PENETAPAN KADAR IODIUM PADA GARAM KONSUMSI
BERIODIUM DAN GARAM MEJA DENGAN METODE
ARGENTOMETRI
TUGAS AKHIR
OLEH:
LANGGU PATAR PAKPAHAN
NIM 112410056
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR IODIUM PADA GARAM KONSUMSI
BERIODIUM DAN GARAM MEJA DENGAN METODE
ARGENTOMETRI
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
LANGGU PATAR PAKPAHAN NIM 112410056
Medan, Juni 2014 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001
Disahkan Oleh: Pembantu Dekan I,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa karena atas berkat dan kasih-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul: Penetapan Kadar
Iodium Pada Garam Konsumsi Beriodium dan Garam Meja dengan Metode
Argentometri .
Tujuan penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan
Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun
berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
Balai Riset Standardisasi Industri Medan.
Selama menyusun Tugas Akhir ini, penulis juga mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi USU.
2. Bapak Prof, Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program
Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
3. Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik
dan Bapak Alhamra, Selaku Kepala Laboratorium Makanan Minuman
Hasil Pertanian dan selaku Pembimbing PKL di Baristand Industri Medan.
4. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.
5. Bapak Ir. Maruahal Situmorang, M.Si., selaku Kepala Baristand Industri
Medan.
7. Sahabat-sahabat Eva, Venny, Cinty, Rizky, Andre, Alfala, dan
teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan angkatan 2011, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka yang
senantiasa memberiku semangat, bantuan dan terus memacu saya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, M. Pakpahan
dan Ibu N. Marbun yang sudah memberi dukungan secara moral dan materil, dan
terimakasih juga kepada saudara kandung penulis, Reni Pakpahan, Liston
pakpahan, dan Lazio Pakpahan yang selalu memberi semangat.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir
ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2014 Penulis,
Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Kosumsi Beriodium dan Garam Meja Dengan Metode Argentometri
Abstrak
Garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang memiliki rasa yang asin yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar adalah Natrium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja menggunakan metode argentometri.
Menurut SNI (01-2899-2000), kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... .. i
LEMBAR PENGESAHAN……… . ii
KATA PENGANTAR………. iii
ABSTRAK ……….. v
DAFTAR ISI……… vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Garam ... 4
2.1.1 Pengertian Garam………... 3
2.1.2 Sumber Garam……… 3
2.1.3 Teknologi Pembuatan garam………. 4
2.2 Jenis dan Kegunaan Garam ... 5
2.2.1 Garam Industri ... 5
2.2.2 Garam Konsumsi ... 6
2.2.3 Garam Pengawetan ... 6
2.3 Mineral ... 7
2.3.2 Pengendalian Konsumsi Garam dan Sekresi ... 8
2.4 Iodium ... 11
2.4.1 Manfaat Iodium………. ... 11
2.4.2 Sumber Iodium Dalam Makanan………. 11
2.4.3 Sumber Iodium di Alam………... 12
2.5 Garam Beriodium……….. 12
2.5.1 Fortifikasi Iodium pada garam………. .... 13
2.6 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Iodium……….. . 14
2.6.1 Hipofungsi Tiroid……… . 14
2.6.2 Konsep Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) 15 2.6.3 Hiperfungsi Tiroid (Hipertirodisme)………... . 16
2.7 Titrasi Yang melibatkan Iodium……… 16
2.7.1 Perbedaan Iodimetri dan Iodometri………. . 18
2.7.2 Larutan Standar Na2S2O3……….. 18
2.7.3 Indikator Amilum (Kanji)……… 19
BAB 3 METODOLOGI ... 21
3.1 Alat ... 21
3.2 Bahan ... 21
3.3 Prosedur ... 21
3.4 Interpretasi Hasil ... 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
4.1 Hasil Penetapan Kadar Iodium ... 23
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 24
5.1 Kesimpulan ... 24
5.2 Saran ... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 25
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Identitas Sampel 1 ... 27
Lampiran 1. IdentitasSampel 2 ... 28
Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Kosumsi Beriodium dan Garam Meja Dengan Metode Argentometri
Abstrak
Garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang memiliki rasa yang asin yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar adalah Natrium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida, dan lain-lain. Penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja menggunakan metode argentometri.
Menurut SNI (01-2899-2000), kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Iodium merupakan salah satu jenis mineral mikro yang berperan penting
dalam sistem fisiologis tubuh. Iodium ada di dalam tubuh dalam jumlah yang
sangat sedikit, yaitu sebanyak kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau
sekitar 15-23 mg. Iodium ditemukan pada tahun 1811 oleh Cortois. Iodium
merupakan sebuah anion monovalen. Keadaanya dalam tubuh mamalia dan
manusia sebagai hormon tiroid. Hormon- hormon ini sangat penting selama
pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolisme dan produksi
kalori atau energi.
Jumlah iodin yang terdapat dalam makanan sebanyak jumlah ioda dan
untuk sebagian kecil secara kovalen mengikat asam amino. Iodium diserap sangat
cepat oleh usus dan oleh kelenjar tiroid digunakan untuk memproduksi hormon
tiroid. Saluran ekskresi utama iodium adalah melalui saluran kencing (urin) dan
cara ini merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status
iodium. Tingkat ekskresi (status iodium) yang rendah (25-20 mg i/g creatin)
menunjukkan resiko kekurangan iodium dan bahkan tingkat yang lebih rendah
menunjukkan resiko yang lebih berbahaya (Almatsier, 2005).
Penetapan kadar iodium suatu bahan pangan diperlukan untuk mengetahui
kandungan iodium yang terdapat dalam bahan pangan. Dengan mengetahui
mengukur tingkat kecukupan iodium sehari dari konsumsi bahan pangan tersebut.
Bahan pangan yang dianalisa terutama adalah garam dapur yang terfortifikasi
karena garam dapur fortifikasi umumnya merupakan sumber iodium yang baik.
Namun, biasanya kandungan iodium dari berbagai merek dagang berbeda dalam
berat garam yang sama (Riyanto, 2004).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja adalah untuk mengetahui apakah kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja memenuhi persyaratan kadar iodium yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar iodium pada garam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Garam
2.1.1. Pengertian Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal
yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida
(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat,
Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik higroskopis
yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 -
0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801C (Burhanuddin, 2001).
Garam Natrium klorida untuk keperluan masak biasanya diperkaya
dengan unsur iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan kristal
berwarna putih, berasa asin, tidak higroskopis, dan bila mengandung MgCl2
menjadi berasa agak pahit, dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu
penting untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH (bahan
untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk), sebagai zat pengawet (Mulyono,
2009).
2.1.2. Sumber Garam
Sumber garam yang didapat di alam berasal dari berbagai tempat di bumi,
antara lain :
1. Air laut, air danau asin yang bersumber air laut terdapat di Mexico, Brazil,
RRC, Australia, dan Indonesia yang mencapai ± 40 %. Adapun yang
Serikat (Great Salt Lake), dan Australia yang mencapai produksi ± 20 %
dari total produk dunia.
2. Deposit dalam tanah, tambang garam terdapat di Amerika Serikat,
Belanda, RRC, Thailand, yang mencapai produksi ± 40 % total produk
dunia.
3. Sumber air dalam tanah sangat kecil, karena sampai saat ini dinilai kurang
ekonomis maka jarang (sama sekali tidak) dijadikan pilihan usaha. Di
Indonesia terdapat sumber air garam di wilayah Purwodadi, Jawa Tengah
(Burhanuddin, 2001).
2.1.3. Teknologi Pembuatan Garam
Pembuatan garam menggunakan teknologi tertentu, yakni:
1. Garam dari air laut dan air danau asin, teknologi proses yang digunakan :
a. Penguapan melalui teknologi matahari (solar evaporation).
b. Proses pemisahan NaCl dengan aliran listrik (elektrodialisa).
2. Garam Tambang, teknologi proses yang digunakan langsung dilakukan
pencucuian terhadap hasil penambangan (washing plants), kemudian dilakukan
pengeringan dengan centrifuge sampai mencapai kadar air 3-5% (untuk
menghasilkan garam bahan baku/garam kasar), dilanjutkan proses pengeringan
lanjut (drying). Hasil penambahan dilarutkan dalam air atau dapat juga dicairkan
pada saat masih dibawah permukaan tanah. Kemudian larutan garam tersebut
dijernihkan (sedikit mungkin mengandung kotoran dan senyawa kimia yang
dikehendaki), dan selanjutnya dikristalisasi kembali dalam kolom kristalisasi
(crystallization column), hasil rekristalisasi dikeringkan dan seterusnya seperti
beberapa fenomena yang berbeda berkaitan dengan pembentukan struktur kristal.
Empat tahap pada proses kristalisasi meliputi pembentukan kondisi lewat jenuh
atau lewat dingin, nukleasi atau pembentukan kristal inti kristal, pertumbuhan
kristal, dan rekristalisasi atau pengaturan kembali struktur kristalin sampai
mencapai energi terendah. Kristalisasi menunjukkan sejumlah fenomena yang
berkaitan dengan pembentukan struktur matriks kristal. Prinsip pembentukan
Kristal adalah sebagai berikut :
1. Kondisi lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam.
2. Kondisi lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air dan
lemak.
Untuk membentuk kristal, fase cairan (liquid) harus melewati kondisi
lewat dingin (untuk lelehan). Kondisi tersebut dapat tercapai melalui pendinginan
dibawah titik leleh suatu komponen (misalnya air) atau melalui penambahan
sehingga dicapai kondisi lewat jenuh (misalnya garam dan gula) pada kondisi
tidak seimbang ini, molekul-molekul pada cairan yang mengatur diri dan
membentuk struktur matriks Kristal (Burhanuddin, 2001).
2.2 Jenis dan Kegunaan Garam
Garam sebagai salah satu unsur yang sangat penting memiliki jenis serta
kegunaannya dalam kehidupan.
2.2.1 Garam Industri
Garam dengan kadar NaCl yaitu 97 % dengan kandungan impurities
(sulfat, magnesium, dan kalsium serta kotoran lainnya) yang sangat kecil.
2.2.2 Garam Konsumsi
Garam dengan kadar NaCl, yaitu 97 % atas dasar bahan kering (dry basis),
kandungan impuritis (sulfat, magnesium, dan kalsium), yaitu 2% dan kotoran
lainnya (lumpur, pasir), yaitu 1% serta kadar air maksimal yaitu 7%. Kelompok
kebutuhan garam konsumsi antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri
makanan, industri minyak goreng, industri pengasinan, dan pengawaten ikan
(Burhanuddin, 2001).
2.2.3 Garam Pengawetan
Garam biasa ditambahkan pada proses pengolahan pangan tertentu.
Penambahan garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang
memungkinkan enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran)
bereaksi menghasilkan produk makanan dengan karakteristik tertentu.
Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan
terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme
yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam
berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan
osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan
kebanyakan mikroorganisme tidak dapat hidup. Pengolahan dengan garam
biasanya merupakan kombinasi dengan pengolahan yang lain seperti fermentasi
dan enzimatis. Contoh pengolahan pangan dengan garam adalah pengolahan acar
(pickle), pembuatan kecap ikan, pembuatan daging kering, dan pembuatan keju (
2.3 Mineral
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 % terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga
dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran,
bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu.
Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang berbeda
jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik
antara lain adalah natrium, klor, kalsium, magnesium, dan belerang. Unsur-unsur
ini terdapat pada tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut
unsur mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan,
tembaga, zink, kobalt, dan fluor hanya terdapat pada tubuh dalam jumlah yang
kecil saja, karena itu disebut trace element atau mineral mikro. Mineral iodium
dibutuhkan sejumlah 100-300 μg per hari dan sampai dengan satu mg per hari
mungkin dapat dikonsumsi dengan aman (Winarno, 1997).
2.3.1 Natrium dan Klorida
Natrium dan klorida biasanya berhubungan sangat erat baik sebagai bahan
makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Sebagian besar natrium terdapat dalam
plasma darah dan dalam cairan di luar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya
terdapat ditulang. Jumlah natrium dalam badan manusia diperkirakan sekitar
100-110 g. Dalam badan seperti halnya dalam makanan, sebagian natrium bergabung
dengan klorida membentuk garam meja, yaitu natrium klorida. Konsumsi garam
tiap orang per hari diperkirakan sekitar 6 – 18 gr NaCl. Klorida juga banyak
dalam mulut untuk memecahkan pati yang dikonsumsi. Sebagai bagian terbesar
dari cairan ekstraseluler, natrium dan klorida juga membantu mempertahankan
tekanan osmotik, disamping juga membantu menjaga keseimbangan asam dan
basa.
2.3.2 Pengendalian Konsumsi Garam dan Sekresi
Garam khususnya garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan
makanan yang penting. Konsumsi NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa,
kebiasaan, dan tradisi daripada keperluan. Di beberapa negara maju, dilakukan
pengaturan konsumsi yang ketat agar konsumsi NaCl berada dibawah 1 g per hari,
angka itu kira-kira memenuhi kebutuhan minimal untuk seorang dewasa dengan
keaktifan normal pada daerah subtropis.
Makanan yang mengandung kurang dari 0,3 % natrium akan terasa
hambar sehingga kurang disukai. Konsumsi natrium bervariasi terhadap suhu dan
daerah tempat tinggal, dengan kisaran dari 2 gram sampai sebanyak 10 gram per
hari. Pengaturan konsentrasi natrium, cairan badan, dan kandungan natrium
dilakukan melalui ginjal. Lebih dari 8 kali jumlah kandungan natrium dalam
badan dan 250 kali konsumsi natrium disaring melalui ginjal setiap hari. Untuk
mempertahankan keseimbangan kira-kira 95,5 % garam natrium klorida yang
telah tersaring disaring oleh tubuh (Winarno, 1997).
2.4 Iodium
Iodium merupakan bagian/unsur penting dari hormon tiroid,
tetraiodotironin (tiroksin), dan triiodotironin. Keadaan defisiensi mengakibatkan
terjadi di daerah mana tanahnya kurang mengandung iodium dan sering terjadi
sebelum tersedianya garam meja beriodium ( Gunawan, 1995).
Menurut Farmakope, Ed. IV (1994), Iodium mengandung tidak kurang
dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5%.
1. Pemerian : keping atau granul, berat, hitam keabu-abuan, bau khas, berkilau
seperti metal.
2. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam karbon disulfide,
kloroform, eter, etanol, dan larutan iodide, agak sukar larut dalam gliserin.
3. Identifikasi:
a. Larutan dalam kloroform P (1 dalam 1000), dalam karbon tetraklorida P
dalam karbon disulfida P berwarna lembayung.
b. Pada larutan jenuh, tambahkan kanji kalium iodida LP, terjadi warna biru.
Bila campuran didihkan maka warna akan hilang, tetapi timbul lagi setelah
campuran dingin, kecuali dididihkan dalam waktu lama.
4. Sisa penguapan : tidak lebih dari 0,05 %, lakukan penetapan menggunakan
5,0 gram zat dalam cawan porselen yang telah ditara, panaskan di atas tangas
uap hingga iodium habis menguap, dan keringkan pada suhu 105 C selama 1
jam.
5. Klorida atau bromida : tidak lebih dari 0,028 % dihitung sebagai klorida,
lakukan penetapan sebagai berikut: gerus 250 mg serbuk halus dengan 10 ml
air, saring. Tambahkan tetes demi tetes asam sulfit bebas klorida P, yang
telah diencerkan dengan beberapa bagian volume air, hingga warna iodium
benar-benar hilang. Tambahkan 5 ml ammonium hidroksida 6N, kemudian 5
nitrat P. larutan yang terjadi tidak lebih keruh dari larutan pembanding yang
dibuat dengan jumlah pereaksi yang sama, ditambah dengan 0,10 ml asam
klorida 0,020N, tanpa penambahan asam sulfit P.
6. Penetapan kadar : serbukkan dan timbang seksama lebih kurang 500 mg
dalam labu bersumbat kaca yang telah ditara, tambahkan 1 gram kalium
iodida P yang dilarutkan dalam 5 ml air. Encerkan dengan air hingga lebih
kurang 50 ml, tambahkan 1 ml asam klorida 3N. Titrasi dengan natrium
tiosulfat 0,1N LV, menggunakan 3 ml indicator kanji LP. Iodium diserap oleh
usus halus bagian atas dan lambung, dan 1/3 hingga 1/2 ditangkap oleh
kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Ditaksir 95 % iodium
tubuh tersimpan dalam kelenjar tiroid, sisanya dalam sirkulasi (0,04 – 0,57%)
dan jaringan. Dalam keadaan keseimbangan (homoeostasis) masukan iodium
sehari dapat diperkirakan dengan mengukur jumlah iodium yang dikeluarkan
air kemih per hari.
WHO, Unicef, dan ICCIDD menganjurkan kebutuhan iodium sehari-hari
sebagai berikut:
- 90 mg untuk anak prasekolah (0 – 59 bulan)
- 120 mg untuk anak sekolah dasar (6 – 12 tahun)
- 150 mg untuk dewasa (diatas 12 tahun)
- 200 mg untuk wanita hamil dan wanita menyusui
Kadar Iodium dalam tubuh diperiksa dengan cara langsung maupun tidak
langsung. Pemeriksaan langsung dengan cara menganalisis makanan duplikat
yang terdapat dalam makanan seseorang, sedangkan untuk pemeriksaan tidak
studi kinetik iodium. Hasil observasi di atas jelas menunjukkan bahwa defisiensi
iodium memang merupakan penyebab utama endemik ini, namun pada beberapa
keadaan defisiensi iodium merupakan faktor yang mempermudah (per-missive
factor) bagi terjadinya gondok (Djokomoeljanto, 2006).
Menurut SNI (01-2899-2000), kadar iodium pada garam konsumsi yang
memenuhi persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.
2.4.1 Manfaat Iodium
Iodium sebagai unsur penting dalam sintesa hormon tiroksin, yaitu suatu
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Iodium juga sebagai pembentukan
hormon kalsitonin, yang juga dihasilkan oleh kelenjar tiroid, berasal dari sel
parafoli – kular. Hormon ini berperan aktif dalam metabolisme kalsium, maka
harus selalu tersedia iodium yang cukup dan berkesinambungan( Djokomoeljanto,
2006).
2.4.2 Sumber Iodium dalam Makanan
Sumber iodium dalam makanan, antara lain : Makanan laut, Susu, Daging,
Telur, Air minum, Garam beriodium.
2.4.3 Sumber Iodium di Alam
Menurut (Djokomoeljanto, 2006), sumber iodium di alam, antara lain :
1. Air tanah, tergantung sumber air berasal dari batuan tertentu (kadar paling
tinggi apabila air ini bersumber dari igneous rock 900 µg/kg bahan).
3. Plankton, ganggang laut, dan organisme laut lain berkadar iodium tinggi
sebab organisme ini mengkonsentrasikan iodium dari lingkungan
sekitarnya.
4. Sumber bahan organik yang terdapat dalam desinfektan, iodophor, zat
warna makanan, dan kosmetik serta vitamin yang beredar di pasaran juga
menambah iodium.
5. Ikan laut, cumi-cumi yang dikeringkan banyak mengandung iodium.
2.5 Garam Beriodium
Garam meja beriodium merupakan sumber iodium yang murah dan
efisien. Selain itu iodium juga banyak didapatkan pada makanan laut. Iodium
yang dibutuhkan orang dewasa sekitar 1-2 μg/kgBB/hari. Di Amerika Serikat,
kebutuhan harian iodium untuk anak-anak adalah 40-120 μg, dewasa 150 μg,
untuk wanita hamil 220 μg, dan wanita menyusui 270 μg. Makanan yang banyak
mengandung iodium adalah makanan yang berasal dari laut, sedangkan sayuran
dan daging sedikit mengandung iodium. Cara yang praktis untuk memenuhi
kebutuhan iodium terutama untuk mereka yang bertempat tinggal di pegunungan
yang jauh dari laut adalah dengan menambahkan iodida pada garam dapur, yang
sehari-harinya digunakan di meja makan (Gunawan, 1995).
2.5.1 Fortifikasi Iodium Pada Garam
Fortifikasi pangan adalah penambahan satan atau lebih zat gizi (nutrient)
ke pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat
gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi dan pencegahan
defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Iodisasi garam menjadi
garam digunakan secara luas dan oleh seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya
adalah sederhana dan tidak mahal serta stabil dalam “impure salt” pada
penyerapan dan kondisi lingkungan (kelembapan) yang buruk. Penambahan
fortifiksi dalam Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO3). Iodat berlebih tidak
mengakibatkan perubahan warna dan ras. Negara-negara yang dengan program
iodisasi garam yang efektif memperlihatkan pengurangan yang berkesinambungan
akan prevalansi GAKI (Albiner, 2003).
Beberapa masalah yang menjadi kendala program ini adalah sebagai
berikut :
a. Sumber garam: sumber yang berbeda, misalnya garam rakyat, garam tambang
yang dikelola secara bisnis, akan menimbulkan beban biaya yang berbeda.
Selanjutnya iodisasi akan memberikan tambahan beban lagi, yang sudah tentu
pada akhirnya menjadi masalah bagi masyarakat.
b. Kualitas garam : kemurnian dan kandungan air akan mempengaruhi proses
iodisasi dan selera konsumen. Kadar air yang tinggi akan mempengaruhi
kualitas iodium.
c. Masalah distribusi: perlu upaya deregulasi, karena prosedur yang rumit akan
meningkatkan beban biaya sehingga harga mahal, dan sasaran tak tercapai.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam distribusi antara lain:
1. Penyimpanan: teknik penyimpanan yang kurang memadai akan mempengaruhi
kualitas garam beriodium.
2. Pengepakan: pengepakan memerlukan teknik tertentu, menghindari cahaya
Pengepakan yang baik adalah menggunakan plastik kedap air, sehingga kadar
air dalam garam stabil.
3. Konsumen: umumnya masyarakat mengatakan rasa garam beriodium kurang
enak dan agak pahit serta harganya mahal (Suastika, 1995).
2.6 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Iodium
Iodium sebagai salah satu unsur penting dalam tubuh juga memiliki
dampak positif maupun dampak negatif akibat dari kekurangan atau kelebihan
iodium.
2.6.1 Hipofungsi Tiroid (hipotiroidisme)
Hipotiroidisme yang hebat disebut miksedema, merupakan gangguan
tiroid yang paling umum terjadi hampir di seluruh dunia. Hal ini disebabkan
karena defisiensi iodium pada daerah non-endemik dimana iodium cukup tersedia,
umumnya disebabkan karena tiroiditis auto-imun yang kronik (Tiroiditis
Hashimoto). Penyakit ini ditandai oleh tingginya antibodi terhadap peroksidase
tiroid di sirkulasi, dan mungkin juga dengan kadar trioglubulin yang tinggi mesti
ini lebih jarang terjadi. Dapat juga terjadi hambatan antibodi terhadap reseptor
TSH, terjadi eksaserbasi hipotiroidisme.
Hipotiroidisme dengan goiter terjadi pada tiroiditis Hashimoto, atau bila
ada gangguan sintesis hormon tiroid yang hebat. Bila penyakit ini bersifat ringan,
gejala tidak nyata, sementara progresivitas penyakit dapat berjalan terus sehingga
mengakibatkan gejala yang timbul berlebihan. Gambaran klinis pada pasien
sangat spesifik, antara lain : muka tampak sangat ekspresif, membengkak, pucat,
kulit dingin dan kering, kulit kepala bersisik, rambut kasar, kering dan mudah
nada rendah, bicaranya lambat, gangguan daya pikir, dan mungkin mengalami
depresi, terjadi gejala gangguan saluran cerna, nafsu makan kurang, motilitas usus
berkurang sehingga sering terjadi distensi abdominal dan konstipasi. Tonus otot
kantung kemih juga berkurang sehingga mudah terjadi retensi urin. Pada pasien
wanita dapat mengalami gangguan haid (Gunawan, 1995).
2.6.2 Konsep Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
Gondok endemik hingga kini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di Indonesia maupun di negara berkembang. Dahulu
hanya terfokus pada gondok endemik saja, sekarang lebih memfokuskan pada
masalah gangguan yang lebih luas yang digabung dalam GAKI atau IDD
(Gangguan Akibat Kekurangan Iodium, Iodine Deficiency Disorders), dimana
akibat defisiensi iodium merupakan satu spektrum luas dan mengenai semua
segmen usia, dari fetus hingga dewasa. Dengan demikian jelaslah bahwa gondok
hanya sebagian kecil saja dari spektrum GAKI.
Dengan demikian, kepentingan klinisnya tidak saja didasarkan atas akibat
desakan mekanis yang ditimbulkan oleh gondok, tetapi justru gangguan fungsi
lain yang dapat dan sering menyertainya seperti gangguan perkembangan mental
dan rendahnya IQ, hipotiroidisme, dan kretin endemik. Semua gangguan pada
populasi tersebut akan tercegah dengan masukan iodium cukup pada
penduduknya (Djokomoeljanto, 2006).
2.6.3 Hiperfungsi Tiroid ( Hipertirodisme)
Tiroksikosis adalah keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya hormon
tiroid bebas dalam darah. Sedangkan hipertiroidisme adalah keadaan dimana
Hampir semua keluhan dan gejala tirotoksikosis terjadi karena pembentukan
panas yang berlebihan, peningkatan aktivitas motorik, dan aktivitas saraf simpilis.
Kulit panas, lembab, otot lemah, dan terlihat tremor, frekuensi denyut nadi dan
jantung cepat juga merupakan akibat dari hiperfungsi tiroid. Semua ini
menyebabkan nafsu makan bertambah, dan bila kebutuhan ini tidak dipenuhi,
maka berat badan akan menurun. Mungkin pasien akan mengeluh sukar tidur,
cemas, dan gelisah, tidak tahan hawa panas, dan peristaltik usus meningkat.
2.7 Titrasi Yang Melibatkan Iodium
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi
langsung ( iodimetri ) dan titrasi tidak langsung ( iodometri ).
a. Titrasi langsung ( Iodimetri )
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial
oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi
menjadi iodida sesuai dengan reaksi:
I2+ 2e ↔ 2Iˉ
Iodium akan mengoksidasi senyawa yang mempunyai potensial reduksi
lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih
kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
b. Titrasi tidak langsung ( Iodometri )
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk
menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih
besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa- senyawa yang bersifat
direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Rohman, 2009).
Menurut (Harjadi, 1986), titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa
garam dengan cara berdasarkan pemakaiannya:
1. Na2S2O3 sebagai titran dikenal sebagai iodometri tak langsung.
2. I2 sebagai titran dikenal sebagai titrasi iodometri langsung dan kadang- kadang
dinamakan iodimetri.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titran. Diantaranya yang sering dipakai ialah :
a. KMnO4
b. K2Cr2O7
c. Ce (IV)
4. Suatu reduktor kuat sebagai titrant.
2.7.1 Perbedaan Iodimetri dan Iodometri
Menurut basset (1994), metode cara langsung (iodimetri) jarang dilakukan
mengingat iodium merupakan oksidator yang lemah. Cara langsung disebut
iodimetri yang menggunakan larutan iodium untuk mengoksidasi
reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya.
Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri yaitu oksidator yang dianalisis
cukup kuat untuk direaksikan sempurna dengan ion iodida berlebih dalam
keadaan sesuai.
Iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat standar atau asam arsenit. Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan
digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat
oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan
iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat (Rohman,
2009).
2.7.2 Larutan Standar Na2S 2O3
Standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium thiosulfat.
Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk
waktu yang lama (Day & Underwood, 1981).
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam
metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah
yang dititrasi dengan Na2S2O3 :
Oksanalat + Iˉ↔ Redanalat + I2
2 S2O3 + I2↔ S4O6 = + 2 Iˉ
Daya reduksi ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan.
Reaksi S2O3 dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya berdasarkan
pada potensial redoks masing-masing:
S4O6 = + 2e ↔ 2 S2O3= EO = 0,08 Volt
I2+ 2e ↔ 2 Iˉ EO = 0,536 Volt
Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator lain
tidak mengubah S2O3 menjadi S4O6 melainkan menjadi SO3 seluruhnya atau
sebagian menjadi SO4. Daya reduksi ion iodida cukup besar dan titrasi ini banyak
2.7.3 Indikator Amilum (Kanji)
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang
dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak
tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda, dan seterusnya sampai
akhirnya lenyap. Bila diamati lebih cermat perubahan warna tersebut, maka titik
akhir akan dapat ditentukan dengan cukup jelas. Konsentrasi 5 x 10-6 M iod
masih tepat dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi
dengan kelebihan hanya senilai 1 tetes iod 0,05 M. Namun lebih mudah dan lebih
tegas bila ditambah amilum ke dalam larutan sebagai indikator .
Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang
sangat jelas sekalipun I2 pada titik akhir iod yang terikat itu hilang bereaksi
dengan titrant sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warna
birunya akan sulit lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila iod
masih banyak sekali dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini maka
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan: Buret, Batang pengaduk, Beaker glas, Corong, Erlenmeyer, Kertas saring, Labu ukur, Pipet tetes, Pipet volume, Statif, Klem, dan Pompa hisap.
3.2 Bahan
Bahan- bahan yang digunakan: Garam konsumsi beriodium, Garam meja,
Larutan AgNO3 0,1N, Air suling, Asam nitrat 4N, Tawas feriamonium 40%, dan
KCNS 0,1N.
3.3 Prosedur
Prosedur pengujian kadar iodium yang digunakan adalah prosedur pengujian yang diterapkan di Balai Riset Standardisasi Industri Medan.
Ditimbang seksama 25-30 gram cuplikan garam meja ke dalam
erlenmeyer lalu masukkan 40 ml air ke dalam erlenmeyer lalu tambahkan asam nitrat dan AgNO3 berlebih. Kocok lalu biarkan beberapa menit dan hindari dari
cahaya langsung. Kumpulkan filtrat dan air pencuci dari hasil penambahan 40 ml air suling ke dalam erlenmeyer lebih kurang 150 ml. Setelah itu tambahkan 2 ml larutan tawas feriamonium dan titer kelebihan AgNO3 dengan KCNS 0,1N.
Setelah penambahan 2 ml tawas feriamonium, kerjakan Blanko. Lakukan prosedur yang sama untuk cuplikan garam beriodium, lalu bandingkan hasilnya. Percobaan dilakukan tiga kali.
3.4. Interpretasi Hasil
Perhitungan kadar iodium sebagai KIO3 dimana rumus perhitungan kadar
KIO3 bahan asal adalah sebagai berikut:
Kadar KIO3bahan asal = (890 x V2) / ( W x VI) ppm
Dimana:
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada percobaan penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja menggunakan metode argentometri, diketahui garam yang diuji mengandung kadar iodium yang memenuhi syarat SNI (01-2899-2000) yakni berkisar antara 30-80 ppm. Kadar rata- rata KIO3 pada garam konsumsi beriodium
adalah 33,52 ppm, dengan volume rata- rata KCNS 0,1N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan adalah 4,69 ml. Sedangkan kadar rata- rata KIO3 pada garam
meja adalah 4,60 ppm dengan volume rata- rata KCNS 0,1N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan adalah 6,62 ml.
4.2 Pembahasan
Penetapan kadar iodium pada garam konsumsi beriodium dan garam meja
yang diperoleh lebih besar dari 30 ppm yaitu 33,52 ppm dan 45,60 ppm
memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) 01-2899-2000 dimana kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi
standar adalah berkisar antara 30-80 ppm.
Kadar iodium pada garam konsumsi selain ditentukan oleh bahan dasarnya
juga sangat ditentukan oleh penambahan iodium pada bahan dasar garam tersebut.
Semakin tinggi kadar iodium pada garam (sampai batas 80 ppm) maka kualitas
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan:
Penentuan kadar iodium pada sampel yakni garam konsumsi beriodium
dan garam meja dilakukan dengan menggunakan metode argentometri. Pentiter
yang digunakan dalam proses titrasi adalah AgNO3. Menurut SNI
(01-2899-2000), kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi persyaratan adalah
berkisar antara 30-80 ppm. Dari persyaratan yang telah ditentukan oleh SNI
tersebut dapat disimpulkan bahwa garam konsumsi beriodium dengan kadar
iodium 33,52 ppm dan garam meja dengan kadar iodium 44,60 ppm memenuhi
persyaratan SNI.
5.2Saran
DAFTAR PUSTAKA
Albiner. (2003). Pendekatan Fortifikasi Pangan Untuk Mengatasi Masalah
Kekurangan Gizi Mikro. http:// repository.USU.ac.id. tanggal 4 Mei 2014.
Halaman 35-37.
Almatsier, S. (2005). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 56-58.
Anonim. (2000). Garam Konsumsi Beriodium. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-2899-2000. Halaman 30.
Basset, J. (1994). Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Halaman 110, 122.
Burhanuddin. (2001). Procedding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Halaman 17-18; 21- 24.
Day dan Underwood J.R. (1981). Quantitatif Analysis. New Jersey of USA: Cliff. Halaman 125.
Dirjen POM. (2010). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 512, 521.
Djokomoeljanto. (2006). Kelenjar Tiroid, Hipotirodisme Dalam. Jakarta: Aru WS., editor. Halaman 21, 26.
Estiasih, T. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan. Malang: Bumi Aksara. Halaman 124-126.
Gunawan, S. (1995). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Teraupetik. Halaman 62-63.
Harjadi, W. (1994). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka. Halaman 37, 42.
Mulyono, H. (2009). Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 72, 74.
Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Halaman 105, 108.
Riyanto. (2004). Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 132, 135.
Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Universitas Islam Indonesia. Halaman 62, 65.
Lampiran 1.
Identitas Sampel 1
Nama contoh : Garam Konsumsi Beriodium Cap Ikan Paus Wadah/kemasan : Plastik Transparan 500 g
Pabrik : Sumber Samudera Deli Serdang 20371- Indonesia
Komposisi : Mengandung KIO3 30 ppm
Waktu daluarsa : November 2018
No. Register : BPOM RI MD 255302002043
Identitas Sampel 2
Nama contoh : New Refina Garam Meja Beriodium Wadah/kemasan : Plastik Transparan 500 g
Pabrik : PT UNI Chem Chandi Indonesia
Komposisi : Mengandung KIO3 minimal 30 ppm
Waktu daluarsa : Desember 2020
Lampiran 2 Data Penimbangan dan Perhitungan
Data penimbangan dan volume KCNS 0.1 N yang dipakai untuk pentiteran blanko pada garam Beriodium:
Percobaan Data Penimbangan Volume KCNS 0,1 N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan 1 25, 1400 gram 4,66 ml
2 25,5438 gram 4,86 ml 3 25,4436 gram 5,54 ml
Data penimbangan dan volume KCNS 0.1 N yang dipakai untuk pentiteran blanko pada garam Meja:
Percobaan Data Penimbangan Volume KCNS 0,1 N yang dipakai untuk pentiteran cuplikan 1 25, 0607 gram 7,00 ml
Data perhitungan kadar KIO3 yang dihasilkan
Data perhitungan kadar KIO3 pada garam beriodium:
Percobaan I:
Data perhitungan kadar KIO3 pada garam meja: