• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONVERSI SELULOSA LIMBAH GANGGANG MERAH MENJADI ISOSORBIDA DAN 5-HIDROKSIMETILFURFURAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONVERSI SELULOSA LIMBAH GANGGANG MERAH MENJADI ISOSORBIDA DAN 5-HIDROKSIMETILFURFURAL."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

KONVERSI SELULOSA LIMBAH GANGGANG MERAH MENJADI

ISOSORBIDA DAN 5-HIDROKSIMETILFURFURAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Oleh :

Ligan Alfa Gumilang Subekti

0704573

PROGRAM STUDI KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Konversi Selulosa Limbah Ganggang

Merah Menjadi Isosorbida dan

5-hidroksimetilfurfural

Oleh

Ligan Alfa Gumilang Subekti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Ligan Alfa Gumilang Subekti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

KONVERSI SELULOSA LIMBAH GANGGANG MERAH MENJADI

ISOSORBIDA DAN 5-HIDROKSIMETILFURFURAL

Diajukan Oleh:

Ligan Alfa Gumilang Subekti

0704573

Disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing I

Dr. Agus Setiabudi, M.Si. NIP. 196808031992031002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Dr. rer.nat. Ahmad Mudzakir, M.Si. NIP. 196611211991031002

Pembimbing II

(4)

Abstrak

Upaya konversi selulosa dari biomassa limbah ganggang merah menggunakan medium garam cair ZnCl2 dan hidrogenasi menjadi isosorbida dan konversi

selulosa dari sumber yang sama menjadi 5-hidroksimetilfurfural (5-HMF) telah dilakukan dan dievaluasi keberhasilannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan penggunaan selulosa dari limbah ganggang merah sebagai bahan bakar dan bahan kimia serta sebagai studi perbandingan dari kedua metode tersebut mana yang lebih dapat diaplikasikan pada limbah ganggang merah. Konversi dengan medium ZnCl2 dan hidrogenasi belum menunjukkan

hasil. Hasil karakterisasi FTIR dan GC-MS tidak menunjukkan adanya glukosa dan glusitol, produk-produk intermediet konversi. Karakterisasi FTIR hanya menunjukkan spektra ZnCl2 karena rasio ZnCl2 sebagai medium pelarutan dan

selulosa sebagai sampel adalah 12:1. Karakterisasi dengan GC-MS juga tidak menunjukkan adanya glukosa maupun glusitol, bahkan setelah esterifikasi. Percobaan pemisahan ZnCl2 dari glukosa menggunakan resin penukar ion tidak

menghasilkan apa-apa. Ketika glukosa hasil konversi diuji kualitatif dengan pereaksi Fehling, warna dan endapan yang dihasilkan berwarna biru muda bukan warna merah bata. Karena konversi selulosa pada media ZnCl2 menjadi glukosa

dan glusitol dengan bantuan hidrogenasi tidak terbentuk, maka tahap konversi menuju isosorbida tidak dilanjutkan. Konversi limbah ganggang merah menjadi 5-HMF dengan bantuan bahan-bahan kimia dimetilasetamida (DMA), LiCl, HCl dan katalis CrCl3 dilakukan dengan cara mengeringkan limbah dan

memaserasinya 24 jam dalam larutan NaOH 15%. Limbah tersebut lalu dicampurkan dengan DMA, LiCl, katalis CrCl3 dan HCl 1% untuk diaduk dan

dipanaskan. Karakterisasi HPLC secara kualitatif untuk 5-HMF standar menunjukkan waktu retensi 1,53 menit dan waktu retensi 5-HMF hasil eksperimen adalah 1,53 menit. Eluen yang digunakan adalah metanol dan asam sulfat 0,01 % dengan rasio 30:70. Dapat disimpulkan bahwa limbah ganggang merah lebih cocok diaplikasikan untuk memproduksi 5-HMF ditandai dari hasil karakterisasi HPLC.

Kata Kunci: Biomassa lignoselulosa, Garam Cair ZnCl2, Selulosa Ganggang

(5)

Abstract

A conversion attempt to convert cellulose lignocellulosic biomass in form of red algae waste. using molten salt ZnCl2 and hydrogenation into isosorbide and cellulose conversion from the same source into 5-hydroxymetyhlfurfural (5-HMF) has been conducted and evaluated. This research aims to discover possibilities of cellulose usage from red algae waste as fuels and chemicals and also as a comparative study from both methods of which one is more applicable to red algae waste. Conversion with ZnCl2 medium and hydrogenation was of no avail Characterization with FTIR and GC-MS did not show existence of glucose and glucitol, conversion’s intermediate products. FTIR characterization only shown ZnCl2 spectrum due to ratio of zncl2 and red algae waste is 12:1. GC-MS characterization did not also show glucose and glucitol, even after esterification. ZnCl2 separation attempt from glucose using ion exchange resins proved ineffective. When glucose from conversion exposed qualitatively to Fehling reagent, the resulting color and precipitation is blue not brick-like red. Because cellulose conversion in ZnCl2 medium into glucose and glucitol with the aid of hydrogenation did not occur, therefore conversion into isosorbide was not conducted. Red algae waste conversion into 5-HMF with dimethylacetamide (DMA), LiCl, HCl, and CrCl3 catalyst was done by drying the waste and maserate it for 24 hours within NaOH 15% solution. Limbah tersebut lalu dicampurkan dengan DMA, LiCl, katalis CrCl3 dan HCl 1% untuk diaduk dan dipanaskan.

Karakterisasi HPLC secara kualitatif untuk 5-HMF standar menunjukkan waktu retensi 1,53 menit dan waktu retensi 5-HMF hasil eksperimen adalah 1,53 menit. Eluen yang digunakan adalah metanol dan asam sulfat 0,01 % dengan rasio 30:70. Dapat disimpulkan bahwa limbah ganggang merah lebih cocok diaplikasikan untuk memproduksi 5-HMF ditandai dari hasil karakterisasi HPLC. Waste then mixed with DMA, LiCl, CrCl3 catalyst and HCl 1% for stirring and heating. Qualitative analysis with HPLC for standard 5-HMF shown retention time 1,53 minutes and retention time for experimental 5-HMF is 1,53 minutes. Eluents used were methanol and sulphuric acid 0,01% with ratio 30:70. In conclusion, red algae waste is more applicable to produce 5-HMF marked with HPLC characterization results.

Keywords: Lignocellulosic biomass, Molten salt ZnCl2, Red Algae Waste

(6)

v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1 5-hidroksimetilfurfural ...5

2.2 Isosorbida ...7

2.3 Biomassa ...8

2.4 Biomassa Lignoselulosa ...9

2.5 Ganggang Merah ...10

2.5.1 Klasifikasi Ganggang Merah ...11

2.6 Limbah Ganggang Merah ...12

2.7 Selulosa ...13

2.8 Hemiselulosa ...14

2.9 Lignin ...15

2.10 Reaksi Perubahan Selulosa Menjadi 5-HMF ...17

BAB III METODE PENELITIAN ...20

3.1 Lokasi Penelitian ...20

3.2 Desain Penelitian ...21

3.2.1 Alat Dan Bahan ...22

3.2.1.1 Alat ...22

3.2.1.2 Bahan ...22

3.3 Metode Penelitian ...23

3.3.1 Konversi Selulosa Menjadi Isosorbida ...23

(7)

vi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...26

4.1 Konversi Selulosa Menjadi Isosorbida ...28

4.1.1 Percobaan Konversi Selulosa Menjadi Glukosa ...28

4.1.2 Percobaan Konversi Selulosa Menjadi Glusitol...30

4.2. Tahapan Karakterisasi Percobaan Konversi Selulosa Menjadi Isosorbida...32

4.2.1 Analisis Dengan Fourier Transform Infrared (FTIR) ...32

4.2.2 Analisis Dengan Gas Chromatography- Mass Spectroscopy (GC-MS)...36

4.3Konversi Selulosa Menjadi 5-HMF ...39

4.4 Tahapan Karakterisasi Percobaan Konversi Selulosa Menjadi 5-HMF...41

4.4.1 Analisis Dengan Fourier Transform Infrared (FTIR)...41

4.4.2 Analisis Dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC)...45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...48

5.1 Kesimpulan ...48

5.2 Saran ...48

DAFTAR PUSTAKA ...50

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...52

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Pengamatan Hidrogenasi

Glukosa Hasil Eksperimen ... 31 Tabel 4.2 Tabel Pengamatan Hidrogenasi Glukosa Standar ... 32

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur HMF ... ..5

Gambar 2.2. Berbagai senyawa kimia lain dari HMF ... ..6

Gambar 2.3 Struktur Isosorbida ... ..7

Gambar 2.4. Struktur dan Komposisi Biomassa Lignoselulosa ... ..9

Gambar 2.5. Gambar Ganggang Merah ... 11

Gambar 2.6. Limbah agar-agar berbentuk padat (1), dan gel (2) .... 12

Gambar 2.7. Unit 1,4-β-glukosa dalam selulosa ... 13

Gambar 2.8. Struktur Hemiselulosa ... 14

Gambar 2.9.Gambar Satuan Penyusun Lignin. (1) parakumaril alkohol, (2) koniferil alkohol, dan (3) sinafil alkohol ... 16

Gambar 2.10. Struktur Lignin ... 17

Gambar 2.11.Mekanisme Reaksi Hidrolisis Selulosa Menjadi Glukosa dalam Sistem DMA-LiCl ... 18

Gambar 2.12. Reaksi dugaan dalam pembentukan HMF ... 19

Gambar 3.1.Bagan Alir PenelitianKonversi Selulosa Menjadi Isosorbida ... 21

Gambar 3.2.Bagan Alir Penelitian Konversi Selulosa Menjadi 5-HMF ... 22

Gambar 3.3.Alur Konversi Selulosa Menjadi Isosorbida ... 24

Gambar 4.1.Limbah Ganggang Merah ... 29

Gambar 4.2.Glukosa Eksperimen Diuji Pereaksi Fehling (1) dan (2) Glukosa Standar Diuji Pereaksi Fehling....30

(10)

ix

Gambar 4.4 Perbandingan Spektra FTIR

Glukosa Standar dengan Glukosa Hasil Konversi ... 34 Gambar 4.5 Gambar Spektra FTIR ZnCl2 ... 35

Gambar 4.6 Spektra FTIR ZnCl2, Glusitol dari Limbah Ganggang

Merah, dan Glusitol dari Glukosa standar ... 36 Gambar 4.7 Kromatogram GC-MS dari Glukosa hasil Konversi Limbah Ganggang Merah ... 37 Gambar 4.8 Kromatogram GC-MS dari Glukosa Hasil Konversi Limbah Ganggang Merah (pasca esterifikasi) ... 37 Gambar 4.9 Kromatogram GC-MS Glusitol dari Glukosa Konversi Limbah Ganggang Merah ... 38 Gambar 4.10 Kromatogram GC-MS dari Glusitol Hasil Konversi Glukosa Standar ... 39 Gambar 4.11 Serbuk Limbah Ganggang Merah Kering

setelah Maserasi ... 40 Gambar 4.12.Struktur DMA-LiCl ... 41 Gambar 4.13.Gabungan Spektrum FTIR Limbah Ganggang

(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spektra FTIR Limbah Ganggang Merah ... 52

Lampiran 2.Spektra FTIR ZnCl2 ... 53

Lampiran 3. Spektra FTIR Glukosa Standar ... 54

Lampiran 4. Spektra FTIR Glukosa Hasil Konversi Limbah Ganggang Merah ... 55

Lampiran 5. Spektra FTIR Glusitol Hasil Konversi Glukosa Standar ... 56

Lampiran 6. Spektra FTIR Glusitol Hasil Konversi Limbah Ganggang Merah ... 57

Lampiran 7. Kromatogram GC-MS dari Glukosa hasil Konversi Limbah Ganggang Merah ... 58

Lampiran 8. Kromatogram GC-MS dari Glukosa Hasil Konversi Limbah Ganggang Merah (pasca esterifikasi) ... 59

Lampiran 9. Kromatogram GC-MS Glusitol dari Glukosa Konversi Limbah Ganggang Merah ... 60

Lampiran 10. Kromatogram GC-MS Glusitol dari Glukosa Standar ... 61

Lampiran 11. Gabungan Spektrum FTIR LImbah Ganggang Sebelum Maserasi (hitam) dan Sesudah Maserasi (biru) ... 62

Lampiran 12. Kromatogram HPLC 5-HMF Standar ... 63

Lampiran 13. Kromatogram HPLC 5-HMF Eksperimen ... 64

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peningkatan perekonomian dunia dan populasi manusia akan dengan sendirinya meningkatkan kebutuhan akan energi di sektor penggunaan energi. Peningkatan kebutuhan energi tersebut mesti diimbangi dengan pasokan sumber energi terbarukan dalam jangka panjang dan berkesinambungan. Hanya dalam kurun waktu 150 tahun batu bara, gas alam, dan minyak bumi bertumbuh menjadi peran dominan sebagai sumber energi dan bahan kimia (Kamm, 2006). Kini, sumber-sumber daya fosil tersebut menyuplai kira-kira sejumlah 86% energi dan 96% bahan kimia organik, tapi dalam dua dekade produksi minyak tidak mungkin bertemu kebutuhan manusia yang terus bertumbuh dan gas alam akan makin sulit diakses (U.S National Petroleum Council, 2007). Masalah politik dan lingkungan diciptakan oleh suatu ketergantungan pada bahan bakar fosil menyebabkan masyarakat mencari sumber energi terbarukan dan sudah terbukti bahwa sumber yang dapat diduga untuk bahan bakar karbon adalah tanaman biomassa (Lynd, et.al, 1999).

Bahan bakar hasil derivat tanaman biomassa atau dikenal juga dengan biofuel, netral dari gas rumah kaca, karena CO2 yang dihasilkan ketika

(13)

2

bahan bakar transportasi tidak memerlukan perubahan ekstensif pada infrastruktur transportasi dan mesin pembakaran internal bahan bakar. Maka, penggunaan biomassa adalah alternatif menjanjikan untuk memproduksi bahan bakar karbon dengan segera. Contohnya, bioetanol dan biodiesel yang sudah digunakan secara komersil sebagai blending agent untuk bensin dan diesel konvensional.

Tanaman biomassa yang selain bagiannya digunakan sebagai penghasil minyak adalah dinding selnya. Dengan kata lain, selulosa dari tanaman dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif penghasil bahan bakar dan bahan kimia. Biomassa seperti ini dikenal dengan nama biomassa lignoselulosa. Biomassa lignoselulosa umumnya tersusun dari hemiselulosa (25-35%), selulosa (40-50%), dan lignin (15-20%) (Wyman, et.al, 2005). Untuk memperoleh selulosa, hemiselulosa dan lignin harus dipisahkan terlebih dahulu dengan metode tertentu.

Metode yang dapat digunakan untuk memisahkan lignin dan hemiselulosa dari selulosa adalah gabungan metode fisik (seperti penggerusan, pengeringan) dan metode kimia (seperti hidrolisis dan maserasi). Pengolahan awal atau pretreatment ini akan membuka jalur untuk mendapat selulosa sekaligus melemahkan kristalinitas selulosa yang sangat kaku. Selulosa lalu dikonversi untuk mendapat produk-produk yang diinginkan.

(14)

3

termal diperlukan suhu lebih dari 300ºC untuk memecah struktur kristal selulosa. Proses ini tidak begitu efektif mengingat tingginya suhu yang dipakai berarti lebih banyak biaya terpakai untuk pemanasan. Pemecahannya adalah menggunakan medium garam cair hidrat seperti ZnCl2, CaCl2, dan LiCl karena interaksi antara

spesi ionik dan gugus hidroksil di dalamnya ikut membantu pemecahan jaringan kristal selulosa (Fischer, et.al., 2003). Garam cair hidrat ini bisa dikombinasikan dengan bahan-bahan lain maupun metode lain seperti Dimetilasetamida (DMA), NaOH, CrCl3, dan metode hidrogenasi.

Untuk menghindari benturan kepentingan dengan selulosa untuk bahan makanan maupun raw material produk industri, maka dirancanglah penggunaan tumbuhan pangan atau produk samping dari tumbuhan pangan maupun non-pangan (green waste) sebagai bahan baku biofuel. Green waste yang ada misalnya tunggul dan dahan pohon yang sudah tidak terpakai, batang pohon pisang, atau limbah ganggang merah dari pabrik agar-agar dapat digunakan untuk menghasilkan bahan bakar alternatif sekaligus menghemat biaya pembuangan limbah karena diketahui kadar selulosa pada limbah ganggang merah adalah sekitar 40%.

Untuk itu diperlukan suatu penelitian lebih lanjut mengenai jenis metode

konversi selulosa yang efelktif untuk menghasilkan bahan bakar dan bahan kimia.

Salah satunya adalah dengan menggunakan metode bahan-bahan kimia yang sudah

disebutkan diatas untuk menggantikan metode termal dengan suhu sangat tinggi

(15)

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah metode konversi selulosa menjadi isosorbida dengan ZnCl2 dapat

diterapkan pada limbah ganggang merah?

2. Apakah metode konversi selulosa menjadi 5-hidroksimetilfurfural (5-HMF) dengan DMA dan LiCl dapat diterapkan pada limbah ganggang merah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prosedur yang tepat dalam mengkonversi selulosa dan membandingkan metode konversi mana yang lebih cocok diaplikasikan pada limbah ganggang merah.

1.4 Manfaat Penelitian

(16)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Maret 2011 hingga Agustus 2012. Konversi selulosa menjadi isosorbida dan konversi selulosa menjadi 5-hidroksimetilfurfural (5-HMF) dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Analisis dengan spektroskopi inframerah (FTIR) dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Analisis menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Analisis menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dilakukan di Laboratorium Kimia

Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

3.2 Desain Penelitian

(17)
(18)

22

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Konversi Selulosa Menjadi Isosorbida

Maserasi dengan NaOH 15%, 24 jam

DMA, LiCl,

Stirring pada suhu 50 C; 24 jam termometer digital, alat-alat gelas, spatula, magnetic stirrer; corong Buchner. Karakterisasi gugus fungsi, kandungan komponen-komponen dalam sampel, dan waktu retensi ditentukan menggunakan Fourier Transform Infra Red (SHIMADZU, FTIR-8400), Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS), High Performance Liquid Chromatography (HITACHI D7000).

3.2.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk keseluruhan penelitian ini adalah: NaOH teknis produk Merck; ZnCl2 produk Merck; LiCl2 produk Merck; DMA p.a

(19)

23

produk Bratachem; 5-HMF p.a produk Fluka; etanol p.a produk Bratachem; HCl p.a produk Bratachem; limbah ganggang merah; gas N2; gas H2 dan aquades.

3.3 Metode Penelitian

Tahap konversi selulosa dibagi menjadi dua tahap, tahap I yaitu konversi selulosa menjadi isosorbida dan tahap II merupakan konversi selulosa menjadi 5-HMF. Tahap I dimulai dengan mengkonversi selulosa menjadi glukosa terlebih dahulu dalam medium ZnCl2. Selanjutnya glukosa dikonversi menjadi glusitol

masih dalam medium ZnCl2 dibantu dengan proses hidrogenasi. Lalu glusitol

dikonversi menjadi isosorbida masih dalam medium yang sama dibantu dengan hidrogenasi.

3.3.1 Konversi Selulosa Menjadi Isosorbida

Limbah ganggang merah yang berbentuk gel berwarna putih dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan etanol p.a 96 % dan aquades. Sebanyak 0,5 gram limbah ganggang merah dicampurkan ke dalam 6 gram ZnCl2 yang

dilarutkan dalam air terlebih dahulu. Rasio limbah:ZnCl2 adalah 1:12. Campuran

lalu dipanaskan selama 1 jam pada suhu 85ºC. Setelah melalui proses pemanasan, produk yang terbentuk merupakan cairan glukosa dengan warna coklat. Cairan tersebut lalu dimasukkan ke reaktor batch untuk dirubah menjadi glusitol dengan bantuan gas H2 untuk hidrogenasi. Sebelumnya reaktor di-flush terlebih dahulu

dengan gas N2 untuk membersihkan reaktor. Karena ZnCl2 tidak dipisahkan, maka

penambahan ZnCl2 pada proses ini dan proses selanjutnya tidak diperlukan.

(20)

24

produk hasil konversi yaitu glukosa dan glusitol diuji menggunakan FTIR dan GC-MS. Hasil karakterisasi menunjukkan tidak adanya glukosa dan glusitol. Karena kedua senyawa intemediet untuk isosorbida tidak terbentuk, maka tahap konversi menuju isosorbida tidak dilakukan.

Gambar 3.3 Alur Konversi Selulosa Menjadi Isosorbida (Moulijn, 2010)

3.3.2 Konversi Selulosa Menjadi 5-HMF

(21)

25

ditambahkan HCl 1% dan 0,01 g katalis CrCl3. Campuran lalu diaduk kembali

selama 2 jam pada suhu 120ºC. Hasilnya berupa cairan berwarna hijau. Setelah disaring untuk memisahkan katalis, produk berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan warna 5-HMF standar adalah jingga. Produk tersebut yaitu 5-HMF dibandingkan dengan 5-HMF standar melalui instrumen HPLC untuk melihat perbandingan waktu retensinya. Dilakukan scanning terhadap larutan standar HMF pada rentang panjang gelombang 200 nm-300 nm dengan spektrofotometer UV untuk dilihat pada panjang gelombang berapa senyawa HMF memberikan serapan maksimum. Data panjang gelombang yang didapat kemudian digunakan pada detektor UV dari instrumen HPLC yang digunakan.

Adapun parameter tetap yang digunakan pada proses analisis HPLC ini adalah sebagai berikut.

 Instrumentasi : HPLC D700 HITACHI  Detektor : UV (λ=284 nm)

 Kolom : C18 reverse phase (250 mm x 4,6 mm x 5,0 µm)

 Suhu : 350C

 Volume injeksi : 20 µ L

Untuk perbandingan komposisi fasa gerak yang dicobakan adalah perbandingan komposisi fasa gerak metanol:H2SO4=30:70. Sedangkan untuk laju

(22)

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal berikut:

1. Sampel limbah ganggang merah terbukti tidak efektif untuk dikonversi menjadi isosorbida melihat hasil karakterisasi produk-produk intermediet serta karena kondisi reaksi yang diterapkan belum memenuhi syarat.

2. Metode konversi dengan DMA-LiCl dapat diaplikasikan pada limbah ganggang merah untuk menghasilkan 5-HMF diindikasikan oleh analisis kualitatif dengan HPLC.

5.2 Saran

Untuk penelitian ke depan diharapkan memperbaiki beberapa kelemahan dari penelitian sebelumnya. Beberapa saran yang penulis berikan ini semoga menjadikan penelitian selanjutnya memberikan hasil yang lebih baik. Saran penulis diantaranya:

1. Proses konversi selulosa menjadi isosorbida menggunakan hidrogenasi hendaknya dilakukan pada batch reactor dengan kapasitas tekanan udara yang memadai supaya didapat hasil yang lebih optimal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pemilihan garam cair ZnCl2

(23)

49

3. Perlu dilakukan studi pemisahan lebih lanjut dari 5-HMF hasil eksperimen karena walau waktu retensinya sudah sama dengan 5-HMF standar, konsentrasinya masih terbilang rendah.

(24)

50

DAFTAR PUSTAKA

Alonso, D, Bond J.Q, Dumesic J.A. (2010). “Catalytic conversion of biomass to biofuels”. Green Chemistry. 12:1493-1513.

Binder, J.B., Raines, R.T. (2009). “Simple chemical transformation of lignocellulosic biomass into furans for fuels and chemicals”. J. Am. Chem. Soc. 131, 1979–1985.

Chheda J.N., Roman-Leshkov, Y., Dumesic, J.A. (2007). “Production of

5-hydroxymethylfurfural and furfural by dehydration ofbiomass-derived mono- and poly-saccharides”. Green Chemistry. 9:342-350.

E. Sjöström (1993). Wood Chemistry: Fundamentals and Applications. Academic Press. ISBN 012647480X.

Kusuma Dewi, Ni Putu Vijayoni. (2011). Material Komposit Selulosa Ganggang Merah-Serat Jaring Laba-Laba Sebagai Bahan Baku Kertas Superkuat Ramah Lingkungan. Skripsi. Bandung: Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA UPI.

Moulijn, J, et.al. (2010). “Cellulose Conversion To Isosorbide in Hydrate Molten

Salt Media”. ChemSusChem. 325-328

Muldani, M. (1997). Penanganan Bahan Baku dan Pengolahahan Agar- Agar Kertas di Desa Mancahagar, Kec. Pameumpeuk, Kab. Garut, Jawa Barat. Laporan Praktek Lapang. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Pan Wang, Hongbing Yu, Sihui Zhan, Shengqiang Wang. (2010). “Catalytic hydrolysis of lignocellulosic biomass into 5-hydroxymethylfurfural

in ionic liquid”. PR China: College of Environmental Science and Engineering, Nankai University, Tianjin 300071.

Potthast, A., Rosenau, T., Sixta, H., Kosma, P.,. (2002). “Degradation of cellulose materials by heating in DMAc/LiCl”. Tetrahedron Lett. 43, 7757–7759. Roman-Leshkov, Y., Barrett, C.J., Liu Z.Y., Dumesic J.A. (2007). “Production of

dimethylfuran for liquid fuels from biomass-derived carbohydrates”. Nature. 447:982-985.

(25)

51

Suwandi, R., B. Riyanto, Taryono, dan Uju. (1988). Design dan Rancang Bangun Alat Pengering Semprot Mekanis Tepung Agar-Agar. Laporan Akhir Paket Penerapan IPTEK Daerah: tidak diterbitkan.

Triswanto, Y. (2009). Lomba Tulis Yphl : Hutan , Kertas Dan Alga Merah. [Online]. Tersedia: http//www.kabarindonesia.com [18 Januari 2011]. Wettstein, S.G., Alonso, D., Dumesic, J.A. (2012). “A roadmap for conversion of

lignocellulosic biomass to chemicals and fuels”. Elsevier. You, H.C., Jinhae., dan Park, J.H. (2009). “Pulp And Paper Made From

Rhodophyta And Manufacturing Method Thereof”. United States Patent. US 7,662,019 B2.

Zeitsch, K.J. (2000). “The Chemistry and Technology of Furfural and Its Many By-Products”. Elsevier.

Zhao X.B., Cheng K.K., Liu D.H. (2009). “Organosolv pretreatment of lignocellulosic biomass for enzymatic hydrolysis”. Appl Microbiol Biotechnol. 82:815-827.

Gambar

Tabel 4.3 Interpretasi Spektra FTIR Limbah Ganggang Merah ....... 43
Gambar 3.3 Alur Konversi Selulosa Menjadi Isosorbida (Moulijn, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diterapkan jadwal periodik sistem produksi seperti ditunjukkan jadwal produksi pada Tabel 1, sistem produksi pupuk di Yayasan Kiat Lembah Manah Smart

Untuk mengetahui hasil pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi.Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi adalah metode PROMETHEE.Dengan

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, dengan sifat rahman dan rahim-Nya telah memberikan berkat dan kesempatan dan kesehatan kepada penulis sehingga penulis dapat

Uraian di atas menjelaskan bahwa media yang dipakai guru, motivasi, lingkungan keluarga, kesegaran jasmani dan status gizi sangat berperan penting terhadap hasil

diberikan kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam di wilayah laut, baik di bawah dasar dan atau di dasar laut dan atau perairan di atasnya;

pertumbuhan dan perkembangan anak usia bawah lima tahun (balita). Hasil tersebut didukung dengan hasil analisis statistik yang dilakukan dengan menggunakan Regresi

Algoritma Simple Hill Climbing (SHC) sebagai algoritma yang bersifat lokal optimal diterapkan untuk memperbaiki kinerja dari algoritma genetika dalam rangka

Berdasarkan pendekatan tersebut, pengembangan algoritma di- lakukan dengan memodifikasi algoritma CODEQ yang diusulkan Omran dan Salman [10] pada langkah pembangkitan