UNIVERSITAS INDONESIA
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN YANG TERINTEGRASI
DI APRON BANDAR UDARA
TESIS
ANAK AGUNG GEDE RAI, ST 0906579696
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK
Juni 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
INTEGRATED SAFETY MANAGEMENT SYSTEM ON APRON OF AIRPORT
THESIS
ANAK AGUNG GEDE RAI, ST 0906579696
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK
Juni 2011
Nama ANAK AGUNG GEDE RAI, ST Program Studi : TEKNIK SIPIL
Judul : SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN YANG
TERINTEGRASI DI APRON BANDAR UDARA Keselamatan di apron Bandar udara menjadi semakin penting, disebabkan oleh semakin meningkatnya volume aktifitas penerbangan. Manajemen keselamatan di apron Bandar udara menjadi lebih kompleks karena melibatkan berbagai perusahaan, banyak kendaraan, manusia dan aktifitas lainnya. Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) yang diperkenalkan oleh ICAO sejak 2006, sampai saat ini penerapannya belum terwujud dan tidak terintegrasi di apron. Penelitian ini bertujuan untuk membangun SMK yang terintegrasi di apron Bandar udara sehingga keselamatan penerbangan dapat ditingkatkan.
Tahapan metode penelitian ini adalah studi literatur, identifikasi awal, investigasi mendalam, analisis, dan kesimpulan dan saran.
Hasil dari penelitian ini adalah rekomendasi teknis terhadap penerapan SMK pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di apron Bandar udara, rekomendasi organisasi keselamatan, dan pemodelan SMK yang terintegrasi di apron Bandar udara.
Kata kunci:
Sistem Manajemen Keselamatan, integrasi, apron bandar udara
Name : ANAK AGUNG GEDE RAI, ST Study Program : CIVIL ENGINEERING
Title : INTEGRATED SAFETY MANAGEMENT
SYSTEM ON APRON OF AIRPORT
Safety on apron of an airport has been increasingly important, because of the increase of aviation activity. Safety management on apron of an airport is more complex because of its involving many companies, people, vehicles and other activities. Safety Management System (SMS) was introduced by ICAO in 2006, but until today the implementation is not completed and not integrated on apron.
This research objective is to build an integrated SMS on apron of an airport to increase aviation safety.
There are five stages in this research method, that are literature study, initial identification, in-depth investigation, analysis, and conclusions.
The result of this research are technical recommendation for SMS implementation in each company that operating in apron, recommendation for safety organization, and a model of integrated SMS in apron.
Key words:
Safety Management Sytem, integrated, apron of an airport.
UNIVERSITAS INDONESIA
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN YANG TERINTEGRASI
DI APRON BANDAR UDARA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
ANAK AGUNG GEDE RAI, ST 0906579696
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL KEKHUSUSAN TRANSPORTASI
DEPOK Juni 2011
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Master Teknik Jurusan Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Tri Tjahjono, MSc dan Dra. Fatma Lestari, MSi, PhD, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;
2. Ir. Ellen S. W. Tangkudung, M.Sc, Ir. Heddy R. Agah, M. Eng, Alan Marino, M. Sc, selaku penguji, yang telah menyediakan waktu untuk menguji dalam sidang tesis ini;
3. Pihak Kementrian Perhubungan, Perusahaan A, Perusahaan B, dan Perusahaan D yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;
4. Orang tua dan keluarga saya, terutama istri dan anak-anak saya, yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; dan
5. Sahabat, rekanan, dan investor yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan Bangsa Indonesia.
Depok, 27 Juni 2011
Penulis
Nama ANAK AGUNG GEDE RAI, ST Program Studi : TEKNIK SIPIL
Judul : SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN YANG
TERINTEGRASI DI APRON BANDAR UDARA Keselamatan di apron Bandar udara menjadi semakin penting, disebabkan oleh semakin meningkatnya volume aktifitas penerbangan. Manajemen keselamatan di apron Bandar udara menjadi lebih kompleks karena melibatkan berbagai perusahaan, banyak kendaraan, manusia dan aktifitas lainnya. Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) yang diperkenalkan oleh ICAO sejak 2006, sampai saat ini penerapannya belum terwujud dan tidak terintegrasi di apron. Penelitian ini bertujuan untuk membangun SMK yang terintegrasi di apron Bandar udara sehingga keselamatan penerbangan dapat ditingkatkan.
Tahapan metode penelitian ini adalah studi literatur, identifikasi awal, investigasi mendalam, analisis, dan kesimpulan dan saran.
Hasil dari penelitian ini adalah rekomendasi teknis terhadap penerapan SMK pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di apron Bandar udara, rekomendasi organisasi keselamatan, dan pemodelan SMK yang terintegrasi di apron Bandar udara.
Kata kunci:
Sistem Manajemen Keselamatan, integrasi, apron bandar udara
Name : ANAK AGUNG GEDE RAI, ST Study Program : CIVIL ENGINEERING
Title : INTEGRATED SAFETY MANAGEMENT
SYSTEM ON APRON OF AIRPORT
Safety on apron of an airport has been increasingly important, because of the increase of aviation activity. Safety management on apron of an airport is more complex because of its involving many companies, people, vehicles and other activities. Safety Management System (SMS) was introduced by ICAO in 2006, but until today the implementation is not completed and not integrated on apron.
This research objective is to build an integrated SMS on apron of an airport to increase aviation safety.
There are five stages in this research method, that are literature study, initial identification, in-depth investigation, analysis, and conclusions.
The result of this research are technical recommendation for SMS implementation in each company that operating in apron, recommendation for safety organization, and a model of integrated SMS in apron.
Key words:
Safety Management Sytem, integrated, apron of an airport.
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ……… ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR………... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. v
ABSTRAK .……….... vi
DAFTAR ISI ……… viii
DAFTAR GAMBAR ……… x
DAFTAR TABEL ……… xi
DAFTAR GRAFIK ………. xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
1. PENDAHULUAN ……….. 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Perumusan Masalah ……… 5
1.3 Tujuan Penelitian ……… 5
1.4 Batasan Penelitian ……… 5
1.5 Metode Penelitian ……… 6
1.6 Sistematika Penulisan ………. 6
2. LANDASAN TEORI ……… 8
2.1 Sistem Manajemen Keselamatan ………. 8
2.1.1 Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan 2.1.2 Empat Pilar Manajemen Keselamatan 2.1.3 Budaya Keselamatan 2.1.4 Indikator dan Target Kinerja Keselamatan 2.2 Landasan Hukum SMK di Apron Bandar Udara ……… 21
2.2.1 Undang-Undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan 2.2.2 ICAO Annex 14 Aerodrome 2.2.3 KM 24 Tahun 2009 2.2.4 KM 20 Tahun 2009 2.2.5 KM 8 Tahun 2010 2.2.6 Petunjuk Pelaksana dan Landasan Hukum Lainnya 2.3 Organisasi Operasional di Apron Bandar Udara ………. 29
2.3.1 Operator Bandar Udara, Perusahaan A 2.3.2 Operator Penerbangan, Perusahaan B 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan di Apron ………. 32
2.4.1 Faktor Manusia 2.4.2 Faktor Kendaraan
2.4.3 Faktor Infrastruktur dan Lingkungan
3.3 Investigasi Mendalam …….……… 40
3.3.1 Kuestioner dan Wawancara 3.3.2 Pengamatan 3.3.3 Pemilihan Sampel 4. DATA DAN PENGOLAHAN DATA ………. 47
4.1 Data Identifikasi Awal ….……… 47
4.1.1 Data Skunder 4.1.2 Data Hasil Wawancara 4.1.3 Data Hasil Pengamatan Awal 4.2 Data Investigasi Mendalam……… 48
4.2.1 Data Hasil Kuestioner dan Wawancara 4.2.2 Data Hasil Pengamatan 5. ANALISIS ……… 90
5.1 Analisis Identifikasi Awal ………... 90
5.2 Analisis Data Hasil Kuestioner ……… 90
5.3 Analisis Hasil Pengamatan ………. 94
5.3.1 Faktor-faktor keselamatan 5.3.2 Analisis SHELL 5.4 Analisis Gabungan SMK di Apron ………. 98
5.4 Analisis Resiko ……… 100
5.5 Rekomendasi Integrasi SMK di Apron Bandar Udara ………. 102
5.5.1 Rekomendasi pada Masing-masing Perusahaan 5.5.2 Rekomendasi Organisasi SMK di Apron 5.6 Model SMK yang Terintegrasi di Apron Bandar Udara …………. 106
6. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 111
6.1 Kesimpulan ………. 111
6.2 Saran ……… 111 LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta
Gambar 1.2 Kondisi apron terminal 1A Bandar udara Internasional Soekarno- Hatta
Gambar 2.1 Model penyebab kecelakaan Gambar 2.2 Proses manajemen keselamatan Gambar 2.3 Tahapan manajemen resiko Gambar 2.4. Model SHEL
Gambar 2.5 Struktur organisasi Perusahaan A Terminal 1 Bandar udara internasional Soekarno-Hatta
Gambar 2.6 Struktur organisasi Direktorat SSQ Perusahaan B Gambar 2.7 Organisasi Departemen Keselamatan Perusahaan B Gambar 3.1 Skema tahapan penelitian
Gambar 3.2 Pemodelan SMK di apron Gambar 3.3 Pengumpulan data primer
Gambar 4.1 Suasana kampanye keselamatan Perusahaan B Gambar 4.2 Manajemen Resiko Perusahaan A
Gambar 4.3 Jumlah hasil identifikasi resiko tahun 2009
Gambar 4.4 Kondisi garbarata berungsi baik dengan rambu lengkap, dan porter yang menyeberang tidak pada tempatnya
Gambar 4.5 Rambu yang tidak lengkap, zebra cross yang tersedia akan tetapi tidak memenuhi standar.
Gambar 4.6 Personil BBM yang menggunakan jaket keselamatan Gambar 4.7 Personil yang tidak memakai jaket keselamatan Gambar 4.8 Kendaraan dengan pas apron yang sudah tidak berlaku Gambar 4.9 Pengamatan pada ruang Perusahaan A
Gambar 4.10 Kendaraan operasional AMC Gambar 4.11 Pembagian area apron Terminal 1A Gambar 4.12 Salah satu genangan air di daerah apron
Gambar 4.13 Marka parkir pesawat udara di apron yang tidak jelas
Gambar 4.16 Lingkungan apron yang dimanfaatkan sebagai gudang suku cadang Gambar 4.17 Personil yang sedang berkendara dengan tidak memperhatikan keselamatan
Gambar 4.18 Pengamatan organisai dan komunikasi pada kegiatan operasional Gambar 4.19 Kendaraan porter yang membahayakan keselamatan penumpangnya Gambar 4.20 Porter yang menyeberang tidak pada tempatnya
Gambar 4.21 Komunikasi petugas keamanan saat bertugas
Gambar 4.22 Kendaraan yang dilengkapi rambu peringatan bahaya
Gambar 4.23 Salah satu personil yang menggunakan handphone saat berkendara Gambar 4.24 Pengamatan organisasi dan komunikasi saat pengisian BBM pada pesawat udara.
Gambar 5.1 Hasil pengujian Kruskal-Wallis terhadap hasil kuestioner Gambar 5.2 Model organisasi keselamatan di apron Bandar udara Gambar 5.3 Model SMK yang terintegrasi di apron Bandar udara Gambar 5.4 Pemodelan SMK di apron Bandar Udara besar Gambar 5.5 SMK di apron Bandar udara kecil
Tabel 1.1 Produksi angkutan udara berjadwal domestik tahun 2005 – 2009 Tabel 1.2 Penyebab kecelakaan penerbangan
Tabel 2.1 Penilaian probabilitas kejadian
Tabel 2.2 Penilaian keparahan resiko suatu peristiwa Tabel 2.3 Matriks penilaian resiko
Tabel 2.4 Kriteria penilaian resiko
Tabel 4.1 Temuan baik hasil pengamatan awal
Tabel 4.2 Temuan pelanggaran hasil pengamatan awal
Tabel 4.3 Data hasil kuestioner Sistem Manajemen Keselamatan terhadap Perusahaan A di Terminal 1A Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Tabel 4.4 Kriteria penerapan SMK oleh Perusahaan A berdasarkan hasil kuestioner
Tabel 4.5 Data hasil kuestioner Sistem Manajemen Keselamatan terhadap Perusahaan B di Terminal 1A Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Tabel 4.6 Kriteria penerapan SMK oleh Perusahaan B berdasarkan hasil kuestioner
Tabel 4.7 Data hasil kuestioner Sistem Manajemen Keselamatan terhadap Perusahaan C di Terminal 1A Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Tabel 4.8 Kriteria penerapan SMK oleh Perusahaan C berdasarkan hasil kuestioner
Tabel 4.9 Data hasil kuestioner Sistem Manajemen Keselamatan terhadap Perusahaan D di Terminal 1A Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
Tabel 4.10 Kriteria penerapan SMK oleh Perusahaan D berdasarkan hasil kuestioner
Tabel 4.11 Hasil pengamatan manual, prosedur dan dokumentasi Perusahaan A Tabel 4.12 Catatan temuan hasil pengamatan manual, prosedur, dan dokumentasi Perusahaan A
Tabel 4.13 Hasil pengamatan kendaraan Perusahaan A
Tabel 4.14 Catatan temuan hasil pengamatan kendaraan Perusahaan A
Tabel 4.15 Hasil pengamatan terhadap lingkungan dan infrastruktur Perusahaan A
Tabel 4.17 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap marka dan rambu Perusahaan A
Tabel 4.18 Hasil pengamatan terhadap marka dan rambu Perusahaan A Tabel 4.19 Hasil pengamatan terhadap personil Perusahaan A
Tabel 4.20 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap personil Perusahaan A Tabel 4.21 Hasil pengamatan terhadap organisasi dan komunikasi Perusahaan A Tabel 4.22 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap organisai dan komunikasi Perusahaan A
Tabel 4.23 Hasil pengamatan terhadap manual, prosedur, dan dokumentasi Perusahaan B
Tabel 4.24 Catatan temuan hasil pengamatan manual, prosedur, dan dokumentasi Perusahaan B
Tabel 4.25 Hasil pengamatan terhadap kendaraan Perusahaan B
Tabel 4.26 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap kendaraan Perusahaan B Tabel 4.27 Hasil pengamatan terhadap lingkungan Perusahaan B
Tabel 4.28 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap lingkungan dan infrastruktur Perusahaan B
Tabel 4.29 Hasil pengamatan terhadap personil Perusahaan B
Tabel 4.30 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap personil Perusahaan B Tabel 4.31 hasil pengamatan terhadap organisasi dan komunikasi Perusahaan B Tabel 4.32 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap organisai dan komunikasi Perusahaan B
Tabel 4.33 Hasil pengamatan terhadap manual, prosedur, dan dokumentasi Perusahaan C
Tabel 4.34 Catatan temuan hasil pengamatan manual, prosedur, dan dokumentasi Perusahaan C
Tabel 4.35 Hasil pengamatan terhadap kendaraan Perusahaan C
Tabel 4.36 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap kendaraan Perusahaan C Tabel 4.37 Hasil pengamatan terhadap personil Perusahaan C
Tabel 4.38 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap personil Perusahaan C
Perusahaan C
Tabel 4.41 Hasil pengamatan terhadap manual, prosedur, dan dokumentasi Perusahaan D
Tabel 4.42 Catatan temuan hasil pengamatan manual, prosedur, dan dokumentasi Perusahaan D
Tabel 4.43 Hasil pengamatan terhadap kendaraan Perusahaan D
Tabel 4.44 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap kendaraan Perusahaan D Tabel 4.45 Hasil pengamatan terhadap personil Perusahaan D
Tabel 4.46 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap personil Perusahaan D Tabel 4.47 Tabel hasil pengamatan terhadap organisasi dan komunikasi Perusahaan D
Tabel 4.48 Catatan temuan hasil pengamatan terhadap organisai dan komunikasi Perusahaan D
Tabel 5.1 Pengolahan data hasil kuestioner, skor pencapaian SMK di apron masing-masing tipe perusahaan
Tabel 5.2 Penilaian SMK dari hasil pengamatan Tabel 5.3 Hasil pengamatan berdasarkan SHELL
Tabel 5.4 Contoh manajemen resiko di apron Bandar udara Tabel 5.5 Hasil identifikasi hazard dan penilaian resiko
Grafik 1.1 Perkembangan jumlah armada pesawat terbang Perusahaan B
Grafik 4.1 Sebanyak 82% responden menyatakan penerapan SMK oleh Perusahaan A adalah baik.
Grafik 4.2 Pencapaian penerapan pilar-pilar SMK oleh Perusahaan A Grafik 4.3 Sebanyak 92% responden menyatakan penerapan SMK oleh Perusahaan B adalah baik.
Grafik 4.4 Pencapaian penerapan pilar-pilar SMK oleh Perusahaan B Grafik 4.5 Sebanyak 80% responden menyatakan penerapan SMK oleh Perusahaan C adalah sedang
Grafik 4.6 Pencapaian penerapan pilar-pilar SMK oleh Perusahaan C Grafik 4.7 Sebanyak 63% responden menyatakan penerapan SMK oleh Perusahaan D adalah baik sekali
Grafik 4.8 Pencapaian penerapan pilar-pilar SMK oleh Perusahaan D Grafik 5.1 Penilaian penerapan pilar-pilar SMK hasil kuestioner Grafik 5.2 Penilaian SMK berdasarkan hasil kuestioner
Grafik 5.3 Penilaian SMK hasil pengamatan Grafik 5.4 Hasil pengamatan berdasarkan SHELL
Grafik 5.5 Nilai pemenuhan SMK berdasarkan hasil pengamatan Grafik 5.6 Perbandingan hasil kuestioner dengan hasil pengamatan
Grafik 5.7 Perbandingan penerapan SMK di apron berdasarkan hasil kuestioner dengan pengamatan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data Skunder Lampiran B Kuestioner Lampiran C Pengamatan
Lampiran D Identifikasi Hazard dan Penilaian Resiko
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin meningkatnya industri penerbangan di Indonesia mengakibatkan semakin padatnya jadwal keberangkatan dan kedatangan pesawat udara di bandar udara, baik internasional maupun domestik. Kesibukan di apron bandar udara pun semakin meningkat, dengan berbagai pergerakan pesawat, bagasi, ground handling, beserta dengan personil atau pekerja yang terkait.
Dengan meningkatnya kesibukan ini, resiko terjadinya kecelakaan penerbangan maupun kecelakaan kerja semakin meningkat.
Tabel 1.1 Produksi angkutan udara berjadwal domestik tahun 2005 – 2009 (Sumber : Dirjen Hubud 2009 dalam Yuliana (2010))
No. Deskripsi Unit 2005 2006 2007 2008 2009
1 Keberangkatan
pesawat Num 334.087 339.327 484.128 341.119 390.384 2 Penumpang
diangkut Num 28.813.515 34.015.981 39.162.430 37.405.437 43.798.503 3 Kargo diangkut
Ton 275.480 268.495 288.392 338.236 391.628
Industri penerbangan modern berkembang sangat pesat, semakin beragam dan kompleks. Industri penerbangan sekarang ini tidak hanya meliputi operator penerbangan dengan pesawat udaranya, namun telah meliputi banyak dimensi dan banyak bisnis terkait lainnya, seperti ground handling, katering, penyedia bahan bakar pesawat, dan kebandar-udaraan.
Dengan perubahan ini diperlukan suatu sistem manajemen keselamatan yang dapat mengantisipasi dan menjaga keselamatan operasional penerbangan dan keselamatan kerja di apron suatu bandar udara.
Tabel 1.2 Penyebab kecelakaan penerbangan (Sumber : Boeing dan ICAO hasil pengolahan dalam Sudjono (2010))
No. Penyebab
Boeing
1959-1979 1980-1989 1990-1999 1994-1995 1996-2005
1 Awak pesawat 75,6% 72,5% 67,0% 62,0% 55,0%
2 Pesawat 11,1% 10,8% 11,0% 14,0% 17,0%
3 Perawatan 1,2% 2,5% 7,0% 12,0% 3,0%
4 Cuaca 4,9% 5,0% 6,0% 4,0% 13,0%
5 Bandar udara 3,7% 5,0% 4,0% 4,0% 5,0%
6 Lain-lain 3,5% 4,2% 4,0% 4,0% 7,0%
Menurut penelitian Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, ICAO, dan perusahaan pabrik pesawat udara Boeing dalam Sudjono (2010), bandar udara memberikan kontribusi sekitar 5% dari kecelakaan penerbangan yang terjadi.
Bandar udara internasional Soekarno Hatta, yang terletak di Cengkareng, propinsi Banten, merupakan bandar udara utama dan terbesar di Indonesia.
Letaknya yang sangat dekat dengan ibukota Jakarta membuat bandar udara ini sangat sibuk, baik domestik maupun internasional. Bandar udara internasional Soekarno Hatta memiliki tiga buah terminal, yakni terminal 1, terminal 2, dan terminal 3.
PT. Lion Mentari Airlines, disingkat PT. Lion Air, adalah perusahaan maskapai penerbangan dengan jumlah armada terbanyak dengan perkembangan yang sangat pesat. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, armada pesawat udara Lion Air berkembang dari 34 pesawat pada tahun 2008 menjadi 60 pesawat pada akhir tahun 2010.
Gambar 1.1 Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta (Sumber : www.pap2.co.id)
Grafik 1.1 Perkembangan jumlah armada pesawat terbang PT. Lion Air (Sumber : Dirjen Hubud hasil pengolahan, 2011)
Pada tahun 2006, organisasi penerbangan sipil internasional, ICAO mengeluarkan dokumen tentang Sistem Manajemen Keselamatan (Doc 9859 Safety Management Manual, SMM).
ICAO safety management dalam doc 9859 tersebut mengatur tentang : a. Annex 6 : Pengoperasian Pesawat Udara
b. Annex 6 : Perawatan Pesawat Udara c. Annex 11 : Air Traffic Services d. Annex 11 : Bandar Udara
Apron yang merupakan bagian dari Bandar udara pengelolaan keselamatannya dilaksanakan oleh pengelola Bandar udara, sesuai dengan ICAO SMM. Akan tetapi dengan banyaknya instansi yang melaksanakan kegiatan di apron, seperti :
- Operator penerbangan, termasuk operasi dan perawatan pesawat udara, dan ground handling
- Penyedia bahan bakar minyak, BBM - Pengelola Bandar udara
perlu dibangun suatu Sistem Manajemen Keselamatan, SMK, yang dapat meningkatkan keselamatan bagi semua pengguna apron tersebut.
Gambar 1.2 Kondisi apron terminal 1A Bandar udara Internasional Soekarno-Hatta
(Sumber : www.airliner.net)
Government Accountability Office Amerika Serikat GAO (2007) mengungkapkan usaha untuk meningkatkan keselamatan di apron bandara, dimana keberangkatan dan kedatangan pesawat udara dilayani oleh bagasi, katering, dan personil pengisian bahan bakar, dihambat oleh kurangnya data kecelakaan dan standar untuk ground handling.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah yang dihadapi dalam keselamatan penerbangan di apron dirumuskan dalam penelitian ini yakni :
a. Tidak tersedianya / tidak lengkapnya manual dan prosedur yang diperlukan dalam operasional
b. Ketidaktahuan akan peraturan, manual, dan prosedur yang berlaku c. Ketidakpatuhan akan peraturan, manual, dan prosedur yang
berlaku
d. Rancang bangun apron yang tidak mendukung
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun sistem manajemen keselamatan yang terintegrasi di apron bandar udara yang dapat meningkatkan keselamatan di apron.
1.4 Batasan Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di apron terminal 1A Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta (Soekarno Hatta Internasional Airport, SHIA), Cengkareng.
Batasan penelitian ini adalah :
1. Lingkungan dan infrastruktur : apron terminal 1A Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta.
2. Kendaraan : ground support equipment, bus penumpang, kendaraan operasional, tangga pesawat, katering, dan kendaraan BBM.
3. Manusia : pekerja meliputi mekanik, petugas ramp, load master, porter, marshaller, operator ground support equipment (GSE), supir bus penumpang.
4. SMK yang dibangun adalah dalam keadaan operasi normal.
5. Perusahaan yang diteliti meliputi : a. Operator Bandar udara,
b. Opertor penerbangan c. Operator penyedia BBM d. Sub Kontraktor.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan studi literatur dan survei.
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari teori-teori tentang faktor manusia, keselamatan penerbangan, dan SMK, yang berhubungan dengan penelitian ini, melalui sumber-sumber buku, jurnal, dan artikel.
Survei dilakukan pada operasional perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan di apron terminal 1A bandar udara Soekarno-Hatta Cengkareng.
Survei yang dilakukan untuk memperoleh :
a. Tingkat penerapan SMK di apron Bandar udara ditinjau dari pilar- pilar SMK, meliputi : kebijakan, manajemen resiko, jaminan keselamatan, dan promosi keselamatan.
b. Tingkat penerapan SMK di apron Bandar udara ditinjau dari faktor-faktor keselamatan, yakni : kendaraan, lingkungan dan infrastruktur, personil, dan organisasi.
Survei ini dilakukan dengan pengamatan langsung, kuisioner, dan wawancara.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : - BAB 1 Pendahuluan
Dalam bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan
- BAB 2 Landasan Teori
Bab ini membahas tentang dasar-dasar teori yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Dasar-dasar teori ini diperoleh dari studi literatur dari berbagai sumber.
- BAB 3 Metode Penelitian
Bab ini membahas tentang metode penelitian yang digunakan, prosedur penelitian dan prosen penelitian yang dilaksanakan.
- BAB 4 Data
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
- BAB 5 Analisis
Bab ini membahas tentang analisis yang dilakukan terhadap hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
- BAB 6 Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari penelitian yang telah dilaksanakan.
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Manajemen Keselamatan
Sistem Manajemen Keselamatan di dunia penerbangan dikemukakan oleh ICAO sejak tahun 2006.
2.1.1 Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan
Pengertian keselamatan sangatlah luas dan dapat dilihat dari berbagai perspektif. Untuk pengertian lebih standard ICAO (2006) memberikan pengertian keselamatan adalah suatu keadaan dimana resiko dari terlukanya seseorang atau kerusakan harta benda berkurang untuk dipertahankan di dalam atau dibawah suatu tingkat yang dapat diterima, melalui suatu proses berkelanjutan dari identifikasi masalah dan manajemen resiko.
Gambar 2.1 Model penyebab kecelakaan (Sumber : ICAO,2006)
Sedangkan Sistem Manajemen Keselamatan, SMK, menurut ICAO, 2006, adalah suatu pendekatan sistematik untuk mengelola keselamatan, termasuk struktur organisasi yang diperlukan, akuntabilitas, kebijakan dan prosedur.
Selanjutnya, FAA (2006) mengungkapkan untuk mempermudah pengertian terhadap konsep SMK, secara sederhana dapat dilakukan dengan menjabarkan tiga kata penyusunnya, yakni Sistem, Manajemen, dan Keselamatan.
Keselamatan merupakan kebutuhan yang didasari dengan manajemen resiko. Manajemen dilakukan dengan penjaminan keselamatan menggunakan teknik manajemen kualitas. Sistem, dilakukan dengan fokus terhadap pendekatan sistem.
ICAO (2006) memberikan konsep bahwa manajemen keselamatan dibuat berdasarkan bukti, di dalamnya memerlukan analisis data untuk mengidentifikasi hazard. Menggunakan teknik penilaian resiko, prioritas diterakan untuk mengurangi akibat potensial dari hazard tersebut. Strategi untuk mengurangi atau menghilangkan hazard tersebut kemudian dibangun dan diterapkan dengan dibuat secara jelas dan akuntabilitas.
Situasi ini dinilai kembali secara berkelanjutan, dan pengukuran tambahan diterapkan jika diperlukan.
Marshall (2010) menyatakan bahwa Quality Management System (QMS) memiliki banyak kesamaan dengan SMK. QMS mengintegrasikan kebijakan, proses dan prosedur diperlukan untuk mengatur struktur, tanggung jawab, prosedur , proses dan manajemen sumber daya untuk penerapan garis principal dan aksi dibutuhkan dalam meraih tujuan kwalitas suatu organisasi. SMK berbagi struktur ini, namun fokusnya lebih ke tujuan keselamatan dibandingkan dengan hal tentang kwalitas produk.
Proses manajemen keselamatan secara konsep memiliki-langkah-langkah yang membentuk lingkaran yang berkelanjutan seperti pada gambar 2.2.
Langkah-langkah dalam proses manajemen keselamatan dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
a. Pengumpulan data.
Langkah pertama dalam proses manajemen keselamatan adalah akuisisi data keselamatan yang relevan - bukti yang diperlukan untuk menentukan kinerja keselamatan atau untuk mengidentifikasi kondisi laten yang tidak selamat (bahaya keselamatan). Data mungkin berasal dari setiap bagian dari sistem: peralatan yang digunakan, orang yang terlibat dalam operasi, prosedur kerja, peralatan / manusia / prosedur interaksi, dll.
b. Analisis data
Dengan menganalisis semua informasi terkait, bahaya keselamatan dapat diidentifikasi. kondisi tersebut dimana bahaya yang menimbulkan risiko nyata, konsekuensi potensi mereka dan kemungkinan terjadinya dapat ditentukan. Analisis ini dapat berupa kualitatif dan kuantitatif.
c. Prioritas kondisi tidak selamat
Proses penilaian risiko menentukan keseriusan bahaya. Mereka yang memiliki risiko terbesar dipertimbangkan untuk tindakan keselamatan. Hal ini mungkin memerlukan analisis biaya-manfaat.
d. Membangun strategi
Dimulai dengan risiko prioritas tertinggi, beberapa pilihan untuk mengelola risiko dapat dipertimbangkan, misalnya:
1. Menyebarkan risiko sebesar mungkin yang praktis dengan basis pengambil risiko. (Ini adalah dasar asuransi.)
2. Hilangkan resiko seluruhnya (mungkin dengan menghentikan operasi atau praktek tersebut).
3. Menerima risiko dan melanjutkan operasi tidak berubah.
4. Mengurangi resiko dengan menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi risiko atau setidaknya memfasilitasi mengatasi risiko.
e. Persetujuan strategi
Setelah menganalisis risiko dan memutuskan strategi tindakan yang tepat, persetujuan manajemen diperlukan untuk melanjutkan.
Tantangan dalam langkah ini adalah perumusan argumen meyakinkan untuk (mungkin mahal) perubahan.
f. Penugasan tanggung jawab dan penerapan strategi
Menyusul keputusan untuk melanjutkan, yang paling penting adalah implementasi yang harus dikerjakan. Hal ini mencakup penentuan sumber daya alokasi, tugas tanggung jawab, penjadwalan, revisi prosedur operasi, dll
g. Evaluasi kembali terhadap situasi
Pelaksanaan jarang berhasil seperti yang semula dibayangkan.
Umpan balik diperlukan untuk menutup lingkaran. Apa masalah baru mungkin telah ditemukan? Seberapa baik strategi yang disetuhui telah memenuhi harapan pengurangan risiko kinerja? Apa modifikasi sistem atau proses mungkin diperlukan?
h. Pengumpulan data tambahan.
Tergantung pada tahap evaluasi ulang, informasi baru mungkin diperlukan dan siklus penuh menegaskan kembali untuk memperbaiki tindakan keselamatan
Gambar 2.2 Proses manajemen keselamatan (Sumber : ICAO, 2006)
2.1.2 Empat Pilar Sistem Manajemen Keselamatan
Terdapat empat pilar yang menjadi dasar manajemen keselamatan yakni : kebijakan, manajemen resiko keselamatan, jaminan keselamatan, dan promosi keselamatan. Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kebijakan
Semua sistem manajemen harus menetapkan kebijakan, prosedur, dan struktur organisasi untuk mencapai tujuan mereka. Kebijakan ini akan membangun kerangka kerja, meliputi :
1. Keselamatan dan Kualitas
2. Peran, Tanggung Jawab, dan Hubungan 3. Pentingnya Keterlibatan Manajemen Eksekutif 4. Prosedur dan Kontrol.
b.Manajemen resiko keselamatan
Sebuah sistem formal identifikasi bahaya dan manajemen resiko keselamatan. Manajemen resiko keselamatan menetapkan persyaratan untuk manajemen keselamatan. Proses manajemen resiko keselamatan digunakan untuk memeriksa fungsi operasional perusahaan dan lingkungan operasional mereka untuk mengidentifikasi bahaya dan menganalisis reisiko yang terkait.
Secara garis besar manajemen resiko keselamatan ini meliputi : 1. Identifikasi hazard
2. Penilaian Resiko : penilaian probabilitas kejadian 3. Penilaian Resiko : penilaian keparahan resiko kejadian 4. Kriteria Resiko
5. Mitigasi/pengendalian resiko
Identifikasi hazard adalah identifikasi, pencatatan setiap kondisi, kejadian dan situasi yang dapat menimbulkan suatu kecelakaan.
Penilaian resiko dilakukan dengan memberi penilaian terhadap probabailitas kejadian dan tingkat keparahan suatu resiko.
Probabilitas kejadian dibagi menjadi 5 (lima) tingkat, yakni : 1. Sering
2. Terkadang 3. Jarang 4. Mustahil 5. Sangat mustahil
Selengkapnya, penilaian probabilitas kejadian dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Penilaian probabilitas kejadian (Sumber : Dirjen Hubud)
Keparahan adalah kemungkinan konsekwensi dari suatu bahaya, dimana sebagai patokan adalah situasi terburuk yang mungkin terjadi (Dirjen Hubud, 2007)
Penilaian keparahan suatu peristiwa dibagi ke dalam 5 (lima) tingkat nilai, yakni :
1. Bencana 2. Berbahaya 3. Besar 4. Kecil 5. Diabaikan
Penilaian keparahan suatu peristiwa secara lengkap terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Penilaian keparahan resiko suatu peristiwa (Sumber : Dirjen Hubud)
Selanjutnya penilaian probabilitas resiko dan penilaian keparahan resiko tersebut digabungkan ke dalam matriks penilaian resiko, seperti pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Matriks penilaian resiko (Sumber : Dirjen Hubud)
Kriteria untuk setiap indeks nilei resiko dalam matriks penilaian resiko terlihat pada Tabel 2.4. Kriteria ini dipergunakan untuk menentukan bisa atau tidaknya suatu resiko dapat diterima dan tindakan yang diperlukan untuk mengendalikan resiko tersebut.
Tabel 2.4 Kriteria penilaian resiko (Sumber : Dirjen Hubud)
Mitigasi / pengendalian resiko adalah tindakan untuk menghilangkan potensi bahaya, atau mengurangi probabilitas kejadian atau tingkat resiko.
(Dirjen Hubud, 2007).
Tahapan manajemen resiko terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Tahapan manajemen resiko.
(Sumber : Dirjen Hubud)
c. Jaminan keselamatan
Jaminan keselamatan adalah bagaimana untuk mengelola persyaratan keselamatan. Fungsi jaminan keselamatan menerapkan proses jaminan mutu dan evaluasi internal terhadap proses, memastikan bahwa resiko kontrol, begitu dirancang, sesuai dengan kebutuhan, dan terus menjadi efektif dalam menjaga risiko dalam tingkat yang dapat diterima. Fungsi- fungsi jaminan dan evaluasi juga menyediakan dasar untuk perbaikan terus-menerus.
Jaminan keselamatan meliputi :
1. Hubungan antara manajemen resiko, jaminan keselamatan dan evaluasi internal
2. Peran dari sistem manajemen lain 3. Informasi untuk mengambil keputusan 4. Audit internal
5. Evaluasi internal
6. Integrasi peraturan dan program sukarela 7. Audit eksternal
8. Analisis dan penilaian
9. Aksi perbaikan dan tindak lanjut 10. Memonitor lingkungan
d. Promosi keselamatan
Upaya keselamatan organisasi tidak dapat berhasil dengan mandat atau ketat meskipun pelaksanaan kebijakan mekanistik. Seperti dalam kasus sikap mana orang individu yang bersangkutan, budaya organisasi mengatur nada yang predisposes perilaku organisasi. Suatu budaya organisasi terdiri dari nilai-nilai, keyakinan, misi, tujuan, dan rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh anggota organisasi. Budaya mengisi ruang kosong dalam kebijakan organisasi, prosedur, dan proses dan memberikan rasa tujuan untuk upaya keselamatan. Promosi keselamatan ini mendukung budaya keselamtan.
CAA (2006) mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan SMK di bandar udara, perlu adanya forum komunikasi yang efektif antara bandar udara dan operator. Ini mungkin melibatkan banyak badan yang berbeda untuk Bandar udara besar atau satu komite multi disiplin untuk Bandar udara kecil.
Forum komunikasi ini sebagai contoh adalah Komite Keselamatan Sisi Udara, yakni suatu forum bersama untuk membahas semua aspek keselamatan dari pengoperasian Bandar udara.
Tugas dari komite keselamatan ini adalah :
1. Mengatur sebagai focus dalam kepemilikan bersama atas, dan tanggung jawab akan, keselamatan sisi udara.
2. Membangun kebijakan untuk pengoperasian Bandar udara dengan selamat
3. Mempertimbangkan dan menyelesaikan masalah keselamatan sisi udara
4. Mempromosikan disiplin sisi udara.
2.1.3 Budaya Keselamatan dan Faktor Manusia
Menurut Joe (2008), setiap industri dapat meningkatkan budaya keselamatannya dengan menerapkan prinsip-prinsip system safety. Budaya, secara umum, paling sering diartikan sebagai ” jalan kami melakukan sesuatu di sini”.
ICAO (2006) menyatakan bahwa terdapat suatu kondisi laten yang mempengaruhi tingkat keselamatan di suatu organisasi. Telah banyak kasus dimana kondisi laten adalah akibat langsung dari keputusan yang diambil oleh manajemen suatu organisasi. Sebagai contoh, kondisi laten terbentuk ketika budaya organisasi mendukung melakukan jalan pintas dibandingkan dengan selalui mengikuti prosedur yang disetujui. Juga, jika terdapat penerimaan umum terhadap perilaku ini diantara personil operasi, dan manajemen tidak menyadari atau tidak mengambil tindakan, terdapat kondisi laten di dalam sistem pada tingkat manajemen.
Enam karakteristik yang dapat diturunkan bersama-sama membentuk budaya keselamatan suatu organisasi, Balk (2010) :
- Komitmen - Kejujuran - Informasi - Kewaspadaan - Adaptasi - Sikap
Rankin (2011), teknisi mekanik penerbangan sering kali bekerja lembur dan lewat malam. Hal ini dapat menimbulkan kurangnya tidur yang memadai dan kondisi kelelahan yang dapat berkontribusi kepada kesalahan (misalnya : mekanik lupa mengerjakan sesuatu yang seharusnya dikerjakan).
Teori tentang apel busuk oleh Dekker dalam Parker (2006) dijelaskan sebagai berikut : sistem yang kompleks akan baik, jika tidak terdapat prilaku tidak menentu dari beberapa orang yang tidak dapat dipercaya (apel busuk) didalamnya, kesalahan manusia menyebabkan kecelakaan, mereka tidak diharapkan dan tidak masuk di dalam system.
ICAO (2002) mengungkapkan pemodelan faktor manusia ke dalam model SHEL. Model ini merepresentasikan komponen-komponen human faktor ke dalam kotak-kotak, yakni Liveware (manusia), Hardware (mesin), Software (prosedur, simbologi, dll), dan Environment (situasi dimana komponen L-S-H lain harus berfungsi). Model SHEL seperti Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Model SHEL (Sumber : ICAO, 2002)
2.1.4 Indikator dan Target Kinerja Keselamatan
Seperti dijelaskan sebelumnya, proses manajemen keselamatan adalah lingkaran tertutup. Proses memerlukan umpan balik untuk menyediakan dasar untuk menilai kinerja sistem sehingga diperlukan penyesuaian dapat dilakukan dengan efek yang diinginkan tingkat keselamatan. Hal ini
membutuhkan pemahaman yang jelas tentang bagaimana hasil bisa dievaluasi. Misalnya, apa indikator kuantitatif atau kualitatif akan digunakan untuk menentukan bahwa sistem tersebut bekerja. Setelah memutuskan pada faktor-faktor di mana keberhasilan dapat diukur, manajemen keselamatan memerlukan pengaturan tujuan keselamatan spesifik dan tujuan (sasaran). Terminologi yang digunakan untuk mengukur kinerja keselamatan adalah indikator kinerja keselamatan dan target kinerja keselamatan.
Indikator kinerja keselamatan adalah ukuran (atau metrik) digunakan untuk menyatakan tingkat keselamatan kinerja yang telah dicapai dalam suatu sistem.
Target kinerja keselamatan adalah tingkat yang diperlukan untuk kinerja keselamatan suatu sistem. Target kinerja keselamatan meliputi indikator keselamatan satu atau lebih kinerja, bersama-sama dengan yang diinginkan hasil dinyatakan dalam indikator tersebut.
Dalam rangka untuk menetapkan target kinerja keselamatan, perlu terlebih dahulu memutuskan indikator kinerja keselamatan yang tepat. Indikator kinerja keselamatan umumnya dinyatakan dalam frekuensi terjadinya peristiwa yang mengakibatkan beberapa kerusakan. Indikator kinerja keselamatan yang bisa digunakan misalnya :
a. kecelakaan pesawat per 10 000 pergerakan pesawat b. kecelakaan pesawat fatal per tahun
c. insiden serius per 10 000 pergerakan.
Setelah memutuskan pada indikator keselamatan yang tepat, itu kemudian perlu untuk memutuskan apa merupakan hasil diterima atau tujuan.
Misalnya, ICAO telah menetapkan target kinerja keselamatan global di tujuan dari Rencana Keselamatan Penerbangan Global (GASP). Ini adalah:
a. untuk mengurangi jumlah kecelakaan dan kematian di seluruh dunia terlepas dari volume lalu lintas udara;
b. untuk mencapai penurunan yang signifikan tingkat kecelakaan, terutama di daerah di mana tetap tinggi.
Hasil keselamatan yang diinginkan dapat dinyatakan baik secara absolut atau relatif. Target global dari ICAO adalah contoh dari target relatif.
Target relatif juga bisa memasukkan persentase yang diinginkan pengurangan kecelakaan atau jenis tertentu dari kejadian-kejadian keselamatan dalam jangka waktu yang ditetapkan. Misalnya, target kecelakaan di apron adalah 0,1 kecelakaan untuk 10.000 pergerakan pesawat udara.
2.2 Landasan Hukum
Dalam sub bab ini akan dibahas landasan hukum pelaksanaan SMK di apron Bandar udara yang berlaku di Indonesia, berupa Undang-undang, Peraturan pemerintah, peraturan menteri, aturan internasional, dan aturan penunjang lainnya.
2.2.1 Undang-Undang No.1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Sistem manajemen keselamatan telah diatur dalam Undang-undang No.1 tentang penerbangan. Secara khusus dalam undang-undang tersebut tertertera pada bagian keempat, sistem manajemen keselamatan penyedia jasa penerbangan, yakni pada pasal 314 sampai dengan pasal 317.
Pada pasal 314 (1) disebutkan bahwa setiap jasa penerbangan wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakan secara berkelanjutan system manajemen keselamatan dengan pedoman program keselamatan penerbangan nasional.
Lebih lanjut pada pasal 315 diatur bahwa system manajemen keselamatan penyedia jasa penerbangan paling sedikit memuat :
a. kebijakan dan sasaran keselamatan b. manajemen risiko keselamatan c. jaminan keselamatan
d. promosi keselamatan.
2.2.2 ICAO Annex 14 tentang Bandar Udara
ICAO Annex 14 adalah aturan konvensi penerbangan sipil internasional yang dikeluarkan oleh ICAO. Dalam annex 14 ini dibahas tentang standar internasional dan rekomendasi praktis tentang desain dan pengoperasian Bandar udara.
Dalam ICAO Annex 14 amandement 8 tahun 2006, telah diperkenalkan penerapan SMK di dalam pengoperasian Bandar udara.
2.2.3 Keputusan Menteri Perhubungan, KM 24 Tahun 2009
Pada Sub bagian 139 B KM 24 tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 tentang Bandar Udara ini berisi tentang kewajiban penyelenggara Bandar udara yang memiliki sertifikat Bandar udara.
Hal-hal yang diatur dalam KM 24 tahun 2009 sub bagian 139 B ini yang terkait dengan keselamatan di apron antara lain :
a. Kepatuhan terhadap standard an hal-hal yang sudah ditentukan b. Kompetensi personil Bandar udara
c. Petugas pelapor
d. Pemberitahuan tentang penyimpangan e. Marka Bandar udara
f. Sistem Manajemen Keselamatan Bandar Udara g. Inspeksi kelayakan pelayanan Bandar udara h. Perizinan masuk Bandar udara
Dalam KM 24 tahun 2009 ini mengatur bahwa pelaksanaan Sistem manajemen keselamatan Bandar udara paling lambat tanggal 01 Januari
2010 untuk Bandar udara yang melayani angkutan udara luar negeri, sedangkan tanggal 01 Januari 2011 untuk Bandar udara yang tidak angkutan udara luar negeri.
2.2.4 KM 20 Tahun 2009
Peraturan menteri perhubungan nomor KM 20 tahun 2009 tentang Sistem Manajemen Keselamatan mengatur tentang pelaksanaan SMK oleh penyedia jasa penerbangan.
2.2.5 KM 8 Tahun 2010
Peraturan menteri perhubungan nomor : KM 8 tahun 2010 tentang Program Keselamatan Penerbangan Nasional dibuat sebagai pedoman dan acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan penerbangan nasional.
Selanjutnya program keselamatan penerbangan nasional ini menjadi pedoman dan acuan bagi penyedia jasa penerbangan dalam menyusun SMK penerbangan.
2.2.6 Petunjuk Pelaksana dan Landasan Hukum Lainnya
a. Advisory Circular, AC No 150/5200-37 tentang Pengenalan SMK untuk Operator Bandara
b. AC No. 150/5340-IJ tentang Standar untuk Marka Bandara
c. AC No. 150/5200-18C tentang Inspeksi Mandiri Keselamatan Bandara
d. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SE/09/VII/2010 tentang Pengaturan Posisi Parkir di Bandar Udara Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SE/09/VII/2010 tentang Pengaturan Posisi Parkir di Bandar Udara ini dikeluarkan karena pertimbangan makin banyaknya pengoperasian pesawat jenis baru (Boeing 737-600/700/800/900 dan A318/319/320) yang mempunyai lebar sayap yang lebih lebar
dari pada lebar sayap pesawat yang telah lama beroperasi di Indonesia (Boeing 737-200/300/400/500).
Bandar udara diwajibkan untuk melaksanakan identifikasi dan pencegahan resiko yang diakibatkan perbedaan karkteristik pesawat-pesawat tersebut. Jika diperlukan, meninjau kembali, mengubah posisi parkir pesawat udara. Dan jika terjadi perubahan marka dan / atau posisi parkir pesawat, Bandar udara wajib memberitahu kepada operator penerbangan.
e. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 tahun 2006 tentang Rambu-rambu Lalu Lintas Jalan dan KM 60 tahun 1993 tentang Marka Jalan.
Beberapa hal terkait rambu-rambu lalu-lintas jalan dan marka jalan : - Marka jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan
jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang lainnya yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu-lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
- Marka untuk penyeberang pejalan kaki dinyatakan dengan:
a. zebra cross yaitu marka berupa garis-garis utuh yang mebujur tersusun melintang jalur lalu-lintas;
b. marka berupa 2 (dua) garis utuh melintang jalur lalu- lintas.
- Batas tepi jalan : Batas tepi jalur lalu-lintas ditandai dengan garis utuh
- Tanda mendekati suatu hambatan : Pada saat mendekati pulau lalu lintas, permukaan jalan harus diberi marka berupa chevron sebagai tanda mendekati hambatan;
- Marka lambang berupa kata-kata dapat digunakan untuk mempertegas pengguaan jalan dengan ketentuan, misalnya kata : “STOP”, “BUS”.
f. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SE/02/IV/2009 tentang Keselamatan Pekerjaan di Bandar Udara.
Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SE/02/IV/2009 tentang Keselamatan Pekerjaan di Bandar Udara ini mengingatkan dan memerintahkan pimpinan Bandar udara untuk menjaga tingkat keselamatan bandara selama adanya pekerjaan di bandara, dan jika diperlukan berkonsultasi dengan Dirjen Perhubungan Udara.
g. KM 85 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Kewajiban Melengkapi dan Menggunakan Sabuk Keselamatan
Keputusan menteri perhubungan Nomor : KM 85 tahun 2002 tentang pemberlakuan kewajiban melengkapi dan menggunakan sabuk keselamatan mewajibkan pengemudi dan penumpang di samping pengemudi untuk mengunakan sabuk keselamatan selama kendaraan bermotor tersebut di operasikan di jalan.
Keputusan menteri ini hanya berlaku di jalan dibawah pengawasan Direktur Jenderal Perhubungan Darat.
h. AC 120-09 Pengenalan SMK untuk Operator Penerbangan
Advisory Circular, AC 120-92 tentang Pengenalan SMK untuk Operator Penerbangan, dikeluarkan dalam Peraturan Direktur jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/03/I/2008 tanggal 21 Januari 2008 bertujuan untuk memperkenalkan konsep sistem manajemen keselamatan (SMK) bagi penyedia layanan penerbangan (contoh : airline, departemen penerbangan perusahaan,
dan sekolah pilot), serta menyediakan tuntunan untuk pembangunan SMK oleh penyedia layanan penerbangan.
i. AC No. 150/5210-20 tentang Operasi Kendaraan di Bandar Udara Advisory Circular, AC No 150/5210 tentang pengoperasian kendaraan di dalam Bandar udara memberikan petunjuk antara lain tentang :
a. Persyaratan operator kendaraan
Operator kendaraan yang memiliki akses mengendarai kendaraan di dalam Bandar udara diwajibkan untuk memiliki pemahaman terhadap aturan dan perundangan di Bandar udara, memiliki surat ijin mengemudi (SIM) yang masih berlaku dan ijin khusus mengendarai di sisi udara, serta memiliki kemampuan berbahasa Inggris.
b. Pelatihan
Kurikulum pelatihan bagi operator kendaraan di apron bandara meliputi pelatihan pertama, kemudian pelatihan pemutakhiran (recurrent). Operator bandara diwajibkan menyediakan pengujian terhadap peserta pelatihan tentang informasi yang telah diberikan.
c. Kendaraan di dalam bandar udara
Operator bandara harus menjaga seminimal mungkin aktivitas kendaraan dan pejalan kaki di sisi udara.
Kendaraan pada sisi udara bandara harus dibatasi hanya untuk kendaraan yang diperlukan untuk mendukung pelayanan pesawt udara, kargo, penumpang, keadaan darurat, dan perawatan bandara.
d. Pengendalian terhadap akses kendaraan
Pengendalian terhadap aktifitas kendaraan di sisi udara bandara adalah hal yang paling penting. Aktifitas keluar
masuknya kendaraan di area pergerakan dapat menimbulkan bahaya bagi operator kendaraan maupun pesawat udara itu sendiri.
Metode pengendalian akses kendaraan di sisi udara dapat bervariasi tergantung dari tipe dan lokasi bandara tersebut.
Rencana tata ruang bandara adalah alat yang sangat berguna untuk memenuhinya. Bandara bisa menggunakan berbagai cara sebagai akses kendaraan masuk sisi udara antara lain menggunakan portal, gerbang buka-tutup, gerbang otomatis kendali jarak jauh, dan tambahan petugas keamanan.
e. Persyaratan kendaraan
Bandar udara dapat menyusun sendiri program inspeksi kendaraan untuk menjamin kendaraan dioperasikan dalam keadaan selamat. Beberapa hal yang dapat digunakan sebagai persyaratan kendaraan :
- marka dan identifikasi kendaraan
- plakad area kendaraan dapat dioperasikan - persyaratan kondisi kendaraan dan inspeksi - asuransi
f. Pengoperasian kendaraan
Beberapa pertimbangan dalam menetapkan prosedur pengoperasian kendaraan di dalam sisi udara Bandar udara adalah :
- persyaratan penggunaan komunikasi radio
- pemberitahuan / ijin sebelumnya untuk pengoperasian kendaraan yang dimiliki operator non-bandara.
- batas kecepatan - larangan dalam :
a. menyalip kendaraan lain dan pesawat udara yang sedang taxi
b. meninggalkan sendiri kendaraan saat mesin menyala
c. mengendara di bawah pesawat udara, kecuali saat melayani
d. mengendara di bawah tangga penumpang.
- area dimana kendaraan akan beroperasi
- persyaratan yang mewajibkan operator kendaraan bertanggung jawab atas penumpang kendaraannya.
j. KM 13 tahun 2010 tentang Batas Kawasan Kebisingan di Sekitar Bandar Udara Internasional Jakarta Soekarno Hatta.
Kawasan kebisingan adalah kawasan tertentu di sekitar Bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat mengganggu lingkungan.
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 13 tahun 2010 ini mengatur tentang batas-batas kawasan kebisingan di sekitar Bandar udara Internasional Soekarno-Hatta. Kawasan kebisingan di sekitar Bandar udara Soekarno-Hatta dibagi menjadi tiga tingkat, yakni kawasan kebisingan tingkat I, tingkat II, dan tingkat III.
k. Surat Edaran No. SE/07/V/2010 tentang Keselamatan Operasional di daerah Pergerakan Bandar Udara
Dalam surat edaran No. SE/07/V/2010 tertanggal 20 Mei 2010, tentang Keselamatan Operasional di daerah Pergerakan Bandar Udara ini, Dirktur Jenderal Perhubungan Udara memberikan petunjuk tentang upaya mencegah kejadian landas pacu dan menjaga keselamatan operasional di daerah pergerakan Bandar udara.
Beberapa hal dalam surat edaran tersebut yang terkait dengan keselamatan di apron Bandar Udara adalah :
a. Mewajibkan operator Bandar Udara sebagai penyedia jasa kebandarudaraan untuk menjamin keselamatan operasional di daerah pergerakan
b. Operator Bandar Udara memastikan signal, marka, dan penerangan terpelihara dan dapat terlihat jelas, mencukupi, dan tidak menimbulkan keraguan dalam semua kondisi operasional.
c. Operator bandara mengadakan pelatihan komunikasi dan penilaiannya untuk pengenudi maupun personel yang bekerja di sekitar landas pacu.
d. Operator bandara mengadakan pelatihan bersama, tukar menukar informasi, dan pengenalan bandara kepada pengguna / stakeholder, guna meningkatkan pemahaman dan kerjasama terhadap kondisi dan operasi Bandar udara.
e. Operator bandara meningkatkan pengawasan dan pengamanan terhadap akses ke dalam daerah pergerakan untuk mencegah masuknya orang-orang yang tidak berhak, kendaraan, peralatan, binatang, atau sesuatu yang lain yang dapat membahayakan keselamatan operasi pesawat udara ke dalam daerah pergerakan.
2.3 Organisasi Operasional di Apron Bandar Udara
Organisasi operasional di apron Bandar udara terminal 1 A melibatkan tiga perusahaan penanngung jawab yakni : PT. Angkasa Pura II, PT. Lion Air, dan PT. Pertamina.
2.3.1 Operator Bandar Udara, PT. Angkasa Pura II
Manajemen organisasi operator Bandar udara internasional Soekarno Hatta dibagi menjadi tiga sesuai dengan terminal yang tersedia, yakni Terminal 1, Terminal 2, dan Terminal 3.
Terminal 1 yang menjadi objek penelitian ini dipimpin oleh seorang general manager. Secara lengkap struktur organisasinya terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.5 Struktur organisasi PT. Angkasa Pura II Terminal 1 Bandar udara internasional Soekarno-Hatta
(Sumber : PT. Angkasa Pura II, 2011)
2.3.2 Operator Penerbangan, PT. Lion Air
Departemen Keselamatan PT. Lion Air berada dibawah Direktur SSQ (Safety, Security, and Quality). Departemen Keselamatan penerbangan dikepalai oleh seorang manajer, aviation savety manager. Struktur organisasi direktorat SSQ dan departemen keselamatan penerbangan terlihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Struktur organisasi Direktorat SSQ PT. Lion Air (Sumber : PT. Lion Air)
Gambar 2.7 Organisasi Departemen Keselamatan PT. Lion Air (Sumber : PT. Lion Air, 2011)
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan di Apron
CAA (2006) mengungkapkan beberapa hazard yang umum di bandar udara adalah :
- Kendaraan menabrak pesawat dan/atau orang - Hazard pada penumpang di apron
- Pergerakan pesawat
- Mesin pesawat yang menyala - Benda jatuh
- Pengoperasian garbarata - Kebisingan
- Peralatan kerja
- Barang berhazard dan barang berbahaya - Penerangan
- Kelistrikan
Keselamatan di apron dipengaruhi berbagai faktor, yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor : manual dan prosedur, kendaraan, lingkungan dan infrastruktur, manusia dan organisasi.
2.4.1 Faktor Manusia
Manusia yang beraktifitas di apron bandar udara dibagi dalam dua klasifikasi, yakni pekerja dan pelanggan atau penumpang. Pekerja pada umumnya telah memiliki pengetahuan tentang keselamatan di apron, yang diberikan dan merupakan tanggung jawab dari perusahaan tempatnya bekerja. Sedangkan pelanggan atau penumpang sangatlah bervariasi tentang pengetahuan keselamatan di apron. Saat ini semua orang dapat terbang, dari segala latar belakang pendidikan, daerah, dan budaya.
2.4.2 Faktor Kendaraan
Di apron sangat banyak kendaraan yang beroperasi untuk membantu melayani pesawat udara ketika berada di darat dan penumpangnya.
Kendaraan-kendaraan ini disebut Ground Suport Equipment (GSE).
Menurut Suharto dan Eko (2009), GSE diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan kemampuan geraknya ataupun kemampuan kerjanya secara mekanikal maupun elektrikal, yakni motorized GSE dan non motorized GSE.
Motorized GSE adalah peralatan pembantu di darat yang sistem geraknya menggunakan motor dan elektrikal. Kendaraan-kendaraan yang termasuk motorized GSE (Suharto dan Eko, 2009) adalah apron bus (APB), Air Conditionong Unit (AUT), Aircraft Towing Tractor (ATT), Baggage Towing Tractor (BTT), Belt Conveyor Loader (BCL), Cargo Transporter Loader (CTL), Ground Power Unit (GPU), Grount Turbine Compressor (GTC), High Lift Loader (HLL), Main Deck Loader (MDL), Passenger Boarding Stairs (PBS), Lavatory Service Truck (LST), Water Service Truck (WST), Cabin Cleaning Truck (CCT), Catering Truck (CTR), Tow Bar Less (TBL).
Sedangkan non motorized GSE adalah peralatan pembantu di darat yang sitem geraknya secara mekanik, tidak menggunakan motor maupun elektrikal. Peralatan-peralatan yang termasuk non motorized GSE (Suharto dan Eko, 2009) adalah Aircraft Wheel Chock (ACK), Aircraft Tow Bar (ATB), Aircraft Jack (AJK), Cart (BCT), Container Dollies (CDL), Container Rack (CRK), Hand Pallet (HPL), Lavatory Service Cart (LSC), Long Pallet Dollies (LPL), Manual Passenger Stairs (MPS), Pallet Dolly (PDL), Pallet Rack (PRK), Tail Stand Jack (TSJ).
2.4.3 Faktor Infrastruktur dan Lingkungan
Faktor infrastruktur dan lingkungan yang mempengaruhi keselamatan di apron antara lain :
- Kondisi apron
Kondisi apron meliputi kemiringan apron, kebrsihan apron, kondisi aspal.
- Marka dan rambu
Marka apron meliputi marka jalan, marka penunjuk parkir pesawat, dan zebra cross. Rambu berupa penanda parkir, batas kecepatan, batas ketinggian garbarata, dan rambu peringatan dan petunjuk lain.
- Penggunaan garbarata maupun tangga
Ada dan tidaknya garbarta mempengaruhi lingkungan kerja di apron Bandar udara.
- Cuaca
Cuaca di apron sangat mempengaruhi keselamatan bekerja di apron. Cuaca ini berupa hujan, panas dan angin.
- Penerangan
Penerangan yang cukup sangat dibutuhkan untuk menjaga keselamatan, terutama pada malam hari.
- Kebisingan
Kebisingan merupakan salah satu akibat dari kegiatan operasional di apron. Hal yang paling utama penyebab kebisingan di apron adalah bunyi yang ditimbulkan mesin pesawat udara.
FAA/OSHA (2000), menyatakan bahwa pesawat modern sekarang ini telah didesain untuk mengurangi tingkat kebisingannya. Aturan tentang batas kebisingan pesawat udara hanya diterapkan untuk pengaruhnya terhadap lingkungan luar saat pesawat lepas landas dan mendarat. Sedangkan untuk pengaruhnya bagi petugas lapangan di apron, batas kebisingan masih belum diatur dan data yang dimiliki tidak mencukupi.
Hazard kebisingan yang dapat membahayakan petugas di darat adalah kebisingan pada bagian tengah badan pesawat dekat mesin, dan di ekor pesawat di dekat Auxiliary Power Unit (APU), mesin pembangkit yang terletak di bagian belakang pesawat yang tetap menyala saat pesawat udara di darat.
Kebisingan dapat merusak pendengaran (Microair Avionics, 2003). Dalam jangka panjang, kebisingan +85dB akan merusak pendengaran. Dalam jangka panjang, kebisingan juga dapat menurunkan kemampuan konsentrasi melakukan pekerjaan, dan meningkatkan kelelahan.
Untuk menghindari akibat buruk dari kebisingan pesawat udara, para pekerja di darat yang bekerja di dekat area bising menggunakan alat penutup telinga.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan mengambil tempat di apron terminal 1A Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Bandar Udara Internasional Soekarno- Hatta dipilih menjadi lokasi penelitian mengingat bandara tersebut adalah bandara nomor satu terbesar di Indonesia, dengan fasilitas yang terlengkap.
Penelitian ini dimulai pada bulan September 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011.
Sistem Manajemen Keselamatan di apron bandar udara yang dibangun dalam penelitian ini meliputi empat pilar sistem manajemen keselamatan, yakni :
a. Kebijakan
b. Manajemen Resiko c. Jaminan Keselamatan d. Promosi Keselamatan
Hal-hal yang diteliti meliputi kondisi pelaksanaan keselamatan di apron bandar udara yang telah dilaksanakan, dan kemudian melakukan rekayasa dengan penerapan SMK di apron bandar udara.
Obyek penelitian ini meliputi faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan di apron, yakni :
a. Manual, prosedur, dan dokumentasi b. Kendaraan
c. Lingkungan dan infrastruktur d. Marka dan rambu
e. Manusia
f. Organisasi dan komunikasi
Perusahaan-perusahaan yang diteliti adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan operasional penerbangan maupun pendukungnya di Terminal 1A, yakni :
a. Perusahan operator bandar udara.
b. Perusahaan operator penerbangan
c. Operator penyedia bahan bakar minyak bagi pesawat udara.
d. Perusahaan C, merupakan perusahaan yang menerima kontrak kerja dari operator penerbangan, termasuk juga kontrak perorangan, dan outsourcing.
Penyebutan nama perusahaan dan nama perorangan dalam laporan tesis ini disamarkan untuk menjaga kerahasiaan data-data perusahaan yang hanya dipergunakan untuk tujuan penelitian. Penyebutan ini tidak mengurangi hasil penelitian. Untuk selanjutnya disebut sebagai Perusahaan A, Perusahaan B, Perusahaan C, dan Perusahaan D.
3.1 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahap, yakni : 1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh dasar dari penelitian ini, membangun pengertian-pengertian, dan strategi penelitian yang akan dilakukan. Studi literatur ini disajikan dalam dasar teori di Bab 2 sebelumnya.
2. Identifikasi awal
Identifikasi awal dilakukan untuk memperoleh gambaran awal tentang SMK yang telah diterapkan, dan identifikasi hal-hal penting yang akan dihadapi dalam proses penelitian selanjutnya.
Identifikasi awal ini diperoleh dengan : a. Data skunder
b. Wawancara terhadap manajer masing-masing perusahaan c. Diskusi dengan personil di lapangan
d. Pengamatan lapangan
3. Investigasi mendalam
Investigasi lebih dalam dilakukan untuk menindak lanjuti temuan awal, dilakukan dengan penelitian terhadap unsur-unsur SMK dan faktor- faktor keselamatan pada masing-masing perusahaan terkait.
Investigasi lebih dalam ini dilakukan dengan pengumpulan data primer dengan :
a. Kuestioner yang disebar kepada pihak manajer dan personil pada masing-masing perusahaan.
b. Wawancara terhadap personil yang dianggap perlu untuk melakukan konfirmasi terhadap kuestioner yang telah dijawab.
c. Pengamatan langsung lebih detail terhadap pelaksanaan SMK di apron.
4. Analisis
Analisis dilakukan terhadap hasil kuestioner dan hasil pengamatan langsung, berupa tingkat penerapan SMK di apron pada masing-masing perusahaan.
Analisis statistik menggunakan teknik analisis statistik non parametrik Kruskal-Wallis dengan perangkat lunak SPSS 17 terhadap hasil kuestioner dilakukan untuk menguji tingkat tingkat signifikansi perbedaan masing-masing perusahaan.
Analisis identifikasi hazard dan penilaian resiko dilakukan untuk memperoleh tingkat resiko yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan dengan penerapan SMK di apron yang telah dilakukan.
Dari hasil analisis yang dilakukan akan diberikan rekomendasi penerapan SMK pada masing-masing perusahaan, rekomendasi tentang SMK yang terintegrasi di apron, termasuk model SMK di apron.
Gambar 3.1 Skema tahapan penelitian
Pemodelan SMK yang terintegrasi di apron Terminal 1A kemudian dikembangkan pada apron bandara secara umum, baik di seluruh apron Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dan apron bandar udara lainnya.
3.2 Identifikasi Awal
Identifikasi awal ini diperoleh dengan :
a. Data skunder, dipergunakan untuk memperlihatkan kondisi penerapan SMK yang telah diterapkan.
b. Wawancara terhadap manajer masing-masing perusahaan, untuk memperoleh gambaran besar SMK yang telah diterapkan dan hal- hal penting yang akan dihadapi dalam penelitian.
c. Diskusi dengan personil di lapangan, untuk memperoleh hal-hal yang dianggap penting oleh personil lapangan dan akan menjadi masukan dalam isi kuestioner.
d. Pengamatan lapangan, dilakukan di apron Terminal 1A, untuk memperoleh temuan awal secara langsung tentang penerapan SMK di apron.
Data skunder dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh gambaran kondisi saat ini tentang keselamatan di apron bandar udara.
Pengumpulan data skunder dilakukan melalui pengumpulan data dari laporan- laporan, internet, dan sumber data yang dikeluarkan instansi terkait.
3.3 Investigasi Mendalam
Investigasi mendalam dilakukan dengan pengumpulan data primer dengan metode survei, yakni dengan kuestionaer dan wawancara, serta pengamatan.
Data yang dikumpulkan adalah data-data yang terkait dengan empat pilar pembentuk SMK, dan SMK yang diterapkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan, terlihat pada gambar 3.2.
Gambar 3.3 Pengumpulan data primer