SKRIPSI
Oleh :
DJUANGGA NOER BRIEZENDA
0732010021
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat
menjalankan penelitian Tugas Akhir (Skripsi) , serta menyelesaikan laporan ini.
Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) ini dilaksanakan untuk memenuhi syarat
kurikulum tingkat Strata S – 1 (Sarjana) bagi setiap mahasiswa jurusan Teknik
Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Selain itu
sebagai pengembangan serta merupakan sarana untuk menemukan relevansi ilmu
yang pernah diperoleh selama dibangku perkuliahan.
Laporan ini dapat tersusun dengan baik atas kerja sama dengan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Ir. Handoyo, MT selaku Dosen Pembimbing I Skripsi.
2. Ir. M.Anang F, MMT selaku Dosen Pembimbing II Skripsi
3. Seluruh Keluargaku (Papa, Mama dan Kakak) yang telah memberikan doa,
dorongan dan bantuan
4. Teman-teman Angkatan 2007 Teknik Industri Terutama Pararel A, yang telah
membantu dalam menyelesaikan tugas ini
5. Dan semua Pihak yang telah banyak membantu didalam penyelesaian tugas ini
yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
Surabaya, November 2011
DAFTAR TABEL ... iii
ABSTRAKSI... vi
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1LATAR BELAKANG 1
1.2RUMUSAN MASALAH 2
1.3TUJUAN PENELITIAN 3
1.4BATASAN PENELITIAN 3
1.5ASUMSI 4
1.6MANFAAT PENELITIAN 4
1.7SISTEMATIKA PENULISAN 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA) 7
2.1.1 Langkah – langkan pengerjaan DFA 8
2.1.2 Hal – hal perlu diperhatikan dalam DFA 12
2.1.3 Macam – macam perakitan 15
2.2 PANDUAN DESIGN FOR ASSEMBLY ( DFA ) 16
2.4 TEORI PENGETAHUAN BAHAN 26
2.5 PROSES MANUFAKTUR 29
2.5.1 Sistem Manufaktur 31
2.6 MENGGAMBAR TEKNIK 32
2.7 PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK 35
2.8 DESAIN PRODUK 39
2.8.1 Prototipe 41
2.8.2 Pengelasan 43
2.9 STANDART NASIONAL INDONESIA 44
BAB III METODE PENELITIAN 45
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 45
3.2 IDENTIFIKASI MASING – MASING KOMPONEN DENGAN DFA 45
3.2.1 Identifikasi masing – masing komponen 45
3.7 STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBUATAN BARU 58
3.8 STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PERAKITAN AWAL 60
BAB IV HASIL PEMBAHASAN 61
4.1 PENGUMPULAN DATA 61
4.1.1 Identifikasi rangka sepeda balap dengan penerapan DFA 63
4.1.1.1 Identifikasi masing – masing komponen 63
4.1.1.2 Spesifikasi awal masing – masing komponen rangka sepeda
balap 65
4.1.1.3 Data antropometri pengguna 67
4.1.1.3.1 Uji keseragaman data 69
4.1.1.3.2 Uji kecukupan data 75
4.2 TAHAP PEMILIHAN KOMPONEN ASSEMBLY DAN PEMILIHAN
ALTERNATIF 79
4.2.1 Pada komponen Seat tube 79
4.2.2 Pada komponen Top tube 80
4.3.1 Perhitungan DFA pada desain awal 85
4.3.2 Perhitungan DFA pada hasil rancangan 88
4.4 TAHAP SIMULASI ATAS WAKTU PENYELESAIAN 90
4.4.1 Komponen Seat tube dan Top tube 90
4.4.2 Komponen Bottom tube 91
4.4.3 Komponen BB drop dan Chan stay 92
4.4.4 Rangka sepeda balap 93
4.5 TAHAP ANALISIS BIAYA 94
4.5.1 Analisa waktu operasi pada rangka awal 94
4.5.2 Analisa waktu operasi pada hasil rancangan 96
4.5.3 Analisa biaya waktu rancangan lama dan hasil rancangan 97
4.6 TAHAP PEMILIHAN ALTERNATIF 98
4.6.1 Alternatif I 98
TABEL 4.1 Ukuran Standart Nasional Indonesia 63
TABEL 4.2 Spesifikasi komponen awal 65
TABEL 4.3 Data dimensi tubuh 68
TABEL 4.4 Hasil uji keseragaman 75
TABEL 4.5 Hasil uji kecukupan data 78
TABEL 4.6 Komponen seat tube tahap pemilihan komponen 79
TABEL 4.7 Komponen top tube tahap pemilihan komponen 80
TABEL 4.8 Komponen bottom tube tahap pemilihan komponen 81
TABEL 4.9 Komponen BB drop dan chan stay tahap pemilihan komponen 83
TABEL 4.10 Perhitungan DFA desain awal 86
TABEL 4.11 Perhitungan DFA hasil rancangan 89
TABEL 4.12 analisa waktu operasi pada rancangan awal 94
TABEL 4.13 analisa waktu operasi pada hasil rancangan 96
ABSTRAKSI
Perubahan pasar global yang cepat menyebabkan industri memerlukan strategi baru untuk merespon kebutuhan konsumen dan memuaskan kebutuhan pasar agar lebih efisien dan lebih cepat. Hal ini dilakukan dengan mengimplementasikan peralatan teknik untuk lebih cepat dalam menyediakan produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif terhadap kebutuhan konsumen.
A
ABBSSTTRRAACCTT
Global marketplace is changing so rapidly that industrialist need to adopt new strategy to respond customer requirement and in order to satisfy the market needs more efficiency and quickly. That is reason to implement engineering tools
quickly in supplied high quality product with competitive price to meet costumer requirement.
Assembling process is take production time more than 50% from manufacture process DFA is one technique of assembling planning system that analyzed component design and overall product from beginning to complete product. DFA is use to simplified assembling process to meet costumer requirement.
This is design and develops product design of frame road bicycle that used . Product Design and Design For Assembly method in design product of frame road bicycle.The results of the research are operation time for fisrt design is 590.15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Dewasa ini pasar global berubah dengan cepat yang menyebabkan industri
memerlukan strategi baru untuk merespon kebutuhan konsumen dan
memuaskan kebutuhan pasar agar lebih efisien dan lebih cepat. Hal ini
dilakukan dengan mengimplementasikan peralatan teknik untuk lebih cepat
dalam menyediakan produk yang ergonomis dan berkualitas dengan harga
yang kompetitif terhadap kebutuhan konsumen. Delay dalam atau penundaan
dalam inovasi suatu produk kepasaran dapat diartikan sebagai kehilangan
keuntungan. Menurut Prof. Lee Siang Guan proses assembling merupakan
proses yang memakan waktu yang cukup besar dalam proses maufaktur (
53% dari total waktu produksi dan 22% ongkos operator atau buruh. DFA
adalah salah satu sistem perencanaan assembly,yang menganalisa desain
komponen maupun produk secara keseluruhan,yang di mulai dari awal proses
desain, sehingga kesulitan-kesulitan assembly dapat diatasi sebelum
komponen di produksi. Sistem ini bertujuan untuk mempermudah proses
perakitan sehingga waktu dan cost assembly dapat di turunkan.
Keuntungan DFA ini adalah mengurangi jumlah perubahan desain dan
secara tidak langsung mengurangi biaya dan waktu. Pada saat yang
sama,memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam proses perancangan dan
rupa,sehingga desain sesuai dengan kebutuhan pelanggan, portable, dan biaya
produksi dapat di reduksi sekecil mungkin jika akan di produksi secara
massal. Perlu di pahami bahwa biaya produksi , misalnya upah buruh perjam,
harga bahan baku, biaya energy yang bahkan cenderung terus naik. Yang
dapat di reduksi adalah waktu yang di butuhkan untuk memproduksi (waktu
desain,Manufaktur dan perakitan), sehingga jam kerja mesin, upah buruh,
biaya energy listrik dan lain dapat direduksi. Oleh sebab itu perhitungan
waktu dan biaya produksi ini harus dilakukan sejak awal perancangan.
Untuk itu penelitian ini dilakukan pengembangan prototype rangka sepeda
balap yang menggunakan sitem bongkar pasang dan bisa di atur secara
manual oleh pengguna tanpa mengubah spesifikasi rangka sepeda balap yang
sudah ada. Selain itu juga mempertimbangkan metode Product Design dan
Design For Assembling pada perancangan rangka sepeda balap tersebut.
1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan yang
yaitu :
“Bagaimana merancang dan merakit sebuah rangka sepeda balap yang
1.3.Batasan Penelitian
Dalam mencapai tujuan dan pembahasan penelitian yang lebih terarah,
maka penulis membatasi pembahasan sebagai berikut :
1. Sistem bongkar pasang dalam rangka sepeda balap,yang ditekankan pada
perubahan pada masing-masing komponen rangka sepeda balap.
2. Penggunaan teori CAD/CAM pada pembuatan visual pada sitem
komputerisasi.
3. Analisa perhitungan waktu assembly (DFA) berdasarkan metode
G.Boothroyd,
4. Prototipe yang dirancang berasal dari rangka sepeda balapyang banyak
digemari konsumen.
5. Aspek biaya dalam perancangan tidak dihitung.
6. Perancangan dan perakitan berbasis efisiensi waktu.
1.4.Asumsi
Dalam menyelesaikan penelitian dan untuk mencapai hasil yang diinginkan,
maka digunakan asumsi-asumsi berikut :
1. Kelengkapan mesin dalam proses produksi sesuai dengan kebutuhan.
2. Ketersediaan bahan baku.
3. Kualitas bahan baku yang baik.
4. Selama ini masih diperlukan rangka sepeda balap dengan fungsi
ergonomis secara maksimal.
6. Kemampuan merakit setiap orang sama.
1.5.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
1. Merancang sebuah rangka sepeda balap yang dapat di bongkar pasang yang
efisian dan ergonomi. Serta menerapkan konsep pengembangan produk
dengan menerjemahkan misi produk menjadi spesifikasi teknik untuk
menghasilkan rancangan rangka sepeda balap yang sesuai kebutuhan
pengguna. Serta dapat mengetahui efisiensi waktu dalam proses perakitan
dalam produk rangka sepeda balap.
1.6.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian tugas akhir ini
baik bagi peneliti / mahasiswa, perguruan tinggi maupun bagi perusahaan antara
lain meliputi :
1. Bagi Mahasiswa / Peneliti :
a) Peneliti mengerti tentang teori dan penerapan Desain produk
b) Peneliti dapat memanfaatkan ilmu serta teori yang didapat pada waktu
2. Bagi Perguruan Tinggi
a) Dapat berfungsi sebagai literatur acuan yang berguna bagi pendidikan dan
penelitian selanjutnya terhadap permasalahan tentang Perancangan atau
Pengembangan Produk
b) Hasil Perancangan dan Pengembangan Produk ini dapat digunakan sebagai
pembedaharaan perpustakaan, agar dapat berguna bagi mahasiswa dan
menambah ilmu pengetahuan.
1.7.Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman atas materi – materi yang dibahas
dalam skripsi ini maka berikut ini akan diuraikan secara garis besar isi dari
masing–masing bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang serta permasalahan
yang akan diteliti dan dibahas. Juga diuraikan tentang tujuan, manfaat
penelitian, serta batasan dan asumsi yang digunakan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi teori – teori dasar yang berkaitan Perancangan ulang
dan Pengembangan Produk yang dijadikan acuan atau pedoman dalam
melakukan langkah – langkah penelitian sehingga permasalahan yang
ada dapat terpecahkan.
Bab ini berisi tentang perancangan produk,identifikasi kebutuhan
konsumen, spesifikasi produk, analisa produk pesaing, konsep
rancangan produk.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan uraian tentang langkah-langkah perancangan ulang
dan pengembangan produk, perhitungan DFA pada perancangan, dan
penganalisa data yang telah dikumpulkan dan hasilnya diharapkan
menjadikan sebagai bahan pertimbangan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan memberikan kesimpulan atas analisa terhadap hasil
pengolahan data. Kesimpulan tersebut harus dapat menjawab tujuan
penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Selain itu juga berisi
tentang saran penelitian. Penelitian yang masih belum sempurna atau
diperlukan penelitian yang lebih lanjut adalah beberapa saran yang
mungkin disertakan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA)
Dalam proses perancangan Rangka sepeda balap diperlukan dasar teori untuk
menunjang pembahasan masalah. Pengetahuan mengenai konsep dan definisi dari
perancangan produk diperlukan untuk memperoleh informasi tentang dasar perancangan
produk. Perancangan pengembangan Rangka sepeda balap dilakukan dengan metode design
for assembly (DFA), sehingga membantu dalam meminimasi penggunaan komponen dan
memperkecil dimensi ukuran yang secara simultan akan mempersingkat waktu proses dan
mengurangi biaya pengembangan.
Design for assembly (DFA) yaitu sebuah proses untuk meningkatkan desain produk
agar mudah dirakit dan dengan biaya perakitan rendah, terfokus pada aspek fungsional dan
perakitan suatu produk. DFA memperkenalkan adanya kebutuhan dalam analisis desain
komponen dan produk untuk berbagai masalah perakitan yang sering terjadi (Bootroyd G.,
1994).
Tujuan dari DFA yaitu untuk menyederhanakan suatu produk sehingga biaya
perakitan akan berkurang. Disamping itu konsekuensi dari pemakaian DFA termasuk
peningkatan kualitas dan reabilitas produk dan reduksi dalam peralatan produksi dan
komponen produk. Ada dua alasan digunakan metode DFA dalam perancangan produk,
yaitu:
DFMA Over view
Design Guidelines
Cost asessment
Analogy XPI
critique
Lower Cost Product Cost Driver Modeling
Boothoryd Analysis
Dari metode DFA memaparkan bagaimana suatu masukan produk yang akan
diproduksi akan tetapi mempunyai nilai biaya beban yang besar , maka dalam hal
ini perlu adanya suatu modeling tentang perubahan desain agar mendapatkan beban
biaya yang rendah.
Gambar 2.1 ( chapter roadmap )
(Sumber: Kevin N.Otto teoryBoothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994 hal 664)
2. Konsekuensi dari komponen yang berorientasi pada desain. Banyaknya komponen
dalam suatu produk mengindikasikan besarnya biaya dan lamanya proses perakitan
dari suatu produk. Desain yang minimal memberikan proses perakitan yang cepat
dan mudah.
2.1.1 Langkah-Langkah Pengerjaan DFA
Menurut Boothroyd G. (1994), dalam pengerjaan DFA ada beberapa
langkah-langkah yang harus dilakukan, sebagai berikut:
1. Tahap identifikasi komponen produk.
Pada tahap ini rancangan produk awal diidentifikasi dengan menggunakan Entrance
memprioritaskan penyelesaian masalah. Histogram adalah sebuah grafik yang
mengelompokkan data-data ke dalam sel atau kategori tertentu dengan tujuan
untuk mengetahui lokasi data dan penyebaran karakteristik. Histogram
berbentuk diagram grafik balok yang dibentuk dari distribusi frekuensi untuk
menggambarkan penyebaran atau distribusi data yang ada. Histogram terdiri
dari dua tipe yaitu frequency count histogram dan relative frequency atau
proportion histogram.
2. Tahap pemilihan komponen assembly.
Pada tahap ini masalah yang telah teridentifikasi kemudian di pilih berdasarkan
komponen assembly (perakitan) rancangan produk awal menggunakan bill of
material (BOM). BOM adalah daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan
bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. BOM tidak hanya
menspesifikasikan kebutuhan produksi, tetapi juga berguna untuk pembebanan
biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan oleh
karyawan produksi atau perakitan.
3. Tahap membangkitkan alternatif dengan menggunakan komputerisasi.
Pada tahap ini mencari alternatif rancangan produk yang baru dengan cara
mengeliminasi komponen yang tidak fungsional pada rancangan awal sehingga
dapat mengurangi jumlah komponen yang digunakan ketika perakitan. Maksud
dari tidak fungsional adalah komponen tersebut tidak mempengaruhi feature
yang ada dalam membangun suatu produk dengan menggunakan Cad Aided
4. Tahap effisiensi desain komponen rangka .
Pada tahap ini mengevaluasi efisiensi rancangan awal dengan rancangan baru
menggunakan metode design for assembly (DFA), dengan rumus metode design
for assembly (DFA) :
dengan; E = Effisiensi desain
NM = Total banyaknya komponen yang dibutuhkan secara teoritis
TM = Total waktu operasi Pembuatan dan Perakitan
((Sumber: Kevin N.Otto teoryBoothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994 hal 708)
Menghitung efisiensi (E) tersebut dapat dilakukan dengan menemukan kode dan
waktu baik handling dan insertion, yang kemudian dimasukkan dalam suatu
tabel analisis DFA. Formulasi efisiensi perakitan tersebut pada dasarnya adalah
rasio antara waktu perakitan ideal dan waktu perakitan riil. Waktu ideal diatas
ditentukan oleh banyaknya komponen minimum yang menjadi factor dalam
(Sumber: Kevin N.Otto teoryBoothroyd G., Dewhurst D., dan Knight W., 1994 hal 706)
Mendapatkan jumlah komponen minimum, ada tiga pertanyaan yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Apakah komponen tersebut bergerak relatif terhadap komponen lain yang telah
dirakit selama operasi normal produk akhir ?
b. Haruskah komponen tersebut mempunyai bahan bahan atau terisolasi dan seluruh
komponen lain yang telah dirakit ?
c. Haruskah komponen tersebut dipisahkan dari komponen terakit lainnya? Jika ada
paling tidak satu jawaban “ya” dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka
komponen tersebut dipertahankan sebagai komponen terpisah, sebaliknya, jika
atau digabungkan dengan komponen lain. Hal ini akan menjadi dasar untuk
mengarahkan perancangan ulang dan produk dengan pengurangan komponen.
5. Tahap simulasi atas waktu penyelesaian.
Pada tahap ini hasil rancangan baru dianalisis berdasarkan waktu
penyelesaiannya. Mengetahui dampak dari eliminasi komponen pada rancangan
awal, kemudian waktu penyelesaian pada rancangan baru dan rancangan awal
dibandingkan.
6. Tahap analsis biaya yang dikeluarkan.
Tahap analisis biaya dilakukan untuk mengetahui apakah dengan adanya analisis
DFA akan menjadikan biaya pembuatan produk berkurang atau tidak. Didalam
analisis biaya yang diperhatikan yaitu biaya produksi anatara lain berupa biaya
bahan baku dan pengadaan komponen yang digunakan.
7. Tahap pemilihan alternatif.
Pada tahap ini alternatif rancangan dipilih dengan memperhatikan tingkat
efisiensi pada perancangan produk baik dari waktu penyelesaian, biaya produksi,
serta fungsional produk. Pemilihan alternatif dapat menggunakan model
pengambilan keputusan yang ada saat ini.
2.1.2 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam DFA
Perakitan menurut jenisnya dibagi dua yaitu: perakitan manual dan perakitan
1. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perakitan manual, yaitu:
a. Menghilangkan masalah yang membuat pekerja harus membuat keputusan
atau perbaikan
b. Perhatikan akesibilitas dan visibilitas rancangan
c. Menghilangkan kebutuhan akan peralatan yang lain.
d. Komponen dapat dirakit dengan tool standar.
e. Minimasi jumlah komponen dalam produk.
f. Gunakan komponen yang mudah dibawa dengan tangan.
2. Hal-hal yang harus diperhatikan pada perakitan otomatis, yaitu:
a. Mengurangi jumlah komponen yang berbeda dengan
- Membuat agar komponen satu dan yang lain saling berhubungan.
- Komponen yang diisolasi disendirikan
- Bagian yang tersebar untuk perakitan perlu diperhatikan.
b. Menggunakan pengaturan proses perakitan dengan memperhatikan jalur
komponen dan memperhatikan digunakanya sekrup atau tidak.
c. Menggunakan bagian paling besar dan penting dari komponen produk sebagai
basis perakitan.
Perakitan sebenarnya memerankan posisi utama/kunci dalam proses fabrikasi
dari suatu produk. Pada fase perakitan ini seluruh elemen akan digabungkan dan
seluruh kesalahan ataupun kelemahan dari proses proses terdahulu akan terlihat.
Contoh, jika rancangan tidak baik maka perakitan akan sulit dilakukan. Jika
dapat dirakit dengan komponen, penerapan DFA dapat menghasilkan
penurunan jumlah komponen rata rata lebih dan 50 % (Boothroyd G., 1994),
sehingga biaya perancangan dan pengembangan produk dan fabrikasinya dapat
diturunkan. Pada gambar 2.2, terlihat bahwa DFA dilakukan pertama kali dalam
perancangan ulang suatu produk. Setelah analisis DFA tersebut baru dilakukan
estimasi awal dan biaya-biaya yang dibutuhkan, meliputi pemilihan material dan
DFM. Analisis DFA akan menentukan rancangan dasar dan struktur produk
2.1.3 Macam-Macam Perakitan
Secara umum operasi perakitan dapat dibedakan menjadi tiga tipe yang
diklasifikasikan berdasarkan level automasinya, yaitu perakitan manual (manual
assembly), perakitan terotomasi (automatic assembly), dan perakitan robotic (robotic
assembly). Ketiga tipe perakitan akan mempengaruhi metode yang dipakai yaitu
pada analisis cara perakitan dan evaluasi biaya. Oleh karena itu, analisis DFA akan
berbeda untuk masing-masing tipe perakitan.
Pemilihan metode perakitan umumnya didasarkan pada aspek ekonomi
dengan dasar volume, payback periods, biaya peralatan, alat dan tenaga kerja.
Perakitan manual terlihat mendekati independen terhadap volume, sedangkan
perakitan terotomasi sangat mahal untuk kasus volume produksi yang rendah.
Berdasarkan studi empirik dari operasi perakitan, Boothroyd G.
mengembangkan suatu metode analisis DFA. Metode ini ditujukan untuk
mendefinisikan parameter operasional yang akan berpengaruh pada waktu dan biaya
perakitan yang dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu total banyaknya komponen
dalam suatu produk dan kemudahan dalam handling, insertion, dan fastening. Tujuan
lain dari DFA adalah untuk mendapatkan suatu ukuran yang mengekspresikan kedua
faktor tersebut untuk penilaian akhir suatu produk. Waktu penanganan komponen
sangat dipengaruhi oleh ke-simetri-an komponen, ukuran, ketebalan, berat,
fleksibelitas, kelicinan, fragility, keharusan menggunakan 2 tangan, keharusan
menggunakan alat pemegang (grasping tool). Sedangkan kategori insertion dan
alat perakitan, pandangan ke lokasi perakitan, kemudahan penggabungan dan
positioning selama perakitan dan kedalaman insertion.
2.2 PANDUAN DESIGN FOR ASSEMBLY (DFA)
Dalam design for assembly (DFA) biaya perakitan ditentukan oleh
banyaknya komponen yang bisa ditangani dan disisipi dalam perakitan. Mengurangi
jumlah komponen yang digunakan dapat diperoleh dengan mengeliminasi
komponen, contoh, menggantikan sekrup dan washers dengan snap atau press fits,
dan dengan mengkombinasikan beberapa omponen menjadi satu komponen.
Mengurangi handling dan insertion dapat dicapai dengan perancangan komponen
yang sederhana dan perancangan komponen yang simetris. Komponen tidak
membutuhkan orientasi utama end-to-end untuk insertion, seperti sekrup dapat
digunakan bila dibutuhkan. Komponen yang mampu berotasi penuh disekitar poros
dari insertion adalah yang paling baik. Untuk mengurangi insertion komponen
dapat dilakukan dengan menggunakan chamfers atau recesses dalam mengurangi
kelurusan dan melakukan pemeriksaan yang teliti dalam mengurangi perakitan.
Self-locating feature sangat penting sebagai penyedia ruang untuk tangan mengakses.
Panduan dalam penggunaan metode DFA, yaitu:
1. Minimalkan total jumlah part (minimize the total number of parts).
Menghilangkan komponen yang tidak dibutuhkan oleh desain yaitu komponen
identifikasi komponen yang penting dan cocok dalam fungsi produk. Kriteria
untuk komponen yang penting, adalah:
· Komponen harus menunjukkan hubungan yang penting dengan komponen
lain.
· Ada alasan penting kenapa komponen dibuat menggunakkan material yang
berbeda dari komponen lain.
· Tidak mungkin untuk merakit atau membongkar komponen lain kecuali
dengan memisahkan komponen tersebut.
· Komponen digunakan untuk mengikat dan menghubungkan komponen lain
yang akan dihilangkan.
2. Minimalkan pemasangan permukaan (minimize the assemble surfaces).
Menyederhanakan desain sehingga permukaan yang harus dipersiapkan dalam
proses lebih sedikit dan menyelesikan semua pekerjaan yang dilakukan pada
satu permukaan sebelum berpindah pada tahap selanjutnya.
3. Menghindari pengancingan terpisah (avoid separate fasteners).
Penggunaan snap fits seharusnya memungkinkan digunakan kapan saja karena
penggunaan sekrup yang mahal. Ketika sekrup harus digunakan, kualitas dari
resiko dapat dikurangi dengan minimasi jumlah, ukuran, dan variasi dari
pengaitan dan dengan menggunakan pengaitan standar.
4. Minimalkan arah perakitan (minimize assembly direction).
Komponen seharusnya didesain sehingga dapat dirakit dari satu arah. Kebutuhan
membutuhkan perpindahan stasiun dan peralatan tambahan. Situasi terbaik dalam
perakitan adalah ketika komponen ditambahkan dalam cara top-down untuk
menghasilkan tumpukan z-axis.
5. Maksimalkan pemenuhan perakitan (maximize compliance in assembly).
Perakitan yang berlebihan mungkin dibutuhkan ketika komponen tidak identik
atau tidak sempurna. Satu komponen dari produk dapat didesain sebagai
komponen untuk setiap komponen yang ditambahkan (komponen base) dan
sebagai peralatan dalam perakitan.
6. Minimalkan penanganan perakitan (minimize handling in assembly).
Komponen seharusnya didesain untuk membuat kebutuhan posisi mudah untuk
dicapai. Sejak jumlah posisi dibutuhkan dalam menyamakan perakitan untuk
mengurangi peralatan dan dampak resiko, kualitas komponen harus dibuat dalam
simetris sebagai fungsi yang mengikutinya. Orientasinya dapat dibantu oleh
feature desain yang menolong untuk memandu dan menempatkan komponen
dalam posisi yang sesuai.
2.3 MODEL PEMILIHAN ALTERNATIF
Pemilihan alternatif yang ada saat ini cukup beragam diantaranya, yaitu:
1. Electre dikembangkan oleh Bernard Roy pada tahun 1968 sampai 1991.
2. Promethee dikembangkan oleh Alexandre Cvetkovic dan Guy Arsenault.
Pada metode electre, memerlukan pihak luar sebagai expert untuk melakukan
subjective mapping, tidak ada penetapan skala perbandingan alternative terhadap
kriteria bagi pengambil keputusan (dalam pemberian nilai indifference threshold,
preference threshold, dan veto threshold) sehingga pengambil keputusan akan
mengalami kesulitan dalam penentuan skala dan dalam grup pengambilan
keputusan harus memberikan satu ketetapan nilai indifference threshold,
preference threshold, dan veto threshold melalui konsensus yang dapat diterima
oleh grup tersebut serta tidak bersifat resiprokal.
Metode promethee (preference ranking organization method for enrichment
evaluations) digunakan untuk memfasilitasi hasil keputusan setiap pengambil
keputusan dalam grup. Jadi, setiap pengambil keputusan harus memiliki kriteria
penilaian masing-masing kemudian digabungkan dengan metode promethee.
Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil akhir akan lama selain itu hasil
ranking setiap alternatif diukur dengan kriteria yang berbeda-beda.
AHP (analytical hierarchy process), merupakan satu bentuk model
pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan
dari model-model sebelumnya. Dengan AHP, suatu masalah yang kompleks dan
tidak terstruktur dipecah ke dalam, kelompok-kelompoknya dan kemudian
kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki.
Model AHP (analitycal hierarchy process) menggunakan persepsi manusia
yang dianggap expert sebagai input utamanya. Kriteria expert di sini adalah orang
atau yang memiliki kepentingan masalah tersebut. Prosedur normal AHP dalam
mengembangkan keputusan dengan menggunakan skala perbandingan yang jelas.
2.3.1 Perbandingan Pasangan (Pairwise Comparison)
Perbandingan pasangan (pairwise comparison) merupakan bagian dari
metode AHP dalam membandingkan tiap-tiap alternatif keputusan. Perbandingan
pasangan (pairwise comparisons) dapat memberikan judgement dalam
memecahkan problem terhadap adanya komponen yang tidak terukur yang
mempunyai peran yang cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan.
Karena tidak semua problem sistem dapat dipecahkan melalui komponen
yang dapat diukur, maka dibutuhkan skala yang dapat membedakan setiap
pendapat, serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan
antara judgement dengan skala-skala yang tersedia.
Ketidakseragaman pengaruh dan kaitan berbagai elemen dalam suatu level
dengan elemen lainnya, membuat perlunya dilakukan identifikasi terhadap
intensitasnya, yang sering disebut dengan menyusun prioritas, yang bisa juga
berarti melihat faktor-faktor dominan. Semua ini dilakukan melalui penggunaan
teknik perbandingan pasangan yaitu dengan memberikan angka komparasi sesuai
dengan judgement, sehingga membentuk suatu matriks bujursangkar (n x n).
Adapun langkah-langkah perbandingan pasangan (pairwise comparison), sebagai
berikut:
Kriteria disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan yang
memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.
Dalam menyusun suatu kriteria tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang
harus diikuti, semuanya tergantung kepada kemampuan dari penyusun
dalam memahami masalah.
2. Penyusunan prioritas,
Setiap kriteria harus diketahui prioritasnya dengan cara menyusun
perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk
berpasangan seluruh kriteria. Perbandingan tersebut kemudian
ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk
analisis numerik. Misalkan terdapat suatu kriteria C dan sejumlah n
kriteria dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar kriteria tersebut
dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n,
3. Eigenvalue dan eigenvektor,
Apabila seseorang sudah memasukkan persepsinya untuk setiap
perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu level atau
yang dapat diperbandingkan, maka untuk mengetahui kriteria mana yang
paling disukai atau paling penting disusun sebuah matriks perbandingan.
Bentuk matriks ini adalah simetris atau disebut dengan matriks bujur
sangkar. Apabila ada tiga kriteria dibandingkan dalam satu level matriks
maka matriks yang terbentuk adalah matriks 3 x 3. Ciri utama dari matriks
dari kiri ke kanan bawah adalah satu karena yang dibandingkan adalah dua
kriteria yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistematika berpikir otak
manusia, matriks perbandingan yang dibentuk bersifat matriks resiprokal
misalnya kriteria A lebih disukai dengan skala 3 dibandingkan kriteria B
maka kriteria B lebih disukai dengan skala 1/3 dibandingkan A. Setelah
matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk
maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kritcria
tersebut dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukkan dalam
matriks tersebut. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut
merupakan suatu bilangan desimal di bawah satu dengan total prioritas
untuk riteriakriteria dalam satu kelompok sama dengan satu.
Penghitungan bobot prioritas dipakai cara yang paling akurat untuk
matriks perbandingan yaitu dengan operasi matematis berdasarkan operasi
matriks dan vektor yang dikenal dengan nama eigenvektor.
Eigenvektor adalah sebuah vektor apabila dikalikan sebuah matriks
hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar
atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue, persamaannya sebagai
berikut:
Dengan: w = Eigenvektor
A = Matriks bujursangkar
Eigenvektor disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks
bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari
matriks tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alai pengukur bobot
prioritas setiap matriks perbandingan pasangan karena sifatnya lebih
akurat dan memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks.
Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama
apabila matriksnya terdiri dari tiga kriteria atau lebih sehingga
memerlukan bantuan program komputer untuk memecahkannya.
3. Konsistensi,
Matriks perbandingan pasangan (pairwise comparison) yang memakai
persepsi responden sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin
terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam persepsinya secara
konsistcn. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan
persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran
konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue
maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang dihasilkan
matriks perbandingan dapat miminimumkan. Bentuk persamaannya
sebagai berikut:
Eigenvalue dan n merupakan ukuran matriks. Eigenvalue maksimum suatu
matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai
CI yang negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya
matriks maka makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya
maka matriks tersebut konsistensi 100 %, atau inkonsistensi 0 %. Dalam
pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi
karena ersaman di atas memang lebih cocok untuk mengukur
inkonsistensi suatu matriks.
Indeks inkonsistensi di atas kemudian dirubah ke dalam bentuk rasio
inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random.
Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan
berukuran 1 sampai 10.
Tabel 2.3 Pembangkitan Random (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Dengan: CI = Rasio konsisten
RI = Indeks random
respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR
(consistency ratio) yang diijinkan adalah CR < 0,1.
2.3.2 Skala Persepsi Alternatif
Perbandingan dua hal merupakan proses perhitungan paling mudah yang
mampu dilakukan manusia dan keakuratannya dapat dipertanggungjawabkan.
Kondisi seseorang harus memilih antara dua elemen, misalnya w1 dan w2 dengan
dasar suatu kriteria maka otaknya secara otomatis membentuk suatu skala rasio
antara w1 dan w2 atau w1/w2. Bentuk skala rasio inilah yang menjadi input dasar
perbandingan pasangan yang sekaligus menyatakan bagaimana persepsi seseorang
dalam menghadapi suatu masalah pengambilan keputusan. Karena otak manusia
pun ada batasnya, maka skala rasio itu juga harus mempunyai batas tertentu yang
tidak terlampau besar tetapi cukup menampung persepsi manusia. Dalam
perbandingan pasangan digunakan batas 1 sampai 9 yang dianggap cukup mewakili
persepsi manusia
Kedua elemen/kriteria mempunyai pengaruh yang sama.
3 Sedikit lebih
penting
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu
elemen/kriteria dibandingkan dengan pasangannya.
5 Lebih penting Satu elemen/kriteria sangat disukai dan
secara praktis
dominasinya sangat dibandingkan dengan elemen nyata, pasangannya.
7 Sangat penting Satu elemen/kriteria terbukti sangat disukai
praktis dominasinya sangat nyata,
dibandingkan dengan elemen pasangannya.
9 Mutlak lebih
penting
Satu elemen/kriteria terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan tertinggi.
2,4,6,9 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian
diantara dua tingkat kepentingan yang berdekatan.
kebalikan Diberikan apabila elemen/kriteria pada
kolom j lebih disukai dibandingkan pasangannya.
Sumber : Saaty Thomas L..,1991
2.4 TEORI PENGETAHUAN BAHAN
Sejarah peradapan manusia dapat dibagi menjadi tiga jaman, yaitu zaman
batu, zaman perunggu dan zaman besi. Batu, perunggu dan besi ternyata merupakan
bahan yang melambangkan penggunaan popular di zaman-zaman tersebut. Telah
disadari bahwa bahan sangat berhubungan erat dengan kehidupan manusia di setiap
zaman tersebut.
Ketiga zaman tersebut telah mengungkapkan fakta mengenai pemanfaatan
api. Dengan kata lain, orang mengetahui apakah api dipergunakan atau tidak di
setiap zaman itu, dan sampai berapa tinggi temperature yang dapat di capai dan
seterusnya. Tidak ada yang dapat dikatakan keuali bahwa manusia seara
terus-menerus bertahun-tahun menggunakan api. Hal tersebut seharusnya dimulai dari
suatu penemuan bahwa api dapat menjadi sangat panas dengan mengurungnya oleh
tembaga terbentuk, walaupun dengan banyak ketakmurnian, dengan pembakaran
yang tidak sempurna sehingga bersifat reduktif , satu keberuntungan lain terjadi
pula, bahwa tembaga keras diperoleh dengan pendinginan dengan pendinginan
spontan bukan dengan pendinginan cepat di air, karena tembaga tereduksi itu dibuat
pada temperature yag relative rendah, dimana tidak diperlukan teknik khusus yang
dikenal sekarang yaitu pencelupan dingin.
Terntata telah diperlukan waktu yang sangat lama untuk mempelajari
ketrampilan dalam mempergunakan temperature tinggi sebelum besi ditemukan.
Pada waktu yang sama seperti di perkirakan dari peralatan tanah yang berasal dari
zaman kuno yang ditemukan dari penggalian, manusia sudah dapat membuat api
sepanas 700-800 derajat celcius pada tahap-tahap awal penggunakan api. Kemudian
zaman modrn lahir ketika batas penghalangan temperature 1500derajat celcius di
pecahkan. Dalam jangka waktu yang sangat singkat, dalam 30 tahun terakhir,
temperature di atas 2000derajat celcius sudah dipakai di industry, dan setelah itu
dengan pengembangan di abad 21, temperature setinggi beberapa puluh juta derajat
dan bahkan ratusan juta derajat celcius untuk memelihara temperatur plasma inti,
telah diharapkan untuk dimanfaatkan, di mana hal tersebut bukanlah suatu impian
lagi.
Kembali pada pembahasan semula, satu hal yang perlu dicatat pada
pembagian sejarah peradapan manusia semenjak zaman batu. Kalau keramik yang
zaman besi, maka sama sekali tidak benar-benar bahan baru yang pertama
ditemukan manusia di zaman modern setelah melalui sejarah perkembangan yang
lama. Selanjutnya pada permulaan abad ke 20 peleburan aluminium dengan listrik
dikembangkan ke industry, maka logam ringan yang pertama kali dalam sejarah
digunakan secara praktis. Pada masa sekarang manusia menyadari bahwa impian
terbang di udara sangat meningkat permintaan akan bahan ringan yang memiliki
kekuatan tinggi. Permintaan yang tinggi itu telah dipenuhi dengan adanya bahan
polimer organic dicampur dengan homogeny membentuk bahan komposit yang
diperkuat dengan oleh serat. Di samping itu pengembangan paduan alumunium
hasilnya di wakili oleh duralium yang terdiri dari Al dengan 4-6% Cu sebagai
unsure paduan utama, sedangkan studi lanjut di masa depan . Selanjutnya dalam
memenuhi permintaan untuk menemuka bahan baru yang ringan, kuat, tahan panas,
dan lainnya,pengembangan industry penerbangan dan ruang angkasa telah membuat
keramik seperti SiC, SiN, dst, yang kelihatannya merupakan bahan baru untuk
komponen mesin yang perlu menahan temperature tinggi dan paduan krom.
2.5.1 Alumunium
Alumunium ditemukan oleh Sir Humphrey Davy dalam tahun 1809
sebagai suatu unsure, dan pertama kali di reduksi sebagai logam oleh H.C.
Oesrsted, pada tahun 1825. Secara industry tahun 1886, Paul heroult di
terfusi. Sampai sekarang proses Heroult Hall masih dipakai untuk
memproduksi alumunium. Penggunaan alumunium sebagai logam setiap
tahunnya adalah pada urutan kedua setelah besi dan baja, yang tertinggi di
antara logam non fero. Produksi alumunium tahunan di dunia mencapai 15
juta ton pertahun pada tahun 1981.
Alumunium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi
yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat yang baik lainnya
sebagai sifat logam. Sebagai tambahan terhadap, kekuatan makaniknya
sangat meningkatkan dengan menambahkan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb,
secara satu persatu atau bersama-sama memberikan juga sifat-sifat baik
lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah
dsb. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk
peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat
terbang, mobil, kapal laut, kontruksi dsb.
2.5 PROSES MANUFAKTUR
Proses manufacturing merupakan proses untuk merubah bentuk
(tansformasi) bahan baku menjadi produk jadi. Disini akan meliputi berbagai
macam aktivitas selain proses fabrikasi ataupun perakitan adalah aktivitas
pemindahan bahan material (material handling) yaityu aktivitas untuk
produksi yang lain dan perawatan mesin seperti perbaikan perabotan bilamana
rusak, preventive maintenance dan lain-lain. [Sritomo Wignjosoebroto, Pengantar
Teknik dan Manajemen Industri, ITS, 2003]
Gambar kerangka masukan keluaran proses manufaktur
Masukan berupa bahan baku, selanjutnya bahan baku dikonversi menjadi
keluaran yang kita sebut sebagai produk akhir. Pengendalian produksi
berkepentingan dengan peramalan atau perkiraan keluaran, penentuan input yang
dibutuhkan serta perencanaa dan penjadwalan, pengolahan bahan baku berdasarkan
urutan produksi atau konversi yang dibutuhkan.
Dalam proses produksi, terdiri atas 3 sub system yang saling berkaitan dan
tidak dapat dipisah – pisahkan, dimana sub system tersebut meliputi :
1. Input
Terdiri dari 6M , 2 E dan 1 I yaitu Man ( manusia ), Material (bahan baku),
Methods (metode), Money (modal), Machine (mesin), Market (pasar), Perancangan dan
pengembangan
Masukan Proses operasi manufaktur
2. Proses Produksi
Suatu proses yang melakukan tindakan, baik secara manajerial maupun
secara fisik dari komponen input menjadi output agar sesuai dengan tujuan.
3. Output
Merupakan hasil dari proses produksi, baik itu berupa jasa ataupun barang.
2.5.1 Sistem Manufaktur
1. Teknik Manufaktur
Teknik manufaktur merupakan perancangan proses produksi sebuah produk.
Teknik manufaktur mempelajari semua hal yang berhubungan dengan proses
produksi.
2. Interaksi Desain Produk dengan Produksi
Desain produk memerlukan seseorang yang dapat mengembangkan dan
mengevaluasi kemampuan suatu komponen untuk diproduksi sesuai dengan
fungsinya. Karakteristik komponen tersebut, ukuran, bentuk, kekuatan,
keandalan, dan keamanan suatu material.
Dalam berbagai operasi produksi beberapa variasi dalam ukuran komponen
yang diproduksi dapat saja terjadi karena berbagai hal, misalnya karena alat yang
2.6 MENGGAMBAR TEKNIK
Gambar merupakan sarana terpenting untuk melukiskan daya cipta lewat
penggunaan garis. Gambar yang telah berakar dalam naluri kita dan dalam beberapa
hal merupakan satu-satunya bahasa universal kita, malahan juga dewasa ini, di
mana beberapa dari gambar kita dipersiapkan lewat computer. Catatan paling dini
yang diciptakan manusia ialah grafik, yang melukiskan orang, rusa, banteng, dan
binatang lainnya pada dinding gua. Gambar ini memuaskan suatu kebutuhan dasar
bagi pengungkap, jauh sebelum perkembangan tulisan.
Saling hubungan antara grafik teknik dan rancangan dalam keseluruhan proses
rancangan, maka orang yang mengola bagan susunan rancangan (design lay out),
yaitu detailer, dan insinyur teknik produksi yang ditugaskan pada proyek, setiap
waktu harus bekerjasama dengan erat dengan pemimpin kelompok proyek, sebagai
suatu bagian dari keseluruhan regu desain. Pada umumnya,semua orang yang
ditugaskan dalam suatu proyek,baik ahli perancangan maupun mereka yang
mendukung usaha desai dalam setiap tahap, hendaknya benar-benar menguasai
grafik teknik. Seorang insinyur perancangan, agar berhasil sebagai seorang ahli
perancangan, hendaknya mengalami latihan seksama dalam bidang ini, paling tidak,
baik yang laki-laki maupun wanita, hendaknya mampu untuk mengolah
sketsa-tangan rancangan dengan hasil yang baik dan mempunyai pengetahuan untuk
Orang-orang dari bidang pendukung yang boleh diharapkan mampu
memecahkan beberapa persoalan rancangan yang timbul secara grafik, mengolah
rancangan dan gambar susunan rancangan dan model, dan akhirnya, mengolah
rancangan dan gambar susunan yang diperlukan dalam bengkelnproduksi, mereka
semua itu harus mempunyai beberapa pendidikan dasar sekolah dan kemudian
memperoleh tambahan pengalaman di mana mereka itu bekerja agar menjadi
terbiasa dengan standard an praktek perusahaan. Beberapa orang diantara para ahli
kamar rancangan sekarang ini, di samping telah dikemukakan, juga boleh
diharapkan untuk mempunyai beberapa pengetahuan tentang metode produksi,
khususnya yang mengenai mesin yang dikendalikan dengan metode numeris . Lagi
pula, tugas rancangan tertentu dapat memerlukan penggunaan digital dan plotter.
Peranan computer dan peranan plotter dalam ruang gambar
Sekalipun kata-kata saja tidak dapat melepaskan sekali perhatian seseorang
terhadap pentingnya persiapan prasketsa yang bersinambungan, suatu pengertian
mengenai peranan sejati computer dan plotter dalam ruangan rancangan akan
menjawab beberapa mungkin juga seluruh, pertanyaan yang dapat timbul dalam
pemikiran seseorang. Mereka yang telah bekerja dengan computer telah mengambil
alih sejumlah fungsi grafik, menyambut penggunaannya, sebab mereka telah
mengetahui bahwa computer dapat menyelesaikan tugas yang berulang-ulang,
seperti misalnya persiapan sketsa unit atau kabel listrik, persiapan prasketsa
waktu dari jurugambar. Ini meninggalkan sejumlah besar gambar dalam bidang
rancangan mekanik yang masih harus dilakukan oleh para jurugambar dan para
pembuat detail di atas papan gambar. Dalam katagori ini terdapat gambar bagian
potongan (piece parts) yang harus diolah dengan tangan. Dalam industry pesawat
terbang dimana computer, computer pendigit dan plotter tersedia siap pakai ,
gambar yang diolah dengan tangan sekarang meliputi sekitar 50% dari keseluruhan
keluaran gambar. Masing-masing gambar ini yang dikerjakan di atas papan ialah
sedemikian khasnya dan berbedanya, sehingga memerlukan intelegasia manusia
untuk mengolahnya bersama dengan pengetahuan mendalam tentang grafik dan
praktek perbengkelan. Hendaknya juga diperhatikan bahwa bagian susunan
rancangan yang menentukan fungsi dan bentuk yang harus digambar, perlu diolah
dengan tangan sampai tiba waktunya untuk dimana kita bersedia meninggalkan ide
untuk menghasilkan hasil karya dan sistim yang sudah dirancang dengan terus
menerus. Karena mengenal sifat manusia yang tidak pernah diam dan sifat
bersaingnya, hal ini diramalkan masih jauh masa depannya. Tetapi hendaknya
diperhatikan bahwa dalam soal waktu ini, ada tipe gambar mekanik yang sedikit
jumlahnya yang dapat diolah dengan cara yang lain dari cara dengan tangan melalui
penggunaan computer digit atau tabung sinar katoda yang dirangkai dengan suatu
sisteim alat mekanik bantu-rancangan, keluarannya dalam hal ini berupa sebuah pita
magnetic untuk sebuah mesin yang dikendalikan dengan metode numeris. Mereka
2.7 PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK
Produk merupakan suatu objek yang dibuat dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen yang susah untuk dipuaskan dan selalu menginginkan lebih
baik dari sebelumnya. Oleh karena itu tidak ada satupun produk yang dapat
dikatakan sebagai suatu produk yang sempurna. Kemajuan dan perkembangan
teknologi menuntut agar produsen dapat membuat produk yang memiliki sifat
“lebih” (lebih baik, lebih kuat, lebih modern, lebih mudah dan lain sebagainya)
sesuai dengan kebutuhan konsumen yang menjadi lebih banyak.
Pada intinya, perancangan dan pengembangan produk ini berisi metode-metode
yag bertujuan untuk mengembangkan dan merancang produk agar dapat memenuhi
kebutuhan konsumen dengan melibatkan fungsi-fungsi pemasaran, desain
perancangan, dan manufaktur (Ulirich & Eppinger, 2001)
Dari sudut pandang suatu perusahaan yang melibatkan keuntungan (laba)
sebagai faktor penting, pengembangan produk dikatakan berhasil dan sukses jika
produk dapat diproduksi dan dijual dengan menghasikan laba. Namun seringkali
hanya dengan melihat faktor laba saja tidaklah cukup untuk dijadikan penilaian
yang tepat dan langsung. Berikut ini adalah lima dimensi spesifikasi yang biasa
digunakan untuk menilai usaha pengembangan produk, yaitu:
Seberapa baik produk yang dihasilkan dari usaha pengembangan produk?
Apakah produk tersebut dapat memuaskan kebutuhan konsumen ? Apakah
produk tersebut kuat?. Kualitas produk menjadi pengaruh yang cukup kuat
dalam pasar serta menjadi factor yang menentukan harga yang ingin
dibayar konsumen untuk produk yang dibuat.
2. Biaya produk
Biaya yang dimaksud adalah biaya yang digunakan untuk modal peralatan
dan alat bantu serta biaya produksi setiap unit produk. Biaya produk ini
menentukan besar laba yang dihasilkan.
3. Waktu pengembangan produk
Seberapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pengembangan produk. Waktu pengembangan menentukan kemampuan
berkompetisi, tanggapan akan perubahan teknologi, dan kecepatan untuk
menerima pengembalian ekonomis dari usaha pengembangan produk.
4. Biaya pengembangan
Berapa biaya pengembangan untuk mengembangkan produk?. Biaya
pengembangan merupakan bagian yang berhubungan erat dengan laba.
Apakan pengembangan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk
mengembangkan produk di masa depan dengan berbekal pengalaman
sekarang ini?. Kemampuan pengembangan merupakan modal yang dapat
digunakan untuk mengembangkan produk dengan lebih efektif dan
ekonomis di masa yang akan dating
Cara kerja yang baik pada kelima dimensi diatas akan dapat mendorong
kesuksesan ekonomi pada pengembangan produk
Pengembangan produk merupakan kegiatan yang membutuhkan bantuan kontribusi
dari semua fungsi yang ada, namun berikut ini merupakan tiga fungsi yang paling
penting bagi usaha pengembangan produk, yaitu:
‐ Pemasaran
Fungsi pemasaran adalah sebagai jembatan interaksi yang menghubungkan
antara produsen dan konsumen. Peranan lain pemasaran antara lain adalah
mengidektifikasi peluang produk, mendefinisikan kebutuhan konsumen.
Bagian pemasaran juga secara khusus menetapkan target harga dan
merancang peluncuran serta promosi produk.
Fungsi desain perancangan (desain) memiliki peran dan penting untuk
mendefinisikan bentuk fisik produk agar sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan konsumen.
‐ Manufaktur
Fungsi manufaktur yang utama adalah bertanggung jawab untuk merancang
dan mengoperasikan system produksi pada proses produksi suatu produk.
Secara luas, fungsi manufaktur mencakup pembelian, distribusikan, dan
instalasi
Proses pengembangan produk secara umum terdiri dari enam tahap yang terkonsep
dan teratur, sebagai berikut :
a. Planning (perencanaan): Tahap perencanaan sering dianggap sebagai
“zerofase” karena tahap ini dilakukan paling awal mendahului persetujuan
proyek dan proses peluncuran pengembangan produk actual.
b. Concept development (pengembangan konsep): Pada tahap pengembangan
konsep ini dilakukan pengidentifikasian target kebutuhan pasar,
pengevaluasian konsep-konsep produk alternative, dan pemilihan satu atau
lebih konsep yang akan digunakan dalam pengembangan produk lebih jauh.
c. System level design (perancangan tingkatan system): Tahap perancangan
kontruksi produk dan menguraikan produk menjadi subsistem-subsistem
serta komponen-komponen. Gambaran perakitan akhir untuk system
produksi biasanya dijelaskan dalam tahapan ini. Output yang dihasilkan
pada tahap ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi
produk secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran
proses pendahuluan untuk proses perakitan terakhir.
d. Detail design (perancangan detail): Tahap oerancangan detail membahas
mengenai spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi
dari seluruh komponen produk. Output dari tahap ini adalah pencatatan
pengendalian untuk produk: gambar pada file computer tentang bentuk tiap
komponen dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen
yang dibeli, serta rencana proses untuk pabrikasi dan perakitan produk.
e. Testing and refinement (pengujian dan perbaikan): Tahap pengujian dan
perbaikan melibatkan kontruksi dan evaluasi bermacam-macam versi
produksi dari produk awal.
f. Production ramp-up (produksi awal): Pada tahap produksi awal produk
dibuat dengan menggunakan system produksi yang sesungguhnya. Tujuan
dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga keja dalam memecahkan
2.8 DESAIN PRODUK
Desain produk memerlukan seseorang yang dapat mengembangkan dan
mengevaluasi kemampuan suatu komponen untuk diproduksi sesuai dengan
fungsinya. Untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan konsumen, maka yang
membuat desain produk harus bekerja sama dengan bagian pemasaran sehingga
tingkat kualitas yang diinginkan dapat diterapkan pada desain produk.
Karakteristik komponen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Ukuran.
2. Bentuk.
3. Kekuatan.
4. Keandalan.
5. Keamanan suatu material.
Dalam berbagai operasi produksi beberapa variasi dalam ukuran komponen
yang diproduksi dapat saja terjadi karena berbagai hal, misalnya karena alat yang
digunakan, kesalahan operator dan variasi material.
Beberapa keputusan harus diambil sehubungan dengan pemilihan desain produk
antara lain:
1. Menetapkan bentuk serta fungsi produk baru yang kan diproduksi.
3. Kesempatan diversifikasi yang merupakan kesempatan untuk menambah
ataupun memperluas jenis produk yang akan dibuat atau dijual.
4. Standardisasi yang merupakan satuan ukuran yang dapat dipergunakan
sebagai dasar pembanding baik bagi jumlah, kualitas, nilai ataupun hasil
kerja.
5. Reliabilitas yang menujukkan kemungkinan terjadinya suatu produk atau
komponen akan rusak pada suatu jangka waktu tertentu dibawah kondisi
penggunaan normal.
6. Kualitas yang pada dasarnya adalah faktor yang terdapat pada suatu produk
atau komponen yang menyebabkan produk atau komponen yang
menyebabkan produk atau komponen tersebut mempunyai nilai.
Untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan konsumen, maka yang membuat
desain produk harus bekerjasama dengan bagian pemasaran sehingga tingkat
kualitas yang diinginkan dapat diterapkan pada desain produk.
2.8.1 Prototipe
Kesukaran yang potensial terjadi dalam pengembangan produk adalah apa
yang di sebut Clausing “rawa hardware” (Clausing,1994). Rawa disebabkan oleh
usaha pembuatan prototype yang salah (fisik maupun analitik) yang pada pokoknya
tidak menyumbang pada tujuan proyek pengembangan produk keseluruhan. Satu
cara untuk menghindari rawa adalah dengan menetapkan secara hati-hati
mengujinya. Bagian ini menampilkan metode empat langkah untuk merencanakan
sebuah prototype selama usaha pengembangan produk. Metode ini digunakan pada
seluruh tipe prototype, yaitu : terfokus, menyeluruh, fisik dan analitik.
Pengembangan produk hamper selalu membutuhkan pembuatan dan pengujian
prototipe. Sebuah prototipe mrupakan penafsiran produk melalui satu atau lebih
dimensi perhatian.
Prototipe secara berguna diklasifikasikan menjadi dua demensi yaitu :
Tingkatan di mana prototype tersebut merupakan bentuk fisik sebagai lawan
dari analitik.
Tingkatan di mana sebuah prototype merupakan prototype yang menyeluruh
sebagai lawan dari terfokus
Prototipe digunakan untuk pembelajaran, komunikasi, penggabungan, dan
sebagai milestone. Semua tipe prototype dapat digunakan untuk semua
tujuan ini, prototype fisik biasanya sangat baik untuk komunikasi, dan
prototype menyeluruh sangat baik untuk penggabungan dan milestone.
Beberapa prinsip berguna dalam memadukan keputusan mengenai prototype
selama pengembangan produk, yakni: prototype analitik umumnya lebih
fleksibel daripada prototype fisik. Prototipe fisik dibutuhkan untuk
mengurangi resiko interasi yang mahal. Sebuah prototype dapat
mempercepat tahapan penembangan lainnya. Sebuah prototype dapat
menyusun ulang ketergantungan tugas.
Teknologi model 3D dan pembuatan pembuatan bebas telah mengrangi
biaya dan waktu relative yang dibutuhkan untuk membuat prototype.
Metode empat langkah untuk merencanakan sebuah prototype adalah:
Menetapkan tujuan prototype
Menetapkan tingkat perkiraan prototype
Menggariskan rencana percobaan
Membuat jadwal utuk perolehan, pembuatan dan pengujian
2.8.2 Pengelasan
Penggunaan mesin las pada proses pengelasan kali ini ialah type B-310
F,arus listrik yang digunakan dalam pengelasan bujur listrik adalah arus DC ( direct
current ) dan arus AC ( alternative current ). Tapi dalam pengelasan kali ini
digunakan arus listrik bolak – balik atau alternatife current ( AC ). Diinginkan
sumber arus listrik mempunyai sifat dapat memberikan arus yang konstan dan dapat
sumber listrik dengan karakteristik drop voltage. Makin curam drop voltage, makin
baik operasinya, karena makin kecil variasi amperenya.
Ada 3 macam gerakan dasar dalam pengelasan manual atau gerakan
electrode yaitu :
1. Gerakan feeding kebawah, bila terlalu cepat electrode akan melekat pada
benda kerja sehingga pengelasan terhenti, tetapi jika terlalu lambat
maka arus akan terputus.
2. Gerakan vertical, bila gerakan tersebut terlalu cepat, maka waktu
peleburan kurang sehingga penetrasi kurang, tetapi jika terlalu lambat,
maka las terlalu tebal sehingga kawat boros, kekuatan dan kecepatan las
kurang, dan juga menyebabkan overheating pada benda kerja.
3. Gerakan ke kiri dan kekanan, digunakan untuk mengisi bidang las yang
lebar, arahnya dapat zig – zag, ataupun spiral.
2.9 Standart Nasional Indonesia
Standart Nasional Indonesia ialah suatu aturan – aturan yang harus di
pahami dalam pembuatan suatu produk terutama di Indonesia. Dalam penelitian ini
diambil data primer dari data geometri SNI Rangka Sepada Balap dengan tipe
frame Size
Seat tube
Top tube
Seat Angle
Head Angel
Fork rake
BB drop
Chain stay
Stand over 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 49 49cm 53cm 74 72 45mm 62mm 40cm 767mm
2 52 52cm 54cm 74 72 45mm 62mm 40cm 796mm
3 55 55cm 55cm 74 72 45mm 62mm 40cm 825mm
4 58 58cm 57cm 74 72 40mm 62mm 40cm 854mm
5 61 61cm 58cm 74 72 40mm 62mm 40cm 883mm
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di JAYA MOTOR medokan ayu rungkut Surabaya,
Sebuah usaha yang bergerak pada bidang manufaktur khususnya pengelasan. Dan
penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai prototipe jadi.
3.2 Identifikasi Variabel
Identifikasi variable dan definisi operasional berdasarkan tinjauan pustaka
maka identifikasi variable merupakan sebagai berikut:
- Variabel terikat
- Variabel bebas
3.2.1 Identifikasi masing – masing komponen dengan DFA
1. Komponen – komponen di evaluasi dari fungsi, spesifikasi bahan, keterangan
dalam sitem bongkar pasang pada perancangan rangka sepeda balap.
Tabel 3.2.1 Tabel spesifikasi dan identifikasi
Desain Lama Desain Baru
No Nama
Komponen Spesifikasi Identifikasi Spesifikasi Identifikasi
No kode
1 2 3 4 5 6 7
- Panjang :
Sumber : Boothroyd G.,Dewhurst D., dan Knight W., 1994
2. Setelah analisa diatas dapat dilihat pada komponen yang kurang mendukung
dalam sistem bongkar pasang pada perancangan dan pengembangan rangka
sepeda balap.
3. Identifikasi komponen – komponen hasil Perancangan ulang
Tabel 3.2.2 Tabel identifikasi pada masing – masing komponen
Spesifikasi Identifikasi
Bahan :
Dimensi komponen :
- Panjang :
- Lebar :
- Tinggi :
Waktu pembuatan :
Waktu perakitan :
Mendukung system pasang bongkar :
hasil perhitungan rangka sepeda balap yang telah ada.
a. Tabel perhitungan DFA pada rancangan sepeda lama yang telah di produksi
dan dipasarkan.
Tabel 3.2.3 Tabel perhitungan DFA pada desain lama
No
No komponen
Banyaknya komponen
Waktu handling Waktu perakitan Waktu operasi Komponen yang
dibutuhkan secara teoritis
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8
TM NM
Sumber : Boothroyd G.,Dewhurst D., dan Knight W., 1994
b. Tabel perhitungan DFA pada rancangan ulang dan pengembangan hasil
Tabel 3.4 Tabel hasil perhitungan DFA pada desain yang baru
No
No komponen
Banyaknya komponen
Waktu handling Waktu perakitan Waktu operasi Komponen yang
dibutuhkan secara teoritis
Nama komponen
1 2 3 4 5 6 7 8
TM NM
Sumber : Boothroyd G.,Dewhurst D., dan Knight W., 1994
c. Perhitungan effisiensi produk tersebut jika diproduksi dan dibandingkan antara
Rancangan rangka sepeda balap yang telah ada dan hasil dari perancangan
ulang dan pengembangan rangka sepeda balap, dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
E = Effisiensi
Tinjauan Pustaka
Survey lapangan - Data Skunder - Data Primer
Pengumpulan data
- Ukuran rangka Standart Nasional Indonesia - Biaya
- Identifikasi Rangka sepeda dengan penerapan metode DFA
Pengolahan data
- Identifikasi masig – masing komponen Rangka sepeda balap dengan penerapan DFA
- Tahap pemilihan komponen assembly - Tahap alternatif dengan komputerisasi
Tahap effisien komponen rangka - Effisiensi desain rancangan Awal ( E ) - Effisiensi desain rancangan komponen Baru ( E’)
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
B
Penetapan Variabel
A
ya tidak
Kesimpulan dan Saran
Selesai Penetapan Prototipe
Diterima? Rancangan baru lebih effisien dari rancangan
awal E’ > E Data
dibuang
Analisis dan Pembahasan Tahap simulasi atas waktu
penyelesaian
Tahap analisis biaya
Tahap pemilihan alternatif
Pada tahap ini diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, studi pustaka, dan studi lapangan yang dijelaskan, yaitu:
1. Latar belakang,
Latar belakang permasalahan pada perancangan ulang pada rangka sepeda
balap yang mampu di operasikan secra mudah dan dalam pembuatannya.
pengguna. Dalam perancangan ulang rangka sepeda balap ini menggunakan
system bongkar pasang dan dapat menyedrhanakan proses perakitan.
2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalahnya adalah
bagaimana merancang ulang rangka sepeda balap menggunakan metode
design for assembly (DFA), cara merancang dan mengembangkan sebuah
rangka sepeda balap yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan , dengan
menekan biaya produksi.
3. Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan penelitian yang telah ditetapkan berdasarkan permasalahan yaitu :
Mengidentifikasi spesifikasi rangka balap yang telah berada di pasaran
konsumen dan telah di produksi oleh pabrik, serta Merancang sebuah rangka
sepeda balap yang dapat di bongkar pasang dan lebih efisian, Menerapkan
konsep pengembangan produk dengan menerjemahkan misi produk menjadi
spesifikasi teknik untuk menghasilkan rancangan rangka sepeda balap yang
sesuai kebutuhan pengguna, Menghitung waktu yang di butuhkan untuk
mengassembling produk rangka sepeda balap.
Manfaat penelitian dalam perancangan ulang rangka sepeda balap yang ingin
dicapai yaitu, menghasilkan rancangan sepeda balap yang lebih efisien dan
memperoleh desai rancangan yang dapat digunakan oleh pengguna rangka
perancangan ulang rangka sepeda balap yang dijelaskan, yaitu :
1. Tinjauan pustaka.
Berdasarkan permasalahan yang telah teridentifikasi pada tahap identifikasi
masalah, maka kemudian dilakukan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan
dengan membaca dan mempelajari literatur yang relevan dengan
permasalahan yang ada. Studi pustaka dilakukan agar dapat digunakan
sebagai panduan informasi untuk mendukung penyelesaian pengolahan data
penelitian terhadap studi lapangan. Informasi studi pustaka sangat diperlukan
untuk perancangan ulang terhadap rangka sepeda balap
2. Survey lapangan
Studi lapangan dalam perancangan ulang rangka sepeda balap dilakukan
selama penelitian,yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dengan
pengumpulan data di lapangan. Studi lapangan bertujuan untuk mendapatkan
data parameter kuantitatif yang digunakan pada pengolahan data selanjutnya,
dan juga memperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai rangka sepeda
balap. Dalam survey lapangan diambil data primer yang meliputi observasi
pengamatan secara langsung dan juga wawancara, data skunder diambil dari
data yang tersedia.