• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur kimia siklodekstrin (Astray et al., 2009) Siklodekstrin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur kimia siklodekstrin (Astray et al., 2009) Siklodekstrin"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SIKLODEKSTRIN

Siklodekstrin adalah senyawa oligosakarida siklis yang sekurang-kurangnya mengandung 6 unit D-(+)-glukopiranosa berikatan pada ikatan glikosida α-1,4 dan mempunyai bentuk toroidal, dengan bagian dalam bersifat hidrofobik dan bagian luar bersifat hidrofilik. Siklodekstrin dikenal sebagaiα,βdanγ-siklodekstrin yang masing-masing terdiri dari enam, tujuh dan delapan glukosa dengan dimensi rongga dan kelarutan dalam air yang berbeda (Isadiartuti dan Martodihardjo, 2007). Siklodekstrin diproduksi dari pati yang dikonversi oleh enzim siklodekstrin glikosiltransferase (CGT-ase) pada pH netral (6.0-7.0), Enzim CGT-ase yang digunakan dapat diperoleh dari alam atau terbentuk secara genetik oleh mikroorganisme (Cravotto, 2006). Struktur kimia siklodekstrin terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kimia siklodekstrin (Astray et al., 2009)

Molekul glukosa (monomer) merupakan bagian dasar dari pati. Pati tersusun dari berbagai rantai panjang monomer glukosa yang disebut polisakarida. Polisakarida yang memiliki 2 hingga 10 ikatan glukosa selanjutnya disebut oligosakarida. Siklodekstrin merupakan oligosakarida siklis dengan molekul glukopiranosa yang membentuk ikatan secara melingkar (Weltiver, 2007). Susunan unit glukosa pada molekul siklodekstrin menghasilkan bentuk potongan kerucut yang berlubang dengan permukaan luar yang hidrofilik dan rongga bagian dalam yang hidofobik. Hal tersebut memungkinkan

sikodekstrin untuk membentuk kompleks inklusi dengan berbagai molekul ‘tamu’ yang

hidrofobik (Van der Veen et al., 2000). Skema pembentukan kompleks inklusi terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema pembentukan kompleks inklusi (Hu et al., 2005) Monomer

hidrofobik Siklodekstrin

air

(2)

Menurut Astray et al. (2009), siklodekstrin dapat dianggap sebagai kapsul kosong dengan ukuran molekul tertentu yang dapat terisi oleh berbagai molekul dalam rongganya.

Hal ini disebut sebagai ‘kompleks inklusi’ yang ditandai dengan adanya dua atau lebih

molekul. Salah satu molekulnya merupakan ‘tuan rumah’ mencakup molekul ‘tamu’ secara

keseluruhan atau sebagian dengan adanya gaya fisik. Ilustrasi pembentukan kompleks inklusi molekul‘tamu’pada siklodekstrin terlihat pada Gambar 3. Kompleks inklusi dapat terjadi akibat:

1. Substitusi dari energi yang tidak menyokong interaksi polar-non polar (antara air yang terkandung dan rongga siklodekstrin pada satu sisi, dan diantara air dan tamu di sisi lain) oleh interaksi yang lebih menyokong non polar-non polar (antara tamu dan rongga), dan interaksi polar-polar (antara sebagian besar air dan pelepasan rongga-molekul air).

2. Pembebasan tegangan cincin siklodekstrin

3. Interaksi Van der Waals dan ikatan hidrogen antara tuan rumah dan tamu.

Gambar 3. Ilustrasi pembentukan kompleks inklusi dengan berbagai senyawa (Laga, 2008)

Tabel 1. Sifat siklodekstrin

Sifat Jenis Siklodekstrin

α-CD β-CD γ-CD

Jumlah unit glukosaa) 6 7 8

Bobot Molekul (g/mol)a) 972 1135 1297

Kelarutan dalam air 25oC (%, b/v)a) 14.5 1.85 23.2

Tinggi (nm)b) 0.79 0.79 0.79

Volume rongga (nm3)b) 0.174 0.262 0.427

Sumber:a)Hu et al. (2005) b)Mosinger et al. (2001)

Masing-masing siklodekstrin memiliki sifat dan dimensi yang berbeda. Menurut Isadiartuti dan Martodiharjo (2007). berdasarkan diameter dan kedalaman rongga siklodekstrin, α-siklodekstrin dapat membentuk kompleks dengan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah atau senyawa rantai samping alifatis, β-siklodekstrin

(3)

dapat membentuk kompleks dengan senyawa aromatik atau heterosiklis, danγ-siklodekstrin dapat membentuk kompleks dengan senyawa makromolekul dan steroid. Kemampuan siklodekstrin untuk membentuk kompleks inklusi dengan molekul‘tamu’dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ukuran relatif rongga siklodekstrin terhadap ukuran molekul ‘tamu’ dan interaksi termodinamika yang terjadi antaramolekul ‘tamu’, siklodekstrin, dan pelarut. Sifat masing-masing siklodekstrin terdapat pada Tabel 1. Menurut Astray et al. (2009), kelarutan masing-masing siklodekstrin di dalam air tidak menentu. Diantara α, β, dan γ-siklodekstrin,

β-siklodekstrin memiliki tingkat kelarutan paling rendah. Perbedaan tersebut terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelarutan siklodekstrin dalam air pada berbagai suhu toC Kelarutan (mg siklodekstrin/g air)

α β γ 20 90 16.4 185 25 127 18.8 256 30 165 22.8 320 35 204 28.3 390 40 242 34.9 460 45 285 44.0 585 50 347 52.7 -55 - 60.5 -60 - 74.9 -65 - 101.8 -70 - 120.3 -75 - 148.0 -80 - 196.6

-Sumber: Frömming dan Szejtli (1994)

Perubahan yang menguntungkan bagi molekul ‘tamu’ terjadi setelah terbentuknya

kompleks inklusi bersama siklodekstrin (Martin Del Valle, 2004). Kompleks inklusi yang terbentuk dapat memperbaiki kelarutan, disolusi, stabilitas dan bioavailabilitas molekul

‘tamu’, serta dapat mengurangi penguapan (Bekers et al., 1991). Dengan kemampuan tersebut, siklodekstrin banyak digunakan dalam industri farmasi sebagai bahan stabilisasi vitamin, industri kosmetik untuk stabilitas flavor, serta berbagai kegunaan dalam industri pangan. Dalam industri pangan, siklodekstrin digunakan dalam mengurangi kolesterol pada makanan, melindungi dari degradasi oksidasi, melindungi dari panas dan sinar UV, pembawa flavor, mengurangi rasa pahit, serta mengubah rasa (Cravotto, 2006).

Menurut Astray et al. (2009), siklodekstrin telah direkomendasikan untuk diaplikasikan dalam pengolahan pangan dan sebagai bahan tambahan dalam pangan dengan berbagai macam tujuan. Salah satu tujuannya adalah untuk mengubah atau mengurangi rasa dan aroma yang tidak menyenangkan pada pangan, seperti adanya pembentukan inklusi pada pengurangan bau susu kedelai. Kim (2002) dalam hasil penelitiannya menyatakan

(4)

bahwa penambahan α-siklodekstrin sebanyak 0.5% pada susu kedelai komersial dapat menurunkan konsentrasi zat penyebab bau sebanyak 29%, di samping itu, penambahan 3% α-siklodekstrin dapat menurunkan konsentrasi zat penyebab bau hingga 80%. Untuk itu, semakin tinggi konsentrasi siklodekstrin pada susu kedelai akan memberikan kemampuan yang lebih besar dalam membentuk suatu kompleks dengan kompenen volatil penyebab bau. Dalam penelitian Suratman et al. (2004), penambahan α-siklodekstrin sebanyak 0.5% dapat mengurangi senyawa penyebab rasa langu sebanyak 43.36 hingga 45.02%;

penambahan γ-siklodekstrin sebanyak 0.5% dapat mengurangi senyawa penyebab rasa

langu sebanyak 29.13 hingga 31.80%; serta penambahan kombinasi α dan γ-siklodekstrin (masing-masing 0.25%) mampu mengurangi senyawa penyebab rasa langu sebanyak 33.51 hingga 34.92%. Akan tetapi hasil tersebut tidak didukung oleh hasil uji organoleptik yang nyata terhadap rasa susu kedelai setelah ditambahkan siklodekstrin.

Siklodekstrin membentuk kompleks inklusi dengan berbagai material volatil atau material tidak stabil dalam rongga bagian tengah yang hidrofobik. Mikroenkapsulasi material tersebut dalam siklodekstrin merupakan salah satu cara efektif untuk melindungi flavor dan meningkatkan kestabilannya terhadap oksigen, panas, atau cahaya (Hedges et al.,1995)

2.2 KEDELAI

Tanaman kedelai (Glycine max L. Merr.) berdasarkan klasifikasi botani termasuk famili Leguminoseae, subfamili Papilonaceae, genus Glycine, dan spesies max. Kedelai merupakan daging biji terlindung pada polong buah. Dalam pengertian sehari-harinya, yang dimaksud kedelai adalah butir kedelai yang telah dipisahkan dari polongnya. Berdasarkan umurnya, kedelai dapat dikategorikan atas umur pendek (60-80 hari), umur sedang (90-100 hari), dan umur dalam (110-120 hari), sedangkan menurut jenisnya digolongkan atas kedelai putih/kuning, kedelai hitam, kedelai coklat, dan kedelai hijau (Hubies, 1984).

Di Indonesia ada beragam jenis kedelai yang dikenal dan telah dibudidayakan baik secara tradisional maupun semi-modern. Jenis kedelai yang beragam tersebut dapat dibedakan berdasarkan umur, warna biji, dan tipe batang. Dilihat dari warnanya, biji kedelai dapat dibedakan antara biji yang berwarna putih dan hitam. Kedelai putih atau terkadang berwarna kekuning-kuningan membutuhkan syarat tumbuh lebih spesifik dibandingkan dengan kedelai hitam. Kedelai putih sering dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, terutama di bidang makanan seperti untuk bahan pembuatan tahu, tempe, dan susu kedelai. Sedangkan kedelai hitam yang terkadang berwarna hijau tua digunakan untuk pembuatan kecap atau tauco (Amrin, 1999). Menurut Hubies (1984), kedelai kuning dicirikan dari irisan keping bijinya yang berwarna kuning.

Kedelai yang berasal dari Asia Timur berada pada peringkat yang tinggi diantara tanaman leguminosa di dunia baik dalam kandungan protein maupun dalam kualitas nutrisinya. Kedelai menduduki posisi diantara leguminosa dan bebijian, memiliki protein tinggi (lebih dari 40%) diantara leguminosa lainnya tetapi sedikit lemak (sekitar 18%) diantara bebijian lainnya. Hanya sedikit bebijian yang berasal dari sayuran memiliki daya tarik yang kuat seperti kedelai. Hal tersebut berkenaan dengan berbagai kemungkinan penggunaannya dalam pangan, pakan, dan industri (De, 1971).

Menurut Liu, (1997), diantara berbagai jenis bebijian dan kacang-kacang lainnya kedelai memiliki kandungan protein tertinggi (sekitar 40%); kacang-kacangan lainnya

(5)

mengandung protein antara 20%-30%. Kedelai juga terdiri dari 20% minyak, peringkat kedua tertinggi diantara seluruh kacang-kacangan (kandungan minyak tertinggi terdapat pada kacang tanah, sekitar 48% basis kering. Kandungan minyak tertinggi ketiga adalah kacang panjang, sekitar 5%. Jenis kacang-kacangan lainnya megandung minyak sekitar 1-3.6%). Komposisi kimia kedelai secara keseluruhan terdapat pada Tabel 3. Dilihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein paling murah di dunia. Di Indonesia terdapat berbagai varietas kedelai dengan kadar protein 30.53% hingga 44% dan kadar lemak 7.5% hingga 20.9% (Koswara, 1992).

Tabel 3. Komposisi kimia kedelai kering per 100 g Komposisi Satuan Jumlah Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Posfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Air kkal gram gram gram mg mg mg SI mg gram 331.0 34.9 18.1 34.8 227.0 585.0 8.0 110.0 1.1 7.5 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1972)

Biji kedelai terdiri dari tiga bagian utama, yaitu sekitar 90% berupa keping biji atau kotiledon, 8% berupa kulit biji, dan sekitar 2% bagian embrio atau hipokotil. Dua pertiga bagian kulit biji ini terdiri dari protein dan minyak dan hanya terdapat sedikit pati. Jenis varietas, kesuburan tanah, dan kondisi cuaca mempengaruhi kandungan protein dan minyak dalam biji kedelai (Wolf dan Cowan, 1971). Sedangkan komposisi aktual pada kedelai utuh dan bagian stukturalnya bergantung pada berbagai faktor, antara lain varietas, iklim pertumbuhan, lokasi geografis, dan tekanan lingkungan (Liu, 1997).

Kedelai dapat langsung dikonsumsi maupun dalam bentuk olahannya. Kedelai yang langsung dikonsumsi dipersiapkan dengan perebusan, penyangraian, atau penggorengan sedangkan produk hasil olahan merupakan produk kedelai yang dihasilkan melalui proses pengolahan terlebih dahulu, baik secara tradisional maupun modern dengan atau tanpa fermentasi. Produk olahan dengan fermentasi antara lain, tempe, kecap, keju kedelai, dan sebagainya. Sedangkan produk olahan nonfermentasi adalah tahu, kembang tahu, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, dan lain sebagainya (Koswara, 1992). Kualitas, kadar protein, dan kadar lemak biji kedelai berkolerasi positif dengan kadar protein dan kadar lemak susu kedelai. Kualitas kedelai yang baik dapat dihasilkan dari varietas, cara tanam, panen, dan penyimpanan yang baik pula (Rumin, 1992).

(6)

2.3 SUSU KEDELAI

Susu kedelai pada dasarnya merupakan bahan pangan berwujud cair dari ekstraksi kedelai (Lee, 1986). Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam air. Hasil penggilingan kemudian disaring untuk memperoleh filtrat, yang kemudian dididihkan dan diberikan bumbu untuk meningkatkan rasanya (Koswara, 1992).

Menurut Rumin (1992), perendaman dilakukan untuk melunakan struktur sel, mengurangi energi yang digunakan untuk penggilingan, meningkatkan laju ekstraksi atau pembentukan dispersi padatan, melarutkan oligosakarida (penyebab penumpukan gas pada perut), dan meningkatkan hasil. Kedelai yang telah direndam akan lebih mudah terpisah dengan kulit ari sehingga proses selanjutnya yaitu pemisahan kulit ari dapat dilakukan dengan cara meremas-remas kedelai. Pemisahan kulit ari dilakukan untuk mempermudah proses penyaringan, selain itu adanya kulit ari akan memberikan cita rasa pahit, banyak membawa bakteri, menurunkan stabilitas cairan, dan menimbulkan mouthfeel kurang enak.

Penggunaan air panas pada proses penggilingan ditujukan agar susu kedelai yang dihasilkan lebih homogen, penggilingan dengan air panas menghasilkan koloid yang lebih baik dibandingkan dengan penggilingan dingin (30oC). Penggunaan air panas juga dilakukan untuk menonaktifkan zat antigizi yang terdapat dalam kedelai (Koswara, 1992). Jumlah air yang ditambahkan pada saat penggilingan akan mempengaruhi kadar protein pada susu kedelai yang dihasilkan. Menurut Johnson dan Snyder (1978), semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk menyaring akan semakin sedikit kadar protein yang diperoleh. Kadar protein dalam susu kedelai yang dibuat dengan perbandingan kedelai dan air 1:8, 1:10, dan 1:15 berturut-turut adalah 3.6, 3.2, dan 2.4%.

Sejumlah terobosan dalam teknologi pembuatan susu kedelai telah ditemukan pada akhir tahun 1960-an hingga diproduksi secara komersial. Susu kedelai berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki gizi tinggi, biaya rendah dengan teknologi sederhana, bebas laktosa dan tidak menyebabkan alergi, bebas kolesterol dan sedikit lemak, dapat divariasikan, baik bagi vegetarian dan orang diet, serta termasuk sebagai salah satu alternatif swasembada pangan (Rumin, 1992). Susunan kimia susu kedelai dan susu sapi dapat diperbandingkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia susu kedelai dan susu sapi per 100 g Komposisi Satuan Susu Sapi Susu Kedelai Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Air Kalori g g g mg mg mg SI mg g kkal 3.20 3.50 4.30 143.00 60.00 1.70 130.00 0.03 88.30 61.00 3.50 2.50 5.00 50.00 45.00 0.70 200.00 0.08 87.00 41.00 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1972)

(7)

Menurut Koswara (1992), protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino yang mendekati susunan asam amino susu sapi sehingga sangat baik untuk pengganti susu sapi bagi mereka yang alegri (lactointolerance) atau bagi mereka yang tidak menyukai susu sapi. Selain protein yang tinggi, tidak adanya kandungan pati dalam kedelai mempermudah menjadikannya susu. Dalam susu kedelai, kandungan zat besi, kalsium, karbohidrat, fosfor, vitamin A, vitamin B kompleks dosis tinggi, air, dan lesitin bisa terserap lebih cepat dan bermanfaat bagi tubuh (Amrin, 1999). Kandungan ekstrak protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai, jumlah air yang ditambahkan, jangka waktu dan kondisi penyimpanan, kehalusan gilingan, dan perlakuan panas (Muntaji, 1994).

2.4 RASA LANGU

Salah satu masalah dalam pengolahan kedelai adalah terdapatnya senyawa off-flavor (menimbulkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki) antara lain, penyebab bau dan rasa langu (beany flavor) serta penyebab rasa pahit dan rasa kapur (chalky flavor). Bau dan rasa langu dihasilkan oleh adanya enzim lipoksigenase pada kedelai, sedangakan rasa pahit dan rasa kapur disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa glikosida pada biji kedelai (Koswara, 1992).

Bahan pangan memiliki berbagai jenis enzim dimana sebagian besar menjadi tidak aktif karena adanya proses atau akibat kondisi yang tidak mencukupi untuk bekerja, seperti aktivitas air yang rendah, suhu, dan/atau pH. Beberapa makanan terdiri dari enzim aktif yang dapat menyebabkan off-flavor muncul pada produk pangan. Tiga enzim yang paling sering berhubungan dengan off-flavor pada pangan adalah lipoksigenase, lipase, dan berbagai jenis protease (Reineccius, 1994). Lipoksigenase merupakan enzim yang akan memecah asam-asam lemak (Gardner, 1989). Enzim ini mulai mengoksidasi lipid dari asam lemak. Enzim lipoksigenase banyak terdapat pada jaringan tanaman. Leguminosa (terutama kacang kedelai) mengandung enzim lipoksigenase dalam jumlah besar. Rasa langu (beany flavor) pada kacang kedelai diduga akibat aktivitas lipoksigenase pada kacang dengan terjadinya kerusakan pada jaringan (Rackis et al., 1972). Rasa langu (beany-off flavor) merupakan hambatan utama dalam usaha introduksi makanan asal kedelai. Adanya rasa langu ini dapat menurunkan aseptabilitas makanan asal kedelai. Menurut Wilkens et al. (1967), kelanguan pada kedelai timbul bila terdapat tiga kondisi yaitu adanya air, udara, dan sel kedelai yang pecah. Proses pembuatan susu kedelai yang dilakukan di Asia yang meliputi tahap perendaman kedelai selama satu malam di dalam air, penggilingan dengan air, pemanasan, dan penyaringan memberikan hasil berupa susu kedelai dengan rasa langu. Fenomena ini menimbulkan dugaan bahwa timbulnya rasa langu disebabkan oleh adanya reaksi enzim lipoksigenase yang dapat menghidrolisa asam lemak tidak jenuh menghasilkan senyawa volatil.

Susu kedelai memiliki flavor unik, yaitu “beany”, “green”, “fatty”, atau “grassy

yang diakibatkan oleh enzim lipoksigenase dalam kedelai. Selama biji dihancurkan dan dicampur dengan air, enzim ini memberikan reaksi yang menyebabkan beany flavor (Lee, 1986). Pada saat kedelai dihancurkan, terutama dalam keadaan basah dengan menggunakan air dingin, maka enzim lipoksigenase akan mengoksidasi asam linoleat dan asam linolenat membentuk senyawa karbonil yang volatil (Wolf, 1975).

Senyawa penyebab rasa langu (off-flavor) merupakan senyawa volatil yang termasuk dalam senyawa golongan keton, aldehida, dan alkohol akibat aktivitas enzim lipoksigenase

(8)

yang memecah asam lemak dalam kedelai, yaitu asam linoleat dan asam linolenat (Liu, 1997). Menurut Bourne (1976), jika kedelai digiling pada suhu kamar, maka enzim lipoksigenase akan dikeluarkan dari sel yang pecah, mengoksidasi lemak tidak jenuh membentuk senyawa-senyawa rantai pendek yang volatil. Reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pada beberapa bahan baku, enzim telah terinaktivasi sebelum penyaringan tetapi hal tersebut sering kali diikuti oleh rendahnya kelarutan protein sehingga protein yang dihasilkan sedikit (Leufstedt, 1986). Menurut Gardner (1975), lipoksigenase dibiarkan aktif pada kondisi yang dikehendaki maka reaksi awal yang terjadi ialah pembentukan hidroperoksida. Hidroperoksida selanjutnya akan mengalami sejumlah transformasi enzimatis dan non-enzimatik menghasilkan berbagai jenis senyawa antara lain heksanal, heksanol, 2-heksanal, etil vinil keton, dan 2-pentyl furan dengan karakteristik beany dan grassy odor. Jelaslah bahwa rasa langu merupakan gabungan dari banyak senyawa dan bukan bersumber dari satu atau dua senyawa.

Menurut Bourne (1976), terdapat 80 macam senyawa volatil yang teridentifikasi pada susu kedelai dengan penggilingan menggunakan air pada suhu kamar antara lain pentanal, heksana, tetapi penyebab bau langu utama adalah etil vinil keton. Menurut Lei dan Boatright (2001), telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menginvestigasi komponen volatil pada berbagai produk kedelai. Hasil dari upaya tersebut adalah teridentifikasinya lebih dari 300 komponen, termasuk karbonil alifatik, asam lemak volatil, amina, alkohol, furan, pirazin, piridin, sulfur, dan komponen volatil lainnya.

Beberapa pendekatan lain telah dilakukan untuk mereduksi rasa langu pada susu kedelai, seperti perlakuan enzim, perlakuan panas, penambahan bahan, dan membudidayakan kedelai dengan rasa langu yang rendah. Bagaimanapun, rasa maupun aroma langu terus menghalangi konsumsi terhadap produk olahan kedelai di beberapa balahan dunia. Rasa dan aroma pada susu kedelai sangat kompleks dan sulit untuk didefinisikan, dengan demikian diperlukan pembelajaran secara keseluruhan dengan berbagai analisis dan pendekatan sensori (Suratman et al., 2004). Pendekatan lain untuk menghilangkan rasa langu antara lain dengan inaktifasi enzim pada saat penggilingan, menggunakan kedelai tanpa lemak, atau dapat pula dengan menutupi rasa tersebut dengan pemanis atau flavor (Laswai et al., 2009).

Menurut Suratman et al. (2004), komponen kimia yang berhubungan dengan rasa langu tersebut antara lain etil-finil-keton, haksanol, heksanal, heptanal, 1-penten-3-ol, t-2-heksenal, 2-pentilfuran, 1-pentanol, 2,4-dekadineal, 2,4-nonadineal, 2-nonaenal, 1-okten-3one, dan 1-okten-3-ol. Sedangkan Hsieh et al. (1981) memperlihatkan 2-pentyl furan sebagai hasil oksidasi yang bertanggung jawab atas timbulnya off-flavor.

Beberapa laboratorium telah melaporkan komponen yang dipercaya menyebabkan flavor pada kedelai, tetapi sulit untuk menentukan jenis komponen yang berperan paling penting. Profil flavor pada susu kedelai yang sangat kompleks dan sebagian besar diakibatkan oleh lipoksigenase dan mungkin enzim lainnya pada lipid saat perendaman dan penggilingan basah sebelum pemasakan. Etil vinil keton (green, beany) dan 1-okten-3-ol

Asam linolenat Lipoksigenase etil vinil keton

Asam linoleat (CH3-CH2-C-CH=CH2)

(-OR) ll

(9)

(mushroomy, earthy, musty) dilaporkan memiliki kontribusi secara jelas terhadap flavor susu kedelai. Penelitian yang lebih luas dilakukan terhadap komponen volatil pada susu kedelai susu kedelai, sekitar 80 puncak gas kromatografi ditemukan dengan 41 komponen yang teridentifikasi secara positif dan 13 komponen teridentifikasi secara tentatif dengan kandungan heksanal sekitar 25% (Wolf dan Cowan, 1971).

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia siklodekstrin (Astray et al., 2009)
Tabel 2. Kelarutan siklodekstrin dalam air pada berbagai suhu t o C Kelarutan (mg siklodekstrin/g air)
Tabel 3. Komposisi kimia kedelai kering per 100 g
Tabel 4. Komposisi kimia susu kedelai dan susu sapi per 100 g Komposisi Satuan Susu Sapi Susu Kedelai Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Air Kalori ggg mgmgmgSImgg kkal 3.203.504.30 143.0060.001.70130.000.0388.3061.00 3.502.

Referensi

Dokumen terkait

Data primer adalah data yang diambil langsung dari narasumber yang ada di lapangan dengan tujuan agar penelitian ini bisa mendapatkan hasil yang sebenarnya dari obyek yang

Ya PENANDATANGANAN KONTRAK TENANT GRADUATE LAYANAN PASKA INKUBASI  PENGEMBANGAN SDM  AKSESIBILITAS  AKSELERASI BISNIS IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PASCA INKUBASI

Dari uraian diatas, untuk memudahkan petani dalam proses pengendalian dan memonitor sistem irigasi tanaman yang optimal, dirancanglah sebuah alat pengendali dan

Pada cangkang terdapat garis lingkar yang menunjukkan adanya  pertumbuhan cangkang, umur kerang dan kondisi kerang. Anadara granulosa  juga ada memiliki ciri tubuh tebal dan

Mampu merumuskan solusi untuk masalah rekayasa di bidang sistem mekanika (mechanical system) dan komponen-komponen yang diperlukan dengan.. memperhatikan faktor-faktor

Dalam proses pengenalan teknologi kepada para dalang, telah dilakukan pelatihan yang dimulai dari teori dasar hingga praktek pembuatan langsung. Pelatihan

Suatu sektor dapat dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila laju pertumbuhan sektor yang bersangkutan di tingkat kabupaten lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan

Sama halnya dengan Sign of Morse #2, penulis menggarap karya dengan memberikan penyegaran dalam bahan tekstual komposisi, yaitu pengambilan sandi morse sebagai