BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling
sering terjadi. Badan penelitian WHO mengadakan tinjauan terhadap beberapa
negara di dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di
dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35% dan
Perancis 29,5%. Menurut WHO di Indonesia angka kejadian gastritis di beberapa
daerah juga cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa
penduduk, menurut Maulidiyah (2006), di kota Surabaya angka kejadian gastritis
sebesar 31,2%, Denpasar 46%, dan kejadian gastritis yang tertinggi terdapat di
kota Medan yaitu sebesar 91,6%. Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk
suatu keadaan inflamasi jaringan pada mukosa lambung. Gastritis atau yang lebih
dikenal dengan maagh berasal dari bahasa Yunani yaitu gastro, yang berarti perut
/ lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan.
Gastritis lambung merupakan gangguan umum diskontinuitas dari mukosa
lambung, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti alkohol, stres, infeksi
Helicobcter pylorii, Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti, aspirin atau
Acetylsalicylic acid (ASA), indomethacin, sulfonamide. Penderita gastritis
umumnya mengalami gangguan pada saluran pencernaan atas, berupa nafsu
makan menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan
bersendawa (Boyers, 2010). Sampai saat ini, frekuensi penggunaan obat-obat
golongan obat anti inflamasi steroid (OAINS) oleh masyarakat masih sangat
untuk mengatasi rasa nyeri pada penyakit sendi degeneratif, rheumatoid arthritis
dan mencegah penyakit kardiovaskular, serta termasuk ke dalam golongan obat
bebas (Ganiswara, 1995). Di samping kegunaan yang sesuai dengan indikasinya,
obat-obat ini mempunyai efek iritasi pada mukosa lambung, berakibat perdarahan
lambung yang berakhir dengan timbulnya tukak lambung (Tarigan, 2006). Cedera
gastrointestinal yang disebabkan oleh efek samping dari penggunan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) yang menghasilkan efek racun terutama di bagian
perut, toksisitasnya sering dihubungkan dengan kerusakan sel-sel mukosa
lambung, serta dapat mempengaruhi berbagai pertahanan mukosa seperti sekresi
bikarbonat, sintesis lendir atau penurunan aliran darah pada mukosa (Voutilainen
et al., 1998 ; Konturek et al., 1994 ; Ashley et al., 1985 dan Wallace, 1997).
Banyak cara yang digunakan untuk mengatasi hipersekresi asam lambung.
Menurut Neal (2006) terapi tukak lambung terutama ditujukan untuk menurunkan
sekresi asam lambung untuk memperbaiki keseimbangan antara faktor agresif
(asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif dengan meningkatkan resistensi
mukosa lambung (pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran
darah mukosa dan regenerasi sel epitel). Secara klinis pengobataa gastritis yang
diakibatkan dari penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) selama ini
menggunakan obat kimia, yang bersifat menetralkan atau mengurangi asam
lambung, seperti golongan antasida (promag dan mylanta), menghambat sekresi
asam lambung (ranitidine dan cemitidine) dan menghambat pompa proton yang
menstranpor H+ keluar dari sel parietal lambung (proton pump inhibitor) seperti
omeprazole, lansoprazole dan lain-lain. Keseluruhan obat-obatan sintetis tersebut
tidak lepas dari efek samping. Diantara obat yang paling konvensional digunakan
untuk pengobatan gastritis adalah obat pompa proton inhibitor (PPI) seperti
omeprazol namun sebagian besar obat ini menghasilkan efek samping yang tidak
diinginkan (Ganiswara, 1995). Omeprazole dalam penelitian ini digunakan
sebagai kontrol pembanding dengan soyghurt.
Soyghurt merupakan produk fermentasi dari susu kedelai. Susu kedelai
merupakan minuman yang bernilai gizi tinggi. Susu kedelai sudah dikenal sejak
Jepang. Setelah Perang Dunia ke II masuk ke Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri
sampai saat ini perkembangan susu kedelai masih sangat jauh ketinggalan dari
Singapura, Malaysia dan Philipina (Koswara, 2006). Sejak tahun 1952 Malaysia
sudah memproduksi susu kacang kedelai dengan nama dagang “Vitabean” yang
telah diperkaya vitamin dan mineral, sedangkan Philipina dengan nama “Piscoy”.
Komposisi susu kedelai hampir sama dengan susu sapi. Susu kedelai mempunyai
nilai gizi yang tinggi yang mirip dengan susu sapi dan sangat baik digunakan
sebagai pengganti susu sapi bagi anak-anak yang menderita intoleransi laktosa.
Namun demikian, pemanfaatan susu kedelai masih terbatas karena citarasa yang
kurang disenangi karena rasanya langu. Kelanguan susu kedelai dapat dikurangi
melalui proses fermentasi susu kedelai menjadi yoghurt (Djide, 2006). Seperti
halnya susu sapi, susu kedelai ternyata dapat dibuat menjadi youghurt susu
kedelai yang dikenal dengan nama “soyghurt”, yang merupakan salah satu produk
susu fermentasi yang dibuat dengan melibatkan bakteri asam laktat seperti
penambahan bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus
(Heller, 2001). Proses pembuatan soyghurt dan kultur starter (biakan mikroba)
yang digunakan pada dasarnya sama seperti pada pembuatan youghurt. Youghurt
adalah salah satu produk susu yang diperoleh melalui proses fermentasi dengan
pertumbuhan bakteri asam laktat, dan merupakan pangan probiotik.
Probiotik memiliki peranan penting dalam fungsi immunologi,
pencernaan dan pernafasan serta memiliki dampak yang signifikan dalam
mengurangi penyakit infeksi pada anak-anak (FAO/WHO, 2001). World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa probiotik secara umum ditargetkan
untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus, sehingga dapat menjaga kesehatan
saluran cerna karena dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen yang ada di
usus manusia atau hewan (Mulyorini, 2006). Konsep probiotik sudah dikenal
2000 tahun yang lalu, namun baru awal abad ke 19 dibuktikan secara ilmiah oleh
Ilya Metchinkoff, seorang ilmuwan Rusia yang bekerja di Institut Pastur, Paris
(Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Pengembangan bakteri asam laktat (BAL) sebagai
salah satu bahan pangan fungsional yaitu probiotik, menjadi teknologi pengolahan
suplemen dalam makanan yang difermentasi, mengandung bakteri hidup dengan
karakteristik yang berbeda, yang sangat menguntungkan bagi kesehatan manusia
dan hewan. Terbukti dalam banyak penelitian ilmiah, telah secara luas dipelajari
dan dieksplorasi secara komersial dalam bentuk probiotik di dunia (Soccol, et al.,
2010). Kelompok probiotik yang utama adalah Lactobacillus dan
Bifidobacterium, namun ada juga probiotik yang dilaporkan berpotensi antara lain
Pediococcus, Bacillus, Lactococcus dan ragi. Jenis bakteri asam laktat (BAL)
yang paling umum digunakan adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus. Probiotik biasanya dikonsumsi sebagai bagian dari makanan yang
difermentasi dengan menambahkan khusus kultur hidup yang aktif, seperti di
yoghurt, soyghurt, atau sebagai suplemen diet lainnya. Yoghurt merupakan salah
satu produk makanan yang sangat popular saat ini. Selain sebagai makanan yang
memiliki cita rasa yang khas produk yang dibuat dari susu ini juga dapat dianggap
sebagai produk yang dapat membantu pencernaan, mencegah diare, mencegah
peningkatan kadar kolestrol darah yang terlalu tinggi, bahkan dinyatakan dapat
membantu melawan kanker (Gerhauser et al., 2003; Hermansen et al., 2003).
Produk soyghurt yang berkualitas memerlukan kombinasi dua atau lebih
bakteri yang digunakan sebagai starter. Kombinasi kedua bakteri asam laktat
tersebut bersifat sinergis. Soyghurt merupakan produk fermentasi susu kedelai
dengan menggunakan bakteri Streptococcus termophillus dan Lactobacillus
bulgaricus yang telah umum dipakai dalam proses pembuatan yoghurt (Koswara,
1995). Streptococcus termophillus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan
spesies mikroba yang esensial dan aktif dalam hubungan simbiotik (Herastuti et
al., 1994). Pada awal pertumbuhan S. thermophillus akan menghasilkan kadar
asam laktat 0,8-1,0%, dan kondisi ini dimanfaatkan oleh L. bulgaricus hingga
mencapai kadar asam laktat 1,5-2,0% (Soeharsono, 2010). Tingkat penambahan
dan kondisi starter berpengaruh terhadap aktifitas bakteri dan produk asam yang
dihasilkan (Buckle et al., 1987), selain itu harus diperhatikan suhu inkubasi dan
lamanya waktu fermentasi harus sesuai agar aktifitas bakteri starter berlangsung
secara optimal (Herawati dan Wibawa, 2009). Yoghurt dan soyghurt dikonsumsi
Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat kini tidak hanya
memilih makanan dan minuman yang bernilai gizi tinggi, tetapi juga yang dapat
memberikan pengaruh dalam meningkatkan kesehatan. Dengan meningkatnya
kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi makanan sehat (pangan fungsional)
sehingga produk hasil fermentasi yang aman dikonsumsi juga meningkat.
Produk-produk fermentasi yang memiliki berbagai keunggulan, ditinjau dari aspek gizi
dan kesehatan antara lain adalah soyghurt. Soyghurt adalah produk fermentasi
susu kedelai. Telah banyak penelitian secara ilmiah dan klinis telah membuktikan
bahwa susu fermentasi, selain memiliki tekstur dan aroma yang lebih disukai
dibanding dengan produk susu lainnya juga memiliki manfaat bagi kesehatan.
Fermentasi merupakan proses yang telah lama dikenal manusia.
Fermentasi adalah proses untuk mengubah suatu bahan menjadi produk yang
bermanfaat bagi manusia, seperti fermentasi susu kambing, unta yang terjadi di
Sumaria dan Babilonia pada jaman Mesopotamia. Hingga saat ini, proses
fermentasi telah mengalami perbaikan dari segi proses sehingga dihasilkan produk
fermentasi yang lebih baik. Fermentasi ialah proses baik secara aerob maupun
anaerob yang menghasilkan berbagai produk yang melibatkan aktivitas mikroba
atau ekstraknya dengan mikroba terkontrol (Darwis dan Sukara, 1989).
Fermentasi dapat menimbulkan citarasa baru dan membentuk tekstur beberapa
makanan sehingga mampu memperbaiki penerimaan produk kedelai. Dari hasil
beberapa penelitian menyatakan selama fermentasi akan terbentuk asam-asam
organik yang menimbulkan citarasa khas pada soyghurt. Fermentasi memiliki
berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi citrasa
atau flavor, tekstur terhadap produk makanan tertentu. Dengan adanya proses
fermentasi diharapkan nilai gizi bahan asalnya dapat ditingkatkan dan bahan
makanan tersebut menjadi lebih awet atau tahan lama (Widowati dan Misgiyarti,
2007 ; Astawan, 2008).
Soyghurt merupakan produk fermentasi susu kedelai yang bernilai gizi
tinggi juga merupakan sumber protein yang berkualitas, karena soyghurt
merupakan produk olahan dari biji kacang kedelai yang merupakan sumber
negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Susu kedelai yang difermentasi
atau yang disebut soyghurt yang mengandung Lactobacillus paracasei NTU 101
dan Lactobacillus plantarum NTU 102 terbukti efektif mengurangi lesi lambung,
meningkatkan aktifitas sintesis prostaglandin serta meningkatkan superoksidase
dismutase (SOD) pada tikus yang diinduksi dengan alkohol (Liu et al., 2009).
Susu fermentasi yang mengandung probiotik bakteri asam laktat yang bila
diberikan dalam jumlah cukup akan memberikan rmanfaat bagi inangnya, seperti
mencegah diare, menjaga keseimbangan flora usus, mencegah kanker usus,
menurunkan kolesterol darah dan menyembuhkan gastritis (Reid, et al.,2003 ;
Surono, 2004; Rodriguez, et al., 2010). Menurut IDF (1992) untuk mendapatkan
manfaat pengobatan dari susu yang difermentasi oleh bakteri asam laktat harus
minimum mengandung 106 -107 cfu/ml.
Pembuatan Soyghurt menggunakan 2 spesies bakteri asam laktat yang
tumbuh secara simbiotik, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophillus. Kedua spesies bakteri ini jika ditumbuhkan bersama-sama akan
memproduksi asam laktat lebih banyak dibanding jika ditumbuhkan secara
terpisah. Kedua bakteri asam laktat ini bersifat homofermentatif yang merubah
laktosa menjadi asam laktat. Suhu inkubasi biasanya diantara 39-450C dengan
waktu 4, 6 dan 8 jam, atau pada suhu ruangan (sekitar 290C) sampai 320C
memerlukan waktu yang lebih lama. Lactobacillus tumbuh dominan dan
menghasilkan asam amino glisin dan histidin, kedua senyawa ini akan
merangsang pertumbuhan Streptocoocus (Hidayat dkk, 2006).
Lama fermentasi selama inkubasi sangat berpengaruh terhadap aktivitas
bakteri, karena semakin lama fermentasi, bakteri semakin aktif, semakin banyak
jumlahnya, sehingga kemampuan memecah substrat semakin besar. Lama
fermentasi juga berpengaruh terhadap total asam laktat, protein dan jumlah koloni
BAL, karena semakin lama fermentasi, Lactobacillus bulgaricus yang digunakan
dalam proses fermentasi semakin aktif sehingga menghasilkan asam laktat
semakin banyak (Kunaepah, 2008). Pengaruh lamanya waktu fermentasi dengan
modifikasi beberapa tingkatan waktu lamanya inkubasi pada proses pembuatan
metabolit sekunder yang dihasilkan, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang
perbedaan lamanya waktu inkubasi terhadap jumlah koloni bakteri starter
terutama L. Bulgaricus dan S. thermophillus pada pembuatan soyghurt dan
efektifitasnya dalam penyembuhan gastritis.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian tentang pengaruh lamanya fermentasi terhadap peningkatan jumlah
koloni bakteri asam laktat yang digunakan sebagai starter sangat menentukan
keberadaan bakteri L. Bulgaricus dan S. termophillus yang didasarkan pada
pertimbangan bahwa kedua bakteri tersebut merupakan masalah utama pada
proses pembuatan soyghurt. Masalah tersebut sangat penting pada penelitian ini,
dimana kedua bakteri tersebut sangat menentukan keberhasilan proses fermentasi
dalam menghasilkan metabolit sekunder yang diharapkan dapat menyembuhkan
gastritis lambung mencit yang diinduksi aspirin.
Waktu inkubasi yang sesuai akan memberikan pertumbuhan bakteri
tersebut lebih optimum, sehingga dapat efektif meningkatkan sekresi musin dan
mukus pada permukaan lapisan mukosa lambung mencit dan meningkatkan
respon imunitas tubuh sehingga dapat menyembuhkan gastritis pada lambung.
Lamanya fermentasi akan memberikan pengaruh terhadap aktivasi bakteri yang
diikuti peningkatan jumlah koloni bakteri dan produk metabolit sekunder,
sehingga efektif memperbaiki gastritis lambung mencit (Rodriguez et al., 2010) .
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan :
1. Apakah perbedaan lamanya fermentasi pada proses pembuatan soyghurt
dapat menghasilkan jumlah koloni bakteri asam laktat yang bervariasi.
2. Apakah bakteri asam laktat dalam soyghurt memiliki potensi dalam
1.3. Kerangka Pemikiran
Pemakaian obat golongan OAINS seperti aspirin dapat menyebabkan gastritis
pada lambung. Pengobatan gastritis dengan obat-obat kimia seperti antasida dan
omeprazol juga dapat menimbulkan efek samping yang nantinya akan meracuni
lambung itu sendiri. Bakteri asam laktat L.bulgaricus dan S. termhopillus sebagai
starter yang ditambahkan pada pembuatan soyghurt akan mampu meningkatkan
sekresi prostaglandin dan musin pada lapisan mukosa lambung, serta akan
meningkatkan imunomodulator, sehingga akan menguatkan pertahanan lapisan
mukosa lambung. Rodriguez et al., (2010) melaporkan bahwa terapi dengan
bakteri Streptococcus termophillus dapat menyembuhkan gastritis. Nagaoka et
al., (1994) melaporkan bahwa exopolyshaccarida (EPS) yang dihasilkan dari
strain Bifidobacterium, Lactobacillus dan Streptococcus sebagai anti ulkus.
Namun bagaimana mekanisme perlindungan terhadap mukosa lambung oleh
bakteri asam laktat yang menghasilkan exopolyshaccarida belum diketahui secara
rinci.
Pertumbuhan bakteri asam laktat sangat dipengaruhi oleh lamanya
fermentasi, sehingga perlu dilakukan penggunaan waktu yang berbeda untuk
melihat seberapa banyak jumlah koloni L. Bulgaricus dan S. termophillus pada
pembuatan soyghurt sehingga penyembuhan gastritis pada lambung mencit dapat
terlihat nyata. Pengaruh lamanya fermentasi terhadap peningkatan jumlah koloni
bakteri asam laktat pada pembuatan soyghurt belum banyak dilaporkan,
berdasarkan hal tersebut akan dilakukan penelitian tentang efektifitas pemberian
soyhgurt terhadap menyembuhkan gastritis lambung mencit dengan jumlah
koloni BAL dan waktu inkubasi atau lamanya fermentasi yang sesuai.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui lamanya waktu fermentasi yang sesuai bagi pertumbuhan
L. Bulgaricus dan S. termophillus pada pembuatan soyghurt.
2. Menentukan jumlah koloni L. Bulgaricus dan S. termophillus sebagai
3. Mengevaluasi kemampuan bakteri L. Bulgaricus dan S. termophillus
dalam menyembuhkan gastritis pada lambung secara in Vivo.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh lamanya
fermentasi pada pembuatan soyghurt terhadap jumlah koloni bakteri starter L.
bulgaricus dan S. termophillus yang memliki kemampuan dalam penyembuhan
gasritis pada lambung atau mencegah gastritis sehingga dapat memberikan
kontribusi bagi masyarakat dan industri yang bergerak di bidang pangan
fungsional serta membuka kemungkinan bagi penelitian lanjut untuk
pengembangan obat-obat alternatif yang alami khususnya dibidang kesehatan.
1.6. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Diperoleh waktu lamanya fermentasi yang sesuai untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi pada
pembuatan soyghurt.
2. Diketahui jumlah bakteri asam laktat yang tepat pada pembuatan
soyghurt.
3. Bakteri asam laktat L. bulgaricus dan S. termophillus mampu