HUBUNGAN IKLIM ORGANISASI DENGAN ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA KARYAWAN PT PLN (PERSERO)
SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Sebagai bagian dari persyaratan dalam menyelesaikan Program Strata (S1)
Psikologi (S.Psi)
OLIVEA DICHA PUTRI B77212111
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Kendall-Tau, sedangkan perhitungan dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. Koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,215 dengan taraf signifikansi 0,05 (2-tailed). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala iklim organisasi dan skala organizational citizenship behavior. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo yang berusia dalam rentang 15-40 tahun keatas, dengan lama bekerja 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, sampel yang diambil berjumlah 48 dari jumlah populasi sebanyak 136, melalui teknik pengambilan sampling yaitu purposive sampling.
Hasil penelitan menunjukkan signifikansi sebesar 0,038. Karena 0,038 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
INTISARI ...xii
ABSTRACT... xiii
BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian... 7
D.Manfaat Penelitian ... 7
E. Keaslian Penelitian ... 8
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior ... 12
1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior ... 12
2. Faktor yang Mempengaruhi OCB ... 15
3. Aspek-Aspek Organizational Citizenship Behavior... 21
4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior ... 24
B. Iklim Organisasi ... 26
1. Pengertian Iklim Organisasi ... 26
2. Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi ... 31
3. Aspek-Aspek Iklim Organisasi ... 38
C. Hubungan Organizational Citizenship Behavior dengan Iklim Organisasi ... 45
D.Landasan Teoritis ... 46
E. Hipotesis ... 49
BAB III : METODE PENELITIAN A.Variabel dan Definisi Operasional ... 50
1. Identifikasi Variabel... 50
2. Definisi Operasional ... 50
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 51
1. Populasi ... 51
3. Teknik Sampling ... 52
C. Teknik Pengumpulan Data... 53
D.Validitas dan Reliabilitas ... 61
1. Validitas ... 61
2. Reliabilitas ... 65
E. Analisis Data ... 66
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 69
1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 69
a. Persiapan Penelitian ... 69
b. Pelaksanaan Penelitian ... 72
2. Deskripsi Responden ... 72
3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 74
a. Uji Validitas ... 74
b. Uji Reliabilitas ... 75
c. Uji Normalitas ... 76
B. Pengujian Hipotesis ... 77
C. Pembahasan... 78
BAB VI : PENUTUP A.Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 85
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Blue Print Organizational Citizenship Behavior ... 55
Tabel 2: Blue Print Iklim Organisasi ... 58
Tabel 3: Uji Validitas Aitem Organizational Citizenship Behavior ... 61
Tabel 4: Uji Validitas Aitem Iklim Organisasi... 63
Tabel 5: Jadwal Kegiatan ... 71
Tabel 6: Deskripsi Usia ... 72
Tabel 7: Deskripsi Jenis Kelamin ... 73
Tabel 8: Deskripsi Pendidikan Terakhir ... 73
Tabel 9: Deskripsi Lama Bekerja ... 74
Tabel 10: Reliabilitas ... 75
Tabel 11: Uji Normalitas ... 76
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ... 90
Lampiran 2: Daftar Subjek Penelitian... 96
Lampiran 3: Tabulasi Data Mentah Skala Organizational Citizenship Behavior ... 98
Lampiran 4: Tabulasi Data Mentah Skala Iklim Organisasi ... 102
Lampiran 5: Tabulasi Data Dikotomi Skala Organizational Citizenship Behavior . 106 Lampiran 6: Tabulasi Data Dikotomi Skala Iklim Organisasi ... 110
Lampiran 7: Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Organizational Citizenship Behavior ... 114
Lampiran 8: Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Iklim Organisasi ... 118
Lampiran 9: Uji Normalitas ... 122
Lampiran 10: Karakteristik Responden ... 123
Lampiran 11: Uji Hipotesis ... 124
Lampiran 12: Surat Ijin Penelitian Skripsi ... 125
Lampiran 13: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 126
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi Kendall-Tau, sedangkan perhitungan dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.00. Koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,215 dengan taraf signifikansi 0,05 (2-tailed). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala iklim organisasi dan skala organizational citizenship behavior. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo yang berusia dalam rentang 15-40 tahun keatas, dengan lama bekerja 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, sampel yang diambil berjumlah 48 dari jumlah populasi sebanyak 136, melalui teknik pengambilan sampling yaitu purposive sampling.
Hasil penelitan menunjukkan signifikansi sebesar 0,038. Karena 0,038 < 0,05 maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara Iklim Organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam mencapai tujuan sebuah perusahaan memiliki beberapa faktor
yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah sumber daya manusia atau
karyawan, karena berkaitan langsung dengan kegiatan organisasi. Untuk itu
karyawan diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal sehingga tujuan
dari perusahaan atau organisasi dapat tercapai.
Untuk mencapai tujuan organisasi tersebut, sumber daya manusia
mempunyai peran yang sangat penting, tanpa adanya sumber daya manusia
tentu saja sebuah organisasi akan sulit untuk mencapai tujuannya. Organisasi
pada umumnya percaya bahwa untuk mencapai keunggulan harus
mengusahakan kinerja individual yang setinggi-tingginya, karena pada
dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja
dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.
Begitu pula halnya dengan organisasi pemerintahan, organisasi pemerintahan
juga akan menghadapi perubahan eksternal dan ini harus dengan peningkatan
kerja organisasi yang beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang ada agar
tidak hanya tetap bertahan tetapi juga memiliki kinerja yang baik.
Di dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, karyawan dituntut untuk
dapat menyelesaikan tugas dengan efektif dan efisien, maka fleksibilitas
2
karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam
deskripsi pekerjaan mereka. Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta
menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki
fleksibilitas yang baik akan memiliki kinerja yang lebih baik di organisasinya
Robbins juga menambahkan bahwa seorang karyawan yang memiliki
fleksibilitas akan memberikan kontribusi yang mendalam melebihi tuntutan
peran ditempat kerja yang disebut dengan Organizational Citizenship
Behavior. Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi yang
mendalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja. Organizational Citizenship
Behavior tersebut melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong
orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap
aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan
nilai tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku prososial,
yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag
& Resckhe, 1997).
Organizational Citizenship Behavior merupakan aspek yang unik dari
aktivitas individual dalam kerja. Karyawan yang memiliki perilaku
Organizational Citizenship Behavior tidak hanya mengerjakan tugas
pokoknya saja, namun juga mau melakukan tugas ekstra, seperti mau
bekerja sama, tolong menolong, memberikan saran, berpartisipasi secara aktif,
memberikan pelayanan ekstra kepada pengguna layanan, serta mau
menggunakan waktu kerjanya dengan efektif. Karyawan tersebut akan
3
dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi
harapan.
Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2015,
peneliti datang ke kantor PLN Sidoarjo dan bermaksud menemui bagian yang
bersangkutan untuk penerimaan peserta magang, dikarenakan bagian tersebut
sedang mengambil cuti, peneliti dibantu oleh salah satu rekan yang ada di
kantor tersebut untuk diarahkan.
Untuk dapat meningkatkan perilaku Organizational Citizenship Behavior
karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang
menyebabkan timbulnya atau meningkatnya Organizational Citizenship
Behavior. Menurut Organ (1995; dalam Pratiwi Jayanti, 2009) mengemukakan
beberapa faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior
salah satunya yaitu budaya organisasi dan iklim organisasi, dimana iklim
organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas
berkembangnya Organizational Citizenship Behavior dalam suatu organisasi.
Didalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin
melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam uraian
pekerjaan dan akan selalu mendukung tujuan organisasi. Keadaan lingkungan
atau iklim organisasi suatu perusahaan atau institusi dapat berpengaruh
terhadap sikap maupun pandangan karyawan. Iklim yang kondusif serta
perasaan nyaman yang dirasakan para karyawan akan dapat menimbulkan
kepercayaan terhadap organisasi sehingga karyawan ingin memberikan yang
4
Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan
kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi
(misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontaktor) mengenai apa yang
ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang
mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi. Iklim organisasi ini cenderung
bersifat relatif sementara dan dapat berubah dengan cepat. Sehingga
dibutuhkan kemampuan karyawan dalam menalarkan penyesuaian dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasinya. Ketika individu
tersebut mampu menyesuaikan diri dengan iklim organisasi di mana dia
bekerja maka mampu menjadi salah satu faktor pembentuk perilaku
Organizational Citizenship Behavior (Wirawan, 2007)
Litwin dan Stringer (1968; dalam Toulson & Smith, 1994)
mendefinisikan iklim organisasi sebagai suatu yang dapat diukur pada
lingkungan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
pada karyawan dan pekerjaannya dimana lingkungan kerja diasumsikan akan
berpengaruh pada motivasi dan perilaku karyawan. Gibson, Ivancevich, dan
Donelly (2000; dalam Satria, 2005) menyatakan bahwa iklim organisasi
adalah sifat lingkungan kerja atau lingkungan psikologis dalam organisasi
yang dirasakan oleh para pekerja atau anggota organisasi dan dianggap dapat
mempengaruhi sikap dan perilaku pekerja terhadap pekerjaanya. Hampir
senada, Davis dan Newstorm (1996) menyatakan bahwa iklim organisasi
merupakan lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan
5
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Martha (2014) menunjukkan
adanya hubungan yang sangat signifikan antara iklim organisasi dengan
Organizational Citizenship Behavior dengan nilai korelasi sebesar 0,508
dengan signifikansi 0,000.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Waspodo (2012) menunjukkan hasil
terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan
Organizational Citizenship Behavior.
Di perusahaan BUMN yakni PLN memiliki iklim organisasi yang
mendukung kinerja karyawan, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sullaida (2010) menunjukkan hasil bahwa iklim organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT PLN (Persero)
Cabang Lhoksumawe, pada tingkat kepercayaan 95% atau alpha 0.05. Hal ini
berarti adanya iklim organisasi yang baik akan diikuti dengan kepuasan kerja
yang baik. Kemudian secara parsial aspek psikologikal mempunyai pengaruh
dominan terhadap kepuasan kerja karyawan, dengan tingkat signifikan sebesar
0.000 yang berarti kondisi kejiwaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja
karyawan sudah tercipta dengan baik sehingga menimbulkan kepuasan kerja
karyawan, sedangkan iklim sosial yang mempunyai nilai signifikan sebesar
0.022 yang berarti bahwa prosedur dan aturan-aturan yang menyangkut
pelaksanaan pekerjaan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2014) dengan judul
pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap Organizational
6
kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Organizational
Citizenship Behavior pegawai yang ditunjukkan dengan nilai betha sebesar
0.428 (p<0.01 ; p=0.000).
Dari penelitian diatas peneliti berkesimpulan bahwa iklim organisasi
mempengaruhi kepuasan kerja, sedangkan kepuasan kerja dapat
mempengaruhi perilaku Organizational Citizenship Behavior.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ilmyanti (2012) menunjukkan
bahwa penerapan budaya organisasi di PT PLN sudah cukup baik, dengan
adanya sosialisasi nilai-nilai budaya organisasi akan memberikan pengetahuan
tentang budaya organisasi melalui pelatihan budaya saat pertama masuk
menjadi anggota organisasi dan mempelajari serta menerapkan nilai-nilai
budaya yang sudah ditanamkan sejak seseorang mulai bergabung menjadi
anggota organisasi dan menemukan peran budaya organisasi sebagai pedoman
perilaku bagi anggota organisasi.
Dari skala sederhana yang peneliti sebarkan sebanyak dua belas karyawan
yang bertujuan untuk mengetahui iklim organisasi, peneliti mendapatkan
respon bahwa karyawan yang bekerja di PT PLN (Persero) Sidoarjo
mengetahui dengan jelas jabatan dan tanggung jawab yang diembannya dalam
perusahaan, dan juga karyawan memiliki kebanggaan ketika mampu
mengerjakan pekerjaannya dengan baik.
Berdasarkan kajian latar belakang diatas terdapat penelitian yang
menunjukkan bahwa iklim organisasi yang ada di PLN cukup baik dan
7
mengkaji ulang dan memperdalam penelitian tentang hubungan iklim
organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT
PLN (Persero) di Sidoarjo.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyusun
rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara Iklim Organisasi dengan
Organizational Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero)
Sidoarjo.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara Iklim Organisasi dengan Organizational
Citizenship Behavior pada karyawan PT PLN (Persero) Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Organizational Citizenship Behavior menjadi salah satu variabel yang
cukup menarik untuk diteliti karena fakta menunjukkan bahwa organisasi
yang mempunyai karyawan yang memiliki Organizational Citizenship
Behavior yang baik akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain
8
Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam
pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan
Organisasi terutama tentang bidang iklim organisasi dan memperkaya wacana
tentang Organizational Citizenship Behavior. Selain itu juga diharapan dapat
bermanfaat sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang akan meneliti
tentang Organizational Citizenship Behavior.
Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan terhadap perusahaan khususnya PT PLN (Persero) Sidoarjo untuk
menemukan teknik yang tepat dalam menganalisis serta meningkatkan
Organizational Citizenship Behavior terkait faktor-faktor iklim organisasi
yang melatarbelakangi Organizational Citizenship Behavior.
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Waspodo dan Minadaniati (2012) yang
dimuat dalam Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) Vol 3,
No. 1, 2012, dengan judul pengaruh kepuasan kerja dan iklim organisasi
terhadap Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship
Behavior) karyawan pada PT Trubus Swadaya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel kepuasan kerja dan iklim
organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior ditunjukkan
dengan skor signifikansi pada uji F hitung sebesar 0.009 yang lebih kecil
dari F tabel yakni 0.05 (000.9 < 0.05), yang berarti Ho ditolak dan Ha
9
bersama-sama memiliki pengaruh terhadap Organizational Citizenship
Behavior.
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat
pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,
penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim
organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadizadeh, Heydarinejad, Farzam dan
Booshehri (2012) yang berjudul Investigation the Relation between
Organizational Climate and Organizational Citizenship Behavior yang
dimuat dalam International Journal of Sport Studies. Vol 2 (3),163-167,
2012. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat korelasi
yang signifikan antara iklim organisasi dengan Organizational Citizenship
Behavior dengan skor korelasi (p<0.001, r=0.505).
Perbedaan penelitian sekarang dengan sebelumnya terletak pada subyek
dan lokasi penelitian yang akan dilakukan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2015) yang berjudul Pengaruh iklim
organisasi dan komitmen organisasi terhadap pembentukan Organizational
Citizenship Behavior (Organizational Citizenship Behavior) karyawan
dalam rangka peningkatan kinerja. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan
bahwa iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Organizational Citizenship Behavior dengan koefisien sebesar 0.046 dan
10
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat
pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,
penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim
organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Ghanbari dan Eskandari yang berjudul
Organiztional climate, job motivation and Organizational Citizenship
Behavior (Organizational Citizenship Behavior), yang dimuat dalam
international journal of management perspective Vol 1 No 3, pp 1-14.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif dan
signifikan antara iklim organisasi dengan Organizational Citizenship
Behavior dengan skor korelasi (r=0,245, P < 0.01, N=250)
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat
pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,
penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim
organisasi dengan Organizational Citizenship Behavior.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Prihandini yang berjudul Hubungan antara
Organizational Citizenship Behavior (Organizational Citizenship
Behavior) dan kohesivita kelompok dengan iklim organisasi. Dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara variabel Organizational Citizenship Behavior dengan
iklim organisasi yakni sebesar 0.242 dengan nilai signifikansi p=0.04 (p <
11
Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya terdapat
pada lokasi dan subyek penelitian, serta variabel yang akan diteliti,
penelitian yang sekarang hanya menggunakan dua variabel yakni iklim
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Organizational Citizenship Behavior
1. Pengertian
Menurut Organ (1988; dalam Luthans, 2006) Organizational
Citizenship Behavior merupakan perilaku individu yang bebas memilih,
yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem pemberian
penghargaan formal dan secara bertingkat mempromosikan fungsi
organisasi yang efektif, atau dengan kata lain, Organizational Citizenship
Behavior adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang diwajibkan,
yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward
formal, merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari
kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung
berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.
Aldag dan Resckhe (1997) menjelaskan Organizational Citizenship
Behavior merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di
tempat kerja. Organizational Citizenship Behavior ini melibatkan beberapa
perilaku meliputi perilaku suka menolong orang lain, menjadi volunteer
untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan
prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah
13
perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Jayanti,
2009).
Robbins & Judge (2008) dalam bukunya Organizational
Behavior yang mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior
sebagai perilaku kerja karyawan di dalam organisasi yang dilakukan secara
sukarela di luar deskripsi kerja yang ditetapkan untuk meningkatkan
kemajuan organisasi.
Pendapat lain mengenai pengertian Organizational Citizenship
Behavior dikemukakan oleh Garay (2006) yang menjelaskan bahwa
Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku sukarela dari
seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar
tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan
organisasinya (Waspodo, 2012).
Sedangkan, menurut Organ (1988; dalam Purba & Seniati, 2004)
menjelaskan bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan
bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan insiatif individual, tidak
berkaitan dengan sistem reward formal organisasi. Ini berarti, perilaku
tersebut tidak termasuk dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja
karyawan sehingga jika tidak ditamplikan pun tidak diberi hukuman.
Sementara itu, Van Dyne, Cummings, Parks (1995) mengatakan
bahwa Organizational Citizenship Behavior atau yang disebutnya sebagai
extra-role behavior (ERB), adalah perilaku yang menguntungkan
14
secara sukarela, dan melebihi ekspektasi peran yang ada. Artinya,
Organizational Citizenship Behavior secara sederhana dapat dikatakan
sebagai perilaku individu yang berakar dari kerelaan dirinya untuk
memberikan kontribusi melebihi peran inti atau tugasnya terhadap
perusahaannya. Perilaku tersebut dilakukannya, baik secara disadari
maupun tidak disadari, diarahkan maupun tidak diarahkan, untuk dapat
memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaannya (Jahangir,
Akbar, & Haq, 2004)
Dipola dan Hoy (dalam Yusop, 2007) menjelaskan bahwa
Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku karyawan yang
mempraktikkan peranan tambahan dan menunjukkan sumbangannya
kepada organisasi melebihi peran spesifikasinya dalam kerja. Menurut
mereka juga, kesediaan dan keikutsertaan untuk melakukan usaha yang
melebihi tanggung jawab formal dalam organisasi merupakan sesuatu yang
efektif untuk meningkatkan fungsi sebuah organisasi.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa Organizational Citizenship Behavior merupakan :
Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang
terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi
Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja,
15
Tidak berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku
ekstra peran yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam
bentuk uang.
2. Faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior
Menurut Jayanti (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya Organizational Citizenship Behavior yakni:
a. Budaya dan Iklim Organisasi
Menurut Organ (1995), terdapat bukti-bukti kuat yang
mengemukakan bahwa organisasi merupakan suatu kondisi awal yang
utama yang memicu terjadi Organizational Citizenship Behavior.
Sloat berpendapat bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan
yang melampaui tanggung jawab mereka apabila mereka:
1) Merasa puas dengan pekerjaannya
2) Menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari para
pengawas
3) Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi
Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi
penyebab kuat atas berkembangnya Organizational Citizenship
Behavior dalam suatu organisasi. Dalam iklim yang positif, karyawan
merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah
di syaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung
16
dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa mereka
diperlakukan secara adil oleh organisasinya.
b. Kepribadian dan suasana hati
Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap
timbulnya perilaku Organizational Citizenship Behavior secara
individual maupun kelompok. George dan Brief (1992) berpendapat
bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga
dipengaruhi oleh suasana hati. Keperibadian merupakan suatu
karakteristik yang secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan
suasana hati merupakan karakteristk yang dapat berubah-ubah. Sebuah
suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk
membantu orang lain.
Meskipun suasana hati dipengaruhi (sebagian) oleh
kepribadian, ia juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim
kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi
menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil
serta iklim kelompok kerja berjalan positif maka karyawan cenderung
berada dalam suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan
secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain.
c. Persepsi terhadap dukungan organisasional
Studi Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa persepsi
terhadap dukungan organisasional (Perceived Organizational
17
Organizational Citizenship Behavior. Pekerja yang merasa bahwa
mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya
dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan
terlibat dalam perilaku citizenship.
d. Persepsi terhadap kualitas interaksi atasan bawahan
Kualitas interaksi atasan bawahan juga diyakini sebaagai
faktor untuk memprediksi Organizational Citizenship Behavior.
Miner (1988) mengemukakan bahwa interaksi atasan bawahan yang
berkualitas tinggi akan memberikan dampak sepeerti meningkatnya
kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan. Riggo (1990)
menyatakan bahwa apabila interaksi atasan bawahan berkualitas tinggi
maka seorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya
sehingga bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak
memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan rasa
percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka
termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan oleh atasan
mereka.
e. Masa kerja
Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa
karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin (gender)
berpengaruh pada Organizational Citizenship Behavior. Hal sama
juga dikemukakan oleh Sommers (1996) masa kerja dapat berfungsi
18
variabel-variabel tersebut mewakili penguuran terhadap investasi
karyawan organisasi.
f. Jenis kelamin
Komrad et al (2000) mengemukakan bahwa perilaku-perilaku
kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerjasama dengan
orang lain lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita cenderung lebih
mengutamakan pembentukan relasi daripada pria dan lebih
menunjukkan perilaku menolong daripada pria. Temuan-temuan
tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok
antara pria dan wanita dalam perilaku menolong dan interaksi sosial di
tempat mereka bekerja.
Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan
melakukan lebih dari sekedar tugas biasa mereka yang yang akan
memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam dunia kerja yang
dinamis seperti sekarang ini, dimana tugas semakin sering dikerjakan
dalam tim dan fleksibilitas sangatlah penting, organisasi menjadi sangat
membutuhkan karyawan yang mampu menampilkan perilaku kewargaan
organisasi yang baik, seperti membantu individu lain dalam tim,
memajukan diri untuk melakukan pekerjaan esktra, menghindari konflik
19
besar hati mentoleransi kerugian dan gangguan terkait dengan pekerjaan
yang terjadi.
Untuk dapat meningkatkan Organizational Citizenship Behavior
karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang
menyebabkan timbulnya atau meningkatnya Organizational Citizenship
Behavior. Konovsky dan Organ, (1996); Organ, Podsakoff, dan
Mackenzie (2006); Organ dan Ryan, (1995);. Podsakoff, Mackenzie,
Paine, dan Bachrach (2000) mengkategorikan faktor yang mempengaruhi
Organizational Citizenship Behavior terdiri dari perbedaan individu; sikap
pada pekerjaan sikap dan variabel kontekstual.
a. Perbedaan individu, termasuk sifat yang stabil yang dimiliki individu.
Beberapa perbedaan individu yang telah diperiksa sebagai prekursor
untuk Organizational Citizenship Behavior meliputi:
1) Kepribadian (misalnya kesadaran dan keramahan), kemampuan,
pengalaman, pelatihan, pengetahuan, ketidakpedulian dengan
penghargaan, dan kebutuhan untuk otonomi (Podsakoff
Mackenzie, Paine, dan Bachrach, 2000)
2) Motivasi (Folger, 1993)
3) Kepribadian (Organ and Lingl, 1995)
4) Kebutuhan (Schnake, 1991)
20
b. Sikap kerja adalah emosi dan kognisi yang berdasarkan persepsi
individu terhadap lingkungan kerja. Beberapa faktor yang diduga
mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior antara lain:
1) Komitmen organisasi (Truckenbrodt, 2000)
2) Persepsi kepemimpinan dan dukungan organisasi (Van Dyne,
Cummings, dan Parks, 1995)
3) Person organization fit (de Lara, 2008)
4) Kepuasan kerja (Murphy et al., 2002)
5) Kontrak psikologi (Turnley et al., 2003)
6) Persepsi keadilan (Moorman et al., 1991)
c. Faktor-faktor kontekstual adalah pengaruh eksternal yang berasal dari
pekerjaan, bekerja kelompok, organisasi, atau lingkungan. Variabel
Kontekstual meliputi:
1) Karakteristik tugas (Van Dyne, Cummings, dan Parks, 1995)
2) Sikap pada pekerjaan (Organ and Ryan, 1995; Smith, Orgam, dan
Near, 1983)
3) Gaya kepemimpinan (Truckenbrodt, 2000)
4) Karakteristik kelompok organisasi, budaya organisasi, iklim
organisasi (Organ et al, 2006., Podsakoff et al, 2000)
5) Profesionalisme (Cohen dan Kol, 2004)
6) Harapan peran sosial (Danzis dan Stode-Romero, 2009, dalam
21
3. Aspek Organizational Citizenship Behavior
Istilah Organizational Citizenship Behavior pertama kali diajukan
oleh Organ (1988) yang mengemukakan lima aspek primer dari
Organizational Citizenship Behavior (Luthans, 2006) :
a. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan
pada tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi
organisasional
b. Civic Virtue, menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap
fungsi-fungsi organisasi baik secara professional maupun sosial
alamiah.
c. Conscinetiousness, berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang
melebihi standar minimum.
d. Courtesy, adalah perilaku meringankan problem-problem yang
berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain.
e. Sportmanship, berisi tentang pantangan-pantangan membuat isu yang
merusak meskipun merasa jengkel.
Sementara itu, Podsakoff et.al. dalam Indhira Pratiwi (2013)
memiliki aspek tersendiri dalam Organizational Citizenship Behavior,
yaitu :
a. Helping Behaviour, merupakan tindakan membantu sesama, atau
menghindari peristiwa yang berhubungan dengan permasalahan
pekerjaan.
22
yang tak terhindarkan serta gangguan-gangguan dalam pekerjaan
tanpa mengeluh.
c. Organizational Loyalty, melakukan promosi organisasi kepada orang
di luar perusahaan, melindungi serta mempertahankan organisasi dari
ancaman eksternal, serta tetap berkomitmen kepada organisasi
meskipun dalam kondisi yang merugikan sekalipun.
d. Organizational Complience, merupakan internalisasi dan penerimaan
aturan-aturan, regulasi serta prosedur, meskipun tidak ada yang
mengawasi.
e. Individual Initiative, merupakan perilaku sukarela atas kreativitas dan
inovasi untuk meningkatkan tugas seorang maupun kelangsungan
kinerja organisasi dengan ekstra antusiasme dan usaha untuk
menyelesaikan pekerjaan seseorang.
f. Civic Virtue, merupakan keinginan untuk berpartisipasi secara aktif di
dalam organisasi.
g. Self Development, merupakan perilaku sukarela karyawan untuk
meningkatkan pengetahuan, keahlian, serta kemampuan mereka.
Sedangkan Graham (dalam Bolino, Turnley dan Bloodgood, 2002)
memberikan konseptualisasi Organizational Citizenship Behavior yang
berbasis pada filosofi politik dan teori politik modern. Dengan
menggunakan perspektif teoritis ini, Graham mengemukakan tiga bentuk
Organizational Citizenship Behavior yaitu:
23
menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.
b. Loyalitas (loyality) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk
menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan serta
kelangsungan organisasi.
c. Partisipasi (participation) yang menggambarkan kemauan karyawan
untuk secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan
organisasi. Partisipasi terdiri dari:
1) Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan
dalam urusan- urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial
organisasi.
2) Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan
untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan
dan pemikiran inovatif.
3) Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan
yang melebihi standar kerja yang diwajibkan.
Perbedaan konseptualisasi terhadap satu konstruk ini menurut
Podsakoff dkk. (2000), dapat menimbulkan bahaya-bahaya yang cukup
serius, di antaranya dapat mengakibatkan pertentangan-pertentangan
konotasi konseptual bagi orang-orang yang berbeda.
Sementara, literatur-literatur Organizational Citizenship Behavior
mengindikasikan bahwa aspek-aspek yang berbeda-beda tersebut pada
24
(penamaan) yang berbeda-beda terhadap aspek yang sama, yang pada
gilirannya, mengakibatkan penggunaan-penggunaan ukuran yang tumpang
tindih.
4. Manfaat Organizational Citizenship Behavior
Menurut Podsakoff et al. (2000, dalam Darto, 2014),
Organizational Citizenship Behavior dapat mempengaruhi keefektifan
organisasi karena beberapa alasan.
a. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu meningkatkan
produktivitas rekan kerja.
b. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu meningkatkan
produktivitas manajerial atau pimpinan.
c. Organizational Citizenship Behavior dapat membantu mengefisienkan
penggunaan sumber daya organisasional untuk tujuan-tujuan
produktif.
d. Organizational Citizenship Behavior dapat menurunkan tingkat
kebutuhan akan penyediaan sumberdaya organisasional untuk
tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan.
e. Organizational Citizenship Behavior dapat dijadikan sebagai dasar
yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara
anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja.
f. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan kemampuan
25
handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan
tempat bekerja yang lebih menarik.
g. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan stabilitas
kinerja organisasi.
h. Organizational Citizenship Behavior dapat meningkatkan kemampuan
organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan
lingkungan bisnisnya.
Sedangkan menurut Organ, Podsakoff et al., dalam Bolino,
Turnley, dan Bloodgood (2002), secara spesifik Organizational
Citizenship Behavior dapat mempengaruhi kinerja organisasi dalam hal:
a. Mendorong peningkatan produktivitas manajer dan karyawan
b. Mendorong penggunaan sumber-sumber daya yang dimiliki organisasi
untuk tujuan yang lebih spesifik
c. Mengurangi kebutuhan untuk menggunakan sumber daya organisasi
yang langka pada fungsi pemeliharaan
d. Menfasilitasi aktivitas koordinasi diantara anggota tim dan kelompok
kerja
e. Lebih meningkatkan kemampuan organisasi untuk memelihara dan
mempertahankan karyawan yang berkualitas dengan membuat
lingkungan kerja sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk
26
f. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi dengan mengurangi
keragaman variasi kinerja dari masing-masing unit organisasi
g. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk melakukan adaptasi
terhadap perubahan lingkungan.
B. Iklim Organisasi
1. Pengertian
Menurut Taiguri dan Litwin (1968; dalam Wirawan, 2007), iklim
organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara
relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, memengaruhi
perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set
karakteristik atau sifat organisasi.
Litwin dan R.A Stringer (1968) mendefinisikan iklim organisasi
sebagai
“a concept describing the subjective nature or quality of the
organizational environment. Its properties can be perceived or experienced by members of the organization and reported by them in an
appropriate questionnaire”
Menurut kedua penulis tersebut, iklim organisasi merupakan suatu
konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan
organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan dialami oleh anggota
organisasi dan dilaporkan melalui kuesioner yang tepat.
Robert G. Owen (1991) dalam bukunya berjudul Organization
27
Robert Stringer (2002) dalam bukunya berjudul Leadership and
Organization Climate mendefinsikan iklim organisasi sebagai
“collection and pattern of environmental determinant of aroused
motivation”
Sedangkan buku ini mendefinisikan iklim organisasi sebagai
koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi.
Menurut Wirawan (2007) iklim organisasi adalah persepsi anggota
organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap
berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan,
dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan
internal organisasi secara rutin, yang memengaruhi sikap dan perilaku
organisasi dan kinerja anggota organisasi organisasi yang kemudian
menentukan kinerja organisasi.
Iklim organisasi melukiskan lingkungan internal organisasi dan
berakar pada budaya organisasi. Jika budaya organisasi relatif bersifat
tetap dalam jangka panjang, iklim organisasi bersifat relatif sementara dan
dapat berubah dengan cepat. Umumnya, iklim organisasi dengan mudah
dapat dikontrol oleh pemimpin atau manajer. Iklim organisasi merupakan
persepsi anggota organisasi mengenai aspek-aspek iklim organisasi. Iklim
organisasi memengaruhi perilaku anggota organisasi yang kemudian
memengaruhi kinerja mereka dan kemudian memengaruhi kinerja
organisasi.
28
perilaku organisasi dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.
Misalnya, ruang kerja yang tidak baik, hubungan atasan dan bawahan yang
konflik, dan birokrasi yang kaku dapat menimbulkan sikap negatif, stress
kerja tinggi, serta motivasi dan kepuasan kerja yang rendah. Iklim
organisasi seperti ini akan menciptakan kinerja anggota organisasi rendah.
Sebaliknya jika karyawan bekerja di ruangan yang nyaman dan bersih,
hubungan antara atasan dan bawahan yang kondusif dan birokrasi yang
longgar akan menimbulkan sikap positif, stress kerja rendah, serta
motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi.
Iklim organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal
atau dapat dinilai, terutama yang memunculkan motivasi, sehingga
mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Iklim
organisasi lebih mudah diakses dan diukur ketika mengubah perilaku di
tempat kerja (Wirawan, 2007).
Menurut Davis K dan Newstrom J.W (1994) iklim organisasi
adalah lingkungan manusia di dalam yang mana para pegawai organisasi
melakukan pekerjaan mereka. Pengertian ini mengacu lingkungan suatu
departemen, unit perusahaan yang penting seperti pabrik cabang, atau
suatu organisasi secara keseluruhan.
Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya
hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu ditingkatkan, kemungkinan
besar tercapai peningkatan yang dapat diukur (Davis K dan Newstrom
29
Iklim organisasi adalah sikap, nilai, norma, dan perasaan yang
lazim dimiliki para pekerja sehubungan dengan organisasi mereka (Payne
& Pugh, 1976). Tanggapan ini terutama dihasilkan dari interaksi struktur
organisasi dengan tujuan, kebutuhan dan kemampuan individu atau
kelompok.
Iklim yang timbul merupakan arena penetapan keputusan mengenai
prestasi pekerja. Bilamana iklim bermanfaat bagi kebutuhan individu
(misalnya, memperhatikan kepentingan pekerja dan berorientasi pada
prestasi), maka dapat diharapkan tingkat perilaku ke arah tujuan yang
tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan dengan
tujuan, kebutuhan, dan motivasi pribadi, dapat diharapkan bahwa prestasi
maupun kepuasan akan berkurang. Dengan perkataan lain hasil akhir atau
perilaku ditentukan oleh interaksi antara kebutuhan individu dengan
lingkungan organisasi yang mereka rasakan.
Di sisi lain, Schneider (1983; Yusop, 2007) menganggap iklim
organisasi sebagai suatu peristiwa, suasana tingkah laku dan
tindakan-tindakan di dalam organisasi. la juga mengartikan iklim organisasi sebagai
konsep yang terkait dengan penghargaan para anggota organisasi terhadap
diri mereka. Menurutnya, iklim organisasi memfokuskan pada
fungsionalisasi sebuah organisasi, sedangkan budaya berfokus tentang
mengapa organisasi berfungsi demikian.
Kemudian dikemukakan oleh Luthans (2006) disebutkan bahwa
30
Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang diterima
oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan
memiliki iklim organisasi yang berbeda. Keanekaragaman pekerjaan yang
dirancang di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan
menggambarkan perbedaan tersebut. Semua organisasi tentu memiliki
strategi dalam memanajemen SDM. Iklim organisasi yang terbuka
memacu karyawan untuk mengutarakan kepentingan dan ketidakpuasan
tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan perhatian.
Ketidakpuasan seperti itu dapat ditangani dengan cara yang positif dan
bijaksana. Iklim keterbukaan, bagaimanapun juga hanya tercipta jika
semua anggota memiliki tingkat keyakinan yang tinggi dan mempercayai
keadilan tindakan.
Iklim organisasi penting untuk diciptakan karena merupakan
persepsi seseorang tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan
dijadikan dasar bagi penentuan tingkah laku anggota selanjutnya. Iklim
ditentukan oleh seberapa baik anggota diarahkan, dibangun dan dihargai
oleh organisasi.
Variasi yang membentuk susunan iklim adalah ciri-ciri penentu
yang membedakan lingkungan kerja dari lingkungan kerja yang lain
31
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Iklim organisasi ditentukan oleh lingkungan eksternal dan internal.
Lingkungan internal organisasi yaitu struktur, standar, pengakuan,
dukungan, komitmen. Sedangkan lingkungan eksternal antara lain
perkembangan jenis industri, pengaturan industri oleh pemerintah,
kehidupan ekonomi makro, dan kompetisi dengan pesaing.
Robert Stringer (1968; dalam Wirawan, 2007) mengemukakan
bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu
organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan,
pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi. Masing-masing faktor ini
sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin mengubah iklim
organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor tersebut.
a. Lingkungan eksternal. Industri atau bisnis yang sama mempunyai
iklim organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum
perusahaan asuransi umumnya sama. Demikian juga iklim organisasi
pemerintah, sekolah dasar, atau perusahaan angkutan di Indonesia,
mempunyai iklim umum yang sama. Kesamaan faktor umum tersebut
disebabkan pengaruh lingkungan eksterna organisasi.
Walaupun lingkungan eksternal memengaruhi keenam aspek iklim
organisasi, menurut Stringer terdapat pengaruh langsung yang paling
banyak terhadap tiga aspek, struktur, tanggung jawab, dan komitmen.
Ketiga aspek lainnya: standar, pengakuan, dan dukungan lebih
32
1) Kecepatan perubahan dalam suatu jenis industri merupakan
lingkungan eksternal yang paling menentukan. Perubahan meliputi
semua jenis perubahan: perubahan teknologi dan munculnya
pelanggan, psaing, peraturan, produk, dan model bisnis baru.
Perubahan setiap unsur ini akan memengaruhi bagaimana anggota
organisasi berpikir mengenai pekerjaan, hubungan, dan
konsekuensi tindakan mereka. Hal ini akan tetap terjadi apapun
yang terjadi terhadap keempat faktor penentu yang lainnya.
Menurut Stinger, ketika kecepatan perubahan meningkat,
organisasi dengan kinerja tinggi mempunyai stuktur lebih rendah
dan tanggung jawab lebih tinggi. Suatu perasaan struktur lebih
rendah memungkinkan respon lebih cekatan dan segera terhadap
keadaan perubahan. Tanggung jawab tinggi mendorong inisiatif
individu. Dalam jangka panjang, organisasi dengan kinerja tinggi
yang menghadapi perubahan eksternal cepat harus memiliki
kekuatan tim kerja, kepercayaan, dan dukungan untuk struktur
rendah dan tanggung jawab tinggi.
2) Level konsolidasi dan regulasi tinggi industri tanpa adanya
persaingan dalam suatu industri sering menjadi pengaruh penting
terhadap pola iklim organisasi. Dalam industri yang didominasi
oleh pemain-pemain besar, sering terjadi persaingan yang sehat.
Jika industri diregulasi secara ketat, maka setiap orang akan
33
memungkinkan organisasi mempunyai iklim yang lebih tinggi
dalam struktur dan lebih rendah dalam tangggung jawab.
3) Ekonomi kuat dan pasar kerja yang baik memengaruhi dimens
komitmen iklim organisasi. Jika karyawan merasa mempunyai
peluang dan pilihan karir terpisah dari organisasi mereka,
komitmen menjadi rendah. Dalam lingkungan eksternal seperti itu,
kinerja tinggi bergatung pada komitmen tinggi. Iklim organisasi
yang menekan pada kebanggaan karyawan, loyalitas personal, dan
pencapaian tujuan menciptakan lem yang diperlukan untuk
kontinuitas dan kesuksesan.
b. Strategi organisasi. Kinerja suatu perusahaan tergantung pada strategi
(apa yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh
karyawan untuk melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh
strategi (motivasi), dan faktor-faktor lingkungan penetu dari level
energi tersebut. Strategi yang berbeda menimbulkan pola iklim
organisasi yang berbeda. Strategi memengaruhi iklim organisasi
secara tidak langsung.
1) Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada strategi
yang dilaksanakan.
2) Pengaturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat
strategi-strategi yang berbeda.
3) Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap
34
Dalam kasus-kasus tertentu, strategi dapat mempunyai pengaruh
langsung terhadap iklim organisasi. Strategi menentukan apa yang
penting bagi organisasi, hasil apa yang mempunyai nilai, dan
perilaku-perilaku apa yang paling mungkin mencapai tujuan
eksplisit dari strategi.
c. Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh
paling kuat terhadap iklim organisasi. Menurut Stringer, banyak
sekolah menengah di Amerika Serikat yang menjadi contoh baik
bagaimana pengaturan organisasi menentukan iklim organisasi.
d. Kekuatan sejarah. Semakin tua umur suatu organisasi semakin kuat
pengaruh kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi
dan ingatan yang membentuk harapan anggota organisasi dan
mempunyai pengaruh terhadap iklim organisasinya. Menurut Stinger,
terdapat lima aspek sejarah dan budaya suatu organisasi:
1) Nilai-nilai sejarah, yaitu cara karyawan mengakses sifat, aktivitas,
atau perilaku tertentu sebagai baik, buruk, dan produktif atau
pemborosan.
2) Kepercayaan, yaitu pengertian karyawan mengenai cara organisasi
bekerja dann memungkingkan konsekuensi atas tindakan yang
mereka lakukan.
3) Mite, yaitu bahwa cerita atau legenda yang terus berlangsung
mengenai organisasi dan para pemimpinnya mampu memperkuat
35
4) Tradisi, yaitu kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu
organisasi yang memperkuat dan mengabdikan nilai-nilai budaya.
5) Norma. Peraturan-peraturan informal yang ada dalam suatu
organisasi mengenai pakaian, kebiasaan kerja, jam kerja, dan
perilaku interpersonal.
Aspek iklim organisasi yang dipengaruhi kekuatan sejarah adalah
standar, tanggung jawab, dukungan, dan komitmen.
e. Kepemimpinan. Perilaku pemimpin memengaruhi iklim organisasi
yang kemudian mendorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan
merupakan pendorong utama terjadinya kinerja. Stringer
mengemukakan hubungan kepemimpinan dengan iklim organisasi,
motivasi, dan kinerja. Menurut Stringer terdapat tiga alasan mengapa
kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap iklim organisasi.
1) Kepemimpinan merembes ke semua unit dan aktivitas organisasi.
Faktor-faktor penentu iklim organisasi lainnya seperti pengaturan
organisasi dan strategi dikomunikasikan kepada anggota organisasi
melalui kata-kata dan tindakan manajer atau pemimpin kelompok
kerja yang di ekspresikan sebagi kepemipinan.
2) Penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan mempunyai
pengaruh paling besar terhadap iklim organisasi. Kepemimpinan
merupakan faktor penentu iklim organiasasi yang paling mudah
dirubah, jadi perubahan dalam iklim organisasi dan dari sini kinerja
36
Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi iklim organisasi
menurut Richard (1985) yakni:
a. Struktur organisasi. Semakin tinggi penstrukturan suatu organisasi
yaitu semakin tinggi tingkat sentralisasi, formalisasi, orientasi pada
peraturan, dan seterusnya, lingkungannya akan terasa semakin kaku,
tertutup, dan penuh ancaman (Marrow, Bowers & Seashore, 1976 ;
Payne & Pheysey, 1971). Rupanya makin besar outonomi dan
kebebasan menentukan tindakan sendiri diberikan pada individu dan
makin banyak perhatian yang ditujukan manajemen terhadap para
pekerjanya, akan makin baik yaitu terbuka, penuh kepercayaan,
bertanggung jawab) iklim kerjanya. Faktor struktur lainnya yang dapat
memengaruhi iklim adalah ukuran besarnya organisasi dan posisi
kerja seseorang dalam hirarki. Misalnya, sebuah studi atas suatu
sistem sekolah berkesimpulan bahwa organisasi yang kecil selalu
mempunyai iklim yang lebih terbuka, saling mempercayai, dan saling
bergantung, sedangkan organisasi yang besar (lebih birokratis)
dianggap sebaliknya (George & Bishop, 1971). Beberapa studi lain
menemukan bahwa lokasi tugas seorang pekerja dalam hirarki
organiasasi atau dalam suatu bagian sampai tingkat tertentu dapat
memengaruhi persepsi iklim (Hall & Kawler, 1969). Penemuan
tersebut memperkuat pengertian bahwa sebuah organisasi mungkin
37
b. Teknologi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Burns dan Stalker
(1961) bahwa teknologi rutin cenderung menciptakan iklim yang
berorientasi pada peraturan dan kaku, dengan tingkat kepercayaan dan
kreativitas rendah. Teknologi yang lebih dinamis atau berubah-ubah
akan menjurus kepada komunikasi yang lebih terbuka, kepercayaan,
kreativitas dan penerimaan tanggung jawab pribadi untuk
menyelesaikan tugas (Litwin & Stringer, 1968).
c. Lingkungan luar. Peristiwa atau faktor dari luar yang secara khusus
berkaitan dengan para pekerja tentunya dapat mempengaruhi iklim
organisasi. Menurut studi yang dilakukan oleh Golembiewski,
Mungenvider, Blumbery, Carrigan, dan Mead (1971) bahwa
lingkungan merupakan faktor penentu iklim, yang menyimpulkan
bahwa ketidakpastian dalam ekonomi dan pasar berakibat merugikan
bagi keterbukaan yang terasa pada iklim.
d. Kebijakan dan praktek manajemen. Misalnya, tampak bahwa para
manajer yang memberikan lebih banyak umpan balik, otonomi, dan
identitas tugas pada bawahannya ternyata sangat membantu
terciptanya iklim yang berorientasi pada prestasi, dimana para pekerja
merasa lebih bertanggungjawab atas pencapaian sasaran organisasi
dan kelompok (Lawler dan rekan-rekan, 1974 ; Litwin & Stringer,
1968 ; Marrow dan rekan-rekan, 1967 ; Schneider & Bartlett, 1968).
Dipihak lain, bila manajemen menekankan standarisasi prosedur,
38
menjurus pada penerimaan tanggung jawab, kreativitas, atau perasaan
mempunyai kesanggupan. Litwin dan Stringer berkesimpulan bahwa
gaya kepemimpinan atau manajemen merupakan satu-satunya faktor
penentu paling penting bagi iklim organisasi.
3. Aspek-Aspek Iklim Organisasi
Iklim organisasi secara objektif eksis, terjadi di setiap organisasi,
dan memengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat diukur
secara tidak langsung melalui persepsi anggota organisasi. Ini berarti
bahwa peneliti yang menginginkan informasi mengenai iklim suatu
organisasi perlu menjaringnya, misal menggunakan kuesioner, wawancara
observasi dari anggota organisasi. Aspek dan indikator iklim organisasi
harus dikembangkan untuk mengembangkan kuesioner guna mengukur
iklim organisasi. Aspek iklim organisasi adalah unsur, faktor, sifat, atau
karakteristik variabel iklim organisasi. Aspek iklim organisasi terdiri atas
beragam jenis dan berbeda pada setiap organisasi. Studi yang dilakukan
oleh pakar iklim organisasi menunjukkan paling tidak 460 jenis
lingkungan kerja dengan iklim organisasinya sendiri-sendiri (Rob Altman,
39
Aspek iklim organisasi menurut Wirawan (2007) menyebutkan
terdapat tujuh aspek, yakni:
a. Lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang
berhubungan dengan tempat, peralatan dan proses kerja. Persepsi
karyawan mengenai tempat kerjanya menciptakan persepsi karyawan
mengenai iklim organisasi.
b. Keadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah interaksi antara
anggota organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan formal,
informal, kekeluargaan, atau profesional. Semua bentuk hubungan
tersebut menentukan iklim organisasi.
c. Pelaksanaan sistem manajemen. Sistem manajemen adalah pola proses
pelaksanaan manajemen organisasi. Indikator faktor manajemen yang
memengaruhi iklim kerja jumlahnya sangat banyak, misalnya,
karakteristik organisasi (lembaga pendidikan, rumah sakit, militer, dan
sebagainya) yang berbeda menibulkan iklim organisasi yang berbeda.
d. Produk. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.
Produk suatu organisasi sangat menentukan iklim organisasi.
e. Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa
produk ditujukan, memengaruhi iklim organisasi.
f. Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. Persepsi mengenai
kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi sangat memengaruhi
iklim organisasi. Termasuk dalam kondisi fisik adalah kesehatan,
40
adalah komitmen, moral, kebersamaan, dan keseriusan anggota
organisasi.
g. Budaya organisasi. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi
memengaruhi perilaku anggota organisasi anggota organisasi yang
kemudian memengaruhi perilaku mereka. Misalnya jika kode etik
dilaksanakan dengan sistematis, maka akan memengaruhi persepsi
karyawan mengenai lingkungan sosialnya, lalu terjadilah iklim etis
dalam lingkungan organisasi. Demikian juga, dalam budaya organisasi
terdapat norma tertulis, tetapi banyak dilanggar oleh anggota organisasi
dan tanpa sanksi, sehingga menimbulkan iklim organisasi negatif.
Aspek iklim organisasi menurut Campbell (1983; dalam Richard,
1985) mengidentifikasikan sepuluh aspek iklim pada tingkat organisasi
secara keseluruhan. Aspek-aspek tersebut antara lain:
a. Struktur tugas. Tingkat perincian metode yang dipakai untuk
melaksanakan tugas oleh organisasi.
b. Hubungan imbalan hukum. Tingkat batas pemberian imbalan tambahan
seperti promosi dan kenaikan gaji didasarkan pada prestasi dan jasa dan
bukan pada pertimbangan-pertimbangan lain seperti senioritas,
favoritisme, dan seterusnya.
c. Sentralisasi keputusan. Batas keputusan-keputusan penting dipusatkan
41
d. Tekanan pada prestasi. Keinginan pihak pekerja organisasi untuk
melaksanakan pekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangannya
bagi sasaran karya organisasi.
e. Tekanan pada latihan dan pengembangan. Tingkat batas organisasi
berusaha meningkatkan prestasi individu melalui kegiatan latihan dan
pengembangan yang tepat.
f. Keamanan versus resiko. Tingkat batas tekanan dalam organisasi
menimbulkan perasaan kurang aman dan kecemasan pada para
anggotanya.
g. Keterbukaan versus ketertutupan. Tingkat batas orang-orang lebih suka
berusaha menutupi kesalahan mereka dan menampilkan diri secara baik
daripada berkomunikasi secara bebas dan bekerjasama.
h. Status dan semangat. Perasaan umum diantara para individu bahwa
organisasi merupakan tempat bekerja yang baik.
i. Pengakuan dan umpan balik. Tingkat batas seorang individu
mengetahui apa pendapat atasannya dan manajemen mengenai
pekerjaannya serta tingkat batas dukungan mereka atas dirinya.
j. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum. Tingkat batas
organisasi mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan
kreatif. Termasuk juga batas organisasi mengantisipasi masalah,
mengembangkan metode baru, dan mengembangkan keterampilan baru
42
Steve Kelneer (1990) menyebutkan enam aspek iklim organisasi
sebagai berikut:
a. Flexibility conformity. Fleksibilitas dan comfomity merupakan kondisi
organisasi yang untuk memberikan keleluasan bertindak bagi karyawan
serta melakukan penyesuaian diri terhadap tugas-tugas yang diberikan.
Hal ini berkaitan dengan aturan yang ditetapkan organisasi, kebijakan
dan prosedur yang ada. Penerimaan terhadap ide-ide yang baru
merupakan nilai pendukung di dalam mengembangkan iklim organisasi
yang kondusif demi tercapainya tujuan organisasi.
b. Resposibility. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai
pelaksanaan tugas organisasi yang diemban dengan rasa tanggung
jawab atas hasil yang dicapai, karena mereka terlibat di dalam proses
yang sedang berjalan.
c. Standards. Perasaan karyawan tentang kondisi organisasi dimana
manajemen memberikan perhatian kepada pelaksanaan tugas dengan
baik, tujuan yang telah ditentukan serta toleransi terhadap kesalahan
atau hal-hal yang kurang sesuai atau kurang baik.
d. Reward. Hal ini berkaitan dengan perasaan karyawan tentang
penghargaan dan pengakuan atas pekerjaan yang baik.
e. Clarity. Terkait dengan perasaan pegawai bahwa mereka mengetahui
apa yang diharapkan dari mereka berkaitan dengan pekerjaan, peranan
43
f. Tema Commitmen. Berkaitan dengan perasaan karyawan mengenai
perasaan bangga mereka memiliki organisasi dan kesediaan untuk
berusaha lebih saat dibutuhkan.
Stringer (1968; dalam Wirawan, 2007) menyebutkan bahwa
karakteristik atau aspek iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi
anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Ia juga mengatakan enam
aspek yang diperlukan, yaitu:
a. Struktur. Struktur merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi
dengan baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan
tanggung jawab mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan.
b. Standar-standar. Mengukur perasaan tekanan untuk memperbaiki
kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki karyawan dalam
melakukan pekerjaannya dengan baik. Meliputi kondisi kerja yang
dialami karyawan dalam perusahaan.
c. Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka
menjadi “pimpinan diri sendiri” dan tidak pernah meminta pendapat
mengenai keputusannya dari orang lain. Meliputi kemandirian dalam
menyelesaikan pekerjaan.
d. Pengakuan. Perasaan karyawan diberi imbalan yang layak setelah
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Meliputi imbalan atau upah
44
e. Dukungan. Merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan
dan saling mendukung yang berlaku dikelompok kerja. Meliputi
hubungan dengan rekan kerja yang lain.
f. Komitmen. Merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen sebagai
anggota organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan
yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Menurut Stringer (1968), iklim organisasi suatu perusahaan dapat
diukur berdasarkan keenam aspek tersebut. Dengan mengukur keenam
aspek dari iklim organisasi suatu perusahaan, dapat digambarkan profil
iklim orgaisasi perusahaan tersebut. Dan juga menurut Davis, K. &
Newstrom, J. W (1994) Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan
keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu
ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan yang dapat diukur
Kemudian, beberapa instrumen telah dikembangkan untuk
mengukur iklim organisasi perusahaan, yakni: kualitas kepemimpinan,
kadar kepercayaan, komunikasi keatas dan kebawah, perasaan melakukan
pekerjaan yang bermanfaat, tanggung jawab, imbalan yang adil, tekanan
pekerjaan yang nalar, kesempatan, pengendalian, struktur dan birokrasi
yang nalar, keterlibatan pegawai, keikutsertaan.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli diatas, peneliti
45
2007) karena aspek-aspek tersebut mampu mencakup tujuan penelitian ini.
Oleh sebab itu, mengacu pada pertimbangan tersebut, aspek yang
digunakan untuk pengukuran iklim organiasasi adalah struktur,
standar-standar, tanggung jawab, pengakuan, dukungan, dan komitmen.
C. Hubungan Organizational Citizenship Behavior (Organizational
Citizenship Behavior) dengan Iklim Organisasi
Setiap karyawan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap
organisasi yang di tempati. Iklim organisasi merupakan tingkat persepsi atau
cara pandang karyawan terhadap situasi dan kondisi di organisasinya baik
secara langsung atau tidak langsung. Wirawan (2007) mengatakan bahwa
iklim organisasi secara objektif terjadi di setiap organisasi dan mempengaruhi
perilaku anggota organisasi. Perilaku anggota dalam suatu organisasi atau
perusahaan dapat dicerminkan melalui rasa empati dan membantu rekan
kerja.
Ketika karyawan merasa senang, aman, dan nyaman, dan penuh makna
ketika berada di lingkungan organisasi tersebut menandakan adanya iklim
organisasi yang positif dalam organisasi tersebut. Bilamana iklim bermanfaat
bagi kebutuhan individu, maka dapat diharapkan tingkat perilaku ke arah
tujuan yang tinggi. Sebaliknya, bilamana iklim yang timbul bertentangan
dengan tujuan, kebutuhan, dan motivasi pribadi, dapat diharapkan bahwa