• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ORANG TUA PADA PEMBELAJARAN DARING AKIDAH AKHLAK DALAM MENINGKATKAN KEJUJURAN DAN TANGGUNG JAWAB SISWA MA. AL-HIKMAH TAJUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN ORANG TUA PADA PEMBELAJARAN DARING AKIDAH AKHLAK DALAM MENINGKATKAN KEJUJURAN DAN TANGGUNG JAWAB SISWA MA. AL-HIKMAH TAJUR."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ORANG TUA PADA PEMBELAJARAN DARING

AKIDAH AKHLAK DALAM MENINGKATKAN

KEJUJURAN DAN TANGGUNG JAWAB SISWA

MA. AL-HIKMAH TAJUR

Skripsi

Diajukan Kapada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh:

SITI NURUL WAHDAH NIM: 11160110000100

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1442

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Siti Nurul Wahdah

Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 23 November 1997

NIM : 11160110000100

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Peran Orang Tua pada Pembelajaran Daring Akidah Akhlak dalam Meningkatkan Kejujuran dan Tanggung Jawab Siswa MA. Al-Hikmah Tajur Dosen Pembimbing : Dr. Zaimuddin, M. Ag

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 09 April 2021 Yang menyatakan,

Siti Nurul Wahdah NIM.11160110000100

(6)
(7)

v ABSTRAK

Siti Nurul Wahdah (11160110000100) Peran Orang Tua pada Pembelajaran Daring Akidah Akhlak dalam Meningkatkan Kejujuran dan Tanggung Jawab Siswa MA. Al-Hikmah Tajur

Selama masa pandemi Covid-19, pembelajaran di MA. Al-Hikmah tidak dilakukan secara tatap muka lagi di sekolah, melainkan berlangsung secara daring dari rumah. Penelitian ini berlokasi di Desa Tajur Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor dan wilayah sekitarnya, tempat kediaman siswa dan juga orang tua/wali murid MA. Al-Hikmah tinggal. Penelitian dilakukan untuk mengetahui: (1) Pelaksanaan pembelajaran daring di MA. Al-Hikmah Tajur (2) Peran orang tua pada pembelajaran daring Akidah Akhlak (3) Implikasi pembelajaran daring Akidah Akhlak terhadap kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

Jenis penelitian ini merupakan kualitatif fenomenologis menggunakan pendekatan deskriprif. Jumlah informan pada penelitian ini sebanyak 32 orang dengan kategori: (1) Kepala Madrasah MA. AL-Hikmah (2) Guru Mapel Akidah Akhlak (3) Orang tua/wali murid (4) Siswa-siswi MA. Al-Hikmah kelas X. Teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain yaitu melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data kualitatif melalui tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pelaksanaan daring yang dilakukan di MA. Al-Hikmah Tajur berjalan cukup efektif. Peran orang tua disamping menjadi pendidik pengganti guru di rumah, sekaligus berperan mengawasi kegiatan daring siswa yang tidak dapat dilakukan secara masksimal oleh guru mapel. Pembelajaran daring Akidah Akhlak tersebut memberikan implikasi terhadap kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru mapel, namun dikembalikan lagi tergantung masing-masing kepribadian siswa, rajin atau malas dalam mengerjakan tugas. Kata Kunci: Peran Orang Tua, Pembelajaran Daring, Kejujuran, Tanggung Jawab

(8)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga penulisan karya tulis ini dapat terselesaikan. Walau dipenuhi dengan rintangan dan hambatan serta jalan yang cukup terjal, Alhamdulillah penulis telah berhasil melalui setiap prosesnya. Shalawat teriring salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan kepada baginda Rasulullah SAW, insan termulia yang telah menjadi suri tauladan bagi umatnya, terutama dalam hal mendidik.

Dengan izin Allah SWT. Alhamdulillah penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Orang Tua pada Pembelajaran Daring Akidah Akhlak dalam Meningkatkan Kejujuran dan Tanggung Jawab Siswa MA. Al-Hikmah Tajur”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir guna memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana pendidikan agama Islam (S1) pada jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Atas selesainya penelitian ini, tentu tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah terlibat dan turut memberikan kontribusi yang besar dalam rangka penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ini, yaitu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Surusin, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Drs. Abdul Haris, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

3. Bapak Drs. Rusdi Jamil, M. Ag., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

4. Bapak Dr. Zaimuddin, M. Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, sekaligus menjadi dosen pembimbing akademik

(9)

vii

yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada penulis selama menempuh studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ade Miftahudin dan Ibu Ropiah Adawiyah, yang jasa-jasanya tidak dapat tertuang dalam bentuk angka. Mereka yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang hingga berada dititik sejauh ini, yang tiada hentinya mendoakan, mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis demi tercapainya cita-cita.

6. Suami tercinta, Feri Fadly, M. Pd., yang selalu setia menemani, mendukung dan mendoakan penulis, serta memberikan motivasi sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

7. Ibu mertua tercinta, Ibu Miah dan segenap keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan motivasinya kepada penulis.

8. Sahabat seperjuangan, yaitu keluarga pondokan istiqomah: Anjani Maula, Siti Nurrohmah, Lufita Lusiana, Nisa Fai’ziah, Lidya Maulidini, Mega Kusumawati, Anisa Mumtaz dan Anis Nur Istiqomah yang selalu menemani di kala suka dan duka, memberikan motivasi dan saling menguatkan selama berjuang bersama-sama.

9. Teman seperjuangan, Big Family of A Grade dan teman-teman PAI Angkatan 2016 yang telah mewarnai hari-hari penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

10. Kepada semua pihak yang telah turut berkontribusi demi terselesaikannya penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga Allah menjadikannya sebagai amal ibadah bagi kita semua. Aamiin.

Penulis

(10)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING……….i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI………..ii

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI……….iii

LEMBAR UJI REFERENSI………iv

ABSTRAK………..v KATA PENGANTAR………...vi DAFTAR ISI………viii DAFTAR TABEL………...x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..1 B. Identifikasi Masalah………..8 C. Pembatasan Masalah……….……...8 D. Perumusan Masalah …..……….……...9 E. Tujuan Penelitian……….….9 F. Manfaat Penelitian………9

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Tentang Kejujuran………....10

1. Pengertian Jujur………...10

2. Urgensi Kejujuran………11

B. Tinjauan Tentang Tanggung Jawab ………...13

1. Pengertian Tanggung Jawab ………...13

2. Urgensi Tanggung Jawab ………..13

(11)

ix

1. Pengertian Orang Tua………16

2. Orang Tua Sebagai Pendidik……….17

D. Tinjauan Tentang Pembelajaran Daring Akidah Akhlak…38 1. Pengertian Pembelajaran Daring……….….28

2. Konsep Pembelajaran Daring………31

3. Pengertian AkidahAkhlak………..32

4. Tujuan Pembelajaran Akidah Akhlak………..35

5. Ruang Lingkup Pembelajaran Akidah Akhlak………...36

E. Hasil Penelitian yang Relevan………..37

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian………39

B. Metode dan Desain Penelitian ………39

C. Sumber Data……….40

D. Teknik Pengumpulan Data…..………41

E. Instrumen Penelitian………....45

F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data…………..46

G. Teknik Analisis Data………47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data………49

1. Gambaran Umum Al-Hikmah………49

B. Penjelasan Tentang Data………...54

C. Pemaparan Hasil Penelitian………..54

D. Pembahasan Hasil Penelitian……….67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………..80

B. Saran……….82

(12)

x

LAMPIRAN………...………....90

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian………41

Tabel 3.2 Pedoman Observasi Siswa………..42

Tabel 3.3 Pedoman Wawancara……….43

Tabel 3.4 Pedoman Dokumentasi………...45

Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Pendidik dan Kependidikan………...51

Tabel 4.2 Identitas Tenaga Pendidik………..51

Tabel 4.3 Jumlah Siswa 5 Tahun Terakhir...………52

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 1)…………91

Lampiran 2: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 2)…………93

Lampiran 3: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 3)………….95

Lampiran 4: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 4)………….97

Lampiran 5: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 5)………….99

Lampiran 6: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 6)…………101

Lampiran 7: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 7)…………103

Lampiran 8: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 8)…………105

Lampiran 9: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 9)…………107

Lampiran 10: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 10)………109

Lampiran 11: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 11)………111

Lampiran 12: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 12)………113

Lampiran 13: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 13)………115

Lampiran 14: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 14)………117

Lampiran 15: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 15)………119

Lampiran 16: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 16)………121

Lampiran 17: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 17)………123

Lampiran 18: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 18)………126

Lampiran 19: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 19)……....129

Lampiran 20: Lembar Hasil Wawancara Siswa (Informan 20)………132

Lampiran 21: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 21).. 135

Lampiran 22: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 22)..138

Lampiran 23: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 23)..141

Lampiran 24: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 24)..143

Lampiran 25: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 25)..145

(14)

xii

Lampiran 27: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 27)….150

Lampiran 28: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 28)….152

Lampiran 29: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 29)….154

Lampiran 30: Lembar Hasil Wawancara Orang Tua (Informan 30)….156

Lampiran 31: Lembar Hasil Wawancara Kepala Madrasah

(Informan 31)………..……….………...158

Lampiran 32: Lembar Hasil Wawancara Guru Akidah Akhlak (Informan 32)……….………..161

Lampiran 33: Lembar Observasi Siswa (Informan 1)………163

Lampiran 34: Lembar Observasi Siswa (Informan 2)………....164

Lampiran 35: Lembar Observasi Siswa (Informan 3)………....165

Lampiran 36: Lembar Observasi Siswa (Informan 4)………166

Lampiran 37: Lembar Observasi Siswa (Informan 5)……….167

Lampiran 38: Lembar Observasi Siswa (Informan 6)………168

Lampiran 39: Lembar Observasi Siswa (Informan 7)……….…169

Lampiran 40: Lembar Observasi Siswa (Informan 8)……….170

Lampiran 41: Lembar Observasi Siswa (Informan 9)………....171

Lampiran 42: Lembar Observasi Siswa (Informan 10)………..172

Lampiran 43: Lembar Observasi Siswa (Informan 11)………..173

Lampiran 44: Lembar Observasi Siswa (Informan 12)………..174

Lampiran 45: Lembar Observasi Siswa (Informan 13)………..175

Lampiran 46: Lembar Observasi Siswa (Informan 14)………..176

Lampiran 47: Lembar Observasi Siswa (Informan 15)………..177

Lampiran 48: Lembar Observasi Siswa (Informan 16)………..178

Lampiran 49: Lembar Observasi Siswa (Informan 17)………..179

Lampiran 50: Lembar Observasi Siswa (Informan 18)………..180

(15)

xiii

Lampiran 52: Lembar Observasi Siswa (Informan 20)……….182

Lampiran 53: Lembar Observasi Guru Akidah Akhlak………...183

Lampiran 54: Lembar Absensi Pembelajaran Daring Siswa…………186

Lampiran 55: Lembar Pengumpulan Tugas Daring Siswa…………...192

Lampiran 56: Lembar Penilaian Akidah Akhlak Siswa………....198

Lampiran 57: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Daring…………..200

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1 Pada umumnya, pendidikan bertujuan untuk

menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan potensi, bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga mereka mampu mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan masyarakat.

Sebagaimana halnya yang telah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal ke-3 disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.2

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan bahwa dengan pendidikanlah manusia mampu mengangkat martabat dirinya menuju kepada peradaban budaya dan pola pikir yang lebih maju, dinamis dan ilmiah. Melalui pendidikan pula lah akhlak seseorang dapat terbentuk.3

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Berkenaan dengan tanggung jawab ini, pendidikan agama di sekolah berarti suatu usaha yang sadar akan dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka

1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1

2 Ibid., Pasal 3

3 Marpuah, “Pelaksanaan Eksul Keagamaan di SMAN Cirebon`” Jurnal Al-Qalam. Vol. 22 No. 1 Juni 2016, h. 131

(17)

pembentukan manusia beragama.4 Secara mendasar, pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua. Hal itu merupakan rahmat yang telah diamanatkan Allah SWT, kepada setiap orang tua dan mereka tidak bisa menghindari tanggung jawab itu, karena telah menjadi amanat Allah yang dibebankan kepada kita.

Pelaksanaan pendidikan yang berkualitas sangat tergantung terhadap keseriusan para penyelenggara pendidikan, baik formal, informal maupun nonformal. Pendidikan formal dewasa ini, membutuhkan perhatian yang tinggi, sehingga proses pembelajaran pada jenjang pendidikan ini dapat berjalan dengan baik5

Pendidikan yang paling pertama dan utama berasal dari orang tua, karena orang tua merupakan pendidik yang utama dan pertama bagi anak. Peran orang tua mendidik anak dalam rumah tangga sangatlah penting, karena melalui keluargalah seorang anak mula-mula memperolah bimbingan dan pendidikan dari orang tuanya. 6

Orang tua disebut pendidik utama karena besar sekali pengaruhnya, merekalah yang mendidik anaknya sejak kecil dan memberikan pendidikan selama di rumah. Adanya sekolah, pesantren, les, dan lain sebagainya merupakan lembaga yang membantu orang tua melengkapi pendidikan yang diberikan lingkungan keluarga.7

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal kedua setelah lembaga pendidikan informal (keluarga). Tugas dan tanggung jawab sekolah mengusahakan peningkatan kecerdasan intelektual melalui pemberian berbagai ilmu pengetahuan. Tujuan dari pendidikan terdiri dari tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan bergantung pada perkembangan dan pertumbuhan

4 Elfi Yuliana Rohmah, “Mengembangkan Karakter Tanggung Jawab pada Pembelajar” Jurnal Al-Murabbi. Vol. 3 No. 1. Juli 2016, h. 48

5 Marpuah, Op.cit., h. 131

6 Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 36

7Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2002), Cet. 4, h. 7

(18)

3

anak. 8 Hal ini berarti, pendidikan pada anak tidak hanya berasal dari pendidikan keluarga di rumah saja, tetapi juga harus dilengkapi dengan pendidikan formal di sekolah.

Pada masa pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) atau yang kita kenal dengan corona, kegiatan pembelajaran harus tetap diselenggarakan. Pemerintah berupaya semaksimal mungkin memberikan kebijakan agar kegiatan tersebut tetap bisa dilaksanakan, salah satunya yaitu dengan mengadakan pendidikan jarak jauh, secara daring atau online. Dalam keadaan seperti ini, diperlukan kreativitas guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif bagi siswa, dengan memanfaatkan berbagai media online yang ada.

Pembelajaran daring adalah salah satu kebijakan yang terpaksa diambil oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 di lingkungan masyarakat, terutama sekolah. Kebijakan ini memaksakan adanya pemberian jarak sosial dalam pembelajaran antara guru dan peserta didik, yang semula pembelajaran dilakukan secara tatap muka di sekolah menjadi pembelajaran berbasis daring atau online di rumah. 9

Pembelajaran daring merupakan salah satu metode pembelajaran yang dilakukan melalui jaringan internet dengan aksesibilitas, konektivitas, fleksibilitas dan kemampuan memunculkan berbagai jenis interaksi pembelajaran. Pada pelaksanaannya, pembelajaran daring memerlukan dukungan perangkat-perangkat mobile seperti smartphone atau telepon android, laptop, computer, tablet dan iphone yang dapat

8 Zainal Aqib dan Ahmad Amrullah, Ensiklopedia Pendidikan dan Psikologi (Yogyakarta: Andi Offset, 2017), h. 83-84

9 Aulia Riska Nugraheny, “Peran Teknologi, Guru dan Orang Tua dalam Pembelajaran Daring di Masa Pandemi,” Jurnal FKIP Universitas Lumbung Mangkurat Banjarmasin, h. 1

(19)

dipergunakan untuk mengakeses informasi kapan saja dan di mana saja dengan mudah.10

Berkenaan dengan kebijakan pembelajaran daring ini tentunya diperlukan adanya kerjasama dari semua pihak agar kebijakan tersebut dapat berjalan secara efektif sehingga hasil pembelajaran daring tidak kalah dengan pembelajaran tatap muka seperti pada saat pra-pandemi. Dalam mengikuti kegiatan pembelajaran daring, teknologi memiliki peranan yang sangat penting. Selain itu, peran guru dan orang tua juga diperlukan dalam memberikan dukungan dan bimbingan terhadap usaha belajar anak.11

Ketika pembelajaran tidak dilangsungkan di sekolah, peluang waktu yang dihabiskan untuk siswa belajar di rumah tentu lebih besar. Pendidikan yang diberikan oleh keluarga bisa jadi lebih besar pula, terutama tentang pendidikan keluarga untuk membentuk akhlak anak dengan baik. Karena walau bagaimanapun, dalam pembentukan akhlak anak, diperlukan adanya kerja sama antara orang tua dan guru serta didukung oleh lingkungan masyarakat yang baik. Ketika pembelajaran dilakukan di rumah, orang tua lah yang menjadi pendidik pengganti guru selama proses pembelajaran daring berlangsung.

Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, orang tua baik secara langsung maupun tidak langsung mengawasi kegiatan pembelajaran tersebut. Oleh karenanya diperlukan adanya kejujuran dan tanggung jawab dari siswa dalam mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh guru, terutama mata pelajaran yang mengajarkan akhlak tersebut sendiri, yakni pelajaran Akidah Akhlak.

Dalam istilah keagamaan, jujur identik dengan istilah “ash-shidqu” yang berarti benar. Berkata atau berbuat benar berarti pula berkata atau

10 Ali Sadikin, dkk. “Pembelajaran Daring di tengah Wabah Covid-19.” Biodik: Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Vol. 06 No. 02. 2020, h. 216

(20)

5

berbuat jujur.12 Jujur adalah mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran.13 Secara sederhana, kejujuran bisa diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk mengekspresikan fakta-fakta dan keyakinan pribadi sebaik mungkin sebagaimana adanya. Jujur adalah perilaku yang merupakan upaya seseorang yang menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya, baik dalam perkataan, tindakan dan juga pekerjaan.14

Pembentukan sikap kejujuran di sekolah dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator, yaitu (1) tidak meniru jawaban teman (menyontek), (2) mengatakan dengan sejujurnya tentang sesuatu yang baru saja dialaminya. (3) mau bercerita tentang kesulita dan mau menerima pendapat teman (4) mau menyatakan tentang ketidaknyamanan suasana di dalam kelas (5) menjawab pertanyaan guru sesuai dengan apa yang diketahuinya.15

Adapun pengertian tanggung jawab secara umum tidak terlepas dari sesuatu hal yang harus dilaksanakan dan diimplementasikan dengan nilai-nilai yang terikat didalamnya. Adapun secara khusus, tanggung jawab adalah perilaku dan sikap seseorang untuk melaksanakan tugasnya, yang seharusnya dilakukan oleh diri sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.16

Tanggung jawab berarti berbuat sesuai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggung jawab sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, bahwa setiap manusia masing-masing akan memikul tanggug jawabnya sendiri-sendiri. Tanggung jawab ini berkaitan dengan menerima konsekuensi dari apa yang telah diperbuat, atau merupakan sesuatu

12 Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras 2010), h. 65

13 Subur, Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), h. 279 14Anas Salahudin dan Irwanto Alkriencienchi, Pendidikan Karakter, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 2013), h. 43

15 Ira Puspita Jati, Pendidikan Karakter Jujur di SDIT Cahaya Bangsa Mijen, Thesis (Semarang: 2012), h. 3

16Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building, (Jakarta: Tiara Wacana, 2008) Cet. 1. h. 29

(21)

keharusan untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang bertanggung jawab berarti dapat dipercaya dan diandalkan.17

Mata pelajaran Akidah Akhlak di Madasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari peserta didik di Madrasah Tsanawiyah. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari dan memperdalam akidah akhlak sebagai persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat atau memasuki lapangan kerja.18 Dengan demikian, pembelajaran akidah akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam meyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT. dan merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Al-Quran Hadits.19

Melalui pembelajaran mata pelajaran Akidah Akhlak di sekolah, diharapkan agar siswanya memiliki akhlak dan budi pekerti yang baik, juga mata pelajaran ini sebagai wawasan tambahan tentang akhlak yang diajarkan oleh orang tua di rumah agar bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena walau bagaimana pun, orang tua tidak bisa mendidik anaknya secara komprehensif melalui pendidikan informal saja, tetapi juga diperlukan pendidikan formal yang bisa berfungsi sebagai bekal tambahan, baik untuk membentuk kepribadian siswa, maupun untuk membantu siswa meraih kesuksesannya dimasa depan dengan bekal pendidikan yang diperoleh dari lingkungan keluarga dan juga pengalaman-pengalamannya selama menempuh pendidikan.

Dengan adanya pembelajaran daring, peran guru di sekolah seolah tergantikan oleh orang tua dalam hal memberikan pendidikan kepada

17, Elfi Yuliana Rohmah, “Mengembangkan Karakter Tanggung Jawab pada Pembelajar” Jurnal Al-Murabbi. Vol. 3 No. 1. Juli 2016, h. 48

18Lampiran Keputusan Kementrian Agama, Nomor: 165, Tahun: 2014, Tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah, hlm. 50

19 M. Irfangi, “Implemetasi Metode Kisah dalam Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah,” Jurnal Kependidikan, Vol. 5 No 1, 2017, h 75

(22)

7

siswa, terutama pendidikan akhlak mereka. Melalui pembelajaran daring, khususnya mata pelajaran Akidah Akhlak di MA. Al-Hikmah materi dan tugas yang diberikan oleh guru tidak disampaikan secara langsung oleh guru mata pelajaran, melainkan hanya melaui media online yang dijadikan sebagai media utama pembelajaran. Dengan tata cara pelaksanaan demikian, maka guru mapel tidak dapat memantau siswanya secara langsung. sekalipun proses pemantauan bisa dilakukan, tentunya tidak akan semaksimal pembelajaran tatap muka. Oleh karena itu, dibutuhkan peran orang tua sebagai pengganti guru di rumah dalam membimbing anaknya selama proses pembelajaran daring tersebut berlangsung.

Di masa pendemi ini, peran orang tua di rumah untuk mengawasi kegiatan daring anak pun menjadi hal yang sangat penting, terutama untuk memastikan siswa tersebut dapat bertanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan jujur dalam mengerjakannya, khususnya pada mata pelajaran Akidah Akhlak yang materinya mengajarkan tentang cara berakhlak yang baik. Adapun akhlak yang dimaksudkan oleh peneliti dalam hal ini ialah tentang kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam mengerjakan setiap tugas daring yang diberikan oleh guru mapel Akidah Akhlak.

Sulitnya pengawasan guru terhadap pembelajaran daring tersebut membuat peran pengawasan orang tua di rumah menjadi hal yang sangat penting, terutama untuk memantau kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas daring yang diberikan oleh guru tersebut.

Dengan menimbang beberapa hal yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk membuat karya ilmiah dengan judul “Peran Orang Tua Pada Pembelajaran Daring Akidah Akhlak dalam Meningkatkan Kejujuran dan Tanggung Jawab Siswa MA. Al-Hikmah Tajur” Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang bagaimana peran orang tua siswa dalam meningkatkan kejujuran

(23)

dan tanggung jawab siswa selama masa belajar online di rumah pada mata pelajaran akidah akhlak.

B. Identifikasi Masalah

Merujuk pada latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan latar belakang tersebut, yaitu:

1. Melalui pembelajaran daring, proses pengawasan guru terhadap siswanya menjadi terbatas dan lebih banyak didominasi oleh pengawasan orang tua di rumah

2. Kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas tidak dapat terpantau secara maksimal oleh guru mata pelajaran Akidah Akhlak

3. Rendahnya pengawasan orang tua terhadap pembelajaran daring

4. Rendahnya kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas daring yang diberikan oleh guru mapel Akidah Akhlak.

C. Pembatasan Masalah

Karena adanya keterbatasan dari segi waktu, kesempatan dan kemampuan peneliti, maka peneliti ini hanya akan membatasi masalah penelitian ini hanya pada:

1. Pelaksanaan kegiatan daring yang dilakukan di MA. Al-Hikmah 2. Peran orang tua sebagai pendidik di rumah yang mengawasi

pembelajaran daring akidah Akhlak

3. Implikasi pembelajaran daring Akidah Akhlak terhadap kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru

D. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam peneilitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran orang tua dalam

(24)

9

meningkatkan kejujuran dan tanggung jawab siswa khususnya dalam mengerjakan tugas pada pembelajaran daring Akidah Akhlak?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran daring di MA. Al-Hikmah Tajur

2. Untuk Mendeskripsikan bagaimana peran orang tua pada pembelajaran daring akidah akhlak

3. Untuk mengetahui implikasi pembelajaran daring Akidah Akhlak terhadap kejujuran dan tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru

F. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi peneliti, baik dapat berguna secara teoritis maupun secara paraktis, antara lain sebagai berikut.

1. Menambah ilmu pengetahuan

(25)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Kejujuran

1. Pengertian Jujur

Kata jujur berasal dari Bahasa Arab “ash-shiddqu atau shiddiq yang artinya nyata, benar atau berkata benar. Lawan katanya adalah “al-kadzibu” yang berarti dusta (bohong).20 Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, kata jujur merupakan kata dasar dari kejujuran yang berarti lurus hati; tidak berbohong (misal berkata apa adanya); tidak curang (misal dalam permainan mengikuti aturan yang berlaku; tulus; ikhlas; sedangkan kejujuran berarti sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati).21

Dalam bahasa Inggris, kejujuran atau integritas berasal dari bahasa Latin, integer, incorruptibility, yaitu sikap yang teguh dalam mempertahankan prinsip , tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral. Pengertian lain dalam bahasa Inggris Honest atau jujur, yang mana berasal dari bahasa Latin, Honestus atau honos yang artinya terhormat atau menjadi terhormat. Bisa juga diartikan tidak menipu, berbohong atau melawan hukum, jujur atau tidak menyimpang dari prinsip kebenaran.22

Muchlas Samani dan Hariyanto dalam bukunya menjelaskan bahwa jujur adalah “menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena benar, dapat dipercaya (amanah) dan tidak curang.23 Menurut agus wibowo dalam bukunya, jujur diartikan sebagai perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.24 Sejalan dengan hal itu,

20Muhammad Amin, 2017, “Peran Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran pada Lembaga Pendidikan.” Tadbir: Jurnal Studi Manajemen Pendidikan. Vol. 1 no 01, h. 110

21W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 496

22Toto Asmara, Membudayakan Etos Kerja, (Jakarta: Gema Insani, 2002) hlm. 144 23Muchlas Samani, Pendidikan Karakter: Konsep dan Model (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), h. 51

24Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 14

(26)

11

Nurul Zuriah menyatakan dalam bukunya, bahwa “jujur merupakan sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang , berkata apa adanya, dan berani mengakui kesalahan. Jujur bisa diartikan mengakui, berkata atau memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.”25

Secara sederhana, kejujuran bisa dairtikan sebagai sebuah kemampuan untuk mengekspresikan fakta-fakta dan keyakinan pribadi sebaik mungkin sebagaimana adanya. Jujur adalah perilaku yang merupakan upaya seseorang yang menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya, baik dalam perkataan, tindakan dan juga pekerjaan.26

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kejujuran ialah perilaku dan sikap seseorang yang menunjukkan perilaku yang tidak suka berbohong, memberikan suatu informasi berdasarkan fakta atau keadaan yang sebenarnya tanpa adanya manipulasi terhadap suatu informasi, tidak bertindak curang, serta dapat dipercaya baik dalam ucapan maupu tindakan.

2. Urgensi Kejujuran

Perilaku jujur mencerminkan keimanan, etika dan moral seseorang.27 Orang yang jujur akan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan selalu taat kepada Allah SWT. mengikuti kaidah-kaidah agama, berbuat sesuai hati nurani/iman, ucapan sesuai dengan perbuatan, dan meiliki kecenderungan untuk selalu berteman dengan orang-orang yang benar.28 Kejujuran merupakan perhiasan bagi orang yag berbudi mulia dan berilmu, sehingga sifat ini sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap manusia, khususnya umat Islam. Kejujuran

25Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan: Menggagas Flatform Pendidikan Budi Pekerti Secra Kontekstual dan Futuristik, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2007), h. 83

26Anas Salahudin dan Irwanto Alkriencienchi, Pendidikan Karakter, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 2013) h. 43

27Toto Asmara, Membudayakan Etos Kerja, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 81

28Muhasim, Budaya Kejujuran dalam Menghadapi Perubahan Zaman,” Palapa: Jurnal Studi Keislaman dan Kependidikan, Vol. 5, No. 1, 2017, h. 177

(27)

merupakan pondasi utama atas tegaknya nilai-nilai kebenaran, karena jujur sangat identic dengan kebenaran. Jujur merupakan salah satu sifat dari Nabi dan Rasul, bahkan menjadi sifat yang wajib dimiliki oleh setiap Nabi dan Rasul Allah.29

Makna dari kata jujur dalam Al-Quran banyak menggunakan kata shiddiq. Selain itu, kata jujur dalam Al-Quran selain menggunakan kata shiddiq, ada juga yang diterjemahkan dari kata

sadidan.30 Pentingnya makna kejujuran ini dinyatakan Allah SWT.

dalam Al-Quran, yaitu: (QS. Al-Ahzab: 70)

        

”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” 31

Quraish Shihab dalam TafsirAl-Misbah menyebutkan kata sadidan ini berarti lebih dari sekedar benar, melainkan dapat berarti tepat. Arti sebenarnya dari sadidan adalah meruntuhkan sesuatu, sehingga jika dihubungkan dengan penyampaian informasi, ia bermaksud menyampaikan kritik dan saran dengan tepat dan benar. Yaitu kritik yang bersifat membangun dan mendidik.32 Quraish Shihab ketika menfsirkan kata-kata benar dalam Al-Quran yang memiliki hubungan dengan perkataan dan penyampaian informasi, menyebutkan bahwa perkataan benar dan tepat bukan hanya yang disampaikn dengan lidah dan didengarkan oleh telinga orang yang banyak, melainkan juga yang disampaikan dalam bentuk tulisan.33

Betapa pentingnya kejujuran ini, maka setiap anak hendaknya sudah ditanamkan sifat jujur sejak dini, terutama pada lingkungan lembaga pendidikan.34 Imam Al-Ghazali membagi sifat jujur atau Shiidiq dalam lima hal, yiatu jujur dalam perkataan (lisan), jujur

29Muhammad Amin, 2017, “Peran Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran pada Lembaga Pendidikan.” Tadbir: Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1 No 01, h. 108

30Fitriah M. Suud, 2017, “Kejujuran dalam Pesrpektif Psikologi Islam: Kajian Konsep dan Empiris,” Jurnal Psikologi Islam, Vol. 4. No 02, h. 125

31Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, 2006), h. 680 32 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol. 11. (Jakarta: Lentera Hati, 2004) h. h.330 33 Ibid., h., h.330

34Muhammad Amin, 2017, “Peran Guru dalam Menanamkan Nilai Kejujuran pada Lembaga Pendidikan.” Tadbir: Jurnal Studi Manajemen Pendidikan, Vol. 1 No. 01, h.109

(28)

13

dalam niat (berkehandak) jujur dalam kemauan, jujur dalam menepati janji, dan jujur dalam perbuatan (amaliah).35

Jujur merupakan nilai penting yang harus dimiliki oleh setiap orang. Jujur tidak hanya diucapkan, tetapi harus tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Sebagaimana pepatah mengatakan “kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana. Bawalah sekeping kejujuran dalam saku anda, maka itu telah melebihi mahkota raja di raja sekalipun.36

B. Tinjauan Tentang Tanggung Jawab 1. Pengertian Tanggung Jawab

Dalam Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah keadaan di mana wajib menanggung segala sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.37

Secara umum, pengertian tanggung jawab tidak terlepas dari sesuatu hal yang harus dilaksanakan dan diimplementasikan dengan nilai-nilai yang terikat didalamnya. Adapun secara khusus, tanggung jawab adalah perilaku dan sikap seseorang untuk melaksanakan tugasnya, yang seharusnya dilakukan oleh diri sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.38 Tanggung jawab adalah melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik, mampu mengontrol diri dan mengatasi stress, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan dan keputusan yang diambil.39

Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah

35 Ibid., h. 110

36Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangs, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media), h. 132

37Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 1006

38Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building, (Jakarta: Tiara Wacana, 2008) Cet. 1. h. 29

39Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013) h. 51

(29)

laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggung jawab bersifat kodrati, yang artinya tanggung jawab itu sudah menjadi bagian kehidupan manusia bahwa setiap manusia akan memikul suatu tanggung jawabnya sendiri.40

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa tanggung jawab adalah perilaku yang dilakukan seseorang, berkaitan dengan pelaksanaan tugas atau hal-hal yang diperbuat oleh seseorang dengan segala aturan dan konsekuensi yang diperoleh dari perbuatannya itu.

2. Urgensi Tanggung Jawab

Tanggung jawab berkaitan erat dengan pelaksanaan tugas dan kewajiban sehingga orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan semua tugas dan kewajibannya dengan baik dan berani menaggung semua resiko sebagai konsekuensi dari tanggung jawabnya. Islam mengajarkan bahwa setiap manusia adalah pemimpin (Khalifah) yang masing-masig dimintai pertanggungjawaban. Bentuk pertanggung jawaban itu bukan hanya di dunia, akan tetapi juga di akhirat kelak.41

Berikut ini merupakan dalil Al-Quran yang berkaitan dengan tanggung jawab yang terdapat dalam QS. Al-Mudatsir ayat 38:

     

Artinya: setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.42

Berdasarkan ayat tersebut, Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di menafsirkan bahwa yang dimaksud bertanggung jawab dalam ayat tersebut adalah mempertanggung jawabkan perbuatan yang baik

40Elfi Yuliani Rochmah, 2016, “Mengembangkan Karakter Tanggung Jawab pada Pembelajar”, Jurnal Al-Murabbi, Vol. 3, No 1. , h. 37

41Ibid., h. 37

(30)

15

dan buruk.43 Setiap individu harus memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang diperbuat.

Seseorang bisa dinilai bertanggung jawab apabila ia lebih mementingkan mengerjakan kewajiban dari pada hak pribadinya, dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Seseorang juga dianggap bertanggung jawab ketika melaksanakan tugas sesuai dengan aturan yang telah disepakati.44

Selain ayat Al-Quran di atas, tanggung jawab manusia juga dijelaskan dalam Hadis Nabi berikut ini:

،ِهِتَّيِع َر ْنَع ٌلوُؤْسَم َو ٍعاَر ُماَمِلإا ،ِهِتَّيِعَر ْنَع ٌلوُؤْسَم ْمُكُّلُك َو ،ٍعاَر ْمُكُّلُك

ِتْيَب يِف ٌةَيِعا َر ُةأ ْرَمْلا َو ،ِهِتَّيِعَر ْنَع ٌلوُؤْسَم َوُه َو ِهِلْهَأ يِف ٍعاَر ُلُجَّرلا َو

ْنَع ٌلوُؤْسَم َو ِهِدِ يَس ِلاَم يِف ٍعَار ُمِداَخلا َو ،اَهِتَّيِعَر ْنَع ٌةَلوُؤْسَم َو اَه ِج ْوَز

ِهِتَّيِع َر

45

Artinya: Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Setiap kepala Negara adalah pemimpin, dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinan (rakyatnya), setiap perempuan/ibu adalah pemimpin bagi rumah tangga suami dan anak-anaknya, ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin bagi harta tuannya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.

(HR. Bukhari)

Kutipan Hadis tersebut memberikan sebuah gambaran jelas bahwa pada dasarnya pemimpin dan kepemimpinan merupakan sebuah sunatullah yang melekat pada setiap pribadi. Ia adalah sesuatu yang mutlak ada dalam setiap lini kehidupan, baik individual maupun dalam kaitannya dengan orang lain. Setiap apa yang diperbuat oleh

43Syaikh Abdurrahman bin Nasir as-Sa’di, Tafsir Al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan Tafsir Al-Quran Jilid 7 (Jakarta: Darul Haq, 2015), h. 405

44Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian18 Nilai Pembentuk Karakter dalam Mata Pelajaran, (Yogyakarta: Familia, 2011), h. 69

45Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Juz II, Cet. III (Beirut: Dar Ibn Kasir, 1407 H/1987 M), h. 848

(31)

manusia akan dimintai pertanggungjawabannya. C. Orang Tua Sebagai Guru di Rumah

1. Pengertian Orang Tua

Menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, orang tua artinya orang yang sudah tua, atau ibu bapak, atau orang yang dianggap tua yang mewakili kepandaian atau keahlian tertentu.46 Orang tua adalah ayah dan ibu kandung,47 Orang tua ialah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawainan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga.48

Orang tua bisa disebut juga dengan keluarga atau identik dengan orang yang membimbing anak dalam keluarga. Keluarga adalah suatu ikatan laki-laki dengan perempuan berdasarkan hukum dan undang-undang perkawinan yang sah.49 Menurut pandangan sosiologi, keluarga dalam arti luas meliputi semua pihak yang mempunyai hubungan darah atau keturunan, sedangkan dalam artis sempit, keluarga meliputi orang tua dan anak- anaknya.50

Pengertian orang tua di atas tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua merupakan bagian keluarga yang sebagian besarnya telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.51 Dalam pengertian yang lain, orang tua juga didefinisikan sebagai orang yang menjadi panutan bagi anak-anaknya, karena setiap anak mula-mula mengagumi orang tuanya, semua

46WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985) h. 688

47Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), cet 2, h. 226

48Dian Novita, 2015, “Pengaruh Pola Pengasuhan Orang Tua dan Proses Pembelajaran di Sekolah Terhadap Tingkat Kreativitas Anak Prasekolah (4-5 Tahun)”, Jurnal Pendidikan, Vol. 16. No. 2, h. 102

49Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 318

50Jalaluddin Rakhmat, Keluarga Muslim dan Masyarakat Modern, (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 1994), Cet. 2, h. 20

51H. Hendi dan Rahmadani Wahyu Suhendi, Pengantar Studi Sosiolog Keluarga, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h. 41

(32)

17

tingkah orang tuanya ditiru oleh anak-anaknya.52

Berdasarkan pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa orang tua adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan telah bersatu dalam ikatan tali pernikahan yang sah, yang ditelah dikaruniai anak yang merupakan amanah bagi keduanya untuk dijaga dengan baik dan benar, yaitu dengan mengurus serta membina anak-anak mereka, baik dari segi jasmani maupun rohani, serta diberikan pendidikan yang baik, karena orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.

2. Orang Tua Sebagai Pendidik

Sejak terbentuknya keluarga melalui perkawinan, orang tua memiliki tanggung jawab dalam mengurus dan membimbing anak-anaknya. Mengingat bahwa seorang anak adalah generasi penerus dan merupakan tulang punggung kemajuan bangsa dan negaranya dimasa yang akan datang, oleh karenanya patutlah sedini mungkin anak-anak diberikan bekal wawasan berpikir, keterampilan, dan juga diperhatikan kesehatan jasmani maupun rohaninya, sehingga kelak mereka dapat menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang mantap, mandiri serta tanggung jawab. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional, sebagaimana tecantum dalam Undang- undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3. 53

Anak merupakan amanat yang diletakkan Allah ditangan orang tuanya. Mereka bertanggung jawab terhadap anak-anak itu dihadapan Allah. Jika amanat itu dipelihara dengan baik dengan memberikan pendidikan yang baik dari anak yang diasuhnya, maka pahalalah yang akan diperolehnya, tetapi sebaliknya jika mereka menelantarkan amanat itu sehingga menyebabkan anak-anak yang diasuhnya tidak terurus pendidikan dan pengajarannya, maka berdosalah mereka

52Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2002), Cet. 4, h. 7

53Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionall Bab II Pasal 3

(33)

karena telah menyia-nyiakan amanat itu.54

Dalam perspektif pendidikan, orang tua dianggap sebagai salah satu dari tiga agen penting pendidikan seumur hidup yang akan dijalani manusia. Adapun 3 lembaga pendidikan yang dimaksud adalah rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Orang tua yang dalam hal ini masuk dalam aspek keluarga mengambil peran sebagai lembaga bimbingan informal mulai dari anak lahir hingga dewasa. penyebutan “rumah tangga” dalam urutan pertama tripusat pendidkan juga menjadi bukti yang kuat bahwa orang tua memiliki andil yang besar dalam mendidik anak.55 Orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam sebuah keluarga. orang tua disebut pendidik utama karena besar sekali pengaruhnya, merekalah yang mendidik anaknya sejak kecil dan memberikan pendidikan selama di rumah. Adanya sekolah, pesantren, les, dan lain sebagainya merupakan lembaga yang membantu orang tua melengkapi pendidikan yang diberikan lingkungan keluarga.56

Firman Allah SWT dalam QS. At-Tahrim ayat 6 :

                      

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan

kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.57

(QS. At-Tahrim: 6)

54Sayyid Sabiq, Islam Dipandang Dari Segi Rohani, Moral, Social, Alih Bahasa Zaenuddin, dkk., (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994), h. 247

55Imam Zabidi, Ringkasan Hadist Shahih Bukhari, alih bahasa Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h.125

56Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2002), Cet. 4, h. 7

57Departemen Agama RI, Al-Hikmah: Al-Quran dan Terjemahannya, (Badung: Diponegoro, 2010), h. 275

(34)

19

M. Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa: Firman Allah dalam ayat tersebut yang artinya Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu antara lain dengan meneladani Nabi SAW, dan peliharalah juga keluargamu, yakni istri, anak-anak dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab kamu dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api neraka.58

M. Quraish Shihab selanjutnya menjelaskan bahwa, ayat di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Walaupun secara redaksional ditunjukkan kepada kaum pria (ayah), tetapi bukan berarti hanya tertuju kepada mereka, melainkan menurutnya tertuju juga kepada perempuan dan laki-laki (ibu dan ayah). Hal ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak dan pasangan masing-masing, sebagimana masing-masing bertanggung jawab terhadap perilakunya.59

Menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya, berdasarkan ayat tersebut yang dimaksud dengan pemeliharaan diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan jalan memberi pelajaran dan pendidikan yang baik, menunjukkan mereka kepada jalan yang benar, serta melakukan hal-hal yang membawa manfaat untuk kepentingan dunia dan akhirat bagi mereka.60

Setiap manusia yang lahir ia tidak membawa dan tidak memiliki suatu apapun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan peradaban. Dengan memfungsikan fitrah itu, ia dapat belajar dari lingkungan dan masyarakat orang dewasa yang mendirikan institusi pendidikan, yang menjadi tempat yang memungkinkan mereka untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Kondisi awal individu dan proses pendidikannya tersebut disyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya, QS. An-Nahl; 78 sebagai berikut:61

58M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah vol. 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 326 59Ibid., h. 327

60Sayyid Sabiq, Islam Dipandang Dari Segi Rohani, Moral, Social, Alih Bahasa Zaenuddin, dkk., (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994), h. 248

61Hery Noer Aly, Mundzir S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), h. 1

(35)

                

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani agar kamu bersyukur.”62 (QS. An-Nahl: 78)

Dalam Tafsir Al-Maraghi, maksud dari ayat tersebut ialah Allah SWT menjadikan manusia mengetahui apa yag tidak diketahuinya, setelah Dia mengeluarkannya dari perut ibunya. Kemudian Allah SWT memberikan akal sehingga mampu memahami dan membedakan antara yang baik dan yang buruk. Diberikan pendengaran agar mampu mendengar suara, diberikan penglihatan agar mampu melihat orang lain sehingga menjadi saling mengenal dan saling memahami, menjadikan perkara-perkara yang dibutuhkan dalam hidup ini, sehingga dapat memiliki jalan yang ditempuh untuk berusaha mencari rizki Allah, dengan harapan bahwa manusia bisa bersyukur dan menggunakannya untuk senantiasa beribadah kepada Allah dan berada dalam ketaatan.63

Ketika seorang anak baru dilahirkan ke dunia ini, meski ia sudah terpisah tak lagi berada di perut ibunya, ia tetap tergantung dan membutuhkan ibunya seperti suatu bagian yang menempel pada keseluruhannya. Anak tersebut harus tetap diberi makan seperti biasa yang ia dapatkan melalui ibunya ketika ia masih berada dalam kandungan. Makanan yang biasa diserap tersebut diubah oleh kekuatan Allah SWT menjadi air susu yang mengandung unsur-unsur penting dan vital yang dibutuhkan bagi perkembangan seorang anak

62Departemen Agama RI, Al-Hikmah: Al-Quran dan Terjemahannya, (Badung: Diponegoro, 2010), h. 275

(36)

21

tersebut.64

Anak diciptakan oleh Allah dengan dibekali pendorong alamiah yang dapat diarahkan kearah yang baik atau ke arah yang buruk. Oleh karena itu, menjadi kewajiban orang tua untuk memanfaatkan kekuatan-kekuatan alamiah itu dengan menyalurkannya kejalan yang baik. Salah satunya yaitu dengan mendidik anaknya sejak usia dini, membiasakan diri berbuat baik, memperkenalkan adat istiadat yang baik agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berguna bagi dirinya dan bagi pergaulan hidup di sekelilingnya.65

Di dalam pengasuhan orang tua, anak membutuhkan makanan yang membuatnya terus dapat bertahan hidup. Hal ini berarti rang tua bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak-anaknya. Orang tua harus merawat dan membesarkan putra-putrinya dengan penuh cinta kasih dan juga harapan, menerima kelahiran anaknya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Perealisasian tanggung jawab inilah yang menjadikannya sebagai orang tua yang memikul tanggung jawab kodrati atas kelangsungan hidup sekaligus pendidikan anaknya, terutama pada pendidikan Islam anak usia dini.66

Pendidikan yang diperoleh dalam lingkungan keluarga ini merupakan pendidikan yang terpenting atau utama dalam perkembangan pribadi anak. Pola kehidupan di dalam orang tua memberi corak kepribadian anak yang hidup di dalam pengasuhan orang tua tersebut. Dalam hubungannya dengan hal ini, Ki Hajar Dewantoro mengatakan bahwa: “orang tua adalah pendidikan yang pertama dan yang terpenting.” Oleh karena itu, sejak timbulnya adat kemanusiaan hingga kini, pola asuh dan pendidikan orang tua itu

64Alwiyah Abdurrahman, Ajaran Islam tentang Perawatan Anak, (Bandung: Al-Bayyan, 1992), h. 41.

65Sayyid Sabiq, Islam Dipandang Dari Segi Rohani, Moral, Social, Alih Bahasa Zaenuddin, dkk., (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994), h. 247-248

(37)

sangat mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti tiap-tiap manusia.67 Pada hakikatnya, semua orang tua sangat menaruh harapan dari keberhasilan anaknya ketika dewasa. Tidak ada seorangpun yang menginginkan anaknya gagal dalam pendidikannya. Untuk merealisasikan harapan tersebut, orang tua senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik yang mencakup segala hal, baik perhatian, nutrisi dan termasuk juga pendidikan anaknya.68

Telah menjadi kesepakatan dan pengetahuan bersama para ahli pendidikan, maupun pengamat pendidikan bahwa keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam perkembangan seorang individu.69 Selain itu, dengan merujuk kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), maka salah satu tugas pokok orang tua sebagai pendidik adalah menanamkan budi pekerti (akhlak) dalam jiwa anak melalui contoh-contoh perilaku orang tua yang baik dalam keluarga.70

Orang tua menjadi model pertama dan utama bagi anaknya, untuk memahami realitas di sekelilingnya. Melalui orang tua, anak dapat belajar segala sesuatu pertama kali, bahasa, interaksi sosialnya, nilai-nilai moral (akhlak) untuk membentuk pribadinya yang sesuai dengan nilai-nilai yang Islami. Inilah alasannya kenapa lingkungan keluarga memiliki peranan yang vital dan urgen dalam menentukan pribadi anak dan masa depannya.71 Hasan Langgulung menjelaskan bahwa fungsi keluarga adalah menanamkan sifat cinta-mencintai, menjaga kesehatan, kejiwaan, spiritual, akhlak, jasmani, emotional,

67Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta: Aksara Baru, 1982), h. 67

68Iim Fahimah, “Kewajiban Orang Tua terhadap Anak dalam Perspektif Islam.” Jurnal Hawa, Vol. 1 No. 1, 2019 h. 36-37

69Ginda, “Profil Orang Tua sebagai Pendidik dalam Perspektif Al-Quran.” Jurnal Sosial Budaya, Vol. 8. No 02, 2011 h. 211

70M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Prof. H. Bustami A. Gani, (Jakarta: Bulan Bintang) h. 1

71Ma’rif Zurayk, Aku dan Anakku, terj. M. Syaifuddin Usman, (Bandung: Albayan, 1994), h. 21

(38)

23

social dan lain-lain.72

Internalisasi nilai budi pekerti dan moral anak sangat diperlukan dalam membangun kepribadian, dalam hal ini Pan Schiller dan Tamera Bryant mendeskripsikan berbagai kegiatan, proyek dan ide untuk membantu anak dalam mempelajari nilai-nilai moral dan membangun akhlak secara individual maupun berkelompok. Sebagai ilustrasi dalam menanamkan sikap kepedulian dan empati, anak diajak ke alam atau objek langsung untuk ikut, misalnya: mengunjungi tetangga yang sakit biarkanlah anak mengungkapkan perasaannya ketika melihat orang dewasa sedang sakit, jangan malah dibentak untuk pergi. Karena kebanyakan orang dewasa cenderung menganggap remeh pada anak. Secara alami anak mempunyai rasa ingin menghibur saat melihat orang lain sedih. Jika sikap apatis terhadap anak berlangsung, maka lama-kelamaan sifat yang secara alami dimiliki anak akan terkikis, akibatnya anak akan menjadi cuek pada sekitar dan tidak memiliki rasa simpati terhadap orang lain.73

Masalah keteladanan dari orang tua menjadi faktor terpenting dalam hal baik-buruknya anak. Jika pendidik dalam hal ini orang tua senantiasa menunjukkan perilaku jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, keberanian dalam sikap yang menjauhkan dari perbuatan yang bertentangan dengan agama. Dan jika orag tua sering berperilaku atau mengajarkan berbohong, khianat, dusta, kikir, penakut dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, dusta, kikir, penakut dan hina.74

Pentingnya pendidikan Islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap

72 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 147 73Bulletin LPM Edukasi, Quantum Transformasi Idealisme, (Edisi2 Th. 2003), h. 17 74Abdullah Nashih Ulwan dkk, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, (Semarang: CV.Asy-Syifa, 1981), h. 2

(39)

anak-anaknya didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa :

ُّلُك

ٍد ْوُل ْوَم

ُدَل ْوُي

ىَلَع

،ِة َرْطِفْلا

ُها َوَبَأَف

ِهِناَد ِوَهُي

ْوَأ

ِهِنا َر ِصَنُي

ْوَأ

ِهِناَس ِجَمُي

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci bersih, dan sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai

orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR.Muslim).75

Dalam pengertian yang sederhana, istilah fitrah sering dimaknai suci dan potensi. 76 Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa

menurut hadis tersebut, manusia lahir dengan membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah yang disebut pembawaan; fitrah dalam hadits ini adalah potensi. Istilah orang tua dalam hadis tersebut adalah lingkungan, sebagaimana yang dimaksud para ahli pendidikan. Hal ini berarti mereka lah yang menentukan perkembangan seseorang.77

Ketika seorang anak lahir ke dunia, jiwanya yang masih suci dan bersih akan menerima segala bentuk apa saja yang datang mempengaruhinya. Anak akan dibentuk oleh setiap pengaruh yang datang dalam dirinya. Imam Al-Ghazali berkata: anak adalah amanat bagi orang tuanya, hatinya bersih, suci dan polos. Kosong dari segala ukiran dan gambaran. Anak akan selalu menerima ukiran yang diukirnya, dan akan cenderung terhadap apa saja yang mempengaruhinya. Maka apabila ia dibiasakan dan diajarkan untuk melakukan kebaikan, maka anak akan terbentuk seperti itu. Namun apabila anak dibiasakan untuk melakukan kejahatan dan

75Abdul Qawi Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, terj. Mukhtasar Shahih Muslim karya Imam Muslim. 1852. (Solo: Insan Kamil. T. th) h. 3010

76Hasan Langgulung, Pendidikan dan Perdaban Islam cet ke-1, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), h. 215

77Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 35

(40)

25

ditelantarkan bagai binatang liar, maka sengsara dan celakalah anak tersebut.78

Hal tersebut juga didukung oleh teori psikologi perkembangan yang berpendapat bahwa masing-masing anak dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Teori ini dikenal dengan teori “tabula rasa”, yang mana teori ini berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan bersih, 79 teori ini diperkenalkan oleh Jhon Locke yang disebut juga dengan teori empirisme. Seperti yang dikatakannya dalam buku yang berjudul “Essax Concerning Human Understanding” bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman pribadi. Tanpa mata tak ada warna, tanpa telinga tak ada bunyi, dan lain sebagainya. Teori empirisme berasal dari pandangan Tabularasa Jhon Locke yang digambarkan sebagai keadaan jiwa. Jiwa itu diibaratkan sebagai kertas kosong, tidak berisi apa-apa. Ia berisi Sesuatu jika sudah mendapatkan pengalaman yang didalamnya diperoleh pengetahuan.80

Begitu halnya dengan teori fitrah, pada dasarnya setiap peserta didik pada saat ia lahir telah membawa bakat dan potensi-potensi yang cenderung kepada kebaikan dan kebenaran. Potensi-potensi tersebutlah yang pada hakikatnya akan dapat berkembang dalam diri seseorang.81 Hal ini berarti bahwa teori fitrah dalam pendidikan

Islam memandang bahwa seorang anak akan dapat mengembangkan potensi-potensi yang baik yang telah dibawanya sejak lahir melalui pendidikan atau proses belajar.

Berdasarkan hal tersebut, menjadi orang tua tidak hanya cukup dengan melahirkan anak, kedua orang tua dikatakan memiliki

78Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Besama Rasulullah, (Bandung: Al-Bayan, 1997), h. 35-36

79Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1982), h. 76

80Ratna Puspitasari, “Kontribusi Empirisme Terhadap Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial” Jurnal Edueksos, Vol.1 No.1, 2012, h. 24

81Muhammad Darwis Dasopang, “Perspektif Strategi Pembelajaran Akhlak Mulia Membangun Transformasi Sosial Siswa SMP.” Jurnal Pendidikan: Studi Multidisipliner, VoL. 1, No. 1, 2014, h. 34

(41)

kelayakan menjadi ayah dan ibu mana kala bersungguh-sungguh dalam mendidik anak mereka dalam rangka mengembangkan potensi yang telah dibawa sejak lahir.82 Orang tua memikul beban sebagai pendidik dan pengawas tunggal hingga anak menginjak usia sekolah. Orang tua adalah agen pendidikan yang paling dekat dengan anak sebelum anak mengenal lingkungan luar. Sebagian waktu anak akan dihabiskan dengan orang tua terutama dengan ibunya. Oleh karena itu, segala apa yang dilakukan oleh orang tua akan mudah ditiru anak dan menjadi sebuah kebiasaan. Peniruan tingkah laku semacam ini merupakan dampak dari pendidikan informal yang dilalui oleh anak tanpa sadar. Saat orang tua melalukan sesuatu, anak akan menganggapnya sebagai contoh yang harus dikerjakan, tanpa mampu memilah mana yang baik dan harus ditiru serta mana yang buruk dan harus ditinggalkan.83

Untuk itu, agar tercipta remaja muslim yang berakhlak mulia, maka peran keluarga sangatlah penting untuk mewujudkannya. Dalam proses ini, tersimpul indikator bahwa pendidikan akhlak merupakan penuntun bagi remaja atau anak untuk memiliki sikap mental dan kepribadian yang baik sebagaimana yang ditunjukkan Al- Quran dan hadist nabi Muhammad SAW. Pendidikan akhlak juga harus diberikan kepada anak-anak sejak dini agar mereka kelak menjadi manusia yang diridhai oleh Allah SWT dan dapat menghargai semua orang. Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi budi pekerti yang mulia (akhlakul karimah).84

Akhlak anak tidak terbentuk begitu saja. Akhlak pada anak terbentuk melalui dua cara, yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal melibatkan aktivitas yang terjadi di lingkungan sekolah atau pesantren. Sedangkan pendidikan informal berlangsung di lingkungan keluarga dan melibatkan peran orang tua secara intens. Pembentukan akhlak yang pertama kali diterima oleh anak adalah pendidikan informal bersama kedua orang tuanya. Dalam lingkungan keluarga, anak akan mendapat sentuhan

82Ibrahim Amini, Agar Tidak Salah Mendidik Anak, (Jakarta: Al-Huda, 2006), Cet. 1,h. 107

83 Didin Hafifuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Pers, 1998), h. 168 84 Syafiah Sukaimi, “Peran Orang Tua dalam Pembentukan Kepribadian Anak” Jurnal Psikologi Perkembangan Islam, Vol. 12 No 1, h. 84

Gambar

Tabel 3.3 Pedoman Wawancara
Tabel 4.1. Jumlah Tenaga  Pendidik dan Kependidikan
Tabel 4.3.  Jumlah Siswa 5 Tahun Terakhir
Tabel 4.4. Sarana dan Prasarana

Referensi

Dokumen terkait

Adapun bentuk motivasi yang dapat diberikan orang tua kepada anak berupa hadiah (reward), pujian dan hukuman. Namun, selama observasi dan hasil wawancara jika

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh peran orang tua dan kompetensi guru secara simultan terhadap motivasi belajar siswa SMP N 1 Ranah Pesisir, serta kontribusi

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan pada pembelajaran akidah akhlak di kelas XI Keagamaan II pada saat pembelajaran daring. Pada

Penelitian ini dapat di jadikan untuk menambah wawasan, informasi,pengetahuan, serta pengalaman dan menganalisis Peran Orang Tua Dalam Proses Pembelajaran Daring pada

Dari hasil pengamatan dan informasi lisan baik dari guru, siswa, maupun orang tua siswa, bahwa selama penerapan proses pembelajaran daring pada mata pelajaran bahasa

Urgensi dilakukannya penelitian ini agar menjadi rujukan bagi pendidik maupun orang tua dalam mencapai keberhasilan pembelajaran daring pada siswa dengan meningkatkan

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini yang dijadikan

Menurut informan dari pihak guru terkait kerja sama dengan orang tua pada beberapa hari sebelum dilaksanakan nya pembelajaran daring para orang tua/wali siswa di