• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II IMPLEMENTASI PERATURAN KODE ETIK POLRI DALAM PENYELESAIAN PENYELEWENGAN KODE ETIK POLRI PADA KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II IMPLEMENTASI PERATURAN KODE ETIK POLRI DALAM PENYELESAIAN PENYELEWENGAN KODE ETIK POLRI PADA KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR MEDAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

IMPLEMENTASI PERATURAN KODE ETIK POLRI DALAM PENYELESAIAN PENYELEWENGAN KODE ETIK POLRI PADA

KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR MEDAN

A. Lingkup Organisasi Dan Pelaksanaan Tugas Kepolisian Di Polrestabes Medan

1. Struktur Organisasi Kepolisian di Indonesia

Polisi sebagai aparat Pemerintah, maka organisasinya berada dalam lingkup Pemerintah. Dengan kata lain organisasi Polisi adalah bagian dari Organisasi Pemerintah. Dari segi bahasa organ kepolisian adalah suatu alat atau badan yang melaksanakan tugas-tugas Kepolisian. Agar alat tersebut dapat terkoodinir, dan mencapai sasaran yang diinginkan maka diberikan pembagian pekerjaan dan ditampung dalam suatu wadah yang biasa disebut organisasi. Dengan demikian maka keberadaannya, tumbuh dan berkembangnya, bentuk dan strukturnya ditentukan oleh visi Pemerintah yang bersangkutan terhadap pelaksanaan tugas Polisinya. Diseluruh dunia Organisasi Polisi itu berbeda-beda. Ada yang membawah pada Departemen Dalam Negeri, ada yang membawah pada Departemen Kehakiman ada yang dibawah kendali Perdana Menteri, Wakil Presiden, dikendalikan oleh Presiden sendiri, bahkan ada yang merupakan Departemen yang berdiri sendiri.62

Kedudukan Organisasi Polisi dalam satu negarapun dapat berubah-ubah,

(2)

sesuai dengan perubahan visi suatu pemerintah periode tertentu pada Polisinya. Belanda misalnya, perubahan dari negara monarkhi merdeka, berubah sama sekali sewaktu dijajah Napoleon, berubah sebentar saat mereka merdeka, lalu ditindas oleh Jerman NAZI dengan GESTAPO-nya, lalu merdeka lagi setelah Perang Dunia ke II, bentuk, tugas, perilaku organisasi Polisinya berubah dan sangat berbeda.

Di Indonesia kedudukan organisasi polisi juga mengalami rangkaian perubahan setelah kemerdekaan. Pada tangal 1 Juli 1946 kepolisian menjadi jawatan tersendiri bernama “ Jawatan Kepolisian” dibawah pimpinan Perdana Menteri, pada tahun 1948 jawatan tersebut untuk sementara dipimpin Presiden dan wakil Presiden, Kemudian Keputusan Presiden R.I.S. Nomor 22 tahun 1950 menjadikan Kepolisian Negara disesuaikan dengan bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi jawatan Kepolisian Republik Indonesia Serikat dan dipimpin oleh Perdana Menteri dengan perantaraan Jaksa Agung, sedangkan dalam pimpinan harian dalam pengawasan administrative-organisatoris dipertanggung jawabkan kepada Menteri Dalam Negeri.

Pada tahun 1950 Berdasarkan Penetapan Perdana Menteri nomor : 3/PM/tahun 1950 Pimpinan Kepolisian Negara diserahkan kepada Menteri Pertahanan dengan maksud pimpinan Polisi dan Tentara dalam satu tangan untuk kemudahan mengatasi kekacauan situasi akibat gangguan pada saat itu dan hal ini hanya berlaku 9 bulan. Tahun 1950 juga dibentuk Komisi Kepolisian yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Republik Indonesia nomor :154/1950, nomor :

(3)

Undang-undang Kepolisian. Namun komisi itu gagal dalam usahanya dan bubar dengan sendirinya setelah pembentukan negara kesatuan. Tahun 1959 merupakan tonggak baru karena telah mempunyai status sebagai Kementerian Kepolisian, Proses Integrasi Angkatan Kepolisian yang dimulai dengan Militerisasi Polisi Negara nomor: 112 tahun 1947, kemudian peraturan pemerintah nomor 10/1958, menjadi kenyataan dengan dicantumkannya persoalan tersebut dalam ketetapan Majelis permusyawaratan Rakyat Sementara nomor: 1 dan 2/MPR/1960 dan kemudian dalam Undang-undang Pokok Kepolisian Negara nomor : 13 tahun 1961, pasal 3 dinyatakan : “Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata”

Penyempurnaan organisasi dalam rangka integrasi ABRI ini diadakan lagi dengan dikeluarkannya Keputusan menteri / Hankam / Pangab No: Kep/A/385/VIII/1970 yang menetapkan tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan ditambah lagi Intruksi Menhankam/Pangab nomor : Ins/A/43/XI/1973, tentang penyusunan kembali Organisasi Angkatan dan Polri melalui keputusan Menhankam/Pangab nomor : Kep/15/IV/1976 tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur kepolisian Negara Republik Indonesia.63

Rangkaian perubahan terus menyusul hingga kepolisian menjadi mandiri dan langsung dibawah Presiden berdasarkan Pasal 8 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam proses negara yang semakin demokratis, menunjukkan arah Perilaku Organisasi Kepolisian yang semakin modern, semakin menghormati dan menegakkan HAM. Polri harus menyadari

(4)

bahwa dalam setiap kegiatannya tidak boleh sembarangan karena masyarakat melakukan kontrol.64 Modernisasi Kepolisian dan demokratisasi negara merupakan condition sine quanon, keduanya saling berpengaruh bahkan saling membutuhkan. Karenanya modernisasi kepolisian dan pemuliaan HAM serta demokratisasi dapat digambarkan sebagai tolok ukur kemajuan dan/atau keberhasilan pembangunan suatu negara/bangsa. Artinya perubahan perilaku organisasi Polisi yang semakin demokratis dan semakin berbudaya HAM merupakan gambaran semakin majunya peradaban dan keberhasilan pembangunannya.65

Bentuk organisasi yang diwujudkan dengan ketentuan-ketentuan tentang struktur organisasi dan prosedurnya, selalu dimaksudkan sebagai arah dan aturan permainan (rules of the game) dari upaya-upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Demikian juga organisasi POLRI yang terus dan selalu mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu memang bertujuan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi optimal dalam melandasi pelaksanaan tugas POLRI.

Organisasi sendiri sebenarnya hanyalah merupakan sarana atau wahana kegiatan untuk mencapai tujuan. Karenanya eksistensi organisasi sangat dipengaruhi bahkan ditentukan oleh kondisi lingkungan, baik yang berlingkup ruang, waktu, tantangan dan situasi. Organisasi yang baik berarti harus memenuhi persyaratan, serasi dan sesuai dengan kondisi lingkungannya. Berubahnya pola pikir masyarakat tradisional menjadi pola pikir masyarakat industri, akan mendorong dan mengharuskan perubahan organisasi.

(5)

Tetapi perubahan itu memang harus dikaji dengan seksama teliti dan sungguh-sungguh, sehingga perubahannya memang benar-benar pas dengan tuntutan lingkungan. Karena perubahan lingkungan itu dalam keadaan normal bersifat evolutif, maka periodesasinya akan relatif lama. Dengan demikian perubahan organisasipun dalam keadaan normal akan mendorong dan mengharuskan perubahan organisasinya.

Berikut ini adalah Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia :66

(6)

Dengan pendekatan dari segi kedudukan organisasi, sejarah, pelaksanaan tugas dan keberhasilannya, maka pengorganisasian POLRI itu memang lalu harus ditegakkan atas dasar prinsip yang khas Polisi Indonesia yang antara lain seperti dibahas dibawah ini.

a. Refungsionalisasi Menonjolkan kekhasan berarti harus melakukan refungsionalisasi yang berciri khas mitra Kamtibmas. Sedang fungsi-fungsi yang bersifat politis dan strategis dipusatkan disatu tangan ditingkat Presiden. Fungsi-fungsi yang bersifat umum diatur dan dibina dengan sistem pembinaan terpusat oleh Kapolri. Sedang fungsi khas angkatan diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing kesatuan.

b. Asas Organisasi

Pengorganisasian harus didasari prinsip-prinsip :

(1) sederhana dalam arti berkemampuan cukup untuk mencapai tujuan. (2) Lebih efektif sehingga dapat dicapai keseimbangan antara tugas dan

kemampuan anggaran

(3) Lebih efisien dalam arti pencapaian tujuan dan sasaran dengan biaya yang sama dapat terlaksana secara lebih cepat dan lebih baik. Dengan cara ini maka perubahan-perubahan yang sangat mendasar dan dapat menjadi tidak sederhana, tidak efektif apalagi efisien. Untuk itu kalau tidak ada hal yang memaksa, tidak dilakukan perubahan dan cukup dengan penyesuaian-penyesuaian yang bertujuan peningkatan efektifitas dan efisiensi.

(7)

c. Bentuk Organisasi Type Staf.

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan organisasi dipakai prinsip-prinsip :

1) Bentuk organisasi digunakan ; Line and Staff 2) Type staf yang dipakai adalah staf umum 3) Penyusun satuan besar dibagi 2 tingkat;

a) Tingkat Mabes POLRI b) Tingkat Kotama

4) Garis besar pengelompokan badan-badan dibedakan dengan eselon a) Eselon Pimpinan

b) Eselon staf

c) Eselon pembinaan d) Eselon pelaksana pusat d. Penyempurnaan Organisasi

Penyempurnaan organisasi dan prosedur kerja dapat dilakukan dengan didasarkan pada tuntutan yang obyektif dan diperlukan, dan harus tidak dipengaruhi atau terlepas dari rasa senang atau tidak senang. Ketentuan ini sebenarnya menggaris bawahi bahwa penyempurnaan itu hanya bisa dilakukan karena tuntutan obyektif yang urgent dan tidak oleh sebab-sebab yang lain. Dahulu pengorganisasian ini juga menentukan jumlah PATI (Jenderal), sehingga digunakan juga sebagai sarana pengendalian Jendela yang hanya terdiri dari orang-orang yang benar-benar terpilih. Dengan berubah-ubahnya struktur organisasi biasanya lalu timbul berbagai kegelisahan dan

(8)

keragu-raguan di kalangan Pejabat yang apabila tidak cepat diatasi akan dapat menjadi penghalang yang serius. Di lingkungan POLRI, selama ini kegelisahan semacam itu relatif cepat diatasi. Mereka cepat menyesuaikan diri dan cepat bekerja biasa seperti selayaknya. Mungkin karena telah sering mengalami reorganisasi, mungkin juga karena dinamika organisasi yang berkembang sebenarnya relatif tidak berubah.67

2. Struktur Organisasi Polrestabes Medan

Wilayah hukum Polrestabes Medan memiliki luas wilayah 156.649,48 Ha, dengan batas-batas antara lain sebagai berikut:68

- Utara berbatasan dengan Selat Malaka

- Timur berbatasan dengan Polres Deli Serdang - Selatan berbatasan dengan Polres Tanah Karo - Barat berbatasan dengan Polres Langkat

Hal tersebut tentunya menjadikan Wilayah hukum Poltabes Medan adalah titik lintas yang strategis.

Kepolisian Resor Kota Besar Medan memiliki 15 Polisi Sektor antara lain: 1) Polsekta Hamparan Perak

2) Polsekta Medan Barat 3) Polsekta Helvetia 4) Polsekta sunggal 5) Polsekta Medan Baru

(9)

6) Polsekta Kutalimbaru 7) Polsekta Pancur Batu 8) Polsekta Deli Tua 9) Polsekta Patumbak 10) Polsekta Medan Kota 11) Polsekta Medan Area 12) Polsekta Medan Timur 13) Polsekta Percut Sei Tuan 14) Polsekta Medan Labuhan 15) Polsekta Belawan.

Dalam melakukan tugasnya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, maka polisi harus senantiasa berperang dengan kejahatan yang semakin tinggi intensitasnya, agar pelaksanaan tersebut dapat terarah dan tidak tumpang tindih maka organisasi kepolisian membuat suatu struktur kepolisian dimana dalam struktur tersebut terbagi satuan-satuan tugas yang memiliki fungsi berbeda sehingga sasaran dan cara kerjanya juga sesuai dengan fungsi penugasan tersebut. walaupun sebenarnya dalam fungsi penugasan itu ada kesamaan yaitu setiap satuan mempunyai fungsi preventif namun tidak tercantum.

(10)
(11)

Berdasarkan bagan diatas, akan dijelaskan tugas masing masing bagian secara garis besar, sebagai berikut : 69

1. Kapolresta Medan adalah pimpinan Polresta Medan yang bertanggung jawab kepada KaPolri. Kapolresta Medan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Penjabaran lebih lanjut kebijaksanaan pelaksanaan KaPolri dan pembinaan teknis dari Pembina Fungsi, sesuai dengan bidang fungsinya masing-masing serta sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada para Kabag dan para Kasat Fungsi.

b. Melaksanakan lebih lanjut perintah operasi khusus terpadu yang bersifat terpusat maupun mandiri kewilayahan serta operasi Kamtibmas sesuai kebutuhan, dengan didukung perkiraan keadaan Intelijen Polresta (Prinlak) ditingkatkan ke Satuan Kewilayahan Polresta Medan, hasil pelaksanaannya dilaporkan kepada KaPolri melalui Waka Polri.

c. Melaksanakan administrasi dan perawatan personil, materil dan logistik, termasuk pelayanan keuangan, kesejahteraan dan hak-hak prajurit serta meningkatkan pembinaan kemampuan dan penggunaan kekuatan untuk menunjang tugas-tugas operasional kepolisian.

2. Waka Polresta Medan adalah pembantu utama Polresta Medan yang bertanggung jawab kepada Kapolresta Medan. Waka Polresta Medan mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Melaksanakan dan menjabarkan semua kebijaksanaan serta perintah/petunjuk Kapolresta Medan dibidang Operasional dalam bentuk

69 Wawancara dengan Kasi Propam AKP. Benno P Sidabutar, tanggal 28 April 2011, jam

(12)

piranti lunak (Proja, Juklap, Jukmin dan Protap) maupun tulisan dinas berupa Surat, TR dan sebagainya untuk didistribusikan kepada Satuan Fungsi maupun Polsek/ta.

b. Mengkoordinir Para Kabag dan Kasat Fungsi dalam melaksanakan Operasi baik yang bersifat terpadu maupun mandiri dan pelaksaaan administrasi personil, logistik dan anggaran serta melakukan upaya untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan operasional.

c. Mengajukan saran untuk melaksanakan Operasi Kepolisian Mandiri Kewilayahan terutama dalam penanggulangan kasus-kasus menonjol. d. Melaporkan semua kegiatan dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

e. Menerima petunjuk dan perintah dalam rangka pelaksanaan fungsi dan peranan Komando dan Pengendalian dalam situasi krisis maupun dalam pelaksanaan Operasi Kepolisian dan pada kasus-kasus tertentu.

3. Kabag Ops adalah unsur pembantu Kapolresta Medan yang wajib berupaya menjamin dinamika dan keterpaduan kegiatan / tindakan Operasional oleh segenap unsur pelaksana utama Polresta Medan, dan dalam pelaksanaan tugas sehari hari di bawah kendali Waka Polresta Medan.

Kabag ops dalam melaksanakan tugas kewajibannya dibantu oleh Kasubbag Bin Ops, Kasubbag Dalops dan Kasubbag Humas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Kabag Ops Polresta Medan yang meliputi :

(13)

a. Menyelenggarakan dan melaksanakan pembinaan data/informasi Polresta Medan dan jajaran.

b. Menyelenggarakan pekerjaan/ kegiatan staf dalam managemen operasional khususnya yang bersifat terpadu baik antar fungsi operasional maupun yang secara bersama melibatkan komponen lain dari kekuatan pertahanan dan keamanan negara.

c. Melaksanakan pengkajian maslah-masalah yang berkaitan dengan bidang operasional Polresta Medan.

4. Kabag Ren atau Kepala Bagian Perencanaan, yang bertangguing jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Kapolresta Medan dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Waka Polresta Medan. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewajibannya sehari-hari dibantu oleh Kasubbag Progar dan Kasubbag DalGar, yang meliputi bidang tugas :

a. Memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan fungsi perencanaan dan anggaran di lingkungan Polresta Medan.

b. Menyiapkan Rencana Program Kerja dan Anggaran Polresta Medan. c. Memadukan Rencana Program Kerja dan Anggaran Polsek jajarannya. d. Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan dan penyajian data /

informasi baik yang berkenaan dengan aspek pembinaan maupun operasional untuk kepentingan perencanaan Program dan Anggaran.

e. Menyiapkan dan menyusun laporan tentang pelaksanaan Program dan Anggaran serta laporan sesuai dengan fungsinya.

(14)

f. Memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan fungsi perawatan personil dilingkungan Mapolresta.

g. Melaksanakan pembinaan rohani, mental, Ideologi dan tradisi / kejuangan pada tingkat Mapolresta dan melaksanakan peraturan pembinaan mental di lingkungan Polresta Medan.

h. Membantu pelaksanaan fungsi penyaluran dan penyediaan lapangan kerja 5. Kabag Sumda, adalah unsur pembantu pimpinan dan pelaksanan pada

Mapolresta Medan yang bertugas memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan fungsi perencanaan dan anggaran, personil, Logistik dan latihan serta menyelenggarakan dan melaksanakan fungsi tersebut di lingkungan dan yang dipusatkan pada tingkat Mapolresta dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok Polresta Medan.

6. Bag Sumda dipimpin oleh Kepala Bagian Sumber Daya, disingkat Kabag Sumda, yang bertanggung jawab kepada Kapolresta Medan dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di bawah kendali Waka Polresta Medan. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewajibannya sehari-hari dibantu oleh Kasubbag Pers, Kasubbag SarPras, Kasubbag Kum, yang meliputi bidang tugas :

a. Memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan fungsi perencanaan dan anggaran, personil, logistik dan latihan pada tingkat Polresta maupun Polsek jajaranya.

(15)

b. Menyusun rencana Program Kerja dan Anggaran Mapolresta serta memadukan penyusunan rencana Program Kerja dan Anggaran Mapolresta dan Polsek jajarannya.

c. Memadukan dan mengawasi pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran Polresta jajarannya.

d. Menyelenggarakan administrasi anggaran Polresta Medan. e. Menyelanggarakan administrasi personil Polresta Medan.

f. Menyelenggarakan perawatan personil yang meliputi pembinaan rohani, mental ideologi dan tradisi, pembinaan penyaluran dan penyediaan lapangan kerja.

g. Menyelanggarakan latihan antara Fungsi / Satuan, drill pasukan, penataran dan ceramah di lingkungan Polresta.

h. Menyelenggarakan pembinaan administrasi logistik di lingkungan Polresta.

i. Mengumpulkan, dan mengolah dan menyajikan data dan informasi yang menyangkut aspek pembinaan.

j. Penyusun dan menyiapkan laporan-laporan yang berkenaan dengan fungsi pembinaan

7. Kasi Propam adalah unsur pelaksana pada tingkat Polresta Medan yang bertugas memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan Fungsi Pelayanan Pengaduan dan Penindakan Kode Etik yang disingkat dengan P3D dilingkungan Poltabes serta menyelenggarakan dan melaksananakan Fungsi tersebut yang bersifat terpusat pada tingkat Wilayah / antar Polsek dalam

(16)

rangka mendukung pelaksanaan tugas operasional pada tingkat Polresta Medan dan jajaran. Dalam melaksanakan tugasnya Seksi Propam menyelenggarakan Fungsi:

a. Memelihara tata tertib dan Kode Etik personil di lingkungan Polresta Medan.

b. Melakukan tindakan penegakkan Kode Etik bagi personil Polresta Medan yang melakukan pelanggaran displin.

8. Kasat Bimmas adalah unsur pelaksanan pada tingkat Mapolresta yang bertugas membina dalam batas kewenangannya menyelenggarakan bimbingan masyarakat dan pembinaan kemitraan dalam lingkungan Polresta. Dalam pelaksanaan tugasnya Sat Bimmas menyelenggarakan Fungsi :

a. Penyelenggaraan managemen bimbingan masyarakat yang meliputi penyuluhan masyarakat, pembinaan ketertiban masyarakat, pembinaan / pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan perundang-undangan, tumbuh kembangnya peran serta masyarakat dalam pembinaan keamanan dan ketertiban serta terjadinyta hubungan Polri dan masyarakat yang kondusif bagi pelaksanaan tugas kepolisian. b. Pembinaan hubungan kerja sama dengan organisasi / lembaga / tokoh

sosial kemasyarakatan dan instansi pemerintah khusunya pemerintah daerah dalam kontek otonomi daerah dalam upaya meningkatkan kesadaran ketaatan warga masyarakat pada hukum dan peraturan

(17)

pengamanan swakarsa dan pembinaan hubungan Polri dan masyarakat yang kondusif bagi pelaksanaan tugas kepolisian.

9. Kasat Intelkam adalah unsur pelaksana pada tingkat Polresta Medan yang bertugas memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan Fungsi Intelejen dan keamanan di lingkungan Polresta Medan serta menyelenggarakan Fungsi tersebut yang bersifat terpusat pada tingkat Wilayah / antar Polresta Medan dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas Operasional pada tingkat Polresta Medan. Dalam pelaksanaan tugasnya Sat Intelkam menyelenggarakan Fungsi :

a. Melaporkan semua informasi penting kepada Kapolresta Medan secara cepat dan tepat sebagai bahan pertimbangan dalam rangka memelihara serta meningkatkan dinamika Operasional Kepolisian.

b. Menyusun Kirka dan Prediksi tentang situasi Kamtibmas maupun masalah-masalah khusus yang menonjol dan memberikan saran kepada Kabag Ops untuk menyelenggarakan Operasi Mandiri Kepolisian.

c. Mengelola sumber daya yang tersedia secara optimal serta meningkatkan kemampuan dan daya gunanya.

d. Menjabarkan dan menindaklanjuti setiap kebijakan Pimpinan.

e. Dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan satuan organisasi Polresta Medan maupun dalam hubungannya dengan Instansi Pemerintah dan lembaga lainnya.

(18)

f. Membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan, termasuk persandian baik sebagai bagian dari kegiatan satuan-satuan atas maupun sebagai bahan masukan penyusunan rencana kegiatan operasional Polresta Medan dan peringatan dini bagi seluruh jajaran Polresta Medan. g. Memberikan pelayanan dalam bentuk surat ijin/ keterangan yang

menyangkut orang asing, senjata api dan bahan peledak, kegiatan sosial politik masyarakat dan surat keterangan rekaman kejahatan (SKCK/ Criminal Record) pada warga masyarakat yang membutuhkan serta melakukan pengawasan/pengamanan atas pelaksanaannya.

h. Menyelenggarakan kegiatan operasional intelijen keamanan guna terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early warning) termasuk melalui pemberdayaan seluruh personel dalam mengemban fungsi intelijen.

i. Menyelenggarakan kegiatan pengumpulan, penyimpanan dan pemutakhiran biodata tokoh formal/informal organisasi sosial/masyarakat/politik/ pemerintah.

j. Menyelenggarakan dokumentasi dan penganalisaan terhadap perkembangan lingkungan strategik serta penyusunan produk intelijen baik untuk kepentingan pimpinan maupun untuk mendukung kegiatan operasi intelijen.

k. Menyusun perkiraan intelijen keamanan dan penyajian hasil analisis setiap perkembangan yang perlu mendapat perhatian pimpinan.

(19)

10. Kasat Lantas adalah unsur pelaksana pada tingkat Polresta Medan yang bertugas memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan Fungsi Lalu Lintas dilingkungan Polresta Medan serta menyelenggarakan dan melaksanakan Fungsi tersebut yang bersifat terpusat pada tingkat wilayah / antar Polsek dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas operasional pada tingkat Polresta Medan. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Lantas menyelenggarakan Fungsi : a. Melaksanakan perintah-perintah pelaksanaan operasi khusus dibidang Lalu

Lintas baik secara terpadu maupun mandiri.

b. Melaksanakan dan memperhatikan bimbingan teknis dari Pembina Fungsi, termasuk melaksanakan Kamtibcar Lantas di wilayahnya sesuai dengan tugasnya

c. Mengelola sumber daya yang tersedia secara optimal serta meningkatkan kemampuan dan daya gunanya.

d. Menyelenggarakan Administrasi, Registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi.

11. Kasat Narkoba bertugas membina Fungsi dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dalam rangka penegakan hukum. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya Kasat Narkoba dibantu oleh Kanit dan Kasubnit. Kasat Narkoba Polresta Medan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kapolresta Medan dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Waka Polresta Medan. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Narkoba menyelenggarakan Fungsi:

(20)

a. Mengelola sumber daya yang tersedia secara optimal serta meningkatkan kemampuan dan daya gunanya.

b. Mengelola ketertiban administrasi keuangan / perbendaharaan baik yang diadakan melalui program APBN maupun bantuan dari Pemda / masyarakat serta menggunakannya seoptimal mungkin bagi keberhasilan pelaksanaan tugas.

c. Menjabarkan dan menindak lanjuti setiap kebijakan Pimpinan.

d. Dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan satuan organisasi Polresta Medan maupun dalam hubungannya dengan Instansi Pemerintah dan lembaga lainnya.

e. Membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan/penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan hukum serta kegiatan-kegiatan lain yang menjadi tugas Sat Narkoba dalam lingkungan Polresta Medan.

f. Menyelenggarakan kegiatan penyelidikan/penyidikan tindak pidana umum dan tertentu, dengan memberikan pelayanan/perlindungan khusus kepada korban/ pelaku remaja, anak-anak dan wanita, dalam rangka penegakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

(21)

8. Kasat Reskrim bertugas membina Fungsi dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dalam rangka penegakan hukum, koordinasi dan pengawasan operasional dan administrasi penyidikan PPNS sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya Kasat Reskrim dibantu oleh Kanit dan Kasubnit. Kasat Reskrim Polresta Medan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kapolresta Medan dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibawah kendali Waka Polresta Medan. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Reskrim menyelenggarakan Fungsi:

a. Mengelola sumber daya yang tersedia secara optimal serta meningkatkan kemampuan dan daya gunanya.

b. Mengelola ketertiban administrasi keuangan / perbendaharaan baik yang diadakan melalui program APBN maupun bantuan dari Pemda / masyarakat serta menggunakannya seoptimal mungkin bagi keberhasilan pelaksanaan tugas.

c. Menjabarkan dan menindak lanjuti setiap kebijakan Pimpinan.

d. Dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan satuan organisasi Polresta Medan maupun dalam hubungannya dengan Instansi Pemerintah dan lembaga lainnya.

e. Membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan/penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik

(22)

lapangan dalam rangka penegakan hukum serta kegiatan-kegiatan lain yang menjadi tugas Sat Reskrim dalam lingkungan Polresta Medan.

f. Menyelenggarakan kegiatan penyelidikan/penyidikan tindak pidana umum dan tertentu, dengan memberikan pelayanan/perlindungan khusus kepada korban/ pelaku remaja, anak-anak dan wanita, dalam rangka penegakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

g. Menyelenggarakan fungsi identifikasi baik untuk kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum.

h. Menyelenggarakan fungsi tekhnis dan koordinasi & pengawasan operasional dan administrasi penyidikan PPNS

9. Kasat Sabhara adalah unsur pelaksana pada tingkat Polresta Medan yang bertugas memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan Fungsi Sabhara dilingkungan Polresta serta menyelenggarakan dan melaksananakan fungsi tersebut yang bersifat terpusat pada tingkat Wilayah / antar Polsek dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas operasional pada tingkat Poltabes MS dan jajaran. Dalam melaksanakan tugasnya Sat Sabhara menyelenggarakan Fungsi :

a. Menyusun rencana dan melaksanakan mobilisasi kekuatan Polresta Medan serta mengadakan latihan kemampuan Dalmas.

b. Pembinaan Fungsi Sabhara Kepolisian dalam lingkungan Polresta Medan beserta Polsek jajarannya

(23)

c. Menyiapkan kekuatan bagi kepentingan pengamanan unjuk rasa dan pengendalian masa serta pemanfaatannya untuk kegiatan patroli antar wilayah dilingkungan Polresta Medan beserta Polsek jajarannya. d. Memberikan bantuan operasional atas pelaksanaan fungsi Sabhara

pada tingkat Polresta Medan.

e. Pembinaan pengamanan obyek-obyek khusus / Pariwisata.

f. Melaksanakan administrasi operasional termasuk pengumpulan, pengolahan dan penyajian data / informasi baik yang berkenaan dengan aspek pembinaan maupun pelaksanaan fungsinya.

g. Sat Sabhara Polresta Medan dipimpin oleh Kasat Sabhara yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Kapolresta Medan dan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari di koordinasikan oleh Kabag Ops maupun Waka Polresta Medan.

Struktur organisasi Kepolisian wilayah hukum Poltabes Medan terdiri dari 1.388 personil yakni :70

1. Pimpinan : 2 Personil

2. Taud (Tata Urusan dalam) : 16 Personil

3. Bag Min (Bagian Administrasi) : 40 Personil

4. Bag Ops (Bagian Operasional) : 37 Personil

5. Telematika (Telekomunikasi dan Informatika) : 6 Personil 6. Sat Intelkam (Satuan Intelijen dan keamanan) : 91 Personil

7. Satuan Samapta : 368 Personil

(24)

8. Bina Mitra : 12 Personil 9. Sat Pam Obsus (Satuan Pengamanan Obyek Khusus) : : 128 Personil

10. Sat Narkoba : 59 Personil

11. Sat Reskrim ( Reserse Kriminal ) : 260 Personil 12. Sat Lantas (Satuan Lalu Lintas) : 300 Personil 13. Unit P3D (Unit Profesi Pengamanan Penegak Kode Etik) : 50 Personil 14. Ur Dokkes (Urusan Kedokteran dan Kesehatan) : 14 Personil

15. Juru Bayar : 5 Personil.

Berdasarkan hasil studi pada Sat Lantas (Satuan Lalu Lintas), Sat Samapta (Satuan Samapta), dan Sat Pam Obsus (Satuan Pengamanan Objek Khusus) ditemukan beberapa personil yang pindah kesatuan, hal ini mengakibatkan data tersebut berubah yakni :71

Satuan Lantas : 312 personil Satuan Samapta : 320 personil Satuan Pam Obsus : 140 personil

3. Operasi Khusus Kepolisian Resor Kota Besar Medan

Penanggulangan kejahatan yang dilaksanakan secara rutin akan membuat pihak kepolisian mengerti betul apa yang terjadi dalam suatu wilayah, dalam melakukan penanggulangan kejahatan tentunya tidak sama disetiap daerah, harus diketahui keadaan sosial, budaya dan culturalnya sehingga penanggulangan kejahatan akan lebih efektif. setiap hari petugas samapta, lantas dan pam obsus

(25)

bergerak melakukan patroli dan mencatat hal-hal yang berkembang, dan dilaporkan perharinya sehingga dapat diketahui kejahatan yang timbul dalam daerah yang kondisi sosial, budaya dan kultural daerah tersebut, dan setelah itu dapat dibuatlah suatu penanggulangan yang tepat. Penanggulangan tersebut bisa dalam bentuk lebih memusatkan personel pada masalah yang terjadi bisa pula dengan melakukan operasi khusus. Operasi khusus dilaksanakan dijajaran polrestabes dilakukan sesuai pertimbangan kadar kerawanan kejahatan serta lokasi dimana kejahatan sering terjadi. Lain halnya dengan Sat Pam Obsus ketika ditayakan tentang operasi khusus kepada Kanit Patroli PAM-OBVIT, Iptu Subeno SH ia mengemukakan bahwa “Mengenai operasi khusus, tidak ada operasi khusus yang diadakan oleh Sat Pam Obsus, dan Pam Obsus hanya bersifat memback-up satuan sejajarannya di Poltabes Medan dan dibawahnya.”72

Operasi khusus dilaksanakan dijajaran Polrestabes dilakukan sesuai pertimbangan kadar kerawanan kejahatan serta lokasi dimana kejahatan sering terjadi. Dengan menimbang, mengingat sampai sejauh mana tingkat kerawanan dijenis kejahatan yang meresahkan masyarakat dalam laporan dan pengaduan yang diterima oleh polisi.73

Berdasarkan hasil wawancara kepada Iptu Tony Simanjuntak, beliau mengatakan sebelum mengadakan operasi khusus maka ada evaluasi kerja tiap minggu melalui Anev (analisa dan Evaluasi), jika dilihat ada perkembangan yang

72 Hasil wawancara dengan Kanit Patroli Pam Obvit, IPTU SUBENO, SH, Tanggal 26

April 2011.

73 Hasil wawancara dengan Anggota Min Ops Lantas Poltabes Medan, BRIPKA M.

(26)

terjadi maka diadakan operasi khusus.74

Bentuk-bentuk operasi khusus yang pernah dilakukan : a. Opsus Curat (Operasi khusus pencurian dengan pemberatan),

b. Opsus Curanmor (Operasi khusus pencurian kendaraan bermotor) Opsus narkoba (Operasi khusus narkoba)

c. Opsus pekat (Operasi khusus penyakit masyarakat)75

Operasi Khusus yang dilaksanakan harus berdasarkan skala prioritasnya dalam penentuan itu, hal yang menjadi pertimbangan tersebut antara lain:

1. Dari semua jenis gangguan Kamtibmas dibagi menjadi gangguan yang bersifat poltis, gangguan kriminalitas dan gangguan ketertiban masyarakat. 2. Dari gangguan semua jenis kriminalitas diprioritaskan bebrapa yang penting,

yang mempunyai dampak keresahan dalam frekwensi tinggi dengan jalan dipadukan dengan bobot dan kemungkinan yang terjadinya.

3. Sasaran operasi diklasifikasikan menjadi: a. sasaran selektif dengan skala prioritas. b. sasaran selektif non-prioritas.

c. sasaran rutin.

4. sasaran selektif dengan skala prioritas ditanggulangi dengan operasi khusus kepolisian.76

Operasi khusus pada dasarnya merupakan perluasan Keputusan Kepala Kesatuan tentang cara bertindak yang dipilih setelah mendengar dan

(27)

mempertimbangkan saran serta perkiraan staf. Keputusan ini yang nantinya merupakan pola penanggulangan.

1. Operasi Terpadu : melibatkan unsur intelejen dalam menggambarkan keadaan kriminalitas pada unit penindakan yang dimaksud merupakan upaya paksa terhadap sasaran penindakan tersangka atau barang bukti yang telah diselidiki oleh unit intelejen, yang dilampirkan dengan pemeriksaan terhadap tersangka atau barang bukti serta upaya paksa lainnya dalam rangka penyidikan perkara serta mengajukan ke Kejaksaan. Kegiatan represif ini didukung oleh fungsi preventif yang lain, serta dilaksanakan pula kegiatan rehabilitasi wilayah dan prevensi lanjutan yang pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pengemban fungsi binmas dan fungsi preventif.

2. Razia Selektif : Upaya penanggulangan dengan penghadangan dan pemeriksaan terhadap kendaraan-kendaraan di jalan-jalan umum (operasi terbuka).

3. Peningkatan Penjagaan (strongpoint) dan observasi : Biasanya dilakukan dengan berpakaian preman, dapat juga dilaksanakan dengan berpakaian dinas terhadap daerah-daerah yang merupakan daerah rawan kejahatan. Adapun upaya preventif lain yang dilaksanakan adalah patroli-patroli kepolisian yang dilaksanakan secara terarah dengan daerah operasi yang telah ditentukan. 4. Macam-macam Patroli Kepolisian; dalam prakteknya yang termasuk kegiatan

patroli adalah semua bentuk kegiatan yang mempunyai tujuan utama pencegahan kejahatan, baik dilakukan dengan jalan kaki serta kendaraan. Bentuk kegiatan ini dikembangkan dalam :

(28)

a. Patroli rutin, yaitu patroli yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu dengan melalui daerah-daerah, tempat-tempat atau jalur-jalur tertentu secara rutin.

b. Patroli Selektif, yaitu patroli yang dilaksanakan melalui pemilihan waktu dan tempat secara selektif untuk menngamankan tempat-tempat yang dianggap rawan.

c. Patroli insidental, patroli yang dilaksanakan apabila terjadi peristiwa atau patroli yang dapat menimbulkan deterrence effect (efek jera) terhadap suatu gangguan.77

B. Implementasi Peraturan Kode Etik Polri Dalam Penyelesaian Penyelewengan Kode Etik Polri

Anggota Polri yang melakukan tindak pidana diadukan/dilaporkan oleh masyarakat, anggota Polri atau sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 10 ayat l Peraturan Kapolri No. Pol. 8 tahun 2006) yang disampaikan pada pimpinan anggota Polri tersebut, Unit Provos atau Unit Pelayanan Kepolisian (YANDUAN, YANMAS). Unit Provos kemudian menindak lanjuti laporan/aduan tindak pidana tersebut dengan melakukan pemeriksaan pendahuluan (penyelidikan). Dalam pemeriksaan pendahuluan (penyelidikan) ini apabila alat bukti dirasa belum lengkap oleh Unit Provos maka kewenangan penyelidikan diambil alih oleh Unit Paminal. Unit Paminal tidak hanya melakukan penyelidikan untuk mencari alat bukti tetapi juga mengamankan segala sesuatu

(29)

yang berhubungan dengan kasus tindak pidana tersebut dalam kaitannya dengan ada atau tidaknya kode etik profesi Polri yang dilanggar sehingga kasusnya tidak menjadi melebar atau agar masalah tidak berkembang menjadi lebih parah.78

Proses penyelidikan tidak hanya Unit Paminal yang melakukan penyelidikan, tetapi juga Unit Reskrim. Unit Reskrim melakukan penyelidikan hanya untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti yang berhuhungan dengan tindak pidana tersebut. Alat bukti yang didapatkan oleh Paminal dan Reskrim telah diperoleh suatu_dugaan kuat telah terjadi pelanggaran kode etik dan adanya tindak pidana, maka selanjutnya unit Paminal memberikan laporan kepada Unit Provos untuk kemudian dilanjutkan pada proses penyidikan terhadap adanya pelanggaran kode etik dan Unit Reskrim melanjutkan pada proses penyidikan terhadap tindak pidana yang telah terjadi sesuai dengan yang telah diatur dalam KUHAP.79

Penyidikan yang dilakukan oleh Provos benar-benar telah terbukti bahwa terjadi adanya pelanggaran kode etik, dalam hal ini juga diperkuat dengan adanya bukti yang diperoleh penyidik reskrim hahwa telah terjadi suatu tindak pidana, maka selanjutnya Provos menyerahkan/mengirimkan berkas perkara kepada pejabat yang berwenang (KaPolwiltabes Medan) dan mengusulkan untuk dibentuk Komisi Kode Etik Polri. Setelah menerima berkas perkara tersebut, kemudian pejabat yang berwenang (KaPolwiltabes Medan) meminta saran dari pengemban fungsi Pembinaan Hukum Polda (Pembinaan Hukum hanya terdapat pada Polda tiap tiap daerah Provinsi) terhadap berkas perkara adanya pelanggaran kode etik tersebut dan selanjutnya pejabat yang berwenang (Kapolwil) membentuk Komisi

78 Wawancara dengan AKP. Y. Agus Sugito Kanit Paminal, tanggal 27 April 2011 79 Ibid

(30)

Kode Etik.

Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang anggota Polri dikatakan sebagai pelanggaran kode etik, apabila anggota Polri tersebut telah melakukan perbuatan tidak sebagaimana yang diatur dalam peraturan Kode Etik Profesi Polri. Dalam Kode Etik Profesi Polri diatur rnengenai adanya suatu kesadaran moral dalam hati nurani setiap anggota Polri sehingga setiap anggota Polri yang telah memilah kepolisian sebagai profesinya, dengan rasa radar dan penuh tanggung jawab menjalankan kewajibannya sesuai dengan aturan atau norma yang mengikat baginya.80

Dalam kaitannya dengan anggota Polri yang melakukan tindak pidana, maka sebenarnya anggota Polri tersebut tidak hanya melanggar kode etik saja, namun juga telah melanggar PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Pada pasal 4 (1) PP No. 2 tahun 2003 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan tugas, anggota Kepolisian Republik Indonesia wajib: mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. Pasal tersebut disebutkan "mentaati segala peraturan perundang-undangan" dapat diartikan bahwa setiap anggota Polri wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku secara positif di Indonesia, termasuk salah satunya adalah KUHP (Kitab UndangUndang Hukum Pidana). Terdapat anggota Polri yang melakukan tindak pidana ada 3 (tiga) peraturan yang telah dilanggarnya yaitu Oleh sebab itu, dalam peraturan Kapolri No. Pol. 7 tahun 2006 terdapat 4 (empat) kelompok nilai moral yaitu etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan dan etika dalam hubungan dengan masyarakat.

(31)

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Kapolri No. Pol. 8 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Karena terdapat 3 (tiga) peraturan yang telah dilanggar maka berdasarkan pasal 16 Kode Etik Profesi Polri, dimana disebutkan: Apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik Profesi, maka penyelesaiannya dilakukan melalui disiplin atau sidang Kode Etik Polri berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari Terperiksa dan pendapat serta saran hukum dan Pengemban Fungsi Pembinaan Hukum. Di Polwiltabes Medan, jika terjadi tindak pidana maka pelaksanaannya melalui sidang kode etik yang dilakukan setelah adanya putusan sidang di peradilan umum.

Seorang anggota Polri yang melakukan pelanggaran kode etik akan disidangkan melalui sidang komisi kode etik Polri sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 11 ayat 1 kode etik profesi Polri yaitu :

(1) Sidang Komisi Kode Etik Polri dilakukan terhadap pelanggaran : (a) Kode Etik Polri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan ini;

(b) Pasal 12, pasal 13 dan pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri serta Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.

Pada pasal 11 ayat 1 huruf a Kode Etik Profesi Polri tersebut adalah 4 (empat) etika yaitu etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan dan etika dalam hubungan dengan masyarakat (diatur dalam pasal 3 sampai dengan pasal 10 Kode Etik Profesi Polri). Sedangkan yang dimaksud dalam pasal 11 ayat 1 huruf b Kode Etik Profesi Polri adalah :

(32)

Pasal 12

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:

(a) di pidana penjara berdasarkan putusan pengad Ian yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia;

(b) diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;

(c) melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan kegiatan yang menentang Negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia secara tidak sah.

(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setclah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 13

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan

tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setclah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi K.epolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 14

(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indeonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: (a) meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30

(tiga puluh) hari kerja secara berturut-turut;

(b) melakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas Kepolisian;

(c) melakukan bunch diri dengan maksud menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai akibat tindak

(33)

(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 : Pasal 13

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman disiplin Bari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dapat dijelaskan bahwa menurut pasal 11 ayat I huruf b, Sidang Komisi Kode Etik Polri juga dapat dilakukan apabila terjadi perlanggaran berupa melakukan tindak pidana, melakukan pelanggaran sumpah janji, meninggalkan tugas atau hal lain serta telah telah dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali.

Sidang Komisi Kode Etik terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana dapat dilaksanakan apabila telah ada putusan dari pengadilan umum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena apabila sidang Komisi Kode Etik dilaksanakan terlebih dahulu sebelum sidang di peradilan umum, maka putusan dari sidang Komisi Kode Etik akan menjadi cacat.

Dasarnya adalah sebagaimana disebutkan dalam pasal 12 ayat 1 huruf a PP No. 1 tahun 2003 bahwa seorang anggota Polri yang melakukan tindak pidana dapat diberhentikan dengan tidak hormat melalui putusan sidang Komisi Kode Etik apabila telah dinyatakan dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, jelas apabila putusan Komisi Kode Etik Profesi Polri dilaksanakan terhadap anggota Polri yang diduga melakukan tindak pidana dan anggota Polri tersebut dijatuhi sanksi yang terberat yaitu PTDH

(34)

(Pemberhentian Tidak Dengan Hormat), namun ternyata pada saat sidang peradilan umum anggota Polri tersebut .justru dijatuhi putusan bebas karena tidak

terbukti melakukan tindak pidana, maka sidang Komisi Kode Etik yang telah dilaksanakan terlebih dahulu tadi telah menjatuhkan suatu putusan tanpa adanya alat bukti yang kuat yaitu hasil putusan dari peradilan umum.

Sehingga dapat dikatakan bahwa sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri yang dilaksanakan terlebih dahulu sebelum sidang peradilan umum terhadap anggota Polri yang dapat melakukan tindak pidana tidak akan menunjukkan nilai-nilai keadilan.81

Setiap anggota Polri yang melakukan peianggaran Kode Etik akan dikenakan sanksi sebagaimana telah diatur dalam pasal 11 ayat 2 dan ayat 4 Peraturan Kode Etik Profesi Polri dimana disebutkan:

Pasal 11

(2) Anggota Polri yang melakukan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikenakan sanksi berupa:

a) perilaku pelanggar dinyatakan senagai perbuatan tercela;

b) kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara terbatas ataupun secara langsung;

c) kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi;

d) perlanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi/fungsi kepolisian.

(4) Pelanggaran terhadap pasal 12, pasal 13 dan pasal 14 Peraturan Pemerintali Nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri serta pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi sesuai yang berlaku pada Peraturan Pemerintah dimaksud.

Pasal 11 ayat 4 Peraturan Kode Etik Profesi Polri tersebut di atas menjelaskan hahwa pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa melakukan tindak

(35)

pidana akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam PP No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri yaitu sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Kernudian dalam pasal 15 Kode Etik Profesi Polri disebutkan: Anggota Polri yang diputuskan pidana dengan hukuman pidana penjara minimal 3 (tiga) bulan yang telah berkekuatan hukum tetap, dapat direkomendasikan oleh anggota sidang Komisi Kode Etik Polri tidak layak untuk tetap dipertahankan sebagai anggota Polri.

Sehingga dengan kata lain anggota Polri yang melakukan tindak pidana dan dipidana penjara lebih dari 3 (tiga) bulan dapat dikenalcan sanksi Pemberhentian Dengan Hormat (PDH) atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dan putusan sanksi administratif berupa rekomendasi untuk dapat atau tidaknya Diberhentikan Dengan Hormat (PDH) atau Diberhentikan Tidak Dengan Hormat (PTDH) dan dinas Polri diajukan oleh Ketua Komisi Kepada Kepala Kesatuan Terperiksa paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan sidang dibacakan, sehingga kemudian dengan segera Kepala Kesatuan Terperiksa melaksanakan hasil putusan dari Sidang Komisi Kode Etik tersebut (pasal 11 ayat 8 Peraturan Kapolri No. Pol. 8 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia).

Pada pembahasan sebelumnya di atas, penulis telah menyebutkan bahwa dalam prakteknya dilapangan, anggota Polri yang melakukan tindak pidana akan disidangkan melalui sidang kode etik setelah sidang di peradilan umum. Dalam praktiknya masih banyak kerancuan di wilayah satu dengan yang lain pelaksanaan tidak sama. Di wilayah lain seperti misalnya di Polwil Malang, seorang anggota Polri yang melakukan tindak pidana akan disidang secara berurutan yaitu sidang

(36)

disiplin, sidang peradilan umum serta sidang kode etik.82

Sebenarnya hal tersebut bertentangan dengan yang telah diatur dalam pasal 16 Kode Etik Profesi Polri, dimana disebutkan, Apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik Profesi, maka penyelesaiannya dilakukan melalui disiplin atau sidang Kode Etik Polri berdasarkan pertimbangan Atasan Ankum dari Terperiksa dan pendapat serta saran hukum dan Pengemban Fungsi Pembinaan Hukum. Nampak jelas bahwa terjadi pebedaan terhadap bagaimana penerapan Peraturan Kode Etik Profesi Polri dilapangan. Dalam prakteknya, dilokasi tempat penulis melakukan penelitian yaitu Polwiltabes Medan, anggota Polri yang melakukan tindak pidana pasti akan disidang kode etik.

C. Kendala dan Cara Mengatasi Masalah Yang Dihadapi Oleh Polwiltabes Medan Dalam Menerapkan Kode Etik Profesi Polri Terhadap Anggota Polri yang Melakukan Tindak Pidana

1. Kendala Yang Dihadapi Oleh Polwiltabes Medan

Dalam menerapkan Kode Etik Profesi Polri terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh Polwiltabes Medan . Kendala tersebut antara lain: Dalam menegakkan hukum terhadap anggota Polri dijajaran Polwiltabes Medan sebagaimana yang telah terjadi selama ini, terkadang masih sering kali terdapat kerancuan atau tumpang tindih terhadap penggunaan dasar hukumnya yakni antara penerapan PP No. 2

(37)

tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dengan Peraturan Kapolri No. Pol. 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Sehingga tidak heran di wilayah lain hal tersebut mengakibatkan adanya 3 (tiga) jenis sidang yang hares dilaksanakan oleh anggota Polwiltabes Medan yang melakukan tindak pidana, yakni sidang disiplin, sidang peradilan umum serta sidang Kode Etik. 83

Sedangkan upaya polwiltabes medan untuk mengatasi kendala dalam menerapkan kode etik profesi polri terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana

2. Cara Mengatasi Kendala Yang Dihadapi Oleh Polwiltabes Medan

Untuk mengatasi kendala yang telah tersebut di atas, Polwiltabes Medan telah melakukan upaya-upaya sebagai berikut : Dalam penanganan terhadap anggota Polri dijajaran Polwiltabes Medan yang melakukan tindak pidana, Provos Polwiltabes Medan lebih mengoptimalkan pasal 16 Kode Etik Profesi Polri dimana dalam pasal tersebut telah jelas diatur bahwa apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik Profesi Polri, maka penyelesaiannya dilakukan dengan eara memilih salah sate vaitu sidang disiplin atau sidang Komisi Kode Etik. Dengan mengoptimalkan pasal 16 Kode Etik Profesi Polri tersebut, maka diharapkan tidak ada lagi terjadinya tumpang tindih antara PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri dengan Peraturan Kapolri No. Pol. 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri. Bentuk pengoptimalan yang dilakukan oleh Polwiltabes Medan adalah meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) anggota Polwiltabes Medan

(38)

terhadap kemampuan dalam menterjemahkan dan menerapkan suatu bahasa hukum. 84

Referensi

Dokumen terkait

Kepala sekolah sudah memiliki sebagian kecil kompetensi berbasis bisnis untuk memimpin institusi yang besar dan komplek, tetapi wakasek dan kapro belum.. Kepala sekolah dan waksek

Banyak media yang dapat menjadi penyebab korosi, seperti halnya udara, cairan/ larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas proses (misal gas asap hasil buangan ruang bakar atau

Karakterisasi komposit HDPE - HAp hasil sintesis, analisis fase dengan XRD , dan identifikasi gugus fungsi yang terbentuk pada sampel dengan Fourier Transform Infrared

Penerapan metode problem solving dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memecahkan masalah bisa dengan menggunakan media dan alat peraga maupun fasilitas sarana dan

[r]

Padung-padung sebagai salah satu perhiasan suku Karo yang unik merupakan salah satu unsur budaya yang menjadi identitas suku Karo dan membedakan dengan

Hipotesa Monro-Kellie menyatakan bahwa karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan perubahan

Nevertheless, even though the data show an in- crease in the proportion of convicted foreign offenders in almost all types of criminal offences, including violent crime (Figure