• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Kitosan Kitosan (poli(2-amino-2-deoksi-β-(1,4)-dglukopiranosa) Gambar 1 Struktur kimia kitosan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Kitosan Kitosan (poli(2-amino-2-deoksi-β-(1,4)-dglukopiranosa) Gambar 1 Struktur kimia kitosan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

susuran elektron (SEM) serta mengamati pengaruh sonikasi terhadap perubahan viskositas yang berpengaruh terhadap bobot molekular kitosan tersebut.

Hipotesa

Sonikasi dapat memutuskan rantai polimer sehingga dapat digunakan untuk memodifikasi bobot molekul kitosan yang diperkirakan dapat memecah ukuran polimer kitosan.

Sonikasi juga menghasilkan perubahan struktur kristal sementara struktur kimia kitosan tidak berubah.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofisika dan Material Fisika IPB. Waktu yang diperlukan untuk penelitian ini adalah 10 bulan meliputi kegiatan penelitian pendahuluan, persiapan, pembuatan dan karakterisasi sampel serta penyusunan laporan. Penelitian ini dimulai Februari 2008 sampai Maret 2009.

TINJAUAN PUSTAKA

Kitosan

Kitosan (poli(2-amino-2-deoksi-β-(1,4)-D- glukopiranosa) adalah poliaminosakarida yang diperoleh dari penghilangan gugus asetil (deasetilasi) kitin (poli(2-asetamido-2-deoksi- β-(1,4)-D-glukopiranosa), yang diekstraksi dari serbuk cangkang crustaceae seperti udang dan kepiting. Kitosan (C6H11NO4)n dengan rotasi spesifik [α]D11

-3o hingga -10o (pada konsentrasi asam asetat 2%) adalah padatan amorf, merupakan satu dari sedikit polimer alami yang berbentuk polielektrolit kationik dalam larutan asam organik (Jamaluddin, 2004). Kata ‘Kitosan’ menunjukkan pada sejumlah besar polimer, dengan N-deasetilasi (40 - 98%) dan bobot molekuler yang berbeda-beda (50000 - 20000000 Dalton).

Kedua karakteristik ini sangat penting bagi sifat fisikokimianya dan mungkin memiliki efek utama pada sifat-sifat biologis. Garam kitosan larut dalam air; kelarutan bergantung pada derajat deasetilasi dan pH larutan.

Kebutuhan farmasi akan kitosan adalah:

ukuran partikel < 30 µm, densitas antara 1,35 dan 1,40 g/cm3, pH 6,5 - 7,5, tidak larut dalam air, dan larut sebagian dalam asam (Hejazi dan Amiji, 2003 dalam Tarirai et al., 2005). Karakteristik fisikokimia kitosan seperti fleksibilitas rantai dalam larutan, sifat reologi, ukuran kristal dan kristalinitas kitosan

bergantung pada faktor intrinsik seperti derajat deasetilasi, distribusi grup asetil, bobot molekular, dan distribusinya (Jin Li et al., 2008). Karakteristik fisikokimia kitosan dapat dilihat pada Tabel 1.

Derajat deasetilasi merupakan salah satu sifat kimia yang penting, yang dapat mempengaruhi kegunaannya dalam berbagai aplikasi. Derajat deasetilasi menyatakan banyaknya gugus amino bebas dalam polisakarida. Kitosan merupakan kitin dengan derajat deasetilasi lebih dari 70%. Deasetilasi adalah proses pengubahan gugus asetil (- NHCOCH3) dari rantai molekular kitin menjadi gugus amina lengkap (-NH2) pada kitosan dengan penambahan NaOH konsentrasi tinggi. Reaksi deasetilasi kitin pada dasarnya adalah suatu reaksi hidrolisis amida dari α-(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-D- glukosa (Kusumaningsih et al., 2004).

Kemampuan kitosan utamanya bergantung pada derajat kimia reaktif yang tinggi gugus aminonya (Khan et al., 2002).

Gambar 1 Struktur kimia kitosan Tabel 1 Spesifikasi kitosan niaga No Parameter Ciri

1 Ukuran partikel Serbuk sampai bubuk

2 Warna Putih kelabu

3 Kelarutan 97% dalam 1%

asam asetat 4 Kadar abu (%)  2,0 5 Kadar air (%)  10,0 6 Warna larutan Tak berwarna 7 N-deasetilasi (%)  70,0

8 Ph 6,5 – 8,0

9 Viskositas (cPs)

- rendah  200

- medium 200 – 799 - tinggi 800 – 2000 - sangat tinggi  2000 10 Titik leleh Tak ada data Polisorbat 80 (Tween®80)

Polisorbat 80 (Tween80) memiliki sinonim seperti: Crillet 4, Crillet 50, Montanox 80, Polyoxyethyene 20 oleate, (Z)-sorbitan mono- 9-octadecenoate, Tween 80. Nama kimiawi Tween 80 adalah polyoxyethyene 20-sorbitan

(2)

42 monooleate dengan rumus formula C64H124O26 dan bobot molekul 1310 g/mol.

Struktur Tween80 terlihat pada Gambar 2 dibawah ini, dengan w + x +y + z = 20 pada Tween 80, dan R adalah gugus asam lemak.

Tween 80 merupakan sabun nonionik dan pengemulsi yang diperoleh dari polyoxilated sorbitol dan asam oleat (Tarirai et al., 2005).

Tween 80 berwujud cairan kental berwarna kuning yang larut dalam air (Tabel 2). Grup hidrofilik senyawa ini adalah poliester yang juga diketahui sebagai grup polioksietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida (Anonim).

Gambar 2 Struktur kimia Tween80 Tabel 2 Spesifikasi Tween80 No Parameter Ciri 1 Rumus Molekular C64H124O26

2 Massa molar 1310 g/mol

3 Warna Cairan kental

berwarna amber 4 Kerapatan 1,06 – 1,09 g/

mL, cairan minyak 5 Titik leleh Tidak ada data 6 Kelarutan Sangat larut

dalam air, larut dalam ethanol 7 Viskositas 300 – 500

centistokes (@ 25o)

Tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi (1-15% konsentrasi); agen pelarut (1-10% konsentrasi); agen wetting, dispensing/suspending (0,1-3% konsentrasi) dan sebagai surfaktan non-ionik (Tarirai et al., 2005). Polisorbat memiliki karakteristik bau dan hangat, serta sedikit berasa pahit. Tween 80 merupakan cairan kuning berminyak pada 25 °C, larut dalam air dan etanol, tapi tidak larut dalam minyak sayuran dan mineral.

(Tabel 2).

Ultrasonik

Ultrasonik merupakan vibrasi suara dengan frekuensi melebihi batas pendengaran

manusia, yaitu diatas 20 KHz. Gelombang suara ultrasonik dapat didengar dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh pendengaran beberapa jenis binatang, seperti anjing, kelelawar dan lumba-lumba (Tipler, 1998).

Batas atas rentang ultrasonik mencapai 5 MHz untuk gas dan mencapai 500 MHz untuk cairan dan padatan. Penggunaan ultrasonik berdasarkan rentangnya yang luas ini dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama termasuk suara beramplitudo rendah (frekuensi lebih tinggi) dan berkaitan dengan efek fisik medium pada gelombang dan biasanya disebut

“gelombang energi rendah” atau “ultrasonik frekuensi tinggi”. Biasanya, gelombang amplitudo rendah digunakan dalam tujuan analisis untuk mengukur kecepatan dan koefisien absorpsi gelombang dalam medium pada rentang 2 sampai 10 MHz. Yang kedua adalah gelombang energi tinggi (frekuensi rendah), yang dikenal dengan “ultrasonik energi tinggi” dan terletak antara 20 – 100 KHz. Jenis kedua ini digunakan untuk pembersihan, pembentukan plastik, dan yang terbaru adalah untuk sonokimia (Mason et al., 2002).

Beberapa aspek penting dari sonokimia adalah aplikasinya dalam pembuatan dan modifikasi bahan-bahan organik maupun nonorganik. Ultrasonik intensitas tinggi dapat menginduksi konsekuensi fisika dan kimia yang cukup luas. Efek fisika dari ultrasonik intensitas tinggi salah satunya adalah emulsifikasi. Pada sistem polimer termasuk dispersi bahan pengisi dan bahan lainnya kedalam polimer dasar (contohnya pada formulasi cat), enkapsulasi partikel inorganik dengan polimer, modifikasi ukuran partikel pada serbuk polimer, hingga pembentukan dan pemotongan termoplastik (Suslick et al., 1999).

Sedangkan efek kimianya, gelombang ultrasonik tidak secara langsung berinteraksi dengan molekul-molekul untuk menginduksi suatu perubahan kimiawi. Ini karena panjang gelombang ultrasonik yang terlalu panjang jika dibandingkan dengan panjang gelombang molekul-molekul. Interaksi gelombang ultrasonik dengan molekul-molekul terjadi melalui media perantara berupa cairan.

Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik (lewat tranduser) diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi akustik (Wardiyati et al., 2004), yang menyebabkan terjadinya temperatur dan tekanan lokal ekstrem dalam cairan dimana reaksi terjadi.

(3)

Gambar 3 Range frekuensi suara Sonokimia

Pada cairan yang diiradiasi ultrasonik intensitas tinggi, kavitasi akustik (pembentukan, pertumbuhan dan ledakan gelembung) menghasilkan mekanisme utama untuk efek sonokimia. Selama kavitasi, ledakan gelembung menghasilkan pemanasan lokal yang kuat, tekanan tinggi, dan waktu hidup yang sangat singkat; peralihan ini melokalisir hot-spot yang menggerakkan reaksi kimia berenergi tinggi. Hot spot ini memiliki temperatur ~ 5000oC, tekanan sekitar 1000 atm, dan laju pemanasan dan pendinginan diatas 1010 K/s (Suslick et al., 1999) dan arus pancaran cairan yang besar sekitar 400 km/jam (Suslick, 1994).

Gelembung kavitasi terbentuk selama siklus regangan gelombang saat cairan kacau untuk membentuk ruang kosong yang kecil yang akan pecah selama siklus rapatan.

Gelombang suara biasanya diaplikasikan pada medium cairan menggunakan ultrasonic bath atau ultrasonic horn. Medan listrik bolak-balik (sekitar 20 - 50 KHz) menghasilkan vibrasi mekanis pada tranduser yang menyebabkan probe bervibrasi pada frekuensi medan listrik yang digunakan.

Molekul-molekul cairan dibawah pengaruh medan akustik yang digunakan akan bervibrasi pada posisi seimbangnya dan tekanan akustik (Pa = PA sin 2π ft) akan tumpang tindih dengan tekanan lingkungan (biasanya tekanan hidrostatik, Ph). Selama perambatan gelombang suara dalam medium intensitas gelombang semakin menurun seiring makin besarnya jarak dari sumber radiasi dengan persamaan

I = Io exp (-2αd) (1) dimana α adalah koefisien atenuasi. Koefisien atenuasi (absorpsi) ini ada dua, yang pertama yaitu koefisien absorpsi dalam cairan akibat kehilangan gesekan dimana interaksi viskos yang ada menurunkan energi akustik menjadi panas yang ditulis:

αs = (8 ηs π2 f2 ) / (3 ρ c3) (2)

dan koefisien absorpsi dalam medium cairan akibat konduksi termal dimana daerah tekanan tinggi memiliki temperatur diatas rata-rata sementara temperatur dari tekanan rendah akan dibawah rata-rata yang ditulis:

αth = 2 π2 K (γ-1) f2 / (ρ γ Cv c3) (3) dimana ηs = viskositas medium, f = frekuensi gelombang, ρ = massa jenis medium, c = cepat rambat bunyi dalam medium (Mason et al., 2002).

Sonikasi pada cairan memiliki berbagai parameter, seperti frekuensi, tekanan, temperatur, viskositas, dan konsentrasi (Hielscher, 2005) dan aplikasinya pada polimer berpengaruh terhadap degradasi polimer tersebut. Frekuensi ultrasonik naik akan mengakibatkan produksi dan intensitas gelembung kavitasi dalam cairan menurun.

Dengan frekuensi amat tinggi, siklus regangan-rapatan menjadi sangat pendek sehingga waktu yang dibutuhkan oleh siklus regangan terlalu sempit untuk memungkinkan gelembung kavitasi tumbuh hingga ukuran yang cukup untuk menimbulkan disrupsi cairan. Konstanta laju degradasi tidak bergantung pada frekuensi yang lebih kurang dari 500 kHz. Jika viskositas cairan dinaikkan, hal ini akan menaikkan gaya kohesif alami dalam cairan yang berarti naiknya ambang kavitasi (kavitasi semakin sulit) sehingga diperlukan tekanan negatif pada siklus regangan untuk mengatasi gaya tersebut.

Naiknya viskositas juga berarti penurunan temperatur dan kenaikan tegangan permukaan (σ) serta turunnya tekanan uap pelarut (Pv) sehingga intensitas suara harus ditingkatkan agar gelembung kavitasi bisa teramati (Mason et al., 2002).

Gambar 4

Viskositas (η)

Viskositas adalah kemampuan fluida menahan geseran atau tergeser terhadap lapisan-lapisannya. Besaran gaya diperlukan untuk menimbulkan kecepatan tertentu yang

Pendengaran manusia

Energi Ultrasound Konvensional Cakupan untuk sonokimia Ultrasound diagnosa

Kavitasi akustik pada medium cairan

(4)

berhubungan dengan viskositas suatu fluida.

Pada fluida yang berbeda, makin viskos fluida tersebut maka makin besar gaya yang diperlukan. Pada zat cair, viskositas disebabkan oleh gaya kohesi antar molekul.

Sedangkan pada gas, viskositas disebabkan tumbukan antar molekul (Giancoli, 1996).

Fluida yang berbeda mempunyai viskositas yang berbeda pula. Viskositas fluida dipengaruhi oleh temperatur, yaitu viskositas cairan menurun dengan adanya kenaikan temperatur sementara pada gas kenaikan temperatur mengakibatkan kenaikan viskositas juga (Munson et al., 2006).

Tingkat kekentalan suatu fluida yang dinyatakan sebagai koefisien viskositas bisa dicari dengan prinsip bola jatuh (Gambar 4).

Kecepatan terminal dicapai ketika resultan gaya nol, yaitu resultan dari gaya berat bola, gaya hambat fluida dan gaya apung. ρb dan ρf

berturut-turut merupakan kerapatan dari bola dan fluida. Kecepatan didapat sebagai berikut:

 

) 4 3 (

6 4 3

4 0

3

3 g rv r g

r

mg F

F F

b t

f visc buoyancy y



 

maka akan diperoleh

b f

t

g

v r

2

9

2 (5)

atau bisa dinyatakan

b f

vt

k

  (6)

dimana

9 2r2g k 

vt adalah kecepatan terminal. Persamaan diatas bisa digunakan untuk mencari nilai koefisien viskositas fluida jika kecepatan terminalnya diketahui. Atau jika koefisien viskositasnya diketahui maka bisa dicari jari- jari dari bola dengan mengukur kecepatan terminal. Persamaan 6 diatas dapat ditulis kembali sebagai berikut :

x t K

t x K v

K(b c) (b c) (b c)

 

b cairan

cairan air air b cairan cairan b

air air b

cairan air

t t x

t K

x t K

( )

) (

) 7 ) (

(

) (

air air b

cairan cairan b air cairan

t t

Gambar 5

Untuk memahami perilaku aliran fluida, diperlukan persamaan gerak fluida dengan menggunakan alat viskometer. Ada beberapa macam viskometer, seperti Viskometer Bola Jatuh, Viskometer Kapiler, dan Viskometer Rotasional. Dalam penelitian ini digunakan jenis pertama, yaitu viskometer bola jatuh Gilmont tipe 1 dengan bola stainless steel.

Viskositas diukur pada konsentrasi sekitar 0,5 g/100 ml pelarut dengan menetapkan lamanya aliran sejumlah volume larutan melalui pipa yang panjangnya tetap. Lamanya aliran dalam detik dicatat sebagai waktu untuk meniskus lewat antara dua tanda batas pada viskometer (Stevens, 2001).

Jika η0 adalah viskositas pelarut murni, η adalah viskositas larutan yang menggunakan bahan pelarut tersebut, dan c adalah konsentrasi, ada beberapa bentuk viskositas larutan yang umum seperti:

Viskositas relatif

0

 r

Viskositas spesifik 1

0

0 

  r

sp

(8)

Viskositas intrinsik

 

c

sp c

lim0

(9)

Viskositas spesifik merupakan kenaikan fraksi (bagian) dalam viskositas. Ketika konsentrasi bertambah, viskositas pun bertambah (Stevens, 2001). Menormalkan ηsp

terhadap konsentrasi (ηsp /c) menyatakan kapasitas polimer untuk menyebabkan kenaikan viskositas larutan; yaitu pertambahan viskositas per satuan konsentrasi polimer. Ekstrapolasi nilai ηsp /c pada konsentrasi nol diketahui sebagai viskositas intrinsik [η] yang menunjukkan suatu fungsi dari bobot molekular (untuk pasangan polimer-pelarut tertentu) dan pengukuran [η]

dapat digunakan untuk mengukur bobot molekular. Pengukuran bobot molekular polimer menggunakan viskositas intrinsik [η]

dinyatakan dalam bentuk persamaan Mark- Houwink:

Ilustrasi bola jatuh dalam sistem fluida beserta tinjauan gaya- gayanya

(5)

 

KMv (10) dimana Mv adalah bobot molekul rata-rata viskositas; K dan α adalah konstanta, yang nilainya bergantung pada jenis polimer dan pelarut yang dipilih (Stevens, 2001). Untuk kitosan, nilai K dan α diperoleh dari persamaan:

K = 1,64.10-30 x DD14

α = -1,02.10-2 x DD + 1,82 (11) Difraksi Sinar-X (XRD)

Analisis difraksi sinar-X menggunakan emisi sinar-X dihasilkan dari tumbukan antara elektron dan target berupa Cr, Fe, Co, Cu, Mo atau W. Emisi sinar-X didistribusikan secara kontinyu dan spesifik untuk setiap panjang gelombang target. Efek sampingnya, energi kinetik elektron berubah menjadi panas, sehingga kuantitas sinar-X dipengaruhi oleh titik leleh dan konduktivitas termal target.

Analisis sinar-X dapat memberikan informasi mengenai struktur sampel, seperti sistem kristal, parameter kisi, dan orientasinya.

Analisis sinar-X juga berguna untuk mengidentifikasi suatu campuran yang mana merupakan identifikasi fase sampel semi kuantitatif dengan menghitung fraksi volume suatu sampel, rasio fraksi area kristalin terhadap fraksi total area.

Sinar-X ditransmisikan melewati sampel yang akan dikarakterisasi, sehingga sinar-X akan ditransform menjadi beragam jenis energi dan diserap sebagian.

Interaksi sinar-X dengan sampel menciptakan berkas difraksi sekunder sinar-X yang berhubungan dengan jarak interplanar dalam serbuk kristalin berdasarkan persamaan matematis yang disebut Hukum Bragg dibawah ini:

n λ =2 d sin θ (12) n merupakan integer, λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak interplanar yang dihasilkan dari difraksi, θ merupakan sudut difraksi. λ dan d diukur dalam satuan yang sama, biasanya dalam angstroms (Anonim).

Gambar 6 Hukum Bragg

Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR)

FT-IR (Fourier Transform Infrared) merupakan suatu metode spektroskopi IR.

Spektrometer infrared (IR) dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan unsur-unsur penyusunnya.

Pada spektroskopi IR, radiasi IR dilewatkan pada sampel. Sebagian dari radiasi IR diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Jika frekuensi dari suatu vibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi IR yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut. Spektrum yang dihasilkan menggambarkan absorpsi dan transmisi molekular, membentuk suatu sidik jari molekular suatu sampel. Seperti sidik jari, tidak ada dua struktur molekular yang unik yang menghasilkan spektrum inframerah yang sama (Anonim).

Mikroskop Susuran Elektron (SEM) Analisis SEM digunakan untuk mengidentifikasi morfologi permukaan nanopartikel kitosan yang terlihat melalui sebuah gambar.

Gambar yang dihasilkan terbentuk dan ditampilkan dengan menggunakan elektron.

Kolom SEM terdiri dari penembak elektron yang menghasilkan elektron dan lensa elektromagnetik yang terhubung dengan sistem kondenser. Tetapi, lensa-lensa ini dioperasikan sedemikian rupa untuk memproduksi berkas elektron yang amat tajam, yang difokuskan pada permukaan sampel.

Dengan segera spesimen dibombardir dengan elektron pada area yang sangat kecil.

Elektron-elektron ini direfleksikan secara elastik dari sampel atau diabsorpsi oleh sampel dan menghasilkan elektron sekunder dengan energi sangat rendah, bersama-sama dengan sinar-X. Keduanya, elektron sekunder dan sinar-X ini dapat diserap dan menghasilkan emisi sinar tampak. Dan juga menghasilkan arus listrik dalam sampel.

Semua efek tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan suatu gambar. Sejauh ini biasanya pembentukan gambar adalah menggunakan elektron sekunder berenergi rendah (Anonim).

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari sifatnya, DNA mitokondria memiliki sifat yang berbeda dengan DNA inti karena tidak adanya mekanisme perbaikan (repairing system) dan kandungan radikal bebas

Apoptosis memiliki kandungan DNA yang lebih sedikit dibandingkan kandungan DNA pada siklus sel, sehingga sel yang terapoptosis akan membentuk kurva lebih awal diikuti

Beberapa ciri-ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi ini antara lain, waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi

Dengan memberikan dukungan bawaan untuk fitur yang dibutuhkan, Volley terbebas dari penulisan kode boilerplate dan memungkinkan pengguna untuk berkonsentrasi pada logika

Waktu yang dibutuhkan tanah untuk mencapai kembang susut dengan mengubah bentuk dasar dari kepadatan awal dan tebal dari contoh untuk memperoleh hasil tersebut biasanya

Akan tetapi membran dengan kemampuan mengangkut air (water uptake) yang berlebihan akan.. 18 tidak diinginkan karena dapat merubah dimensi membran, menurunkan sifat mekanik, dan

Beberapa ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi upaya tangkap lebih adalah waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi penangkapan

Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempit akan berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya sebagian kecil saja,