• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pemahaman konsep siswa kelas VII SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang pada pokok bahasan suhu melalui pembahasan dengan metode kooperatif tipe Jigsaw II.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan pemahaman konsep siswa kelas VII SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang pada pokok bahasan suhu melalui pembahasan dengan metode kooperatif tipe Jigsaw II."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VII SMP PANGUDI LUHUR SRUMBUNG MAGELANG PADA POKOK BAHASAN SUHU MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE

KOOPERATIF TIPE JIGSAW II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Pendidikan Fisika

Oleh

Christina Widi Astuti (071424006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VII SMP PANGUDI LUHUR SRUMBUNG MAGELANG PADA POKOK BAHASAN SUHU MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE

KOOPERATIF TIPE JIGSAW II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Pendidikan Fisika

Oleh

Christina Widi Astuti (071424006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2013

(3)
(4)
(5)

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya

menurut kehendak-Nya” ( 1 Yohanes 5 : 14).

“ Serahkanlah seluruh hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya,

dan ia akan bertindak”

(Mzm 37:5)

Ku persembahkan karya kecil ku ini untuk :

 Tuhan Jesus Kristus yang selalu menjadi penerang dalam hidupku

 Bapak & Ibu yang menjadi semangat hidupku  Yang ku sayangi Kakaku Mas Heru Purnomo  Teman + sahabat ku

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Christina Widi Astuti.2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII SMP PANGUDI LUHUR SRUMBUNG MAGELANG Pada Pokok Bahasan Suhu Melalui Pembelajaran Dengan Metode Kooperatif Tipe Jigsaw II. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Fisika, JPMIPA, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa mengenai suhu melalui pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw II. Peneliti membandingkan pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan metode kooperatif tipe Jigsaw II.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang. Subjek penelitian ini adalah siswa – siswi SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang kelas VII yang berjumlah 27 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2012.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari pretes dan postes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran secara keseluruhan terjadi peningkatan pemahaman mengenai konsep suhu. Nilai rata – rata kelas yang semula 36,8% menjadi 71,2 % dengan kualifikasi dari tidak paham menjadi paham.

(9)

ABSTRACT

Christina Widi Astuti.2012. The increasing of Student’s Concept Understanding of seventh Graders of SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang on Subject Temperature Using Jigsaw II Cooperative Learning Method. A thesis. Yogyakarta : Physics Education, JPMIPA, FKIP, Sanata Dharma University.

The research aims to know the increased of understanding student’s concept on the temperature using Jigsaw II cooperative learning method. Researcher was compared the understanding of student’s concept before and after follow the learning using Jigsaw II cooperative learning method.

This research held in SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang . The subject of this research is seventh grade in SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang totaled 27 peoples. Research done on august - september.

Instrument used in this research is a written test consisting of pre test and post test.

The result showed by using centrifugal cooperative type jigsaw II in learning overall increase understanding regarding the concept temperature. Average value class that originally 36,8 % to 71,2 % with qualifying not understand of being understood.

(10)

KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih dan cinta-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ” PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VII

SMP PANGUDI LUHUR SRUMBUNG MAGELANG PADA POKOK BAHASAN SUHU MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW II”.

Penulis skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan, saran – saran, dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Severinus Domi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, mengarahkan, membagi ilmu, atas semua saran, kritik dan keramahannya, semua itu sangat berarti selama proses penyusunan skripsi.

2. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Fisika, yang telah membimbing, mendidik, mensharingkan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, dan kreatifitas kepada penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma.

(11)

3. Staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu memperlancar studi penulis di Universitas Sanata Dharma.

4. Seluruh staf perpustakan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan fasilitasnya hingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. B. Rusdiyono, S.Pd. selaku kepala sekolah SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang yang telah memberikan ijin penelitian skripsi.

6. Bu Nuning selaku guru bidang studi fisika kelas VII yang banyak membantu selama penelitian.

7. Siswa – siswi kelas VII yang telah mau bekerja sama selama penelitian. 8. Buat kedua orang tuaku ( mami n papi ) terima kasih telah memberi

semangat dalam mengerjakan skripsi serta doa dan cintanya yang tulus. 9. Buat kakaku Heru Purnomo, saudaraku Yustina Yones, dan Keponakanku

terima kasih atas doa,cinta, kasih sayang serta dukungannya.

10.Buat mz_Indra, iyu, Mr_bod terima kasih atas motivasinya dan kalian is inspirasiku.

11.Buat Lope2 yang selalu inside me...

12.Buat mz thank you for your presence in my tears and laugh...

13.Sahabat – sahabat yang selalu ada untukku (jenenk ( Epin), bu wah, bu luluk, onenk, idul, BI (Bank_In)) terima kasih telah menemani dan memberi suport dalam mengerjakan skripsi.

14.Buat Om_Idul dan Tante_Onenk yang telah menemani setiap malamku selama menulis skripsi walaupun lewat sms, thank for all.

(12)

15.Teman – teman seangkatan Pendidikan Fisika 2007, Ephin, lulik, wahtini, khenil, mony, eko, erni, ussy, jane, vero, angel, wawan.

16.Teman – teman mahasiswa PFIS dari semua angkatan, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, kegembiraan, suka duka, penerimaan, kesediaan diri untuk bersama dan saling berbagi ilmu.

17.Teman – teman ngobrolku terima kasih kebersamaan dan canda tawanya selama ini kalian semua so sweet and best forever.

18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan menyempurnakan tulisan ini. Supaya dapat berguna bagi perkembangan pendidikan dan pembelajaran disekolah.

Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

(14)

BAB II DASAR TEORI

A. Pembelajaran Fisika ... 8

1. Belajar dan Pembelajaran ... 8

2. Keterlibatan Siswa ... 9

3. Guru Sebagai Sumber Belajar ... 10

B. Pengertian Hasil Belajar ... 11

C. Pembelajaran Konstruktivisme ... 12

1. Filsafat Konstruktivisme ... 12

2. Sosiokulturalisme ( Vygotsky ) ... 13

D. Pembelajaran Kooperatif ... 14

E. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II... 15

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 15

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 16

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 17

d. Kegiatan – Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 17

e. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 18

f. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 19

g. Usaha Untuk Mengatasi Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 19

h. Suhu ... 20

(15)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Subjek Penelitian ... 27

C. Desain Penelitian ... 38

D. Instrumen Untuk Pengumpulan Data ... 29

1. Tes Awal ( Pretest ) ... 29

2. Tes Akhir ( Postest ) ... 31

E. Instrumen Untuk Pembelajaran ... 31

F. Validitas ... 32

G. Metode Analisis Data ... 32

1. Analisis Pemahaman Awal Dan Pemahaman Akhir Siswa Mengenai Suhu ... 33

a. Penskoran Jawaban Siswa ... 33

b. Kualifikasi Pemahaman Awal Dan Pemahaman Akhir Siswa Mengenai Suhu ... 34

2. Analisi Pemahaman Konsep Siswa ... 35

3. Analisis T – Test ... 36

BAB IV DATA DAN ANALISIS A. Pelaksanaan Penelitian ... 38

B. Pelaksanaan Pembelajaran ... 38

(16)

C. Data ... 40

D. Analisis Data ... 43

1. Analisis Kuantitatif ... 43

2. Analisis Kualitatif ... 46

a. Pemahaman Awal Siswa Mengenai Suhu ... 46

b. Pemahaman Akhir Siswa Mengenai Suhu ... 63

c. Perubahan Konsep Dan Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa ... 75

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 83

Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 87

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Format Soal Uraian Pre Test dan Post Test ... 29

Tabel 3.2 Pemberian Skor Untuk Masing – masing Kriteria ... 33

Tabel 3.3 Kualifikasi Pemahaman ... 35

Tabel 3.4 Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa... 36

Tabel 4.1 Skor Pre Test ... 40

Tabel 4.2 Skor Post Test ... 41

Tabel 4.3 Hasil Data Serta Analisis Data Pre Test dan Post Test ... 44

Tabel 4.4a Kualifikasi Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran ... 46

Tabel 4.5a Variasi Jawaban Siswa Soal Pre Test ... 47

Tabel 4.4b Kualifikasi Pemahaman Siswa Setelah Pembelajaran ... 63

Tabel 4.5b Variasi Jawaban Siswa Soal Post Test ... 64

Tabel 4.6 Perubahan Pemahaman Konsep Siswa ... 75

Tabel 4.7 Peningkatan Pemahaman Konsep Seluruh Siswa ... 77

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Soal Pre Test ... 88

Lampiran 2 Soal Post Test ... 89

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 90

Lampiran 4 Pedoman Jawaban Pretes dan Postes ... 104

Lampiran 5 Uraian Pedoman Jawaban Pretes dan Postes ... 107

Lampiran 6 Rangkuman Pedoman Penilaian ... 111

Lampiran 7 Kelompok Asal ... 114

Lampiran 8 Kelompok Ahli ... 115

Lampiran 9 Foto ... 116

Lampiran 10 Hasil Pekerjaan Siswa (Pretes) ... 117

Lampiran 11 Hasil Pekerjaan Siswa (Postes) ... 122

Lampiran 12 Surat Permohonana Ijin dari Kampus ... 127

Lampiran 13 Surat Keterangan Penelitian ... 128

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan satu kunci yang menjadi elemen penting dalam perkembangan dan kemajuan bangsa. Pembelajaran fisika di sekolah dimaksudkan supaya siswa mampu menguasai konsep-konsep fisika dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini pembelajaran yang digunakan oleh guru cenderung tidak memperlihatkan kemampuan berfikir siswa dan tidak melibatkan mereka secara aktif dalam proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran yang digunakan tidak memberikan kesempatan dan waktu bagi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan berinteraksi dengan teman sebaya. Guru belum memanfaatkan sumber – sumber belajar yang ada salah satunya adalah interaksi teman sebaya dalam rangka konstruksi pengetahuan oleh siswa.

Kebanyakan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah, dalam metode ceramah siswa cenderung mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru sehingga proses belajar mengajar terpusat pada guru, sehingga oleh para ahli disebut sebagai paradigma mengajar yang menunjuk pada kegiatan seseorang yang aktif menyampaikan informasi kepada seseorang atau sekelompok orang dalam

(20)

waktu tertentu (Marpaung, 2003) terkadang metode ceramah dapat menimbulkan kebosanan bagi siswa.

(21)

Dengan memberikan banyak waktu kepada siswa untuk melakukan aktifitas belajar bersama dengan teman diharapkan dapat maningkatkan interaksi teman sebaya dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dapat dimanfaatkan adalah pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sering disebut dengan pembelajaran dalam bentuk kerja kelompok yang kooperatif lebih dari kompetitif. Pada pembelajaran ini siswa belajar dengan porsi utama adalah mendiskusikan tugas – tugas yang diberikan gurunya, saling membantu menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif dari berbagai penelitian di luar negeri menunjukkan manfaat yang besar, antara lain Lundgren (dalam Suradi, 2003) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya. Slavin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif siswa. Jika pembelajaran tersebut dijalankan dengan sempurna, maka setiap siswa mempunyai tanggung jawab untuk menguasai materi melalui interaksi dengan siswa lainnya. Dengan demikian, siswa benar – benar memahami materi yang dipelajarinya.

(22)

mereka membaca. Setelah semua anak selesei membaca siswa – siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik dan skor kuis akan menjadi skor tim.

Skor – skor yang dikontribusikan para siswa kepada timnya didasarkan pada sistem skor perkembangan individual, dan para siswa yang timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk – bentuk rekognisi tim lainya. Sehingga, para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya mereka dapat membantu timnya melakukan tugas dengan baik. Kunci metode Jigsaw ini adalah interpedensi: tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian. Bentuk adaptasi Jigsaw yang lebih praktis dan mudah, yaitu Jigsaw II (Slavin, 1986).

(23)

maka peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian mengenai pembelajaran fisika dikelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II pada pokok bahasan suhu.

Dipilih model pembelajaran tipe jigsaw II karena pada model ini pembagian kelompok berdasarkan kemampuan siswa yaitu rendah, sedang, dan tinggi sehingga diharapkan siswa dapat saling membantu dalam suatu kelompok dan dapat memanfaatkan interaksi teman sebaya sebagai tutor dalam membantu kesulitan belajar temannya. Hal ini memberikan kemungkinan siswa terlibat aktif dalam siskusi dan saling komunikasi sehingga dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran fisika pada pokok bahasan Suhu.

B. Pembatasan Masalah

Banyak faktor-faktor atau variabel yang dapat dikaji untuk ditindak lanjuti dalam penelitian ini. Namun karena luasnya bidang cakupan serta adanya berbagai keterbatasan yang ada baik waktu, dana, maupun jangkauan penulis sehingga dalam penelitian ini tidak semua dapat ditindak lanjuti. Untuk itu dalam penelitian ini dibatasi masalah pemahaman belajar siswa SMP kelas VII semester I mengenai pokok bahasan suhu dengan metode diskusi kelompok Jigsaw II.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pemahaman awal siswa tentang suhu sebelum menggunakan

(24)

2. Bagaimana pemahaman akhir siswa tentang suhu setelah menggunakan

metode diskusi kelompok Jigsaw II?

3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa tentang suhu dengan

menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman awal siswa tentang suhu

menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II.

2. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman akhir siswa tentang suhu

menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II.

3. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan pemahaman siswa tentang

suhu dengan menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II.

E. Manfaat Penelitian

Bagi guru:

1. Guru mengetahui kesalahan siswa.

2. Guru mengetahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah. 3. Guru mengetahui kemampuan siswa

(25)

Bagi siswa:

1. Siswa megetahui kesalahan yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah

2. Siswa memperoleh acuan bila suatu saat ada kelompok belajar Bagi peneliti:

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Fisika

1. Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat

fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.

Hal ini berati, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan tersebut

sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia

berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri

(Muhibin, 1995:5).

Secara umum, belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses interaksi

antara diri manusia dengan lingkungan, yang mungkin berwujud pribadi,

fakta, konsep atau teori. Tiap proses belajar mengakibatkan perubahan

dalam diri atau organisme yang belajar. Perubahan itu tidaklah begitu

terjadi dan kemudian lenyap kembali, tetapi perubahan yang tidak tahan

lama (awet) (Samuel Suetomo: 1982).

Pembelajaran bukanlah proses memindahkan pengetahuan dari guru

ke siswa tetapi merupakan kegiatan yang meningkatkan siswa membangun

sendiri pengetahuannya. Pembelajaran berarti partisipasi pelajar dalam

membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan,

bersikap kritis. Peranan guru adalah mediator dan fasilitator yang

(27)

membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik (Suparno,

1996:14).

Pembelajaran adalah suatu rangkaian peristiwa eksternal yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah didefinisikan oleh Gagne dan Briggs pada tahun 1979 (Tanlain Wens, 2005:33).

2. Keterlibatan Siswa

Suatu proses pembelajaran memerlukan keterlibatan siswa secara

aktif dalam berbagai kegiatan yang relevan dalam proses pembelajaran.

Keterlibatan adalah suatu proses yang mengikutsertakan setiap siswa secara

serempak dalam proses belajar. Dalam proses belajar, siswa harus terlibat

aktif dalam membangun pemahaman konsep/prinsip fisika. Oleh karena itu,

dalam proses belajar siswa harus diberi waktu yang memadai untuk bisa

membangun pemahaman, sekaligus membangun ketrampilan dari

pengetahuan yang diperolehnya.

Keterlibatan siswa dalam suatu proses pembelajaran dapat

dibedakan menjadi dua yaitu keterlibatan secara individual dan keterlibatan

secara klasikal. Keterlibatan secara individual adalah keterlibatan yang

bersifat individual, yang dapat dibedakan dengan mana yang terlibat dan

tidak terlibat. Misalnya mengemukakan pendapat dan alasan secara lisan,

mengamati percobaan dengan sungguh – sunguh, mengemukakan

penjelasan secara lisan, mengajukan pertanyaan, dan lain sebagainya.

Sedangkan keterlibatan secara klasikal adalah keterlibatan yang bersifat

(28)

guru atau kegiatan yang terdapat dalam LKS. Misalnya memberikan

pendapat dan alasan dalam LKS, mencatat hasil observasi, memberikan

penjelasan dalam LKS dan lain sebagainya. (Kartika Budi, 2001 :52)

3. Guru Sebagai Sumber Belajar

Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat

penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan

materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya

dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia

dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar – benar ia

berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apa pun yang

ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang

diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya,

dikatakan guru yang kurang baik manakala ia tidak paham tentang materi

yang diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya

ditunjukkan oleh perilaku – perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian

materi pelajaran yang monoton, ia lebih sering duduk di kursi sambil

membaca suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan

siswa miskin dengan ilustrasi, dan lain – lain. Perilaku guru yang demikian

bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada siswa, sehingga guru akan

sulit mengendalikan kelas. Sebagai sumber belajar dalam proses

pembelajaran hendaknya guru melakukan hal – hal sebagai berikut :

(29)

memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dikaji bersama siswa.

2. Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata – rata siswa yang lain. Siswa yang demikian perlu diberikan perlakuan khusus, misalnya dengan memberikan bahan pengayaan dengan menunjukkan sumber belajar yang berkenan dengan materi pelajaran.

3. Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan mana materi inti, yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan dan yang lain. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar.

B. Pengertian Hasil Belajar

(30)

guru, sekaligus menemukan langkah kongkrit dalam langkah selanjutnya.

C. Pembelajaran Konstruktivistik

1. Filsafat Konstruktivisme

(31)

semakin luas, lengkap, dan sempurna. Pembentukan pengetahuan jelas bukan sekali jadi, tetapi bertahap (Suparno, 2007).

2. Sosiokulturalisme (Vygotsky)

Vygotsky juga mulai meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Namun, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang – orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik (Menurut Cobb dalam Suparno, 2007:11). Itulah sebabnya dalam pendidikan, siswa perlu berinteraksi dengan para ahli dan juga terlibat dengan situasi yang cocok dengan pengetahuan yang ingin digeluti. Dalam interaksi dengan mereka itulah, para siswa ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya lebih sesuai dengan konstruksi para ahli.

Menurut sosiokulturalis, kegiatan seseorang dalam mengerti sesuatu

selalu dipengaruhi oleh partisipasinya dalam praktik – praktik sosial dan

kultural yang ada, seperti situasi sekolah, masyarakat, teman, dll. Situasi

sekolah jelas dapat membantu dan menghambat siswa dalam mendalami

ilmu pengetahuan. Masyarakat dapat juga memacu siswa mengerti, tetapi

juga dapat menghalangi.

(32)

dalam situasi yang khusus dan konteks yang khusus. Bila konteksnya berbeda, mereka akan mengerti konsepnya secara lain pula.

D. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif merujuk pada berbagai macam metode

pengajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok – kelompok kecil untuk

saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran.

Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling

mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka

kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing – masing.

Cara belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang diberikan

oleh guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengaturan tempat duduk yang

individual, cara belajar individual, dan dorongan yang individual. Apabila

diatur dengan baik, siswa – siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu

sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah

menguasai konsep – konsep yang telah dipikirkan. Keberhasilan mereka

sebagai kelompok tergantung pada kemampuan mereka untuk memastikan

bahwa semua orang sudah memegang ide kuncinya.

Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan,

tetapi sebelum masa belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa

guru untuk tujuan – tujuan tertentu, seperti tugas – tugas atau laporan kelompok

tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah

mengidentifikasikan metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan

(33)

macam mata pelajaran. Pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai

cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran. Ada banyak alasan yang

membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan.

Salah satunya adalah berdasarkan penelitian dasar yang mendukung

penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi

para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan

hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah

dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah

tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir,

menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan

kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal – hal semacam itu.

Pembelajaran kooperatif berjalan dengan baik dan dapat diaplikasikan untuk

semua jenis kelas, termasuk kelas – kelas yang khusus, dan bahkan untuk kelas

dengan tingkat kecerdasan “rata –rata”, dan khususnya sangat diperlukan dalam

kelas heterogen dengan berbagai tingkat kemampuan. Pembelajaran kooperatif

dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan

bukannya menjadi masalah. Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang

sangat besar untuk mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang

etnik yang berbeda dan antara siswa – siswa pendidikan khusus terbelakang

secara akademik dengan teman sekelas mereka (Slavin, 2005).

E. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

(34)

kelompok, saling menguatkan, mendalami dan bekerja sama untuk semakin menguasai bahan (Suparno, 2007:134). Sedangkan menurut Herman Hudojo (2001:218) cooperative learning mencakupi kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya dan menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang setiap anggota bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompoknya. Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II diharapkan siswa semakin terlibat dalam memperoleh dan mempelajari berbagai konsep atau prinsip fisika, dan ketrampilan bekerjasama dengan siswa lainnya. b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II sebagai berikut : 1) Membantu siswa mencapai hasil belajar optimal dan

mengembangkan ketrampilan sosial siswa.

(35)

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Menurut Slavin (2008:240–241) karakteristik pembagian kelompok dalam kegiatan Jigsaw II adalah sebagai berikut :

1) Kelompok dibentuk dari siswa yang punya kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

2) Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

3) Penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individual.

d. Kegiatan – kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Menurut Slavin (2008:241) jadwal kegiatan Jigsaw II ini terdiri dari kegiatan – kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

1) Membaca

Para siswa menerima topik ahli (topik yang digunakan dalam berdiskusi dalam kelompok ahli) lalu siswa membaca materi untuk menemukan informasi.

2) Diskusi Kelompok Ahli

(36)

3) Laporan Tim

Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Para ahli kembali ke dalam kelompok asal mereka masing – masing untuk menjelaskan topik – topik mereka kepada teman satu timnya.

4) Tes

Para siswa mengerjakan kuis – kuis individual yang mencakup semua topik.

5) Penghargaan kelompok

Masing – masing kelompok mendapatkan skor kelompok dengan skor tertinggi berhak mendapatkan penghargaan. e. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

a) Para siswa termotivasi untuk belajar karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh usaha setiap anggota.

b) Para siswa dalam mempelajari materi jauh lebih baik dari pada siswa yang belajar sendiri karena belajar dengan temannya mereka akan memperoleh hasil yang lebih banyak (Slavin, 1995:18).

c) Dengan belajar dan bekerja sama dalam sebuah kelompok maka para siswa akan memiliki ketrampilan sosial yang baik.

(37)

f. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II belum banyak diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam grup karena hanya beberapa anggota kelompok saja benar – benar memecahkan materi.

g. Usaha Untuk Mengatasi Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Tipe Jigsaw II

Untuk mengatasi kelemahan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dapat dilakukan perencanaan sebagai berikut :

1) Pengelolaan kelas yang baik oleh guru dan setiap siswa dapat memahami permasalahan –permasalahan yang akan dipecahkan dalam kelompok merupakan tanggung jawab bersama dalam kelompok dan guru juga sebaiknya memberikan tugas kepada siswa secara individu.

(38)

h. Suhu

1. Suhu

Besaran yang berhubungan dengan panas atau dinginnya suatu benda

itu disebut suhu. Jadi, suhu adalah suaatu besaran yang menyatakan

ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda.

2. Termometer

Untuk mengukur suhu secara tepat diperlukan alat yang disebut

termometer. Agar dapat digunakan untuk mengukur suhu secara tepat

termometer harus memenuhi syarat – syarat tertentu

1. Mudah di baca skalanya 2. Peka terhadap perubahan suhu 3. Jangkauan alat ukurnya cukup besar 4. Tidak berbahaya (aman digunbakan) Macam – macam termometer

1. Termometer Zat Cair

(39)

a. Termometer Raksa

Raksa memiliki kelebihan yaitu pemuaian yang kecil saja agar menimbulkan perubahan volum yang besar pada panjang kolom raksa. oleh karena itu termometer dibuat dengan karakteristik sebagai berikut .

1. Pipa kapiler agar termometer peka terhadap perubahan volum saat termometer terkena panas

2. Pentolan termometer terbuat dari kaca yang tipis agar kalor segera dapat dihantarkan secara konduksi dari pentolan ke cairan yang ada didalamnya.

3. Pipa termometer dibungkus dengan tangkai kaca yang berfungsi sebagai kaca pembesar

Keunggulan Raksa

a) Pemuaian raksa teratur

b) Mudah dilihan karena mengkilap

c) Tidak membasahi dinding kaca ketika memuai atau menyusut

d) Jangkauan suhunya cukup besar karena raksa membeku pada suhu -400 C dan mendidih pada suhu 3500 C e) Raksa akan menunjukkan suhu secara cepat dan tepat

karena raksa dapat terpanasi secara merata Kelemahan Raksa

(40)

b)Raksa tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu rendah karena raksa akan membeku pada suhu -400 C sehingga tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu didaerah kutub

c)Raksa adalah zat yang berbahaya (sering disebut air keras), sehingga berbahaya jika tabungnya pecah

b) Termometer Alkohol Keunggulan Alkohol a) Harganya murah

b) Alkohol mudah memuai dengan kenaikan suhu yang kecil akan menimbulkan perubahan volum yang besar

c) Alkohol dapat mengukur suhu yang sangat rendah karena alkohol membeku pada suhu -1120 C sehingga dapat digunakan untuk mengukur suhu didaerah kutub

Kelemahan Alkohol

a) Alkohol tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu yang tinggi, karena alkohol mendidih pad suhu 780 C sehingga pemakaian terbatas. Alkohol tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu air mendidih

b) Alkohol membasahi dinding kaca

c) Alkohol tidak berwarna sehingga harus diberi warna agar mudah terlihat

(41)

a) Air membasahi dinding kaca sehingga meninggalkan titik air pada kaca. Hal ini menyulitkan pembacaan pada skala b) Air tidak berwarna sehingga menyulitkan pembacaan pada

skala

c) Jangkauan ukurannya sangat terbatas yaitu hanya 00 C - 1000 C karena air membeku pada suhu 00 C dan mendidih pada suhu 1000 C

d) Perubahan volume air sangat kecil saat suhunya dinaikkan e) Air merupakan penghantar yang buruk, sehingga hasil

bacaan kurang teliti. Untuk mencapai suhu yang sama dengan suhu benda yang diukur, air memerlukan waktu yang lama

2. Termometer Gas

Termometer gas memiliki kelebihan dibandingkan termometer cairan, karena gas memuai lebih besar dari pada cairan sehingga jangkauan termometer gas lebih besar dari pada termometer cairan. Jangkauan termometer gas dari -2500 C - 15000 C

Prinsip kerja termometer gas adalah jika suhu naik, tekanan gas juga akan naik dan dihasilkan beda ketinggian yang lebih besar pada thermometer.

(42)

Prinsip kerja termometer platina adalah jika suhu naik hambatan listrik platina naik. Hambatan listrik ini akan diukur dengan teliti oleh sebuah rangkaian jembatan. Keuntungan termometer ini, selain teliti, juga sangat peka terhadap jangkauannya sangat besar, yaitu dari -2500 C - 15000 C

4. Termometer Bimetal

Termometer bimetal mengandung dua keping platina yang terbentuk spiral. Prinsip kerja termometer bimetal adalah semakin tinggi suhu, keping bimetal akan melengkung untuk menunjukkan suhu yang lebih besar.

3. Skala Termometer

Cara pemberian skala pada termometer disebut kalibrasi. Pemberian skala dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut 1. Menentukan titik tetap bawah

2. Menentukan titik tetap atas

3. Membagi jarak antara titik tepap bawah dengan titik tetap atas membagi 100 bagian

Skala termometer yang diperluas

Membandingkan skala termometer Celcius dengan Saka termometer lain

1. Termometer Celcius memiliki

(43)

- Titik tetap atas 1000 C, yaitu sama dengan suhu air murni yang sedang mendidih

2. Termometer Kelvin

Pada skala Kelvin, suhu terendah adalah 0K = - 2730C. Pada teori partikel dikatakan bahwa partikel suatu zat senantiasa bergerak. Pada suhu -2730 C semua partikel suatu zat sudah tidak bergerak atau berhenti bergerak, sehingga suhu -2730 C merupakan suhu terendah yang masih mungkin dimiliki oleh benda. Untuk memudahkan, es yang sedang melebur diberi angka 273 K dan air yang sedang mendidih diberi angka 373K

00 C = 273 K 1000 C = 373 K

t0 C = (t + 273)K atau t K = (t – 273)0 C 3. Termometer Fahrenheit

a. Es yang mencair diberi angka 320 F sebagai titik tetap bawah (00 C = 320 F)

b. Suhu air yang sedang mendidih diberi angka 2120 F sebagai titik tetap atas 1000 C = 2120 F)

(44)

perbandingan antara skala Celcius dengan skala Fahrentheit adalah :

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen dan penelitian kualitatif – kuantitatif. Dikatakan eksperimen karena ada perlakuan khusus pada subjek penelitian. Penelitian kuantitatif karena data yang diperoleh dalam bentuk uraian dan angka. Kesimpulan mengenai peningkatan pemahaman konsep siswa disimpulkan kualitatif karena hasil analisis penelitian ini berupa kualitatif yaitu memberikan penjelasan dan mendeskripsikan pemahaman siswa tentang suhu berdasarkan kualitas jawaban subjek penelitian dan perubahan konsep yang terjadi. Penelitian kuantitatif karena data yang diperoleh menggunakan uji T.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang yang sedang menerima materi suhu.

(46)

C. Desain Penelitian

Secara lebih sibgkat dapat dilihat pada diagram alur desain penelitian sebagai berikut :

Tahap I Penyusunan instrumen

Instrumen Pembelajaran

Tahap II Pretest

Instrumen Pengambilan data

Silabus, Hand Out, Rancangan Pembelajaran

Soal Pre Test dan Post Test

Data Pre Test

Tahap III

Proses Pembelajaran dengan Kooperatif tipe Jigsaw II

Tahap IIV

Analisis Kesimpulan

(47)

D. Instrumen Untuk Pengumpulan Data

Instrumen adalah alat yang dugunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Suparno, 2007:56). Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari tes. Tes adalah sederet pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi, 2006:150). Tes dalam penelitian ini berupa ter awal (pretest) dan tes akhir (postest).

1. Tes Awal (Pretest)

Pretest (tes awal) diberikan pada siswa sebelum pembelajaran menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw II.

Aspek – aspek yang diukur seperti yang dituliskan dalam kisi – kisi soal yang dijabarkan pada indikator. Pretest yang diberikan pada siswa disusun berdasarkan konsep – konsep yang berkaitan dengan suhu. Tes ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman awal siswa mengenai suhu, soal pretest terdiri dari 10 soal uraian. Pada tabel 3.1 dapat dilihat kisi – kisi soal uraian yang digunakan sebagai berikut :

Tabel 3.1

Format Soal Uraian Pretest dan Post Test

Kisi – kisis soal dan Format soal uraian Pretest dan Post Test

Materi Konsep Indikator No. Soal

Pre Test

(48)

Suhu Tentang Suhu

Mengemukakan alasan mengapa indra peraba tidak dapat digunakan sebagai alat pengukur suhu

Menjelaskan bagaimana volum cairan dapat di gunakan untuk membuat termometer dan menyebutkan contoh – contoh untuk mengukur suhu zat Membuat termometer sederhana berskala berdasarkan sifat perubahan volum suatu zat cair ketika menerima kalor

Membandingkan skala termometer Celcius dengan skala termometer yang lain

(49)

2. Postest

Postest (tes akhir) diberikan setelah siswa melakukan pembelajaran dengan metode kooperatif tipe jigsaw II. Postest ini diberikan bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode kooperatif tipe jigsaw II. Postest yang diberikan disusun sama dengan soal pretest terdiri dari 10 soal uraian.

E. Instrument Untuk Pembelajaran

Pembelajaran terdiri dari : 1. Silabus

Silabus yang akan dipakai dalam penelitian ini berpedoman pada materi kelas VII mengenai suhu, yang akan dipakai untuk dua kali pertemuan. Berpedoman pada standar kompetensi dan kompetensi dasar.

2. RPP

RPP akan digunakan untuk proses pembelajaran agar lebih jelas dalam proses belajar mengajar.

3. LKS

(50)

F. Validitas

Validitas adalah ukuran menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahilan suatu instrument. Instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi, 2006). Validitas dalam instrument ini termasuk validitas isi. Termasuk validitas isi yaitu isi dari instrument yang digunakan sungguh mengukur isi dari domain yang mau diukur (Suparno, 2007). Validitas menunjuk pada kesesuaian, penuh arti, bergunanya kesimpulan yang dibuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan. Kesimpulan valid bila sesuai dengan tujuan penelitian (Suparno, 2007).

Instrument penelitian yang digunakan (pretes dan postest) telah valid. Hal ini dikarenakan instrument tersebut telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru kelas.

Soal pretes dan post test untuk mengukur pemahaman siswa pada pokok bahasan suhu. Materi yang diberikan pada pokok bahasan suhu adalah pengertian suhu, jenis – jenis termometer dan skala termometer.

Soal pretes dan postest terdiri dari 10 soal uraian yang sama. Format kisi –kisi soal pretes dan posttest dapat dilihat tabel 3.1. Soal pretes dan posttest tersebut telah menunjukkan isi yang mau di ukur. G. Metode Analisis Data

Data hasil penelitian ini akan dianalisis dengan langkah – langkah sebagai berikut :

(51)

Hasil jawaban siswa untuk pretes dan posttest dianalisis dengan acuan konsep ideal yang harus dipahami oleh setiap siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.

Analisis data pemahaman siswa melewati tiga tahap yakni : a. Penskoran Jawaban Siswa.

Tabel 3.2

Pemberian Skor untuk masing – masing Kriteria

Kriteria No. Soal

Pre Test

No. Soal Postest

Skor setiap soal

Skor Maksimum

Pengertian Suhu 1, 2 dan 5 1,2dan 3 5 15

6 5 15 15

Jenis – jenis termometer 4 4 10 10

7 6 15 15

9 10 5 5

Skala termometer 3 dan 10 7 dan 9 10 20

8 8 20 20

Jumlah Skor 100

Dengan menggunakan ketentuan seperti pemberian skor diatas, ditentukan :

(52)

Ket :

S = Skor setiap siswa (%)

Ss = Jumlah skor yang diperoleh siswa

Sm = Skor maksimum (Jumlah soal x Skor maks tiap soal = 100) b. Kualifikasi Pemahaman Awal Dan Pemahaman Akhir Siswa

Mengenai Suhu

Pemahaman siswa terhadap setiap aspek dikualifikasikan menjadi 4 macam yaitu sangat baik, baik, kurang, dan sangat kurang.

Penentuan interval skor dan kualifikasi pemahaman. a) Menentukan passing score

Passing score adalah skor terendah untuk nilai baik.

Ditetapkan passing score untuk kualifikasi baik yaitu 70 % b) Menentukan aturan konversi

Untuk kelompok atas :

(53)

10. Jadi, kualifikasi baik interval skornya 70 – 79 %, dan kualifikasi sangat baik interval 80 - 100%.

Untuk kelompok bawah :

Untuk kelompok bawah ditetapkan skor minimal untuk kualifikasi kurang adalah 50% sehingga kualifikasi kurang menempati interval skor 56 – 69% dan kualifikasi sangat kurang menempati interval 0- 55 %. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.3

Kualifikasi Pemahaman

2. Analisis Pemahaman Konsep Siswa

Untuk menganalisis tingkat pemahaman siswa dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah hasil dari pretest dan posttest. Data ini didistribusikan dalam tabel kualifikasi pemahaman konsep untuk setiap siswa dan untuk keseluruhan siswa yang diteliti. Kualifikasi pemahaman konsep ini dibagi dalam 4 macam yaitu tidak menjawab, tidak paham, kurang lengkap, dan paham seperti tabel berikut :

Interval Skor (%) Kualifikasi

80 – 100 Sangat Baik

70 – 79 Baik

56 – 69 Kurang

(54)

Tabel 3.4

Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa

No

Soal

Pretest Posstest Peningkatan

Tidak

T-test digunakan untuk mengetes dua kelompok yang dependent, atau satu kelompok yang ditest dua kali, yaitu pretest dan

posttest. Kelompok dependent adalah kelompok yang saling tergantung, berkaitan, atau bahkan sama (Suparno, 2006:71). Dengan menggunakan program SPSS kita dapat membandingkan hasil pretest dan postest.

Cara menghitung

Bila mean populasinya diketahui (µ1 dan µ2), maka rumusan t

(55)

atau

t

real=

Dimana :

D = perbedaan antara score tiap subyek = Xi1– Xi2

(56)

BAB IV

DATA DAN ANALISA

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam empat kali pertemuan dengan alokasi waktu 4 x 40 menit, dengan pembagian 2 jam untuk kegiatan pembelajaran dan 2 jam untuk evaluasi. Materi yang akan dibahas yaitu tentang suhu yaitu pengertian suhu, jenis – jenis termometer dan skala termometer.

Penelitian dilaksanakan pada bulan September mulai tanggal 10 September 2012 dan berakhir pada tanggal 18 September 2012. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan selama penelitian :

Pretes : Senin 10 September 2012

Mengajar : Selasa 11 September 2012, dan senin 17 September 2012

Postes : Selasa 18 September 2012 B. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan tindakan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada tanggal 11 september 2012 dengan jumlah 27 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan. Adapun tahap – tahap pembelajarannya adalah :

(57)

1. Menyiapkan LKS, nama kelompok. Dilakukan sebelum kegiatan dimulai. Membagi siswa ke dalam kelompok dimana siswa menentukan kelompok sendir-sendiir yang disebut kelompok asal. Ada 7 kelompok dan masing – masing kelompok terdiri dari 4 orang. Dalam pembentukan kelompok siswa terlihat ramai. Mereka memilih temannya sendiri pembentukan kelompok membutuhkan waktu yang agak lama.

2. Guru menjelaskan tugas yang akan dikerjakan siswa didalam kelompok. Siswa mengambil nomor undian yang berisi nomor urut soal yang harus dikerjakan dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. Guru membagi tugas yang harus dikerjakan siswa, dimana setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda. 3. Setiap kelompok mengirim satu orang ahli pada tiap-tiap tim ahli

(anggota yang mempunyai nomor tugas yang sama berkumpul jadi satu). Setelah selesai berdiskusi siswa kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan hasil. Setelah kembali kekelompok asal mereka bertanggung jawab kepada kelompoknya untuk dapat menyampaikan dan menjelaskan tugas yang telah dikerjakan pada kelompok ahli sehingga kelompok menjadi tahu dan mengerti. 4. Memprensentasikan hasil diskusi dan pembahasan

(58)

C. Data

Tabel 4.1

Skor Pre Test

No

Nilai

Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(59)

18 3 5 4 4 2 3 0 10 2 2 35 19 1 5 4 0 2 3 9 5 0 2 31 20 3 5 10 4 2 6 7 7 2 10 56 21 0 5 3 0 0 0 8 6 0 0 22 22 2 5 4 4 2 5 15 10 2 0 49 23 0 5 0 0 0 0 0 10 0 0 15 24 2 5 0 0 2 0 3 10 1 2 25 25 0 5 0 3 2 4 15 10 0 2 41 26 3 5 7 4 0 5 0 16 0 0 40 27 0 5 0 0 0 5 0 10 0 2 22

Jumlah siswa yang mengikuti pretes adalah 27 siswa. Setiap siswa mengerjakan 10 soal dengan skor maksimal 100. Nilai final yang diperoleh dihitung berdasarkan jumlah skor yang diperoleh setiap soal. Skor terendah yang diperoleh siswa adalah 12 dan skor tertingginya adalah 59. Nilai rata-rata kelas adalah 36,48. Nilai rata-rata kelas < 55, sehingga secara rata-rata tingkat penguasaan soal kelas termasuk dalam tidak paham.

Tabel 4.2 Skor Post Test

No

Nilai

Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(60)
(61)

24 4 5 5 6 6 15 8 0 8 0 57 25 3 5 5 6 10 15 15 13 7 3 82 26 5 3 5 9 7 15 10 16 10 5 85 27 3 5 5 7 0 15 0 12 10 0 57

Soal yang dikerjakan siswa saat postes sebanyak 10 soal. Skor maksimal tes tertulis adalah 100, yang artinya nilai maksimalnya adalah 100. Di dalam postes nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 93 dan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 32, sedangkan pada pretes nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 59 dan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 12. Nilai rata-rata kelas saat pretes adalah 36.48, sedangkan pada saat postes adalah 71,18, ini berarti bahwa nilai rata-rata kelas terjadi kenaikan dengan kualifikasi dari tidak paham menjadi paham.

D. Analisis Data

1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif ini menggunakan uji Tes. Analisis T-Tes digunakan untuk membandingkan nilai pretes dan postes significan atau tidak. Berikut ini adalah analisis dengan menggunakan rumus uji T-Test.

(62)

Tabel 4.3

Hasil Data Serta Analisis Data Pre Test Dan Post Test No Pre Test Post Test D D2

1 36 67 -31 961

2 26 82 -56 3136

3 45 55 -10 100

4 30 82 -52 2704

5 49 67 -18 324

6 38 80 -42 1764

7 44 87 -43 1849

8 49 77 -28 784

9 42 79 -37 1369

10 40 73 -33 1089

11 16 52 -36 1296

12 41 48 -7 49

13 47 72 -25 625

14 41 63 -22 484

15 59 93 -34 1156

16 12 32 -20 400

17 34 44 -10 100

18 35 84 -49 2401

(63)

20 56 77 -21 441

21 22 76 -54 2916

22 49 89 -40 1600

23 15 76 -61 3721

24 25 57 -32 1024

25 41 82 -41 1681

26 40 85 -45 2025

27 22 57 -35 1225

∑ 36.48148 71.18519 -937 38249

Dimana :

D : Perbedaan antara score tiap subyek = Xi1 – Xi2

N : Jumlah pasang score (jumlah pasangan )

Df : N- 1

=

=

(64)

Treal : - 12.1328

Tcrit : 2.056

df : 26

Daerah Rejection : ± 2.056

Kesimpulan : Karena | Treal | = 12.1328 lebih besar dari Tcrit yaitu

2,056 dengan p = .000 < α = .05 ; maka data tersebut signifikan. Berarti post test lebih baik dari pre test. Maka Jigsaw II meningkatkan pemahaman siswa.

2. Analisis Kualitatif

a. Pemahaman Awal Siswa Mengenai Suhu Tabel 4.4a

Kualifikasi Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran Interval nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase (%)

80 – 100 Sangat paham 0 0

70 – 79 Paham 0 0

55 – 69 Kurang paham 2 7,4

< 55 Tidak paham 25 92,6

(65)

pembelajaran dengan metode jigsaw menggunakan LKS dalam kualifikasi tidak paham.

Tabel 4.5a

Variasi Jawaban Siswa Soal Pre Test

No Jawaban Variasi Jawaban

(66)
(67)
(68)
(69)

Tidak menjawab 7 25,93

Jumlah siswa 27 100

5 Termometer klinis Termometer derajat 1 3,70 Tidak paham Stetoskop/tensi 1 3,79 Tidak

paham Termometer suhu 1 3,70 Tidak

paham

Kalibrasi 2 7,40 Tidak

paham Termometer badan 2 7,40 Tidak

paham Termometer teliti 1 3,70 Tidak

paham Termometer celcius 6 22,22 Tidak

paham

Indra perasa 3 11,11 Tidak

paham

Digital 1 3,70 Tidak

paham

Tidak menjawab 9 33,33

Jumlah siswa 27 100

(70)

akurat karena

lebih jelas, peka dan terdapat angka kita ukur lebih benar

(71)
(72)

Kalibrasi, Raksa, Perasa

3 3,70 Tidak

paham

Tidak menjawab 8 29,63

Jumlah siswa 27 100

8 a. 20 20 7 25,93 Paham

11 1 3,70 Tidak

Paham

18 1 3,70 Tidak

Paham

35 1 3,70 Tidak

Paham

56 1 3,70 Tidak

Paham

74 1 3,70 Tidak

Paham

77 1 3,70 Tidak

Paham

88,8 2 7,40 Tidak

Paham

93 1 3,70 Tidak

Paham

112 1 3,70 Tidak

(73)

137 1 3,70 Tidak Paham

149 2 7,40 Tidak

Paham

154 1 3,70 Tidak

Paham

173,25 1 3,70 Tidak

Paham

Tidak menjawab 5 18,52

Jumlah siswa 27 100

b. 113 113 6 22,22 Paham

8,6 1 3,70 Tidak

Paham

10 1 3,70 Tidak

Paham

13,6 1 3,70 Tidak

Paham

15 1 3,70 Tidak

Paham

20 2 7,40 Tidak

Paham

24 1 3,70 Tidak

(74)

36 1 3,70 Tidak Paham

37 1 3,70 Tidak

Paham

41 1 3,70 Tidak

Paham

50 1 3,70 Tidak

Paham

65 1 3,70 Tidak

Paham

72 1 3,70 Tidak

Paham

123 1 3,70 Tidak

Paham

155 2 7,40 Tidak

Paham

Tidak menjawab 5 18,52

Jumlah siswa 27 100

c. 298 4 1 3,70 Tidak

Paham

5 1 3,70 Tidak

Paham

(75)

Paham

(76)
(77)
(78)

Berikut merupakan analisis jawaban pretest siswa yang mengacu pada variasi jawaban siswa.

1. Siswa menjelaskan pengertian suhu

Konsep awal yang dimiliki siswa mengenai suhu adalah besaran iklim. Yakni sebanyak 18,51 % siswa yang menjawab hal tersebut sehingga dapat dikatakan siswa belum mengerti mengenai apa itu suhu untuk menyatakan definisi suhu. Sebanyak 3,70% siswa sudah sangat paham bila dilihat dari hasil jawabannya yang sudah benar dan lengkap, dan sebanyak 18,51% siswa tidak menjawab. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa masih kurang lengkap dalam mendefinisikan suhu.

2. Siswa menyebutkan alat yang digunakan untuk mengukur suhu badan.

Pada soal ini secara keseluruhan siswa dapat menyebutkan alat yang digunakn untuk mengukur suhu badan dengan sangat paham. Sebanyak 92,60 % siswa dapat menuliskan jawaban dengan tepat, hanya 7,40 siswa yang tidak menjawab.

3. Siswa menyebutkan 4 ciri yang sangat penting untuk dimiliki oleh sebuah termometer.

(79)

sebuah termometer belum baik. Sebanyak 25,93 % siswa tidak menjawab dan 3,70 % siswa yang masuk dalam kualifikasi kurang lengkap

4. Siswa menyebutkan keuntungan menggunakan air raksa Didalam menyebutkan keuntungan air sebagian besar siswa belum dapat menjawab dengan benar yaitu 74,07 % siswa tidak paham dan 25,93% siswa tidak menjawab. Dalam hal ini disimpulkan bahwa untuk menyebutkan keuntungan menggunakan air raksa siswa sama sekali belum paham. 5. Siswa menyebutkan jenis termometer

Hal yang sama juga dilakukan oleh siswa dalam menjawab pertanyaan ini, siswa kesulitan atau tidak paham dalam menjawab. Ini terbukti sebanyak 66,67 % tidak paham karena siswa menyebutkan jenis termometer yang salah dan 33,33% siswa tidak menjawab pertanyaan ini.

(80)

7. Siswa menyebutkan macam – macam termometer

Sebanyak 48,14 % siswa menjawab dengan benar. Dan sebanyak 22,23% siswa menjawab tidak paham karena didalam menyebutkan jenis – jenis termometer masih ada kesalahan dan belum mengetahui jenis – jenisnya apa saja serta 29,63% siswa tidak menjawab pertanyaan tersebut. 8. Siswa mengitung skala termometer

Ada 16,05% siswa yang menjawab dengan benar dari hal yang diketahui dan ditanyakan sampai dengan hasil akhir yang benar. Sebanyak 56,79% siswa menjawab tidak paham, karena tidak menyelesaikan hingga hasil akhir ada yang hanya menuliskan diketahui hingga ditanyakan dan 27,09% siswa tidak menjawab.

9. Siswa menjelaskan pengertian kalibrasi

Sebanyak 40,70 siswa tidak paham dalam menjelaskan pengertian kalibarasi karena banyak yang menjawab kegunaan bukan pengertian dan 59,30% siswa tidak menjawab. Secara keseluruhan siswa tidak bisa menjelaskan pengertian kalibrasi.

10.Siswa menyebutkan keuntungan alkohol

(81)

semua siswa kesulitan dalam menyebutkan keuntungan alkohol.

b. Pemahaman Akhir Siswa Mengenai Suhu

Dalam penelitian ini pemahaman akhir siswa diukur menggunakan instrumen berupa postest.

Tabel 4.4b

Kualifikasi Pemahaman Siswa Setelah Pembelajaran

Interval nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase (%) 80 – 100 Sangat paham 10 37,04

70 – 79 Paham 9 33,33

55 – 69 Kurang paham 3 11,11

< 55 Tidak paham 5 18,52

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa,pemahaman akhir sebagian besar siswa mengenai suhu setelah mengikuti pembelajaran dengan metode jigsaw II menggunakan LKS masuk dalam kualifikasi sangat paham.

(82)

Tabel 4.5b

Variasi Jawaban Siswa Soal Post Test

No Jawaban Variasi jawaban Jumlah

(83)

menggunakan ada alat yang dapat mengukur suhu

(84)

hemat/lebih cepat

5 Termometer lebih akurat karena dapat teliti dari pada indra

6 22,22 Paham

Dengan termometer pengukuran akan lebih cepat dan

(85)
(86)
(87)
(88)
(89)

Paham

(90)

dengan maksimum

Berikut merupakan analisis jawaban post test yang mengacu pada variasi jawaban siswa

1. Siswa menjelaskan pengertian suhu

(91)

2. Siswa menyebutkan jenis – jenis termometer

Siswa didalam menjawab soal untuk menyebutkan jenis – jenis termometer sebanyak 51,85% menjawab dengan benar. Kemudian sebanyak 37,04% siswa menjawab tidak paham karena belum tepat dalam menjawab dan 11,11% siswa tidak menjawab. Secara keseluruhan siswa sudah masuk kualifikasi paham

3. Siswa menyebutkan jenis termometer

Sejumlah 27 siswa atau 100 % menjawab dengan benar, hal ini dinyatakan siswa menuliskan jawaban yang tepat 4. Siswa menyebutkan keuntungan menggunakan raksa

Secara keseluruhan siswa dalam menjawab soal ini sudah paham yaitu sebesar 51,85% dan 7,40% siswa kurang paham karena dalam menjawab soal ini hampir benar. Sebanyak 29,64% siswa tidak paham serta 11,11% siswa tidak menjawab.

5. Siswa membedakan termometer dengan indra perasa

(92)

6. Siswa menyebutkan jenis – jenis termometer

Sejumlah 27 siswa atau 100 % menjawab dengan benar, hal ini dinyatakan siswa menuliskan jawaban yang tepat.

7. Siswa menyebutkan ciri – ciri sebuah termometer

Sebanyak 22,22% siswa menjawab dengan benar dengan menyebutkan ciri – ciri sebuah termometer. Kemudian 14,81% siswa menjawab hampir benar, kesalah terletak pada kurang lengkapnya dalam menyebutkan ciri-ciri sebuah termometer, 44,45 siswa tidak paham karena menyimpang dari ciri-cirinya dan 18,53% siswa tidak menjawab dengan mengosongkan lembar jawaban.

8. Siswa menghitung skala termometer

Ada 14,81% siswa menjawab dengan benar dari diketahui, ditanyakan dan hsil akhirnya sehingga hasil akhirnya benar, 61,73% siswa menjawab hampir benar, karena hasil akhirnya tidak benar dengan kesalahan menghitung. Sebanyak 23,46 siswa tidak menjawab dan dengosongkan lembar jawaban karena mereka tidak paham.

9. Siswa menyebutkan keuntungan menggunakan alkohol

(93)

menyebutkan keuntungan alkohol. Sebanyak 14,81% seperti yang sudah siswa tidak menjawab dengan mengosongkan lembar jawaban.

10.Siswa menjelaskan pengertian kalibrasi

Secara keseluruhan siswa dapat menjelaskan dengan benar yaitu 71,07%siswa menjawab dengan benar meskipun ada 14,12% siswa siswa yang belum dapat menjelaskan pengertian kalibrasi dengan sempurna bahkan ada 14,81% siswa mengosongkan lembar jawabannya.

c. Perubahan Konsep Dan Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Setelah melaksanakan pembelajaran menggunakan metode jigsaw II menggunakan LKS dapat dilihat perubahan konsep dan peningkatan pemahaman konsep siswa.

Berikut ini merupakan tabel perubahan pemahaman konsep dan peningkatan pemahaman konsep siswa.

Tabel 4.6

Perubahan Pemahaman Konsep Siswa

(94)
(95)

Tabel 4.7

Peningkatan Pemahaman Konsep Seluruh Siswa

Konsep No soal

(96)

Berikut ini merupakan analisis peningkatan pemahaman siswa 1. Definisi suhu

Dalam mendefinisikan suhu siswa mengalami peningkatan kualifikasi pemahaman. Hal ini dapat dilihat pada prosentase perubahan pemahaman konsep siswa ketika pretest dan post test. Ketika pretest sebanyak 2 siswa dalam kualifikasi kurang lengkap dan 19 siswa masuk kualifikasi tidak paham. Pada tebel peningktan pehaman konsep pada hasil postest jumlah siswa yang mendefinisikan suhu secara benar meningkat menjadi 51,85 %. Pada tabel sebelumnya diatas terlihat bahwa setelah proses pembelajaran terjadi penurunan kualifikasi tidak paham menjadi 29,65%. Sebagian besar siswa lainnya masih dalam kualifikasi kurang paham yaitu sebanyak 14,80% dan siswa yang tidak menjawab sebanyak 3,70%. Dengan demikian pada soal no 1 terjadi peningkatan pemahaman walaupun tidak secara menyeluruh karena masih ditemukan siswa tidak menjawab secara lengkap.

2. Jenis termometer

(97)

tesnya menjadi 100% paham dan tidak ada siswa yang mengkosongkan lembar jawabannya.

3. Ciri – ciri Termometer

Konsep ini mengalami peningkatan pemahaman, hal ini terlihat dalam kualifikasinya untuk pretest sebanyak 3,70% kurang paham, 70,37% siswa tidak paham dan 25,93% tidak menjawab. Hal ini berbeda ditunjukkan pada hasil postest yaitu 22,22% siswa sudah paham, 14,81% siswa menjawab kurang lengkap, 44,45% siswa tidak paham dan tinggal 18,53% siswa yang masih mengosongkan lembar jawabannya. Siswa yang menjawab kurang lengkap dikarenakan siswa tidak teliti dan memahami soal.

4. Keuntungan menggunakan raksa

(98)

5. Jenis Termometer

Dalam konsep ini juga mengalami peningkatan pemahaman konsep tetang jenis termometer. Secara keseluruhan peningkatan ini cukup signifikan di mana dalam pretes siswa memperoleh hasil 66,67% tidak paham dan 33,33% siswa tidak menjawab. Peningkatan pemahaman yang cukup signifikan ini yaitu sebesar 51,85% diperoleh dari hasil pretest sebesar 0% konsep yang dikuasai menjadi 51,85% konsep sudah dikuasai oleh siswa.

6. Membedakan termometer dengan indra perasa

Peningkatan pemahaman terlihat dalam siswa menjawab soal ini, dalam pretest siswa yang memahami konsep sebanyak 22,22%, tidak paham 55,56% dan tidak menjawab 22,22%. Soal ini menekannkan pemikiran yang akurat. Meskipun peningkatan dalam pos test sebanyak 33,32% siswa memahami konsep, 33,35% siswa kurang paham, 14,81% siswa tidak paham dan 18,52% siswa tidak menjawab, namun belum signifikan. Peningkatan pemahaman sebesar 11,10% dari keseluruhan siswa.

7. Jenis – jenis termometer

(99)

100% dapat menjawab dengan benar dan memahami konsep ini.

8. Skala Termometer

Soal ini menekankan hitungan – hitungan secara matematis sehingga siswa harus menggunakan rumus matematis yang benar untuk menjawab dan faktor ketelitian menjadi kendala siswa. Secara keseluruhan siswa konsep ini mengalami penurunan pemahaman. Hal ini terjadi karena dalam menghitung siswa kurang teliti atau siswa lupa dengan rumus matematisnya. Secara keseluruhan, penurunan pemahaman sebesar 1,23% dari hasil pretest sebesar 16,04% konsep yang dikuasi menjadi 14,48% konsep yang dikuasi oleh siswa. 9. Pengertian kalibrasi

Gambar

Tabel 3.1 Format Soal Uraian Pretest dan Post Test
Pemberian Skor untuk masing Tabel 3.2 – masing Kriteria
Tabel 3.3 Kualifikasi Pemahaman
Tabel 3.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan atlet cabang olahraga tenis meja sebelum menghadapi pertandingan pada Kejuaraan Nasional di Semarang

Penelitian mengenai “Peran Adult Attachment dan Trait Kepribadian Terhadap Kualitas Pernikahan Pada Pasangan Suami-Istri di Kota Bandung” bertujuan untuk meningkatkan

[r]

Problema yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana perencanaan strategis implementasi sistem informasi manajemen akademik berbasis teknologi informasi yang

Penambahan sukrosa dengan dua konsentrasi yang berbeda, yaitu 0,2% dan 0,4% w/v ke dalam bahan pengencer andromed, dilakukan dalam penelitian ini sebagai usaha memperta-

To assist these management activities, PWD had prepared several guidelines and procedures mainly known as SPK (System of Quality Measurement) and Skala (Online

[r]

Reducing the efforts of measurement noise on plantwide control performance through signal filtering is investigated in this paper.. In this work, the self