipun dalam kondisi yang merugikan sekalipun.

d. Organizational Complience, merupakan internalisasi dan penerimaan

aturan-aturan, regulasi serta prosedur, meskipun tidak ada yang

mengawasi.

e. Individual Initiative, merupakan perilaku sukarela atas kreativitas dan

inovasi untuk meningkatkan tugas seorang maupun kelangsungan

kinerja organisasi dengan ekstra antusiasme dan usaha untuk

menyelesaikan pekerjaan seseorang.

f. Civic Virtue, merupakan keinginan untuk berpartisipasi secara aktif di

dalam organisasi.

g. Self Development, merupakan perilaku sukarela karyawan untuk

meningkatkan pengetahuan, keahlian, serta kemampuan mereka.

Sedangkan Graham (dalam Bolino, Turnley dan Bloodgood, 2002)

memberikan konseptualisasi Organizational Citizenship Behavior yang

berbasis pada filosofi politik dan teori politik modern. Dengan

menggunakan perspektif teoritis ini, Graham mengemukakan tiga bentuk

Organizational Citizenship Behavior yaitu:

(32)

23

menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.

b. Loyalitas (loyality) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk

menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan serta

kelangsungan organisasi.

c. Partisipasi (participation) yang menggambarkan kemauan karyawan

untuk secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan

organisasi. Partisipasi terdiri dari:

1) Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan

dalam urusan- urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial

organisasi.

2) Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan

untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan

dan pemikiran inovatif.

3) Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan

yang melebihi standar kerja yang diwajibkan.

Perbedaan konseptualisasi terhadap satu konstruk ini menurut

Podsakoff dkk. (2000), dapat menimbulkan bahaya-bahaya yang cukup

serius, di antaranya dapat mengakibatkan pertentangan-pertentangan

konotasi konseptual bagi orang-orang yang berbeda.

Sementara, literatur-literatur Organizational Citizenship Behavior

mengindikasikan bahwa aspek-aspek yang berbeda-beda tersebut pada

(33)

24

(penamaan) yang berbeda-beda terhadap aspek yang sama, yang pada

gilirannya, mengakibatkan penggunaan-penggunaan ukuran yang tumpang

tindih.

4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior

Menurut Podsakoff et al. (2000, dalam Darto, 2014),

Organizational Citizenship Behavior dapat mempengaruhi keefektifan

organisasi karena beberapa alasan.

a. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu meningkatkan

produktivitas rekan kerja.

b. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu meningkatkan

produktivitas manajerial atau pimpinan.

c. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu mengefisienkan

penggunaan sumber daya organisasional untuk tujuan-tujuan

produktif.

d. Organizational Citizenship Behavior dapat menurunkan tingkat

kebutuhan akan penyediaan sumberdaya organisasional untuk

tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan.

e. Organizational Citizenship Behavior dapat dijadikan sebagai dasar

yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara

anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja.

f. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan kemampuan

(34)

25

handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan

tempat bekerja yang lebih menarik.

g. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan stabilitas

kinerja organisasi.

h. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan kemampuan

organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan

lingkungan bisnisnya.

Sedangkan menurut Organ, Podsakoff et al., dalam Bolino,

Turnley, dan Bloodgood (2002), secara spesifik Organizational

Citizenship Behavior dapat mempengaruhi kinerja organisasi dalam hal:

a. Mendorong peningkatan produktivitas manajer dan karyawan

b. Mendorong penggunaan sumber-sumber daya yang dimiliki organisasi

untuk tujuan yang lebih spesifik

c. Mengurangi kebutuhan untuk menggunakan sumber daya organisasi

yang langka pada fungsi pemeliharaan

d. Menfasilitasi aktivitas koordinasi diantara anggota tim dan kelompok

kerja

e. Lebih meningkatkan kemampuan organisasi untuk memelihara dan

mempertahankan karyawan yang berkualitas dengan membuat

lingkungan kerja sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk

(35)

26

f. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi dengan mengurangi

keragaman variasi kinerja dari masing-masing unit organisasi

g. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk melakukan adaptasi

terhadap perubahan lingkungan.

B. Iklim Organisasi

1. Pengertian

Menurut Taiguri dan Litwin (1968; dalam Wirawan, 2007), iklim

organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara

relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, memengaruhi

perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set

karakteristik atau sifat organisasi.

Litwin dan R.A Stringer (1968) mendefinisikan iklim organisasi

sebagai

a concept describing the subjective nature or quality of the

organizational environment. Its properties can be perceived or experienced by members of the organization and reported by them in an

appropriate questionnaire

Menurut kedua penulis tersebut, iklim organisasi merupakan suatu

konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan

organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan dialami oleh anggota

organisasi dan dilaporkan melalui kuesioner yang tepat.

Robert G. Owen (1991) dalam bukunya berjudul Organization

(36)

27

Robert Stringer (2002) dalam bukunya berjudul Leadership and

Organization Climate mendefinsikan iklim organisasi sebagai

collection and pattern of environmental determinant of aroused

motivation

Sedangkan buku ini mendefinisikan iklim organisasi sebagai

koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi.

Menurut Wirawan (2007) iklim organisasi adalah persepsi anggota

organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap

berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan,

dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan

internal organisasi secara rutin, yang memengaruhi sikap dan perilaku

organisasi dan kinerja anggota organisasi organisasi yang kemudian

menentukan kinerja organisasi.

Iklim organisasi melukiskan lingkungan internal organisasi dan

berakar pada budaya organisasi. Jika budaya organisasi relatif bersifat

tetap dalam jangka panjang, iklim organisasi bersifat relatif sementara dan

dapat berubah dengan cepat. Umumnya, iklim organisasi dengan mudah

dapat dikontrol oleh pemimpin atau manajer. Iklim organisasi merupakan

persepsi anggota organisasi mengenai aspek-aspek iklim organisasi. Iklim

organisasi memengaruhi perilaku anggota organisasi yang kemudian

memengaruhi kinerja mereka dan kemudian memengaruhi kinerja

organisasi.

(37)

28

perilaku organisasi dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.

Misalnya, ruang kerja yang tidak baik, hubungan atasan dan bawahan yang

konflik, dan birokrasi yang kaku dapat menimbulkan sikap negatif, stress

kerja tinggi, serta motivasi dan kepuasan kerja yang rendah. Iklim

organisasi seperti ini akan menciptakan kinerja anggota organisasi rendah.

Sebaliknya jika karyawan bekerja di ruangan yang nyaman dan bersih,

hubungan antara atasan dan bawahan yang kondusif dan birokrasi yang

longgar akan menimbulkan sikap positif, stress kerja rendah, serta

motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi.

Iklim organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal

atau dapat dinilai, terutama yang memunculkan motivasi, sehingga

mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Iklim

organisasi lebih mudah diakses dan diukur ketika mengubah perilaku di

tempat kerja (Wirawan, 2007).

Menurut Davis K dan Newstrom J.W (1994) iklim organisasi

adalah lingkungan manusia di dalam yang mana para pegawai organisasi

melakukan pekerjaan mereka. Pengertian ini mengacu lingkungan suatu

departemen, unit perusahaan yang penting seperti pabrik cabang, atau

suatu organisasi secara keseluruhan.

Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya

hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu ditingkatkan, kemungkinan

besar tercapai peningkatan yang dapat diukur (Davis K dan Newstrom

(38)

29

Iklim organisasi adalah sikap, nilai, norma, dan perasaan yang

lazim dimiliki para pekerja sehubungan dengan organisasi mereka (Payne

& Pugh, 1976). Tanggapan ini terutama dihasilkan dari interaksi struktur

organisasi dengan tujuan, kebutuhan dan kemampuan individu atau

kelompok.

Iklim yang timbul merupakan arena penetapan keputusan mengenai

prestasi pekerja. Bilamana iklim bermanfaat bagi kebutuhan individu

(misalnya, memperhatikan kepentingan pekerja dan berorientasi pada

prestasi), maka dapat diharapkan tingkat perilaku ke arah tujuan yang

tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan dengan

tujuan, kebutuhan, dan motivasi pribadi, dapat diharapkan bahwa prestasi

maupun kepuasan akan berkurang. Dengan perkataan lain hasil akhir atau

perilaku ditentukan oleh interaksi antara kebutuhan individu dengan

lingkungan organisasi yang mereka rasakan.

Di sisi lain, Schneider (1983; Yusop, 2007) menganggap iklim

organisasi sebagai suatu peristiwa, suasana tingkah laku dan

tindakan-tindakan di dalam organisasi. la juga mengartikan iklim organisasi sebagai

konsep yang terkait dengan penghargaan para anggota organisasi terhadap

diri mereka. Menurutnya, iklim organisasi memfokuskan pada

fungsionalisasi sebuah organisasi, sedangkan budaya berfokus tentang

mengapa organisasi berfungsi demikian.

Kemudian dikemukakan oleh Luthans (2006) disebutkan bahwa

(39)

30

Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima

oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan

memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang

dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan

menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki

strategi dalam memanajemen SDM. Iklim organisasi yang terbuka

memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan

tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian.

Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan

bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun juga hanya tercipta jika

semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai

keadilan tindakan.

Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan

persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan

dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim

ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai

oleh organisasi.

Variasi yang membentuk susunan iklim adalah ciri-ciri penentu

yang membedakan lingkungan kerja dari lingkungan kerja yang lain

(40)

31

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Iklim organisasi ditentukan oleh lingkungan eksternal dan internal.

Lingkungan internal organisasi yaitu struktur, standar, pengakuan,

dukungan, komitmen. Sedangkan lingkungan eksternal antara lain

perkembangan jenis industri, pengaturan industri oleh pemerintah,

kehidupan ekonomi makro, dan kompetisi dengan pesaing.

Robert Stringer (1968; dalam Wirawan, 2007) mengemukakan

bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu

organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan,

pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini

sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim

organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut.

a. Lingkungan eksternal. Industri atau bisnis yang sama mempunyai

iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum

perusahaan asuransi umumnya sama. Demikian juga iklim organisasi

pemerintah, sekolah dasar, atau perusahaan angkutan di Indonesia,

mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut

disebabkan pengaruh lingkungan eksterna organisasi.

Walaupun lingkungan eksternal memengaruhi keenam aspek iklim

organisasi, menurut Stringer terdapat pengaruh langsung yang paling

banyak terhadap tiga aspek, struktur, tanggung jawab, dan komitmen.

Ketiga aspek lainnya: standar, pengakuan, dan dukungan lebih

(41)

32

1) Kecepatan perubahan dalam suatu jenis industri merupakan

lingkungan eksternal yang paling menentukan. Perubahan meliputi

semua jenis perubahan: perubahan teknologi dan munculnya

pelanggan, psaing, peraturan, produk, dan model bisnis baru.

Perubahan setiap unsur ini akan memengaruhi bagaimana anggota

organisasi berpikir mengenai pekerjaan, hubungan, dan

konsekuensi tindakan mereka. Hal ini akan tetap terjadi apapun

yang terjadi terhadap keempat faktor penentu yang lainnya.

Menurut Stinger, ketika kecepatan perubahan meningkat,

organisasi dengan kinerja tinggi mempunyai stuktur lebih rendah

dan tanggung jawab lebih tinggi. Suatu perasaan struktur lebih

rendah memungkinkan respon lebih cekatan dan segera terhadap

keadaan perubahan. Tanggung jawab tinggi mendorong inisiatif

individu. Dalam jangka panjang, organisasi dengan kinerja tinggi

yang menghadapi perubahan eksternal cepat harus memiliki

kekuatan tim kerja, kepercayaan, dan dukungan untuk struktur

rendah dan tanggung jawab tinggi.

2) Level konsolidasi dan regulasi tinggi industri tanpa adanya

persaingan dalam suatu industri sering menjadi pengaruh penting

terhadap pola iklim organisasi. Dalam industri yang didominasi

oleh pemain-pemain besar, sering terjadi persaingan yang sehat.

Jika industri diregulasi secara ketat, maka setiap orang akan

(42)

33

memungkinkan organisasi mempunyai iklim yang lebih tinggi

dalam struktur dan lebih rendah dalam tangggung jawab.

3) Ekonomi kuat dan pasar kerja yang baik memengaruhi dimens

komitmen iklim organisasi. Jika karyawan merasa mempunyai

peluang dan pilihan karir terpisah dari organisasi mereka,

komitmen menjadi rendah. Dalam lingkungan eksternal seperti itu,

kinerja tinggi bergatung pada komitmen tinggi. Iklim organisasi

yang menekan pada kebanggaan karyawan, loyalitas personal, dan

pencapaian tujuan menciptakan lem yang diperlukan untuk

kontinuitas dan kesuksesan.

b. Strategi organisasi. Kinerja suatu perusahaan tergantung pada strategi

(apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh

karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh

strategi (motivasi), dan faktor-faktor lingkungan penetu dari level

energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan pola iklim

organisasi yang berbeda. Strategi memengaruhi iklim organisasi

secara tidak langsung.

1) Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada strategi

yang dilaksanakan.

2) Pengaturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat

strategi-strategi yang berbeda.

3) Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap

(43)

34

Dalam kasus-kasus tertentu, strategi dapat mempunyai pengaruh

langsung terhadap iklim organisasi. Strategi menentukan apa yang

penting bagi organisasi, hasil apa yang mempunyai nilai, dan

perilaku-perilaku apa yang paling mungkin mencapai tujuan

eksplisit dari strategi.

c. Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh

paling kuat terhadap iklim organisasi. Menurut Stringer, banyak

sekolah menengah di Amerika Serikat yang menjadi contoh baik

bagaimana pengaturan organisasi menentukan iklim organisasi.

d. Kekuatan sejarah. Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat

pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi

dan ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan

mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya. Menurut Stinger,

terdapat lima aspek sejarah dan budaya suatu organisasi:

1) Nilai-nilai sejarah, yaitu cara karyawan mengakses sifat, aktivitas,

atau perilaku tertentu sebagai baik, buruk, dan produktif atau

pemborosan.

2) Kepercayaan, yaitu pengertian karyawan mengenai cara organisasi

bekerja dann memungkingkan konsekuensi atas tindakan yang

mereka lakukan.

3) Mite, yaitu bahwa cerita atau legenda yang terus berlangsung

mengenai organisasi dan para pemimpinnya mampu memperkuat

(44)

35

4) Tradisi, yaitu kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu

organisasi yang memperkuat dan mengabdikan nilai-nilai budaya.

5) Norma. Peraturan-peraturan informal yang ada dalam suatu

organisasi mengenai pakaian, kebiasaan kerja, jam kerja, dan

perilaku interpersonal.

Aspek iklim organisasi yang dipengaruhi kekuatan sejarah adalah

standar, tanggung jawab, dukungan, dan komitmen.

e. Kepemimpinan. Perilaku pemimpin memengaruhi iklim organisasi

yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan

merupakan pendorong utama terjadinya kinerja. Stringer

mengemukakan hubungan kepemimpinan dengan iklim organisasi,

motivasi, dan kinerja. Menurut Stringer terdapat tiga alasan mengapa

kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap iklim organisasi.

1) Kepemimpinan merembes ke semua unit dan aktivitas organisasi.

Faktor-faktor penentu iklim organisasi lainnya seperti pengaturan

organisasi dan strategi dikomunikasikan kepada anggota organisasi

melalui kata-kata dan tindakan manajer atau pemimpin kelompok

kerja yang di ekspresikan sebagi kepemipinan.

2) Penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan mempunyai

pengaruh paling besar terhadap iklim organisasi. Kepemimpinan

merupakan faktor penentu iklim organiasasi yang paling mudah

dirubah, jadi perubahan dalam iklim organisasi dan dari sini kinerja

(45)

36

Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi iklim organisasi

menurut Richard (1985) yakni:

a. Struktur organisasi. Semakin tinggi penstrukturan suatu organisasi

yaitu semakin tinggi tingkat sentralisasi, formalisasi, orientasi pada

peraturan, dan seterusnya, lingkungannya akan terasa semakin kaku,

tertutup, dan penuh ancaman (Marrow, Bowers & Seashore, 1976 ;

Payne & Pheysey, 1971). Rupanya makin besar outonomi dan

kebebasan menentukan tindakan sendiri diberikan pada individu dan

makin banyak perhatian yang ditujukan manajemen terhadap para

pekerjanya, akan makin baik yaitu terbuka, penuh kepercayaan,

bertanggung jawab) iklim kerjanya. Faktor struktur lainnya yang dapat

memengaruhi iklim adalah ukuran besarnya organisasi dan posisi

kerja seseorang dalam hirarki. Misalnya, sebuah studi atas suatu

sistem sekolah berkesimpulan bahwa organisasi yang kecil selalu

mempunyai iklim yang lebih terbuka, saling mempercayai, dan saling

bergantung, sedangkan organisasi yang besar (lebih birokratis)

dianggap sebaliknya (George & Bishop, 1971). Beberapa studi lain

menemukan bahwa lokasi tugas seorang pekerja dalam hirarki

organiasasi atau dalam suatu bagian sampai tingkat tertentu dapat

memengaruhi persepsi iklim (Hall & Kawler, 1969). Penemuan

tersebut memperkuat pengertian bahwa sebuah organisasi mungkin

(46)

37

b. Teknologi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Burns dan Stalker

(1961) bahwa teknologi rutin cenderung menciptakan iklim yang

berorientasi pada peraturan dan kaku, dengan tingkat kepercayaan dan

kreativitas rendah. Teknologi yang lebih dinamis atau berubah-ubah

akan menjurus kepada komunikasi yang lebih terbuka, kepercayaan,

kreativitas dan penerimaan tanggung jawab pribadi untuk

menyelesaikan tugas (Litwin & Stringer, 1968).

c. Lingkungan luar. Peristiwa atau faktor dari luar yang secara khusus

berkaitan dengan para pekerja tentunya dapat mempengaruhi iklim

organisasi. Menurut studi yang dilakukan oleh Golembiewski,

Mungenvider, Blumbery, Carrigan, dan Mead (1971) bahwa

lingkungan merupakan faktor penentu iklim, yang menyimpulkan

bahwa ketidakpastian dalam ekonomi dan pasar berakibat merugikan

bagi keterbukaan yang terasa pada iklim.

d. Kebijakan dan praktek manajemen. Misalnya, tampak bahwa para

manajer yang memberikan lebih banyak umpan balik, otonomi, dan

identitas tugas pada bawahannya ternyata sangat membantu

terciptanya iklim yang berorientasi pada prestasi, dimana para pekerja

merasa lebih bertanggungjawab atas pencapaian sasaran organisasi

dan kelompok (Lawler dan rekan-rekan, 1974 ; Litwin & Stringer,

1968 ; Marrow dan rekan-rekan, 1967 ; Schneider & Bartlett, 1968).

Dipihak lain, bila manajemen menekankan standarisasi prosedur,

(47)

38

menjurus pada penerimaan tanggung jawab, kreativitas, atau perasaan

mempunyai kesanggupan. Litwin dan Stringer berkesimpulan bahwa

gaya kepemimpinan atau manajemen merupakan satu-satunya faktor

penentu paling penting bagi iklim organisasi.

3. Aspek-Aspek Iklim Organisasi

Iklim organisasi secara objektif eksis, terjadi di setiap organisasi,

dan memengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat diukur

secara tidak langsung melalui persepsi anggota organisasi. Ini berarti

bahwa peneliti yang menginginkan informasi mengenai iklim suatu

organisasi perlu menjaringnya, misal menggunakan kuesioner, wawancara

observasi dari anggota organisasi. Aspek dan indikator iklim organisasi

harus dikembangkan untuk mengembangkan kuesioner guna mengukur

iklim organisasi. Aspek iklim organisasi adalah unsur, faktor, sifat, atau

karakteristik variabel iklim organisasi. Aspek iklim organisasi terdiri atas

beragam jenis dan berbeda pada setiap organisasi. Studi yang dilakukan

oleh pakar iklim organisasi menunjukkan paling tidak 460 jenis

lingkungan kerja dengan iklim organisasinya sendiri-sendiri (Rob Altman,

(48)

39

Aspek iklim organisasi menurut Wirawan (2007) menyebutkan

terdapat tujuh aspek, yakni:

a. Lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang

berhubungan dengan tempat, peralatan dan proses kerja. Persepsi

karyawan mengenai tempat kerjanya menciptakan persepsi karyawan

mengenai iklim organisasi.

b. Keadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah interaksi antara

anggota organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan formal,

informal, kekeluargaan, atau profesional. Semua bentuk hubungan

tersebut menentukan iklim organisasi.

c. Pelaksanaan sistem manajemen. Sistem manajemen adalah pola proses

pelaksanaan manajemen organisasi. Indikator faktor manajemen yang

memengaruhi iklim kerja jumlahnya sangat banyak, misalnya,

karakteristik organisasi (lembaga pendidikan, rumah sakit, militer, dan

sebagainya) yang berbeda menibulkan iklim organisasi yang berbeda.

d. Produk. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.

Produk suatu organisasi sangat menentukan iklim organisasi.

e. Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa

produk ditujukan, memengaruhi iklim organisasi.

f. Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. Persepsi mengenai

kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi sangat memengaruhi

iklim organisasi. Termasuk dalam kondisi fisik adalah kesehatan,

(49)

40

adalah komitmen, moral, kebersamaan, dan keseriusan anggota

organisasi.

g. Budaya organisasi. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi

memengaruhi perilaku anggota organisasi anggota organisasi yang

kemudian memengaruhi perilaku mereka. Misalnya jika kode etik

dilaksanakan dengan sistematis, maka akan memengaruhi persepsi

karyawan mengenai lingkungan sosialnya, lalu terjadilah iklim etis

dalam lingkungan organisasi. Demikian juga, dalam budaya organisasi

terdapat norma tertulis, tetapi banyak dilanggar oleh anggota organisasi

dan tanpa sanksi, sehingga menimbulkan iklim organisasi negatif.

Aspek iklim organisasi menurut Campbell (1983; dalam Richard,

1985) mengidentifikasikan sepuluh aspek iklim pada tingkat organisasi

secara keseluruhan. Aspek-aspek tersebut antara lain:

a. Struktur tugas. Tingkat perincian metode yang dipakai untuk

melaksanakan tugas oleh organisasi.

b. Hubungan imbalan hukum. Tingkat batas pemberian imbalan tambahan

seperti promosi dan kenaikan gaji didasarkan pada prestasi dan jasa dan

bukan pada pertimbangan-pertimbangan lain seperti senioritas,

favoritisme, dan seterusnya.

c. Sentralisasi keputusan. Batas keputusan-keputusan penting dipusatkan

(50)

41

d. Tekanan pada prestasi. Keinginan pihak pekerja organisasi untuk

melaksanakan pekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangannya

bagi sasaran karya organisasi.

e. Tekanan pada latihan dan pengembangan. Tingkat batas organisasi

berusaha meningkatkan prestasi individu melalui kegiatan latihan dan

pengembangan yang tepat.

f. Keamanan versus resiko. Tingkat batas tekanan dalam organisasi

menimbulkan perasaan kurang aman dan kecemasan pada para

anggotanya.

g. Keterbukaan versus ketertutupan. Tingkat batas orang-orang lebih suka

berusaha menutupi kesalahan mereka dan menampilkan diri secara baik

daripada berkomunikasi secara bebas dan bekerjasama.

h. Status dan semangat. Perasaan umum diantara para individu bahwa

organisasi merupakan tempat bekerja yang baik.

i. Pengakuan dan umpan balik. Tingkat batas seorang individu

mengetahui apa pendapat atasannya dan manajemen mengenai

pekerjaannya serta tingkat batas dukungan mereka atas dirinya.

j. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum. Tingkat batas

organisasi mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan

kreatif. Termasuk juga batas organisasi mengantisipasi masalah,

mengembangkan metode baru, dan mengembangkan keterampilan baru

(51)

42

Steve Kelneer (1990) menyebutkan enam aspek iklim organisasi

sebagai berikut:

a. Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi

organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan

serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan.

Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan

dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru

merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi

yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.

b. Resposibility. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai

pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung

jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses

yang sedang berjalan.

c. Standards. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana

manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan

baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan

atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.

d. Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang

penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.

e. Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui

apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan

(52)

43

f. Tema Commitmen. Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai

perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk

berusaha lebih saat dibutuhkan.

Stringer (1968; dalam Wirawan, 2007) menyebutkan bahwa

karakteristik atau aspek iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi

anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Ia juga mengatakan enam

aspek yang diperlukan, yaitu:

a. Struktur. Struktur merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi

dengan baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan

tanggung jawab mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan.

b. Standar-standar. Mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki

kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki karyawan dalam

melakukan pekerjaannya dengan baik. Meliputi kondisi kerja yang

dialami karyawan dalam perusahaan.

c. Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka

menjadi “pimpinan diri sendiri” dan tidak pernah meminta pendapat

mengenai keputusannya dari orang lain. Meliputi kemandirian dalam

menyelesaikan pekerjaan.

d. Pengakuan. Perasaan karyawan diberi imbalan yang layak setelah

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Meliputi imbalan atau upah

(53)

44

e. Dukungan. Merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan

dan saling mendukung yang berlaku dikelompok kerja. Meliputi

hubungan dengan rekan kerja yang lain.

f. Komitmen. Merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen sebagai

anggota organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan

yang ingin dicapai oleh perusahaan.

Menurut Stringer (1968), iklim organisasi suatu perusahaan dapat

diukur berdasarkan keenam aspek tersebut. Dengan mengukur keenam

aspek dari iklim organisasi suatu perusahaan, dapat digambarkan profil

iklim orgaisasi perusahaan tersebut. Dan juga menurut Davis, K. &

Newstrom, J. W (1994) Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan

keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu

ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan yang dapat diukur

Kemudian, beberapa instrumen telah dikembangkan untuk

mengukur iklim organisasi perusahaan, yakni: kualitas kepemimpinan,

kadar kepercayaan, komunikasi keatas dan kebawah, perasaan melakukan

pekerjaan yang bermanfaat, tanggung jawab, imbalan yang adil, tekanan

pekerjaan yang nalar, kesempatan, pengendalian, struktur dan birokrasi

yang nalar, keterlibatan pegawai, keikutsertaan.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli diatas, peneliti

(54)

45

2007) karena aspek-aspek tersebut mampu mencakup tujuan penelitian ini.

Oleh sebab itu, mengacu pada pertimbangan tersebut, aspek yang

digunakan untuk pengukuran iklim organiasasi adalah struktur,

standar-standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, dan komitmen.

C. Hubungan Organizational Citizenship Behavior (Organizational

Citizenship Behavior) dengan Iklim Organisasi

Setiap karyawan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap

organisasi yang di tempati. Iklim organisasi merupakan tingkat persepsi atau

cara pandang karyawan terhadap situasi dan kondisi di organisasinya baik

secara langsung atau tidak langsung. Wirawan (2007) mengatakan bahwa

iklim organisasi secara objektif terjadi di setiap organisasi dan mempengaruhi

perilaku anggota organisasi. Perilaku anggota dalam suatu organisasi atau

perusahaan dapat dicerminkan melalui rasa empati dan membantu rekan

kerja.

Ketika karyawan merasa senang, aman, dan nyaman, dan penuh makna

ketika berada di lingkungan organisasi tersebut menandakan adanya iklim

organisasi yang positif dalam organisasi tersebut. Bilamana iklim bermanfaat

bagi kebutuhan individu, maka dapat diharapkan tingkat perilaku ke arah

tujuan yang tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan

dengan tujuan, kebutuhan, dan motivasi pribadi, dapat diharapkan bahwa

Gambar

Tabel 1
 Tabel 2
 Tabel 3
  Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang di- lakukan diperoleh simpulan pada kelas eksperimen strategi scaffolding dalam pembelajaran SiMaYang 97% mem- pengaruhi motivasi belajar

Tampilan antarmuka dalam sistem pakar berbasis web untuk pembagian harta warisan menurut hukum Islam terdiri dari:. Antarmuka Beranda

Berdasarkan hasil penelitian bahwa Kurikulum Muatan Lokal Hadits di Madrasah Ibtidaiyah Mazro’atul Ulum Suwaduk Wedarijaksa Pati Tahun Pelajaran 2016/2017

PERLETAKKAN , MAKA UNTUK GARIS PENGARUH BATANG YANG MEMPUNYAI CENTRUM KEKUATAN BATANG , MAKA GAMBAR GARIS PENGARUHNYA BERBENTUK SEGITIGA DENGAN PUNCAK DIBAWAH CENTRUM , SEDANG

Bersama ini disampaikan bahwa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kementerian

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah Bagaimana merancang dan membangun Sistem Informasi Penjualan yang Dilengkapi

Pada bangunan fasilitas penunjang, inovasi yang juga diadaptasi dari tema cablak, terletak pada material dan karakter visual yang nampak pada bangunan sebagai bangunan

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ ANALISIS PERAN DAN