Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
ABSTRAK
PENANAMAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA
(Studi Deskriptif pada Keluarga Peserta Didik di Lembaga PAUD Al-Jariyah Babakansari Kec.Kiaracondong Kota Bandung)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai titik sentral serta strategis mengingat bahwa beberapa studi yang menyatakan anak usia dini adalah masa keemasan, sehubungan kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi secara efektif, maka penanaman kecerdasan spiritual pada anak sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting, tentunya orangtua bertanggungjawab mengenai hal tersebut mengingat keluarga merupakan sebuah institusi dengan kapasitas besar dalam mendidik anak. Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan gambaran yang aktual mengenai penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga. Permasalahan dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:1)bagaimana pemahaman orangtua tentang perannya sebagai pendidik kecerdasan spiritual dalam keluarga; 2)bagaimana penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga; 3)faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga. Konsep dalam penelitian ini berupa teori mengenai, Pendidikan Keluarga sebagai bagian Pendidikan Luar Sekolah, Keluarga, Anak Usia Dini, dan Kecerdasan Spiritual. Metode dalam penelitian ini ialah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif sederhana termasuk didalamnya menyajikan data dalam bentuk persentase untuk menggambarkan tujuan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket, studi literatur, dan studi dokumentasi, adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah para orangtua peserta didik pada sebuah lembaga PAUD yang berjumlah 35 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1)hampir seluruhnya orangtua peserta didik telah memahami akan perannya sebagai pendidik kecerdasan spiritual dalam keluarga; 2)sebagian besar orangtua peserta didik telah melaksanakan penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga sesuai dengan kaidah keilmuan; 3)hampir seluruhnya orangtua peserta didik telah menyatakan bahwa faktor pembawaan dan faktor lingkungan telah menjadi faktor pendukung dalam penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga, sedangkan sebagian kecil orangtua peserta didik menyatakan bahwa hal tersebut telah menjadi faktor penghambat. Simpulan penelitian berupa penafsiran penulis diperoleh bahwa keluarga khususnya orangtua sudah semestinya mempunyai ilmu pengetahuan agar senantiasa era modernitas dapat dijadikan pematik hal-hal yang positif bagi keluarga, sehingga anak tidak terhanyut dalam kebiasaan-kebiasaan dalam pola kehidupan modernitas yang tentunya lebih kepada hal-hal yang bersifat duniawi. Kecerdasan ilmu pengetahuan haruslah dimaknai secara majemuk, khususnya kecerdasan spiritual melalui beragama dengan baik, hal inipun tidak terlepas dari kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, serta lembaga pendidikan, dengan jalinan hubungan kerjasama yang baik maka era modernitas dapat dijadikan sarana untuk mencapai pendidikan yang berkualitas baik dalam dimensi duniawi maupun ukhrawi.
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
ABSTRACT
CULTIVATION of SPIRITUAL INTELLIGENCE in EARLY CHILDHOOD in the FAMILY
(a descriptive Study on Learners in the Family Institution PAUD Al-Jariyah Babakansari Kiaracondong Bandung)
Early childhood education (PAUD) as a strategy for human resource development should be viewed as a strategic and central point bearing in mind that some studies suggesting early childhood was a golden age, in respect of spiritual intelligence is the foundation needed to enable the intellectual and emotional intelligence intelligence effectively, the cultivation of the spiritual intelligence in children from an early age is an important thing, of course, parents are responsible about it given the family is an institution with a large capacity in educating children. The purpose of this research in General is to get a clearer picture of the actual planting of spiritual intelligence in early childhood in the family. Problems in the research are formulated as follows: 1)how parental understanding of her role as educator spiritual intelligence within the family; 2)how spiritual intelligence of planting in early childhood in the family; 3) What factors become supporters and restricting the cultivation of spiritual intelligence in early childhood in the family. Concepts in the study of theories about Family Education, as part of Education Beyond school, early childhood, Family, and Spiritual intelligence. The method in this research is descriptive method using a simple quantitative approach including presents data in the form of percentages to describe the purpose of this research. Data collection techniques used is a question form, study literature, studies and documentation, as for the sample in this research are the parents of the students at an institution which amounted to 35 PAUD respondent. The research results showed that: 1) almost entirely parents learners will have understood its role as educator spiritual intelligence within the family; 2) most parents of the students already carry out planting of spiritual intelligence in early childhood in the family in accordance with the rules of science; 3) almost entirely learner's parents have stated that the bringing of the factors and environmental factors has been a factor in supporting the planting of spiritual intelligence in early childhood in the family, while a small percentage of parents of the students stated that it has become a barrier to factor. A summary of the research of the interpretation of the authors retrieved that families especially parents already must have knowledge in order to continue the era of modernity can be pematik a positive things for the family, so that the child is not to be swayed in the customs in the pattern of life of modernity that would of course be to things that are temporal. Intelligence science is meant to be in a compound, in particular spiritual intelligence through religion properly, and this thing is inseparable from the collaboration between community, Government, and educational institutions, with the tangle of relations of good cooperation the era of modernity can be the means to achieve quality education in both the earthly or ukhrawi dimension.
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 10
C. Tujuan Penilitian ... 11
D. Manfaat Peneilitian ... 11
E. Struktur Organisasi ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ... 14
B. Pendidikan Keluarga sebagai Bagian Pendidikan Luar Sekolah ... 16
1. Relevansi PLS dengan Pendidikan Keluarga ... 16
2. Relevansi Tenaga Pendidik dalam PAUD ... 20
C. Keluarga ... 22
1. Pengertian Keluarga ... 22
2. Tugas Keluarga ... 22
3. Fungsi Keluarga ... 23
4. Tujuan Keluarga dan Pengaruhnya terhadap Pendidikan Keluarga .. 24
5. Strategi Pendidikan Keluarga ... 27
D. Anak Usia Dini (AUD) ... 28
1. Pengertian Anak Usia Dini ... 28
2. Karakteristik Anak Usia Dini ... 28
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
E. Kecerdasan Spiritual ... 33
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual ... 34
2. Mengembangkan Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini ... 36
3. Relevansi Kecerdasan Spiritual dan Agama ... 42
4. Pengembangan Kecerdasan Spiritual serta Beragama pada AUD .... 44
5. Karakteristik Seseorang yang Memiliki Kecerdasan Spiritual ... 45
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Spiritual AUD .. 47
BAB III METODE PENELITIAN ... 52
A. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian ... 52
B. Desain Penelitian ... 54
1. Tahap Pra-Persiapan ... 54
2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 54
3. Tahap Analisis Data ... 55
4. Tahap Penulisan Laporan ... 55
C. Definisi Operasional ... 55
1. Kecerdasan Spiritual ... 55
2. Anak Usia Dini ... 55
3. Keluarga ... 56
4. Penanaman Kecerdasan Spiritual pada AUD dalam Keluarga ... 56
D. Metode Penelitian ... 56
E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 58
F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 59
1. Angket atau Kuisioner ... 60
2. Studi Literatur ... 60
3. Studi Dokumentasi ... 60
G. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 61
1. Tahap Persiapan ... 61
2. Tahap Pembuatan Kisi-kisi ... 61
3. Tahap Penyusunan Angket ... 61
4. Tahap Revisi Angket ... 61
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
H. Prosedur Pengolahan Data ... 62
1. Seleksi Data ... 62
2. Klasifikasi Data ... 62
3. Tabulasi Data ... 62
4. Analisa dan Penafsiran Data ... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Kiaracondong ... 64
B. Hasil Penelitian ... 66
1. Pemahaman Orangtua akan Perannya sebagai Pendidik Kecerdasan Spiritual dalam Keluarga ... 66
2. Penanaman Kecerdasan Spiritual pada AUD dalam Keluarga ... 76
3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Penanaman Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini dalam Keluarga ... 86
C. Pembahasan ... 93
1. Pemahaman Orangtua akan Perannya sebagai Pendidik Kecerdasan Spiritual dalam Keluarga ... 94
2. Penanaman Kecerdasan Spiritual pada AUD dalam Keluarga ... 96
3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Penanaman Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini dalam Keluarga ... 100
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 102
A. Simpulan ... 102
B. Saran ... 103
1. Orangtua ... 103
2. Lembaga Pendidikan ... 103
3. Masyarakat ... 104
4. Pemerintah/Pemerintah Daerah ... 104
5. Penelitian Selanjutnya ... 104
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Karakteristik Berdasarkan Usia ... 58
Tabel 3.2. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 59
Tabel 4.1. Pendapat Responden Mengenai Pemeliharaan
Tumbuh-Kembang Anak ... 66
Tabel 4.2. Pendapat Responden Mengenai Perlunya Pendidikan Pada
Anak ... 67
Tabel 4.3. Pendapat Responden Mengenai Anak sebagai Individu yang
Wajib Diberikan Pelayanan yang Baik oleh Orangtuanya ... 67
Tabel 4.4. Pendapat Responden Mengenai Orangtua adalah Sebagai
Pendidik/Guru bagi Anak ... 68
Tabel 4.5. Pendapat Responden Mengenai Perlunya Bimbingan dan
Pengembangan Kebiasaan-kebiasaan Perilaku Anak kepada
Hal-hal yang Lebih Bermakna ... 69
Tabel 4.6. Pendapat Responden Mengenai Anak Dapat Berkembang
dan Mengetahui dengan Sendirinya ... 69
Tabel 4.7. Pendapat Responden Mengenai Perlunya Orangtua Berperan
Sebagai Conselor Bagi Anak ... 70
Tabel 4.8. Pendapat Responden Mengenai Pentingnya Peran Orangtua
Sebagai Contoh/teladan serta Model bagi Anak ... 70
Tabel 4.9. Pendapat Responden Mengenai Pemahaman akan Perlunya
Orangtua Mempunyai Kemampuan Untuk Dapat
Memberikan Pelayanan yang Baik Kepada Anak ... 71
Tabel 4.10. Pendapat Responden Mengenai Peranannya Terhadap Anak
Selain Sebagai Orangtua yang Memiliki Hubungan Darah
dengan Anak ... 72
Tabel 4.11. Pendapat Responden Mengenai Pembedaan antara
Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ),
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
Tabel 4.12. Pendapat Responden Mengenai Pentingnya Penanaman
Kecerdasan Spiritual pada Anak Sejak Usia Dini ... 73
Tabel 4.13. Pendapat Responden Mengenai Kolaborasi dengan Berbagai
Pihak dalam Pendidikan pada Anak Usia Dini dalam
Keluarga ... 73
Tabel 4.14. Pendapat Responden Mengenai Ketidaksadaran ataupun
Ketidaktahuannya Secara Jelas akan Perannya dalam
Pendidikan Pada Anak Usia Dini dalam Keluarga ... 74
Tabel 4.15. Pendapat Responden Mengenai Peran-Peran Responden
yang Telah Dapat Diperani oleh Responden dalam
Pendidikan Pada Anak Usia Dini dalam Keluarga ... 75
Tabel 4.16. Pendapat Responden Mengenai Kegiatan
Pembelajaran/Penanaman Kecerdasan Spiritual yang Telah
Diselenggarakan ... 76
Tabel 4.17. Pendapat Responden Mengenai Cara Menjelaskan
Pendidikan Keagamaan Pada Anak Dalam Keluarga ... 77
Tabel 4.18. Pendapat Responden Mengenai Waktu Yang Dilaksanakan
dalam Proses Penanaman Kecerdasan Spiritual Pada Anak
dalam Keluarga ... 77
Tabel 4.19. Pendapat Responden Mengenai Kemampuannya dalam
Membimbing Anak Agar Menemukan Makna dalam
Kehidupan ... 78
Tabel 4.20. Pendapat Responden Mengenai Kemampuannya dalam
Mengembangkan Pelatihan Kecerdasan Spiritual Kepada
Anak ... 79
Tabel 4.21. Angket mengenai apakah Responden dapat Melibatkan
Anak dalam Beribadah ... 80
Tabel 4.22. Pendapat Responden Mengenai Apakah Responden Dapat
Bersama Dengan Anak Menikmati Pemandangan Alam
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
Tabel 4.23. Pendapat Responden Mengenai Apakah Respoden Telah
Dapat Bersama dengan Anak Mengunjungi
Kerabat/Saudara Maupun Oranglain yang Berduka ... 81
Tabel 4.24. Pendapat Responden Mengenai Apakah Responden Dapat
Mencerdaskan Spiritual Pada Anak Melalui Kisah ... 81
Tabel 4.25. Pendapat Responden Mengenai Apakah Responden Dapat
Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Pada Anak Dengan
Menanamkan Sifat Sabar dan Syukur Pada Anak Sejak Usia
Dini ... 82
Tabel 4.26. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran dan Perasaan
Responden Akan Hasil Dari Penanaman Kecerdasan
Spiritual Pada Anak Usia Dini yang Telah Responden
Laksanakan Telah Tertanam Pada Diri Anak ... 83
Tabel 4.27. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran dan Perasaan
Responden akan Proses Hingga Hasil dari Penanaman
Kecerdasan Spiritual pada Anak Telah Membawa Tumbuh
Kembang Anak Sesuai dengan Norma-Norma yang Berlaku
... 84
Tabel 4.28. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran dan Perasaan
Responden akan Proses Hingga Hasil Dari Penanaman
Kecerdasan Spiritual Pada Anak Telah Berpengaruh Kepada
Diri Anak Sesuai dengan Harapan Responden ... 84
Tabel 4.29. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran dan Perasaan
Responden akan Proses Hingga Hasil dari Penanaman
Kecerdasan Spiritual Pada Anak Telah Berpengaruh Kepada
Prestasi Akademis Anak ... 85
Tabel 4.30. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran Dan Perasaan
Responden Akan Proses Dan Hasil Dari Penanaman
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
Tabel 4.31. Pendapat Responden Mengenai Pemahaman Keagamaan
Pada Diri Anak, akan Menjadi sebuah Faktor Pendukung
atau Faktor Penghambat ... 87
Tabel 4.32. Pendapat Responden Mengenai Budaya Pada Diri Anak
Baik Secara Kebudayaan Turun Temurun Maupun
Kebudayaan yang Dipengaruhi oleh Lingkungan Sekitar
Anak ... 87
Tabel 4.33. Pendapat Responden Mengenai Apakah Keadaan
Psikis/Kejiwaan Pada Diri Anak Menjadi Faktor Pendukung
bagi Penanaman Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 88
Tabel 4.34. Pendapat Responden Mengenai Apakah Kekuatan Bawaan
Pada Diri Anak Menjadi Faktor Pendukung Bagi
Penanaman Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 89
Tabel 4.35. Pendapat Responden Mengenai Apakah Pembawaan Pada
Diri Anak dalam Hubungan dengan Pertemanan Bermain
Anak Menjadi Faktor Pendukung Bagi Penanaman
Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 89
Tabel 4.36. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lingkungan dalam
Keluarga Responden Menjadi Faktor Pendukung Bagi
Penanaman Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 90
Tabel 4.37. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lingkungan
Sekolah Anak Menjadi Faktor Pendukung Bagi Penanaman
Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 91
Tabel 4.38. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lingkungan
Masyarakat Menjadi Faktor Pendukung Bagi Penanaman
Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 91
Tabel 4.39. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lamanya
Keberadaan Anak dalam Lingkungan Keluarga Menjadi
Faktor Pendukung Bagi Penanaman Kecerdasan Spiritual
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
Tabel 4.40. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lamanya
Keberadaan Anak Dalam Lingkungan Sekolah Serta
Masyarakat Menjadi Faktor Pendukung Bagi Penanaman
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Hubungan antara IQ, EQ, dan SQ ... 9
Gambar 4.1. Grafik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kecamatan
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Instrument Penelitian (Kisi-kisi)
Lampiran 2. Angket Penelitian
Lampiran 3. Surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing Penyusunan Skripsi
Lampiran 4. Lembar Bimbingan Skripsi (Frekuensi Bimbingan)
Lampiran 5. Permohonan Izin Observasi/Penelitian
Lampiran 6. Permohonan Izin Mengadakan Penelitian
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Para cendekiawan di dunia telah menghabiskan waktu lebih dari dua puluh
tahun untuk meneliti permasalahan seputar sistem kemanusiaan, pembelajaran
transformasi, dan keefektifan pribadi. Robert K Cooper (dalam Agustian, 2005,
hlm. 36) mengemukakan bahwa “Apa yang mereka tinggalkan dibelakang dan
acapkali mereka lupakan adalah aspek hati”. Hal ini diperkuat oleh Daniel
Goleman (dalam Agustian, 2005, hlm. 42) mengemukakan bahwa :
Berdasarkan survei di Amerika Serikat tahun 1918 tentang kecerdasan intelektual, ditemukan paradoks membahayakan yaitu skor kecerdasan intelektual anak-anak makin tinggi, kecerdasan emosi mereka justru turun. Lebih mengkhawatirkan lagi, data hasil survey besar-besaran tahun 1970 dan 1980 terhadap para orangtua dan guru. Mereka mengatakan “Anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi ketimbang generasi terdahulunya”.
Secara pukul rata berdasarkan survei besar-besaran yang dilakukan diberbagai
Negara tersebut, dapat dimaknai bahwa anak-anak dewasa ini tumbuh dalam
kesepian, lebih mudah depresi, mudah marah, lebih sulit di atur, lebih gugup,
lebih egois, dan lebih cenderung cemas termasuk impulsif dan agresif. Dalam
realitas dewasa ini, khususnya dalam lingkup bangsa Indonesia, di satu pihak kita
melihat perkembangan-perkembangan yang cukup berarti di bidang pendidikan, di
pihak lain kita menyaksikan dengan kasat mata terdapat sejumlah keprihatinan
dalam dunia pendidikan Indonesia. Seperti yang dimuat oleh salah satu media
informasi di Indonesia yaitu Kompas, pada tanggal 5 September 2001, diberitakan
bahwa :
2
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
“Visi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia adalah
Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Untuk
Membentuk Insan Indonesia Cerdas dan Berkarakter Kuat” (diakses melalui:
http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/tentang-kemdikbud-visi).
Insan Indonesia Cerdas tersebut meliputi cerdas spiritual (olah hati/kalbu),
cerdas emosional dan sosial (olah rasa), cerdas intelektual (olah pikir), dan cerdas
kinestetik (olah raga). Sedangkan Insan Indonesia Berkarakter Kuat meliputi
semangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, inovatif (agent of change),
produktif, sadar mutu, dan berorientasi global.
Insan Indonesia Cerdas dan Berkarakter Kuat sebagai Visi Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia haruslah dimaknai secara komprehensif. Tujuan
pendidikan hendaknya menyeluruh yakni mengembangkan seluruh aspek/bidang
hidup dari para siswa. Begitu pula dalam pembelajaran, guru dan orangtua tidak
hanya jatuh pada kecenderungan untuk mengembangkan segi kognitif saja
melainkan kecerdasan secara majemuk.
Jika menyimak isi UUD 1945, dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan “...
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”, serta
dalam Amandemen UUD 1945, Pasal 28b dinyatakan “setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi”. Kemudian didalam UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dinyatakan “setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpatisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”, lalu pada pasal 9 ayat 1 dalam UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 tersebut dinyatakan
bahwa “setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pendidikan dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan bakat dan
minatnya”. Maka didapatkan pemahaman bahwa salah satu makna dari visi
pendidikan nasional Indonesia ialah sebagai salah satu dasar terbentuknya
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan awal pendidikan karakter
3
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
Pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan
memberikan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan
keterampilan pada anak (kompetensi) merupakan pendidikan yang di berikan
kepada anak usia dini. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal
dan Informal (dalam Dinas Pendidikan Kab. Tasikmalaya : 2013), menyatakan :
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaran pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi, motorik halus dan kasar), kecerdasan (cerdas spiritual/olah hati, cerdas intelektual/olah pikir, cerdas sosial-emosional/olah rasa, kecerdasan kinestetik/olah raga).
Agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan maka didalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 tedapat jalur
pendidikan yang didalamnya terdapat pendidikan formal, non formal, dan
informal. Pada UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
Bab 1 pasal 1 ayat 14 dikemukakan bahwa :
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan, pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Kemudian pada pasal 28 tentang pendidikan anak usia dini dinyatakan bahwa:
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan atau informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal : TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan usia dini jalur informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Tujuan PAUD ini seperti yang telah dikemukakan oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Dinas Pendidikan Kab.
Tasikmalaya : 2013), menyatakan “kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut, mengurangi angka mengulang kelas (repeater), mengurangi angka putus
sekolah, mempercepat pencapaian wajib belajar, meningkatkan mutu pendidikan,
mengurangi angka buta huruf muda, memperbaiki derajat kesehatan dan gizi anak
4
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
Oleh karena itu, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai strategi
pembangunan sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai titik sentral dan
sangat fundamental serta strategis mengingat bahwa ;
1. Beberapa studi tentang anak usia dini yang merupakan masa keemasan/The
Golden Age seperti yang telah dikemukakan oleh Osborn dkk. (dalam Dinas
Pendidikan Kab.Tasikmalaya, 2013) menunjukan bahwa :
Usia dini merupakan masa keemasan (The Golden Age) namun sekaligus periode yang sangat kritis dalam tahap perkembangan manusia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dari lahir sampai usia 4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50%. Pada usia 4 tahun hingga 8 tahun mencapai 80%, dan sisanya sekitar 20% diperoleh saat anak berusia 8 tahun keatas.
2. Soetjiningsih (1995) mengemukakan bahwa :
Pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini, bahkan sejak dalam kandungan sangat menentukan derajat kualitas kesehatan, intelegensi, kematangan emosional, dan produktivitas manusia pada tahap berikutnya. Dengan demikian investasi pengembangan anak usia dini merupakan investasi yang sangat penting bagi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
Pendidikan sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia tersebut dapat
diselenggarakan melalui berbagai jalur pendidikan, hal ini sesuai dengan UU RI
nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional telah dikemukakan
dalam BAB VI Pasal 13 ayat 1 bahwa “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya”. Lalu kemudian pada BAB I pasal 1 ayat 11-13 dinyatakan bahwa :
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, kemudian pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, serta pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Mengingat bahwa “pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui
jalur pendidikan formal, non formal, dan/atau informal.” (UU RI Sisdiknas no.20
tahun 2003 pasal 28 ayat 2), serta dalam UU yang sama pasal 28 ayat 5
diterangkan bahwa “pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan”. Lalu selanjutnya dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 73
5
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan atau
tidak”. Sedangkan, oleh karena “pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.” (UU RI Sisdiknas no.20. tahun 2003. BAB I. pasal 1.
ayat 13), lalu selanjutnya diterangkan bahwa “kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri” (UU Sisdiknas no.20 tahun 2003, pasal 27 ayat 1), maka pendidikan
anak usia dini secara informal tersebut berada diluar sistem persekolahan dengan
kata lain pendidikan informal/pendidikan keluarga merupakan bagian dari
pendidikan luar sekolah. Agar lebih memahami pengertiannya, berikut ini adalah
definisi yang diberikan oleh Sudjana (1991, hlm. 7), memberikan batasan
mengenai pendidikan luar sekolah yaitu :
Setiap usaha pendidikan dalam arti luas yang padanya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan di luar sekolah sehingga seseorang atau sekelompok orang memperoleh informasi tentang pengetahuan, latihan dan bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang memungkinkan baginya untuk menjadi peserta yang lebih efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaannya, lingkungan masyarakat dan bahkan lingkungan negara.
Kemudian berikutnya mengenai pedidikan informal telah tercantum didalam
UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB VI, Bagian
Keenam, Pasal 27, diterangkan bahwa :
1. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
2. Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3. Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan informal merupakan pendidikan dalam keluarga yang berlangsung
sejak anak dilahirkan sesuai dengan tahap perkembangannya. Keluarga
merupakan lingkungan pertama bagi anak yang memberikan sumbangan bagi
perkembangan dan pertumbuhan fisik maupun psikis anak dalam kehidupannya.
Pendidikan dalam keluarga berlangsung sepanjang usia sehingga setiap individu
6
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah
pengaruh kehidupan keluarga.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Aini (2006) bahwa “pendidikan
informal sama sekali tidak terorganisasi secara struktural, tidak terdapat
perjenjangan kronologis, tidak mengenal adanya ijazah, waktu belajar sepanjang
hayat, dan lebih merupakan hasil pengalaman individual mandiri dan
pendidikannya tidak terjadi dalam medan interaksi belajar mengajar buatan”.
Adapun menurut Coombs menyatakan bahwa ‘pendidikan informal ialah
pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar
atau tidak sadar, sejak seseorang lahir sampai meninggal’. Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk karakter serta
moral seorang anak. Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya
ayah, ibu, dan anak, sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu, keluarga
merupakan tempat ternyaman bagi anak. Berawal dari keluarga segala sesuatu
berkembang seperti kemampuan untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri,
berpendapat, hinga perilaku yang menyimpang. Dalam keluarga, orangtua
merupakan teladan pertama bagi anak-anak. Dari orangtua, mereka belajar
nilai-nilai moral dan religi, serta seluruh perilaku sehari-hari. Keluarga adalah pusat
perpindahan nilai-nilai moral, keyakinan beragama, dan norma-norma sosial dari
satu generasi ke generasi berikutnya, juga harus menciptakan kondisi untuk
pengembangan jiwa dan emosional anggotanya. Keluarga sebagai pendidikan
informal tercantum didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peran keluarga dalam hal pendidikan
bagi anak tetap penting dan tidak tergantikan sekalipun anak sudah menjalani
pendidikan formal. Keluarga sebagai sekolah utama bagi anak, khususnya anak
usia dini. Disinilah peran orangtua yang tentunya sangat berperan dalam
pentransformasian pendidikan kepada anak, peran orangtua sangatlah urgent,
orangtua adalah tonggak harapan bangsa, yang akan berperan penting dalam
pembentukan kepribadian yang mulia terhadap para penerus bangsa. Oleh karena
itu, orangtua, hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan
pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan
7
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
orangtua adalah tutor yang paling berpengaruh dan penting dalam awal kehidupan
seorang anak. Pendidikan dasar anak usia dini, pada dasarnya harus berdasarkan
pada nilai-nilai filosofis dan religi yang dipegang oleh lingkungan yang berada
disekitar anak dan agama yang dianutnya. Pembelajaran hendaknya tidak lagi
hanya menekankan kognitif saja tetapi juga kecerdasan secara majemuk. Tujuan
pendidikan harus menyeluruh yakni mengembangkan seluruh aspek/bidang hidup
dari para siswa. Begitu pula dalam pembelajaran guru tidak hanya jatuh pada
kecenderungan untuk mengembangkan segi kognitif saja. Kecerdasan intelektual
yang selama ini dibangga-bangakan, akhirnya runtuh dengan temuan tentang
kecerdasan emosional. “Kecerdasan intelektual hanya menyumbang tidak lebih
dari 20% terhadap keberhasilan seseorang, sisanya yakni 80% justru ditentukan
oleh faktor lain, termasuk kecerdasan emosional” (Nugroho, 2003, hlm. 39).
Letupan ketakjuban akan kecerdasan emosional rupanya tak terlalu lama
berlangsung, dunia pendidikan kembali disentakan oleh hasil akhir dari teori EQ
dan IQ. Teori tersebut hanya menekankan atau berorientasi pada kebendaan,
materi dan hubungan manusia semata yang bersifat sementara. Oleh sebab itu,
seseorang yang mengakui adanya Tuhan atau kekuatan yang luar biasa selain
manusia akan mencari tujuan yang abadi, jangka panjang, dan mutlak/hakiki.
Viktor E Frankl (dalam Agustian, 2001, hlm. 19) mengemukakan bahwa :
“Bahwasannya individu manusia ataupun korporasi dewasa ini membutuhkan
meaning and value dalam setiap langkah hidupnya. Tidak hanya berkualitas
prima, berkesesuaian dengan masyarakat sosialnya, namun juga memiliki makna
dan nilai dalam segala aspek kehidupannya”. The Ultimate Intelligence, London,
pada tahun 2000 (dalam Agustian, 2005, hlm. 44) mengemukakan bahwa :
Kecerdasan spiritual, merupakan temuan terkini secara ilmiah, yang pertama kali di gagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Havard University dan Oxford University melalui riset yang sangat komprehensif.
Selanjutnya, Agustian (2005, hlm. 44) mengemukakan bahwa :
8
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
otak manusia yang terkosentrasi pada usaha untuk menyatukan serta memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan saraf yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna.
Danah Zohar dan Ian Marshal (dalam Agustian, 2005, hlm. 46)
mengemukakan mengenai definisi kecerdasan spiritual sebagai berikut :
Kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan inteletual dan kecerdasan emosi secara efektif. Bahkan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita.
Pada akhirnya, kematangan kecerdasan tersebut haruslah diciptakan melalui
pendidikan. Maka, ketika pendidikan tersebut tidak bejalan dengan efektif, akan
muncullah polemik-polemik yang tidak sesuai dengan tujuan awal yaitu
ketidakmatangnya kecerdasan secara majemuk dengan komprehensif. Sebagai
contoh ketika seorang anak tidak memiliki pendidikan moral secara baik yang
menekankan pada kecerdasan secara majemuk, sedangkan sebagaimana diketahui
bahwa “... usia dini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan
karakter dan kepribadian anak.” (Sujiono, 2009, hlm. 7) dan beberapa studi yang mengatakan anak usia dini adalah masa keemasan/The Golden Age serta sekaligus
periode yang sangat kritis dalam tahap perkembangan manusia.
Maka ketika anak tersebut menjadi penerus bangsa bahkan di amanati sebagai
seseorang yang mempunyai pengaruh penting maka yang terjadi adalah
ketidakmatangan sumber daya manusia yang tidak memiliki kecerdasan secara
majemuk. Hal tersebut dapat dilihat dari sudah banyak yang tidak amanahnya
pemimpin-pemimpin di Negara Indonesia, mereka tidak mengindahkan
kepribadian/akhlak yang mulia, hal ini salah satunya selaras dengan yang telah di
muat dalam media masa Hizbut Tahrir Indonesia, 30 Desember 2012 yaitu
“maraknya korupsi di dunia pendidikan mulai pemerintah pusat, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, desa, termasuk yang terjadi di sekolah-sekolah”.
Selain hal tersebut berbagai tindakan remaja pun sudah banyak yang
menyimpang, melampaui batas, dan sudah menjurus pada tindakan kejahatan atau
9
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
yang dekat dengan anak-anak yang tidak lain sebagai generasi penerus bangsa
dapat mendidik anaknya dengan menekankan pula kecerdasan spiritual (tidak
meninggalkan pula kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional) karena
harapan pendidikan sejak usia dini ini adalah akan tumbuhnya sikap religius anak.
Pola relasi ini akan membentuk terjadinya relasi positif antara ketiga kecerdasan
tersebut, meski tetap mengakui adanya diferensiasi, karena sesungguhnya segi
diferensiasi kecerdasan-kecerdasan inilah akan memberikan kontribusi pemetaan
struktural antara ketiganya dalam struktur kepribadian seseorang.
Agustian (2005, hlm. 46) mengemukakan hubungan/sinergi antara kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, serta kecerdasan spiritual sebagai berikut:
Tuhan
Spiritual
SQ (hati nurani/fitrah)
IQ (Intelektual) EQ (Emosional)
Gambar 1.1.
Hubungan antara IQ, EQ, SQ.
Selain dari uraian tersebut dapat ditinjau pula dari hasil beberapa analisis
dalam peristiwa-peristiwa kehidupan saat ini maka penulis sangat tertarik untuk
membahas fenomena tersebut dalam bentuk penelitian.
Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana penanaman kecerdasan
spiritual pada anak usia dini dalam keluarga, dalam penelitian ini penulis memilih
keluarga dari para orangtua anak usia dini pada PAUD Al-Jariyah Kecamatan
Kiaracondong Kota Bandung yang bernaung dibawah Yayasan Al-Jariyah yang
bergerak dalam bidang kemanusiaan, pendidikan, sosial, dan keagamaan di Kota
Bandung. Penelitian ini dirasa cocok dilaksanakan pada ruanglingkup PAUD
tersebut dikarenakan Yayasan Al-Jariyah telah dikenal oleh masyarakat sekitar
maupun masyarakat luas. Oleh karena itu, diharapkan dengan diadakannya
penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi lembaga tersebut mengenai Suara
10
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
proses penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga yang
dilakukan oleh orangtua anak usia dini pada PAUD tersebut. Hiruk pikuk
perkotaan dapat menjadikan keluarga tersebut disibukkan oleh hal-hal keduniaan
saja, diharapkan keluarga semestinya tetap mencari makna dan nilai dari
kehidupan disegala aspeknya serta mengkaitkannya kepada kehidupan akhirat
kelak. Kota Bandung sebagai ibu kota Provinsi Jawa Barat menjadikan kota yang
hidup serta berkembang disegala bidangnnya, baik dalam bidang pariwisata,
kuliner, fashion, travel, pendidikan, organisasi, komunitas, serta hal-hal lainnya.
Oleh karena hal itu, penelitian ini dirasa sangat tepat dilaksanakan pada
masyarakat yang menjalani kehidupan di kota yang sedang berkembang pesat
tersebut yang memang tentunya perkembangan tersebut lebih kepada hal-hal yang
bersifat duniawi.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana
proses penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga oleh
orangtua anak usia dini pada Lembaga PAUD Al-Jariyah Kecamatan
Kiaracondong Kota Bandung. Maka kemudian peneliti menentukan judul
penelitian “Penanaman Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini dalam Keluarga (Studi Deskriptif pada Keluarga Peserta Didik di Lembaga PAUD
Al-Jariyah Babakansari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung)”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian dan hasil observasi serta beberapa
pertanyaan dalam wawancara penulis pada studi awal penelitian dengan memilih
responden yaitu pengelola pada Lembaga PAUD Al-Jariyah, terdapat beberapa
permasalahan yang telah diungkapkan, secara umum yaitu sebagai berikut :
1. Dua dari lima orangtua belum memahami tentang perannya sebagai pendidik
kecerdasan spiritual dalam keluarga, hal ini berdasarkan orangtua yang enggan
atau malas untuk menambah pengetahuannya mengenai perannya sebagai
pendidik untuk anaknya, selain hal tersebut orangtua lebih cenderung hanya
memperhatikan pembelajaran dari segi kognitifnya (IQ) saja tanpa
memperhatikan kecerdasan secara majemuk.
2. Tiga dari lima orangtua belum menyadari bahwa anak usia dini merupakan
11
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak, sehingga orangtua kurang
peduli dan memprioritaskan pendidikan sejak anak usia dini, juga hal ini
berdasarkan orangtua kurang menyadari akan pentingnya menanamkan
kecerdasan spiritual melalui beragama dengan baik pada anak sejak usia dini.
3. Dua dari lima orangtua belum memahami bahwa lingkungan sekitar dapat
berpengaruh dalam perkembangan kecerdasan spiritual bagi anak, hal ini
berdasarkan orangtua yang kurang peduli terhadap kebiasaan perilaku
sehari-hari anaknya dalam lingkungan sekitar, serta orangtua yang enggan untuk
menjalin hubungan kerjasama dengan masyarakat serta lembaga pendidikan
dan atau pemerintah daerah mengenai pendidikan anak usia dini.
Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pemahaman orangtua tentang perannya sebagai pendidik
kecerdasan spiritual dalam keluarga ?
2. Bagaimana penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam
keluarga ?
3. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam penanaman
kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga ?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang
aktual mengenai penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam
keluarga. Lalu kemudian tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemahaman orangtua tentang perannya sebagai pendidik
kecerdasan spiritual dalam keluarga.
2. Untuk mengetahui penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam
keluarga.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari penanaman
kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
12
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kajian
pendidikan luar sekolah/pendidikan non formal dan informal dalam hal yang
melingkupi pemahaman orangtua mengenai pentingnya berperan sebagai pendidik
kecerdasan spiritual dalam keluarga, dan proses penanaman kecerdasan spiritual
pada anak usia dini yang dilakukan didalam keluarga beserta pembahasan lanjut
mengenai faktor pendukung dan penghambat dari proses penanaman kecerdasan
spiritual pada anak usia dini dalam keluarga.
2. Secara praktis
Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
informasi dalam meningkatkan peran keluarga yang berkualitas sesuai fungsinya
sehingga dapat melahirkan anak-anak yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cerdas, kreatif, inovatif, dan serta
anak dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya. Khususnya anak
dapat selalu menumbuhkan kecerdasan spiritual yang dimilikinya, harapan
pendidikan spiritual sejak usia dini ini adalah akan tumbuhnya sikap religius anak.
E. Struktur Organisasi
Demi kebaikan serta kelancaran pembahasan dan penyusunan dalam
penelitian ini, maka berikut ini rancangan pokok pembahasan yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi uraian tentang pendahuluan. Pendahuluan berisi latar
belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan struktur organisasi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka mengemukakan teori yang sedang dikaji dan kedudukan
masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Kajian pustaka berfungsi
sebagai landasan teoretik dalam menyusun pertanyaan penelitian dan tujuan
penelitian. maka kajian teoritis yang akan dikemukakan mengenai Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Keluarga sebagai Jalur
Pendidikan Luar Sekolah, Konsep Keluarga, Anak Usia Dini, dan Kecerdasan
Spiritual meliputi pengertian kecerdasan spiritual, mengembangkan kecerdasan
spiritual pada anak usia dini, relevansi kecerdasan spiritual dan agama,
13
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
karakteristik seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual, faktor-faktor yang
memperngaruhi pengembangan spiritual pada anak usia dini.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi penjabaran mengenai Lokasi dan Subjek Sampel
Penelitian, Desain Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian, Populasi
dan Sampel Penelitian, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data,
Langkah-langkah Pengumpulan Data, Prosedur Pengolahan Data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini terdiri dari dua hal utama, yakni pengolahan atau analisis data
untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan
penelitian, dan tujuan penelitian, serta pembahasan atau analisis temuan.
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kelurahan Babakansari
Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung, tepatnya di jln.wuluku RT.03/RW.10
dan sekitarnya, yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki cukup banyak
anak usia dini, di sisi lain lokasi tersebut dipilih karena daerah tersebut merupakan
daerah pertengahan Kota Bandung yang dapat menjadikan daerah tersebut
disibukkan oleh hiruk pikuk perkotaan, yang tentunya dapat menjadikan sebuah
keluarga disibukkan oleh hal-hal keduniaan saja, lalu kemudian lupa atau bahkan
mengesampingkan dalam hal pencarian makna dan nilai dari kehidupan disegala
aspeknya serta mengkaitkannya kepada kehidupan akhirat kelak.
Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat menjadikan kota yang
hidup serta berkembang disegala bidangnnya, baik dalam bidang pariwisata,
kuliner, fashion, travel, pendidikan, organisasi, komunitas, serta hal-hal lainnya.
Oleh karena hal itu, penelitian ini dirasa sangat tepat dilaksanakan pada
masyarakat yang menjalani kehidupan di kota yang sedang berkembang pesat
tersebut yang memang tentunya perkembangan tersebut lebih kepada hal-hal yang
bersifat duniawi. Seperti contoh melalui pengamatan peneliti di daerah sekitar
tersebut, bahwa anak-anak lebih tertarik kepada tempat-tempat rental permainan
modern, misalnya game on-line, playstation, dan game/gadget sebagainya,
sedangkan disisi lain tempat madrasah atau pengajian anak-anak dimasjid menjadi
kurang peminatnya. Ketertarikan anak ini diantaranya disebabkan lingkungan
perkotaan yang tentunya membawa pengaruh pada modernisasi khususnya dalam
bidang permainan, oleh karena itu seharusnya modernisasi permainan tersebut
dapat di kendalikan dengan bimbingan orangtua terhadap anaknya kepada hal-hal
yang lebih bermakna, khususnya penanaman kecerdasan spiritual melalui
53
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 2. Subjek Sampel Penelitian
Subjek penelitian merupakan orang/responden pada latar penelitian. Secara
lebih tegas Moleong (dalam Suryabrata, 2003, hlm. 188) menyatakan bahwa
“Subjek penelitian merupakan orang dalam pada latar penelitian, mereka itu
adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian”. Sedangkan menurut Arikunto (2006, hlm. 145), bahwa :
Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Jika kita bicara tentang subjek penelitian, sebetulnya kita berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti. Dalam penelitian ini, responden adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat.
Penentuan subjek penelitian ditentukan dengan total populasi pada suatu
Lembaga PAUD, informan yang terpilih sebagai subjek penelitian pada penelitian
ini dirasa sangat cocok untuk menjadi sumber data yang baik dan berdasarkan
maksud untuk menemukan jawaban mengenai proses penanaman kecerdasan
spiritual pada anak usia dini dalam keluarga. Subjek penelitian yang dijadikan
sumber data dalam penelitian ini adalah para orangtua peserta didik pada sebuah
Lembaga PAUD yang berjumlah 35 peserta didik, lembaga tersebuk merupakan
bagian dari sebuah lembaga yayasan sosial yang bernaman Al-Jariyah. Para
orangtua tersebut berdomisili pada daerah yang merupakan pertengahan Kota
Bandung yang dapat menjadikan daerah tersebut disibukkan oleh hiruk pikuk
perkotaan, yang tentunya dapat menjadikan sebuah keluarga disibukkan oleh
hal-hal keduniaan saja, lalu kemudian lupa atau bahkan mengesampingkan dalam hal-hal
pencarian makna dan nilai dari kehidupan disegala aspeknya serta
mengkaitkannya kepada kehidupan akhirat kelak. Dari para orangtua tersebut
peneliti akan menggali data dan informasi mengenai pemahaman orangtua tentang
pentingnya berperan sebagai pendidik yang memiliki kemapuan didalam keluarga,
proses penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini yang dilakukan
didalam keluarga, serta mengenai faktor pendukung dan penghambat dari proses
54
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
B. Desain Penelitian
1. Tahap Pra-Persiapan
Tahapan pertama yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan observasi pada tempat yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian
yaitu wilayah Babakansari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. Hal tersebut
dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang terdapat
dilokasi yang akan dipilih sebagai lokasi penelitian. Gambaran yang diperoleh
meliputi lokasi penelitian, lingkungan penelitian baik sekolah madrasah maupun
lingkungan sosial yang mendukung terhadap perkembangan kecerdasan spiritual
pada anak usia dini, serta budaya-budaya umum pendidikan dalam keluarga pada
lingkungan sekitar. Selanjutnya peneliti melakukan perizinan kepada pihak-pihak
terkait untuk dapat melakukan penelitian di lokasi tersebut.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahapan ini peneliti mempertimbangkan dalam berbagai aspek dalam
rangka untuk memilih permasalahan yang akan dijadikan fokus teliti, data yang
akan dipergunakan, subjek dan narasumber untuk mendapatkan informasi, metode
yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Setelah peneliti
menentukan hal-hal tersebut, selanjutnya peneliti menyusun instrumen penelitian,
kemudian mengumpulkan data melalui angket dari sampel penelitian serta
membuat kesimpulan hasil data yang diperoleh dilapangan. Adapun kirteria yang
akan dijadikan sampel penelitian ialah keluarga atau para orangtua yang memiliki
anak usia dini pada PAUD Al-Jariyah Babakansari Kecamatan Kiaracondong
Kota Bandung. Tatacara penyebaran angket yang dilaksanakan oleh peneliti
melalui para peserta didik (anak) saat proses pembelajaran di lembaga PAUD
tersebut, lalu angket tersebut diberikan/dititipkan kepada peserta didik untuk
dibawanya pulang kerumah yang kemudian diberikan kepada orangtuannya.
Setelah itu, di keesokan harinya peserta didik maupun orangtua telah dapat
55
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 3. Tahap Analisis Data
Pada tahapan ini peneliti melakukan analisis hasil data yang diperoleh
dilapangan, tahap ini merupakan salah satu tahap yang dapat menentukan dalam
temuan jawaban atas permasalahan penelitian. Metode yang digunakan dalam
menganalisis data yang diperoleh dari lapangan adalah metode analisis deskriptif.
Pada tahap analisis data ini berawal dari pengumpulan data dan informasi yang
diperoleh dari teknik pengumpulan data yang dilaksanakan oleh peneliti,
kemudian data diolah sesuai dengan kaidah pengolahan data dalam penelitian ini.
4. Tahap Penulisan Laporan
Setelah peneliti dapat menyelesaikan penulisan laporan penelitian maka akan
berlanjut pada tahap pelaksanaan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peneliti
kepada pihak-pihak yang terkait serta pihak-pihak yang berwenang untuk dapat
disetujui dan layak untuk disajikan sesuai dengan kaidah keilmuan dalam
lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia khususnya.
C. Definisi Operasional
1. Kecerdasan Spiritual
Konsep kecerdasan spiritual dalam penelitian ini bermaksud kepada
keterkaitan kecerdasan spiritual dengan agama dan atau nilai keTuhanan.
Disamping faktor-faktor eksternal, sesungguhnya pula makna hidup yang dicari
oleh manusia itu bertumpu pada naluri religiositas dan spiritualitas manusia.
Dalam Islam, naluri tersebut dikenal dengan istilah fitrah dan hanif yang dapat
menjadi sumber daya potensial bagi manusia untuk beragama dan bersikap
religious, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat, sehingga
eksistensinya di dunia menjadi bermakna atau hidupnya punya makna. Dengan
demikian, maka bisa dipastikan bahwa agama itu bisa menyediakan makna hidup
yang dicari dan dibutuhkan oleh manusia. Atas berbagai hal inilah, dapat didapati
bahwa kecerdasan spiritual seseorang sangat erat kaitannya dengan keagamaan.
2. Anak Usia Dini
Konsep anak usia dini pada penelitian ini bermaksud kepada adanya fitrah
pada setiap manusia ketika dilahirkan didunia yang mesti dipelihara sejak usia
56
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
Asyafah (2009, hlm. 84) mengemukakan bahwa :
Kata fitrah dalam Al-Qur’an dan hadits diungkapkan dalam beberapa tempat.
Kecenderungan makna yang dapat diperoleh bahwa fitrah itu berarti: a)agama (Q.S. ar-Rum:30); b)kesucian (H. Abu Hurairah); c)beragama tauhid; d)bentuk yang diberikan kepada manusia pada saat penciptaannya dahulu (Q.S
al-A’raf:172); e)murni atau ikhlas (H.R. Abu Hamid dari Muadz); f)mengakui
adanya kebenaran; g)potensi dasar manusia (Q.S. Yasiin:22); h)tabiat alami yang dimiliki manusia (H.R. Muslim); dan i)gharizah (insting) dan al-munazzalah (wahyu dari Allah).
Menurut ajaran Islam, fitrah manusia itu berbagai macam atau jenisnya.
Berdasarkan isyarat Al-Qur’an, Sunaryo Kartadinata (dalam Asyafah, 2008, hlm.
290-298) mengungkapkan bahwa “asal kejadian manusia (fitrah manusia) itu ada
enam, yaitu: 1)fitrah beragama; 2)fitrah sosial; 3)fitrah makhluk susila; 4)fitrah
sebagai makhluk bermatabat tinggi; 5)fitrah suci; 6)fitrah intelektual”.
3. Keluarga
Konsep keluarga pada penelitian ini erat kaitannya dengan keagamaan, seperti
yang terdapat pada definisi operasional sebelumnya mengenai kecerdasan spiritual
yang erat kaitannya dengan agama serta anak usia dini yang membawa berbagai
ke-fitrah-an dalam dirinya termasuk fitrah agama. Disamping hal tersebut, konsep
keluarga pada penelitian ini lebih di tekankan kepada peranan orangtua sebagai
pendidik kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga, meliputi proses
penanaman serta faktor pendukung dan penghambat dari penanaman kecerdasan
spiritual pada anak usia dini tersebut.
4. Penanaman Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini dalam Keluarga
Penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga adalah
runtunan/rangkaian perubahan (peristiwa)/tindakan dalam tingkat dan fase yang
dilalui saat proses penanaman kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna
atau value kepada anak yang berusia nol hingga enam tahun didalam lingkungan
yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.
D. Metode Penelitian
Menurut Purwadarminta dalam Sudjana (2005, hlm. 7) mengemukakan bahwa
“Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
suatu maksud”, sedangkan “penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu langkah
57
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
masalah atau mendapat jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu”
(Suryabrata, 2009. hlm. 11). “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data, dengan tujuan dan kegunaan tertentu” (Sugiyono,
2013. hlm. 3), hal tersebut sependapat dengan Arikunto (2006, hlm. 160),
“Metode penelitian yaitu cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data penelitiannya”.
Penelitian ini mencoba mengemukakan serta menggali hingga mempelajari
suatu kondisi mengenai proses penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia
dini dalam keluarga. Maka akan tepat juga cocok jika penelitian ini menggunakan
metode deskriptif. Sehubungan dengan pendapat Nazir (2005, hlm. 54) yang
menyatakan bahwa :
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistemati, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.
Disamping hal tersebut, oleh karena subjek penelitian terdiri dari beberapa
keluarga/orangtua mengingat adanya populasi orangtua yang memiliki anak usia
dini pada sebuah lembaga pendidikan PAUD maka penelitian ini dirasa akan
cocok menggunakan penelitian kuantitatif.
Adapun metode deskriptif yang digunakan pada penelitian kuantitatif dikenal
dengan sebutan statistik deskriptif. Statistik deskriptif menurut Sugiyono (2013,
hlm. 207-208) adalah “statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi”.
Penyajian data yang termasuk ke dalam statistik deskriptif menurut Sugiyono
(2013) adalah sebagai berikut :
Penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase.
Teknik penyajian data pada penelitian ini adalah melalui perhitungan
persentase serta pada tahap simpulan menggunakan perhitungan rata-rata dari
58
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 E. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan dari subjek penelitian. Arikunto (2003, hlm.
108) mengemukakan “populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau totalitas
kelompok subjek, baik manusia, gejala, nilai, benda-benda atau peristiwa yang
menjadi sumber data”. Populasi dalam penelitian ini adalah para orangtua yang
memiliki anak usia dini (peserta didik) pada Lembaga PAUD Al-Jariyah
Babakansari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. Berdasarkan data lembaga
tersebut sampai saat ini terdapat 35 anak peserta didik pada PAUD tersebut. Oleh
karena itu, peneliti menentukan populasi dalam penelitian ini adalah 35 orang
yang merupakan total sample dari orangtua peserta didik pada lembaga tersebut.
2. Sampel Penelitian
Arikunto (1986, hlm. 104), mengemukakan bahwa “sampel adalah sebagian
atau wakil dari populasi yang diteliti”. Selanjutnya Arikunto (1986, hlm. 107)
menyatakan bahwa “untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila banyaknya populasi
kurang dari 100, lebih baik di ambil semua, sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi”. Sehubungan jumlah populasi dalam penelitian ini relatif
kecil, maka pengambilan sampel penelitian ini adalah seluruh dari populasi, yaitu
para orangtua peserta didik di Lembaga PAUD Al-Jariyah Babakansari
Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. Sesuai dengan pengambilan sampel dari
keseluruhan jumlah populasi, maka sampel penelitian dalam penelitian ini adalah
35 responden. Populasi yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki
karakteristik yang berbeda-beda berdasarkan usia, tingkat pendidikan, dan
profesi/mata pencaharian. Berikut ini akan dikemukakan mengenai karakteristik
responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini :
a. Karakteristik Berdasarkan Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut : Tabel 3.1
Karakteristik Berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi (f) Persentase (%)
1 < 20 Tahun 6 17,14
2 20 - 30 Tahun 21 60
3 30 - 40 Tahun 8 22,86
Jumlah 35 100
59
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
Berdasarkan pengolahan data tersebut diperoleh bahwa usia yang kurang dari
20 tahun terdapat sebanyak 6 orang (17,14%) dari total sampel pada penelitian ini
yaitu sebanyak 35 responden. Sedangkan usia diantara 20 tahun sampai 30 tahun
terdapat sebanyak 21 orang (60%), dan 8 orang (22,8%) yang tersisa merupakan
usia antara 30 tahun sampai 40 tahun.
b. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh dari
[image:33.595.132.497.275.399.2]penyebaran angket adalah sebagai berikut :
Tabel 3.2
Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat
Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)
1 SD/MI 2 5,71
2 SLTP/SMP/MTs 3 8,57
3 SLTA/SMA/MA 21 60
4 Perguruan Tinggi 9 25,71
Jumlah 35 100
Sumber: Pengolahan Angket, 2013
Berdasarkan pengolahan data tersebut diperoleh bahwa terdapat sebanyak 2
orang (5,71%) berpendidikan SD, dari total sampel pada penelitian ini yaitu
sebanyak 35 responden. Lalu kemudian terdapat sebanyak 3 orang (8,57%) yang
bertingkat pendidikan SMP, sedangkan sebanyak 21 orang (60%) berpendidikan
SMA/sederajat, dan 9 orang (25,71%) yang tersisa bertingkat pendidikan
perguruan tinggi.
F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
“Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”
(Arikunto, 2006, hlm. 160). Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik
angket atau kuisioner dalam mengumpulkan data yang ada di lapangan, serta studi
literatur dan studi dokumentasi. Adapun penjelasan mengenai teknik
60
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 1. Angket atau Kuisioner
Kartini Kartono (1986, hlm. 20) yang menyatakan bahwa :
Angket atau kuisioner adalah suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak), dilakukan dengan jalan mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan atau respons tertulis sepenuhnya.
Angket dalam penelitian disiapkan untuk menggali data dan informasi dari
responden mengenai penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam
keluarga. Pedoman angket yang disajikan meliputi aspek individu (nama, umur,
jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan responden), dan beberapa pertanyaan
yang terkait pada rumusan masalah/pertanyaan penelitian dalam penelitian ini.
2. Studi Literatur
Studi literatur digunakan untuk mengungkap atau mengkaji konsep dan teori
para ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Disamping hal
tersebut, studi literatur digunakan untuk mencari, menegaskan, melengkapi, dan
menganalisis data yang didapatkan dari lapangan. Penggunaan teknik ini
dilakukan dengan mempelajari atau mengkaji beberapa sumber bacaan, seperti
buku-buku dan hasil penelitian terdahulu ataupun browsing internet yang sesuai
dengan permasalahan penelitian sehingga dapat menunjang proses penelitian.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan proses pengumpulan data/informasi berupa
catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental lainnya. Arikunto (2006, hlm. 231) mengemukakan bahwa
“metode dokumentasi tidak kalah penting dari metode-metode lain, yaitu mencari
data dan mengenal hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya”.
Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini lebih mudah dalam
pelaksanaannya, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap,
belum berubah. Oleh karena itu, studi dokumentasi merupakan proses
pengumpulan dokumen-dokumen baik dari lembaga maupun yang terdapat di
lapangan. Hal ini, selain sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti juga sebagai
61
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015
G. Langkah-Langkah Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
Persiapan yang dilakukan peneliti adalah dengan mengkaji serta memahami
dengan sungguh terhadap penelitian ini, termasuk didalamnya terkait perumusan
masalah, tujuan penelitian, hasil dari observasi dilapangan, kaidah keilmuan, serta
aspek-aspek yang akan diteliti yang tentunya mesti relevan dengan fokus
penelitian maupun rumusan masalah penelitian.
2. Tahap Pembuatan Kisi-Kisi
Pembuatan kisi-kisi penelitian bermaksud untuk membantu penelitian dalam
penyusunan angket, dengan adanya kisi-kisi penelitian maka fokus penelitian akan
lebih jelas meliputi aspek-aspek yang akan diteliti, indikator hingga sub-sub
indikator dari aspek tersebut, sumber data, serta teknik pengumpulan data.
3. Tahap Penyusunan Angket
Pada tahap penyusunan angket, diawali dari penyusunan berbagai pertanyaan
yang akan digunakan pada angket atau kuisioner. Angket tersebut merupakan
teknik untuk memperoleh data dari responden atau sampel penelitian. Berbagai
pertanyaan tersebut mengacu kepada indikator-indikator sesuai dari perumusan
masalah pada penelitian ini yang tidak lain indikator tersebut merupakan indikator
dari para ahli tertentu sesuai dengan kajian permasalahan. Termuatnya berbagai
pertanyaan tersebut didampingi dengan berbagai alternatif jawaban bagi
responden.
4. Tahap Revisi Angket
Perevisian angket dimaksudkan agar angket yang nantinya akan diberikan
kepada para responden dapat dipahami dan tersajikan dengan baik, termasuk
didalamnya penyusunan kalimat, maksud dari pertanyaan, maupun kaidah bahasa
yang santun sehingga responden dapat dengan nyaman dalam membaca.
5. Tahap Penggandaan Angket
Penggandaan angket merupakan pengcopyan data sesuai dengan yang
dibutuhkan, meliputi banyaknnya sampel penelitian atau responden,
pendokumentasian, serta pihak-pihak yang terkait perihal pengecekan terhadap
62
Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 H. Prosedur Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan kegiatan ketika peneliti mengolah data-data dari