BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 State Of The Art
Kunyit (Curcuma longa Linn) termasuk dalam famili Zingiberaceae, dan telah dikenal dekat oleh masyarakat luas karena banyak digunakan sebagai bumbu, pengawet makanan dan bahan pewarna terutama di India, Cina dan Asia Tenggara. Tanaman ini digunakan juga dalam pengobatan tradisional dan dikenal sebagai obat rumah tangga untuk berbagai penyakit, termasuk gangguan empedu, anoreksia, batuk, luka diabetes, gangguan hati, rematik dan sinusitis. Selama beberapa tahun terakhir, banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menetapkan aktivitas biologis dan tindakan farmakologis kunyit dan ekstraknya. Kurkumin (diferuloylmethane) merupakan komponen bioaktif utama yang berwarna kuning dari tanaman kunyit dan telah terbukti dengan beberapa penelitian bahwa memiliki spektrum efek biologis yang luas. Seperti beberapa manfaat senyawa kurkumin sebagai anti-inflamasi, antioksidan, antikarsinogenik, antimutagenik, antikoagulan, antifertilitas, antidiabetik, antibakteri, antijamur, antiprotozoal, antivirus, antifibrotik, antivenom, antiulcer, hipotensi dan aktivitas hipokolesteremia. Efek antikankernya terutama dimediasi melalui induksi apoptosis. Peran antiinflamasi, antikanker, dan antioksidannya dapat dimanfaatkan secara klinis untuk mengontrol rematik, karsinogenesis, dan patogenesis terkait stres oksidatif. Secara klinis, kurkumin telah digunakan untuk mengurangi peradangan pasca operasi. Studi evaluasi keamanan menunjukkan bahwa kunyit dan kurkumin dapat ditoleransi dengan baik pada dosis yang sangat tinggi tanpa efek toksik. Dengan demikian, baik kunyit maupun kurkumin berpotensi untuk pengembangan obat modern untuk pengobatan berbagai penyakit.
(Chattopadhyay et al., 2004).
Salah satu senyawa yang dapat membentuk polimer misel dengan kurkumin adalah Rebaudiosida A yang mana meningkatkan bioavailability kurkumin. Reb A sebagai gugus hidrofilik sehingga Kurkumin Rebaudiosida A dapat dibuat menjadi dispersi padat untuk meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air (Hou et al., 2019). Dibuat dispersi padat kurkumin dengan senyawa hidrofilik siklodekstrin yang mana jika dibandingkan kristal kurkumin kelarutan dispersi lebih tinggi 299, 180, dan 489 kali lipat, sesuai dengan campuran homogenasi, campuran pengeringan beku, dan penguapan campuran. Laju disolusi kurkumin meningkat secara signifika seiring dengan peningkatan jumlah Hydroxypropyl-β-Cyclodextrin di Dispersi padat (Mai et al., 2020). Kelarutan dan laju
disolusi kurkumin dalam larutan HCl atau buffer fosfat masing-masing meningkat hingga 3600 dan 7,3 kali lipat. . Studi farmakokinetik menunjukkan peningkatan 5,5 kali lipat kurkumin dalam plasma darah tikus bila dibandingkan dengan kurkumin yang tidak diproses (Teixeira et al., 2016).
2.2 Kurkumin
Senyawa Kurkumin termasuk dalam obat Biopharmaceutics Classification System (BCS) kelas II. Kurkumin merupakan obat yang mempunyai kelarutan rendah dalam air yang mengakibatkan bioavailabilitas oral kurkumin rendah dan permeabilitas tinggi (Esananda, 2018). Kandungan kurkumin dalam setiap kunyit berkisar antara 0,3-5,4 % dari jumlah kunyit mentah (Akram et al., 2010), yang terdiri dari kurkumin dan turunannya yaitu dementoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin. Kurkuminoids terdiri dari kurkumin (77%), demethoxycurcumin (DMC; 17%), dan bisdemethoxycurcumin (BDMC; 3%) (Kocaadam & Şanlier, 2017). Kurkuminoid berbentuk kristal prisma dan batang pendek, membentuk emulsi atau tidak larut dalam air (Hartati, 2013). Demetoksi dan bisdemetoksi turunan dari kurkumin juga telah diisolasi (Gambar 1). Kurkumin adalah senyawa yang terdiri dari dua cincin aromatic yang di dihubungkan oleh rantai tujuh karbon. Struktur kimia ini bertanggung jawab atas warna kuning dan kelarutan air yang rendah (Mai et al., 2020). Kurkumin pertama kali diisolasi pada tahun 1815 dan struktur kimianya ditemukan oleh Roughley dan Whiting pada tahun 1973. Kurkumin memiliki titik leleh pada 176- 177°C; membentuk garam coklat kemerahan dengan alkali dan larut dalam etanol, alkali, keton, asam asetat methanol, benzene dan kloroform (Chattopadhyay et al., 2004).
Gambar 1. Struktur kimia kurkumin dan turunannya, desmetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin (Chattopadhyay et al., 2004)
Berdasarkan efek farmakologis, kurkumin memiliki keterbatasan. Hal ini dikarenakan kelarutannya yang rendah dan memiliki metabolisme yang cepat di saluran pencernaan (Petchsomrit et al., 2013). Bioavailabilitas yang rendah karena t(<1%) dan kurkumin terdegradasi pada pH basa intestin manusia. Sehingga dari sini terlihat sangat membatasi aplikasi klinisnya (Anand et al., 2007). Kurkumin tidak larut dalam air dan sedikit diserap dari saluran pencernaan, kemudian ketika melewati saluran pencernaan senyawa kurkumin tidak banyak masuk ke aliran darah, jadi sedikit menghasilkan efek ke tubuh. Sehingga harus diberikan dosis besar secara oral untuk memasukkan jumlah kecil ke dalam darah (Jefferson, 2015).
Sifat kurkumin tidak stabil pada suasana netral dan basa karena memicu degradasi asam ferulat dan gugus feruloilmetan. Kurkumin stabil pada saluran pencernaan pH 1-6. Vanilin, asam ferulat dan feruloil diidentifikasi sebagai produk degradasi minor. Melalui sistem reduksi endogen sebagian besar kurkumin akan direduksi menjadi dihidrokurkumin dan tetrahidrokurkumin yang diubah menjadi konjugat monoglukuronosida.
Tetrahidrokurkumin (THC) adalah metabolit in vivo utama (Krishnaswamy, 2009).
Pada penelitian (Martono Y, 2014) telah melakukan penelitian mengisolasi dan mengkristalisasi senyawa kurkumin dan mendapatkan hasil dengan kemurnian 93%.
Serbuk kering temulawak atau kunyit diekstraksi menggunakan aseton secara berkelanjutan
dengan menggunakan shoklet.
2.3 Steviol Glikosida
Pemanis alami stevia adalah salah satu pemanis alami rendah kalori yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti gula. Daun stevia mengandung pemanis alami rendah kalori yang mampu menghasilkan rasa manis 200-300 kali dari manisnya gula tebu. Senyawa yang berperan memberikan rasa manis pada stevia adalah steviol glikosida (Rukmana, 2003). Di dalam tubuh, glikosida steviol tidak mampu dicerna oleh enzim dalam usus sehingga glikosida steviol tidak dapat terserap dan melewati saluran pencernaan menuju kolon. Bakteri usus kemudian akan memecah unit glukosa pada senyawa stevioside sedangkan rantai steviol akan dilepaskan dan kemudian berikatan dengan asam glukoronat yang akhirnya dikeluarkan melalui urin. Oleh sebab itu, pemanis stevia tidak memberikan kalori (Priscilla, 2015).
Gambar 2. Beberapa jenis glikosida yang terdapat dalam stevia rebaudiana
Daun stevia mengandung: apigenin, austroinulin, avicularin, beta-sitosterol, caffeic acid, kampesterol, kariofilen, sentaureidin, asam klorogenik, klorofil, kosmosiin, sinarosid, daukosterol, glikosida diterpene, dulkosid A-B, funikulin, formic acid, gibberellic acid, giberelin, indol-3-asetonitril, isokuersitrin, isosteviol, jihanol, kaempferol, kaurene, lupeol, luteolin, polistakosid, kuersetin, kuersitrin, rebaudiosid A- F, skopoletin, sterebin A-H, steviol, steviolbiosid, steviolmonosida, steviosid, steviosid a-3, stigmasterol, umbelliferon, dan santofil (Stevia rebaudiana Database file in the Tropical Plant Database of herbal remedies, n.d.). Steviosida dan rebaudiosida A dihidrolisis menjadi steviolbiosid kemudian dengan cepat diubah menjadi steviol, sebelum diabsorpsi pada usus halus. Steviosid dan
rebaudiosid A aman, tidak bersifat mutagenik dan tidak memberikan khasiat dan efek samping pada dosis rendah. Efek sebagai insulinotropik, antidiabetik dan antihipertensi terjadi pada dosis yang cukup tinggi (Raini & Isnawati, 2011).
Salah satu senyawa yang dapat membentuk polimer misel dengan Kurkumin adalah Rebaudiosida A yang berfungsi untuk meningkatkan bioavailability kurkumin.
Rebaudiosida-A sebagai gugus hidrofilik sehingga Kur-Reb A (Kurkumin-Rebaudiosida A) dapat dibuat menjadi dispersi padat untuk meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air.
Kalarutan Dispersi padat Kur-Reb A dengan ukuran (~4nm) lebih tinggi dibandingkan kurkumin saja (Hou et al., 2019). Pada penelitian (Nguyen et al., 2017) ekstrak kurkuminoid dari bubuk kunyit menggunakan Stevioside (Ste), Rebaudioside A (RebA), atau Steviol Glukosida (SG) dilarutkan dalam air. Kondisi ekstraksi optimum dengan Ste, RebA, atau SG menghasilkan kurkuminoid yang larut dalam air sebesar 11,3, 9,7, atau 6,7 mg/ml. Kurkuminoid yang dilarutkan dalam air menunjukkan stabilitas 80% pada pH 6,0- 10,0 setelah 1 minggu penyimpanan pada suhu 25 °C. Ukuran partikel kurkuminoid yang dibuat dengan Ste, RebA, dan SG masing-masing adalah 110,8, 95,7, dan 32,7 nm.
Sedangkan pada penelitian (Zhang et al., 2011) kelarutan KUR ditingkatkan dengan memanfaatkan sifat kelarutan Rubusoside (Rub). Kelarutan KUR dalam air meningkat secara linier dari 61:g/mL menjadi 2,318 mg/mL dan dengan adanya RUB mulai dari 1%
hingga 10% (b/v). Studi mikroskopi elektron hamburan cahaya dan transmisi dinamis menemukan bahwa Kur dan Rub membentuk kompleks nanopartikel Kur-Rub (∼8 nm) yang mana membentuk nanopartikel dalam air, dan menunjukkan kelarutan dan stabilitas air yang tinggi dalam kondisi fisiologis.
2.4 Erythritol
Erythritol (1,2,3,4-butanetetrol) adalah poliol C4 non-kalori yang dibuat melalui fermentasi yang memiliki kemanisan 60–70% dari sukrosa. Keamanan erythritol telah ditunjukkan secara konsisten dalam penelitian pada hewan dan manusia. Erythritol memiliki toleransi pencernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan semua poliol lainnya karena sekitar 90% dari erythritol yang dicerna mudah diserap dan diekskresikan tidak berubah dalam urin. Erythritol digunakan dalam berbagai aplikasi untuk pemanis dan fungsi lainnya, misalnya, dalam minuman, permen karet dan permen (Boesten et al., 2015).
(a) (b)
Gambar 3. (a) struktur kimia erythritol (Regnat et al., n.d.); (b) 2 prediksi stereoisomer 1,2,3,4-butanetetrol (Boesten et al., 2015)
Erythritol adalah pemanis curah non-kalori yang telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian untuk mengurangi risiko perkembangan karies. Karena eritritol tidak mempengaruhi kadar glukosa atau insulin, eritritol merupakan alternatif yang baik untuk gula pada pasien diabetes serta orang yang membutuhkan atau ingin mengelola kadar gula darah karena pradiabetes atau gangguan metabolisme karbohidrat. Selain itu, pasien diabetes dapat memperoleh manfaat dari efek vaskular eritritol yang dijelaskan di atas.
Diharapkan pada subjek non-diabetes endotelium tidak akan terpengaruh oleh eritritol.
Namun, pada subjek diabetes, di mana endotelium berada di bawah tekanan diabetes, eritritol dapat menggeser berbagai parameter kerusakan dan disfungsi ke sisi yang lebih aman, seperti yang diamati dalam studi in vitro, ex vivo dan in vivo. Oleh karena itu, eritritol dapat dianggap sebagai senyawa yang memiliki efek protektif pada endotel dalam kondisi glukosa tinggi, yang mengarah pada pencegahan atau penundaan timbulnya komplikasi diabetes. Karakteristik erythritol yang memiliki efek kecil pada beberapa target mungkin juga terbukti bermanfaat. Senyawa dengan efek biologis yang kuat kurang cocok untuk suplementasi kronis, seperti yang dibutuhkan pada diabetes. Alternatifnya adalah menggunakan senyawa dengan efek perlindungan ringan seperti eritritol. Oleh karena itu, Erythritol dapat menjadi sangat penting dan dapat dianggap sebagai pengganti gula yang disukai untuk populasi penderita diabetes atau pra-diabetes yang berkembang pesat untuk mengurangi risiko mereka mengembangkan komplikasi diabetes (Boesten et al., 2015).
Eritritol bersifat sangat hidrofilik (den Hartog et al., 2010) sehingga dapat digunakan bersama turunan stevia, untuk meningkatkan rasa manis seperti gula pada umumnya.
Erythritol tidak higroskopis, artinya tidak menarik uap air, yang dapat menyebabkan untuk mengeringkan produk, khususnya makanan yang dipanggang, jika bahan higroskopis lainnya tidak digunakan dalam formulasi (Awuchi, 2017).
2.5 Dispersi padat
Sistem dispersi padat dengan pembawa polimer HPMC dapat sebagai alternatif menarik untuk meningkatkan laju disolusi (Zaini et al., 2017). Secara umum sistem dispersi padat merupakan, dispersi senyawa aktif farmasi dalam bentuk molekular, fase amorf atau partikel halus dalam pembawa inert yang berada dalam keadaan padat. Polimer hidrofilik lazim digunakan sebagai pembawa dalam sistem dispersi padat antara lain; PVP K-30, PEG 3000 dan 6000 serta polimer turunan selulosa (HPC dan HPMC) (Chiou & Riegelman, 1971) (Serajuddln, 1999).
Kelarutan dan laju disolusi senyawa obat padat akan mempengaruhi proses absorbsi dalam medium saluran cerna dan pada akhirnya akan menyebabkan ketersediaan hayati molekul obat dalam sirkulasi sistemik akan menurun. Beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi diantaranya dengan modifikasi sifat padatan senyawa obat padat dengan teknik sistem dispersi padat. Dispersi Padat mengacu pada campuran yang terdiri dari setidaknya dua komponen: senyawa bioaktif dan pembawa hidrofilik. Dalam sistem ini, Bahan aktif kimia terdispersi dalam matriks pembawa hidrofilik dalam keadaan padat (Mai et al., 2020). Pada sistem disperse padat fase kristalin obat akan dirubah menjadi fase amorf atau amorf sebagian. Fase amorf suatu senyawa padat merupakan bentuk yang kaya energi (high energetic forms), yang memiliki kelarutan dan laju disolusi yang lebih tinggi dari fase kristalinnya (Fitriani et al., 2016) (Chiou &
Riegelman, 1971). Pada fase amorf, molekul-molekul senyawa obat tersusun secara acak dalam kisi kisi kristalin, dan ikatan kisi-kisi kristal lemah. Oleh karenanya, fase amorf memiliki kelarutan dan laju disolusi yang lebih tinggi dibandingkan fase kristalin (Leuner
& Dressman, 2000).
Pada penelitian (Mai et al., 2020) dibuat dispersi padat KUR dengan senyawa hidrofilik siklodekstrin yang mana jika dibandingkan kristal KUR kelarutan dispersi lebih tinggi 299, 180, dan 489 kali lipat, sesuai dengan campuran homogenasi, campuran pengeringan beku, dan penguapan campuran. Laju disolusi KUR meningkat secara signifika seiring dengan peningkatan jumlah Hydroxypropyl-β-Cyclodextrin di Dispersi padat.
Pada penelitian (Teixeira et al., 2016) Kelarutan dan laju disolusi kurkumin dalam larutan HCl atau buffer fosfat masing-masing meningkat hingga 3600 dan 7,3 kali lipat. Uji stabilitas dipercepat menunjukkan bahwa dispersi padat stabil selama 9 bulan. Studi farmakokinetik menunjukkan peningkatan 5,5 kali lipat kurkumin dalam plasma darah tikus bila dibandingkan dengan kurkumin yang tidak diproses. Akhirnya, dispersi padat yang diusulkan di sini adalah cara yang menjanjikan untuk meningkatkan ketersediaan
hayati kurkumin pada perspektif farmasi industri, karena persiapannya menggunakan pengeringan semprot, yang merupakan teknik peningkatan skala yang mudah.
Desain dan formulasi sistem dispersi padat secara signifikan meningkatkan laju disolusi dan kelarutan (Serajuddln, 1999) (El-Badry, 2011) (Jung et al., 1999). Mekanisme yang terlibat dalam peningkatan laju disolusi senyawa obat yang sukar larut air dari sistem disperse padat adalah melalui pengurangan ukuran partikel senyawa aktif obat, penurunan derajat kristalinitas (pembentukan fase amorf dan amorf sebagian) dan peningkatan daya keterbasahan senyawa obat yang bersifat hidrofobik (Chiou & Riegelman, 1971) (Serajuddln, 1999) (Leuner & Dressman, 2000).
Pada penelitian (Deshkar & Satpute, 2020) Dispersi padat ditemukan meningkatkan kelarutan Kurkumin secara signifikan. Pelet dispersi padat kurkumin yang dioptimalkan berbentuk bulat dengan distribusi ukuran yang sempit dan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam pelarutan KUR. Formulasinya stabil dan prosesnya mudah sebagaimana dikonfirmasi dari hasil validasi.