(halaman)@@
~O@
Pikiran
Rakyat
o
Selasa
-4 5 20
o
MarC
Rabu0
Kamis.
Jumat6 7
~
9 10 1121
22
23
24
2~
26
OApr
.M<Ji
OJun
OJul
0
Agso
Sabtu12
13
27
28
OS;P
OOkt
()
Minggu
14
15
16
29
30
31
o
Nov0
Des_.
Optimalisasi
-
-
--
Pelayanan
-Publik
-.-Oleh LIA MULIAWATY
B
URUKNYA pelayanan publik yang dilakukan birokrasi pemerintah memang bukan hal baru. Pato-logi birokrasi, seperti pungli, korupsi, kolusi, nepotisme, dis-kriminasi pelayanan, pr<;>sedu-ralisme, serta berbagai macam kegiatan yang tidak efektif dan efisien telah mengakibatkan terpuru~ya pelayanan publik yang dilakukan pemerintahan kita. Fakta di lapangan masih banyak menunjukkan hal ini (Governance and Decentraliza-tion Survey 2008). _Tiga masalah penting yang terjadi di lapangan dalam pe-nyelenggaraan pelayanan pub-lik oleh birokrasi pemerintah, yaitu pertama, besarnya diskri-minasi pelayanan. Artinya, pe-nyelenggaraan pelayanan ma-sih amat dipengaruhi hubung-an perkoncohubung-an, kesamahubung-an afi-liasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberla-kukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Nega-r_~ng B~~dari KKN:y.:mg
secara tegas menyatakan keha-rusan adanya kesamaan pela-yanan, bukannya cliskriminasi. Kedua, tidak adanya kepasti-an biaya dim waktu pelaykepasti-ankepasti-an. Ketidakpastian ini sering men-jadi penyebab munculnya KKN. Para penggunajasa cen-derung memilih menyogok de-ngan biaya tinggi kepada pe-nyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan.
Ketiga, rendahnya tingkat ke-puasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Ini merupa-kan konsekuensi logis dari ada-nya diskriminasi pelayanan dan ketidakpastian. Memang, mela-kukan optimalisasi pelayanan publik yang dilakukan birokra-si pemerintahan bukanlah pe-kerjaan mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan. Di antara beberapa aspek terse-but adalah kultur birokrasi yang tidak kondusif yang telah lama mewarnai pola pikir biro-krat sejak era kolonial dahulu.
Prosedur dan etika pelayan-an ypelayan-ang berkembpelayan-ang dalam bi-rokrasi kita sangat jauh dari ni-lai-nilai serta praktik yang menghargai warga bangsa se-bagai warga negara yang ber-daulat. 'Prosedur pelayanan, misalnya, tidak dibuat untuk mempermudah pelayanan, te-tapi lebih untuk melakukan kontrol terhadap perilaku war-ga sehingwar-ga prosedurnya ber-belit-belit dan rumit.
Eksistensi PNS (amtenar) merupakan jabatan terhormat yang begitu dihargai tinggi dan diidolakan publik sehingga filo-sofi PNS sebagai pelayan publik
~blic servant) dalam arti riil
menghadapi kendala untuk di-realisasikan. Hal ini terbukti dengan sebutan pangreh raja
(pemerintah negara) dan pa-mong praja (pemelihara peme-rintahan) yang menunjukkan bahwa mereka siap dilayani, bukan siap melayani.
Di sam ping it,u, kendala in-frastruktur organisasi belum mendukung pola pelayanan prima yang diidolakan. Hal ini terbukti dengan belum terba-ngunnya kaidah-kaidah atau prosedur-prosedur baku pela-yanan yang memihak publik serta standar kualitas minimal yang semestinya diketahui pub-lik selaku konsumennya di samping perincian tugas-tugas organisasi pelayanan publik se-cara komplet. Standard opera-ting procedure (SOP) pada ma-sing-masing service provider
belum diidentifikasi dan disu-sun sehingga tujuan pelayanan masih menjadi pertanyaan be-sar. Akibatnya, pada satu pihak penyedia pelayanan dapat ber-tindak semaunya tanpa merasa bersalah kepada masyarakat.
Birokrasi pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harns diperha-tikan kebutuhannya.
Pemerin-tah harus mendengarkan
seca-ra cermat pelanggannya, mela-lui survei pelanggan, kelompok fokus, dan berbagai metode lain. Tradisi pejabat birokrasi selama ini sering berlaku kasar dan angkuh ketika melayani warga yang datang. Tradisi ini harns diubah dengan menghar-gai mereka sebamenghar-gai warga nega-ra yang berdaulat serta harus diperlakukan dengan baik dan wajar. Di antara keunggulan sistem berorientasi pada pe-langgan adalah memaksa pem-beri iasa ~a,: belEn~ngja-K/lplng
J-fumas
Unpad
2009
--wab kepada pelanggannya, mendepolitisasi keputusan ter-hadap pilihan pemberi jasa, merangsang lebih banyak ino-vasi, memberi kesempatan ke-pada warga untuk memilih di antara berbagai macam pela-yanan, mendorong untuk men-jadi pelanggan yang
berkomit-men, dan menciptakan peluang lebih besar bagi keadilan.
Pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Misalnya, untuk menghadapi sakit, mere-ka mendanai perawatan kese-hatan; menghadapi kejahatan, mereka mendanai lebib banyak polisi; memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak truk pemadam kebakaran. Pola pemerintahan semacam ini ha-rus diubah dengan lebih ber-konsentrasi pada pencegahan. Misalnya, membangun sistem air dan pembuangan air kotor untuk mencegah penyakit dan membuat peraturan bangunan untuk mencegah kebakaran. Pola pencegahan harus dikede-pankan daripada pengobatan, inengingat persoalan-persoalan publik semakin kompleks.
Pemerintahan atau organisa-si publik lebih baik berlungorganisa-si sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan merespons perubahan ling-kungan bukan dengan pende-katan tradisional lagi, seperti berusaha mengontrollingkung-an, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk memben-tuk lingkungan yang memung-kinkan kekuatan p~ar berlaku. Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayailan publik,
_
hal yan~ diuraikan tadiseha-rusnya dijalankan pemerintah sekaligus sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa le-bib optimal dan maksimal. De-ngan demikian, pelayanan pub-lik oleh birokrasi kita bisa men-jadi lebih optimal dan
akunta-bel. Mudah-mudahan. ***