ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI
(Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER
Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes.
Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.
Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari fermentasi kacang kedelai. Tempe mengandung gizi tinggi, dikenal sebagai makanan murah namun menyehatkan. Salah satu kandungan gizi dalam tempe adalah isoflavon, antara lain genistein dan daidzein, yang bersifat estrogenik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian tepung tempe kedelai selama masa prepubertal terhadap viabilitas spermatozoa mencit jantan. Dua puluh lima ekor mencit jantan galur Swiss Webster yang berusia lima minggu dibagi menjadi lima kelompok: kelompok I mendapat larutan tepung tempe 14,1% per oral; kelompok II 28,2%; dan kelompok III 56,4%. Kelompok kontrol negatif mendapat aquabidestilata dan kontrol positif mendapat 17 -estradiol. Lama perlakuan masing-masing kelompok adalah dua puluh satu hari. Hasil percobaan menunjukkan penurunan viabilitas spermatozoa mencit jantan yang tidak sebanding dengan peningkatan dosis perlakuan. Data dianalisis dengan ANAVA satu arah dan dilanjutkan dengan tes Tukey HSD. Viabilitas spermatozoa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara ketiga kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif (p<0,05), tetapi terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok pertama dan ketiga dengan kelompok kontrol positif (p>0,05) dan perbedaan yang signifikan antara kelompok kedua dengan kontrol positif (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung tempe kedelai 14,1%, 28,2%, dan 56,4% selama masa prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan galur Swiss Webster.
ABSTRACT
THE EFFECT OF TEMPEH (Glycine max (L.) Merrill) POWDER TREATMENT DURING PREPUBERTAL PERIOD ON SPERM VIABILITY
OF MALE SWISS WEBSTER MICE
Antonius Budi Santoso, 2007. Tutor I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes.
Tutor II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.
Tempeh is a well known Indonesia traditional food, which is made from fermented soybean. Tempeh contains high nutrition so it could be said as cheap but healthy food. One of the nutrition in tempeh is isoflavone, genistein and daidzein, which have estrogenic effect. The objective of this study is to investigate the effect of tempeh powder treatment during prepubertal period on sperm viability of male Swiss Webster mice. The study was conducted to 25 five weeks olds male Swiss Webster mice. They were divided into five groups, the first group was treated with 14,1% tempeh powder solution orally; the second group 28,2%; and the third group 56,4%. The negative control group was given the destilled water. The positive control group was treated with 17 -estradiol. All of the groups were treated during twenty one days. The result showed the reduction of sperm viability of male mice as not equivalent to the increasing treatment dose. The data was analyzed with Oneway ANOVA and followed by Tukey HSD test. The sperm viability showed significant differences between the three treated groups and the negative control group (p<0,05), but no significant differences between the first and third groups and the positive control group (p>0,05), and significant differences between the second group and the positive control group (p<0,05). The conclution was 14,1%, 28,2%, and 56,4% tempeh powder can reduced sperm viability male Swiss Webster mice if given during prepubertal period.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN SURAT PERNYATAAN
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ...v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR DIAGRAM ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Maksud dan Tujuan ... 3
1.4 Kegunaan Karya Tulis Ilmiah ... 3
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ... 3
1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 3
1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 4
1.6 Metodologi Penelitian ... 4
1.7 Lokasi dan Waktu ... 5
2.1.1.2 Tubulus Seminiferus ... 7
2.1.2.1 Tahap-tahap Spermatogenesis ... 11
2.1.2.2 Morfologi spermatozoa ... 13
2.1.3 Mekanisme Hormonal... 15
2.1.3.1 Hormon Testosteron ... 15
2.1.3.2 Hormon Gonadotropin ... 16
2.1.3.3 Hormon Estrogen ... 16
2.1.3.4 Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone) ... 17
2.1.3.5 Pengaturan Fungsi Reproduksi oleh Mekanisme Hormonal ... 17
2.2 Kedelai ... 19
2.2.1 Taksonomi Kedelai ... 19
2.2.2 Karakteristik Fisik Kedelai ... 20
2.2.3 Penggunaan ... 21
2.3 Tempe ... 22
2.3.1 Pembuatan Tempe Ideal... 23
2.3.2 Isoflavon ... 26
2.3.3 Fitoestrogen Genistein Tempe ... 27
2.4 Pengaruh Estrogen terhadap Spermatogenesis ... 27
2.4.1 Reseptor Estrogen ... 28
2.4.2 Efek Estrogen secara Sistemik pada Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Testis ... 28
2.4.4 Efek Estrogen pada Kelenjar Aksesoris Jantan... 30
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 32
3.2 Alat dan Bahan... 32
3.2.1 Alat... 32
3.2.2 Bahan ... 33
3.2.3 Hewan Coba... 33
3.3 Metode Penelitian ... 33
3.3.1 Variabel penelitian ... 33
3.3.2 Prosedur Kerja ... 34
3.3.2.1 Pengumpulan Bahan ... 34
3.3.2.2 Penyiapan Tepung Tempe... 34
3.3.2.3 Penyiapan Hewan Coba ... 35
3.3.2.4 Penghitungan Viabilitas Spermatozoa Mencit... 36
3.3.3 Metode Analisis ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 38
4.2 Pengujian Hipotesis Percobaan... 42
4.3 Pembahasan... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
LAMPIRAN I ... 50
LAMPIRAN II ... 52
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Viabilitas Spermatozoa (%)... 38
Tabel 4.2 Tabel ANAVA Satu Arah Viabilitas Spermatozoa Mencit ... 39
Tabel 4.3 Tabel Multipel Tukey ...40
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Tabel 2.1 Spermatogenesis ... 12
Tabel 2.2 Spermatogenesis ... 12
Tabel 2.2 Spermiogenesis ... 13
Tabel 2.3 Morfologi spermatozoa...14
Tabel 2.4 Kadar Testosteron dalam Waktu Berbeda ... 16
Tabel 2.5 Mekanisme Hormonal...18
Tabel 2.6 Kedelai ... 20
Tabel 2.7 Tanaman Kedelai...21
Tabel 2.8 Tempe ... 25
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Tabel 4.1 Rata-rata Viabilitas Spermatozoa Mencit ... 39 Tabel 4.2 Rata-rata Viabilitas Spermatozoa masing-masing Kelompok
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN 1 PENGHITUNGAN DOSIS
Berdasarkan jurnal “Effect of Exposure to Genistein during Pubertal
Development on the Reproductive System of Male Mice”, disebutkan bahwa dalam studi terakhir konsumsi isoflavon total dalam kacang kedelai yang dikonsumsi
oleh orang Asia mencapai 1,5 mg/kg/hari genistein; sedangkan pada orang Eropa
adalah kurang dari 0,2 mg/kg/hari.
Kadar genistein pada tempe mentah = 277 g/g protein
Kadar protein tempe mentah = 17 g/100g tempe
Dalam 100 gram tempe mentah ada 17 gram protein, dan
= 277 g/g x 17 g
= 4709 g
Atau dalam 1 gram tempe mentah ada :
= (4709 : 100) g
= 47,09 g genistein
Setelah melalui serangkaian penghitungan, didapatkan dosis untuk mencit adalah :
Dosis III : 8,48 g tepung tempe / 15 ml aquabidestilata = 56,4 %
Dosis II : 5 g dosis III / 5 ml aquabidestilata = 28,2 %
Dosis I : 2,5 g dosis III / 7,5 ml aquabidestilata = 14,1 %
Maka,
Dalam 1 gram dosis III mengandung 0,361 gram tempe; atau
0,361 g x 47,09 g genistein = 16,999 g genistein
Dalam 1 gram dosis II mengandung 0,1805 gram tempe; atau
0,1805 g x 47,09 g genistein = 8,450 g genistein
Dalam 1 gram dosis I mengandung 0,09025 gram tempe; atau
51
Setelah dikonversikan ke dalam dosis manusia, didapatkan dosis dengan
kandungan genistein :
Dosis I :
4,250 g genistein x 287,9 (faktor konversi)
= 1223,575 g genistein = 1,224 mg genistein
Atau : 1223,575 g genistein : 47,09 g genistein = 25,984 gram tempe
Dosis II :
8,450 g genistein x 287,9 (faktor konversi)
= 2432,755 g genistein = 2,433 mg genistein
Atau : 2432,755 g genistein : 47,09 g genistein = 51,662 gram tempe
Dosis III :
16,999 g genistein x 287,9 (faktor konversi)
= 4894,0121 g genistein = 4,894 mg genistein
52
6 59.3333 4.67618 1.90904 54.4260 64.2407 51.00 63.00
6 21.5000 9.46044 3.86221 11.5719 31.4281 8.00 35.00 6 31.6667 5.07609 2.07230 26.3396 36.9937 24.50 38.00 6 15.8333 8.42417 3.43915 6.9927 24.6740 5.00 28.00
6 14.5000 4.97996 2.03306 9.2739 19.7261 7.00 21.00
30 28.5667 17.96680 3.28027 21.8578 35.2756 5.00 63.00 kontrol negatif
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
Viabilitas Spermatozoa (%)
8196.867 4 2049.217 43.993 .000 1164.500 25 46.580
53
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: Viabilitas Spermatozoa (%)
Tukey HSD
37.83333* 3.94039 .000 26.2609 49.4057 27.66667* 3.94039 .000 16.0943 39.2391 43.50000* 3.94039 .000 31.9276 55.0724 44.83333* 3.94039 .000 33.2609 56.4057 -37.83333* 3.94039 .000 -49.4057 -26.2609 -10.16667 3.94039 .105 -21.7391 1.4057 5.66667 3.94039 .610 -5.9057 17.2391 7.00000 3.94039 .409 -4.5724 18.5724 -27.66667* 3.94039 .000 -39.2391 -16.0943 10.16667 3.94039 .105 -1.4057 21.7391 15.83333* 3.94039 .004 4.2609 27.4057 17.16667* 3.94039 .002 5.5943 28.7391 -43.50000* 3.94039 .000 -55.0724 -31.9276 -5.66667 3.94039 .610 -17.2391 5.9057 -15.83333* 3.94039 .004 -27.4057 -4.2609 1.33333 3.94039 .997 -10.2391 12.9057 -44.83333* 3.94039 .000 -56.4057 -33.2609 -7.00000 3.94039 .409 -18.5724 4.5724 -17.16667* 3.94039 .002 -28.7391 -5.5943 -1.33333 3.94039 .997 -12.9057 10.2391 (J) Kelompok Perlakuan
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval
The mean difference is significant at the .05 level. *.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu hasil bumi yang
sangat dikenal di Indonesia. Kedelai yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies,
yaitu, kedelai putih(Glycine max), yang memiliki biji dengan warna kuning, agak
putih, atau hijau, dan kedelai hitam (Glycine soja) yang berbiji hitam. Kedelai
putih merupakan tanaman asli daerah subtropik di Asia seperti Tiongkok dan
Jepang Selatan, sementara kedelai hitam merupakan tanaman asli daerah tropis di
Asia Tenggara (Wikipedia, 2006).
Sejak dulu masyarakat telah mengetahui bahwa kedelai termasuk golongan
kacang-kacangan dengan kandungan gizi tinggi sehingga banyak orang
memanfaatkannya dalam menu makanan sehari-hari. Kedelai merupakan salah
satu tanaman yang murah, mudah diperoleh, dan dapat diolah menjadi berbagai
produk yang bercita-rasa dan bergizi tinggi. Protein, vitamin, mineral, dan
isoflavon yang terkandung di dalamnya telah banyak diketahui memiliki efek
yang positif bagi kesehatan tubuh dan menjadikan kedelai sebagai sumber protein
nabati utama di Indonesia.
Kedelai dan produk olahannya umum dijumpai di pasar-pasar dan masyarakat
pun mengonsumsinya secara luas. Masyarakat Asia, terutama Asia Timur,
mengonsumsi lebih banyak dibandingkan masyarakat Barat. Macam-macam
makanan produk olahan kedelai adalah tahu, tempe, kecap, dan susu kedelai.
Kedelai pun dapat diolah menjadi minyak yang dapat dibuat menjadi sabun,
plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, dan pelarut (Wikipedia, 2006).
Beberapa penelitian untuk mengetahui pengaruh kedelai terhadap kesuburan
2
yang mengemukakan bahwa kandungan isoflavon kedelai dapat mempengaruhi
sel sperma yang sudah berada di tubuh wanita ketika sedang membuahi sel telur
(www.hanyawanita.com, 2006).
Peneliti lain mengemukakan bahwa konsumsi kedelai yang berlebihan selama
masa pertumbuhan dan perkembangan sistem reproduksi pria diketahui dapat
mempengaruhi kesuburan saat memasuki masa pubertas. Konsumsi kedelai yang
berlebihan dapat mengganggu kualitas sperma (Bulir, 2005). Hal ini berkaitan
dengan aktivitas estrogenik dari salah satu kandungan isoflavon yang terdapat
pada kedelai sehingga pertumbuhan dan perkembangan sistem reproduksi pria
dapat terganggu. Penelitian yang dilakukan oleh Anderson di Rumah Sakit Royal
Victoria, Belfast, menyatakan bahwa kandungan estrogen pada kedelai
menduduki persentase tertinggi dibandingkan dengan makanan yang lain. Seorang
anak laki-laki yang banyak mengonsumsi kedelai selama masa pertumbuhan,
terutama sejak dalam kandungan hingga menjelang pubertas, dapat mengalami
penurunan kualitas sperma dan gangguan pembentukan sistem reproduksi
sehingga dapat dijumpai beberapa kelainan, seperti undescensus testiculorum dan
kanker testis (BBC, 2006).
Lewis, Direktur Kedokteran Reproduksi di Universitas Queen di Belfast,
Irlandia, menyatakan ada hubungan negatif antara jumlah kedelai yang dimakan
oleh pria dan kualitas spermanya (BBC, 2006). Sharpe, dari Universitas Edinburg,
Skotlandia, mengatakan bahwa selama ini tradisi konsumsi kedelai di Asia lebih
tinggi, namun tidak terdapat pemberitaan signifikan mengenai pengaruhnya
terhadap kesuburan pria (www.hanyawanita.com, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, penyusun tertarik untuk mengetahui efek konsumsi
kedelai yang kemungkinan memiliki dampak kurang baik, khususnya terhadap
3
1.2Identifikasi Masalah
Apakah pemberian tepung tempe kedelai (Glycine max (L.) Merrill) per oral
selama masa prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan
galur Swiss Webster.
1.3Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tepung tempe kedelai
(Glycine max (L.) Merrill) terhadap kesuburan.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efek kandungan fitoestrogen tepung
tempe kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap viabilitas spermatozoa mencit
jantan galur Swiss Webster.
1.4Kegunaan Karya Tulis Ilmiah
Kegunaan akademis karya tulis ini adalah diharapkan dapat membuka
cakrawala pengetahuan bidang biologi dasar mengenai pengaruh fitoestrogen
yang terdapat pada tepung tempe kedelai terhadap viabilitas spermatozoa mencit
jantan.
Kegunaan praktis karya tulis ini adalah diharapkan dapat memberi jawaban
atas pengaruh konsumsi tepung tempe kedelai selama masa prepubertal terhadap
kesuburan.
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Hewan coba mencit jantan memiliki siklus reproduksi yang matang pada saat
usia 8 minggu.Selama masa gestasi, laktasi, dan menjelang pubertas, organ-organ
4
luar dapat memberi efek sistemik dan lokal. Estrogen merupakan hormon steroid
yang dapat mempengaruhi aktivitas spermatogenesis melalui efek balik negatif
terhadap sintesis hormon gonadotropin oleh hipofisis. Reseptor estrogen terdapat
pada organ reproduksi pria dengan variasinya selama masa fetal, prepubertal, dan
pubertal. Pemberian estrogen yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan
perkembangan struktur dan fungsi organ reproduksi pria sehingga terjadi
pembentukan sperma dengan kualitas kurang baik.
Farnsworth et al. pada tahun 1975 menyatakan bahwa kedelai mengandung
isoflavon yang terutama terdiri dari genistein dan daidzein. Genistein memiliki
struktur yang mirip dengan diethyilstilbestrol (DES) (Westonaprice, 2006). Kedua
zat isoflavon ini dapat bersifat estrogenik dan antiestrogenik. Pada saat kadar
hormon estrogen dalam tubuh rendah, maka genistein dan daidzein berfungsi
sebagai estrogen. Sebaliknya, pada saat kadar hormon estrogen dalam tubuh
tinggi, kedua zat ini akan berfungsi antiestrogenik (Head, 2001).
Secara fisiologis dan hormonal, organ reproduksi pria, yaitu testis, selama
masa prepubertal belum begitu matang. Sel-sel Leydig belum sempurna dalam
perkembangannya sehingga sedikit sekali hormon testosteron yang dihasilkan.
Pemberian estrogen dari lingkungan dalam jumlah besar pada masa prepubertal
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan selanjutnya dan mengganggu pula
proses spermatogenesis.
1.5.2 Hipotesis Penelitian
Pemberian tepung tempe kedelai (Glycine max (L.) Merrill) selama masa
prepubertal dapat menurunkan viabilitas spermatozoa mencit jantan galur Swiss
Webster.
5
komparatif. Data yang diukur adalah viabilitas spermatozoa dalam satuan persen.
Analisis data menggunakan uji analisis varians (ANAVA) satu arah dilanjutkan
uji beda rata-rata Tukey HSD dengan = 0,05.
1.7Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha Bandung, mulai dari Februari 2006 sampai dengan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pemberian tepung tempe kedelai (Glycine max (L) Merr) pada dosis 14,1%,
28,2%, dan 56,4% secara per oral selama masa prepubertal dapat menurunkan
viabilitas spermatozoa mencit jantan.
5.2 Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek pemberian tepung
tempe kedelai hasil olahan Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor
dengan tepung tempe kedelai yang beredar secara luas di masyarakat
Indonesia yang dikonsumsi selama masa prepubertal terhadap kesuburan
mencit jantan.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek pemberian tepung
tempe kedelai yang dikonsumsi selama masa prepubertal terhadap tempe
kedelai yang dikonsumsi selama masa pubertal terhadap kesuburan mencit
jantan.
3. Perlu penelitian secara kimiawi untuk mengetahui kadar kandungan
isoflavon genistein dan daidzein dalam tempe kedelai yang dikonsumsi
secara luas oleh masyarakat.
4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan penurunan kesuburan
pada pria yang banyak mengonsumsi tempe kedelai selama masa
prepubertal.
5. Konsumsi makanan harus dilakukan secara cukup sesuai panduan gizi
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto. 2005. Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya. h. 6, 9-15, 85, 89-90, 96-8.
Anonymous. http://www.hanyawanita.com/_sex/article.php?article_id=4249, 20 Mei 2006.
Anonymous. Mandul akibat tahu dan tempe. Bulir. Edisi 31. September 2005. h. 20.
Arsiniati M. Brata-Arbai. 1997. Cholesterol lowering effect of tempe. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 54.
BBC. Soya ‘link’ to male infertility.
http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/northern_ireland/3513607.stm, 10 Juni 2006
Eroschenko V. P. 2003. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi 9. Jakarta: EGC. h. 279, 280.
Guyton A.C., Hall. J.E. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. h. 1265-9, 1274-5.
Head K. A. 2001. Isoflavones and other soy constituents in human health and disease. www.thorne.com/media.soyIsoflavones.pdf, 10 Juni 2006.
Hermana, Mien Karmini. 1997. The development of tempe technology. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 89-90.
Lee B.J., Jung E. Y., Yun Y. W., Kang J. K., Baek I. J., Yon J. M. et al. 2004. Effect of exposure to genistein during pubertal development on the reproductive system of male mice. www.jstage.jst.go.jp./article/jrd/50/4/399/-pdf, 23 Mei 2006.
48
Mary Astuti. 1997. History of the development of tempe. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 6, 8.
Mary Astuti. 1997. Iron availability of tempe and its uses in iron deficiency anemia. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 43-4.
Mien Karmini. 1997. Tempe and infection. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 48-9.
Molina P. E. 2004. Endocrine physiology. USA: The McGraw-Hill Companies. p. 181-203.
Nilson S., Makela S., Treuter E., Tujague M., Thomsen J., Andersson G. et al.
2001. Mechanisme of estrogen action.
http://physrev.physiology.org/cgi/content/full/81/4.1535, 7 November 2006.
O’Donnell L. Robertson K. M., Jones M. E., Simpson E. R. 2001. Estrogen and spermatogenesis. http://edrv.endojournals.org/cgi/content/full/22/3/289, 28 Oktober 2006.
Sammy S. M., Fielden M. R., Chou K., Zacharewskil T. R. 2002. Effects of gestational and lactational exposure to genistein on sperm quality and
testicular gene expression in mice.
http://www.bch.msu.edu/~zacharet/publications/sot2002/samy1.htm, 20
Oktober 2006.
Setchell K. D. R., Cassidy A. 1999. Dietary isoflavones: biological effects and relevance to human health. http://jn.nutrition.org/cgi/content/full/129/3/758S.
11 Juni 2006.
Snell R. 1998. Perineum. Dalam: Jonathan Oswari. ed. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 3. Jakarta: EGC. h. 44-5, 93.
49
Suyanto Pawiroharsono. 1997. Microbiological aspects of tempe. In: Jonathan Agranoff. ed. The complete handbook of tempe. Jakarta: the Indonesia Tempe Foundation. p. 101-7.
Suyanto Pawiroharsono. 2001. Prospek dan manfaat isoflavon untuk kesehatan. http://www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-2.htm. 10 Juni 2006.
Suryo. 2001. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press. h. 64.
Syaifuddin. 2001. Fungsi sistem tubuh manusia. Jakarta: Widya Medika. h. 267, 269, 270, 272-3.
Weston A Price Foundation. 2003. Dangers of dietary isoflavones at levels above
those found in traditional diets.
http://www.westonaprice.org/soy/dangersisoflavones.html, 11 Juni 2006.
Wikipedia. 2006. Soybean. http://en.wikipedia.org/wiki/Soybean, 12 Juni 2006.