DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMAKASIH... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B Identifikasi Masalah ... 14
C. Batasan Maslah ... 15
D. Rumusan maslah ... 15
E. Tujuan Penelitian ... 16
F. Asumsi-asumsi Penelitian ... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 21
A. Pengertian Mutu Pendidikan ... 21
B. Indikator mutu pendidikan ... 24
C. Implementasi manajemen mutu terpadu ... 31
E. Manajemen Peningkatan mutu terpadu di sekolah ... 42
F. Tantangan implemntasi manajemen mutu terpadu ... 54
G. Prinsip dan komponen mutu ... 63
H. Kerangka Penelitian ... 76
I. Hipotesis ... 78
BAB III METODE PENELITIAN ... 79
A. Pendekatan penelitian ... 79
B. Populasi ... 80
C. Teknik Pengumpulan data ... 82
D. Definisi Oprasional ... 84
E. Instrumen Penelitian ... 85
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88
A. Hasil Penelitian ... 88
B. Deskripsi variabel mutu sekolah Y ... 91
C. Deskripsi variabel kontribusi kepemimpinan (X1) ... 92
D. Deskripsi variabel implemntasi manajemen mutu terpadu (X2) ... 94
E. Pengujian Persyaratan Uji Hipotesis ... 96
F. Pembahasan ... 117
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 131
A. Kesimpulan ... 131
DAFTAR PUSTAKA ………...……… .... 133
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………...……140
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional
mempunyai fungsi: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamaan kesempatan dan (3)
pengembangan potensi diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan
bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam
pembangunan dan memungkinkan setiap warga Negara untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya secara optimal. Sementara itu, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan
nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, serta strategi pembangunan pendidikan nasional untuk
mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat
dan berdaya saing dalam kehidupan global.
Visi pendidikan nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga
negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Misi
(1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) meningkatkan mutu pendidikan
yang memiliki daya saing di tingkat nasional, regional dan internasional; (3)
meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan tantangan
global; (4) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa
secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar; (5) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses
pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (6)
meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai
pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai
berdasarkan standar yang bersifat nasional dan global; dan (7) mendorong peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi
dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terkait dengan visi dan misi
pendidikan nasional tersebut, reformasi pendidikan meliputi hal-hal sebagai
berikut:
Pertama; penyelenggaraan pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat,
di mana dalam proses tersebut harus ada pendidik yang memberikan keteladanan
dan mampu membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas
peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan adanya pergeseran paradigma proses
pendidikan, dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Paradigma
pengajaran yang lebih menitikberatkan peran pendidik dalam mentransformasikan
memberikan peran lebih banyak kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dan kreativitas dirinya dalam rangka membentuk manusia yang memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki
kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan yang
dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kedua; adanya
perubahan pandangan tentang peran manusia dari paradigma manusia sebagai
sumber daya pembangunan, menjadi paradigma manusia sebagai subjek
pembangunan secara utuh. Pendidikan harus mampu membentuk manusia
seutuhnya yang digambarkan sebagai manusia yang memiliki karakteristik
personal yang memahami dinamika psikososial dan lingkungan kulturalnya.
Proses pendidikan harus mencakup: (1) penumbuhkembangan keimanan dan
ketakwaan,; (2) pengembangan wawasan kebangsaan, kenegaraan, demokrasi dan
kepribadian; (3) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) pengembangan,
penghayatan, apresiasi dan ekspresi seni; serta (5) pembentukan manusia yang
sehat jasmani dan rohani. Proses pembentukan manusia di atas pada hakekatnya
merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Ketiga; Adanya pandangan terhadap keberadaan
peserta didik yang terintegrasi dengan lingkungan sosial-kulturalnya dan pada
gilirannya akan menumbuhkan individu sebagai pribadi dan anggota masyarakat
mandiri yang berbudaya. Hal ini sejalan dengan proses pentahapan aktualisasi
intelektual, emosional dan spiritual peserta didik di dalam memahami sesuatu,
mulai dari tahapan paling sederhana dan bersifat eksternal, sampai tahapan yang
lingkungan kulturalnya. Keempat; Dalam rangka mewujudkan visi dan
menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan suatu acuan dasar (benchmark)
oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan, yang antara lain meliputi
kriteria-kriteria minimal berbagai aspek yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan. Dalam kaitan ini, kriteria-kriteria penyelenggaraan pendidikan
dijadikan pedoman untuk mewujudkan: (1) pendidikan yang berisi muatan yang
seimbang dan holistik; (2) proses pembelajaran yang demokratis, mendidik,
memotivasi, mendorong kreativitas dan dialogis; (3) hasil pendidikan yang
bermutu dan terukur; (4) berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga
kependidikan; (5) tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan
berkembangnya potensi peserta didik secara optimal; (6) berkembangnya
pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan; dan (7)
terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasi pada
peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Acuan dasar tersebut di atas
merupakan standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu
pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan
kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu,
standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk
mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen
pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk
kekhasan programnya. Standar nasional pendidikan tinggi diatur seminimal
mungkin untuk memberikan keleluasaan kepada masing-masing satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalam mengembangkan mutu layanan
pendidikannya sesuai dengan program studi dan keahlian dalam kerangka otonomi
perguruan tinggi. Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur
pendidikan nonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikan
keleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalur pendidikan
nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untuk mengembangkan
programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang sepenuhnya menjadi
kewenangan keluarga dan masyarakat, didorong dan diberikan keleluasaan dalam
mengembangkan program pendidikannya sesuai dengan kebutuhan keluarga dan
masyarakat. Oleh karena itu, standar nasional pendidikan pada jalur pendidikan
informal hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi
peserta didik saja.
Manajemen peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan
mutu yang bertumpu pada sekolah itu sendiri, mengimplikasikan sekumpulan
teknik berdasarkan pada ketersedian data kuntitatif dan kualitatif, serta
pemberdayaan semua komponen sekolah untuk secara berkesinambungan
meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasi sekolah guna memenuhi
kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam peningkatan manajemen mutu
yang selanjutnya disingkat MPM, terkandung aspek-aspek, antaralain
administrasi, melibatkan proses diagnosis, serta memerlukan partisipasi semua
pihak (kepala sekolah, guru, staf administrasi, siswa, orang tua, dan pakar).
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa manajemen peningkatan mutu
memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) peningkatan mutu harus dilaksanakan di skolah;
b) peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan
yang baik;
c) peningkatan mutu harus didasarkan data dan fakta baik bersifat kualitatif dan
kuantitatif;
d) peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang
ada di sekolah;
e) peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan
kepada siswa, orang tua, dan masyarakat.
Menurut Gravin (dalam M. N. Nasution, 2002:43) mendefinisikan
delapan dimensi yang dapat digunakan untuk mengenalisis karakteristik kualitas
produk atau mutu diantaranya:
1. kinerja berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik yang dipertimbangkan pelanggan;
2. features, merupakan aspek kedua dari perfoma yang menambah fungsi dasar serta yang berkaitan dengan pilihan;
3. keandalan (reliability) berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu dibawah kondisi tertentu;
4. konformitas (conformance) berkaitan dengan tingkat kesesuain produk terhadap sepesifikasi yang telah ditetapkan sebalumnya;
5. daya tahan (durability) berkaitan berapa lama prodak tersebut bisa digunakan; 6. kemampuan pelayanan (servicability) merupakan karakteristik yang berkaitan
7. estetika (aestbetics) merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif serta berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari pilihan individu;
8. kualitas yang dipersiapkan (perceived quality) yaitu karakteristik yang berkaitan dengan reputasi (brand name, image).
Adapun indikator atau kriteria yang dapat dijadikan tolak ukur mutu
pendidikan yaitu hasil akhir pendidikan, hasil langsung pendidikan (hasil
langsung inilah yang dipakai sebagai titik tolak pengukuran mutu pendidikan
suatu lembaga pendidikan, missal; tes tertulis, daftar cek, anekdot, sekala rating,
dan sekala sikap), proses pendidikan, instrument input (alat berinteraksi dengan
raw input, yakni siswa). Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam hal
ini berpedoman pada konteks hasil pendidikan yang mengacu pada prestasi yang
dicapai oleh setiap sekolah dalam kurun waktu tertentu (missal: setiap caturwulan,
semester, setahun, 5 tahun dan sebagainya). Dalam proses pendidikan yang
bermutu tercakup berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau
psikomotorik)
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu
pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan
pendidikan selama ini bersifat input oriented. Strategi yang dimiliki lebih
bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi,
seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan
sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainya, maka secara
otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (lulusan)
yang bermutu sesuai yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang
di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi di dalam institusi
ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro oriented
diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor
diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya
di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat bisa dikatakan cakupan
permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan
akurat oleh birokrasi pusat.
Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa
pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input
pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input
pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu,
tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu
pendidikan (school Risorces are necessary but not sufficient condition to imfrove
student achieviement).
Selain itu, mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal
terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan
layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan
lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya
dalam mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan, hal ini dapat
dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamanya itu diberikan
kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi
terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar
yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi
keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya beenchmarking).
Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni
pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang memandang
sekolah harus berbasis mutu sebagai institusi paling depan dalam kegiatan
pendidikan. Pembangunan manusia (human development) yang saat ini selalu
didengungkan, merupakan suatu gagasan yang tidak hanya mengacu kepada salah
satu aspek saja. Akan tetapi, harus membangun keseluruhan aspek sumber daya
yang dimiliki oleh manusia. Jika hanya salah satu aspek saja yang menjadi fokus
perhatian, maka hal tersebut akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan
masyarakat itu sendiri.
Mutu merupakan keunggulan sebuah produk atau pelayanan jasa. Sebuah
produk yang bersaing dengan produk lainnya, atau suatu pelayanan jasa bersaing
dengan pelayanan jasa lainya memilki tingkat kenggulan relative. Produk atau
pelayanan jasa yang lebih unggul adalah produk atau pelayanan jasa yang
bermutu. Mutu adalah suatu kesempatan untuk menempatkan pada posisi
kompetitif. Bagi produsen atau penyedia jasa, kesempatan untuk berkompetisi
merupakan hal sangat berharga, karennya muncul kompetitor baru baginya
merupakan sebuah wahana untuk meningkatkan mutu produk atau layanan jasa.
Mutu adalah fitness for use, meeting customer expectation, conformance to
customer satisfactions. Mutu pada dasarnya merupakan penyesuaian manfaat atau
Kepemimpinan memiliki peran yang sangat strategis dalam melakukan
pelayanan terhadap pendidikan. Krajewsky mengemukakan bahwa “Principle are
the key tu quality in the school and must be catalyst when its comes to the quality
of education programs”. Dengan demikian, kemampuan seorang pemimpin dan
gaya kepemimpinan yang diterapkan sangat berpengaruh terhadap kinerja sebuah
lembaga.
Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (initiating structure) dan
bawahan (consideration), merupakan suatu proses di mana seorang pemimpin
tidak hanya memperhatikan faktor-faktor kebutuhan pemenuhan tugas dan target
yang telah ditentukan, tetapi juga memperhatikan faktor moral dan manusiawi dari
para anggotanya. Hal ini sejalan dengan gaya kepemimpinan transformasional
yang merupakan proses di mana seorang pemimpin menaikkan moral dan
memotivasi bawahan ke tingkat yang lebih tinggi. Artinya, pemimpin berusaha
menaikkan kesadaran bawahan, dengan mendorong idealisme dan nilai moral ke
tingkat yang lebih tinggi, seperti yang terkait dengan kebebasan, keadilan,
kedamaian, keseimbangan dan kemanusiaan, serta bukan berdasarkan emosional
seperti rasa ketakutan, ketamakan, kecemburuan atau kebencian.
Berdasarkan sumber dari BPS Suseda tahun 2006, membuktikan bahwa
pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan SLTA tahun 2006
sebanyak 634.441 orang, tingkat SMP sebanyak 42.036 orang, tingkat SD
731.667 orang, sehingga total 1.898.854 orang. Kondisi ini membuktikan bahwa
orang, maka kondisi ini harus mendapat perhatian dan menemukan solusi yang
tepat untuk mengantisipasi masalah pengangguran ini.
Membahas mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan
memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang
terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.
Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka
pemerintah bersama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan
amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih
berkualitas, antara lain melalui pembangunan dan perbaikan kurikulum dan sistem
evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar,
serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada
kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam
meningkatkan kualitas pendidikan.
Sekolah merupakan salah satu sarana untuk membangun masyarakat.
Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agen perubahan masyarakat bahkan dunia.
Manusia indonesia yang diharapkan saat ini adalah manusia yang mampu
mengembangkan keseluruhan potensi yang dimilikinya. Gambaran manusia yang
seutuhnya tersebut telah dirumuskan di dalam Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yang menyatakan bahwa
pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
diharapkan pendidikan akan mampu menciptakan manusia yang mampu
menghadapi tantangan dan perubahan secara global dan meresponnya secara
positif. Perubahan yang terjadi di berbagai aspek merupakan kondisi yang
menuntut masyarakat harus memiliki keunggulan dan daya saing, berkepribadian
tangguh dan positif, cerdas, kerja keras, sehat dan tidak mudah putus asa.
Berdasarkan hal tersebut, maka sekolah sebagai lembaga masyarakat
mengemban amanat masyarakat untuk membantu menciptakan siswa yang
memiliki kualitas yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan visi pendidikan nasional
tahun 2020, yaitu “Terwujudnya bangsa, masyarakat dan manusia indonesia yang
berkualitas tinggi, maju dan mandiri (Depdiknas, 2000:3)”. Kemudian, dipertegas
lagi dengan rumusan visi Indonesia 2020, yaitu “terwujudnya masyarakat
indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju,
mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara”.
Dengan tuntutan kondisi saat ini, maka diperlukan seorang pemimpin dan
anggota yang dimiliki kinerja tinggi dalam mengelola dan menjalankan proses
pendidikan. Sedangkan, organisasi yang diharapkan adalah organisasi yang
memiliki anggota yang selalu belajar untuk mencapai suatu perubahan yang lebih
baik dalam melayani masyarakat.
Marguardt (1996:15) mengemukakan bahwa perubahan yang terjadi bukan
sekedar produk, aktivitas dan struktur eksternal yang dapat kita amati, tetapi juga
perubahan internal yang terjadi dalam organisasi. Perubahan itu adalah mengenai
nilai-nilai, cara berpikir, mindset, strategi, dan bahkan mungkin tujuan-tujuan
berkelanjutan untuk lebih meningkatkan kualitas yang diharapkan sesuai dengan
tuntutan dan perubahan. Perbaikan kualitas tersebut harus dimulai dari seorang
pimpinan, yaitu kepala sekolah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, walaupun pada hakekatnya setiap personil sekolah
memiliki tanggung jawab. Kualitas sekolah dapat dilihat salah satunya melalui
hasil (output) yang berupa kelulusan dan nilai yang diperoleh.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu program
pendidikan formal yang melayani dan membantu siswa untuk memiliki kecakapan
atau skill tertentu sesuai dengan program yang ditawarkan. Dengan adanya
kebijakan program ini, diharapkan akan mampu menciptakan siswa yang memiliki
kemampuan dan kemandirian sehingga dapat mengatasi masalah yang selama ini
masih menjadi dilema bagi negara ini, yaitu mengatasi pengangguran dan
ketergantungan terhadap negara lain.
Sekolah bermutu akan terwujud jika kepala sekolah mampu menerapkan
manajemen mutu disekolah yang bersangkutan, sebagaimana ungkapan dari
Deming (1988) bahwa” Qualitys made in the board room not on the factory
floor”, ungkapan tersebut mengisyartkan bahwa manajemen mutu membutuhkan
transformasi kultural yang hanya dapat dimulai dari pimpinan puncak.
Keberhasilan menerapkan manajemen mutu merupakan prestasi bagi kepala
sekolah. Dengan demikian, kinerja kepala sekolah dapat dinilai dari sejauhmana
kepala sekolah mampu mengimplementasikan manajemen mutu di sekolah yang
B. Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini dilakukan analisis sekolah bermutu dan berbagai
faktor-faktor yang mempengaruhinya, berdasarkan data hasil kelulusan dan masih
banyaknya tingkat pengangguran pasca sekolah, maka beberapa hal yang masih
perlu mendapat perhatian dalam peningkatan kualitas Sekolah Menengah
Kejuruan adalah:
1. hasil langsung pendidikan sebagai titik tolak pengukuran mutu pendidikan
suatu lembaga;
2. pimpinan lembaga perlu menciptakan visi untuk mengarahkan lembaga yang
berorientasi pada mutu;
3. masih terbatasnya komitmen masyarakat sekolah (Kepala sekolah, guru,
orang tua, siswa, tokoh masyarakat dan para pejabat setempat) terhadap
penyelenggaraan pendidikan di SMK;
4. implementasi Manajemen mutu terpadu yang belum dilaksanakan secara
menyeluruh;
5. masih terbatasnya kemitraan sekolah dengan dunia industri baik lokal
maupun regional.
Dengan demikian, maka judul penelitian yang diangkat oleh penulis
adalah: “Manajemen Sekolah Bermutu (Studi tentang kontribusi kepemimpinan,
implementasi manajemen mutu terpadu terhadap mutu sekolah menengah
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah dalam
penelitian ini, maka berikut ini adalah beberapa variabel yang akan menjadi fokus
penelitian, yaitu sebagai berikut.
1. Kepemimpinan kepala sekolah ditinjau dari sudut prilaku kepemimpinan
dalam mendorong staf dalam melaksanakan fungsi dan tugas.
2. Implemenhtasi manajemen mutu yang merupakan tingkat pelaksanaan yang
komprehnsif dalam mengelola organisasi sehingga dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan dan meraih kemajuan dalam setiap aktivitas organiasi.
3. Mutu Sekolah sebagai aktualisasi kemampuan proses pelayanan terhadap
siswa sebagai customer yang paling utama.
D. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang penelitian yang telah diungkapkan di atas,
maka fokus penelitian ini didasari oleh beberapa permasalahan yang muncul
dalam manajemen sekolah yang terjadi saat ini. Ada beberapa kesenjangan (gap)
antara manajemen sekolah bermutu secara teoritik dengan kondisi nyata,
khususnya disekolah menengah kejuruan di kabupaten Subang. Rumusan masalah
penelitian tersebut dapat dirinci dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut.
1. Bagiamana gambaran Mutu di sekolah menengah kejuruan di kabupaten
2. Bagiamana gambaran kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap peningkatan
mutu sekolah di SMK kabupaten Subang?
3. Bagaimana gambaran Implementasi Manajemen Mutu terpadu di sekolah
menengah kejuruan kabupaten Subang?
4. Seberapa besar kontribusi kepemimpnan kepal sekolah terhadap peningkatan
mutu sekolah menengah kejuruan kabipaten subang?
5. Bagimana implemntasi manajemen mutu terpadu di sekolah menengah
kejuran kabupaten subang?
6. Bagaimana kontribusi kepemimpinan kepala sekolah, manajemen mutu dan
Implementasi manajemen mutu dilaksanakan bersama-sama dalam upaya
peningkatan mutu sekolah?
E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis informasi
empiris tentang sekolah bermutu menengah kejuruan (SMK) di kabupaten subang,
melalui studi korelasi antara kepemimpinan, iklim sekolah dan implementasi
manajemen mutu sebagai variabel bebas. Sedangkan kinerja kepala sekolah dan
sekolah bermutu sebagai variabel terikat.
Berdasrkan penelitian tersebut, diharapkan diperoleh suatu temuan
implemntasi manajemen mutu terpadu. Sehingga, dapat dijadikan suatu rujukan
baik secara konseptual maupun secara praktis bagi penyelenggaraan pendidikan di
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan
analisis tentang:
a. Gambaran mutu di sekolah menegah kejuruan kabupaten subang;
b. Gambaran kepemimpinan di sekolah menengah kejuruan kabupaten subang;
c. Gambaran implemntasi manajemen mutu terpadu di sekolah menegah kejuruan
kabupaten subang ;
d. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah terhadap mutu sekolah menengah
kejuruan di kabupaten subang;
e. Kontribusi implemntasi manajemn mutu terpadu terhadap mutu sekolah di
kabupaten subang.
f. kontribusi antara kepemmpinan kepala sekolah, implementasi manajemen mutu
secara bersama-sama terhadap mutu sekolah.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari aspek teoritis
maupun praktis.
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama
dalam hal:
1) pengembangan ilmu administrasi pendidikan, khususnhya dalam
manajemen mutu sekolah;
2) memberikan informasi yang akurat bagi pembentukan konsep yang
3) mengidentifikasi berbagai kekuatan, kelemahan peluang dan
tantangan bagi terwujudnya mutu sekolah;
4) memberikan sumbangsih secara konseptual atau model yang dapat
digunakan sebagai rujukan manajemen Mutu sekolah.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1) informasi sebagai bahan evaluasi bagi para praktisi pendidikan,
khususnya di sekolah menengah kejuruan di kota subang;
2) sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh pemimpin atau kepala sekolah dalam megelola
lembaganya;
3) sebagai bahan pertimbangan atas adanya berbagai perubahan dan
tuntutan zaman yang sangat berorientasi pada kemampuan fisik,
mental maupun spiritual;
4) sebagai bahan pertimbangan bagi tercapainya tujuan pendidikan
yang diselenggarakan di tingkat (SMK).
F. Asumsi-asumsi Penelitian
Dalam organisasi banyak faktor yang dapat menciptakan mutu atau
kualitas dari produk, baik berupa barang atupun jasa. Dalam kajian organisasi
prilaku para anggota termasuk pimpinan. Interaksi dan karakteristik prilaku
tersebut akan berdampak pula pada kondisi iklim organisasi. Dengan demikian,
seorang pemimpin harus memahami dan memiliki pendekatan yang tepat untuk
Iklim sekolah akan terbentuk atas kepemimpinan kepala sekolah yang
menjadi penentu kebijakan-kebijakan sekolah. Selain itu, juga dapat dipengaruhi
oleh nilai-nilai yang dimiliki oleh para personil sekolah. Sekolah menengah
kejuruan merupakan pendidikan yang berorientasi pada Skill yang diharapkan
mampu tepat guna dan produktif dikehidupan nyata. Oleh karena itu, kemitraan
dengan masyarakat merupakan langkah awal untuk terjadinya hubungan yang
harmonis natara lembaga pendidikan dengan masyarakat. Dengan menjalin
kemitraan, maka secara otomatis akan terbentuk kerjasama dan keterlibatan baik
mental maupun emosional antara masyarakat dengan pihak sekolah. Seorang
pemimpin atau dalam hal ini kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk
menjalankan tugas manajerialnya. Oleh karena itu, seorang kepala sekolah harus
memiliki gaya kepemimpinan yang ideal, kompetensi dan komitmen yang kuat
sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam memimpin sebuah organisasi dalam
mencapai mutu yang baik.
Dalam mengimplemntasikan Manajemen mutu di sekolah, kepala sekolah
memegang peranan penting dalam upaya mendorong setiap anggota atau personil
sekolah untuk ikut berperan dalam berkontribusi dalam perbaikan kualitas.
Melalui gaya atau prilakunya diharapkan kepala sekolah dapat secara efektif
melaksanakan manajemen mutu. Manajemen mutu dalam sebuah organisasi
berarti mengadakan perubahan mendasar dalam organisasi yang meliputi
perubahan kultural dan perubahan substantif dalam manajemen. Sekolah bermutu
akan terwujud dengan baik, jika seorang kepala sekolah dan para personil sekolah
daya yang dimiliki oleh seseorang, baik berupa motivasi, konsep diri, kemapuan
atau skill dan karakteristik atau kepribadian (traits), semua itu merupakan
kapasitas diri atau modal dasar yang mendukung terwujudnya keberhasilan
seseorang dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. Konsep mutu sebagai konsep
yang relatif bukan konsep yang absolute, sehingga mutu memiliki dua aspek yang
memenuhi spesifikasi dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut oleh
konsumen.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka sekolah yang bermutu adalah
sekolah yang memiliki kepemimpinan yang tepat dengan melaksanakan
keseluruhan unsur determinan terhadap kualitas yang diharapkan. Sekolah
bermutu, juga dapat dilihat sejauh mana iklim sekolah memberikan kontribusi
positif terhadap terwujudnya sekolah bermutu. Kemudian sejauh mana kepala
sekolah mampu mendorong para personil sekolah untuk dapat memberikan
kontribusi positif terhadap terwujudnya manajemen mutu di sekolah. Demikianlah
asumsi-asumsi tersebut di atas yang dikutip berdasarkan asumsi teori dan asumsi
empiris dari para ahli di bidangnya sebagai konsep dasar dalam menentukan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan
penelitian kuantitatif. Penelitian survei yang dimaksud adalah bersifat menjelaskan hubungan
kausal dan pengujian hipotesis. Seperti dikemukakan Masri Singarimbun dan Sofyan
Effendi (2003:21) penelitian survei dapat digunakan untuk maksud (1) penjajagan
(eksploratif), (2) deskriptif, (3) penjelasan (eksplanatory atau confirmatory), yakni
menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis; (4) evaluasi, (5) prediksi atau
meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang (6) penelitian operasional, dan (7)
pengembangan indikator-indikator sosial. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
termasuk penelitian survei.
Menurut Kerlinger (2000:660) ”penilitian survei mengkaji populasi yang besar
maupun yang kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi itu
untuk menemukan insidensi, distribusi dan interpretasi relatif dari variabel-variabel
sosiologi dan psikologi”. Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil
suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam.
Jenis penelitian survei ini memfokuskan pada pengungkapan hubungan kausal antar
variabel, yaitu suatu penelitian yang diarahkan untuk menyelidiki hubungan sebab
berdasarkan pengamatan terhadap akibat yang terjadi, dengan tujuan memisahkan pengaruh
langsung dan pengaruh tidak langsung sesuatu variabel penyebab terhadap variabel akibat.
Variabel sebab-akibat tersebut adalah manajeman sekolah bermutu (X1) Kepemimpinan (X2)
B. Populasi
Populasi adalah totlitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung ataupun
pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap
dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 2001:6) dalam penelitian ini populasi
sebanyak 10 sekolah menengah kejuruan (SMK) yang terdiri dari 30 jurusan atau program
keahlian sekolah menengah kejuruan di lingkunagn Dinas Pendidikan Kabupaten Subang.
Sampel adalah sebagian Setelah populasi ditetapkan, selanjutnya ditentukan
sampel agar dapat dilakukan pengumpulan data. Sampel merupakan sebagian dari
populasi yang dijadikan objek penelitian yang dianggap dapat mewakili seluruh
populasi. Arikunto (2004:117) mengatakan bahwa: "Sampel adalah bagian dari populasi."
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan
dapat mewakili seluruh populasi. Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel Nasution
[image:26.595.74.531.252.760.2](2005:135) mengemukakan:
Tabel 3.1
Jumlah Populasi dan Sampel
No Sekolah Jumlah
Populasi Sampel
1. Akuntansi 10 3
2. Administrasi Perkantoran 12 4
3. Pemasaran 10 3
4. Teknik Automotif SMK N 1 Subang 10 3
5. Rekayasa Perangkat Lunak 10 3
6. Grafika 10 3
7. Teknik Elrktronika Industri 13 4
8. Teknik Permesinan SMK N 2 Subang 10 3
bahwa, ".. mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh besarnya sampel, akan tetapi oleh
kokohnya dasar-dasar teorinya, oleh desain penelitiannya (asumsi-asumsi statistik), serta
mutu pelaksanaan dan pengolahannya." Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel,
Arikunto (2005:120) mengemukakan bahwa: Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila
subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar, dapat diambil antara
10%-15% atau 20%-25% atau lebih.
Memperhatikan pernyataan tersebut, karena jumlah populasi lebih dari 100 orang,
maka penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel secara acak (Random
11. Akuntansi 10 3
12. Administrasi Perkantoran 13 4
13. Pemasaran SMK PGRI Subang 12 4
14. Teknik Komputer 12 4
15. Bisnis dan Manajemen SMK Angkas 2 Kalijati 13 4
16. Teknologi Pesawat Terbang 10 3
17. Teknik Kendaraan Ringan 10 3
18. Teknik Komputer SMK Yadika Kalijati 10 3
19. Adminitrasi Perkantoran 10 3
20. Farmasi SMK YPIB Subang 10 3 21. Bisnis dan Manajemen SMK Darul Hikam Binong 10 3
22. Teknik Mesin SMK Sukamandi 10 3
23. Elektro 10 3
24. Teknik kendaraan ringan 10 3
25. Teknik Audio video SMK Radita Yudha Subang 10 3
26. Administrasi Perkantoran 10 3
27. Akuntansi 10 3
28. Rekayasa Perangkat Lunak 13 4
29 Teknik Automotif SMK Pasundan Subang 12 4
30. Akuntansi 13 4
sampling). Sedangkan Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus dari Slovin dalam
Riduwan (2007:65) sebagai berikut :
n = �
�.�2
+ 1
keterangan : n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi =
d2 = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagai berikut :
n = �
�.�2
+ 1 = 315
315. 0,1 2+ 1 =
315
3,15= 66,55 ≈100 responden
C. Teknik Pengumpulan Data
Nazir, Moh (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan
alat-alat ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan
dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam
fakta yang berhubungan dengan fokus penelitian yang diteliti. Sehubungan dengan
pengertian teknik pengumpulan data dan wujud data yang akan dikumpulkan, maka
dalam penelitian ini digunakan dua teknik utama pengumpulan data, yaitu studi
dokumentasi dan teknik angket.
1. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan sebagai
cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian bagian yang dianggap
penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di
instansi lain yang ada hubungannya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan
untuk memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku, laporan
kegiatannya di instansi/lembaga yang relevan dengan fokus penelitian.
Angket disebarkan pada responden dalam hal ini sebanyak 67 responden. Pemilihan
dengan model angket ini didasarkan atas alasan bahwa: (a) responden memiliki waktu
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan, (b) setiap
responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan yang
diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan memberikan jawaban, dan (d) dapat
digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dan dalam
waktu yang tepat.
Melalui teknik model angket ini akan dikumpulkan data yang berupa jawaban
tertulis dari responden atas sejumlah pertanyaan yang diajukan di dalam angket tersebut.
Indikator-indikator yang merupakan penjabaran dari variabel pemanfaatan sarana prasarana
dan manajemen waktu mahasiswa terhadap perilaku belajar mahasiswa merupakan materi
pokok yang diramu menjadi sejumlah pernyataan di dalam angket.
D. Defenisi Operasional
Setiap variabel penelitian memiliki beberapa dimensi yang merupakan penjelasan
atas variabel tersebut, yang ditentukan atas dasar konsep teoritik, hasil penelitian sebelumnya
serta pemikiran-pemikiran dari para peneliti. Adapun definisi oprasional masing-masing
variabel sebagai berikut.
1. Kepemimpinan (X1)
Kepemimpinan dalam penelitian ini adalah pola tindakan atau prilaku kepala sekolah
dalam mempengaruhi aktivitas para angotanya untuk mencapai tujuan.
2. Implementasi Manajemen mutu (X2)
Implementasi manajemen mutu dalam penelitian ini adalah tingkat pelaksanaan yang
komprehensif dalam mengelola organisasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan dan meraih kemajuan dalamsetiap aktivitas organisasi.
Sekolah yang bermutu dalam penelitian ini tingkat kualitas sekolah dalam
melakukan proses pelayanan terhadap siswa, orang tua siswa atau masyarakat
sebagai pelanggan dan tingkat output sekolah.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini disusun berdasarkan kajian teori atau asumsi dari setiap
variabel penelitian dan berpedoman pada cara penyusunan butir angket yang baik. Adapun
kisi-kisi untuk setiap variabel yang diteliti sebagai berikut.
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)
Data yang dihasilkan dari penyebaran angket berskala pengukuran interval
mengingat angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran secara kontinus
1-5 dengan alternatif jawaban sebagai berikut :
5 = Selalu (SL) 4 = Sering (SR) 3 = Jarang (JR)
[image:30.595.67.532.241.772.2]2 = Kadang-kadang (KD) 1 = Tidak Pernah (TP)
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Variabel Kontribusi Kepemimpinan (X1) Variabel Definisi Teoritik Definisi
Empirik
Sub Variabel Indikator No Item
Sumber Data Kepemimpin
an (X1)
1.Gorge R. Terry (1998:17) 2. Rauch & Behlin (1978) 3.Purwanto (2001:32) 4.Yuki (1996:44-45) Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubunganya dengan tugas untuk mencapai Kepemimpinan kepala sekolah yang bertanggung jawab untuk meningkatkan profesinalitas guru melalui pemberia pengaruh kepala sekolah tugas dan hubungan 1.Berorientasi pada tugas (initiating strukture) Mengutamakan pencapaian visi dan misi
1,2 Guru
Menetapkan standar mutu pada tugas bawahan
3, 4
(2001:83) diinginkan, Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasikan kea rah pencapaian tujuan. melaksanakan tugas.
2. Berorientasi pada bawahan (considerate on)
Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan 13, 14, 15 Guru Memeberikan kepercayaan kepada bawahan 16 Memperhatikan kesejahteraan bawahan 17 Membangun kerjasama tim 18, 19 Mmemperlakukan
adil kepada
personil
20 Guru
2. Implementasi Manajemen Mutu (X2)
Data yang dihasilkan dari penyebaran angket berskala pengukuran interval mengingat angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran secara kontinus 1-5 dengan alternatif jawaban sebagai berikut :
5 = Selalu (SL) 4 = Sering (SR) 3 = Jarang (JR)
[image:31.595.67.523.145.757.2]2 = Kadang-kadang (KD) 1 = Tidak Pernah (TP)
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Variabel Implementasi Manajemen Mutu (X2) Variabel Definisi
Teoritik
Definisi Empirik
Sub Variabel
Indikator No Item Sumber Data Manajemen mutu (X2) 1.Hadari Nawawi (2005:46) 2.Juran (1995:82) Manajemen mutu adalah manajemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus di fokuskan kepada peningktan kualitas agar produk sesuai dengan setandar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam
pelaksanaan tugas pelayanan umum (public
service)
Manajemen mutu adalah pelaksanaan yang komprehensif dalam mengelola organisasi yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan meraih
kemajuan dalam setiap aktivitas organisasi melalui perencanaan, pengendalian dan peningkatan. a.Perencana an mutu Merumuskan standar mutu sekolah
1,2 Guru
Merencanakan program yang sesuai dengan kebutuhan 3 Mengidentifikasi dan menentukan kebutuhan dan berorientasi pada pelanggan.
4, 5, 6, 7, 8, 9
b.Pengendal ian mutu
Menjabarkan rencana dalam kegiatan.
10, 11 Guru
Membentuk dan memberdayakan tim.
12
Mencatat
kelemahan dan
layanan dan memotivasi tim Melakukan perbaikan berdasarkan kelemahan 15, 16, 17 c.Peningkat an mutu
Mencari dan
menemukan kekuatan,
kelemahan dan hal-hal baru untuk peningkatan mutu 18, 19,20, 21 Guru Mengembangkan program-program yang sudah tercapai
22
3. Mutu Sekolah (Y)
Data yang dihasilkan dari penyebaran angket berskala pengukuran interval
mengingat angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran secara kontinus
1-5 dengan alternatif jawaban sebagai berikut :
5 = Selalu (SL) 4 = Sering (SR) 3 = Jarang (JR)
[image:32.595.66.522.75.696.2]2 = Kadang-kadang (KD) 1 = Tidak Pernah (TP)
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Variabel Mutu Sekolah (Y) Variabel Definisi Teoritik Definisi
Empirik
Sub Variabel
Indikator No Item Sumber Data Sekolah Bermutu (Y) 1.Aan komariah (2006) Sekolah bermutu adalah institusi yang menyediakan tempat terbaik untuk belajar
dengan mutu yang
memiliki kecocokan penggunaan produk yang memiliki tuntutan dan kepuasan. Upaya sekoalah dalam mencapai dan mempertahankan mutu melalui proses pelayanan
dan out put yang
bermutu. a.Proses pelayanan sekolah Reliability (Keandalan);
1,2, 3, 4 Guru
Responcivness (keresponsifan); 5, 6 Confidence (keyakinan); 7, 8 Emphaty (empati); 9 b.Output sekolah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Merujuk kepada rumusan masalah dan didasrkan pada hasil penelelitian
tentang kontribusi kepemimpinan, implemntasi manajemen mutu terpadu terhadap
mutu sekolah menengah kejuruan di kabupaten subang.
1. Kontribusi kepemimpinan kepala sekolah menengah kejuruan di kabupaten
subang termasuk dalam kategori sangat tinggi. Aspek Berorientasi pada tugas
(initiating strukture) serta aspek Berorientasi pada bawahan (considerate on)
nilai yang sangat baik, sehingga mampu berorientasi pada mutu sekolah
secara optimal dan berhasil membentuk siswa yang kompeten.
2. Implementasi manajemen mutu terpadu di sekolah menengah kejuruan
(SMK) kabupaten subang berdasarkan perhitungan termasuk dalam kategori
sangat tinggi. Aspek perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan peningkatan
mutu menunjukan nilai sangat baik. Dengan demikian bahwa implementasi
manajemn mutu terhadap mutu sekolah menunjukan dampak yang baik
terhadap proses pembelajaran disekolah.
3. Mutu sekolah menengah kejuruan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten
subang berdasarkan perhitungan termasuk dalam kategori sangat tinggi Aspek
menjadi acuan bagi sekolah untuk terus meningkatkan mutu sekolah dengan
proses pelayanan maksimal terhadap pelanggan (sekolah).
B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan hasil penelitian yang
pada akhirnyaakan berdampak pada pihak-pihak yang berkepentingan. Saran yang
diajukan lebih difokuskan pada elmen yang terlibat dalam sekolah dalam upaya
peningkatan mutu sekolah.
1. Bagi para kepala sekolah SMK di lingkungan dinas pendidikan kabupaten
subang dalam melaksanakan tugasnya harus sebaik-baiknya, kontribusi
kepemimpinan kepala sekolah sangat di perlukan dalam menentukan arah dan
tujuan sekolah, sehingga program-program sekolah mampu silaksanakan oleh
sekolah. Di samping itu, kepala sekolah juga harus meningkatkan
kompetensi, komitmen dan motivasi yang menjadi dasar melaksanakan
tugasnya.
2. Bagi Dinas pendidikan kabupaten subang. 1) berusaha untuk lebih intensif
kepada fungsi pengawasan kepada kinerja kepala sekolah dan lebih bisa cepat
tanggap dalam mengatasi permasalahan yang dilakukan kepala sekolah,
karena kontribusi kepemimpinan kepala sekolah yang sebaik-baiknya sesuai
dengan ketentuan merupakan salah satu poin penting dalam peningkatan
kualitas sekolah. 2) berupaya mendorong dan meningkatkan kinerja guru
untuk terselenggaranya pembelajaran disekolah yang mengedepankan atau
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2004 Dasar-dasar Supervisi. Jakarta Rineka Cipta.
Asmani, Jamal Ma’aruf. 2009. Manajemen Pengelolaan dan kepemimpinan
pendidikan professional. Yogyakarta Diva Press.
Alma, Buchori dan Ratih Hurryati. 2007. Manajemen Corporate dan strategi pemasaran jasa pendidikan fokus pada mutu dan layanan
prima. Bandung: Alfabeta.
Dohou, Ibtisam Abu. 2002. School Based Management: manajemen berbasis sekolah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Fatah, Nanang. (2001). Landasan Manjemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers :
Yogyakarta
Mulyasa (2003) Menjadi Kepala Sekolah Propesional.Bandung. Rosda Karya.
Mulyasa E. 2004 Manajemen Berbasis Sekolah, konsep, strategi dan implementasi. Bandung: Rosdakarya.
Manajemen Peningkatan Mutu berbasis sekolah dasar. 2002. Jakarta Dirjen
Pendidikan dasar dan menengah.
Mulyasa E. 2009 Implementasi kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru dan Kepala sekolah. Jakarta Bumi Aksara.
Nasution, M.N 2000. Manajemen mutu terpadu; Total quality Managemen. Jakarta: Ghalia Indonesia
Rochaety, Eti, dkk. 2006. Sistem informasi manajemen pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ridawan dan Akdon (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistik. Bandung. Alfabeta.
Sobari, dkk. (2009). Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Multi Presindo
Sugiyono. (2008). Statistik Untuk Penelitian. Bandung. CV Alfabeta
Sudjana. (2005) Metode statistika. Bandung. Tarisito.
Sobari, dkk. 2009.Pengelolaan Pendidikan.Yogyakarta Multi Presindo.
Tcipto, Fandy. 2008 Service managemen mewujudkan layanan prima. Yogyakarta Andi Offset
Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen Sekolah di Masa Kini (1)”,
Pendidikan Network : 24 Maret 2006
Umiarso & Imam Gojali (2010). Manajemen Mutu di Era OtonomiPendidikan. Jogjakarta:IRCiSoD
Umedi. 2004 Manajemen Mutu berbasis sekolah (MMBS.)Jakarta PKMP
Umaidi. “Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah”. dalam 05
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2005. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Nuansa Aulia.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang.
Wahyusumijo (2008). Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan teoritik dan permasalahan. Jakarta: PT Grapindo Persada.
Widrajat N (2003) Penelitian Tentang Model Layanan Mutu Pendidikan Untuk Kepuasan Peserta Dididk. Desertasi, UPI Bandung
Wijaya, Jenu. 2003 Marketing manajemen pendekatan Nilai-nilai Pelanggan. Surabaya: Banyu Media.
Yamit, Moh. 2009. Manajemen Kualitas Produk dan jasa. Yogyakarta: Ekonosia
Zamroni.2007.Meningkatkan Mutu Sekolah.Jakarta: Penerbit PSAP Muhammadiyah.
www.google.com. Mutu Pendidikan.