• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANAMAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA: Studi Deskriptif pada Keluarga Peserta Didik di Lembaga PAUD Al-Jariyah Babakansari Kec.Kiaracondong Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENANAMAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA: Studi Deskriptif pada Keluarga Peserta Didik di Lembaga PAUD Al-Jariyah Babakansari Kec.Kiaracondong Kota Bandung."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

ABSTRAK

PENANAMAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA ANAK USIA DINI DALAM KELUARGA

(Studi Deskriptif pada Keluarga Peserta Didik di Lembaga PAUD Al-Jariyah Babakansari Kec.Kiaracondong Kota Bandung)

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai titik sentral serta strategis mengingat bahwa beberapa studi yang menyatakan anak usia dini adalah masa keemasan, sehubungan kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi secara efektif, maka penanaman kecerdasan spiritual pada anak sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting, tentunya orangtua bertanggungjawab mengenai hal tersebut mengingat keluarga merupakan sebuah institusi dengan kapasitas besar dalam mendidik anak. Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan gambaran yang aktual mengenai penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga. Permasalahan dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:1)bagaimana pemahaman orangtua tentang perannya sebagai pendidik kecerdasan spiritual dalam keluarga; 2)bagaimana penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga; 3)faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga. Konsep dalam penelitian ini berupa teori mengenai, Pendidikan Keluarga sebagai bagian Pendidikan Luar Sekolah, Keluarga, Anak Usia Dini, dan Kecerdasan Spiritual. Metode dalam penelitian ini ialah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif sederhana termasuk didalamnya menyajikan data dalam bentuk persentase untuk menggambarkan tujuan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket, studi literatur, dan studi dokumentasi, adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah para orangtua peserta didik pada sebuah lembaga PAUD yang berjumlah 35 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1)hampir seluruhnya orangtua peserta didik telah memahami akan perannya sebagai pendidik kecerdasan spiritual dalam keluarga; 2)sebagian besar orangtua peserta didik telah melaksanakan penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga sesuai dengan kaidah keilmuan; 3)hampir seluruhnya orangtua peserta didik telah menyatakan bahwa faktor pembawaan dan faktor lingkungan telah menjadi faktor pendukung dalam penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga, sedangkan sebagian kecil orangtua peserta didik menyatakan bahwa hal tersebut telah menjadi faktor penghambat. Simpulan penelitian berupa penafsiran penulis diperoleh bahwa keluarga khususnya orangtua sudah semestinya mempunyai ilmu pengetahuan agar senantiasa era modernitas dapat dijadikan pematik hal-hal yang positif bagi keluarga, sehingga anak tidak terhanyut dalam kebiasaan-kebiasaan dalam pola kehidupan modernitas yang tentunya lebih kepada hal-hal yang bersifat duniawi. Kecerdasan ilmu pengetahuan haruslah dimaknai secara majemuk, khususnya kecerdasan spiritual melalui beragama dengan baik, hal inipun tidak terlepas dari kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, serta lembaga pendidikan, dengan jalinan hubungan kerjasama yang baik maka era modernitas dapat dijadikan sarana untuk mencapai pendidikan yang berkualitas baik dalam dimensi duniawi maupun ukhrawi.

(2)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

ABSTRACT

CULTIVATION of SPIRITUAL INTELLIGENCE in EARLY CHILDHOOD in the FAMILY

(a descriptive Study on Learners in the Family Institution PAUD Al-Jariyah Babakansari Kiaracondong Bandung)

Early childhood education (PAUD) as a strategy for human resource development should be viewed as a strategic and central point bearing in mind that some studies suggesting early childhood was a golden age, in respect of spiritual intelligence is the foundation needed to enable the intellectual and emotional intelligence intelligence effectively, the cultivation of the spiritual intelligence in children from an early age is an important thing, of course, parents are responsible about it given the family is an institution with a large capacity in educating children. The purpose of this research in General is to get a clearer picture of the actual planting of spiritual intelligence in early childhood in the family. Problems in the research are formulated as follows: 1)how parental understanding of her role as educator spiritual intelligence within the family; 2)how spiritual intelligence of planting in early childhood in the family; 3) What factors become supporters and restricting the cultivation of spiritual intelligence in early childhood in the family. Concepts in the study of theories about Family Education, as part of Education Beyond school, early childhood, Family, and Spiritual intelligence. The method in this research is descriptive method using a simple quantitative approach including presents data in the form of percentages to describe the purpose of this research. Data collection techniques used is a question form, study literature, studies and documentation, as for the sample in this research are the parents of the students at an institution which amounted to 35 PAUD respondent. The research results showed that: 1) almost entirely parents learners will have understood its role as educator spiritual intelligence within the family; 2) most parents of the students already carry out planting of spiritual intelligence in early childhood in the family in accordance with the rules of science; 3) almost entirely learner's parents have stated that the bringing of the factors and environmental factors has been a factor in supporting the planting of spiritual intelligence in early childhood in the family, while a small percentage of parents of the students stated that it has become a barrier to factor. A summary of the research of the interpretation of the authors retrieved that families especially parents already must have knowledge in order to continue the era of modernity can be pematik a positive things for the family, so that the child is not to be swayed in the customs in the pattern of life of modernity that would of course be to things that are temporal. Intelligence science is meant to be in a compound, in particular spiritual intelligence through religion properly, and this thing is inseparable from the collaboration between community, Government, and educational institutions, with the tangle of relations of good cooperation the era of modernity can be the means to achieve quality education in both the earthly or ukhrawi dimension.

(3)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 10

C. Tujuan Penilitian ... 11

D. Manfaat Peneilitian ... 11

E. Struktur Organisasi ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

A. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ... 14

B. Pendidikan Keluarga sebagai Bagian Pendidikan Luar Sekolah ... 16

1. Relevansi PLS dengan Pendidikan Keluarga ... 16

2. Relevansi Tenaga Pendidik dalam PAUD ... 20

C. Keluarga ... 22

1. Pengertian Keluarga ... 22

2. Tugas Keluarga ... 22

3. Fungsi Keluarga ... 23

4. Tujuan Keluarga dan Pengaruhnya terhadap Pendidikan Keluarga .. 24

5. Strategi Pendidikan Keluarga ... 27

D. Anak Usia Dini (AUD) ... 28

1. Pengertian Anak Usia Dini ... 28

2. Karakteristik Anak Usia Dini ... 28

(4)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

E. Kecerdasan Spiritual ... 33

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual ... 34

2. Mengembangkan Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini ... 36

3. Relevansi Kecerdasan Spiritual dan Agama ... 42

4. Pengembangan Kecerdasan Spiritual serta Beragama pada AUD .... 44

5. Karakteristik Seseorang yang Memiliki Kecerdasan Spiritual ... 45

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Spiritual AUD .. 47

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

A. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian ... 52

B. Desain Penelitian ... 54

1. Tahap Pra-Persiapan ... 54

2. Tahap Pekerjaan Lapangan ... 54

3. Tahap Analisis Data ... 55

4. Tahap Penulisan Laporan ... 55

C. Definisi Operasional ... 55

1. Kecerdasan Spiritual ... 55

2. Anak Usia Dini ... 55

3. Keluarga ... 56

4. Penanaman Kecerdasan Spiritual pada AUD dalam Keluarga ... 56

D. Metode Penelitian ... 56

E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 58

F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 59

1. Angket atau Kuisioner ... 60

2. Studi Literatur ... 60

3. Studi Dokumentasi ... 60

G. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 61

1. Tahap Persiapan ... 61

2. Tahap Pembuatan Kisi-kisi ... 61

3. Tahap Penyusunan Angket ... 61

4. Tahap Revisi Angket ... 61

(5)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

H. Prosedur Pengolahan Data ... 62

1. Seleksi Data ... 62

2. Klasifikasi Data ... 62

3. Tabulasi Data ... 62

4. Analisa dan Penafsiran Data ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Kiaracondong ... 64

B. Hasil Penelitian ... 66

1. Pemahaman Orangtua akan Perannya sebagai Pendidik Kecerdasan Spiritual dalam Keluarga ... 66

2. Penanaman Kecerdasan Spiritual pada AUD dalam Keluarga ... 76

3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Penanaman Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini dalam Keluarga ... 86

C. Pembahasan ... 93

1. Pemahaman Orangtua akan Perannya sebagai Pendidik Kecerdasan Spiritual dalam Keluarga ... 94

2. Penanaman Kecerdasan Spiritual pada AUD dalam Keluarga ... 96

3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Penanaman Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini dalam Keluarga ... 100

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 102

A. Simpulan ... 102

B. Saran ... 103

1. Orangtua ... 103

2. Lembaga Pendidikan ... 103

3. Masyarakat ... 104

4. Pemerintah/Pemerintah Daerah ... 104

5. Penelitian Selanjutnya ... 104

(6)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Karakteristik Berdasarkan Usia ... 58

Tabel 3.2. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 59

Tabel 4.1. Pendapat Responden Mengenai Pemeliharaan

Tumbuh-Kembang Anak ... 66

Tabel 4.2. Pendapat Responden Mengenai Perlunya Pendidikan Pada

Anak ... 67

Tabel 4.3. Pendapat Responden Mengenai Anak sebagai Individu yang

Wajib Diberikan Pelayanan yang Baik oleh Orangtuanya ... 67

Tabel 4.4. Pendapat Responden Mengenai Orangtua adalah Sebagai

Pendidik/Guru bagi Anak ... 68

Tabel 4.5. Pendapat Responden Mengenai Perlunya Bimbingan dan

Pengembangan Kebiasaan-kebiasaan Perilaku Anak kepada

Hal-hal yang Lebih Bermakna ... 69

Tabel 4.6. Pendapat Responden Mengenai Anak Dapat Berkembang

dan Mengetahui dengan Sendirinya ... 69

Tabel 4.7. Pendapat Responden Mengenai Perlunya Orangtua Berperan

Sebagai Conselor Bagi Anak ... 70

Tabel 4.8. Pendapat Responden Mengenai Pentingnya Peran Orangtua

Sebagai Contoh/teladan serta Model bagi Anak ... 70

Tabel 4.9. Pendapat Responden Mengenai Pemahaman akan Perlunya

Orangtua Mempunyai Kemampuan Untuk Dapat

Memberikan Pelayanan yang Baik Kepada Anak ... 71

Tabel 4.10. Pendapat Responden Mengenai Peranannya Terhadap Anak

Selain Sebagai Orangtua yang Memiliki Hubungan Darah

dengan Anak ... 72

Tabel 4.11. Pendapat Responden Mengenai Pembedaan antara

Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ),

(7)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

Tabel 4.12. Pendapat Responden Mengenai Pentingnya Penanaman

Kecerdasan Spiritual pada Anak Sejak Usia Dini ... 73

Tabel 4.13. Pendapat Responden Mengenai Kolaborasi dengan Berbagai

Pihak dalam Pendidikan pada Anak Usia Dini dalam

Keluarga ... 73

Tabel 4.14. Pendapat Responden Mengenai Ketidaksadaran ataupun

Ketidaktahuannya Secara Jelas akan Perannya dalam

Pendidikan Pada Anak Usia Dini dalam Keluarga ... 74

Tabel 4.15. Pendapat Responden Mengenai Peran-Peran Responden

yang Telah Dapat Diperani oleh Responden dalam

Pendidikan Pada Anak Usia Dini dalam Keluarga ... 75

Tabel 4.16. Pendapat Responden Mengenai Kegiatan

Pembelajaran/Penanaman Kecerdasan Spiritual yang Telah

Diselenggarakan ... 76

Tabel 4.17. Pendapat Responden Mengenai Cara Menjelaskan

Pendidikan Keagamaan Pada Anak Dalam Keluarga ... 77

Tabel 4.18. Pendapat Responden Mengenai Waktu Yang Dilaksanakan

dalam Proses Penanaman Kecerdasan Spiritual Pada Anak

dalam Keluarga ... 77

Tabel 4.19. Pendapat Responden Mengenai Kemampuannya dalam

Membimbing Anak Agar Menemukan Makna dalam

Kehidupan ... 78

Tabel 4.20. Pendapat Responden Mengenai Kemampuannya dalam

Mengembangkan Pelatihan Kecerdasan Spiritual Kepada

Anak ... 79

Tabel 4.21. Angket mengenai apakah Responden dapat Melibatkan

Anak dalam Beribadah ... 80

Tabel 4.22. Pendapat Responden Mengenai Apakah Responden Dapat

Bersama Dengan Anak Menikmati Pemandangan Alam

(8)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

Tabel 4.23. Pendapat Responden Mengenai Apakah Respoden Telah

Dapat Bersama dengan Anak Mengunjungi

Kerabat/Saudara Maupun Oranglain yang Berduka ... 81

Tabel 4.24. Pendapat Responden Mengenai Apakah Responden Dapat

Mencerdaskan Spiritual Pada Anak Melalui Kisah ... 81

Tabel 4.25. Pendapat Responden Mengenai Apakah Responden Dapat

Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Pada Anak Dengan

Menanamkan Sifat Sabar dan Syukur Pada Anak Sejak Usia

Dini ... 82

Tabel 4.26. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran dan Perasaan

Responden Akan Hasil Dari Penanaman Kecerdasan

Spiritual Pada Anak Usia Dini yang Telah Responden

Laksanakan Telah Tertanam Pada Diri Anak ... 83

Tabel 4.27. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran dan Perasaan

Responden akan Proses Hingga Hasil dari Penanaman

Kecerdasan Spiritual pada Anak Telah Membawa Tumbuh

Kembang Anak Sesuai dengan Norma-Norma yang Berlaku

... 84

Tabel 4.28. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran dan Perasaan

Responden akan Proses Hingga Hasil Dari Penanaman

Kecerdasan Spiritual Pada Anak Telah Berpengaruh Kepada

Diri Anak Sesuai dengan Harapan Responden ... 84

Tabel 4.29. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran dan Perasaan

Responden akan Proses Hingga Hasil dari Penanaman

Kecerdasan Spiritual Pada Anak Telah Berpengaruh Kepada

Prestasi Akademis Anak ... 85

Tabel 4.30. Pendapat Responden Mengenai Kesadaran Dan Perasaan

Responden Akan Proses Dan Hasil Dari Penanaman

(9)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

Tabel 4.31. Pendapat Responden Mengenai Pemahaman Keagamaan

Pada Diri Anak, akan Menjadi sebuah Faktor Pendukung

atau Faktor Penghambat ... 87

Tabel 4.32. Pendapat Responden Mengenai Budaya Pada Diri Anak

Baik Secara Kebudayaan Turun Temurun Maupun

Kebudayaan yang Dipengaruhi oleh Lingkungan Sekitar

Anak ... 87

Tabel 4.33. Pendapat Responden Mengenai Apakah Keadaan

Psikis/Kejiwaan Pada Diri Anak Menjadi Faktor Pendukung

bagi Penanaman Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 88

Tabel 4.34. Pendapat Responden Mengenai Apakah Kekuatan Bawaan

Pada Diri Anak Menjadi Faktor Pendukung Bagi

Penanaman Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 89

Tabel 4.35. Pendapat Responden Mengenai Apakah Pembawaan Pada

Diri Anak dalam Hubungan dengan Pertemanan Bermain

Anak Menjadi Faktor Pendukung Bagi Penanaman

Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 89

Tabel 4.36. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lingkungan dalam

Keluarga Responden Menjadi Faktor Pendukung Bagi

Penanaman Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 90

Tabel 4.37. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lingkungan

Sekolah Anak Menjadi Faktor Pendukung Bagi Penanaman

Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 91

Tabel 4.38. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lingkungan

Masyarakat Menjadi Faktor Pendukung Bagi Penanaman

Kecerdasan Spiritual Pada Anak ... 91

Tabel 4.39. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lamanya

Keberadaan Anak dalam Lingkungan Keluarga Menjadi

Faktor Pendukung Bagi Penanaman Kecerdasan Spiritual

(10)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

Tabel 4.40. Pendapat Responden Mengenai Apakah Lamanya

Keberadaan Anak Dalam Lingkungan Sekolah Serta

Masyarakat Menjadi Faktor Pendukung Bagi Penanaman

(11)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Hubungan antara IQ, EQ, dan SQ ... 9

Gambar 4.1. Grafik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Kecamatan

(12)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrument Penelitian (Kisi-kisi)

Lampiran 2. Angket Penelitian

Lampiran 3. Surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing Penyusunan Skripsi

Lampiran 4. Lembar Bimbingan Skripsi (Frekuensi Bimbingan)

Lampiran 5. Permohonan Izin Observasi/Penelitian

Lampiran 6. Permohonan Izin Mengadakan Penelitian

(13)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Para cendekiawan di dunia telah menghabiskan waktu lebih dari dua puluh

tahun untuk meneliti permasalahan seputar sistem kemanusiaan, pembelajaran

transformasi, dan keefektifan pribadi. Robert K Cooper (dalam Agustian, 2005,

hlm. 36) mengemukakan bahwa “Apa yang mereka tinggalkan dibelakang dan

acapkali mereka lupakan adalah aspek hati”. Hal ini diperkuat oleh Daniel

Goleman (dalam Agustian, 2005, hlm. 42) mengemukakan bahwa :

Berdasarkan survei di Amerika Serikat tahun 1918 tentang kecerdasan intelektual, ditemukan paradoks membahayakan yaitu skor kecerdasan intelektual anak-anak makin tinggi, kecerdasan emosi mereka justru turun. Lebih mengkhawatirkan lagi, data hasil survey besar-besaran tahun 1970 dan 1980 terhadap para orangtua dan guru. Mereka mengatakan “Anak-anak generasi sekarang lebih sering mengalami masalah emosi ketimbang generasi terdahulunya”.

Secara pukul rata berdasarkan survei besar-besaran yang dilakukan diberbagai

Negara tersebut, dapat dimaknai bahwa anak-anak dewasa ini tumbuh dalam

kesepian, lebih mudah depresi, mudah marah, lebih sulit di atur, lebih gugup,

lebih egois, dan lebih cenderung cemas termasuk impulsif dan agresif. Dalam

realitas dewasa ini, khususnya dalam lingkup bangsa Indonesia, di satu pihak kita

melihat perkembangan-perkembangan yang cukup berarti di bidang pendidikan, di

pihak lain kita menyaksikan dengan kasat mata terdapat sejumlah keprihatinan

dalam dunia pendidikan Indonesia. Seperti yang dimuat oleh salah satu media

informasi di Indonesia yaitu Kompas, pada tanggal 5 September 2001, diberitakan

bahwa :

(14)

2

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

“Visi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia adalah

Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Untuk

Membentuk Insan Indonesia Cerdas dan Berkarakter Kuat” (diakses melalui:

http://www.kemdikbud.go.id/kemdikbud/tentang-kemdikbud-visi).

Insan Indonesia Cerdas tersebut meliputi cerdas spiritual (olah hati/kalbu),

cerdas emosional dan sosial (olah rasa), cerdas intelektual (olah pikir), dan cerdas

kinestetik (olah raga). Sedangkan Insan Indonesia Berkarakter Kuat meliputi

semangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, inovatif (agent of change),

produktif, sadar mutu, dan berorientasi global.

Insan Indonesia Cerdas dan Berkarakter Kuat sebagai Visi Pendidikan dan

Kebudayaan Indonesia haruslah dimaknai secara komprehensif. Tujuan

pendidikan hendaknya menyeluruh yakni mengembangkan seluruh aspek/bidang

hidup dari para siswa. Begitu pula dalam pembelajaran, guru dan orangtua tidak

hanya jatuh pada kecenderungan untuk mengembangkan segi kognitif saja

melainkan kecerdasan secara majemuk.

Jika menyimak isi UUD 1945, dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan “...

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”, serta

dalam Amandemen UUD 1945, Pasal 28b dinyatakan “setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang atas perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi”. Kemudian didalam UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dinyatakan “setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang,

dan berpatisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”, lalu pada pasal 9 ayat 1 dalam UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 tersebut dinyatakan

bahwa “setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pendidikan dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan bakat dan

minatnya”. Maka didapatkan pemahaman bahwa salah satu makna dari visi

pendidikan nasional Indonesia ialah sebagai salah satu dasar terbentuknya

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan awal pendidikan karakter

(15)

3

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

Pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh, dan

memberikan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan

keterampilan pada anak (kompetensi) merupakan pendidikan yang di berikan

kepada anak usia dini. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal

dan Informal (dalam Dinas Pendidikan Kab. Tasikmalaya : 2013), menyatakan :

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaran pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi, motorik halus dan kasar), kecerdasan (cerdas spiritual/olah hati, cerdas intelektual/olah pikir, cerdas sosial-emosional/olah rasa, kecerdasan kinestetik/olah raga).

Agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan maka didalam

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 tedapat jalur

pendidikan yang didalamnya terdapat pendidikan formal, non formal, dan

informal. Pada UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

Bab 1 pasal 1 ayat 14 dikemukakan bahwa :

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan, pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Kemudian pada pasal 28 tentang pendidikan anak usia dini dinyatakan bahwa:

Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan atau informal. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal : TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan usia dini jalur informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Tujuan PAUD ini seperti yang telah dikemukakan oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (Dinas Pendidikan Kab.

Tasikmalaya : 2013), menyatakan “kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut, mengurangi angka mengulang kelas (repeater), mengurangi angka putus

sekolah, mempercepat pencapaian wajib belajar, meningkatkan mutu pendidikan,

mengurangi angka buta huruf muda, memperbaiki derajat kesehatan dan gizi anak

(16)

4

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

Oleh karena itu, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai strategi

pembangunan sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai titik sentral dan

sangat fundamental serta strategis mengingat bahwa ;

1. Beberapa studi tentang anak usia dini yang merupakan masa keemasan/The

Golden Age seperti yang telah dikemukakan oleh Osborn dkk. (dalam Dinas

Pendidikan Kab.Tasikmalaya, 2013) menunjukan bahwa :

Usia dini merupakan masa keemasan (The Golden Age) namun sekaligus periode yang sangat kritis dalam tahap perkembangan manusia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dari lahir sampai usia 4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50%. Pada usia 4 tahun hingga 8 tahun mencapai 80%, dan sisanya sekitar 20% diperoleh saat anak berusia 8 tahun keatas.

2. Soetjiningsih (1995) mengemukakan bahwa :

Pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini, bahkan sejak dalam kandungan sangat menentukan derajat kualitas kesehatan, intelegensi, kematangan emosional, dan produktivitas manusia pada tahap berikutnya. Dengan demikian investasi pengembangan anak usia dini merupakan investasi yang sangat penting bagi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.

Pendidikan sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia tersebut dapat

diselenggarakan melalui berbagai jalur pendidikan, hal ini sesuai dengan UU RI

nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional telah dikemukakan

dalam BAB VI Pasal 13 ayat 1 bahwa “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan

formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan

memperkaya”. Lalu kemudian pada BAB I pasal 1 ayat 11-13 dinyatakan bahwa :

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, kemudian pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, serta pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Mengingat bahwa “pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui

jalur pendidikan formal, non formal, dan/atau informal.” (UU RI Sisdiknas no.20

tahun 2003 pasal 28 ayat 2), serta dalam UU yang sama pasal 28 ayat 5

diterangkan bahwa “pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh

lingkungan”. Lalu selanjutnya dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 73

(17)

5

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan atau

tidak”. Sedangkan, oleh karena “pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.” (UU RI Sisdiknas no.20. tahun 2003. BAB I. pasal 1.

ayat 13), lalu selanjutnya diterangkan bahwa “kegiatan pendidikan informal yang

dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara

mandiri” (UU Sisdiknas no.20 tahun 2003, pasal 27 ayat 1), maka pendidikan

anak usia dini secara informal tersebut berada diluar sistem persekolahan dengan

kata lain pendidikan informal/pendidikan keluarga merupakan bagian dari

pendidikan luar sekolah. Agar lebih memahami pengertiannya, berikut ini adalah

definisi yang diberikan oleh Sudjana (1991, hlm. 7), memberikan batasan

mengenai pendidikan luar sekolah yaitu :

Setiap usaha pendidikan dalam arti luas yang padanya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diselenggarakan di luar sekolah sehingga seseorang atau sekelompok orang memperoleh informasi tentang pengetahuan, latihan dan bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang memungkinkan baginya untuk menjadi peserta yang lebih efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaannya, lingkungan masyarakat dan bahkan lingkungan negara.

Kemudian berikutnya mengenai pedidikan informal telah tercantum didalam

UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB VI, Bagian

Keenam, Pasal 27, diterangkan bahwa :

1. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan

lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

2. Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama

dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

3. Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pendidikan informal merupakan pendidikan dalam keluarga yang berlangsung

sejak anak dilahirkan sesuai dengan tahap perkembangannya. Keluarga

merupakan lingkungan pertama bagi anak yang memberikan sumbangan bagi

perkembangan dan pertumbuhan fisik maupun psikis anak dalam kehidupannya.

Pendidikan dalam keluarga berlangsung sepanjang usia sehingga setiap individu

(18)

6

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah

pengaruh kehidupan keluarga.

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Aini (2006) bahwa “pendidikan

informal sama sekali tidak terorganisasi secara struktural, tidak terdapat

perjenjangan kronologis, tidak mengenal adanya ijazah, waktu belajar sepanjang

hayat, dan lebih merupakan hasil pengalaman individual mandiri dan

pendidikannya tidak terjadi dalam medan interaksi belajar mengajar buatan”.

Adapun menurut Coombs menyatakan bahwa ‘pendidikan informal ialah

pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar

atau tidak sadar, sejak seseorang lahir sampai meninggal’. Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk karakter serta

moral seorang anak. Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya

ayah, ibu, dan anak, sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu, keluarga

merupakan tempat ternyaman bagi anak. Berawal dari keluarga segala sesuatu

berkembang seperti kemampuan untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri,

berpendapat, hinga perilaku yang menyimpang. Dalam keluarga, orangtua

merupakan teladan pertama bagi anak-anak. Dari orangtua, mereka belajar

nilai-nilai moral dan religi, serta seluruh perilaku sehari-hari. Keluarga adalah pusat

perpindahan nilai-nilai moral, keyakinan beragama, dan norma-norma sosial dari

satu generasi ke generasi berikutnya, juga harus menciptakan kondisi untuk

pengembangan jiwa dan emosional anggotanya. Keluarga sebagai pendidikan

informal tercantum didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peran keluarga dalam hal pendidikan

bagi anak tetap penting dan tidak tergantikan sekalipun anak sudah menjalani

pendidikan formal. Keluarga sebagai sekolah utama bagi anak, khususnya anak

usia dini. Disinilah peran orangtua yang tentunya sangat berperan dalam

pentransformasian pendidikan kepada anak, peran orangtua sangatlah urgent,

orangtua adalah tonggak harapan bangsa, yang akan berperan penting dalam

pembentukan kepribadian yang mulia terhadap para penerus bangsa. Oleh karena

itu, orangtua, hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan

pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan

(19)

7

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

orangtua adalah tutor yang paling berpengaruh dan penting dalam awal kehidupan

seorang anak. Pendidikan dasar anak usia dini, pada dasarnya harus berdasarkan

pada nilai-nilai filosofis dan religi yang dipegang oleh lingkungan yang berada

disekitar anak dan agama yang dianutnya. Pembelajaran hendaknya tidak lagi

hanya menekankan kognitif saja tetapi juga kecerdasan secara majemuk. Tujuan

pendidikan harus menyeluruh yakni mengembangkan seluruh aspek/bidang hidup

dari para siswa. Begitu pula dalam pembelajaran guru tidak hanya jatuh pada

kecenderungan untuk mengembangkan segi kognitif saja. Kecerdasan intelektual

yang selama ini dibangga-bangakan, akhirnya runtuh dengan temuan tentang

kecerdasan emosional. “Kecerdasan intelektual hanya menyumbang tidak lebih

dari 20% terhadap keberhasilan seseorang, sisanya yakni 80% justru ditentukan

oleh faktor lain, termasuk kecerdasan emosional” (Nugroho, 2003, hlm. 39).

Letupan ketakjuban akan kecerdasan emosional rupanya tak terlalu lama

berlangsung, dunia pendidikan kembali disentakan oleh hasil akhir dari teori EQ

dan IQ. Teori tersebut hanya menekankan atau berorientasi pada kebendaan,

materi dan hubungan manusia semata yang bersifat sementara. Oleh sebab itu,

seseorang yang mengakui adanya Tuhan atau kekuatan yang luar biasa selain

manusia akan mencari tujuan yang abadi, jangka panjang, dan mutlak/hakiki.

Viktor E Frankl (dalam Agustian, 2001, hlm. 19) mengemukakan bahwa :

“Bahwasannya individu manusia ataupun korporasi dewasa ini membutuhkan

meaning and value dalam setiap langkah hidupnya. Tidak hanya berkualitas

prima, berkesesuaian dengan masyarakat sosialnya, namun juga memiliki makna

dan nilai dalam segala aspek kehidupannya”. The Ultimate Intelligence, London,

pada tahun 2000 (dalam Agustian, 2005, hlm. 44) mengemukakan bahwa :

Kecerdasan spiritual, merupakan temuan terkini secara ilmiah, yang pertama kali di gagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Havard University dan Oxford University melalui riset yang sangat komprehensif.

Selanjutnya, Agustian (2005, hlm. 44) mengemukakan bahwa :

(20)

8

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

otak manusia yang terkosentrasi pada usaha untuk menyatukan serta memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan saraf yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna.

Danah Zohar dan Ian Marshal (dalam Agustian, 2005, hlm. 46)

mengemukakan mengenai definisi kecerdasan spiritual sebagai berikut :

Kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan inteletual dan kecerdasan emosi secara efektif. Bahkan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita.

Pada akhirnya, kematangan kecerdasan tersebut haruslah diciptakan melalui

pendidikan. Maka, ketika pendidikan tersebut tidak bejalan dengan efektif, akan

muncullah polemik-polemik yang tidak sesuai dengan tujuan awal yaitu

ketidakmatangnya kecerdasan secara majemuk dengan komprehensif. Sebagai

contoh ketika seorang anak tidak memiliki pendidikan moral secara baik yang

menekankan pada kecerdasan secara majemuk, sedangkan sebagaimana diketahui

bahwa “... usia dini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan

karakter dan kepribadian anak.” (Sujiono, 2009, hlm. 7) dan beberapa studi yang mengatakan anak usia dini adalah masa keemasan/The Golden Age serta sekaligus

periode yang sangat kritis dalam tahap perkembangan manusia.

Maka ketika anak tersebut menjadi penerus bangsa bahkan di amanati sebagai

seseorang yang mempunyai pengaruh penting maka yang terjadi adalah

ketidakmatangan sumber daya manusia yang tidak memiliki kecerdasan secara

majemuk. Hal tersebut dapat dilihat dari sudah banyak yang tidak amanahnya

pemimpin-pemimpin di Negara Indonesia, mereka tidak mengindahkan

kepribadian/akhlak yang mulia, hal ini salah satunya selaras dengan yang telah di

muat dalam media masa Hizbut Tahrir Indonesia, 30 Desember 2012 yaitu

“maraknya korupsi di dunia pendidikan mulai pemerintah pusat, provinsi,

kabupaten/kota, kecamatan, desa, termasuk yang terjadi di sekolah-sekolah”.

Selain hal tersebut berbagai tindakan remaja pun sudah banyak yang

menyimpang, melampaui batas, dan sudah menjurus pada tindakan kejahatan atau

(21)

9

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

yang dekat dengan anak-anak yang tidak lain sebagai generasi penerus bangsa

dapat mendidik anaknya dengan menekankan pula kecerdasan spiritual (tidak

meninggalkan pula kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional) karena

harapan pendidikan sejak usia dini ini adalah akan tumbuhnya sikap religius anak.

Pola relasi ini akan membentuk terjadinya relasi positif antara ketiga kecerdasan

tersebut, meski tetap mengakui adanya diferensiasi, karena sesungguhnya segi

diferensiasi kecerdasan-kecerdasan inilah akan memberikan kontribusi pemetaan

struktural antara ketiganya dalam struktur kepribadian seseorang.

Agustian (2005, hlm. 46) mengemukakan hubungan/sinergi antara kecerdasan

intelektual, kecerdasan emosional, serta kecerdasan spiritual sebagai berikut:

Tuhan

Spiritual

SQ (hati nurani/fitrah)

IQ (Intelektual) EQ (Emosional)

Gambar 1.1.

Hubungan antara IQ, EQ, SQ.

Selain dari uraian tersebut dapat ditinjau pula dari hasil beberapa analisis

dalam peristiwa-peristiwa kehidupan saat ini maka penulis sangat tertarik untuk

membahas fenomena tersebut dalam bentuk penelitian.

Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana penanaman kecerdasan

spiritual pada anak usia dini dalam keluarga, dalam penelitian ini penulis memilih

keluarga dari para orangtua anak usia dini pada PAUD Al-Jariyah Kecamatan

Kiaracondong Kota Bandung yang bernaung dibawah Yayasan Al-Jariyah yang

bergerak dalam bidang kemanusiaan, pendidikan, sosial, dan keagamaan di Kota

Bandung. Penelitian ini dirasa cocok dilaksanakan pada ruanglingkup PAUD

tersebut dikarenakan Yayasan Al-Jariyah telah dikenal oleh masyarakat sekitar

maupun masyarakat luas. Oleh karena itu, diharapkan dengan diadakannya

penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi lembaga tersebut mengenai Suara

(22)

10

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

proses penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga yang

dilakukan oleh orangtua anak usia dini pada PAUD tersebut. Hiruk pikuk

perkotaan dapat menjadikan keluarga tersebut disibukkan oleh hal-hal keduniaan

saja, diharapkan keluarga semestinya tetap mencari makna dan nilai dari

kehidupan disegala aspeknya serta mengkaitkannya kepada kehidupan akhirat

kelak. Kota Bandung sebagai ibu kota Provinsi Jawa Barat menjadikan kota yang

hidup serta berkembang disegala bidangnnya, baik dalam bidang pariwisata,

kuliner, fashion, travel, pendidikan, organisasi, komunitas, serta hal-hal lainnya.

Oleh karena hal itu, penelitian ini dirasa sangat tepat dilaksanakan pada

masyarakat yang menjalani kehidupan di kota yang sedang berkembang pesat

tersebut yang memang tentunya perkembangan tersebut lebih kepada hal-hal yang

bersifat duniawi.

Berdasarkan hal-hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melihat bagaimana

proses penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga oleh

orangtua anak usia dini pada Lembaga PAUD Al-Jariyah Kecamatan

Kiaracondong Kota Bandung. Maka kemudian peneliti menentukan judul

penelitian “Penanaman Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini dalam Keluarga (Studi Deskriptif pada Keluarga Peserta Didik di Lembaga PAUD

Al-Jariyah Babakansari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung)”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian dan hasil observasi serta beberapa

pertanyaan dalam wawancara penulis pada studi awal penelitian dengan memilih

responden yaitu pengelola pada Lembaga PAUD Al-Jariyah, terdapat beberapa

permasalahan yang telah diungkapkan, secara umum yaitu sebagai berikut :

1. Dua dari lima orangtua belum memahami tentang perannya sebagai pendidik

kecerdasan spiritual dalam keluarga, hal ini berdasarkan orangtua yang enggan

atau malas untuk menambah pengetahuannya mengenai perannya sebagai

pendidik untuk anaknya, selain hal tersebut orangtua lebih cenderung hanya

memperhatikan pembelajaran dari segi kognitifnya (IQ) saja tanpa

memperhatikan kecerdasan secara majemuk.

2. Tiga dari lima orangtua belum menyadari bahwa anak usia dini merupakan

(23)

11

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak, sehingga orangtua kurang

peduli dan memprioritaskan pendidikan sejak anak usia dini, juga hal ini

berdasarkan orangtua kurang menyadari akan pentingnya menanamkan

kecerdasan spiritual melalui beragama dengan baik pada anak sejak usia dini.

3. Dua dari lima orangtua belum memahami bahwa lingkungan sekitar dapat

berpengaruh dalam perkembangan kecerdasan spiritual bagi anak, hal ini

berdasarkan orangtua yang kurang peduli terhadap kebiasaan perilaku

sehari-hari anaknya dalam lingkungan sekitar, serta orangtua yang enggan untuk

menjalin hubungan kerjasama dengan masyarakat serta lembaga pendidikan

dan atau pemerintah daerah mengenai pendidikan anak usia dini.

Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pemahaman orangtua tentang perannya sebagai pendidik

kecerdasan spiritual dalam keluarga ?

2. Bagaimana penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam

keluarga ?

3. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam penanaman

kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga ?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang

aktual mengenai penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam

keluarga. Lalu kemudian tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pemahaman orangtua tentang perannya sebagai pendidik

kecerdasan spiritual dalam keluarga.

2. Untuk mengetahui penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam

keluarga.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari penanaman

kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

(24)

12

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kajian

pendidikan luar sekolah/pendidikan non formal dan informal dalam hal yang

melingkupi pemahaman orangtua mengenai pentingnya berperan sebagai pendidik

kecerdasan spiritual dalam keluarga, dan proses penanaman kecerdasan spiritual

pada anak usia dini yang dilakukan didalam keluarga beserta pembahasan lanjut

mengenai faktor pendukung dan penghambat dari proses penanaman kecerdasan

spiritual pada anak usia dini dalam keluarga.

2. Secara praktis

Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

informasi dalam meningkatkan peran keluarga yang berkualitas sesuai fungsinya

sehingga dapat melahirkan anak-anak yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cerdas, kreatif, inovatif, dan serta

anak dapat mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya. Khususnya anak

dapat selalu menumbuhkan kecerdasan spiritual yang dimilikinya, harapan

pendidikan spiritual sejak usia dini ini adalah akan tumbuhnya sikap religius anak.

E. Struktur Organisasi

Demi kebaikan serta kelancaran pembahasan dan penyusunan dalam

penelitian ini, maka berikut ini rancangan pokok pembahasan yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi uraian tentang pendahuluan. Pendahuluan berisi latar

belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan struktur organisasi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka mengemukakan teori yang sedang dikaji dan kedudukan

masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Kajian pustaka berfungsi

sebagai landasan teoretik dalam menyusun pertanyaan penelitian dan tujuan

penelitian. maka kajian teoritis yang akan dikemukakan mengenai Konsep Dasar

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Keluarga sebagai Jalur

Pendidikan Luar Sekolah, Konsep Keluarga, Anak Usia Dini, dan Kecerdasan

Spiritual meliputi pengertian kecerdasan spiritual, mengembangkan kecerdasan

spiritual pada anak usia dini, relevansi kecerdasan spiritual dan agama,

(25)

13

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

karakteristik seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual, faktor-faktor yang

memperngaruhi pengembangan spiritual pada anak usia dini.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi penjabaran mengenai Lokasi dan Subjek Sampel

Penelitian, Desain Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian, Populasi

dan Sampel Penelitian, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data,

Langkah-langkah Pengumpulan Data, Prosedur Pengolahan Data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini terdiri dari dua hal utama, yakni pengolahan atau analisis data

untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan

penelitian, dan tujuan penelitian, serta pembahasan atau analisis temuan.

(26)

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Sampel Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kelurahan Babakansari

Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung, tepatnya di jln.wuluku RT.03/RW.10

dan sekitarnya, yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki cukup banyak

anak usia dini, di sisi lain lokasi tersebut dipilih karena daerah tersebut merupakan

daerah pertengahan Kota Bandung yang dapat menjadikan daerah tersebut

disibukkan oleh hiruk pikuk perkotaan, yang tentunya dapat menjadikan sebuah

keluarga disibukkan oleh hal-hal keduniaan saja, lalu kemudian lupa atau bahkan

mengesampingkan dalam hal pencarian makna dan nilai dari kehidupan disegala

aspeknya serta mengkaitkannya kepada kehidupan akhirat kelak.

Kota Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat menjadikan kota yang

hidup serta berkembang disegala bidangnnya, baik dalam bidang pariwisata,

kuliner, fashion, travel, pendidikan, organisasi, komunitas, serta hal-hal lainnya.

Oleh karena hal itu, penelitian ini dirasa sangat tepat dilaksanakan pada

masyarakat yang menjalani kehidupan di kota yang sedang berkembang pesat

tersebut yang memang tentunya perkembangan tersebut lebih kepada hal-hal yang

bersifat duniawi. Seperti contoh melalui pengamatan peneliti di daerah sekitar

tersebut, bahwa anak-anak lebih tertarik kepada tempat-tempat rental permainan

modern, misalnya game on-line, playstation, dan game/gadget sebagainya,

sedangkan disisi lain tempat madrasah atau pengajian anak-anak dimasjid menjadi

kurang peminatnya. Ketertarikan anak ini diantaranya disebabkan lingkungan

perkotaan yang tentunya membawa pengaruh pada modernisasi khususnya dalam

bidang permainan, oleh karena itu seharusnya modernisasi permainan tersebut

dapat di kendalikan dengan bimbingan orangtua terhadap anaknya kepada hal-hal

yang lebih bermakna, khususnya penanaman kecerdasan spiritual melalui

(27)

53

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 2. Subjek Sampel Penelitian

Subjek penelitian merupakan orang/responden pada latar penelitian. Secara

lebih tegas Moleong (dalam Suryabrata, 2003, hlm. 188) menyatakan bahwa

“Subjek penelitian merupakan orang dalam pada latar penelitian, mereka itu

adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan

kondisi latar penelitian”. Sedangkan menurut Arikunto (2006, hlm. 145), bahwa :

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Jika kita bicara tentang subjek penelitian, sebetulnya kita berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti. Dalam penelitian ini, responden adalah orang yang diminta memberikan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat.

Penentuan subjek penelitian ditentukan dengan total populasi pada suatu

Lembaga PAUD, informan yang terpilih sebagai subjek penelitian pada penelitian

ini dirasa sangat cocok untuk menjadi sumber data yang baik dan berdasarkan

maksud untuk menemukan jawaban mengenai proses penanaman kecerdasan

spiritual pada anak usia dini dalam keluarga. Subjek penelitian yang dijadikan

sumber data dalam penelitian ini adalah para orangtua peserta didik pada sebuah

Lembaga PAUD yang berjumlah 35 peserta didik, lembaga tersebuk merupakan

bagian dari sebuah lembaga yayasan sosial yang bernaman Al-Jariyah. Para

orangtua tersebut berdomisili pada daerah yang merupakan pertengahan Kota

Bandung yang dapat menjadikan daerah tersebut disibukkan oleh hiruk pikuk

perkotaan, yang tentunya dapat menjadikan sebuah keluarga disibukkan oleh

hal-hal keduniaan saja, lalu kemudian lupa atau bahkan mengesampingkan dalam hal-hal

pencarian makna dan nilai dari kehidupan disegala aspeknya serta

mengkaitkannya kepada kehidupan akhirat kelak. Dari para orangtua tersebut

peneliti akan menggali data dan informasi mengenai pemahaman orangtua tentang

pentingnya berperan sebagai pendidik yang memiliki kemapuan didalam keluarga,

proses penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini yang dilakukan

didalam keluarga, serta mengenai faktor pendukung dan penghambat dari proses

(28)

54

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

B. Desain Penelitian

1. Tahap Pra-Persiapan

Tahapan pertama yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan observasi pada tempat yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian

yaitu wilayah Babakansari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. Hal tersebut

dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah yang terdapat

dilokasi yang akan dipilih sebagai lokasi penelitian. Gambaran yang diperoleh

meliputi lokasi penelitian, lingkungan penelitian baik sekolah madrasah maupun

lingkungan sosial yang mendukung terhadap perkembangan kecerdasan spiritual

pada anak usia dini, serta budaya-budaya umum pendidikan dalam keluarga pada

lingkungan sekitar. Selanjutnya peneliti melakukan perizinan kepada pihak-pihak

terkait untuk dapat melakukan penelitian di lokasi tersebut.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahapan ini peneliti mempertimbangkan dalam berbagai aspek dalam

rangka untuk memilih permasalahan yang akan dijadikan fokus teliti, data yang

akan dipergunakan, subjek dan narasumber untuk mendapatkan informasi, metode

yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Setelah peneliti

menentukan hal-hal tersebut, selanjutnya peneliti menyusun instrumen penelitian,

kemudian mengumpulkan data melalui angket dari sampel penelitian serta

membuat kesimpulan hasil data yang diperoleh dilapangan. Adapun kirteria yang

akan dijadikan sampel penelitian ialah keluarga atau para orangtua yang memiliki

anak usia dini pada PAUD Al-Jariyah Babakansari Kecamatan Kiaracondong

Kota Bandung. Tatacara penyebaran angket yang dilaksanakan oleh peneliti

melalui para peserta didik (anak) saat proses pembelajaran di lembaga PAUD

tersebut, lalu angket tersebut diberikan/dititipkan kepada peserta didik untuk

dibawanya pulang kerumah yang kemudian diberikan kepada orangtuannya.

Setelah itu, di keesokan harinya peserta didik maupun orangtua telah dapat

(29)

55

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 3. Tahap Analisis Data

Pada tahapan ini peneliti melakukan analisis hasil data yang diperoleh

dilapangan, tahap ini merupakan salah satu tahap yang dapat menentukan dalam

temuan jawaban atas permasalahan penelitian. Metode yang digunakan dalam

menganalisis data yang diperoleh dari lapangan adalah metode analisis deskriptif.

Pada tahap analisis data ini berawal dari pengumpulan data dan informasi yang

diperoleh dari teknik pengumpulan data yang dilaksanakan oleh peneliti,

kemudian data diolah sesuai dengan kaidah pengolahan data dalam penelitian ini.

4. Tahap Penulisan Laporan

Setelah peneliti dapat menyelesaikan penulisan laporan penelitian maka akan

berlanjut pada tahap pelaksanaan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh peneliti

kepada pihak-pihak yang terkait serta pihak-pihak yang berwenang untuk dapat

disetujui dan layak untuk disajikan sesuai dengan kaidah keilmuan dalam

lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia khususnya.

C. Definisi Operasional

1. Kecerdasan Spiritual

Konsep kecerdasan spiritual dalam penelitian ini bermaksud kepada

keterkaitan kecerdasan spiritual dengan agama dan atau nilai keTuhanan.

Disamping faktor-faktor eksternal, sesungguhnya pula makna hidup yang dicari

oleh manusia itu bertumpu pada naluri religiositas dan spiritualitas manusia.

Dalam Islam, naluri tersebut dikenal dengan istilah fitrah dan hanif yang dapat

menjadi sumber daya potensial bagi manusia untuk beragama dan bersikap

religious, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan masyarakat, sehingga

eksistensinya di dunia menjadi bermakna atau hidupnya punya makna. Dengan

demikian, maka bisa dipastikan bahwa agama itu bisa menyediakan makna hidup

yang dicari dan dibutuhkan oleh manusia. Atas berbagai hal inilah, dapat didapati

bahwa kecerdasan spiritual seseorang sangat erat kaitannya dengan keagamaan.

2. Anak Usia Dini

Konsep anak usia dini pada penelitian ini bermaksud kepada adanya fitrah

pada setiap manusia ketika dilahirkan didunia yang mesti dipelihara sejak usia

(30)

56

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

Asyafah (2009, hlm. 84) mengemukakan bahwa :

Kata fitrah dalam Al-Qur’an dan hadits diungkapkan dalam beberapa tempat.

Kecenderungan makna yang dapat diperoleh bahwa fitrah itu berarti: a)agama (Q.S. ar-Rum:30); b)kesucian (H. Abu Hurairah); c)beragama tauhid; d)bentuk yang diberikan kepada manusia pada saat penciptaannya dahulu (Q.S

al-A’raf:172); e)murni atau ikhlas (H.R. Abu Hamid dari Muadz); f)mengakui

adanya kebenaran; g)potensi dasar manusia (Q.S. Yasiin:22); h)tabiat alami yang dimiliki manusia (H.R. Muslim); dan i)gharizah (insting) dan al-munazzalah (wahyu dari Allah).

Menurut ajaran Islam, fitrah manusia itu berbagai macam atau jenisnya.

Berdasarkan isyarat Al-Qur’an, Sunaryo Kartadinata (dalam Asyafah, 2008, hlm.

290-298) mengungkapkan bahwa “asal kejadian manusia (fitrah manusia) itu ada

enam, yaitu: 1)fitrah beragama; 2)fitrah sosial; 3)fitrah makhluk susila; 4)fitrah

sebagai makhluk bermatabat tinggi; 5)fitrah suci; 6)fitrah intelektual”.

3. Keluarga

Konsep keluarga pada penelitian ini erat kaitannya dengan keagamaan, seperti

yang terdapat pada definisi operasional sebelumnya mengenai kecerdasan spiritual

yang erat kaitannya dengan agama serta anak usia dini yang membawa berbagai

ke-fitrah-an dalam dirinya termasuk fitrah agama. Disamping hal tersebut, konsep

keluarga pada penelitian ini lebih di tekankan kepada peranan orangtua sebagai

pendidik kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga, meliputi proses

penanaman serta faktor pendukung dan penghambat dari penanaman kecerdasan

spiritual pada anak usia dini tersebut.

4. Penanaman Kecerdasan Spiritual pada Anak Usia Dini dalam Keluarga

Penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam keluarga adalah

runtunan/rangkaian perubahan (peristiwa)/tindakan dalam tingkat dan fase yang

dilalui saat proses penanaman kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna

atau value kepada anak yang berusia nol hingga enam tahun didalam lingkungan

yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.

D. Metode Penelitian

Menurut Purwadarminta dalam Sudjana (2005, hlm. 7) mengemukakan bahwa

“Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai

suatu maksud”, sedangkan “penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu langkah

(31)

57

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

masalah atau mendapat jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu”

(Suryabrata, 2009. hlm. 11). “Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara

ilmiah untuk mendapatkan data, dengan tujuan dan kegunaan tertentu” (Sugiyono,

2013. hlm. 3), hal tersebut sependapat dengan Arikunto (2006, hlm. 160),

“Metode penelitian yaitu cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan

data penelitiannya”.

Penelitian ini mencoba mengemukakan serta menggali hingga mempelajari

suatu kondisi mengenai proses penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia

dini dalam keluarga. Maka akan tepat juga cocok jika penelitian ini menggunakan

metode deskriptif. Sehubungan dengan pendapat Nazir (2005, hlm. 54) yang

menyatakan bahwa :

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistemati, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Disamping hal tersebut, oleh karena subjek penelitian terdiri dari beberapa

keluarga/orangtua mengingat adanya populasi orangtua yang memiliki anak usia

dini pada sebuah lembaga pendidikan PAUD maka penelitian ini dirasa akan

cocok menggunakan penelitian kuantitatif.

Adapun metode deskriptif yang digunakan pada penelitian kuantitatif dikenal

dengan sebutan statistik deskriptif. Statistik deskriptif menurut Sugiyono (2013,

hlm. 207-208) adalah “statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan

cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi”.

Penyajian data yang termasuk ke dalam statistik deskriptif menurut Sugiyono

(2013) adalah sebagai berikut :

Penyajian data melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median, mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar deviasi, perhitungan persentase.

Teknik penyajian data pada penelitian ini adalah melalui perhitungan

persentase serta pada tahap simpulan menggunakan perhitungan rata-rata dari

(32)

58

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan dari subjek penelitian. Arikunto (2003, hlm.

108) mengemukakan “populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau totalitas

kelompok subjek, baik manusia, gejala, nilai, benda-benda atau peristiwa yang

menjadi sumber data”. Populasi dalam penelitian ini adalah para orangtua yang

memiliki anak usia dini (peserta didik) pada Lembaga PAUD Al-Jariyah

Babakansari Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. Berdasarkan data lembaga

tersebut sampai saat ini terdapat 35 anak peserta didik pada PAUD tersebut. Oleh

karena itu, peneliti menentukan populasi dalam penelitian ini adalah 35 orang

yang merupakan total sample dari orangtua peserta didik pada lembaga tersebut.

2. Sampel Penelitian

Arikunto (1986, hlm. 104), mengemukakan bahwa “sampel adalah sebagian

atau wakil dari populasi yang diteliti”. Selanjutnya Arikunto (1986, hlm. 107)

menyatakan bahwa “untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila banyaknya populasi

kurang dari 100, lebih baik di ambil semua, sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi”. Sehubungan jumlah populasi dalam penelitian ini relatif

kecil, maka pengambilan sampel penelitian ini adalah seluruh dari populasi, yaitu

para orangtua peserta didik di Lembaga PAUD Al-Jariyah Babakansari

Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung. Sesuai dengan pengambilan sampel dari

keseluruhan jumlah populasi, maka sampel penelitian dalam penelitian ini adalah

35 responden. Populasi yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki

karakteristik yang berbeda-beda berdasarkan usia, tingkat pendidikan, dan

profesi/mata pencaharian. Berikut ini akan dikemukakan mengenai karakteristik

responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini :

a. Karakteristik Berdasarkan Usia

Karakteristik responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut : Tabel 3.1

Karakteristik Berdasarkan Usia

No Usia Frekuensi (f) Persentase (%)

1 < 20 Tahun 6 17,14

2 20 - 30 Tahun 21 60

3 30 - 40 Tahun 8 22,86

Jumlah 35 100

(33)

59

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

Berdasarkan pengolahan data tersebut diperoleh bahwa usia yang kurang dari

20 tahun terdapat sebanyak 6 orang (17,14%) dari total sampel pada penelitian ini

yaitu sebanyak 35 responden. Sedangkan usia diantara 20 tahun sampai 30 tahun

terdapat sebanyak 21 orang (60%), dan 8 orang (22,8%) yang tersisa merupakan

usia antara 30 tahun sampai 40 tahun.

b. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh dari

[image:33.595.132.497.275.399.2]

penyebaran angket adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat

Pendidikan Frekuensi (f) Persentase (%)

1 SD/MI 2 5,71

2 SLTP/SMP/MTs 3 8,57

3 SLTA/SMA/MA 21 60

4 Perguruan Tinggi 9 25,71

Jumlah 35 100

Sumber: Pengolahan Angket, 2013

Berdasarkan pengolahan data tersebut diperoleh bahwa terdapat sebanyak 2

orang (5,71%) berpendidikan SD, dari total sampel pada penelitian ini yaitu

sebanyak 35 responden. Lalu kemudian terdapat sebanyak 3 orang (8,57%) yang

bertingkat pendidikan SMP, sedangkan sebanyak 21 orang (60%) berpendidikan

SMA/sederajat, dan 9 orang (25,71%) yang tersisa bertingkat pendidikan

perguruan tinggi.

F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

“Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,

dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”

(Arikunto, 2006, hlm. 160). Dalam penelitian ini akan menggunakan teknik

angket atau kuisioner dalam mengumpulkan data yang ada di lapangan, serta studi

literatur dan studi dokumentasi. Adapun penjelasan mengenai teknik

(34)

60

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 1. Angket atau Kuisioner

Kartini Kartono (1986, hlm. 20) yang menyatakan bahwa :

Angket atau kuisioner adalah suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak), dilakukan dengan jalan mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan atau respons tertulis sepenuhnya.

Angket dalam penelitian disiapkan untuk menggali data dan informasi dari

responden mengenai penanaman kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam

keluarga. Pedoman angket yang disajikan meliputi aspek individu (nama, umur,

jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan responden), dan beberapa pertanyaan

yang terkait pada rumusan masalah/pertanyaan penelitian dalam penelitian ini.

2. Studi Literatur

Studi literatur digunakan untuk mengungkap atau mengkaji konsep dan teori

para ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Disamping hal

tersebut, studi literatur digunakan untuk mencari, menegaskan, melengkapi, dan

menganalisis data yang didapatkan dari lapangan. Penggunaan teknik ini

dilakukan dengan mempelajari atau mengkaji beberapa sumber bacaan, seperti

buku-buku dan hasil penelitian terdahulu ataupun browsing internet yang sesuai

dengan permasalahan penelitian sehingga dapat menunjang proses penelitian.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan proses pengumpulan data/informasi berupa

catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya monumental lainnya. Arikunto (2006, hlm. 231) mengemukakan bahwa

“metode dokumentasi tidak kalah penting dari metode-metode lain, yaitu mencari

data dan mengenal hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya”.

Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini lebih mudah dalam

pelaksanaannya, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap,

belum berubah. Oleh karena itu, studi dokumentasi merupakan proses

pengumpulan dokumen-dokumen baik dari lembaga maupun yang terdapat di

lapangan. Hal ini, selain sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti juga sebagai

(35)

61

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015

G. Langkah-Langkah Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan peneliti adalah dengan mengkaji serta memahami

dengan sungguh terhadap penelitian ini, termasuk didalamnya terkait perumusan

masalah, tujuan penelitian, hasil dari observasi dilapangan, kaidah keilmuan, serta

aspek-aspek yang akan diteliti yang tentunya mesti relevan dengan fokus

penelitian maupun rumusan masalah penelitian.

2. Tahap Pembuatan Kisi-Kisi

Pembuatan kisi-kisi penelitian bermaksud untuk membantu penelitian dalam

penyusunan angket, dengan adanya kisi-kisi penelitian maka fokus penelitian akan

lebih jelas meliputi aspek-aspek yang akan diteliti, indikator hingga sub-sub

indikator dari aspek tersebut, sumber data, serta teknik pengumpulan data.

3. Tahap Penyusunan Angket

Pada tahap penyusunan angket, diawali dari penyusunan berbagai pertanyaan

yang akan digunakan pada angket atau kuisioner. Angket tersebut merupakan

teknik untuk memperoleh data dari responden atau sampel penelitian. Berbagai

pertanyaan tersebut mengacu kepada indikator-indikator sesuai dari perumusan

masalah pada penelitian ini yang tidak lain indikator tersebut merupakan indikator

dari para ahli tertentu sesuai dengan kajian permasalahan. Termuatnya berbagai

pertanyaan tersebut didampingi dengan berbagai alternatif jawaban bagi

responden.

4. Tahap Revisi Angket

Perevisian angket dimaksudkan agar angket yang nantinya akan diberikan

kepada para responden dapat dipahami dan tersajikan dengan baik, termasuk

didalamnya penyusunan kalimat, maksud dari pertanyaan, maupun kaidah bahasa

yang santun sehingga responden dapat dengan nyaman dalam membaca.

5. Tahap Penggandaan Angket

Penggandaan angket merupakan pengcopyan data sesuai dengan yang

dibutuhkan, meliputi banyaknnya sampel penelitian atau responden,

pendokumentasian, serta pihak-pihak yang terkait perihal pengecekan terhadap

(36)

62

Muhammad Ertanto Nurrokhman, 2015 H. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan kegiatan ketika peneliti mengolah data-data dari

Gambar

Gambar 1.1.         Hubungan antara IQ, EQ, SQ.
Tabel 3.2 Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

creature that each represents the thrown flaw. He does this because an individual with inferiority complex is uncomfortable with his flaws. If other people see

Kesimpulan yang dapat diambil dari semua proses yang telah dilakukan dalam membangun aplikasi game Pertempuran Lima Hari Di Semarang ini adalah sebagai berikut:.

tanya jawab atas dokumen pemilihan / lelang dapat dilihat pada lampiran Berita Acara (terlampir). dan perubahan-perubahan atas dokumen pemilihan akan dituang dalam Addendum

Peningkatan rata-rata c ash outflow Trw IV 2016 sebesar Rp 6.31 Tn, terutama disebabkan oleh peningkatan sumber pendanaan dari korporasi yang meningkatkan cash outflow sebesar

Tujuan pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk melindungi kepala dari bahaya terbentur dengan.. benda tajam atau benda keras, baik yang sifatnya jatuh, melayang atau

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh proses dua siklus autoclaving-cooling terhadap kadar pati resisten tepung dan bihun beras yang

On the other hand, the class with the highest average percentage of private interaction (12.8%) was found to be the Year 10X class where the teacher usually spends half of the

[r]