llo
ll2,Ill tesg
\trACANA
iw.n-
BERNAS
JOGJA
Kamis Pon,
18 Juni
2015
HALAMAN 4
'"ljrazah
Palsu
dan
Mentalitas
Bangsa
MEMPEROLEH gelar
sarjanarnenjadi
dambaanbanyak
orang.Kaum
terpelajar yang mengenyarnpendi&ikan
di
PerguruanTinggi
tentu akan bercita-cita untuk segera
rnenyelesaikan studinya dan mern-peroleh gelar. Bukan hanya bangga, namun
juga
gelaritu
pangat diper-hitungkan dalam mencari pekerjaandan
hidup
bersamadi
tengahrna-syarakat. Menyandan-e
gelar
sar-jana mehjadi sarana untuk
melaku-kan
mobilitas sosialvertikal
naik.Seseorang
yang
bergelar
sarjanalkarr
rnerrriliki prcsliscdi
tnatarna-syarakat.
Dewasa ini rnuncul kesan bahwa
\arjana sudah ng,enbrah,
di
mana-nrana ada, mutunya seringkalidi-pertarr yakan karena demikian mudah diperoleh. Isu mengenai gelar palsu dan ijazah palsu bukan baru-baru
ini
saja muncul. Sejak dulu banyak gelar sarjana yan-e palsu atari dapat dibeli.
Tentu
hal
ini
tidak
dapatdilihat
sepintas
lalu
dari
orang
yangrnenyandang gelar. Perlu ada upaya menelusuri lebih lanjut dengan me-lihat latar belakang perguruan tinggi
atau lembaga
yang
menerbitkan ijazah dan gelar tersebut.Mencari tahu
dan
mengkonfir-masi ke perguruantinggi
atau lem-baga memang dapat menjadi salahsatu cara mengetahui
keabsahanijazah dan gelar yang
dimiliki
se-seorang.
Akan
tetapi persoalannyatentu
tidak
segampangitu
karenabisa
saja perguruan
tinggi
ataulembaga
yang
bersangkutan jugaabal-abal sehingga beranl
mengklaim
lulusannya.Kasus inilah yang terjadi
belum lama
di
sebuah leqbaga pepdidikan yangmengaku bekerja
samadengan universitas dari
luar negeri,
Ini
bukanlah kasus tunggal, tentu tidakrnenutup liahrva rnasih ada perma-salahan-permasalahan serupa yang
perlu
diungkap.Suasana
ilmiah
Perguruantinggi
atau lembagapendidikan yang
baik
harus dapat menunjukkan suasanailmiah.
Per-tama, adanya perkuliahan yang nor-mal dan sesuai standar mttu. Kedua, keberadaan dosenyang
jelas
de-ngan persentase besar qntuk dosentetap.
Ketiga,
keberadaanmaha-siswa
yang
melakukan
kegiatanakademik maupun non akademik di
kampus. Dinamika civitas academica seperti inilah yang menggambarkan
suasana
ideal
sebuah
kampus.Tentu
ini di
luar persoalanadminis-trasi lainnya yang
juga
harps dipe-nuhi seperti akreditasi lembagamau-pun
tercatat kebgradaannya secararesmi oleh Direktorat Jenderal Per-guruan Tinggi maupun Koordinator
Perguruan
Tinggi
untuk
swasta.Pembentukan
diri
seseorang menjadi sarjana tidak dapat berjalan ala kadarnya. Jika semua perguruantinggi atau
lembaga
pendidikanbersikap demikian maka
tak
dapat
dibayangkan bagaimanaproduk
sar-jana-sarjanadi
Indonesia.Secara
kuantitas
jelas
akan
meningkat drastis,namun berbariding
ter-balik dengan kualitasnya.Akhirnya gelar
sarjanalambat
laun
menjaditidak
berarti lagi di mata masyarakat. Kesarjattaankehilangan
nilai
ilmiah
dan hanya menjadi sekedar gelar uniuk kebang-gaan yang semu demi mendapatkan pekerjaan dan kedudukan.Ironis
apabila paraelite politik
baik di tingkat lokal rnaupun nasional
menjadi
pemilik
ijazahdan
gelarpalsu.
Buktinya
rnemang
sudallbanyak kasus
ijazah palsu
yangmelibatkan nama pejabat tertentu,
wakil rakyat, hingga kepala daerah. Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi
M.
Nasir,
bahkan menyebutPer-edaran ijazah pafsu telah demikian
mengkhawatirkan.
Ini
tentu
sajamenjatuhkan
marwah
pendidikandan sistem pendidikan nasional In-donesia
yang
sedang merangkakuntuk
menuju padakelas
intenta-sional.Memberantas jual beli ijazahpalsu sama sulitnya dengan mem-berantas korupsi.
Persoalan mental
Sudall terlalu banyak kepalsuan
yang terjadi
di
negeriini.
Hampirbersamaan dengan hebohnya ijazah
Oleh
:
Hendra Kurniawan
palsu muncul pula berita mengenai
beras palsu,
kemiri
palsu, mericapalsu, hingga
susububuk
Palsu. Berba-eai kebutuhan Pangan Yangmenyangkut hajat hidup masyarakat
kini
pun banyak dimanipulasi demi kepentingan ekonomi. Dalam politik
praktis,
rakyat
juga
sudahbiasa-meneritna
janji
palsu
yan-e biasadigembor-gernborkan
saat
karn-panye. Apalagi
dengan Persoalanijazah yang tidak semua oran-q
lnen-jadi
penggunanya. Ijazah dianggap sebagai sekedar formalitas. Bahaya kepalsuan telalr menyelimuti banyak sendi kehidupan dan menjadi ancim-an yancim-ang serius.Semua
pada akhirnya
haruskembali
pada persoalan
mental. Berbagaihal
yangterjadi
saatini
merupakan indikasi mulai runtuhnya .
mental dan
moral
bangsa. Seqamaanak bangsa sekarang
terang-terangan saling memakan satu sama lain.
Honn
lrcnini
lupus,
manusia menjadi serigala atas manusia lain.Berlakulah hukum rimba. Manusia
terjebak pada kedangkalan dalarn memaknai kehidupan ini. Segala cara
instan dilakukan tanpa
peduli
baikatau tidak, benar atau salah.
Kegen-tingan
ini
menunjukkan
bahwapembangunan
karakter
bangsaharus segera dimulai demi masa de-pan negara
ini.
*<**Hendra
Kurniawan MPd,
DoserrP
endidikan Seiaralt
Universitas