• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 612009002 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 612009002 BAB III"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB III

PERANCANGAN

Pada bab ini berisi perancangan pedoman praktikum dan perancangan pengujian pedoman praktikum dengan menggunakan current feedback op-amp.

3.1. Perancangan pedoman praktikum

Pada pelaksanaan tugas akir dengan judul Modul Praktikum Current Feedback Operational Amplifier, dibuat 8 buah topik praktikum/ modul praktikum yang menggunakan

op-amp current feedback sebagai komponen utamanya, topik – topik ini diantaranya:  Topik 1: Pengukuran Karakteristik Op-amp CFA

 Topik 2: Karakteristik Rangkaian Dasar Op-amp CFA (penguat membalik, penguat tak membalik, penguat penjumlah)

 Topik 3: Pembatasan Lebar Pita Pada Penguat Berbasis CFA  Topik 4: Integrator Berbasis Op-amp CFA

 Topik 5: Respon Transien pada Penguat berbasis Op-amp CFA  Topik 6: Penguat Selisih dan Penguat Instrumentasi berbasis CFA  Topik 7: Tapis-Tapis Aktif Berbasis Op-amp CFA

 Topik 8: Penguat Photocurrent berbasis op-amp CFA

(2)

13

Tipe op-amp yang digunakan pada tugas akir ini adalah LT-1227 buatan dari Linear Technology dengan konfigurasi pin-nya sebagai berikut:

Gambar 3.1. Konfigurasi pin LT-1227

3.2. Perancangan Pedoman Praktikum

Berikut perancangan masing-masing topik praktikum.

3.2.1. Pengukuran Karakteristik Op-amp CFA (Lampiran A)

Tujuan dari topik yang pertama ini adalah Menganalisis dan mempelajari karakteristik dari op-amp current feedback meliputi transimpedans (Z) hambatan masukan (Rin) untuk kaki inverting dan non-inverting, nilai keluaran maksimum (Vomax), dan Slewrate (SR), sehingga dapat mengetahui cara kerja dan kelebihan dari dari op-amp current feedback ini.

Sehingga pada topik ini dibagi menjadi 4 sub topik yaitu:

 Pengukuran hambatan masukan kaki inverting dan non-inverting opamp (Rin)  pengukuran nilai Transimpedansi

(3)

14

3.2.1.1. Pengukuran hambatan masukan kaki inverting dan non-inverting opamp (Rin)

Untuk mencari nilai hambatan masukan pada CFA, dilakukan percobaaan dengan rangkaian sebagai berikut.

(a) (b)

Gambar 3.2.(a). Rangkaian pengukur hambatan masukan kaki non inverting

Gambar 3.2.(b). Rangkaian pengukur hambatan masukan kaki inverting

Gambar 3.2(a) merupakan rangkaian untuk mencari nilai hambatan masukan pada kaki non-inverting dengan mengukur tegangan pada titik A ,sedangkan gambar 3.2(b) merupakan rangkaian untuk mencari hambatan masukan pada kaki inverting dengan mengukur tegangan pada titik b. Untuk pengukuran hambatan masukan pada kaki non-inverting dilakukan pada beberapa nilai frekuensi masukan, untuk mengetahui respon terhadap perubahan frekuensi masukan.

Metode pencarian hambatan masukan ini mengacu pada gambar internal CFA sebagai berikut:

(4)

15 3.2.1.2. Pengukuran nilai Transimpedansi

Percobaan untuk mencari transimpedansi ini digunakan sebuah rangkaian penguat tak membalik dengan nilai resistor penyusun yang sama, sehingga nilai penguatan yang diharapkan sebesar 2 kali, pada percobaan ini juga dilakukan dengan mengubah-ubah nilai frekuensi masukan untuk mengetahui respon frekuensi Transimpedansi (Z).

Gambar 3.4. Rangkaian pengukur transimpedansi

Setelah didapatkan nilai Vo, nilai Transimpedansi dicari dengan melakukan perhitungan sesuai dengan persamaan 2.9.

Percobaan juga dilakukan dengan mengubah-ubah nilai R1 dan R2 menjadi 10k Ω, 100kΩ, 200kΩ.

3.2.1.3. Pengukuran Tegangan Keluaran Maksimum

Untuk pengukuran Vomax dirangkai sebuah penguat membalik dan penguat tak membalik sebagai berikut.

(5)

16

Gambar 3.6. Untai penguat non-inverting untuk mencari Vomax

Masing- masing rangkaian dilakukan percobaan dengan mengubah- ubah nilai V3 (sebagai tegangan masukan) hingga sinyal keluaran Vo terjadi pemotongan (clipping).

3.2.1.4. Pengukuran Slew rate op-amp Current Feedback

Untuk melakukan pengukuran Slew rate op-amp Current Feedback

dirangkai sebuah rangkain penguat tak membalik dengan sinyal masukan kotak 1kHz 1Vpp dan penguatan 10 kali untuk kemudian diamati nilai slewrate-nya (SR = ∆Vo/∆t).

Gambar 3.7. Rangkaian pengukuran slew rate

3.2.2. Karakteristik Rangkaian Dasar Op-amp CFA (penguat membalik, penguat tak membalik, penguat penjumlah. Lampiran B)

(6)

17 3.2.2.1. Penguat Tak Membalik

Gambar 3.8. Penguat tak membalik (non-inverting)

Percobaan dilakukan dengan menyusun rangkaian seperti pada gambar 3.8, dengan mengasumsikan penguatan yang dihasilkan sebesar tiga kali kemudian nilai resistor penyusunnya diperbesar untuk mengetahui apakah nilai penguatannya turun dari tiga kali, jika ada penurunan nilai penguatan kemudian dicari nilai transimpedansi menggunakan persamaan (2.9.).

Pada percobaan ini juga dilakukan pengubahan nilai frekuensi masukan untuk mengetahui respon frekuensi CFA sebagai penguat tak membalik.

3.2.2.2. Penguat membalik (inverting)

(7)

18

Percobaan dilakukan dengan menyusun rangkaian seperti pada gambar 3.9, dengan mengasumsikan penguatan yang dihasilkan sebesar dua kali kemudian nilai resistor penyusunnya diperbesar untuk mengetahui apakah nilai penguatannya turun dari dua kali, jika ada penurunan nilai penguatan kemudian dicari nilai transimpedansi menggunakan persamaan (2.15).

Pada percobaan ini juga dilakukan pengubahan nilai frekuensi masukan untuk mengetahui respon frekuensi CFA sebagai penguat membalik.

3.2.2.3. Penguat Penjumlah (Summing Amplifier)

Gambar 3.10. Rangkaian Penguat penjumlah

Pada percobaan penguat penjumlah disusun rangkaian seperti gambar 3.10. Dengan diberi sinyal masukan kotak 1kHz 2Vpp, percobaan dilakukan dengan mengubah-ubah nilai resistor penyusunnya untuk kemudian dibandingkan dengan persamaan yang berlaku pada penguat penjumlah yaitu sebagai berikut.

= −( + )

1

1 + 1 (3.1)

= −( + ) (3.2)

Dimana :

(8)

19

 Vin1 = tegangan masukan melalui R1  Vin2 = tegangan masukan melalui R2  Z = nilai transimpedansi

Persamaan 3.1 adalah persamaan yang digunakan jika penguatan yang dihasilkan turun dari yang diharapkan, sedangkan persamaan 3.2 adalah persamaan penguat penjumlah seperti pada penggunaan VFA yang berlaku pada praktikum jika nilai resistor umpan balik (ZF) nilainya jauh lebih kecil dari nilai Z (transimpedansi).

3.2.3. Pembatasan Lebar Pita Pada Penguat Berbasis CFA(Lampiran C)

Dengan tujuan Menganalisa kemampuan Current feedback op-amp dalam menghasilkan lebarpita, terhadap perubahan hambatan umpan balik dan nilai Vcc/Vee.

Pada topik yang ketiga ini, praktikum mengacu pada grafik bandwidth terhadap tegangan supply yang terdapat pada datasheet LT-1227 yang ditunjukan pada gambar 3.11. [3]

Gambar 3.11. Grafik Bandwidth vs tegangan supply LT-1227

(9)

20

bandwidth. Percobaan juga dilakukan dengan mengubah2 resistor penyusunnya serta nilai tegangan supply untuk membuktikan apakah nilai Gain Bandwith Product (GBW) pada CFA konstan atau tidak. Berikut rangakaian yang dilakukan pada topik yang ketiga.

Gambar 3.12. Untai penguat tak membalik untuk mencari bandwidth

3.2.4. Integrator Berbasis Op-amp CFA (Lampiran D)

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisa cara kerja dari salah satu aplikasi op-amp current feedback yaitu sebagai rangkaian integrator dan diferensiator.

3.2.4.1.Integrator dengan CFA

Untuk percobaan integrator dengan menggunakan CFA disusun rangkaian seperti pada gambar 3.13.

(10)

21

Dengan tegangan masukan (Vi) sinus 1Vpp kemudian diamati tegangan keluaranya apakah sesuai dengan persamaan integrator yang ditunjukan pada persamaan 3.3

= − 1 ( ) (3.3)

Dimana :

 Vout = tegangan keluaran  Vin = tegangan masukan

 R = nilai resistor yang dipasang pada posisi R1

 C = nilai kapasitor yang dipasang pada untai integrator

Karena kelebihan dari CFA adalah dapat bekerja pada frekuensi tinggi maka nilai komponen penyusunnya divariasikan untuk kemudian dibandingkan sinyal keluarannya dengan hasil perhitungan apakah sesuai atau tidak

3.2.4.2. Diferensiator dengan CFA

Untuk percobaan diferensiator dengan menggunakan CFA disusun rangkaian seperti pada gambar 3.14.

Gambar 3.14. diferensiator dengan CFA

(11)

22

= − (3.4)

Dimana :

 Vout = tegangan keluaran  Vin = tegangan masukan

 R = nilai resistor yang dipasang pada posisi R1

 C = nilai kapasitor yang dipasang pada untai integrator

Karena kelebihan dari CFA adalah dapat bekerja pada frekuensi tinggi maka nilai komponen penyusunnya divariasikan untuk kemudian dibandingkan sinyal keluarannya dengan hasil perhitungan matematis apakah sesuai atau tidak.

3.2.5. Respon Transien pada Op-amp CFA (Lampiran E)

Dengan tujuan menganalisa dan mempelajari salah satu karakteristik dari op-amp CFA yaitu kestabilan pada op-amp current feedback.

Percobaan dilakukan dengan membuat sebuah rangkaian penguat tak membalik yang diberi sinyal masukan kotak 1kHz 15Vpp dengan penguatan sebesar 2 kali. Seperti pada gambar 3.15.

(12)

23

Kemudian pada pengamatan sinyal keluaran dilakukan pengaturan time/div, Volt/div, dan probe yang digunakan, agar sinyal keluaran menyerupai sinyal keluaran rangkaian R L C seri dalam keadaan underdamped seperti yang ditunjukan oleh gambar 3.16.

Gambar 3.16. Sinyal keluaran RLC seri underdamped

Sehingga didapatkan nilai maximum overshoot (Mp), peak time (tp), dan, TD.

Selain itu dilakukan juga penggantian nilai resistor penyusunnya untuk mengetahui pengaruhnya pada sinyal keluaran.

Setelah didapatkan nilai maximum overshoot (Mp), peak time (tp), dan, TD.

Kemudian dicari nilai R L dan C untuk mendapatkan persamaan orde dua yang berlaku pada CFA, dengan menggunakan persamaan – bersamaan berikut:

=

=

maximum overshoot

(3.5)

=

=

waktu puncak (3.6)

(13)

24

⍵ =

= ⍵ −

=frekuensi alamiah teredam (3.8)

=

=

damping factor (3.9)

⍵ =

= frekuensi alamiah tak teredam

(3.10)

Setelah didapatkan nilai R, L dan C persamaan orde dua yang berlaku pada CFA dicari berdasarkan analogi rangkaian RLC seri sebagai berikut:

Gambar 3.17. Rangkaian RLC seri

=

1

+ + 1 (3.11)

= ( ) +1 + 1 (3.12)

3.2.6. Penguat selisih dan penguat instrumentasi berbasis op-amp CFA (Lampiran F)

(14)

25

3.2.6.1. Penguat selisih (Differential Amplifier)

Gambar 3.18. Rangkaian Penguat selisih

Pada percobaan penguat selisih disusun rangkaian seperti gambar 21 dimana sinyal masukan Vi1 berupa sinyal sinus 1Vpp kemudian tersambung pada sebuah pembagi tegangan yang tersusun dari 1buah potensiometer sehingga dapat diatur besar tegangan Vi2. Kemudian nilai tegangan keluaran dibandingkan dengan hasil perhitungan matematis yang sesuai dengan persamaan (3.13).

= − 21 (3.13)

Dimana :

 Vo = tegangan keluaran  Vi1 = tegangan masukan utama

 Vi2 = tegangan masukan setelah melalui pembagi tegangan  R1 = nilai resistor pada posisi R1 (sesuai gambar)

 R2 = nilai resistor pada posisi R2 (sesuai gambar)

(15)

26 3.2.6.2. Penguat instrumentasi

Gambar 3.19. Rangkaian penguat instrumentasi

Pada percobaan penguat instrumentasi disusun rangkaian seperti pada gambar 3.19. Dengan Vi1 1Vpp dan Vi2 diatur menjadi setengah dari Vi1. Kemudian diamati nilai Vo1 nilai Vo2 dan Vo, untuk kemudian dibandingkan dengan perhitungan matematis sesuai dengan persamaan berikut:

1 = 1 + 78 × 1 − 78 × 2 (3.14)

2 = 1 + 78 × 2 − 78 × 1 (3.15)

(16)

27

Dimana :

 Vo = tegangan keluaran akir  Vi1 = tegangan masukan utama

 Vi2 = tegangan masukan setelah melalui pembagi tegangan  Vo1 = tegangan keluaran U2 pada gambar 3.19

 Vo2 = tegangan keluaran U3 pada gambar 3.19

3.2.7. Tapis-Tapis Aktif Berbasis Op-amp CFA (Lampiran G)

Dengan tujuan menganalisa dan mempelajari aplikasi current feedback op-amp sebagai suatu rangkaian tapis aktif (active filter) diantaranya yaitu lowpass filter dan High pass filter.

Low pass fiter atau tapis lolos bawah adalah filter yang meloloskan frekuensi masukan yang nilai frekuensinya lebih kecil dari frekuensi cut-off, jika frekuensi masukannya lebih besar dari frekuensi cut-off maka amplitude sinyal akan mengecil, idealnya pada hal ini sinyal masukan sama sekali tidak diloloskan. Berikut gambar rangkaian.

Gambar 3.20. Rangkaian dan lowpass filter orde 1

Gambar rangkaian diaatas merupakan rangkaian lowpass filter orde 1 dengan persamaan sebagai berikut.

(17)

28

= 1 +1 + 21 (3.18)

= 1 + 21

1 + ⍵c (3.19)

Dimana :

 Vout = tegangan keluaran akir  Vin = tegangan masukan

 R1 = nilai resistor pada posisi R1 (sesuai gambar)  R2 = nilai resistor pada posisi R2 (sesuai gambar)  R = nilai resistor pada posisi R (sesuai gambar)  C = nilai resistor pada posisi c (sesuai gambar)  c = 2πfc =

High pass filter atau tapis lolos atas adalah sebuah rangkaian tapis yang meloloskan sinyal inputan yang frekuensinya lebih tinggi daripada frekuensi penggal, dan akan melemahkan sinyal masukan yang frekuensinya lebih kecil dari frekuensi penggal. Berikut gambar rangkaian high pass filter dan respon frekuensinya.

(18)

29

Gambar rangkaian diatas merupakan rangkaian highpass filter orde 1 dengan persamaan sebagai berikut.

 R1 = nilai resistor pada posisi R1 (sesuai gambar)  R2 = nilai resistor pada posisi R2 (sesuai gambar)  R = nilai resistor pada posisi R (sesuai gambar)  C = nilai resistor pada posisi c (sesuai gambar)  c = 2πfc =

Semakin tinggi orde tapis yang digunakan, maka hasil filter yang didapatkan semakin mendekati dengan sifat idealnya, artinya ketika frekuensi masukan sesuai dengan frekuensi penggal (fc) amplitudo keluarannya nol. Hal ini berlaku juga untuk highpass filter. Berikut contoh respon frekuensi tiap orde tapis pada low pass filter

(19)

Untuk mencari transfer fungsi yang berlaku pada tapis orde dua, digunakan topologi voltage controlled voltage source

berikut:

Gambar diatas merupakan rangkaian tapis orde dua dimana nilai Z1 sampai Z4 bisa berupa resistor maupun kapasitor tergantung dari rangkaian yang ingin dibuat, apakah berupa lowpass filter

Dengan menggunakan hu

30

Gambar 3.22. Respon frekuensi butterworth filter

Untuk mencari transfer fungsi yang berlaku pada tapis orde dua, digunakan

voltage controlled voltage source (VCVS) atau topologi Sallen K

Gambar 3.23. VCVS (voltage controlled voltage source)

Gambar diatas merupakan rangkaian tapis orde dua dimana nilai Z1 sampai Z4 bisa berupa resistor maupun kapasitor tergantung dari rangkaian yang ingin dibuat,

lowpass filter atau Highpass filter.[8]

Dengan menggunakan hukum kirchoff didapatkan persamaan sebagai berikut

+ − − + = 0 (3

Untuk mencari transfer fungsi yang berlaku pada tapis orde dua, digunakan topologi Sallen Key sebagai

)

Gambar diatas merupakan rangkaian tapis orde dua dimana nilai Z1 sampai Z4 bisa berupa resistor maupun kapasitor tergantung dari rangkaian yang ingin dibuat,

persamaan sebagai berikut.

(20)

31

+ − 1 + 1 + +1 = 0 (3.24)

Karena, = ,dimana K adalah nilai penguatan op-amp maka persamaan menjadi:

+ − ( + ) 1 + 1 + +1 = 0

= 1

− 1 + ( + ) 1 + 1 + +1

= 1

− + ( + ) + ( + ) +

=

− + + 1 + + 1 +

=

(1 − ) + + 1 + 1 ( + ) (3.25)

Dimana :

 Vout = tegangan keluaran akir

 Vin = tegangan masukan

 Z1, Z2, Z3, Z4 = nilai impedansi sesuai pada gambar (dapat berupa R maupun C)

(21)

32

Dengan memanfaatkan persamaan 3.20 maka transfer fungsi untuk lowpass filter maupun highpass filter dapat ditemukan dengan subtitusi masing2 nilai dari Z1 sampai Z4 yaitu sebagai berikut:

Untuk Low Pass Filter orde 2

Gambar 3.24. Rangkaian lowpass filter orde 2

Dengan subtitusi Z1=R1, Z2=R2, Z3=1/sC3, dan Z4=1/sC4, maka transfer fungsi untuk Lowpass Filter adalah

( ) =1 + ( + ) + (1 − ) + = ′

+⍵ + ⍵ (3.26)

Untuk Highpass filter orde 2

Gambar 3.25. Rangkaian highpass filter orde 2

(22)

33 ( ) =

+ 1 + 1 + 1 (1 − ) + 1

= ′

+⍵ + ⍵ (3.27)

Pada topik ke-7 ini dilakukan percobaan untuk masing2 rangkaian filter, dilakukan dengan mengvariasikan frekuensi masukan agar dapat mengetahui respon frekuensi dari masing-masing filter, selain itu juga dilakukan pengubahan nilai resistor yang mempengaruhi nilai penguatan untuk membuktikan perbedaannya dengan penggunaan Voltage feedback amplifier.

3.2.8. Penguat Photocurrent berbasisi op-amp CFA (Lampiran H)

Dengan tujuan mempelajari dan menganalisa cara kerja dari salah satu aplikasi op-amp Current Feedback sebagai sebuah penguat photocurrent.

Penguat photocurrent yang dipelajari pada percobaan kali ini memanfaatkan photodioda

sebagai komponen utamanya, dimana photodiode merupakan salah satu komponen yang peka terhadap cahaya, resistansi pada photodiode akan berubah-ubah apabila intensitas cahaya yang diberikan pada photodiode berubah-ubah. Pada keaadaan gelap atau tidak ada cahaya yang masuk ke photodiode nilai resistansinya akan sangat besar sehingga tidak ada arus yang mengalir, sebaliknya semakin besar cahaya yang jatuh pada photodiode nilai resistansinya semakin kecil dan arus yang mengalir semakin besar. Berikut symbol photodiode:

Gambar 3.26. Symbol photodiode

(23)

Rangkaian diatas memanfaatkan arus listrik yang dikeluarkan oleh photodiode sebagai masukan (IP), untuk kemudian diubah menjadi tegangan. sehingga nilai penguatan yang berlaku pada rangkaian diatas adalah

=

Rangkaian diatas memanfaatkan arus listrik yang dikeluarkan oleh photodiode sebagai masukan (IP), untuk kemudian diubah menjadi tegangan. sehingga nilai penguatan yang berlaku pada rangkaian diatas adalah .

(3

Rangkaian diatas memanfaatkan arus listrik yang dikeluarkan oleh photodiode sebagai masukan (IP), untuk kemudian diubah menjadi tegangan. sehingga nilai

3.28)

3.29)

3.30)

(24)

35

 Rf = nilai resistor pada posisi Rf (sesuai gambar)  Cf = nilai resistor pada posisi Cf (sesuai gambar)

Gambar

Gambar 3.1. Konfigurasi pin LT-1227
Gambar 3.2.(a). Rangkaian pengukur hambatan masukan kaki non inverting
Gambar 3.4. Rangkaian pengukur transimpedansi
Gambar 3.7. Rangkaian pengukuran slew rate
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pemberdayaan, adalah segala upaya pemerintah daerah dalam melindungi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi agar tetap eksis dan mampu berkembang

terlebih lagi yang sifatnya tradisional seperti tutur Widhi Sastra Dharma Kapatian. Banyak hal yang tidak disadari masyarakat tentang prilaku yang mereka lakukan

Suatu citra yang dihasilkan oleh kamera atau sudah terdapat pada komputer sesungguhnya adalah kumpulan dari ribuan titik kecil dan tiap titik tersebut memiliki warna

Nomor (1) : Nama kantor wilayah bea dan cukai yang membawahi kantor pabean atau kantor pelayanan utama bea dan cukai tempat permohonan pemuatan barang untuk ekspor

Kendala utama yang dihadapi Pengadilan Agama untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 menyangkut tiga hal, yaitu, pertama, belum adanya aturan hukum

Angiofibroma nasofaring juvenille adalah tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologik jinak namun secara klinis bersifat ganas, karena

Fasilitas Komunitas Sepeda di Surabaya ini merupakan fasilitas yang dibuat dengan menggunakan pendekatan simbolik sehingga menghasilkan perancangan yang

Ogan Komering