BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Timbal
2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Timbal
Timbal sering juga disebut sebagai timah hitam atau plumbum, logam ini disimbolkan dengan Pb. Timbal pada tabel periodik unsur kimia termasuk dalam kelompok logam golongan IV-A. Timbal mempunyai nomor atom (NA) 82 dan berat atom (BA) 207,2 merupakan suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh 327 oC dan titik didih 1.725 oC. Pada suhu 550-600 o
Timbal banyak digunakan pada pabrik baterai, pabrik pembuatan kaca, pabrik kabel listrik, pabrik cat pewarna karet, pewarna tinta, bahan peledak, bahan pembuatan tekstil, reagensia kimia, dan pewarna rambut (Sudarmaji et al., 2006). Timbal digunakan sebagai bahan solder untuk perekat atau pematri barang-barang elektronik. Merupakan salah satu bahan paduan yang mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk menahan sinar-x dan sinar-y, sehingga lempengan timbal banyak dipakai sebagai pelindung bahan radioaktif. Timbal juga ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor dalam bentuk senyawa tetraethyllead (TEL) yang berfungsi sebagai bahan anti letupan (anti knocking) karena sifatnya yang dapat menaikkan angka oktan bahan bakar minyak (bensin). Namun disisi lain ternyata TEL memberikan dampak polusi terhadap lingkungan hidup yaitu mencemari udara. Senyawa timbal yang dihasilkan dari pembakaran pada mesin kendaraan bermotor sangat berbahaya, dan jika masuk ke dalam tubuh manusia C timbal menguap dan membentuk oksigen dalam udara lalu membentuk timbal oksida. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat, mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan logam-logam biasa, kecuali emas dan merkuri, merupakan logam yang lunak sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.
dapat menimbulkan gangguan pada sistem saraf dan sistem peredaran darah (Sugiyarto dan Suyanti, 2010).
2.1.2. Metabolisme Timbal
Timbal adalah logam berat yang dapat menyebabkan keracunan dan terakumulasi dalam tubuh manusia (Gambar 2.1.2). Proses masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui makanan dan minuman, udara, dan penetrasi pada kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak (Palar, 2008). Timbal melalui udara masuk ke saluran pernafasan akan terserap dan berikatan dengan darah paru-paru kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Sekitar 90% timbal yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel darah merah (Palar, 2008). WHO (2009) menetapkan kadar timbal pada darah anak 10 µg/l, dan dewasa 50 µg/l. Timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman, masuk ke saluran pencernaan dan akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh (Naria, 2005).
Gambar 2.1.2 Akumulasi Timbal dalam Tubuh Manusia (Depkes RI, 2001 dalam Naria, 2005)
merah. Adanya senyawa timbal akan mengganggu kerja enzim ini sehingga sintesa sel darah merah menjadi terganggu (Palar, 2008).
Timbal masuk ke dalam tubuh akan didistribusikan ke darah, cairan ekstraseluler, dan beberapa tempat deposit. Tempat deposit timbal berada di jaringan lunak (hati, ginjal, dan saraf) dan jaringan keras (tulang dan gigi). Pada tulang sekitar (60%), hati (25%), ginjal (4%), saraf (3%), dan ke jaringan lainnya (Venugopal, 1978). Hal ini sejalan dengan penelitian Hariono (2005), setelah pemberian timbal peroral pada tikus akan terjadi akumulasi timbal tertinggi pada jaringan lunak terjadi berturut-turut pada ginjal, disusul hati, otak, paru, jantung, otot, dan testis. Kadar timbal tertinggi dalam jaringan keras ditemukan pada tulang rusuk, kepala, paha, dan gigi.
Dampak paparan timbal pada orang dewasa berpengaruh pada tekanan darah tinggi, keguguran, pria yang kurang subur, gagal ginjal, kehilangan keseimbangan, gangguan pendengaran, ketulian, dan rusaknya saraf seperti lambat dalam beraksi. Pada wanita hamil timbal dapat melewati plasenta kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin yang menyebabkan janin dalam
kandungannya ikut terpapar, sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur, dan timbal akan dikeluarkan bersama dengan air susu ibu. Wanita hamil yang terpapar timbal berat badan bayinya rendah, mengalami toksisitas dan bahkan kematian. Adanya timbal yang berlebihan dalam tubuh anak akan mengakibatkan kejadian anemia yang terus menerus, dan akan berdampak pada penurunan intelegensia. Pada anak-anak tingkat penyerapan timbal mencapai 53% dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya, sedangkan dewasa hanya menyerap 10-15%. Anak dapat menyerap tiga kali dosis lebih besar dibandingkan orang dewasa karena memiliki perbandingan permukaan penyerapan dan volume yang lebih besar (Nasution, 2007).
2.1.3. Toksisitas Timbal
singkat (dapat terjadi dalam waktu 2-3 jam), dengan kadar yang relatif besar. Keracunan akut yang disebabkan oleh timbal biasanya terjadi karena kecelakaan misalnya, peledakan atau kebocoran yang tiba-tiba dari uap logam timbal, kerusakan sistem ventilasi di dalam ruangan. Keracunan akut ditandai oleh rasa terbakar pada mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal, dan diikuti dengan diare. Keracunan kronis terjadi karena absorpsi timbal dalam jumlah kecil, tetapi dalam jangka waktu yang lama dan terakumulasi dalam tubuh. Durasi waktu dari permulaan terkontaminasi sampai terjadi gejala atau tanda-tanda keracunan dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun. Gejala keracunan kronis ditandai oleh rasa mual, anemia, sakit di sekitar perut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Keracunan yang disebabkan oleh timbal dapat mempengaruhi organ dan jaringan tubuh. Organ-organ tubuh yang menjadi sasaran dari keracunan timbal adalah sistem peredaran darah, sistem saraf, sistem urinaria, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung (Palar, 2008).
Kadar timbal dalam darah merupakan indikator pemajanan yang sering dipakai dengan pajanan eksternal. Kadar timbal dalam darah merupakan petunjuk
langsung jumlah timbal yang masuk ke dalam tubuh. Dengan demikian untuk mengetahui dan mengukur kadar timbal dalam tubuh manusia dapat dilihat melalui darah, sekret, jaringan lunak, dan tulang (Naria, 2005).
2.1.4. Efek Timbal terhadap Organ Hati
Penggunaan timbal dalam jumlah besar atau penggunaan yang berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif pada organ hati, serta dapat mengakibatkan keracunan. Sekitar 90% timbal masuk ke dalam sirkulasi darah dan 25% terdeposit pada organ hati (Palar, 2008).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk melihat efek yang di timbulkan timbal terhadap organ hati yaitu, penelitian Hariono (2005) pemberian timbal asetat 0,5 g/kgBB/oral/hari pada tikus ditemukan hati dan ginjal tikus secara makroskopis terjadi perubahan warna menjadi pucat, pada pemeriksaan histopatologi hati terlihat adanya degenerasi hidrofik. Penelitian Anggraini (2008) dengan memberikan timbal 100 mg/kgBB/oral/hari pada mencit selama 4 minggu terjadi kerusakan pada organ hati dan ginjal. Syahrizal (2008) juga melaporkan pemberian timbal 20 mg/kgBB selama 7 hari pada mencit terjadi nekrosis pada hepatosit hati. Begitu juga dengan penelitian Gajawat (2006) pemberian timbal 20 mg/kgBB secara intraperitoneal pada mencit menunjukkan kerusakan pada sel-sel hati.
2.2. Yoghurt dan Soyghurt 2.2.1. Yoghurt
Yoghurt merupakan salah satu jenis produk susu fermentasi yang terkenal. Prinsip dasar fermentasi yoghurt adalah inokulasi bakteri kultur starter pada susu yang telah mengalami pemanasan dan pendinginan. Komponen karbohidrat utama pada susu adalah laktosa. Laktosa yang merupakan karbohidrat utama pada susu akan digunakan oleh kultur starter sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Laktosa akan dihidrolisis dengan produk akhir asam piruvat. Selanjutnya asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat oleh enzim laktat dehidrogenase. Selain menghasilkan aroma yang khas, asam laktat juga berperan dalam pembentukan gel yoghurt. Secara sederhana, reaksi perubahan laktosa menjadi asam laktat adalah sebagai berikut (Tamime dan Robinson, 1999):
C12H22O11 + H2O → 4C3H6O Laktosa air asam laktat
Berbagai jenis susu dapat digunakan untuk membuat yoghurt, seperti susu sapi, susu krim, dan susu skim (susu tanpa lemak) dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Yoghurt dibuat melalui proses fermentasi dengan menggunakan campuran bakteri asam laktat Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus yang dapat menguraikan laktosa menjadi asam laktat. Adanya asam laktat inilah yang menyebabkan yoghurt berasa asam (Heller, 2001). S. thermophilus dan L. bulgaricus bekerjasama dalam memfermentasi susu segar untuk mengubahnya menjadi yoghurt. Selama fermentasi hanya kadar laktosa (gula susu) yang berubah banyak, yaitu menurun menjadi sekitar 20% sampai 50% dari jumlah semula. Kadar laktosa turun karena diubah menjadi asam laktat oleh bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus, kedua bakteri ini merupakan spesies mikroba yang esensial dan aktif dalam hubungan simbiotik (Herastuti et al., 1994).
Akumulasi asam laktat menyebabkan penurunan nilai pH atau meningkatkan keasaman susu. Kasein adalah protein utama susu yang terpengaruh dengan perubahan pH atau keasaman. Jika pH susu lebih rendah dari 4.6 kasein
tidak dapat stabil dan terkoagulasi membentuk gel yoghurt (Tamime dan Robinson, 1999). Saat susu difermentasi menjadi yoghurt, terjadi kenaikan kadar vitamin-vitamin sebagai kegiatan bakteri yaitu vitamin A, vitamin B kompleks diantaranya vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6 (piridoksin), asam folat, asam pantotenat, dan biotin. Kadar protein, lemak, dan mineral meski tidak bertambah banyak dari susu, tetapi menjadi lebih bermanfaat bagi tubuh karena lebih mudah diserap. Yoghurt memiliki dua kelebihan dibanding dengan susu segar. Pertama karena selama fermentasi kadar laktosa turun, sehingga yoghurt aman dikonsumsi oleh orang yang lanjut usia atau yang alergi terhadap laktosa/susu (Widodo, 2002). Kedua yoghurt lebih awet dibanding susu segar karena asam laktat pada yoghurt berfungsi sebagai pengawet alami. Dengan dikeluarkannya asam laktat oleh bakteri yoghurt, banyak bakteri lain yang tak tahan asam akan pertumbuhannya. Hal tersebut mengakibatkan yoghurt bisa bertahan dari serangan mikroba pembusuk (Soeharsono, 2010).
konsisten dan tidak ada sineresis. Komposisi bahan baku dan formulasi yang tepat serta proses pengolahan yang benar dibutuhkan untuk menghasilkan yoghurt dengan tekstur dan konsistensi yang baik. Dewasa ini yoghurt telah mengalami perkembangan dalam proses pembuatannya sehingga menghasilkan yoghurt dengan aroma dan citarasa yang semakin baik dan bervariasi. Citarasa khas pada yoghurt disebabkan oleh terbentuknya asam laktat, asam asetat, karbonil, diasetil, dan asetaldehid (Widodo, 2002). Standar Nasional Indonesia untuk yoghurt disajikan pada Tabel 2.2.1.
Tabel 2.2.1. Standar Nasional Indonesia untuk Yoghurt 2981:2009 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan penampakan Cairan kental
semi padat
Bau Normal/khas
Rasa Khas/asam
Konsistensi Homogen
2 Kadar lemak (b/b) % Min 3,0
3 Total padatan susu bukan lemak (b/b)
% Min 8,2
4 Protein (b/b) % Min 2,7
5 Kadar abu (b/b) % Maks 1,0
6 Keasaman (dihitung sebagai laktat) (b/b)
Listeria monocytogenes - Negatif/25g
Sumber: Badan Standardisasi Nasional (BSN)
menyeimbangkan mikroflora usus sehingga bakteri-bakteri yang merugikan dapat ditekan jumlahnya dan sebaliknya usus akan didominasi oleh bakteri yang menguntungkan. Manfaat yoghurt lainnya yaitu, dikenal sebagai minuman sehat anti diare karena dapat mencegah aktivitas dan pertumbuhan berbagai bakteri patogen penyebab gastroenteritis yang dapat menyebabkan diare dan radang usus. Hal ini dikarenakan L. bulgaricus mempunyai aktivitas anti enterotoksin terhadap E. coli. Yoghurt yang mempunyai keasaman 1% dapat menyebabkan bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella sp. dan Coliform tidak aktif, penghambatan tersebut diperkuat oleh adanya produksi senyawa-senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh mikroba yoghurt (Tamime dan Robinson 1999).
Konsumsi yoghurt juga dapat menurunkan kadar kolesterol darah, diduga yoghurt mengandung satu senyawa yang dapat menghambat terjadinya sintesis kolesterol. Konsumsi yoghurt pun berpengaruh baik pada pertumbuhan tulang dan gigi, karena dengan mengkonsumsi yoghurt kemampuan absorpsi kalsium, fosfor dan fluor akan meningkat (Widyaningsih, 1995). Yoghurt menghasilkan zat-zat gizi yang diperlukan oleh hati sehingga berguna untuk mencegah penyakit kanker
(Yusmarini dan Efendi, 2004). Memiliki fungsi sebagai antimikroba dan dapat meningkatkan sistem imunitas atau ketahanan tubuh (Salji, 1991).
2.2.2. Soyghurt
sama yaitu bakteri Streptococcusthermophilus dan Lactobacillus (bulgaricus atau acidophilus).
Proses fermentasi pada soyghurt sedikit mendapat kesulitan. Hal ini karena jenis karbohidrat yang terdapat pada susu kedelai sangat berbeda jauh dengan karbohidrat dari susu sapi. Karbohidrat pada susu kedelai terdiri dari golongan oligosakarida yang tidak dapat digunakan sebagai sumber energi maupun sumber karbon oleh kultur stater. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pembuatan soyghurt, jika susu kedelai langsung diinokulasikan dengan kultur dan diinkubasi selama 4-6 jam pada suhu 40-45 o
Soyghurt yang berbahan dasar susu kedelai dilihat dari segi gizinya, mengandung kadar protein lebih tinggi dari susu sapi (Tabel 2.2.2), karenanya susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi, terutama bagi orang yang alergi susu sapi, yaitu mereka yang tidak punya atau kurang enzim laktase dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak mampu mencerna laktosa dalam susu sapi. Akibatnya, laktosa akan lolos ke dalam usus besar dan akan dicerna oleh jasad renik yang ada di sana. Efeknya orang tersebut akan menderita diare tiap kali minum susu sapi (Santoso, 2009). Susu kedelai mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, dan zat besi. Secara umum susu kedelai
mempunyai kandungan vitamin A, B1, B2, B3,
C, maka tidak akan dihasilkan perubahan pada pH maupun viskositasnya, dengan kata lain tidak terbentuk yoghurt kedelai. Agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, perlu diberi penambahan sumber gula terlebih dahulu ke dalam susu kedelai sebelum diinokulasi. Sumber-sumber gula yang dapat ditambahkan adalah sukrosa (gula pasir), glukosa, fruktosa, atau dengan penambahan susu bubuk skim sebagai sumber laktosa (Herawati dan Wibawa, 2009). Soyghurt dengan penambahan susu skim sebelum fermentasi akan menghasilkan soyghurt dengan total asam dan kekentalan yang sesuai
dengan standar yoghurt. Penambahan susu skim selain dapat meningkatkan kekentalan juga dapat memperbaiki citarasa soyghurt. Penambahan susu skim tersebut selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber laktosa. Laktosa berfungsi sebagai sumber karbon dan energi bagi S. thermophilus dan L. bulgaricus. Protein meningkatkan total padatan susu, sehingga mempengaruhi kekentalan (Helferich dan Westhoff, 1980).
terkandung dalam jumlah cukup banyak ialah vitamin A, D, dan E. Keunggulan lain dari susu kedelai adalah tidak mengandung kolesterol (Koswara, 2006).
Tabel 2.2.2. Perbandingan Komposisi Nutrien Susu Kedelai dan Susu Sapi Jenis nutrisi Satuan Susu kedelai Susu sapi
Kadar air g 88,72 87,99
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI dalam Santoso (2009)
regulasi untuk menghambat pertumbuhan kanker terutama kanker prostat, menurunkan risiko terkena penyakit jantung, diabetes, ginjal, dan osteoporosis (Koswara, 1992). Isoflavon merupakan faktor kunci dalam kedelai sehingga memiliki potensi memerangi penyakit tertentu (Ginting et al., 2009).
Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2-4 mg/kg kedelai. Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama adalah genistin, daidzin, dan glisitin. Bentuk seyawa demikian ini mempunyai aktivitas fisiologis kecil. Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisa sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, daidzein, dan glisitein. Isoflavon kedelai dapat menurunkan risiko penyakit jantung dengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah juga dapat membantu menurunkan osteoporosis (Koswara, 2006). Kandungan senyawa isoflavon dalam susu kedelai juga berpotensi sebagai
anti-inflamasi, anti-kanker, anti-virus, anti-alergi dan anti-kolesterol, serta dapat meningkatkan fungsi kekebalan sel (Vij et al., 2011).
Susu kedelai jika proses pembuatannya kurang baik, maka susu kedelai masih mengandung senyawa anti-gizi dan senyawa penyebab off-flavor (penyimpangan citarasa dan aroma pada produk olahan kedelai). Senyawa anti-gizi yang mempengaruhi mutu olahan kedelai ialah antitripsin dan asam fitat. Sedangkan senyawa off-flavor pada kedelai ialah glukosida, saponin, dan estrogen. Dalam pengolahan, senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan atau diinaktifkan, sehingga akan dihasilkan produk olahan kedelai dengan mutu terbaik dan aman untuk dikonsumsi manusia (Koswara, 1992).
sangat baik untuk kesehatan. Selain itu pada fermentasi susu kedelai terdapat senyawa antikolesterolemia yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu non fermentasi (Vij et al., 2011).
Di Indonesia belakangan ini soyghurt menjadi semakin populer. Produk ini dengan mudah dapat dijumpai di berbagai pasar swalayan, dengan berbagai kemasan, warna, dan citarasanya yang khas. Beberapa jenis produk soyghurt dapat dilihat pada Gambar 2.2.2.
Gambar 2.2.2. Soyghurt (Anonim, 2011)
2.3. Bakteri Asam Laktat (BAL)
Gambar 2.3. Skema Pembentukan Asam Laktat dari Glukosa oleh BAL Homofermentatif dan Heterofermentatif (Fardiaz, 1992)
Bakteri asam laktat homofermentatif mengubah keseluruhan glukosa menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis sedangkan heterofermentatif memfermentasi glukosa menjadi asam laktat melalui jalur fosfoketolase. Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat mengubah 95% dari glukosa menjadi asam laktat, CO2 dan asam-asam volatil lainnya juga dihasilkan tetapi dalam jumlah yang sangat kecil. Beberapa contoh BAL yang bersifat homofermentatif adalah Streptococcus, Pediococcus, dan beberapa spesies Lactobacillus seperti L. bulgaricus, L. lactis, L. acidophilus, L. helveticus. BAL yang tergolong heterofermentatif mengubah glukosa menjadi asam laktat, etanol atau asam asetat, asam format, dan CO2
Homofermentatif
dalam jumlah yang hampir sama. Beberapa contoh BAL heterofermentatif adalah Leuconostoc dan beberapa spesies Lactobacillus, misalnya L. fermentum, L. brevis, L. plantarum, L. rhamnosus, L. buchneri, L. pastorianus, dan L. hirgadii (Axelsson, 2004).
Bakteri asam laktat homofermentatif digunakan dalam pengawetan makanan karena produksi asam laktat dalam jumlah besar serta mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya. Golongan BAL heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan flavor dan komponen aroma, seperti asetaldehid, dan diasetil (Fardiaz, 1992). Jenis BAL yang biasa dipakai sebagai starter pada pembuatan yoghurt dan soyghurt adalah S. thermophilus dan L. bulgaricus (Kusmiati dan Malik, 2002).
Bakteri asam laktat bermanfaat untuk peningkatan kualitas higiene dan keamanan pangan melalui penghambatan secara alami terhadap flora berbahaya yang bersifat patogen. BAL dapat berfungsi sebagai pengawet makanan karena mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH lingkungannya, dan mengekskresikan senyawa yang mampu menghambat mikroorganisme patogen seperti H2O2, diasetil, CO2
Klasifikasi BAL menjadi beberapa genus didasarkan pada perbedaan sifat morfologi dan fisiologi. Secara morfologi BAL termasuk bakteri Gram positif berbentuk batang (basil) dan bulat (kokus) dalam bentuk berpasangan, membentuk rantai atau tetrad, tidak berspora, dan non motil. Secara fisiologi, katalase negatif, tidak mereduksi nitrat, dan mampu memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik selama fermentasi karbohidrat. Klasifikasi terbaru menggolongkan BAL ke dalam 20 genus, namun dari sudut pandang teknologi pangan hanya terdapat 12 genus BAL yang utama, yaitu Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Oenococcus, Weisella, dan Vagococcus (Salminenet al., 2004), namun hanya empat genus diantaranya yang berperan penting dalam fermentasi susu yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus, dan Leuconostoc (Pato, 2003). Perbedaan karakteristik dari ke empat genus bakteri asam laktat dapat dilihat pada Tabel 2.3.
, asetaldehid, asam-asam amino, dan bakteriosin. Pertumbuhan dan metabolisme dari spesies bakteri pada usus tergantung dari substrat yang tersedia, yang umumnya berasal dari makanan yang dikonsumsinya. Wright dan Salminen (1999) menyatakan kelebihan BAL adalah kemampuannya
Tabel 2.3. Karakterisasi Empat Genus Bakteri Asam Laktat (Santoso, 2008)
Karakteristik Genus Bakteri Asam Laktat
Lactobacillus Leuconostoc Pediococcus Streptococcus
Bentuk sel Batang Bulat Bulat Bulat
Tipe fermentasi Homo/Hetero Hetero Homo Homo
Pertumbuhan
Keterangan: (-) Negatif, (+) Positif, (±) Variasi Antara Spesies, Homo= Homofermentatif, Hetero=Heterofermentatif, DAP= Asam Diaminopimelat
2.3.1. Streptococcus thermophilus
Gambar 2.3.1. Streptococcus thermophilus (Kunkel, 2008)
S. thermophilus bersimbiosis secara mutualisme dengan L. bulgaricus, keberadaan ke duanya secara bersamaan di dalam susu dapat menyebabkan pertumbuhan keduanya menjadi lebih cepat (Helferich dan Westhoff, 1980). Komponen yang dihasilkan oleh S. thermophilus berupa asam format dan asam laktat yang dapat menurunkan pH sehingga menstimulir pertumbuhan L. bulgaricus sedangkan L. bulgaricus menghasilkan asam amino seperti valin, histidin, dan glisin yang dibutuhkan oleh S. thermophilus (Tamime dan Robinson, 1999).
2.3.2. Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus dikelompokkan ke dalam kingdom Prokariota, divisi Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacilles, famili Lactobacillaceae, genus Lactobacillus, dan spesies L. bulgaricus (Buchanan dan Gibbons, 1974). L. bulgaricus merupakan bakteri Gram positif, anaerob fakultatif, homofermentatif, berbentuk batang dengan diameter 0,5-0,8 μm panjangnya ± 2-9
μm, tidak berspora, dan bersifat katalase negatif. L. bulgaricus termasuk jenis bakteri termofilik karena hidup secara optimum pada suhu 45 oC, suhu minimum 22 oC, dan suhu maksimum 50-52 o
Gambar 2.3.2. Lactobacillus bulgaricus (Singer, 2008)
Pada pembuatan yoghurt, L. bulgaricus berperan dalam penurunan pH sampai sekitar 4.0. Selain itu, L. bulgaricus juga memberi kontribusi terhadap flavor yoghurt melalui produksi asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil (Winarno et al., 1993). Bakteri L. bulgaricus ini lebih tahan terhadap asam dibanding Streptococcus dan Pediococcus. Oleh karena itu, lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari tahapan fermentasi tipe asam laktat (Tserovska et al., 2000). Lactobacillus merupakan flora normal dalam usus dan vagina manusia, tidak patogen dan toksigenik, dan dapat mempertahankan viabilitas selama
penyimpanan (Macfarlane dan Cummings, 1999). L. bulgaricus di dalam susu lebih bersifat proteolitik yang berkontribusi pada tekstur dan aroma produk susu fermentasi, yaitu dengan membebaskan valin, histidin, dan glisin yang diperlukan oleh S. thermophilus selama pertumbuhannya.
2.3.3. Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik
Pemilihan BAL sebagai probiotik sangat berkaitan dengan sifatnya yang memenuhi kriteria aman untuk dikonsumsi (Generally Recognized As Safe, GRAS), dimana hal ini merupakan syarat utama untuk probiotik (Beasley, 2004) dan kemampuannya untuk menghasilkan zat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme lain. Kedua sifat tersebut, dan beberapa sifat lainnya, menjadi alasan untuk memanfaatkannya sebagai probiotik.
mikroorganisme yang bila dikonsumsi, baik dalam bentuk sel kering maupun produk fermentasi memberikan efek menguntungkan dengan memperbaiki sifat mikroflora indigenous. Salminen et al. (1999) menyatakan bahwa probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya. Menurut Sandholm et al. (1999) probiotik sangat penting bagi tubuh karena menunjukkan peranan fisiologis yang penting dalam menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan sehingga terbentuk suatu ekosistem yang unik, yaitu terjadi interaksi yang kompleks yang bekerja secara sinergis dan antagonistis tergantung dari strain yang terlibat, jumlah, dan aktivitas metaboliknya.
Suatu bakteri dapat dikatakan bakteri probiotik apabila bersifat non patogen, menghasilkan asam dengan cepat, tahan terhadap garam empedu, mampu menempel pada epitel dinding saluran pencernaan, serta mampu memproduksi substansi antimikroba termasuk asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin. Sejumlah peneliti juga mengungkapkan beberapa pengaruh positif bagi kesehatan dari probiotik yaitu: meningkatkan ketahanan terhadap penyakit
infeksi terutama infeksi usus dan diare, menurunkan tekanan darah, menurunkan konsentrasi kolesterol serum darah, mengurangi resiko lactose intolerance, mempengaruhi respon imun, menurunkan resiko terjadinya tumor dan kanker, dan bersifat antimutagenik serta bersifat antikarsinogenik (Kusumawati, 2002).
Efek probiotik dapat dipertahankan jika makanan pembawa mengandung minimal organisme probiotik 106-108 cfu/ml, atau 108-1010 cfu/gr (preparat kering) (Vinderola et al., 2000). Konsumsi minimal per hari dianjurkan oleh Gilliland (1989) adalah 106-109 sel. Konsumsi probiotik sebaiknya teratur karena waktu kolonisasi dari mikroorganisme probiotik bersifat terbatas, ditambah lagi adanya kompetisi dengan mikroorganisme intestinal patogen. Diantara genus dan spesies BAL yang mempunyai potensi untuk digunakan sebagai probiotik dapat dilihat pada Tabel 2.3.3.
Genus Spesies
Lactobacillus L. acidophilus, L. plantarum, L. casei, L. rhamnosus, L. bulgaricus, L. reuteri, L. fermentum, L. brevis, L. cellobiosus, L. lactis
Streptococcus S. lactis, S. cremoris, S. thermophilus, S. intermedius
Leuconostoc L. mesenteroides, L. paramesenteroides, L. lactis, L. carnosum, L. gelidum
Pediococcus P. cerevisiae, P. acidilactici, P. halophilus, P. pentosaceus
Penggunaan BAL sebagai probiotik bermanfaat untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan (Reid, 2001). Beberapa jenis BAL diketahui efektif dalam menghambat pertumbuhan berbagai jenis mikroba patogen seperti S. aureus, E. coli, S. typhimurium, P. aeruginosa, K. pneumonia, dan L. monocytogenes (Beasley, 2004).
bakteriosin dari BAL yang erat hubungannya dengan pangan telah diidentifikasi yaitu nisin, diplococcin, acidophilin, bulgarican, lactacin, dan plantaricin. Diasetil dan asetaldehid berfungsi menambah aroma dan flavor pada susu fermentasi, disamping memberi efek antimikrobial, sedangkan hidrogen peroksida (H2O2) dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen disamping dapat memperpanjang daya simpan susu segar ataupun hasil prosesing susu (Adriani, 2010). Probiotik dari makanan belum banyak dibuktikan bisa melekat dimukosa usus. Untuk mendapatkan manfaat dari probiotik, dilakukan usaha mengkonsumsi secara terus menerus yang salah satunya adalah soyghurt yang mengandung probiotik handal (Adriani, 2010).
2.4. Hati (Hepar)
2.4.1. Morfologi Hati Mencit (Mus musculus L.)
Mencit merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan yang umum digunakan dalam suatu penelitian. Hewan ini paling kecil diantara jenisnya dan memiliki galur mencit yang berwarna putih. Termasuk hewan
pengerat (rodentia) yang dapat dengan cepat berkembang biak dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Pemeliharaan hewan ini pun relatif mudah, walaupun dalam jumlah yang banyak. Pemeliharaannya ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya. Mencit memiliki variasi genetik cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik (Malole dan Pranomo, 1989). Hal-hal tersebut menjadi dasar pemilihan mencit sebagai hewan uji pada penelitian ini. Taksonomi mencit adalah kingdom Animal, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, subfamili Murinae, genus Mus, spesies musculus (Ballenger, 1999).
Gambar 2.4.1. Morfologi Hati Mencit (Mus musculus L.)
(University Animal Care Committee; McGill, 2009)
2.4.2. Morfologi dan Histologi Hati Manusia
Hati merupakan organ intestinal terbesar dengan berat antara 1400-1600 g atau sekitar 2,5% berat badan orang dewasa, terletak di dalam rongga perut dengan permukaan atasnya cembung melekat pada diafragma, sedangkan bagian bawahnya cekung bersentuhan dengan lambung dan duedenum. Hati dibungkus oleh jaringan ikat yang disebut dengan kapsula Glissoni, yang terdiri dari empat lobus yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudatus, dan lobus kuadratus (Gambar 2.4.2a). Lobus kanan merupakan lobus terbesar, organ ini diikat oleh ligamentum falsiform yaitu memisahkan antara lobus kanan dan lobus kiri (Robbins dan Cotran, 2010).
Hati terdiri dari lobulus-lobulus hati, yang terdiri atas triad portal dan vena sentralis (Gambar 2.4.2b). Di dalam lobulus hati ini tersusun secara radier sel hati (hepatosit)yang berbentuk polihedral berdiameter 20-25 mikron, dengan inti bulat di tengah dan kadang dijumpai lebih dari satu inti. Diantara barisan hepatosit terdapat celah yang disebut dengan sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel kupffer dan sel endotel. Sel kupffer merupakan sel retikuloendotel yang mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah (Guyton, 2006).
Gambar 2.4.2b. Struktur Mikroskopis Lobulus Hati Manusia
Sel kupffer adalah sel makrofag yang khas. Fungsi utamanya adalah memetabolisir eritrosit tua, hemoglobin hasil pencernaan, dan mensekresi protein yang berhubungan dengan proses imunologis (Junqueira et al., 1998). Sel endotel yang membatasi sinusoid mempunyai pori yang besar. Diantara sel endotel dan
hepatosit terdapat celah sempit yang dinamakan celah disse (ruang perisinusoidal). Karena pori yang besar pada endotel, akibatnya cairan darah dengan mudah mengalir dan menapis melalui dinding endotel dan berkontak langsung dengan permukaan hepatosit, sehingga memungkinkan pertukaran makro molekul dengan mudah dari lumen sinusoid ke sel hati dan sebaliknya. Di dalam ruang disse terdapat fibril, sel ito (stellata), sel pit, dan cairan yang dikeluarkan ke dalam limfe (Junqueira et al., 1998).
Sudut-sudut pertemuan antara lobulus-lobulus hati disebut dengan segitiga Kiernan (triad portal/daerah portal) yang terdiri dari vena porta, arteri hepatika,
Lobulus hati
Daerah portal
Vena sentralis Arteri hepatika
Duktus biliaris Vena porta
dan duktus biliaris. Hati memiliki 3-6 daerah portal perlobulus. Dikenal beberapa bentuk lobulus pada hati yaitu, lobulus klasik, lobulus porta, dan asinus hati. Rappaport (1954) mengemukakan asinus hati sebagai unit struktural dan fungsional dari hati yang merupakan massa sel parenkim yang berbentuk agak oval. Pada setiap ujung asinus terdapat vena sentralis yang disebut dengan terminal hepatic venule. Asinus terbagi dalam 3 zona yaitu; zona 1 (periportal), zona 2 (midzonal), dan zona 3 (sentrilobular) (Gambar 2.4.2c).
Gambar 2.4.2c. Sistem Asinus Hati Manusia (Underwood 1992 dalam Agustiyanti 2008)
Zona 1 adalah yang terletak paling dekat dengan daerah portal, hepatosit pada daerah ini menerima darah yang mengandung oksigen dan nutrien paling banyak, akibatnya zona ini pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk. Zona 2 adalah daerah yang terletak di tengah lobulus, sel-sel dalam daerah ini merupakan sel yang memberikan respon kedua terhadap darah. Zona 3 adalah daerah yang letaknya paling jauh dari daerah portal, dan menerima darah yang sedikit mengandung oksigen dan nutrien, daerah ini merupakan daerah yang paling sering mengalami kerusakan akibat zat kimia.
2.4.3. Fisiologi Hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam, fungsi utama hati
adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekskresikan empedu
Vena sentralis Vena sentralis Vena sentralis
Daerah portal: -Vena porta -Arteri hepatika -Duktus biliaris Daerah portal:
-Vena porta -Arteri hepatika -Duktus biliaris
sebanyak satu liter per hari ke dalam usus halus. Unsur utama empedu adalah air 97%, elektrolit, dan garam empedu. Pigmen empedu (bilirubin) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif, tetapi dapat dijadikan indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Hati berperan penting dalam berbagai metabolisme, fungsinya dalam metabolisme karbohidrat, mengubah pentosa dan heksosa yang diserap usus halus menjadi glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis), kemudian glikogen di pecah menjadi glukosa, karena proses ini, hati menjadi sumber glukosa dalam tubuh yang berfungsi menghasilkan energi, dan proses biosintesis. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak yaitu mensintesis trigliserida dan fosfolipid. Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino; pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dalam cairan tubuh; pembentukan protein plasma berupa albumin (untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid), globulin berfungsi sebagai transport (kolesterol dan trigliserida, hormon steroid dan tiroid, dan inhibisi aktivitas tripsin). Fungsi hati sehubungan dengan
pembekuan darah membentuk fibrinogen dan protrombin, membuat darah berhenti mengalir (membeku) jika terluka (Kujovich, 2005). Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas, yang berperan dalam hal ini sel-sel kupffer, merupakan saringan penting bagi bakteri dan bahan-bahan asing melalui proses fagositosis. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin yaitu menyimpan semua vitamin dalam hati khususnya vitamin A, D, dan E.
persarafan, dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu kerja, terik matahari, dan shock (Burt dan Day, 2002).
Hati memiliki dua sumber pemasok darah yaitu vena porta dan arteri hepatika, ke duanya merupakan sistem aliran darah utama yang menyediakan darah untuk hati (Junqueira et al., 1998). Darah masuk melalui vena porta yang berasal dari saluran pencernaan dan organ abdomen lain yaitu limpa, pankreas, dan kantung empedu. Darah yang masuk mengandung berbagai nutrisi yang baru diserap dan siap untuk diproses lebih lanjut oleh hati. Selain nutrisi, turut masuk berbagai bakteri, darah merah yang sudah tua dan toksin yang harus diolah, dihancurkan atau juga disimpan. Sebanyak 80% darah pada organ hati berasal dari vena porta sedangkan dari arteri hepatika mengalir sekitar 20% darah yang kaya oksigen. Darah dari arteri hepatika dan vena porta mengalir dari arah triad portal ke vena sentralis sedangkan empedu mengalir dari arah vena sentralis ke triad portal (Robbins dan Cotran, 2010).
2.4.4. Kelainan Fungsi Hati dan Kadar Transaminase
Pengujian ketidaknormalan fungsi hati dapat dilakukan dengan menentukan kadar enzim yang terlibat di dalam proses metabolisme hati. Penetapan aktivitas enzim dalam serum yang saat ini banyak dilakukan di laboratorium klinik sebagai test rutin untuk keperluan diagnosa kerusakan hati, antara lain penentuan kadar enzim transaminase yaitu Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) (Kang et al., 2008). Transaminase merupakan jenis enzim intraseluler yang terlibat di dalam metabolisme karbohidrat dan asam amino. Transaminase dibutuhkan oleh tubuh untuk pemindahan nitrogen dari asam amino dan pengambilan atom karbon yang akan diubah menjadi glukosa dalam hati. GOT
merupakan katalisator pada pemindahan gugus α-amino dari aspartat dan α
-ketoglutarat menjadi oksaloasetat dan glutamat. Naiknya kadar SGOT dalam darah menunjukkan adanya kerusakan jantung, otot, dan hati. GPT merupakan
SGPT di dalam darah akan naik (Satyawirawan dan Suryaatmadja, 1983; Widman, 1992).
GOT dan GPT terdapat di dalam sel-sel beberapa organ seperti jantung, hati, ginjal, dan pankreas. Dalam hal kuantitas GOT terdapat dalam otot jantung sedangkan GPT terdapat dalam sel hati. Distribusi kedua enzim ini di dalam sel ternyata berbeda. GOT sebagian besar terikat dalam organela sel hati dan sebagian dalam sitoplasma, sedangkan GPT hanya terdapat dalam sitoplasma, sehingga kenaikan aktivitas GOT dalam serum lebih tinggi bila kerusakan sel-sel hati mengenai organelanya, sebaliknya kerusakan sel hati yang mengenai dinding sel akan mengakibatkan kenaikan GPT dalam serum yang lebih tinggi dibandingkan dengan GOT. Peningkatan aktivitas enzim SGOT dan SGPT dalam serum merupakan petunjuk yang penting terhadap adanya kerusakan sel-sel hati (Panjaitan et al., 2007). Pada orang normal, kadar SGOT berkisar 10-45 U/L, dan kadar SGPT berkisar 10-36 U/L. Sedangkan pada mencit kadar SGOT berkisar 70-400 U/L dan kadar SGPT berkisar 25-200 U/L (Hall, 2007).
2.4.5. Intoksikasi Hati
Hati merupakan organ paling sering rusak (Lu, 1995), ada dua hal penyebab terjadinya kerusakan. Hal pertama karena hati menerima 80% suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal, sehingga memungkinkan zat-zat toksik yang berasal dari bakteri atau virus, logam berat, obat-obatan, dan zat-zat kimia diserap ke darah porta ditransportasikan ke hati (Bateson, 2001). Hal kedua karena hati menghasilkan enzim-enzim yang mampu melakukan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen maupun endogen untuk dieliminasi oleh tubuh (Lu, 1995). Hati juga mempunyai kadar enzim yang tinggi untuk metabolisme xenobiotik (terutama sitokhrom P-450) yang membuat sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air sehingga mudah diekskresikan (Lu dan Kacew, 2009).
subletal yang sering disebut dengan perubahan degeneratif dan perubahan letal yang disebut nekrosis. Proses degeneratif merupakan proses yang reversibel, yaitu terjadi perubahan morfologi dan fungsi yang bersifat sementara, jika stimulus yang menyebabkan kerusakan dihilangkan maka sel akan kembali normal. Umumnya yang sering menunjukkan perubahan ini adalah sel-sel yang secara metabolik aktif seperti pada hati, ginjal, dan jantung. Sedangkan proses nekrosis merupakan suatu proses irreversibel, yaitu apabila hati mendapatkan jejas secara terus menerus dimana sel tidak lagi mampu memperbaiki diri sehingga terjadi perubahan fungsi seperti hilangnya permeabilitas membran, kerusakan pada mitokondria, dan berakhir dengan kematian sel (Price dan Wilson, 2006).
Serangkaian perubahan morfologi dapat ditemui pada sel yang mengalami degenerasi maupun nekrosis. Pada sel yang mengalami degenerasi, perubahan morfologi yang paling sering dijumpai adalah penimbunan air dalam sel yang bersangkutan sehingga terjadi pembengkakan sel. Jika terdapat aliran masuk air yang hebat sebagian dari organela sitoplasma dapat diubah menjadi kantong-kantong air. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat sitoplasma bervakuola,
perubahan ini disebut dengan perubahan hidropik. Perubahan yang lebih penting dari pembengkakan sel adalah penimbunan lipid intrasel. Secara mikroskopis sitoplasma tampak bervakuola sangat mirip dengan perubahan hidropik, tetapi isi dari vakuola tersebut adalah lemak bukan air (Price dan Wilson, 2006). Sel hati yang nekrosis maka inti sel akan menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap (piknosis), inti kemudian hancur menjadi bagian kecil-kecil (karioreksis), dan inti akan menghilang begitu saja (kariolisis) (Cheville, 2006).
2.5. Mekanisme Kerusakan Hati Akibat Timbal dan Perlindungan Soyghurt terhadap Hati
saluran cerna. Di hati terjadi proses detoksifikasi timbal, dan hati akan merubah kembali timbal menjadi produk yang dapat dikeluarkan melalui urin dan cairan empedu, aktivitas hati dalam merubah dan membersihkan timbal menyebabkan hati terkena efek toksik timbal. Proses detoksifikasi ini menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati dan akibatnya hati kehilangan fungsi, sehingga mempengaruhi proses metabolisme yang berdampak pada seluruh organ. Akibat dari kerusakan hati terjadi kematian pada sel-sel hati (Malhi dan Gores, 2008).
Kerusakan hati yang disebabkan oleh timbal diawali dengan pembentukan radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif karena elektronnya tidak berpasangan sehingga berusaha menarik elektron dari molekul disekitarnya dan dapat berikatan secara kovalen dengan protein, lipid, dan DNA. Radikal bebas merupakan salah satu bentuk spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species atau ROS) (Suryohudoyo, 1993). Zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga, sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi kerusakan pada sel tersebut (Arief, 2003). Umumnya radikal bebas merusak struktur sel melalui tiga tahapan yaitu, tahap inisiasi (pembentukan
radikal bebas), propagasi (reaksi berantai radikal) dan terminasi (reaksi dengan radikal lain atau dengan antioksidan untuk membentuk senyawa yang stabil) (Simanjuntak, 2007). Radikal bebas yang paling berbahaya adalah radikal hidroksil (OH·) karena reaktifitasnya sangat tinggi sehingga dapat merusak tiga senyawa penting dalam mempertahankan integritas sel yaitu lipid, protein, dan DNA (Suryohudoyo, 1993).
menyebabkan penurunan sintesa ATP, penghambatan dari Ca2+
Pengaruh negatif dari radikal bebas pada hati dapat diatasi dengan sistem antioksidan pada tubuh. Berdasarkan sumbernya antioksidan terbagi dua yaitu: antioksidan endogen dihasilkan oleh tubuh sendiri terdiri atas enzim-enzim superoksid dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx) atau glutation reduktase
(GR) serta enzim katalase (Gurer dan Ercal, 2000); antioksidan eksogen adalah antioksidan yang diasup dari luar tubuh seperti vitamin A (β-karoten), C, E, isoflavon, antosianin, katekin, isokatekin, dan asam lipoat (Djamil dan Anelia, 2009). Enzim-enzim ini mencegah teroksidasinya asam lemak tak jenuh agar tidak membentuk lipid peroksida dan mencegah berlangsungnya reaksi berantai senyawa radikal (Gurer dan Ercal, 2000). Bila sistem antioksidan endogen tidak mencukupi untuk meredam radikal bebas, maka sangat dibutuhkan antioksidan eksogen seperti vitamin A (β-karoten), C, E, dan isoflavon. Senyawa-senyawa ini membantu melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas.
, penghancuran mikrofilamen, dan pembentukan vesikel pada membran, selanjutnya membran sel akan ruptur. Oksidasi lemak dan protein juga dapat mengaktifkan sel-sel imunitas, sel kupffer, dan sel-sel polimorfonuklear (Grattagliano et al., 2009). Radikal bebas dapat menimbulkan berbagai perubahan pada DNA seperti hidroksilasi basa timin dan sitosin, pembukaan inti purin dan pirimidin serta terputusnya rantai fosfodiester DNA. Bila kerusakan tak terlalu parah maka masih bisa diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA (DNA repair system), tetapi jika kerusakan terlalu parah misalnya rantai DNA terputus-putus diberbagai tempat, maka kerusakan tersebut tak dapat diperbaiki dan replikasi sel akan terganggu sehingga menimbulkan mutasi, selanjutnya dapat menimbulkan kanker (Suryohudoyo, 1993).
(Eltean, 2005 dalam Mahdi et al., 2007). Gabungan vitamin A (β-karoten), E, dan C dapat menghambat dan menetralkan radikal bebas yang baru terbentuk, sehingga kerusakan sel hati lebih lanjut dapat dicegah (Kumar et al., 2003). Dengan demikian dengan suplementasi soyghurt diharapkan dapat mencegah dengan mengeliminasi senyawa ROS dan radikal bebas akibat paparan timbal, mencegah terjadinya stres oksidatif dan kerusakan pada sel dan organ hati (Mahdi et al., 2007). Disamping itu bahan dasar dari pembuatan soyghurt adalah kedelai yang diketahui mengandung senyawa isoflavon. Isoflavon merupakan komponen bioaktif pada kedelai, dengan kandungan cukup tinggi mencapai 5,1-5,5 mg/g. Satu porsi hidangan makanan tradisional terbuat dari kedelai dapat memberikan sekitar 25-60 mg isoflavon, tempe kedelai mentah didapati kandungan 3,1 mg/g, tahu mentah (tofu) 2,1 mg/g, susu kedelai 2 mg/g (Alrasyid, 2007).
Isoflavon adalah sejenis fitonutrien, yang terdapat dalam kacang kedelai dan produk-produk kacang kedelai, berbagai jenis isoflavon terkandung dalam kedelai tetapi jenis genistein, daidzein, dan glisitein yang paling banyak. Ketiga jenis ini berpotensi sebagai antioksidan dan berperan melindungi sel untuk
melawan radikal bebas (Cavallini et al., 2009; Pyo dan Song, 2009; Vij et al., 2011; Chen et al., 2012). Diantara ketiga unsur ini ternyata efek genistein telah terbukti sebagai penghambat tirosin kinase yang kuat, berperan pada pembentukan trombin serta gangguan yang ditimbulkannya (Alrasyid, 2007).
penghambatan pembentukan protein yang mengandung tirosin, penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II, penghambatan regulasi siklus sel. Vij et al. (2011) melaporkan konsumsi soyghurt mengurangi perkembangan tumor usus pada tikus yang diinduksi azoxymethane. Selain berfungsi untuk mencegah kanker senyawa isoflavon genistein, daidzein, dan glisitein yang terdapat pada soyghurt makanan fermentasi susu kedelai juga berfungsi menurunkan resiko terkena penyakit jantung, diabetes, mencegah aterosklerosis (penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah), arthritis (radang sendi), dan osteoporosis (keropos tulang). Hasibuan (2011) dalam penelitiannya melihat adanya penurunan kadar kolesterol dengan konsumsi soyghurt yang dicobakan pada mencit.
Dibandingkan dengan kasein, protein kedelai sebagai antioksidan lebih besar kemampuannya dalam mencegah peroksidasi lipid, senyawa isoflavon lebih meningkatkan aktivitas beberapa enzim antioksidan dalam hati. Senyawa-senyawa bioaktif yang terdapat pada susu fermentasi (yoghurt) dan susu kedelai fermentasi (soyghurt) memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya terutama terhadap pencegahan dari infeksi atau penyakit, sehingga dapat dijadikan alternatif sebagai