• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Kepemilikan Hak Atas Tanah dalam Hal Pemiliknya Terikat Perkawinan Campuran Tanpa Membuat Perjanjian Perkawinan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Kepemilikan Hak Atas Tanah dalam Hal Pemiliknya Terikat Perkawinan Campuran Tanpa Membuat Perjanjian Perkawinan."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

vii

MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN Rudijanto Budiman

(1288007)

ABSTRAK

Penyusunan Legal Memorandum ini merumuskan permasalahan pokok dengan latar belakang bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk, baik masyarakatnya yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan agama serta kepercayaan kepada Tuhan Yang Masa Esa, budaya, bahasa, adat istiadat dan lain sebagainya. Faktor kemajemukan semacam ini dibidang hukum keluarga khususnya dibidang hukum perkawinan yang sering kali banyak terjadi permasalahan hukum, sehingga banyak terjadinya perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing. Akibat hukum perkawinan campuran dapat berdampak terhadap status kewarganegaraan suami dan istri, dan menimbulkan permasalahan hukum terutama dalam bidang agraria/pertanahan di Indonesia.

Metode penulisan ini termasuk jenis penelitian hukum normative, yaitu mengacu pada studi kepustakaan yang ada. Dalam penulisan ini juga dipergunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dimana pendekatan dilakukan dengan menelaah undang-undang dan peraturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang diteliti, serta dengan pembahasan teori : (1) Hak Milik Atas Tanah Warga Negara Asing; (2) Status Hak Atas tanah dalam Perkawinan Campuran; (3) Pengertian Tentang Perkawinan Campuran; (4) Pengertian Hukum Agraria; (5) Asas-asas dalam UUPA; (6) Hak-hak atas Tanah; (7) Peralihan Hak Atas Tanah; (8) Pendaftaran Hak Atas Tanah; (9) Pengertian Sertifikat Hak Atas Tanah; (10) Definisi Warga Negara; (11) Pengertian Perjanjian; (12) Syarat sahnya perjanjian dan akibat hukum; (13) Perjanjian Perkawinan; (14) Harta benda dalam perkawinan.

Hasil penulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Kepatuhan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan campuran, seharusnya dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh para pasangan yang melakukan perkawinan campuran, Sebaiknya perkawinan campuran dilaksanakan secara sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Sebelum melangsungkan pernikahan mereka menanda-tangani Perjanjian Perkawinan dihadapan Notaris di Indonesia, dan Sebelum melakukan pernikahan dengan orang asing sebaiknya pasangan tersebut berkonsultasi terlebih dahulu dengan orang yang mengerti masalah hukum khususnya hukum perkawinan.

(2)

viii

LEGAL MEMORANDUM

CHANGE OF THE LAND OWNERSHIP STATUS IN A MIXED MARRIAGE WITHOUT CONTRACT

Rudijanto Budiman 1288007

ABSTRACT

This Legal Memorandum formulates the main problem in Indonesia as a very diverse country, with various ethnics, religions, cultures, languages, customs and so forth. In the Law of Familie, there are many law cases especially in the Marriage Law, which happen between different citizenship, in this case between Indonesian with foreign people, called Mixed Marriage. The legal consequences of mixed marriage can affect the citizenship status of husband and wife, and can cause legal problems, especially related with asset (land) in Indonesia.

This writing method is using normative law research that relies on the existing literature study. In this study also use the legislation approach (statute approach), where the approach is done by examining the laws and regulations relevant to the legal issues that are being investigated, as well as the discussion of the theories: (1) Properties Land foreigners; (2) Status of Rights to land in Mixed Marriage; (3) Definition About Marriage mixture; (4) Definition of Agrarian Law; (5) The principles of the Constitution Act of Agrarian Principal; (6) Rights to Land; (7) Transfer of Rights to Land; (8) Registration of Rights to Land; (9) Definition of Land Rights Certificate; (10) The definition of citizen; (11) Definition of the Agreement; (12) Terms of the agreement validity and legal effect; (13) Marriage Agreement; (14) The Treasure of the marriage.

The results of this paper can be summarized as follows: Compliance with laws and regulations related to mixed marriages should be taken into consideration by the couple who commit a mixed marriage. The mixed marriage process should validly be executed according to the Law Number 1 of 1974 on Marriage. Before married, they have to sign the Treaty of Marriage before they go to the notary in Indonesia, and before getting married to foreigners the couple should consult with people who understand the legal issues, especially marriage law.

Keywords: Ownership Rights to Land, Mixed Marriage, Marriage Agreement.

(3)

xi

Halaman Pernyataan ...

Halaman Pengesahan Pembimbing ...

Halaman Persetujuan Panitia Sidang ...

Pernyataan Persetujuan Revisi ………

Halaman Pernyataan Revisi Penulisan Tugas Akhir ………...

Abstrak ...

Kata Pengantar ...

DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Kasus Posisi ...

B. Latar Belakang Masalah ...

C. Permasalahan Hukum ...

D. Tujuan Penelitian ...

E. Manfaat Penulisan ...

F. Sistematika Penulisan ...

BAB II DOKUMEN TERKAIT

A. Risalah Sidang Pertama, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015...

B. Risalah Sidang Kedua, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015...

C. Risalah Sidang Ketiga, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015...

(4)

xii

E. Risalah Sidang Kelima, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015...

F. Risalah Sidang Keenam, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015...

BAB III LANDASAN TEORI

A.Hak atas tanah yang boleh dimiliki oleh WNA ……….

B.Status Hak Atas Tanah yang boleh dimiliki oleh para pihak

yang terikat dalam Perkawinan Campuran ...

C.Pengertian Perkawinan Campuran ...

1. Perkawinan Campuran antar kewarganegaraan ...

2. Perkawinan Campuran antar Agama (Beda Agama) ...

D.Pengertian Hukum Agraria ...

E. Asas-asas dalam UUPA ...

F. Hak-hak atas Tanah ...

G.Peralihan Hak Atas Tanah ...

H.Pendaftaran Hak Atas Tanah ...

I. Pengertian Sertipikat Hak Atas Tanah ...

J. Definisi Warga Negara ...

K.Pengertian Perjanjian ...

L. Syarat sahnya perjanjian dan akibat hukum tidak dipenuhinya

syarat-syarat sahnya perjanjian ...

M. Perjanjian Perkawinan ...

N. Harta benda dalam perkawinan ...

(5)

xiii

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN – LAMPIRAN

84

85

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kasus Posisi

Pelaku perkawinan campuran merasa dirugikan oleh sejumlah ketentuan

dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria untuk selanjutnya disebut dengan UUPA, dan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan untuk selanjutnya disebut UUP. Warga

Negara Indonesia yang menikah dengan orang Asing tidak dapat memiliki hak

atas tanah berupa Hak Milik, dan Hak Guna Bangunan.

Ike Farida pelaku perkawinan campuran telah menempuh hampir semua

jalan untuk menguasai satu apartemen tunai tiga tahun lalu. Namun segala upaya

itu belum membuahkan hasil. Upaya Ike membawa kasusnya ke jalur hukum pun

berkali-kali mengalami deadlock. “Sebagai warga negara Indonesia, saya merasa

diperlakukan diskriminatif,” kata Ike.1

Ike Farida membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi. Ia menggugat

UUPA dan UUP yang membuatnya sulit memperoleh hak milik atas tanah dan

bangunan. Sasarannya pasal-pasal yang melarang kepemilikan lahan dan

bangunan warga negara Indonesia yang menikah dengan warga negara asing.

Ike Farida menikah secara sah dengan Warga Negara Asing

berkewarganegaraan Jepang, berdasarkan perkawinan yang sah dan telah

dicatatkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Makasar, Kotamadya Jakarta

1Yuliawati, Dewi Suci Rahayu,”Beda Perlakuan Karena Kawin Campur” Tempo, 31 Juni 2015,

(7)

Timur Nomor 3948/1995, pada tanggal 22 Agustus 1995, dan telah melaporkan

pernikahannya ke Kantor Catatan Sipil Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

tertanggal 24 Mei 1999.

Terkait pernikahannya dengan Warga Negara Asing, Ike tetap tinggal di

Indonesia, Ia hanya sesekali berkunjung ke Negeri Sakura. Selama perkawinannya

Ike pun tak pernah melepaskan status kewarganegaraannya, dan tetap tinggal di

Indonesia.

Bahwa bukti diatas adalah bukti resmi, valid, dan sah yang dikeluarkan

oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Jepang (visa

kunjungan) yang tidak dapat dibantah kebenarannya, dan yang bersangkutan

adalah Warga Negara Indonesia asli, tunggal, dan tidak berkewarganegaraan

ganda.

Pada tanggal 26 Mei 2012, Ike dan suaminya ikut mengunjungi pameran

properti di Jakarta Convention Centre, Senayan. Petugas pemasaran PT Elite

Prima Hutama waktu itu menawarkan unit apartement Casa Grande Alon Di

Casablangka, Jakarta Selatan. Ike Farida menetapkan pilihannya untuk membeli

unit apartemen di lantai sembilan. Satu unit apartemen seluas 151 meter persegi

itu rata-rata dihargai Rp. 3.050.000.000,- ( tiga milliar lima puluh juta rupiah).

Pada waktu itu petugas pemasaran menjanjikan pengurusan Perjanjian Pengikatan

Jual Beli (PPJB) bisa selesai dalam dua hari. Bilamana apartemen tidak ditempati,

pengelola bisa mencarikan penyewa lain dengan tarif sekitar US$ 4.500 ( empat

ribu lima ratus dollar) per bulan. Tertarik pada berbagai tawaran itu, Ike Farida

(8)

3

Pada bulan Mei 2012 Ike Farida selaku pemohon menandatangani

perjanjian surat pemesanan sekaligus membayar bookingfee Rp. 10.000.000,-

(sepuluh juta rupiah). Berdasarkan ketentuan dalam surat pemesanan itu,

Perjanjian Pengikatan Jual Beli untuk selanjutnya di singkat PPJB akan

ditanda-tangani 14 hari setelah pembayaran uang muka sebesar 10 (sepuluh) persen.

Petugas pemasaran waktu itu menjelaskan bahwa harga apartemen dapat

mengalami perubahan apabila Ike Farida selaku pemohon tak melunasi dalam

jangka waktu 3 - 4 hari. Empat hari kemudian, yaitu pada tanggal 26 Mei 2012 Ike

melunasi pembelian unit apartemen tersebut.

Setelah sekian lama menunggu jadwal penandatanganan Perjanjian

Pengikatan Jual Beli, pada tanggal 17 September 2012, Ike Farida selaku

pemohon mendapat kabar perjanjian pembelian apartemen dibatalkan secaca

sepihak oleh pihak pengembang. PT Elite Prima, bagian dari perusahaan properti

Pakuwon Group, membatalkan pesanan Ike Farida, karena status suami Ike Farida

adalah yang masih warga negara asing.

Direktur Grup Pakuwon Stefanus Ridwan menjelaskan, pesanan Ike Farida

selaku pemohon dibatalkan karena tidak ada surat perjanjian perkawinan sebelum

menikah. Tanpa perjanjian itu, ketika warga Indonesia menikah dengan warga

negara asing, harta mereka menjadi harta bersama. Pada pokoknya pengembang

mengatakan bahwa sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) UUPA dan Pasal 35 ayat (1)

UUP, Seorang perempuan yang kawin dengan Warga Negara Asing dilarang

(9)

Tidak terima atas pembatalan sepihak, Ike Farida melaporkan Pakuwon

Group Ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Ike yang berprofesi sebagai pengacara

menuduh pihak Pakuwon menipu dan menggelapkan uang dia. Namun pada

tanggal 8 Oktober 2014, Polda Metro Jaya menghentikan penyelidikan kasus

tersebut dengan alasan tak cukup bukti.

Ketika Ike Farida melapor ke polisi, PT Pakuwon menitipkan uang

pembayaran Ike Farida ke Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Pada

tanggal 12 November 2014, pengadilan menetapkan pembatalan surat pemesanan

atas nama Ike Farida sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya

suatu perjanjian yaitu angka 4 suatu sebab yang halal sebagaimana diatur dalam

Pasal 1320 KUH perdata.

Upaya penyelesaian di kepolisian dan pengadilan mengalami jalan buntu,

Ike menggugat ke Mahkamah Konstitusi, Ike Farida mengajukan permintaan uji

materi atas pasal 21 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36 ayat (1) UUPA, dan juga

meminta uji materi atas Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 35 Ayat (1) UUP. Pada

pasal-pasal itu tersebut berpotensi merugikan hak konstitusional, karena dapat

menghilangkan dan merampas hak pemohon untuk dapat memiliki Hak Milik dan

Hak Guna Bangunan.

Pasal 21 ayat (1) UUPA menyatakan hanya warga negara Indonesia yang

mempunyai hak milik. Adapun Pasal 21 ayat (3) menyatakan orang asing atau

Warga Negara Indonesia yang melepaskan kewarganegaraan wajib melepaskan

hak milik dalam jangka waktu satu tahun, Jika tidak hak tersebut hapus karena

(10)

5

menyebutkan hak guna bangunan hanya dapat dimiliki warga negara Indonesia

dan badan hukum Indonesia.

Menurut Ike Farida, pasal-pasal dalam UUPA dan UUP tersebut

bertentangan dengan sejumlah pasal Undang-Undang Dasar 1945 sebagai

konstitusi Indonesia.

Disebutkan dalam Pasal 28H ayat (4) Undang-undang dasar 1945, yang

menjamin setiap warga negara memperoleh hak milik, Pasal 27 ayat (1) tentang

kedudukan warga negara yang sama didalam hukum, Pasal 28D ayat (1) tentang

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, dan Pasal 28 ayat 2

tentang jaminan kebebasan dari perlakuan diskriminatif.

Dalam Sidang Ike Farida berpendapat, bahwa Warga Negara Indonesia

yang menikah dengan Warga Negara Asing yang tidak kehilangan status

kewarganegaraan asalnya. “Seharusnya mempunyai hak sama dengan warga

negara Indonesia lainnya”.

Ketua Umum Masyarakat Perkawinan Campuran, Juliani Luthan,

mendukung langkah Ike Farida menggugat ke Mahkamah Konstitusi. “Ini momen

yang kami tunggu,” kata Juliani.2

Selama ini Warga Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Asing

seringkali mengakali kepemilikan aset dengan beragam cara. Antara lain dengan

mengatasnamakan saudara atau kerabat dekatnya. “Padahal sangat riskan secara

hukum”.3

2

Ibid. hlm. 112 3

(11)

B. Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk, baik

masyarakatnya yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan agama serta

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, budaya, bahasa, adat istiadat dan

lain sebagainya.

Faktor kemajemukan semacam ini dibidang hukum keluarga khususnya

dibidang hukum perkawinan yang sering kali banyak terjadi permasalahan hukum.

Terlepas dari perkembangan dan perubahan budaya global yang terjadi dalam

menyikapi perpektif pasangan hidup, perkawinan tetap dipandang sebagai suatu

ritual sakral yang dilandasi dengan pemikiran yang bersifat keagamaan, hukum,

adat-istiadat, budaya, dan didalamnya turut melekat aspek hak asasi manusia, oleh

karenanya pada praktiknya tidaklah mudah untuk tidak dilakukan.

Bilamana diartikan secara sempit dapat dikatakan bahwa mereka yang

telah menjalin hubungan yang mendalam, tidak menutup kemungkinan bahwa

hukum agama maupun hukum manusia dilampaui oleh mereka. Bahkan tidak

tertutup kemungkinan bagi mereka untuk melakukan upaya-upaya hukum maupun

penyelundupan hukum. Namun demikian, dampak yang timbul dari perkawinan

tersebut timbul sesudah dilangsungkannya perkawinan.

Perkawinan merupakan ikatan yang sakral karena didalam ikatan

perkawinan tersebut tidak hanya terdapat ikatan lahir atau jasmani saja, tetapi juga

ada ikatan rohani yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,

maksudnya ialah bahwa suatu perkawinan tidak hanya sekedar hubungan lahiriah

(12)

7

laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa4. Hal itu sesuai

dengan rumusan yang terkandung dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang perkawinan yang berbunyi : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin

antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Sehingga dalam hal ini UUP Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa suatu

perkawinan dapat dinyatakan sah, apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agama dan kepercayaan pasangan yang melakukan pernikahan

Dewasa ini banyak terjadi perkawinan campuran di Indonesia. Pengertian

Perkawinan campuran menurut UUP dalam Pasal 57 adalah ”Perkawinan antara

dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena

perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraaan

Indonesia”.

Untuk dapat melangsungkan perkawinan campuran diperlukan

syarat-syarat menurut UUP. Perkawinan campuran diatur dalam BAB XII bagian ketiga

dari Pasal 57 sampai dengan Pasal 62. Akibat hukum perkawinan campuran dapat

berdampak terhadap status kewarganegaraan suami dan istri. Akibat hukum yang

lain dari perkawinan campuran di Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia

dapat dianalogikan dengan akibat perkawinan yang diatur dalam Pasal 30 sampai

dengan Pasal 36 UUP.

4

(13)

Pada era globalisasi Indonesia dengan mudah dapat melakukan suatu

hubungan luar negeri yang bersifat global dan banyak investor turis mancanegara

yang lebih dikenal dengan sebutan Warga Negara Asing masuk ke dalam Negara

Indonesia, baik untuk berlibur, menjalankan bisnis maupun investasi di Indonesia.

Warga Negara Asing ini akan melakukan suatu aktivitas di dalam Negara

Indonesia.

Dalam hal ini, kesempatan seperti ini dapat menjadi keuntungan bagi

Indonesia, baik keuntungan dalam aspek Pariwisata, aspek Ekonomi dan Bisnis

maupun aspek Pendidikan. Warga Negara Asing dapat dengan mudah singgah di

Indonesia, dan tidak sedikit dari mereka yang mempersunting Warga Negara

Indonesia untuk menjadi pasangan hidupnya. Perbuatan hukum ini dapat

menimbulkan akibat hukum lainnya terutama dalam bidang agraria/pertanahan,

dimana mereka berdomisili dan dimana mereka melakukan aktivitas hariannya.

Adanya suatu aktivitas yang dilakukan oleh Warga Negara Asing di

Indonesia membuat mereka tinggal dalam jangka waktu cukup lama dan bahkan

ada yang tinggal menetap dan naturalisasi menjadi Warga Negara Indonesia.

Untuk Warga Negara Asing yang tinggal sementara, misalnya hanya untuk

berlibur mungkin tidaklah bermasalah karena mereka hanya tinggal sementara

waktu, kemudian mereka pergi meninggalkan Indonesia menuju negara asalnya.

Akan tetapi bagi Warga Negara Asing yang tinggal dalam waktu yang

lama bahkan hingga menetap apakah menjadi suatu permasalahan? Penulis

(14)

9

terutama apabila mereka melakukan beberapa perbuatan hukum dalam bidang

agraria/ pertanahan di Indonesia.

Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat

dalam UUPA, yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3)

Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya di kuasai oleh negara dan di pergunakan untuk

sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak

tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan

Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah, dan lain-lain.

Dalam ruang lingkup agraria tanah merupakan bagian dari bumi yang

disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah

dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu

tanah dalam pengertian yuridis disebut hak.

Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA

yaitu atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2

ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah,

yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun

(15)

C. Permasalahan Hukum

Status hak atas tanah di UUPA, sangat menarik untuk dikaji bagaimana

pengaruh undang-undang ini terhadap status hak atas tanah bagi Warga Negara

Indonesia dan Warga Negara Asing yang terikat dalam perkawinan campuran

tanpa membuat perjanjian perkawinan. Secara garis besar perumusan masalah

adalah sebagai berikut :

1. Hak atas tanah apa saja yang dapat dimiliki oleh Warga Negara Asing di

Indonesia ?

2. Bagaimana status kepemilikan hak atas tanah terhadap seorang istri

berkewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan suami

berkewarganegaraan Asing ?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan

yang telah dikemukakan di atas, adalah untuk mengetahui hak atas tanah apa saja

yang dapat dimiliki oleh Warga Negara Asing yang melakukan perkawinan

dengan Warga Negara Indonesia dan status kepemilikan hak atas tanah terhadap

Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran dengan orang

asing.

E. Manfaat Penulisan

(16)

11

1. Secara teoritis, diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi

perkembangan ilmu hukum pada umumnya, serta status kepemilikan hak atas

tanah bagi pelaku perkawinan campuran ditinjau dari UUPA dan UUP.

2. Secara praktis diharapkan memberikan masukan mengenai permasalahan yang

sering muncul dan dihadapi oleh pasangan suami istri dalam perkawinan

campuran.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan penelitian ini akan

dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis, menuliskan tentang kasus posisi, latar

belakang, permasalahan hukum, tujuan penelitian, manfaat

penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II DOKUMEN YANG RELEVAN

Pada bab ini penulis, menyertakan dokumen-dokumen yang terkait

dengan permasalahan tersebut diatas antara lain :

1. Risalah Sidang Pertama, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015

tanggal 11 Juni 2015.

Acara : Pemeriksaaan Pendahuluan.

2. Risalah Sidang Kedua, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015

tanggal 24 Juni 2015.

(17)

3. Risalah Sidang Ketiga, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015

tanggal 29 Juli 2015.

Acara : Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR.

4. Risalah Sidang Keempat, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015

tanggal 11 Agustus 2015.

Acara : Mendengarkan keterangan DPR dan ahli/saksi

pemohon.

5. Risalah Sidang Kelima, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015

tanggal 27 Agustus 2015.

Acara : Mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon.

6.

Risalah Sidang Keenam, Nomor Perkara 69/PPU-XIII/2015

tanggal 7 September 2015.

Acara : Mendengarkan keterangan ahli pemohon

.

BAB III LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis menuliskan teori-teori yang berkaitan dengan

permasalahan diatas antara lain :

1. Hak Milik Atas Tanah Warga Negara Asing.

2. Status kepemilikan Hak Atas tanah dalam Pekawinan

Campuran.

3. Pengertian Tentang Perkawinan Campuran.

4. Pengertian Hukum Agraria.

5. Asas-asas dalam UUPA.

(18)

13

7. Peralihan Hak atas Tanah

8. Pendaftaran Hak Atas Tanah

9. Penjelasan Sertipikat Hak Atas Tanah

10.Definisi Warga Negara menurut Undang-Undang Dasar

1945 Pasal 26

11.Pengertian Perjanjian

12.Syarat sahnya perjanjian dan akibat hukum tidak dipenuhinya

syarat-syarat sahnya perjanjian

13.Perjanjian Perkawinan

14.Harta benda dalam perkawinan

BAB IV LEGAL MEMORANDUM

Pada bab ini penulis memberikan legal opinion, komentar dan

saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan diatas.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis menyimpulkan dan memberikan saran dari

(19)

84

BAB V

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan, maka kesimpulan dari

pokok-pokok penelitian dari permasalahan hukum diatas adalah sebagai

berikut :

Pertama, Hak Atas Tanah yang dapat dimiliki Warga Negara Asing

sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang

Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan

di Indonesia mengizinkan Warga Negara Asing memiliki properti di

Indonesia dengan status hak pakai dalam jangka waktu maksimal 30 tahun

yang dapat diperpanjang hingga 20 tahun, setelah berakhir hak pakai tersebut

dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 tahun. Dengan demikian tidak

dibenarkan Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing memiliki tanah

dan bangunan dengan status Hak Milik ataupun Hak Guna Bangunan. Dalam

Pasal 9 UUPA hanya Warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai

hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang udara.

Kedua, Status kepemilikan hak atas tanah terhadap seorang istri

berkewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan suami

berkewarganegaraan Asing adalah Apabila seorang istri menikah dengan

Perjanjian Kawin ( Pre Marital Agreement) atau memakai Perjanjian Kawin,

(20)

85

menjadi milik masing-masing. Sebaliknya, apabila pasangan perkawinan

tersebut tidak memiliki Perjanjian Kawin, maka harta yang dimiliki selama

perkawinan menjadi harta bersama pasangan tersebut, dengan kata lain orang

asing tersebut memiliki setengah dari tanah tersebut, sehingga Warga Negara

Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Asing tanpa Perjanjian

Perkawinan dipaksa untuk tunduk pada ketentuan peraturan yang

diperuntukkan bagi orang asing

B. Saran

Saran yang dapat diberikan pada pasangan perkawinan campuran yaitu

memahami dengan baik ketentuan ketentuan hukum kewarganegaraan,

sehingga dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban yang menjadi

konsekkuensi atas perkawinan yang dilakukan.

1. Sangat disarankan agar apabila seorang Warga Negara Indonesia yang

tetap ingin dapat memiliki hak atas kepemilikan tanah setelah menikah

dengan Warga Negara Asing, maka sebelum melangsungkan pernikahan

mereka menanda-tangani Perjanjian Kawin dihadapan Notaris di

Indonesia dan Perjanjian Kawin tersebut dicatatkan di Kantor Urusan

Agama pada surat nikah bagi yang beragama Islam atau pada kantor

Catatan Sipil bagi yang beragama selain agama Islam.

Dengan Perjanjian Kawin ini maka tidak terdapat percampuran harta,

(21)

masing-masing dan tidak menjadi masalah apabila Warga Negara Indonesia

membeli dan memiliki hak atas tanah dan bangunan di Indonesia.

2. Bagi pihak-pihak yang telah menikah dengan Warga Negara Asing tanpa

Perjanjian Kawin, sebaiknya tanah yang dimiliki di Indonesia segera

dipindahtangankan dengan cara dijual atau dihibahkan kepada orang tua,

anak, saudara kandung atau kerabat sebelum diketahui oleh pemerintah

yang dapat menyebabkan hak atas tanah tersebut hapus dan jatuh kepada

negara tanpa ganti rugi sesuai dengan peraturan pasal 21 ayat (3) UUPA

diatas.

3. Kepatuhan pada peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan

perkawinan campuran, seharusnya dapat dijadikan bahan pertimbangan

oleh para pasangan yang melakukan perkawinan campuran, karena akan

menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi isteri atau pihak

perempuan bila terjadi perceraian dikemudian hari. Sebaiknya

perkawinan campuran dilaksanakan secara sah menurut Undang-Undang

No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, agar hak-hak isteri terlindungi dan

berlaku juga terhadap anak-anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan

campuran tersebut.

4. Sebelum melakukan pernikahan dengan orang asing sebaiknya pasangan

tersebut berkonsultasi terlebih dahulu dengan orang yang mengerti

masalah hukum khususnya hukum perkawinan, agar pasangan tersebut

(22)

87

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca, terutama bagi Warga

Negara Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Asing, baik yang

(23)

88

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Boedi Harsono, (1). Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 2003.

_____________, (2). Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2008.

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 2007.

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2008.

R. Setiawan, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Bina Cipta, 1987.

Salim H.S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), Jakarta: Sinar grafika, 2007.

Sri Sofwan Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia, Yogyakarta : Liberty 1980

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2001

Sudargo Gautama (1). Himpunan Perundang-undangan Hukum Perdata Internasional Sedunia (Asing-Indonesia), Bandung: Citra Aditya Bakti 1978.

_______________, (2). Aneka Masalah Dalam Praktek Pembaruan Hukum Di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990.

Sution Usman Adji, Kawin lari dan kawin antar agama, Yogyakarta: Liberty, 1989.

(24)

89

Internet :

http://kabarinews.com/status-kepemilikan-hak-atas-tanah-di-indonesia-bagi-perkawinan-campur/37574.

http://www.jurnalhukum.com/harta-benda-dalam-perkawinan/ diunduh pada tanggal 13 Oktober 2015.

http://www.jurnalhukum.com/pendaftaran-tanah/

https://www.academia.edu/6006550/PENGERTIAN_PERJANJIAN_KAWIN

https://www.hukumonline.edu.

Undang - Undang :

Kitab Undang - Undang Hukum Perdata.

Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Warga Negara Asing.

Undang - Undang Dasar Tahun 1945.

Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

(25)

Majalah :

Yuliawati, Dewi Suci Rahayu,”Beda Perlakuan Karena Kawin Campur” Tempo,

Referensi

Dokumen terkait

Seleksi awal yang dilakukan silvia (2011) dengan menyeleksi 2 varietas yaitu Grobogan dan Detam II dengan menggunakan batas seleksi 10% dan varietas yang terpilih

Wawancara dengan Desbenneri Sinaga, Hakim PN Sidoarjo tanggal 17 Mei 2013.. 10 hakim berhak memberikan pertimbangan sebagai alasan pemberat bagi terdakwa. Tindak pidana

Formula yang paling efektif adalah insektisida nabati berbasis minyak cengkeh, diikuti minyak jarak pagar, dan serai wangi dengan tingkat kematian berturut-turut 94; 93;

Tandakan ( √ ) dalam kotak yang disediakan bagi keadaan yang menunjukkan tentang aplikasi sifat jirim dalam kehidupan seharian.. 6 Zariff visited National Planetarium

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan uji akurasi data UAV foto udara di kawasan pesisir, Pantai Pelangi, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), yang mengacu kepada Undang- Undang Republik Indonesia Nomor

Prospek pengembangan usaha pembibitan jeruk siam di Desa Bangorejo Kecamatan bangorejo Kabupaten Banyuwangi dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor internal dan

Pendekatan perundang-undang (statute approach) yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan mengkaji mengenai ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan yang berkaitan