• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asah Imajinasi via Ekskursi Kesejarahan: Metode Pengayaan Materi Pelajaran IPS Bagi Peserta Didik SD dan SMP di Kota Salatiga Tahun 2022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Asah Imajinasi via Ekskursi Kesejarahan: Metode Pengayaan Materi Pelajaran IPS Bagi Peserta Didik SD dan SMP di Kota Salatiga Tahun 2022"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 ASAH IMAJINASI VIA EKSKURSI KESEJARAHAN:

METODE PENGAYAAN MATERI PELAJARAN IPS BAGI PESERTA DIDIK SD DAN SMP DI KOTA SALATIGA TAHUN 20221

Wahyu Purwiyastuti, S.S., M.Hum.

PENGANTAR

Sejumlah peserta didik SD dan SMP di Kota Salatiga akhirnya bisa mengikuti kegiatan ekskursi kesejarahan yang merupakan agenda inti dari rangkaian program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang digelar selama bulan Juli hingga akhir November 2022. Tim PkM yang terdiri dari dosen dan mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP, UKSW berhasil menyelesaikan target membentuk kader muda ekskursi kesejarahan. Beberapa agenda pendampingan yang diberikan sebelumnya diwujudkan dalam bentuk pemberian motivasi belajar IPS-sejarah bagi peserta didik SD dan SMP, memberikan stimulus yang bersifat fundamental untuk membangun ketrampilan berpikir sejarah logis dan kritis menggunakan metode ekskursi.2

Ekskursi merupakan konsep yang sedang dikaji dan dipetakan prosedurnya.3 Terminologi “ekskursi” menjadi perhatian utama dalam PkM kali ini karena konon merupakan gagasan yang terkoneksi dengan konsep “Bengkel Sejarah”. Istilah

“Bengkel” dicetuskan oleh Nugroho Notosusanto (1964), yang artinya sebagai tempat guru mengadukan persoalan pembelajaran. Bengkel juga dimaknai sebagai workshop study atau lokakarya bagi peserta didik maupun guru IPS-Sejarah pada jenjang SD-SMP, juga peserta didik maupun guru sejarah pada jenjang SMA. Metode ekskursi tidak didefinisikan secara detil oleh sejarawan Nugroho Notosusanto 4, namun

1 Artikel ini telah dipresentasikan dalam kegiatan “Dialog Daring”, 16 November 2022.

2 Wahyu Purwiyastuti dan tim. 2022. “Laporan PkM kompetitif internal UKSW”.

Salatiga: tidak dipublikasikan.

3 Wahyu Purwiyastuti. 2022. ”Konsep exkursi, kandas tak berbekas?”. Jurnal Media Komunikasi FPIPS, Vol. 21, No. 1, April 2022. Bali: Undhiksa.

4 Ibid.

(2)

2 bagi peneliti, konsep tersebut memiliki makna strategis yang relevan untuk dipraktikkan dalam program pendampingan di sekolah. Pada pelaksanaan pengayaan materi IPS- sejarah bagi peserta didik di SD dan SMP, ditemukan gagasan secara tekstual tidak dieksplisitkan oleh Nugroho Notosusanto melalui karya buku berjudul Sejarah Nasional Indonesia.

BERIMAJINASI MENDEFINISIKAN KEINDONESIAAN

Program ekskursi kesejarahan yang diikuti peserta didik dari SD Negeri Sidorejo Lor 06,SD Negeri Tingkir Lor 01, SMP Kristen Satya Wacana, dan SMP Negeri 1 Salatiga, juga melibatkan guru pendamping, mahasiswa, serta dosen. Peserta ekskursi dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari aktivitas membaca karya cerita pendek bertema sejarah, berdiskusi dan menganalisa konsep “keindonesiaan”, serta mengobservasi patung tiga pahlawan yang berlokasi di Lapangan Pancasila. Imajinasi dilatihkan agar peserta didik tidak bertumpu pada sistem belajar IPS-sejarah dengan cara menghafal, namun mampu mencari koneksi antar peristiwa sejarah, ruang geografis, unsur-unsur perekonomian, maupun aspek teritorial. Harapannya, setelah mengasah imaji dan logika melalui pengetahuan kognitif IPS-sejarah, kemampuan logis kritis dapat dibangun melalui historiografi alternatif.

Siswa SMP Laboratorium Satya Wacana mengasah imajinasi melalui media peta dunia

(Dok: koleksi Cek Iwepe, 2022)

Siswa SMP Laboratorium Satya Wacana mengasah imajinasi dengan membaca cerpen bergenre sejarah karya Nugroho Notosusanto

(Dok: koleksi Cek Iwepe, 2022)

(3)

3 Siswa SMP Negeri 1 Salatiga

menuangkan gagasan “keindonesiaan”

dalam bentuk simbol gambar (Dok: koleksi Cek Iwepe, 2022)

Siswa SMP Negeri 1 Salatiga menuangkan gagasan “keindonesiaan”

dalam bentuk cerita (Dok: koleksi Cek Iwepe, 2022)

Dalam praktik ekskursi peserta didik juga diajak membandingkan narasi yang tersimbolkan melalui patung tiga pahlawan dengan lukisan mural pahlawan yang berada di dinding sungai kampung Pancuran, Kutowinangun, Tingkir, Salatiga.

Observasi ke dua lokasi yang berbeda tersebut sengaja diberikan untuk memberikan wawasan kontradiktif atas narasi yang dihadirkan oleh seniman patung yang proyeknya berasal dari negara, dengan narasi karya mural yang lahir dari seniman biasa di kampong Pancuran. Seni mural di Pancuran diwarnai oleh wajah para pahlawan nasional, termasuk tokoh seni patung kelahiran Salatiga, Edi Soenarso. Mural yang tersedia di kampung Pancuran juga dapat dibaca sebagai simbol bagaimana masyarakat awam mendefinisikan keindonesiaannya.

Konsep imajinasi dapat dipelajari dari sumber literature yang dihadirkan oleh C.

Behan McCullagh5. Dalam artikelnya McCullagh mengusung pemikiran beberapa tokoh

5 Behan McCullagh. “Bias in Historical Description, Interpretation, and Explanation”

History and Theory, Vol. 39, No 1 (Feb., 2000), hlm. 39-66. Penerbit: Blackwell Publishing for Wesleyan University.

(4)

4 di antaranya Hayden White dan Ankersmith. Menurut kedua sejarawan ini, tahapan setelah mengeksplorasi literatur dan sumber-sumber subjektif interpretasi sejarah akan memberi kesan bahwa sejarah sebaiknya memberi makna pada fakta-fakta sejarah dengan cara memberi relasi antar fakta ini merupakan cara sejarawan membangun kreatif interpretasi dibangun dengan cognitive requirements. Ini membuktikan bahwa sejarawan mempertimbangkan masalalu berdasarkan kepentingannya dan visi masa lalu. Mereka mungkin berpikir bahwa tidak ada standar objektivitas interpretasi dinyatakan bias. White dan Ankersmit memberikan banyak pemahaman tentang masa lalu melalui tulisan naratif. Ada empat langkah yang umum dilakukan sejarawan sebagai bias:

1. Sejarawan kadang memberikan informasi atau bukti yang misinterpret sehingga apa yang dilukiskannya tentang fakta sejarah belum tentu kebenarannya.

2. Ketika sejarawan mengkompilasi data sejarah, baik itu personal, institusi, atau sebagai peristiwa, apa yang mereka katakan tentang itu bias dibenarkan tapi pernyataan tentang itu bisa menghilangkan fakta akibatnya tidak seimbang. Ini disebut unfair.

3. Jenis bias yang berupa deskripsi umum masa lalu yang menggambarkan fakta sebagai bukti, dikenal sebagai kesalahan. Contoh: marxis mendeskripsikan revolusi sebagai perjuangan kelas.

4. Bentuk umum bia berikutnya adalah ketika terjadi dalam menyediakan alasan penjelasan peristiwa sejarah.6

Gagasan tersebut tentu relevan sebagai pengetahuan sekaligus untuk mengasah kemampuan berpikir sejarah. Bukan hanya bagi kalangan pendidik, namun juga perlu dilatihkan kepada peserta didik. Pengetahuan bahwa kesalahan dalam pengawasan sejarah, deskripsi sejarah, dan interpretasi, dan penjelasan sejarah dapat terjadi sebuah kesalahan dalam pengawasan. Itu tidak disebut bias, tetapi hanya kesalahan atau tidak dapat dibenarkan. Bias terjadi saat seseorang menulis seorang tokoh sejarah. Dia mungkin melukiskan dengan motivasi tertentu, dan mempresentasikan sisi

6 Ibid., hlm. 40.

(5)

5 karakter yang menyenangkan melalui popularitas. Bias berasal dari diri sejarawan sendiri (karena ada kepentingan), bias nilai dari anggapan kelompok, dan bias waktu.7

Ketika sejarawan mendeskripsikan sesuatu, seperti orang, masyarakat, atau peristiwa, mereka biasanya mendeskripsikan aspek tertentu saja seperti karakter seseorang, kelompok politik, dan perubahan utama yang terjadi pada suatu peristiwa.8 Dalam memahami pelajaran sejarah, sebaiknya pemelajar perlu meninggalkan sejarah yang bias. Kepada peserta didik perlu diinformasikan bahwa sejarawan diidentifikasi memiliki kekuatan melihat peristiwa melalui matanya, dan dengan hal itu maka budaya sangat dekat dengan pemiliknya. Ketika peserta didik dibawa kepada dua konsep narasi yang berbeda, mereka juga perlu dilatih membayangkan produsen narasi yang memiliki kepentingan yang berbeda. Narasi versi negara dan versi masyarakat. Agar ketrampilan berpikir sejarah siswa tidak mengandung bias sejarah, maka guru atau pendidik perlu melatih siswa untuk menerapkan kritik sumber yang objektif. Dalam rangka memahami konsep bias, interpretasi, dan eksplanasi sejarah, maka satu hal yang dibutuhkan adalah ide yang jernih atas catatan peristiwa sejarah.9 Gambar berikut ini merupakan sebuah bentuk aktivitas mengasah ketrampilan berpikir sejarah dengan menggunakan pendekatan otentisitas sumber sejarah, latihan melakukan kritik sumber melalui kerja tim, dan membuat penjelasan sejarah.

(Dok: koleksi Cek Iwepe, 2022)

(Dok: koleksi Cek Iwepe, 2022)

7 Ibid.

8 Ibid., hlm. 42.

9 Ibid., hlm. 44.

(6)

6 Pandangan Kritis

Behan McCullagh juga memberikan deskripsi yang cukup detil untuk memahami konsep bias. Bias yang dimaksud sangat berkorelasi dengan makna subjektivitas yang tinggi dan mendominasi. Ketika berhadapan dengan sebuah aktivitas riset sejarah, seringkali kita diperhadapkan dengan berbagai permasalahan diantaranya: kesulitan menemukan data yang diperlukan untuk konstruksi peristiwa sejarah; kebingungan mengolah dan menulis bahkan menjelaskan peristiwa sosial menjadi peristiwa sejarah;

bisa juga dengan kondisi menghadapi pihak yang berkepentingan terhadap produk historiografi yang sedang dikerjakan; terkadang ada sejarawan yang dengan sengaja menciptakan bias karena alasan kepentingan dan keuntungan baik pribadi atau kelompok,dan sebagainya. Diskursus tentang bias selalu mewarnai dinamika penulisan sejarah. Persoalannya adalah bagaimana menempatkan diri sebagai penulis sejarah yang memiliki objektivitas dan pemikiran jernih agar produk historiografi yang dihasilkan terbebas dari bias. Konsep seperti itu sangat penting, maka ketika mendampingi peserta didik dalam mengasah ketrampilan mengimajinasikan peristiwa, perlu kiranya dikenalkan dengan pengetahuan tentang “bias”. Beberapa hal berikut ini strategi yang diberikan Behan McCullagh agar bisa menghindari bias sejarah:

1. Bias dihindari dengan cara menciptakan logic of history, objektif, punya daya kreatif imaginasi, kreatif mengejar sumber primer dan narasumber. Tujuannya untuk memperkuat konstruksi historis.

2. Menyingkirkan data yang tidak relevan

3. Menyingkirkan naluri terhadap kepentingan, tujuan, maksud tertentu. Harus mampu mengalahkan emosi, mengendalikan diri, menghargai etika profesi sejarawan.

PENUTUP

Aktivitas mengasah imajinasi menggunakan metode ekskursi kesejarahan merupakan sarana yang sangat produktif meningkatkan ketrampilan berpikir sejarah siswa SD dan SMP. Kultur mengasah imajinasi seolah tidak menempati ruang strategis dalam pembelajaran di kelas. Pendidik diperhadapkan pada buku teks pelajaran

(7)

7 sebagai acuan utama. Salah satu program pemerintah yaitu guru penggerak, saat ini seharusnya menjadi ruang bagi guru mengasah imajinasi dalam berpikir sejarah. Hal ini penting agar ketika mempraktikkan metode pengajaran yang logis kritis, dampaknya dapat dirasakan oleh peserta didik. Para akademisi dari perguruan tinggi dapat diposisikan sebagai mitra yang bertugas mendampingi dan memfasilitasi pengenalan konsep baru tentang kesejarahan untuk meningkatkan proses pembelajaran IPS yang lebih berdaya.

DAFTAR PUSTAKA

Behan McCullagh. “Bias in Historical Description, Interpretation, and Explanation”

History and Theory, Vol. 39, No 1 (Feb., 2000), hlm. 39-66. Penerbit: Blackwell Publishing for Wesleyan University.

Wahyu Purwiyastuti dan tim. 2022. “Laporan PkM kompetitif internal UKSW”. Salatiga:

tidak dipublikasikan.

Wahyu Purwiyastuti. 2022. ”Konsep exkursi, kandas tak berbekas?”. Jurnal Media Komunikasi FPIPS, Vol. 21, No. 1, April 2022. Bali: Undhiksa.

Referensi

Dokumen terkait

banyak (one to many) dimana setiap entitas pada suatu himpunan dapat berhubungan dengan banyak entitas pada himpunan entitas lainnya. Hubungan suatu entitas dari

Peserta nonwajib adalah mahasiswa Fakultas Pertanian dan Bisnis yang keikutsertaannya dalam Studi Ekskursi telah mendapat persetujuan Koordinator Bidang Studi Ekskursi,

SD Pahlawan adalah SD yayasan darI Universitas Pahlawan yang dimana terletak di Bangkinang kota tepatnya di Ridan. SD Pahlawan mempunyai tenaga pendidik yang muda- muda dimana

Di dalam proses menggambar ilustrasi flora dan fauna menggunakan pensil warna, hambatan awal yang terjadi pada siswa di kelas X SMK Gunung Sari Makassar adalah siswa

2 Jika Badan Sertifikasi diminta untuk bertanggung jawab atas suatu produk akibat penggunaan Sertifikat TUV Rheinland Indonesia yang tidak sesuai dengan ketentuan

Sesuai dengan prinsip fidusia yang mengakui prinsip penyerahan benda kepada kreditor secara constitutum posessorium, prinsip mana dianut oleh Undang-undang Jaminan Fidusia No 42

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif pada Lansia di Posyandu Lansia Binaan Puskesmas

Menginformasikan kepada peserta didik tentang waktu pelaksanaan kegiatan meneladani pahlawan sebagai wujud cinta tanah air menggunakan media wayang pahlawan (Akuntabilitas